1
BAB I
   PENDAHULUAN
1.1
Latar Belakang
Suku Betawi terdiri dari beberapa etnis yang bergabung dalam satu
daerah sehingga membentuk kebudayaan sendiri yaitu Budaya Betawi. Suku
Betawi berasal dari hasil kawin-mawin antaretnis dan bangsa di masa lalu.
Secara biologis, mereka yang mengaku sebagai orang Betawi adalah keturunan
kaum berdarah campuran aneka suku dan bangsa yang didatangkan oleh
Belanda ke Batavia. Apa yang disebut dengan orang atau suku Betawi
sebenarnya terhitung pendatang baru di Jakarta. Kelompok etnis ini lahir dari
perpaduan berbagai kelompok etnis lain yang sudah lebih dulu hidup di
Jakarta, seperti orang Sunda, Jawa, Arab, Bali, Sumbawa, Ambon, Melayu dan
Tionghoa.(Sumber: Doni Swadarma & Yunus Aryanto, Rumah Etnik Betawi
2011)
Setu Babakan
atau Danau Babakan
terletak di Srengseng Sawah,
kecamatan Jagakarsa, Kotamadya Jakarta Selatan, Indonesia. Terletak di dekat
Depok yang berfungsi sebagai pusat Perkampungan Suku Betawi, suatu area
yang diperuntukkan untuk pelestarian warisan budaya Jakarta, yaitu budaya
asli Betawi. Situ Babakan merupakan danau buatan dengan area 30 hektar (79
akre) dengan kedalaman 1-5 meter dimana airnya berasal dari Sungai Ciliwung
dan saat ini digunakan sebagai tempat wisata alternatif, bagi warga dan para
pengunjung. Taman disekitarnya ditanami dengan beragam pohon buah-buahan
yaitu Mangga, Palem, Melinjo, Rambutan, Jambu, Pandan, Kecapi, Jamblang,
  
2
Krendang, Guni, Nangka Cimpedak, Nam-nam, dan Jengkol.
(Sumber : Data
Kelurahan Srengseng Sawah, 2012)
Mayoritas penduduk di Setu Babakan adalah Betawi, dengan program
dari pemda DKI untuk memperbaiki sarana dan prasarana yang ada untuk
mengakomodasi kebutuhan ruang terbuka hijau, serta area untuk resapan air,
setu babakan berbenah diri dengan dukungan penuh dari pemda DKI. Fungsi
dari Setu ini bukan hanya untuk tempat melestarikan kebudayaan betawi yang
makin tergerus oleh jaman, tapi digunakan juga sebagai tempat alternatif
rekreasi yang berlokasi di selatan jakarta. selain fungsi utamanya sebagai
penampung air resapan untuk selatan jakarta,
Penetapan Setu-Babakan sebagai kawasan Cagar Budaya Betawi
sebenarnya sudah direncanakan sejak tahun 1996. Sebelum itu, Pemerintah
DKI Jakarta juga pernah berencana menetapkan kawasan Condet, Jakarta
Timur, sebagai Cagar Budaya Betawi, namun urung
(batal) dilakukan karena
seiring perjalanan waktu perkampungan tersebut semakin luntur dari nuansa
budaya Betawi-nya. Dari pengalaman ini, Pemerintah DKI Jakarta kemudian
merencanakan kawasan baru sebagai pengganti kawasan yang sudah
direncanakan tersebut. Melalui SK Gubernur No. 9 tahun 2000 dipilihlah
perkampungan Setu Babakan sebagai kawasan Cagar Budaya Betawi. (Sumber
: Dinas Tata Kota Jakarta, 2013)
  
3
Gambar 1.1 Peta kawasan setubabakan 
Sumber : googleearth, diakses 20/8/2013
(Gambar 1.2 Peta setubabakan)
Sumber : olahan pribadi
  
4
1.1.1 Foto Keadaan sekitar Tapak
Gambar 1.3 foto keadaan tapak
Sumber : olahan pribadi
1.2
Permasalahan
Dalam kawasan
setubabakan, terdapat beberapa fungsi bangunan yang
digunakan untuk memenuhi fungsi utama dalam pembentukan pelestarian
kawasan perkampungan budaya betawi. Fungsi-fungsi bangunan tersebut
dibuat dengan bertujuan dapat mengenalkan budaya betawi ke masyarakat
umum yang ingin mngetehaui budaya betawi itu sendiri ada berbagai macam
ragam dan ciri ke-aktifitasannya. Namun, kenyataan yang didapatkan adalah,
kawasan hunian tersebut tidak ada pendekatan budaya betawi dari segi
bangunan dan tata ruangnya, dan kondisi dalam tapak yang diolah terlihat
hanya kawasan cagar bangunan saja yang mengikuti morfologi budaya betawi.
  
