BAB 1
PENDAHULUAN
1.
Latar Belakang
Musik di Indonesia sangat
beragam, hal ini dikarenakan suku-suku di
Indonesia yang bermacam-macam,
sehingga boleh dikatakan seluruh 17.508
pulaunya memiliki budaya dan seninya sendiri. Indonesia memiliki ribuan jenis
musik, terkadang diikuti dengan tarian dan pentas. Musik tradisional yang paling
banyak  digemari  adalah  gamelan  dan  keroncong,  sementara  musik  modern
adalah pop dan dangdut.
Salah satu bentuk musik yang paling dikenal adalah gamelan, musik ini
dimainkan oleh
beberapa orang
bersama alat
musik perkusi, seperti
metalofon,
gong dan rebab bersama dengan suling bambu. Pertunjukan seperti ini umum di
negara seperti Indonesia dan Malaysia, namun gamelan berasal dari pulau Jawa,
Bali dan Lombok. Konon  genre music progressive rock dan electronica berasal
dari gamelan itu sendiri.
Keroncong terbentuk sejak orang-orang Portugis memasuki Indonesia,
yang juga membawa alat musik Eropa. Pada permulaan 1900-an, musik ini
dianggap sebagai musik berkualitas rendah. Hal ini berubah pada 1930-an, ketika
perfilman  Indonesia  mulai  bergabung  dengan  musik  keroncong,  dan  mulai
berjaya pada dekade berikutnya, ketika musik ini terhubung dengan perjuangaan
kemerdekaan.
Salah satu lagu keroncong paling terkenal adalah Bengawan Solo,
yang
ditulis pada tahun 1940 oleh Gesang Martohartono, seorang pemusik dari Solo.
Lagu ini ditulis ketika Angkatan Darat Kekaisaran Jepang menguasai pulau Jawa
pada
Perang
Dunia
II,
lagu tersebut (tentang sungai
Bengawan
Solo,
sungai
terpanjang dan terpenting di Jawa) menjadi populer di kalangan orang Jawa, dan
terkenal di seluruh Indonesia
ketika
mulai
didengarkan
di radio.
Lagu
ini
juga
populer di kalangan tentara Jepang, sehingga ketika mereka kembali ke Jepang
setelah perang, banyak penyanyi Jepang menyanyikan lagu tersebut dan
membuatnya sebagai best-seller.
Untuk
musik
Seriosa, Lied German adalah komposisi musik vokal
German, memiliki tiga bentuk lagu: strophic, through-composed dan song cycle.
Masuk ke Indonesia, dibawa oleh Bangsa Belanda pada abad 16. Keberadaannya
memberi inspirasi bagi para pencipta lagu bangsa Indonesia, sehingga
berpengaruh  terhadap  lahirnya  lagu  seriosa.  Lagu  seriosa  adalah  komposisi
musik vokal Indonesia, sebagai adaptasi Lied German. Lahir di Indonesia tahun
1930-an, dipelopori oleh Cornel Simanjuntak. Lagu seriosa mengandung nuansa
musik
Nusantara,
dan
idiom musik
Indonesia.
Sarat
dengan
muatan
budaya,
historis,
dan
nilai
nasionalisme
Indonesia. Karenanya
menjadi lagu khas
Indonesia, dan sebuah genre musik di Indonesia.
1
  
2
Pasang surut sejarah perkembangan lagu seriosa, sangat dipengaruhi oleh
perkembangan
situasi
politik,
sosial
dan
teknologi di Indonesia.
Dalam hal
ini
kebijakan
pemerintah
pada
masa-masa
tertentu,
kondisi pendidikan
musik,
perkembangan application
music technology dan media elektronik berpengaruh
terhadapnya. Lagu seriosa hingga kini masih menjadi media pembelajaran musik
vokal  yang  efektif  di  pendidikan  tinggi  maupun  sekolah  musik  negeri  dan
swasta. Dikarenakan kandungan nilai artistik yang khas Indonesia dan teknik
produksi suaranya menggunakan dua gaya bernyanyi Jerman dan Itali. Hingga
kini masih eksis pada pergelaran musik klasik, walaupun tidak menjadi sajian
utama. Lagu seriosa merupakan jenis musik seni untuk seni, yang diutamakan
adalah
nilai artistik bukan
nilai
finansial. Jenis kesenian seperti ini, kelastarian
dan pengembangannya menjadi tanggung jawab pemerintah. Berbeda dengan
jenis lagu hiburan, yang diutamakan adalah selera masyarakat dan nilai finansial.
