1
Bab 1
Pendahuluan
1.1 Latar Belakang
Selama hampir 700 tahun, dari 1192 sampai 1867, Jepang dikuasai oleh pemerintahan
samurai. Pada mulanya samurai adalah ksatria yang mengendarai kuda yang kemudian
terorganisir menjadi suatu perkumpulan, khususnya di daerah Kanto. Secara harfiah
samurai berarti “orang yang melayani,” yang memiliki arti seorang ksatria yang menjadi
kaki tangan tuannya dan harus menjunjung tinggi kehormatan tuan beserta keluarganya
sampai
batas
dimana
seoarang
samurai
harus
melakukan seppuku untuk
menghindari
penangkapan pada suatu peperangan. Di China, kanji samurai
mempunyai arti
menunggui atau menemani seseorang dari tingkatan sosial yang lebih tinggi, kemudian
baik di China
maupun Jepang artinya
menjadi orang yang
melayani dan berada dekat
dengan kaum bangsawan. Banyak kesenian Jepang yang bertahan hingga sekarang lahir
karena samurai, seperti kendo, panahan, dan juga upacara minum teh.
Para samurai mengikuti serangkaian peraturan tidak tertulis
yaitu kode etik
samurai
atau Bushido. Kode etik samurai yang tidak tertulis, yang disebut juga dengan Bushido,
menyatakan bahwa  
prajurit sejati  
harus memegang teguh kesetiaan, keberanian,
ketulusan, simpati, dan kehormatan di atas segalanya.
Sebuah
apresiasi
dan
menghargai
kehidupan juga tidak kalah penting untuk
menyeimbangkan perilaku
seorang samurai. Seorang samurai bisa
menjadi
mematikan
dalam sebuah pertempuran tapi bisa menjadi orang lembut dan ramah kepada anak-anak
dan kaum yang lemah.
  
2
Selain
berakar
pada  
filosofi Zen, kode etik samurai
juga dipengaruhi oleh
Konfusianisme dan Shinto. Dengan  latar belakang tersebut bisa dimengerti bahwa kode
etik samurai tidak
hanya berlaku sebagai jalan hidup, tapi
menjadi suatu budaya
yang
baik selama berabad-abad bagi seorang samurai.
1.2 Sekilas Tentang Bushido
Bushido sebenarnya berasal dari kata
Bushi
yang berarti 
“Pejuang” dan 
Do
yang
berarti 
“jalan”,
dan
bila
digabungkan berarti 
jalan
hidup
seorang
pejuang.
Selama
berabad –
abad kode etik ini tidak pernah ada yang tertulis, kode etik
samurai
ini
diturunkan  secara lisan dari para samurai ternama. Hingga tahun 1685 Yamagei Yoko
membagi kode etik ini menjadi tujuh kebenaran yang berakar dari paham konfusianime
dan ajaran Zen.
Ketujuh kode etik
itu
adalah, Gi
yang berarti keadilan. Adalah suatu
kemampuan
untuk memutuskan di dalam suatu situasi dengan alasan yang tepat dan tanpa keraguan,
bagi samurai,
mereka tahu kapan yang tepat untuk mempertaruhkan nyawa, dan untuk
menyerang
bila
saatnya
memang
untuk
menyerang.
Prinsip
ini juga
digunakan
setiap
kali membuat keputusan, keputusan yang tepat adalah yang berasal dari hati bukan
pikiran.
Kemudian
Yuu
yang
berarti
keberanian.
Keberanian
adalah
berani
melakukan
hal
yang benar, keberanian baru dianggap benar bila seorang samurai
melakukan hal
yang
benar. Ini sangat penting karena bila seorang samurai mati karena hal yang tidak benar,
maka kematian itu hanyal menjadi hal yang sia- sia.
Yang berikunya adalah Jin, kebaikan dan kemurahan hati dan kasih sayang. Seorang
samurai sejati adalah samurai yang menunjukkan rasa kasih sayangnya terhadap sesama.
  
