1
BAB 1
PENDAHULUAN
1.1
Latar Belakang
Di dunia ini Tuhan menciptakan mahkluk hidup saling berdampingan.
Tidak hanya manusia dengan manusia ataupun hewan dengan hewan, namun
tidak ada juga manusia yang hidup berdampingan dengan hewan. Karena di
dunia ini semua mahkluk hidup diciptakan untuk hidup saling berdampingan dan
saling membutuhkan satu sama lain. Yang membuat semua mahkluk hidup dapat
saling mengerti satu sama lain adalah dengan adanya komunikasi. Di dalam
komunikasi dibutuhkan yang namanya bahasa untuk dapat dimengerti satu sama
lain baik dari pihak pendengar maupun pihak pembicara. Menurut Rogers yang
menjadi seorang pakar sosiologi pedesaan Amerika membuat definisi
komunikasi adalah suatu proses dimana dua orang atau lebih membentuk atau
melakukan pertukaran informasi terhadap satu sama lain yang pada gilirannya
akan tiba saling pengertian. komunikasi akan efektif apabila terjadi pemahaman
yang sama dan pihak lain terangsang untuk berpikir atau melakukan sesuatu
(2004, hal.19).
Berbeda Negara berbeda pulalah bahasa yang digunakan. Menurut
Kridalaksana (2005, hal.3) bahasa adalah sistem lambang bunyi yang disepakati
untuk dipergunakan oleh para anggota kelompok masyarakat tertentu dalam
bekerja sama, berkomunikasi, dan mengidentifikasi diri.
Selain bahasa inggris
|
2
yang memang sudah menjadi mata pelajaran wajib di setiap sekolah di Indonesia,
sekarang bahasa Jepang pun sudah mulai banyak peminatnya sehingga bahasa
Jepang mulai dimasukkan kedalam mata pelajaran wajib maupun mata pelajaran
tambahan. Bukan hanya sekedar bahasanya saja, namun budaya Jepang pun
dipelajari secara bersamaan. Karena untuk lebih dapat mendalami suatu bahasa,
kita juga harus mengenal budaya dari Negara
itu sendiri. Disini penulis akan
membahas mengenai kotowaza atau idiom Jepang yang menggunakan neko
?
atau kucing sebagai subjeknya. Alasan mengapa penulis mengambil tema ini
sebagai tema skripsi adalah, karena penulis sendiri ingin meneliti peran kucing
bagi orang Jepang.
Kucing sendiri menurut Kamus Besar Bahasa Indonesia adalah hewan
berbulu, lucu, berkaki 4, dengan nama latin Felis Silvestris-Catus.
M. Ball dalam bukunya Maneki Neko Japans Beckoning Cat, orang
Jepang jika ditanyakan mengenai agama apa yang mereka pegang, rata-rata
menjawab tidak ada, namun di Jepang ada 1 agama yang lahir secara alami di
Jepang sejak jaman nenek moyang yaitu Shinto. Shinto adalah agama yang
mempercayai dewa sebagai penguasa tertinggi di dunia ini, baik dewa itu adalah
hewan ataupun alam. Salah satu dewa yang yang diagungkan dalam Shinto
adalah dewa Amaterasu atau dewa matahari dimana menurut mitos atau legenda
dari Jepang sendiri dewa Amaterasu memiliki hewan kesayangan yaitu kucing.
Menurut legenda Jepang, pada jaman dahulu kala, diceritakan bahwa kucing
peliharaan dewa Amaterasu sengaja dikirim ke dunia untuk menolong orang-
orang berhati baik. Suatu hari si kucing menemukan orang yang berhati teramat
|
3
baik namun hidupnya sangatlah miskin. Lalu si kucing melaporkan kepada dewa
kemakmuran, sejak dari itu si kucing ditugaskan untuk memberikan rezeki
kepada orang berbaik hati tersebut. Oleh karena itu warga Jepang pun ikut
mengagungkan kucing sebagai salah satu dewa, lebih tepatnya dewa rezeki.
Bahkan para kaisar yang menduduki posisi tahta pemerintahan selalu memelihara
kucing sebagai hewan peliharaannya.