Kelestarian    dan   
pengembangannya,   
bisa    ditopang   
oleh   
masyarakat.
Namun 
berbeda 
halnya 
dengan  salah 
seorang 
tokoh 
musik 
klasik,
Solomon Tong. Menurutnya musik seriosa di Indonesia sudah salah kaprah.
"Indonesia   ini   hanya   mengutip   setengah-setengah   lagu-lagu   pada   zaman
Barrock. Di Jerman
istilahnya Lieder artinya song.
Tapi arti sesungguhnya art
song," papar Tong. Puisi yang dilagukan ini melahirkan lieder-lieder yang sangat
terkenal di Jerman. Cara pembawaanya pun 'serius', berbeda dengan lagu-lagu
biasa.
Hal senada di ungkapkan oleh Suka Hardjana, seorang pemusik, dirigen,
dan kritikus kelahiran Jogja 17 Agustus 1940."Dilihat dari bentuk penulisan dan
pembawaannya pun sesungguhnya masih terlalu sederhana untuk dibilang seni
serious(a).
Istilah
musik
seriosa
yang
kedengaran
agak ke-italia-italia-an
itu
sebenarnya
berasal
dari
pemilahan
khazanah
musik
di
Amerika
dan
Eropa
di
awal  perkembangan 
industri 
musik 
sesudah  Perang 
Dunia  II," 
urai 
Suka
Hardjana.
"Sangat mengherankan bahwa
mereka
(penulis lagu seriosa Indonesia)
sepertinya sama
sekali tak terinspirasi
oleh
komponis-komponis
yang
lebih
fundamental
seperti
Bach,
Mozart,
Debussy,
Bartok,
Stravinsky,
dan
lainnya.
Tapi
hal itu bisa dimengerti bila diingat bahwa sesungguhnya lagu-lagu pendek
mendayu-merdu-merayu dari para komponis Romantik mudah masuk selera. Dan
itu rasanya lebih dekat dengan apresiasi diletantis para komponis Indonesia dari
dulu hingga sekarang," tulis Suka Hardjana di bukunya, Esai & Kritik Musik'
(Penerbit Galang Press, Jogjakarta, 2004).
Dangdut merupakan salah satu dari genre seni musik yang berkembang di
Indonesia. Bentuk
musik
ini
berakar dari
musik Melayu
pada
tahun 1940-an.
Dalam evolusi
menuju
bentuk
kontemporer
sekarang
masuk
pengaruh
unsur-
unsur musik India (terutama dari penggunaan tabla) dan Arab (pada cengkok dan
harmonisasi). Perubahan arus politik Indonesia di akhir tahun 1960-an membuka
masuknya pengaruh
musik barat
yang kuat dengan masuknya penggunaan
gitar
  
3
listrik  dan  juga  bentuk  pemasarannya.  Sejak  tahun  1970-an  dangdut  boleh
dikatakan  telah  matang  dalam  bentuknya  yang  kontemporer.  Sebagai  musik
populer, dangdut sangat terbuka terhadap pengaruh bentuk musik lain, mulai dari
keroncong, langgam, degung, gambus, rock, pop, bahkan house music.
Dalam buku
“Musik
Indonesia
dan
Permasalahannya”
(Balai
Pustaka,1952) yang ditulis J.A.Dungga dan L.Manik,menyimpulkan bahwa lagu
lagu
yang melukiskan perjuanagn kita
selama revolusi dibagi dalam 4 kategori
yaitu :
1.Lagu lagu tanah air berupa mars.