3
Kemudian yang keempat adalah Rei yang berarti
rasa
hormat. Samurai
menghormati
tradisi dan pada hal- hal yang berlaku dimasyarakat. Dan karena itu samurai juga patut
dihormati
oleh
masyarakat,
samurai
bisa
menghukum
orang
yang
tidak
menunjukkan
rasa hormat kepadanya.
Yang berikutnya adalah Makoto yang berarti kejujuran dan ketulusan. Samurai yang
paling
buruk adalah
yang
tidak jujur. Samurai terikat
pada kata – katanya, dan bila
seorang
samurai
tidak
dapat
memegang
kata-
katanya ia
akan
dilucuti dari
statusnya.
Ketulusan
adalah
awal
dan
akhir
dari
semua
hal.
Seorang samurai
harus
selalui
mempunyai kehormatan dalam pikiran, kata- kata dan perbuatannya.
Yang keenam adalah Meiyo
yang berarti 
kehormatan. Samurai lebih memilih
mati
daripada
hidup
dalam rasa
malu,
dan
bila
kehormatan seorang samurai
sudah
hilang,
jalan satu – satunya untuk mendapat kehormatan itu  adalah dengan melakukan seppuku.
Dan
yang
terakhir
adalah
Chuugi
yang
berarti
kesetiaan
dan
pengabdian. Samurai
menunjukkan kesetiaan penuh pada tuannya. Kehidupan seorang samurai adalah dengan
mengabdi pada tuannya.
1.3 Sekilas Tentang Perkembangan Samurai Di Jepang
Pada  akhir  abad  ke-12,  samurai menjadi  sinonim  dengan  kata  Bushi dan  juga
dikaitkan dengan golongan militer  tingkat tengah dan golongan militer tingkat atas.
Asal-usul mereka berasal dari Shoen atau tanah pribadi milik kaum bangsawan dan kuil
buddha  yang  besar  di  ibukota  Jepang  pada  era  berkembangnya  kebudayaan  klasik
Jepang 
yaitu  era 
Heian 
(794-1185) 
Kyoto. 
Pada 
era  tersebut 
kaum  bangsawan
menikmati masa kemakmurannya selama 150 tahun dibawah pemerintahan kaisar yang
dipercaya  sebagai  keturunan  dari
dewa  matahari  shinto  yaitu  Amaterasu  o  Mikami.
  
4
Tetapi, pemerintahan daerah yang dibentuk oleh pemerintah pusat justru menekan para
penduduk
yang
mayoritas
adalah
petani. Pajak
yang
sangat
berat
menimbulkan
pemberontakan di daerah-daerah, dan mengharuskan petani kecil untuk bergabung
dengan
tuan tanah
yang memiliki pengaruh agar
mendapatkan
pemasukan
yang
lebih
besar.
Dikarenakan
keadaan
negara
yang
tidak
aman,
penjarahan
terhadap
tuan
tanah
pun terjadi baik di daerah dan di ibu kota yang memaksa para pemilik shoen (tanah milik
pribadi) mempersenjatai keluarga dan para
petaninya.
Kondisi ini yang kemudian
melahirkan kelas militer yang dikenal dengan samurai.
Di  padang  yang  luas  dan  terbuka  di  Kyoto  menjadi  tempat  yang  cocok  untuk
dijadikan peternakan, yang dipimpin oleh kepala suku setempat yang kuat, yang
kemudian terus berkembang yang kemudian melahirkan dua garis keluarga bangsawan
yaitu
Taira (dikenal
juga
sebagai
Heike)
dan
Minamoto
(dikenal juga
sebagai Genji).
Kelompok toryo (panglima perang) dibawah pimpinan keluarga Taira dan Minamoto
muncul
sebagai
pemenang
di
Jepang
bagian Barat
dan
Timur,
tetapi
mereka
saling
memperebutkan kekuasaan.
Pemerintah pusat,
dalam hal
ini
keluarga
Fujiwara, tidak
mampu mengatasi polarisasi ini, yang mengakibatkan berakhirnya kekuasaan kaum
bangsawan. Kaisar Gonjo yang dikenal anti-Fujiwara, mengadakan perebutan kekuasaan
dan memusatkan kekuasaan politiknya dari dalam o-tera yang dikenal dengan insei seiji.
Kaisar
Shirakawa,menggantikan kaisar
Gonjo
akhirnya
menjadikan
o-tera sebagai
markas politiknya. Secara
lihai,
ia memanfaatkan o-tera sebagai fungsi keagamaan dan
fungsi
politik
.
Tentara
pengawal o-tera, souhei pun ia bentuk, termasuk memberi
sumbangan  tanah  (shoen)  pada  o-tera.  Lengkaplah  sudah  o-tera memenuhi  syarat
sebagai “negara” di dalam negara. Akibatnya, kelompok kaisar yang anti pemerintahan
o-tera
mengadakan perlawanan dengan
memanfaatkan kelompok
Taira dan Minamoto
  