5
1.3
Formulasi Masalah
Dengan mengetahui fungsi-fungsi bangunan yang ada dalam area setubabakan
dan permasalahan yang ada, maka terbentuklah formulasi masalah yang
muncul dalam bentuk point-point yang tersedia, yaitu.:
-
Jenis bangunan apa saja yang dibutuhkan didalam kawasan pelestarian
perkampungan betawi di setubabakan tersebut?
-
Morfologi
rumah adat dan budaya betawi yang seperti apakah yang akan
dipertahankan dan yang akan dikembangkan didalam perencanaan tapak
tersebut?
-
Desain
perancangan terpadu yang akan dibangun didalam kawasan
setubabakan budaya betawi tersebut?
1.4
Pendekatan Pemecahan Permasalahan Arsitektural 
kawasan setubabakan 
merupakan cagar budaya yang memiliki konsep
pelestarian budaya betawi
yang telah direncanakan oleh pemerintah
sebelumnya,
maka dengan pembangunan kawasan
terpadu yang terdiri dari
pembangunan fungsi bangunan yang tidak ada dalam keadaan tapak sekarang
dan penambahan fungsi bangunan yang dapat mendukung filosofi budaya
betawi  ini dapat mengembalikan fungsi awal kawasan yang pada mulanya
adalah kawasan pelestarian perkampungan betawi dan kawasan cagar budaya
betawi sesuai dengan keputusan SK Gubernur No. 9 tahun 2000. Perancangan
kawasanterpadu ini diharapkan dapat memenuhi proses tumbuh kembang sosial
dan budaya yang sudah ada tanpa mengenyampingkan masalah lingkungan
yang pada awalnya kawasan setubabakan merupaka daerah serapan air bagi
wilayah Jakarta dan cagar budaya betawi.
  
6
1.5
Ruang Lingkup 
Secara mikro pembangunan  difokuskan ke dalam area ± 2 Ha dari luas ±
65 Ha Pembangunan ini meliputi bangunan mix-used seperti : 
Luas
: 5 Ha x 60% = 2.2 Ha
KDB
: 60%
KLB
: 2 Lantai
secara makro pembangunan ini  juga dikaitkan pada sosialisasi dengan
lingkungan sekitarnya. Berkaitan dengan warga yang sudah menetap disana
dalam jangka waktu yang cukup lama maka diharapkan proyek ini dapat
mendukung program pemerintah dalam pelestarian kawasan Cagar budaya
betawi tersebut. 
1.6 
Tujuan Penelitian
Tujuan penelitian ini adalah untuk membangun kawasan terpadu
yang
memiliki ragam fungsi yang mendukung adat dan budaya warga betawi yang
tinggal didaerah setubabakan dan kawasan cagar budaya betawi yang sudah
ditetapkan oleh pemerintah DKI Jakarta. Tujuan pokok tersebut dirinci dalam
beberapa tujuan khusus sebagai berikut:
1. Mendapatkan Jenis bangunan yang akan dibangun dalam kawasan ini
2. Mendapatkan elemen morfologi bangunan betawi
3. Mendapatkan penzoningan ruang sesuai dengan morfologi budaya betawi. 
  
7
1.7
Sistematika Penulisan
Karya Tulis ini dibahas secara berurutan untuk memberikan gambaran tentang
Kawasan Terpadu Dengan Morfologi Budaya Betawi di Setubabakan , ini
disusun secara sistematika pembahasan sebagai berikut:
BAB I PENDAHULUAN 
Pembahasan latar belakang Kawasanterpadu
dengan morfologi
budaya betawi di Setubabakan, alasan dari pemilihan lokasi di
Kawasan
Setubabakan ini adalah karena lokasi ini memiliki potensial tinggi untuk
dijadikan kawasan wisata budaya dikarenakan terdapatnya kawasan cagar
budaya betawi yang
memang sudah direncanakan oleh program pemerintah
sebelumnya.
BAB II LANDASAN TEORI 
Pembahasan mengenai variabel penelitian, pengertian redevelopment,
pengertian Kawasan Terpadu
itu sendiri dan teori-teori urban yang berkaitan
dengan peraturan dan wawasan pembangunan kota. Definisi dari sustainable
architecture dan studi banding terhadap kasus yang sama.
BAB III METODE PENELITIAN 
Pada bab ini membahas mengenai objek penelitian, proses pengumpulan data,
dan proses penarikan kesimpulan yang nantinya akan menghasilkan sebuah
desain.
  