Lagu lagu ini biasanya dinyanyikan pasukan-pasukan yang berlatih untuk
berjuang
digaris
terdepan.Tak lama
setelah
proklamasi
Indonesia
berkumandang mars “Dari Barat sampai Ke Timur” yang melodi bait
pertamanya 
memiripi 
lagu 
kebangsaan 
Prancis  “La
Marseillaise”.Dungga dan L.Manik pun menemukan kemiripan notasi
melodi antara lagu “Halo Halo Bandung” dengan lagu bergaya bluegrass
“When It’s Springtime In The Rockies” karya
Robert
Sauer dan Mary
Hale Woolsey .
2.Lagu lagu tanah air bernuansa tenang.
Lagu ini temanya sama dengan yang diatas namun bernuansa tenang
seperti lagu “Tanah Airku” karya Iskak,”Tanah Tumpah Darahku” karya
Cornel Simandjuntak atau “Syukur” karya H.Mutahar maupun “Padamu
Negeri” karya Kusbini
3.Lagu lagu percintaan.
Menurut Dungga dan Manik ,selama revolusi banyak muncul lagu
lagu percintaan
yang berkaitan dengan perjuangan para pejuang.Hampir
semua lagu lagu ini berputar disekitar perpisahan antara seorang gadis
dengan
kekasihnya
yang
menunaikan
bakti digaris terdepan,disertai
perasaanbahwa kepergiannya
mungkin untuk
selamanya.Ismail
Marzuki
lalu menulis sederet lagu romansa mulai dari “Gugur Bunga”,”Selendang
Sutera”,”Melati
Di
tapal
Batas”,””Bandung
Selatan
Di
Waktu
Malam”
dan banyak lagi.
4.Lagu lagu sindiran
Lagu lagu sindiran bermaksud melukiskan keburukan-keburukan
dalam masyarakat
kita
di
masa
perjuangan.Lagu
bertema
semacam ini
memang
tak
banyak
jumlahnya
dan
tak
dikenal siapa
penciptanya.Satu
  
4
listrik  dan  juga  bentuk  pemasarannya.  Sejak  tahun  1970-an  dangdut  boleh
dikatakan  telah  matang  dalam  bentuknya  yang  kontemporer.  Sebagai  musik
itu
tukang    catut    dianggap    sebagai   
sesuatu   
yang   
merugikan
perjuangan.Kelak lagu lagu semacam ini mungkin kerap disebut sebagai
lagu
bernuansa
kritik
sosial
seperti
yang
kini
terdapat
pada
lagu
lagu
Slank atau Iwan Fals.
Dari illustrasi diatas yang mengungkap pola lagu-lagu Indonesia di jaman
perjuangan
sesungguhnya
telah
merefleksikan perangai
lagu
lagu dalam musik
pop  Indonesia  pada  era  setelah  kemerdekaan  mulai  dari  era  50-an,60-an,70-
an,80-an,90-an
hingga
era
millennium sekarang
ini.Benang
merahnya
tercetak
denga sangat jelas.Setidaknya pada dua nuansa lagu seperti yang heavy maupun
yang
mellow,juga
tematik
lagu
yang
berpusar di sekitar lagu lagu percintaan
hingga kritik sosial.
Menurut musikolog Remy
Sylado. Sejarah musik pop
Indonesia,kehadirannya mesti dilhat secara politis.Saat itu musik
pop di
cengkeram Elvis
Presley termasuk
Indonesia.Elvis
Mania
pun
melanda
negeri
yang kemudian membuat gerah pemerintah karena “kepribadian nasional” seolah
tercoreng.Bung Karno dalam pidato Manipol Usdek di tahun 1959 lalu melarang
budaya pop seperti rock n’roll hingga cha cha cha.Siasat pun mencuat dari benak
kreatif para seniman music.Mereka menyelusupkan aroma Indonesia dalam lagu-
lagu yang sebetulnya masih berafiliasi
pada kultur Barat.Oslan Husein lalu
menyanyikan
“Bengawan
Solo”
karya
Gesang
dalam gaya rockabilly
ala
Bill
Haley & His Comets.Lagu lagu Minang bersekutu dengan lagu lagu Latin ala
Xavier Cugat atau Perez Prado lewat eksperimentasi populis yang ditancapkan
Orkes  Gumarang  hingga  Orkes  Kumbang  Tjari.Lalu  mencuatlah  lagu  lagu
seperti “Ayam Den Lapeh” hingga “Papaya Cha Cha”.Rasanya disinilah titik
awal keterpengaruhan
seniman
music Indonesia terhadap musik Barat yang tak
berkesudahan hingga kini.Proses pengindonesiaan karakter pop Barat berlang
sung
secara
perlahan
hingga
kian
deras,bermula
dari
era
akhir
50-an hingga
memasuki era 60-an dan berlanjut sampai setelahnya.