5
yang
sedang bertikai.
Keterlibatan
Taira dan Minamoto
dalam pertikaian
ini
berlatar
belakang pada kericuhan yang terjadi di istana
menyangkut
perebutan
tahta,
antara
Fujiwara dan kaisar yang pro maupun kotra terhadap o-tera. Perang antara Minamoto,
yang
memihak
o-tera
melawan
Taira,
yang
memihak
istana,
muncul
dalam dua
pertempuran  
besar    yakni    Perang  
Hogen    (1156)    dan    Perang    Heiji    (1159).
Peperangan akhirnya dimenangkan oleh Taira
yang
menandai perubahan
besar
dalam
struktur
kekuasaan
politik.
Untuk
pertama
kalinya,
kaum samurai
muncul
sebagai
kekuatan politik di istana.
Taira pun mengangkat dirinya sebagai kuge atau bangsawan
kerajaan, sekaligus  memperkokoh  posisi  samurai-nya.  Sebagian  besar  keluarganya
diberi jabatan penting dan dinobatkan sebagai bangsawan
Pada abad ke-12 Taira
mendominasi
istana , dan pada saat yang bersamaan
Minamoto
menjadi klan samurai
yang kuat di daerah Kamakura di Kanto.
Pada tahun 1185 Minamoto mengalahkan Taira pada pertempuran Dannoura di selat
Shimonoseki yaitu diantara pulau Honshu dan Kyushu. Kepala keluarga Minamoto no
Yoritomo tidak
menghilangkan
kekaisaran,
tapi ia
membenarkan
dominasi
militernya
dengan
menyuruh
kaisar
untuk
memberinya gelar
komandan
militer
tertinggi
atau
Shogun, 
yang  pada  akhirnya  mengantarkan  keluarga 
Minamoto 
mendirikan
pemerintahan militer pertama di Kamakura (Kamakura Bakufu; 1192 – 1333).
Kamakura Bakufu
berakhir pada tahun 1333 saat kaisar Go-Daigo mencoba
mengembalikan
kekuasan
kerajaan
di
Kyoto. Kaisar
di
Bantu oleh
Ashikaga
Takaujii
yaitu seorang jandral dari Kamakura yang tiba-tiba berganti pihak. Tapi pada tahun 1335
Takauji memipin pamberontakan terhadap kaisar Go-Daigo dan menduduki Kyoto pada
tahun  1336.  Kaisar  kemudian  meninggalkan
ibukota  dan  membangun  kekaisaran  di
Yoshino yang terletak di selatan Kyoto. Takauji kemudian
menaruh kaisar bonekanya
  
