2
pemerkosaan dan pencabulan, sisanya sebesar 37,3 persen adalah kekerasan
fisik dan psikis (Bullying Masih, 2011).
Berdasarkan data yang dijabarkan diatas, kekerasan dapat terjadi di
dalam lingkungan sekolah dan bisa dilakukan oleh siapa saja. Badan Pusat
Statistik (BPS) juga mencatat bahwa pada tahun 2009 terdapat 30 persen
kekerasan anak yang pelakunya juga masih merupakan teman sebaya mereka.
(Bullying
Sering, 2011).
Data tersebut diperinci oleh KPA, yang menyatakan
bahwa telah terjadi aksi pembulian di sekolah sebanyak 472
kasus pada tahun
2009 (Ruang Eksekusi, 2009)
Fakta ini tentu sangat memprihatinkan. Sekolah yang seharusnya menjadi
tempat yang menyenangkan berubah menjadi tempat yang mengerikan bahkan
sampai mengancam nyawa. Tempat berkumpul untuk berkawan, justru menjadi
tempat untuk mengadu lawan.
Akhir-akhir ini media berita juga terus menampilkan fakta wajah
pendidikan di Indonesia, seperti
munculnya
kasus bentrokan antara pelajar
sebuah Sekolah Menengah Atas (SMA) Negeri di Jakarta Selatan dengan
wartawan (Kronologi Kericuhan, 2011).
Juga kasus sebelumnya yaitu
pelaporan 15 orangtua
siswa salah satu SMA Negeri dibilangan Bulungan,
Jakarta Selatan, bahwa terdapat tindak kekerasan yang dilakukan secara fisik
dan psikologis oleh siswa tingkat atas di sekolah tersebut (Anak Jadi, 2011).
Kekerasan dalam lingkungan sekolah yang berupa kekerasan fisik dan
mental yang berdampak buruk bagi psikologis, seperti pengucilan, perpeloncoan
dan intimidasi merupakan contoh dari bullying, atau pembulian dalam bahasa
Indonesia, yaitu perilaku negatif yang mengakibatkan seseorang dalam keadaan
tidak nyaman, atau terluka dan biasanya terjadi berulang-ulang (Olweus, 1993).
|