Industri musik di Indonesia sebetulnya telah bermula disini,walau belum
dalam skala
yang bombastik
seperti
saat
berkuasanya
rezim
Orde
Baru.Dalam
“Ensiklopedi Musik” yang disusun Remy
Sylado
diulis
bahwa
sebelum
berlangsung  Perang  Dunia  ke  II  telah  berdiri  sebuah  perusahaan  rekaman
piringan hitam
Tio Tek Hong,salah seorang pedagang Tionghoa terkaya di
Batavia. Peminat piringan hitam 
memang terbatas.Saat itu masyarakat lebih
menikmati musik pop di panggung-panggung seperti di Pasar Gambir,Prinsen
Park,Globe Garden,Stem en Wyns hingga Maison Veersteegh.
Di tahun 1954 lalu berdiri perusahaan rekaman Irama yang didirikan oleh
seorang   pengusaha   pribumi   Soejoso   Karsono   yang   menggunakan   garasi
rumahnya
di
Jalan
Theresia
sebagai studio
rekaman.Berbagai
genre
music
direkam oleh
Irama,mulai
dari
jazz,keroncong,pop
hingga
musik
bernuansa
Melayu.Artis  artis  yang  merekam  disini  antara  lain  adalah  Bubi  Chen,Nick
  
5
Mamahit,Titiek  Puspa,Koes  Bersaudara,Orkes  Bukit  Siguntang,Orkes  Teruna
Ria  hingga  Oslan  Husein  yang  membawakan  “Bengawan  Solo”  dalam  gaya
rockabilly.
Di tahun 1956 berdiri pula perusahaan rekaman milik Pemerintah
“Lokananta”
di
Solo
yang
banyak
merekam ragam budaya
musik
tradisional
Indonesia juga keroncong,pop dan jazz.
Setelahnya  kemudian  berdiri  Remaco,Dimita,Metropolitan  Studio  dan
kian menggurita pada akhir 70-an hingga sekarang ini.
Dari era ke era,tampak jelas bahwa Indonesia senantiasa berada dibawah
bayang bayang supremasi
musik pop dunia
yang dicengkeram Amerika Serikat
maupun Inggris termasuk juga Belanda.
Wajah Elvis Presley atau Pat Boone rasa Indonesia bias tersimak saat
Rachmat Kartolo menyanyikan lagu “Patah Hati” yang sempat dihujat banyak
kalangan
sebagai
lagu
cengeng
membabi buta.Tapi
toh
anehnya,banyak
yang
menggemari   lagu   semacam   ini.Ketika   Rachmat   Kartolo   menyanyikannya
kembali
pada
tahun
1984
melalui
JK Record,lagu
inipun
kembali
mendulang
sukses tiada terkira.
Berbagai
upaya
dan
strategi
untuk
menghalau
“pop
cengeng”
semacam
ini  memang  pernah  dilakukan  oleh  seniman  musik  lainnya.Even  kompetisi
seperti Festival Lagu Populer Indonesia yang telah digagas sejak tahun 1971 dan
bertahan
hingga
tahun
1991
adalah
salah
satunya.Beberapa lagu lagu yang
berhasil
mencuat di ajang
ini bisa dicatat seperti
“Damai
Tapi Gersang” (Adjie
Bandy),”Lady”  (Anton  Issoedibyo),”Burung  Camar”  (Aryono  Huboyo
Djati/Iwan Abdurachman),”Kembalikan Baliku” (Guruh Soekarno Putera)
yang
berhasil
meraih
beberapa
penghargaan
dalam
kategori
berbeda
dalam World
Popular Song Festival yang di gelar oleh Yamaha Music Foundation di Budokan
Hall Tokyo.