6
pada
tahta
yang
kosong
di
Kyoto.
Keluarga
kerajaan
manjadi
terpecah
yakni
Istana
Utara di Kyoto dan Istana Selatan selama setengah abad.
Di
tahun 1338 Ashikaga
Takauji menyuruh kaisar di
utara
untuk
memberinya
gelar
Shogun. Dan pada tahun 1392 kaisar dari istana selatan diminta unuk kembali ke Kyoto
tapi ia menolak sehingga garis keturunan istana selatan hilang.
Pada   zaman   Muromachi   (1338-1573)   banyak   dari   kaum   samurai  memegang
kekuasaan di daerah. Kemudian
mereka diebut Daimyo. Pada
masa ini, Ashikaga tidak
dapat
mengontrol
para daimyo
daerah.
Mereka
saling
memperkuat
posisi
dan
kekuasaannya di wilayah masing-masing.
Di
tahun 1467 terjadi perselisihan
tentang pengganti Shogun
Ashikaga. Kemudian
dalam 10 tahun Kyoto hancur dalam peperangan  yang disebut perang Onin. Kondisi ini
melahirkan
krisis panjang
dalam bentuk
perang
antar
tuan
tanah
daerah
atau
Sengoku
Jidai.
1.4 Drama Taiga Tenchijin
Stasiun TV Jepang NHK setiap tahunnya
menayangkan seri drama berlatar belakang
sejarah Jepang
yang biasa disebut
Taiga Drama. Taiga drama bukan
film dokumenter
karena
sebagian
besar
diangkat
dari
cerita
fiksi.
Tema cerita
melibatkan
tokoh-tokoh
sejarah
yang
memang
benar-benar
pernah ada
maupun
fiktif.
Narasi
biasanya
ditambahkan pada adegan
yang
memerlukan penjelasan tentang sejarah atau digunakan
untuk 
mempersingkat 
adegan 
yang  panjang. 
Serial 
Taiga 
Drama 
terbaru  adalah
Tenchijin,
yang bercerita
seputar
Naoe Kanetsugu
seorang
samurai
yang
hidup
pada
abad
ke-16
di
provinsi
Echigo
yang
dididik
bahwa
dalam kehidupan
kebaikan
dan
keadilan  lebih  penting  dari  pada  memenangkan  pertempuran  oleh  Uesugi  Kenshin.
  
7
Setelah  kematian  Uesugi  Kenshin,  Kanetsugu  terus  mengabdi  kepada  klan  Uesugi
dengan mendampingi anak angkat Uesugi Kenshin, Uesugi Kagekatsu. Cerita Tenchijin
diangkat dari novel yang berjudul sama yang ditulis oleh Masashi Hisaka.
Dalam sejarah Jepang Uesugi Kenshin adalah salah satu daimyo yang cukup terkenal
pada masa perang atau sengoku jidai. Lahir dari klan Nagao yang secara turun temurun
menjabat
shugo
di
provinsi
Echigo.
Uesugi Kenshin
menggunakan
beberapa
nama
sepanjang hidupnya. Nama aslinya adalah Nagao Kagetora. Nama resmi sewaktu masih
menggunakan nama keluarga Nagao adalah Taira no Kagetora, dan nama resmi yang
dipakai
sewaktu
menggunakan
nama
keluarga Uesugi
adalah
Fujiwara
no
Masatora,
sedangkan Fujiwara no Terutora adalah nama resmi yang dipakai sebelum menggunakan
nama Uesugi Kenshin dan menjadi biksu.
Lahir tanggal 21 Januari tahun ke-3 era Kyoroku (1530) di Istana Kasugayama dari
ayah bernama Nagao Tamekage yang menjabat shugodai provinsi Echigo. Setelah sang
ayah
wafat karena sakit di tahun 1536 dan jabatan katoku (kepala keluarga) diteruskan
oleh kakak Kenshin yang bernama Nagao Harukage, Kenshin terpaksa menuntut ilmu di
kuil Risenji untuk belajar agama Buddha di bawah bimbingan pendeta Tenshitsu Koiu.
Kenshin 
menerima 
marga 
Uesugi 
dari 
ayah 
angkatnya 
yang 
bernama 
Uesugi
Norimasa dan
mewariskan jabatan Kanto kanrei (penguasa
wilayah Kanto). Pada
masa
pemerintahannya, Echigo mengalami masa perang dan masa damai yang berulang-ulang
akibat
pertikaian
berkelanjutan
Uesugi Kenshin
dengan
Hojo
Ujiyasu
dan
Takeda
Shingen.
Pertempuran
Kawanakajima
adalah serangkaian pertempuran terkenal
antara
Uesugi Kenshin dan Takeda Shingen yang berlangsung antara tahun 1553 dan 1564.
Uesugi Kenshin dijuluki sebagai Harimau dari Echigo atau Naga dari Echigo karena
keahliannya dalam seni berperang. Kenshin sendiri menyebut dirinya perwujudan dewa
  