Tidak hanya
Jepang yang memiliki mitos yang berhubungan dengan
kucing, namun seperti si Mesir juga memiliki mitos yang menceritakan dimana
jaman dahulu ada yang bernama Dewi Bast atau Dewi pelindung kaum wanita
yang berwujud badan manusia berkepala kucing. Dewi Bast adalah permaisuri
dari Dewi Ptah dan ibu dari Mihos dan juga diyakini sebagai mata-mata Dewi Ra,
yaitu Dewi matahari yang sangat diagungkan
di Mesir. Mitos mengenai Dewi
Bast
ini menjadi lebih kuat ketika ditemukannya mummi atau mayat yang
diawetkan berbentuk kucing yang sangat diyakini oleh orang Mesir kalau itu
adalah perwujudan dari Dewi Bast. Tidak hanya di Mesir, Negara seperti Eropa
pun memiliki mitos tersendiri mengenai kucing. Kita sering mendengar cerita
mengenai penyihir yang memiliki kucing hitam sebagai hewan peliharaannya.
Salah satu bukti bahwa kucing dijadikan sebagai dewa rezeki adalah
lahirnya Maneki Neko. Biasanya dibuat dalam bentuk boneka atau patung kucing
yang duduk dan melambaikan salah satu kaki depannya. Orang Jepang percaya
jika kita menaruh patung atau boneka ini di depan toko maka toko itu akan
membawa rejeki.
Di Jepang
sendiri banyak tempat seperti kafe ataupun kuil yang
bernuansakan kucing. Salah satunya seperti desa Tashiro, Ishinomaki, prefektur
|
4
Miyagi, Jepang, dimana
terkenal sebagai desa kucing atau pulau kucing. Di
pulau ini populasinya lebih sedikit dari populasi kucing itu sendiri. ditengah-
tengah pulau ini dibangun kuil kecil yang bernama neko jinja
???
atau kuil
kucing. Dan juga ada sekitar 51 patung batu kucing yang dibangun, dan jumlah
ini mengalahkan jumlah patung batu di prefektur manapun. Selain itu ada juga
yang terkenal yaitu stasiun kereta api yang terdapat di prefektur Wakayama.
Stasiun kereta ini di desain bernuansa kucing karena ada ada kucing yang
dijadikan
sebagai icon disini. Bahkan dia diangkat sebagai petugas stasiun
tersebut (artikelbahasaindonesia.org).
Namun tidak semua kucing di Jepang dianggap pembawa rezeki. Karena
adapun legenda lainnya yang menceritakan mengenai Nekomata, kucing yang
sudah berumur puluhan tahun yang mana ekornya akan terbelah menjadi 2 dan
memiliki kekuatan spiritual. Ada yang menganggap nekomata sebagai penjaga
rumah yang dia tinggali, namun ada juga yang menganggapnya monster karena
konon dia bisa berubah menjadi sosok manusia ataupun bisa membangunkan
mayat hidup kembali jika dia melompatinya. Catatan pertama yang mencatat
deskripsi mengenai nekomata muncul pada zaman Kamakura, tepatnya dalam
buku Meigetsuki yang ditulis oleh Sadaie Fujiwara. Dikisahkan pada tanggal 2
bulan ke-8 tahun Tenpuku (1233M) seekor nekomata memangsa beberapa orang
sekaligus dalam 1 malam di ibukota selatan (prefektur Nara). Lalu pada zaman
Edo, kisah mengenai nekomata ini semakin meluas karena diyakini mampu
berjalan dengan 2 kaki dan menari, ukurannya pun semakin besar hingga
mencapai 2,8 meter. Karenanya, pada zaman Edo, orang yang memelihara
|
5
kucing selalu memotong ekor kucingnya hingga pendek agar tidak berubah
menjadi nekomata tersebut.
Linguistik menurut
Aitchison didefinisikan menjadi Linguistics can be
defined as the systematic study of language
a disicipline which describes
language in all its aspects and formulates theories as to how it works (2000,
hal.13). Yang artinya linguistik
dapat didefinisikan sebagai studi yang
sistematis tentang bahasa, atau disiplin ilmu yang mendeskripsikan bahasa dalam
semua aspeknya dan memformulasikan teori bagaimana bahasa itu bekerja.