Begitu
pula terobosan yang dilakukan oleh Lomba Cipta Lagu Remaja
Prambors yang digagas antara tahun 1977 hingga 1996 merupakan salah satu
anasir
yang memperkaya
khazanah
musik
Indonesia.Termasuk
kontribusi
dari
sederet pemusik idealis semisal Harry Roesli,Guruh
Soekarno Putera,Eros
Djarot,Chrisye,Keenan  Nasution,Gombloh,Leo  Kristi,Ebiet  G  Ade,Iwan
Fals,Ully
Sigar
Rusady,setidaknya
memberikan semacam pengimbang
diantara
derasnya lagu-lagu pop yang memberhalakan komoditas semata.
Progressive  rock  atau sering disingkat prog  adalah  jenis  musik  yang
mulai berkembang pada akhir dekade tahun 1960 dan mencapai masa jayanya di
tahun 1970,
menggabungkan
elemen-elemen
dari rock, jazz
dan
musik
klasik.
Kadang pengaruh dari blues dan musik tradisional juga terasa.
  
6
Mamahit,Titiek  Puspa,Koes  Bersaudara,Orkes  Bukit  Siguntang,Orkes  Teruna
Beatles dan The Beach Boys mereka
mulai
menggabungkan
musik
tradisional,
musik klasik dan jazz ke dalam komposisi mereka. Beberapa band progressive
rock
terkemuka
adalah Yes, King Crimson,
UK, Pink
Floyd
dan
Genesis dari
sekitar tahun 1969, Rush dari tahun 1970 dan Marillion serta Dream Theater dari
tahun 1980.
Seperti
halnya
aliran-aliran
musik
yang
lain, adalah
sangat
sulit
untuk
mendefinisikan musik rock progresif secara tepat. Karena inilah terdapat banyak
perdebatan
mengenai apakah satu kelompok
musik prog atau tidak. Namun ada
beberapa ciri khas
musik prog
yang biasanya dapat ditemui dalam karya-karya
musisi prog. Di antaranya adalah ritme yang tidak konvensional (bukan 4/4 atau
sinkopasi),  penguasaan  alat  musik  yang  mahir  dengan  permainan  solo  yang
rumit, dan lagu-lagu yang panjangnya melebihi normal (lebih dari 5 menit,
biasanya sekitar 12-20 menit atau bahkan lebih panjang).
Banyak grup progressive rock yang menerbitkan satu album dengan lagu-
lagu  yang  bertemakan  sama  atau  sambung-menyambung  menceritakan  satu
cerita
(disebut
juga
sebagai
album
konsep).
Contoh-contoh
album konsep
di
antaranya adalah Metropolis 2: Scenes from a Memory dari Dream Theater dan
The Lamb Lies Down on Broadway dari Genesis. Banyak pula group musik
progressive saat
ini
yang
mulai keluar
dari
stigma
musik
progressive sebagai
genre dan kembali ke pemikiran inti musik progressive sebagai pandangan yang
amat sangat kuat dipengaruhi pandangan Jazz.
Gamelan adalah ensembel musik yang biasanya menonjolkan metalofon,
gambang, gendang, dan gong. Istilah gamelan merujuk pada instrumennya atau
alatnya,
yang
mana
merupakan
satu kesatuan utuh yang diwujudkan dan
dibunyikan bersama. Kata Gamelan sendiri berasal dari bahasa Jawa gamel yang
berarti
memukul
atau
menabuh,
diikuti akhiran
an
yang
menjadikannya
kata
benda. Orkes gamelan kebanyakan terdapat
di pulau Jawa, Madura, Bali, dan
Lombok di Indonesia dalam berbagai jenis ukuran dan bentuk ensembel. Di Bali
dan Lombok saat ini, dan di Jawa lewat abad ke-18, istilah gong lebih dianggap
sinonim dengan gamelan.
Kemunculan gamelan didahului dengan budaya Hindu-Buddha yang
mendominasi Indonesia pada awal masa pencatatan sejarah, yang juga mewakili
seni  asli 
indonesia. 