8
perang
Bishamonten
sampai-sampai
pasukan Kenshin mengibarkan bendera perang
bertuliskan
?
(Bi)
yang
merupakan
Kanji
untuk
Bishamonten. Takeda
Shingen
yang
mempunyai julukan Harimau dari Kai merupakan musuh besarnya. Di dalam
pemerintahan  Keshogunan  Moromachi,  Uesugi  Kenshin  merupakan  pejabat  Kanto
kanrei yang terakhir.
Uesugi Kenshin 
selama hidupnya tidak pernah
menikah, tapi memiliki dua anak
angkat yaitu putra ke-7 dari Hojo Ujiyasu yang bernama Hojo Saburo dan diperlakukan
layaknya anggota keluarga sendiri. Hojo Saburo kemudian dikenal sebagai Uesugi
Kagetora, dan Uesugi Kagekatsu, anak dari kakak perempuannya yang bernama Sentoin
dan Nagao Masakage.
Pada sekitar tahun 1576 Oda Nobunaga adalah jendral perang yang paling kuat, dan
melihat Uesugi Kenshin menjadi ancaman terbesarnya. Itu dikarenakan setelah kematian
Hojo Ujiyasu dan Takeda Shingen tidak ada lagi yang dapat menghalangi Uesugi
Kenshin  untuk  memperluas  wilayahnya.  Dan  Oda  Nobunaga  akhirnya  memerangi
Uesugi
Kenshin
dengan
banyak
pasukan
sekitar
35.000
orang.
Meskipun
jumlah
ini
tidak sebanding dengan pasukan yang dimiliki Kenshin, dengan kecerdasannya ia dapat
memenangkan pertempuran
ini. Pada musim dingin tahun 1577-1578, Uesugi Kenshin
melanjutkan
serangan kepada
Oda
Nobunaga
akan tetapi
ia
sedang
mengalami
sakit
keras dan kemudian akhirnya meninggal.
  
9
1.5 Rumusan Permasalahan
Rumusan permasalahan dalam skripsi
ini adalah
tingkah laku
verbal
yang terwujud
kata-kata, tingkah laku menyarankan pada tindakan yang bersifat non-verbal, fisik tokoh
Uesugi Kenshin.
1.6 Ruang Lingkup Permasalahan
Ruang
lingkup permasalahan dalam skripsi
ini adalah analisis
nila Gi, Jin, dan Rei
pada episode 1, 5, 7, 8 dari drama Tenchijin.
1.7 Tujuan dan Manfaat Penelitian
Tujuan  dari  penelitian  adalah 
menjelaskan 
nilai-nilai 
kode  etik  samurai yang
menonjol
pada
Uesugi
Kenshin.
Manfaat
dari penelitian adalah agar kita memahami
bahwa kode etik samurai berupa Gi, Jin dan Rei . Dan alasan penulis mengambil tiga
nilai tersebut karena menonjol pada korpus data yang dianalisis.
1.8 Metode Penelitian
Metode penelitian yang akan saya gunakan adalah metode deskriptif analitis dan
selain
itu saya
juga
menganalisis data-data
yang berasal
dari studi kepustakaan yakni
dari
buku-buku
beberapa
kumpulan
teori,
jurnal on-line, serta kumpulan teori dari
internet.
1.9 Sistematika Penulisan
Dalam skripsi ini akan terdiri dari lima bab. Bab satu adalah pendahuluan, yang berisi
tentang  latar  belakang,  rumusan  permasalahan,  ruang  lingkup,  tujuan  dan  manfaat
  
10
penelitian, kemudian bab dua adalah landasan teori, yang berisi tentang teori-teori yang
akan
digunakan dalam skripsi. Analisis
data
akan
berada
di
bab
tiga, berisi
analisis-
analisis dari penulis berdasarkan teori-teori yang ada dalam landasan teori, dilanjutkan
dengan bab empat yang berisi
tentang simpulan dan saran, dimana penulis akan
memberikan kesimpulan dari analisis-analis pada bab tiga dan saran. Bab terakhir, yaitu
bab lima akan berisi ringkasan dari isi keseluruhan skripsi.