Dalam bahasa Jepang sendiri linguistik diartikan sebagai
????
nihon go
gaku. Didalam tema yang dibahas oleh penulis, penulis akan menggunakan teori
semantik (imiron). Semantik sendiri artinya adalah studi tentang makna, karena
itu untuk memahami suatu ujaran dalam konteks yang tepat, seseorang harus
memahami makna dalam komunikasi (Keraf, 2007, hal.25).
Dan sebagai teori
pendukung dalam penulisan proposal maupun skripsi nanti, penulis akan
menggunakan juga teori-teori lainnya seperti teori neko atau kucing itu sendiri,
dan teori kotowaza atau idiom.
1.2 Rumusan Permasalahan
Penulis akan membahas mengenai makna semantik kucing dalam idiom Jepang.
1.3 Ruang Lingkup Permasalahan
Penulis ingin menganalisis mengenai makna semantik kucing yang terkandung
dalam empat kotowaza Jepang, yaitu Karitekita Neko
??????
, Neko ni Koban
|
6
????
, Neko wo Kaburu
?????
, Neko ni Matatabi
??????
. Penulis
ingin membuktikan makna sebenarnya yang terkandung dalam kotowaza yang akan
dihubungkan dengan makna lainnya.
1.4 Tujuan dan Manfaat
Penulis menganalisis makna sebenarnya yang
terkandung dalam kata
kucing di idiom Jepang dengan menggunakan teori medan makna, semantik
maupun perbedaan secara konotasi-denotasinya. Diharapkan juga para pembaca
yang sudah membaca ini nantinya akan bisa mendapatkan informasi dan
pengetahuan lebih tentang budaya dan pemikiran masyarakat Jepang mengenai
kucing.
1.5 Metode Penelitian
Dalam penulisan skripsi ini, penulis akan menggunakan metode deskriptif.
Menurut Frick, metode deskriptif disebut juga dengan penguraian empiris, yaitu
metode yang paling sering digunakan. Penelitian empiris berarti penelitian yang
berdasarkan pengalaman, apakah pengalaman sendiri ataupun pengalaman orang
lain. Penelitian empiris selalu berusaha membuktikan hipotesis dengan coba dan
ralat (Trial and Error) (2004, hal.28). Lalu penulis juga menggunakan metode
kepustakaan, dimana menurut Zed merupakan serangkaian kegiatan yang
berkenaan dengan metode pengumpulan data pustaka, membaca dan mencatat
serta mengolah bahan penelitian (2004, hal.3).
|
7
1.6 Sistematika Penulisan
Bab 1 adalah pendahuluan. Di bab ini mencakup latar belakang,
permasalahan, tujuan dan manfaat dan metodologi penelitian.
Bab 2 adalah landasan teori. Bab ini berisi teori-teori yang digunakan
penulis dalam membuat skripsi. Teori-teori tersebut dianalisis berdasarkan teori
medan makna, teori konotasi-denotasi, teori semantic, teori kotowaza, dan makna
mengenai kucing itu sendiri.
Bab 3 adalah analisis data. Dalam bab ini penulis akan menguraikan
semua analisis mengenai tema yang dibahas oleh penulis berdasarkan data-data
yang dihubungkan dengan teori-teori yang akan digunakan. Dalam bab ini akan
berisi mengenai makna kotowaza neko dalam bahasa Jepang yang dihubungkan
dengan teori-teori yang sudah dijelaskan di bab sebelumnya.
Bab 4 adalah simpulan dan saran. Bab ini berisi simpulan penulis
berdasarkan teori-teori yang digunakan oleh penulis, dan saran terhadap tema
permasalahan yang dibahas. Dan simpulan ini diharapkan dalam menjadi
jawaban dari rumusan permasalahan seperti yang terdapat dibagian pendahuluan.
Bab 5 adalah ringkasan. Bab ini isinya adalah mengulang isi skripsi
secara keseluruhan. Pada bab ini berisikan rangkuman penelitian mulai dari latar
belakang, rumusan masalah, tujuan dan manfaat penelitian, pembahasan
mengenai analisis teori, serta hasil dari penelitian tersebut yang dijelaskan secara
singkat, padat dan jelas.
|