Instrumennya  dikembangkan  hingga  bentuknya  sampai
seperti  sekarang  ini  pada  zaman  Kerajaan  Majapahit.  Dalam  perbedaannya
dengan
musik
India,
satu-satunya
dampak
ke-India-an
dalam musik
gamelan
adalah
bagaimana
cara
menyanikannya.
Dalam mitologi
Jawa,
gamelan
dicipatakan oleh Sang Hyang Guru pada Era Saka, dewa yang menguasai seluruh
tanah Jawa, dengan istana di gunung Mahendra di Medangkamulan (sekarang
Gunung Lawu). Sang Hyang Guru pertama-tama menciptakan gong untuk
memanggil para dewa. Untuk pesan yang lebih spesifik kemudian
menciptakan
dua gong, lalu akhirnya terbentuk set gamelan.
  
7
Gambaran tentang alat musik ensembel pertama ditemukan di Candi
Borobudur, Magelang Jawa Tengah, yang telah berdiri sejak abad ke-8. Alat
musik  misalnya  suling  bambu,  lonceng,  kendhang  dalam  berbagai  ukuran,
kecapi, alat
musik
berdawai
yang digesek
dan
dipetik, ditemukan
dalam relief
tersebut.  Namun,  sedikit  ditemukan 
elemen 
alat 
musik 
logamnya.
Bagaimanapun, relief tentang alat musik tersebut dikatakan sebagai asal mula
gamelan.
Penalaan dan pembuatan orkes gamelan adalah suatu proses yang
kompleks.
Gamelan
menggunakan
empat cara penalaan, yaitu
sléndro, pélog,
"Degung" (khusus daerah Sunda, atau Jawa Barat), dan "madenda" (juga dikenal
sebagai diatonis, sama seperti skala minor asli yang banyak dipakai di Eropa.
Musik Gamelan merupakan gabungan pengaruh seni luar negeri yang
beraneka ragam. Kaitan not nada dari Cina, instrumen musik dari Asia Tenggara,
drum band
dan
gerakkan
musik
dari
India,
bowed
string
dari
daerah
Timur
Tengah, bahkan style militer Eropa yang kita dengar pada musik tradisional Jawa
dan Bali sekarang ini.
Interaksi
komponen
yang
sarat dengan melodi,
irama
dan
warna
suara
mempertahankan kejayaan musik orkes gamelan Bali. Pilar-pilar musik ini
menyatukan berbagai karakter komunitas pedesaan Bali yang menjadi tatanan
musik khas yang merupakan bagian yang tidak dapat dipisahkan dari kehidupan
sehari-hari.
Musik 
Indonesia 
telah 
mengalami 
perkembangan 
sejak  tahun 
1945
hingga sekarang. Berdasarkan buku “Musik Indonesia dan Permasalahannya”
(Balai Pustaka,1952) yang ditulis oleh J.A.Dungga dan L.Manik, menyimpulkan
bahwa lagu-lagu yang melukiskan perjuangan kita selama revolusi dibagi dalam
4 kategori yaitu lagu-lagu tanah air berupa mars
yang
bertujuan
untuk
membangun semangat pejuang ketika sedang dalam masa peperangan, lagu-lagu
tanah air yang bersifat tenang, yang mirip dengan mars hanya saja dengan nada
yang
lebih
tenang seperti “Syukur”
H.Mutahar, lagu-lagu percintaan serta
lagu-
lagu
sindiran,
yang
apabila
pada
jaman
sekarang,
seperti
lagu-lagu dari
Iwan
Fals. Dari berbagai macam jenis lagu Indonesia pada jaman perjuangan tersebut,
hingga pada pasca kemerdekaan sekitar tahun 1950-1970, masih terasa benang
merahnya karena yang menjadi topik pada lagu tersebut tak lepas dari masalah
percintaan, sindiran dan kritik sosial. Selain itu pada tahun 1950, dimana sang
legendaris Elvis Presley
merajai dunia lewat lagu-lagunya,
tak
terkecuali,
masyarakat Indonesia pun ikut merasakan apa yang namanya “Demam Elvis”
Sehingga  pada  saat  itu,  band-band  dengan  unsur  kebarat-baratan  pun  mulai
marak  dan  hal  ini  membuat  pemimpin  kita,  bapak  Soekarno  geram  karena
merasa kepribadian bangsa kita tercoreng. Pada masa inilah para musikus terus
bereksperimen  untuk  menggabungkan  unsur  barat  pada  lagunya,  tetapi  tetap
tidak meninggalkan unsur lokal seperti yang terjadi pada lagu Oslan Husein yang
menyanyikan
lagu
“Bengawan
Solo” karya
Gesang
dalam
gaya
rockabilly ala
  
8
Bill  Haley  & 
His  Comets.  Dan
nampaknya,  pada 
masa  inilah 
awal  dari
perkembangan industri musik Indonesia.
