6
Berdasarkan data dan rangkuman berita yang peneliti kumpulkan dari
tahun 2007 hingga saat ini, pembulian pada tingkat SMA banyak terjadi
di
Jakarta, khususnya di wilayah Jakarta Selatan. Hal inilah yang membuat peneliti
tertarik untuk melakukan penelitian kecenderungan perilaku pembulian baik dari
pelaku maupun korban pada siswa-siswi tingkat SMA di wilayah Jakarta Selatan.
Salah satu karakteristik dari perilaku pembulian adalah adanya perilaku
agresi yang membuat pelaku senang untuk menyakiti korbannya (Rigby, 1996
dalam Astuti, 2008). Jika pembulian gagal ditangani maka akan menjadi tindakan
agresi yang lebih parah. Salah satu faktor penyebab agresi yang pertama adalah
frustasi. Frustasi menimbukan kemarahan dan memicu seseorang untuk
melakukan tindakan agresi, yang merujuk pada perilaku pembulian. Frustasi
tersebut juga dapat disebabkan oleh pola asuh otoriter. Sikap orang tua yang
terlalu menuntut anaknya dapat membuat anak frustasi. Orangtua yang
menginginkan anaknya tunduk dan patuh serta selalu menuruti kehendak
mereka, dapat menyebabkan frustasi. Didikan yang terlalu keras dan tidak
responsif pada kebutuhan anak cenderung membuat anak
menjadi takut dan
murung. Kondisi tersebut bisa melandasi perilaku pembulian. Orang tua yang
sering memberikan hukuman fisik pada anak, karena kegagalan pemenuhan
standar yang telah ditentukan akan membuat anak marah dan kesal pada orang
tuanya tetapi tidak dapat mengungkapkan kemarahannya tersebut dan justru
melampiaskannya kepada orang lain dalam bentuk tindakan agresif, yang
membentuk perilaku pembulian (Sarwono, 2002 dalam Fortuna, 2008).
Patterson (1986 dalam Georgiou, 2008) menyatakan bahwa sebenarnya
perilaku pembulian dimulai dari rumah. Anak-anak belajar untuk menjadi agresif -
terkait dengan perilaku pembulian- terhadap anak lainnya, terutama kepada anak
yang lebih lemah dari diri mereka sendiri, dengan mengamati bagaimana
|