Pada saat ini, dunia musik Indonesia mengalami perkembangan, seiring
dengan  perkembangan  teknologi,  genre  musik  pun  menjadi  bertambah  luas.
Tetapi belakangan ini, sepertinya dunia musik lokal mengalami
kemunduran
dengan hadirnya segelintir band-band 
baru
dengan
genre
yang
sama,
gaya
dandanan yang sama, lirik yang melulu soal cinta dan perselingkuhan. Kuantitas
band-band ini harusnya ditampilkan bersama-sama dengan keragaman genre
musik yang berbeda agar terlihat lebih bervariasi, tetapi yang ada hanya
keseragaman
yang
tampaknya
menjadi
hal
yang
membosankan.
Selain
band-
band 
ini
menyuguhkan dandanan,
ciri khas musik, serta
irama
yang
terlihat
seragam, lirik-liriknya pun kadang ditulis secara dangkal dan tidak ditulis dengan
pemakaian bahasa serta estetika yang baik. Tetapi anehnya, lirik tersebut sangat
melekat dimasyarakat, bahkan
anak kecil sekalipun. Selain itu, karena sikap
masyarakat
kita
yang
“latahan”
akhirnya terus menerus diciptakan band-band
serupa, yang kadang bahkan sulit
untuk dibedakan band yang satu dengan
yang
lainnya. Dunia musik kita seakan tidak
lagi
mempunyai
identitas dan ciri khas
dan semuanya itu dilakukan atas nama pasar.
Dengan
adanya
kebosanan terhadap
musik
lokal
ini,
maka
diangkatnya
lah tema dari proyek
tugas akhir,
yaitu band “Guruh Gipsy”, band side project
dan band non-commercial yang merupakan gabungan dari Guruh Soekarno Putra
serta band Gipsy
yang terdiri dari Almarhum Chrisye, Keenan Nasution, Gauri
Nasution, Oding Nasution, Abadi Soesman serta
Ronny Harahap. Guruh
Gipsy
merupakan
band
yang
bisa
dibilang
tidak
begitu   sukses pada
masanya,
yaitu
tahun 1976 dan penjualan albumnya yang terbatas pun tidak
mampu
menembus
keuntungan. Band ini merupakan band yang
mega budget dan hanya
mengeluarkan
satu
album
saja. Walaupun
band
yang
beraliran
symphonic
progressive rock-experimental
ini
tidak
sukses
pada
saat
itu,
tetapi
usaha
dan
semangat   para   personilnya   dalam   memajukan   kesenian   Indonesia   serta
budayanya
patut
diacungi
jempol. Ide
mereka
yang
menggabungkan
nada
pentatonik  dan diatonik  ini berhasil dimainkan dengan sempurna dan cukup
“gila”
pada
masanya.
Keberadaan band Guruh Gipsy ini, walaupun dengan
eksistensi
yang
hanya sebentar,
patut
diperhitungkan dan
layak
menjadi
salah
satu legend serta aset bangsa kita. Banyak pengamat
musik
lokal
maupun
luar
negeri yang mereview band ini serta menyebut band ini sebagai “Revolusi musik
Indonesia”. Hingga sekarang, belum ada band manapun yang bisa menyaingi ke-
totalitas-an
Guruh
Gipsy
ini. Karya Guruh
Gipsy ini
merupakan sebuah proyek
eksperimen yang berani dengan pengorbanan
biaya, waktu, dan tenaga yang
ekstra. Kalaupun dikerjakan sekarang dengan ditunjang teknologi yang mutakhir,
pembuatan karya itu tetap membutuhkan pemikiran, dedikasi, dan kerja keras.
Belakangan ini, album ini terus dicari orang dan tak heran apabila salah seorang
berkebangsaan Jerman membajak LP Guruh Gipsy dan menyebarnya dalam
bentuk MP3 tanpa sepengetahuan Guruh Gipsy.
  
9
Sayangnya, masih banyak orang yang tidak mengetahui siapa itu Guruh
Gipsy. Mungkin orang mengenal Keenan Nasution, Guruh Soekarno Putra atau
Almarhum Chrisye, tetapi banyak orang yang tidak tahu apa
yang telah mereka
capai  dan  usaha  apa  yang  pernah  mereka  lakukan  untuk  terus  melestarikan
budaya Indonesia di bidang
musik.
Walaupun dengan
umur band Guruh
Gipsy
sendiri  yang  sangat  singkat,  namun  perjalanan  band,  usaha  serta  semangat
mereka dalam bermusik perlu diperkenalkan kepada masyarakat, khususnya pada
masa-masa ini, dimana seolah-olah kita telah di “brainwash” oleh pola pikir
industri musik bahwa musik
yang baik bagi Indonesia
saat ini adalah musik
dengan kualitas yang biasa-biasa saja namun cukup dengan lirik dan gaya yang
“sensasional”, “nakal” sehingga dapat “menyentil” masyarakat tanpa
memasukkan nilai-nilai dan dasar yang kuat dalam bermusik.
2.   Lingkup Proyek Tugas Akhir
Oleh karena itu, dipilihnya suatu rancangan publikasi berupa biografi box
set
perjalanan serta usaha Guruh Gipsy KESEPAKATAN DALAM
KEPEKATAN, apabila hal ini dapat dilakukan dengan baik, masyarakat akan
lebih menghargai sejarah bangsa kita, mendapat suatu inspirasi dari masa lalu,
pemikiran-pemikiran
yang
baru
serta
sosok
suatu band
Indonesia
yang
pantas
untuk menjadi panutan serta inspirasi
masyarakat. bukan berarti dengan adanya
buku
ini
akhirnya
menjadi
mengajak
masyarakat
untuk
membenci band-band
yang sudah ada atau mengajak masyarakat
untuk “anti barat”. Sudah tidak bisa
dipungkiri lagi, sejak dahulu, mau tidak mau, kita sudah dengan telak menelan
pengaruh-pengaruh dari barat dan tidak ada masalah untuk itu selama kita masih
bisa mempertahankan kelokalan kita dan tahu latar belakang kita sebagai
masyarakat Indonesia yang berbudaya. Bukan berarti juga musisi-musisi
Indonesia
harus berganti
haluan kepada
progressive
rock
seperti
Guruh
Gipsy
atau langsung ikut menggabungkan unsur lokal dan barat, tetapi lebih kepada
menyadarkan,
mengingatkan
sekaligus
memberi
tahu
masyarakat
bahwa band
Guruh 
Gipsy 
ini 
merupakan 
bagian  dari 
sejarah 
bangsa 
ini 
yang 
sudah
semestinya
harus
kita
perhitungkan
keberadaannya
dan
semangat,
usaha,
niat
serta tetap menunjukan ciri khas dan identitas mereka, 
hal-hal seperti itu bisa
melahirkan
serta
menularkan
kreativitas-kreativitas
baru. Adakah
band-band
jaman sekarang yang mau berkarya dengan niat, pengorbanan serta tenaga dan
pikiran
yang
benar-benar
matang
tetapi tetap
mempertahankan
jati
diri
kita
sebagai masyarakat berbudaya, masyarakat Indonesia?
Dibutuhkan kreatifitas,
pemikiran-pemikiran
serta
kesepakatan
dalam masa
kepekatan
ini,
khususnya
terhadap
dunia
permusikan Indonesia yang sekarang sudah terasa sangat
membosankan.