8
BAB IV HASIL DAN BAHASAN 
Analisa dari permasalahan yang berkaitan dengan permasalahan
keadaan kawasan setubabakan  sekarang yang dikaitkan dengan proyek ini
yaitu Kawasan Terpadu dengan Morfologi Budaya Betawi di Setubabakan.
Analisa Manusia 
Karakteristik penduduk berdasarkan sosial-budaya dan kebiasaan masyarakat,
segi sosial-ekonomi pelaku, struktur penduduk berkaitan dengan jumlah
penduduk. Analisa manusia sangat dibutuhkan karena nantinya mereka yang
akan menempati kawasan
tersebut, maka ruang-ruang yang disediakan
memerlukan pertimbangan terhadap hasil analisa manusia. Analisa manusia
sangat mendukung dalam proses desain untuk memahami perilaku masyarakat
kawasan setubabakan itu sendiri
Analisa Lingkungan 
Pencapaian ke tapak diambil dari skala jalan yang lebih besar sering dilewati
dan sering terjadi kesibukan, kegiatan di sekitar tapak yang nantinya akan
mempengaruhi terhadap zoning
tapak dan orientasi massa, keadaan sosial-
ekonomi di sekitar tapak berpengaruh terhadap target market agar tidak salah
sasaran, matahari-angin-kebisingan ketiga hal ini nantinya berpengaruh pada
orientasi massa dan zoning
dalam tapak, sirkulasi sekitar tapak berpengaruh
pada entrance tapak, utilitas kota berkaitan dengan perletakan sanitasi. Analisa
disajikan dengan 2 alternatif perancangan beserta kesimpulan sementara yang
akan dipakai.
BAB V KESIMPULAN DAN SARAN 
Kesimpulan dari analisa sebelumnya akan berupa konsep perancangan. 
  
9
DAFTAR PUSTAKA 
Berisi referensi tentang Kawasan Setubabakan dan sekitarnya redevelopment,
tata cara perencanaan desa wisata, prinsip-prinsip pembangunan bangunan
terpadu yang dijadikan pedoman dalam proses penyusunan karya tulis ini
1.8
Tinjauan Pustaka
Tabel 1.1 Tinjauan Pustaka
no
1
2
3
4
5
JUDUL
Identifikasi Pola
Permukiman
Tradisional Kampung
Budaya Betawi Setu
Babakan, Kelurahan
Srengseng
Sawah, Kecamatan
Jagakarsa, Kota
Administrasi Jakarta
Selatan, Provinsi
DKI Jakarta
Rancangan Panel
Informasi
Interaktif
Mengenai
Bangunan Cagar
Budaya di Kota
Bandung
Pemberdayaan
Masyarakat Desa
Dalam
Pelaksanaan Program
Desa Wisata di
Daerah Istimewa
Yogyakarta
Cagar Budaya
Pola Penataan
Zona, Massa,
dan Ruang
Terbuka Pada
Perumahan
Waterfront
JURNAL
Jurnal Program Studi
Agroekoteknologi,
Fakultas Pertanian,
Universitas Udayana
Jurnal Program
Studi Sarjana
Desain Produk,
Fakultas Seni
Rupa dan Desain 
(FSRD)
Jurnal kepatihan
Fakultas Seni dan
Budaya. UNY
Jurnal
Menumbuh
Kembangkan
Budaya Uluh
Kalteng
Beridentias
Kalteng
Pola Penataan
Zona, Massa,
dan Ruang
Terbuka Pada
Perumahan
Waterfront
PENULIS
Muhammad Syaiful
Moechtar, Sang
Made Sarwadana,
Cokorda Gede Alit
Semarajaya
Aldin Meidani 
Algatia dan
Achmad Syarief,
MSD, PhD
Sutiyono
Tajuk Panarung
Andriani
S.Kusni
Siska Soesanti
Alexander
Sastrawan 
Hendra
Rahman
Sumber : olahan pribadi
  
10
Sumber : olahan pribadi
Kesimpulan dari jurnal tersebut adalah : 
1. Pengklasifikasian dan penataan kawasan Cagar Budaya
2. Peraturan dalam hal penataan Cagar Budaya
3. Pola permukiman Kampung betawi di setubabakan
no
1
2
3
4
5
PEMBAHASAN
Identifikasi Pola dan
tingkah laku warga
betawi kawasan
setubabakan
Penyusunan
Kawasan Cagar
Budaya di daerah
Bandung
Pendataan dan
pemberdayaan
masyarakat desa
dalam daerah DIY
Definisi dan
pengklasifikasia
n Cagar Budaya
Ruang terbuka
Perumahan
waterfront
LOKASI
PENELITIAN
Srengseh Sawah
Setubabakan Jakarta
Selatan
Bandung
Daerah Istimewa
Yogyakarta
Kalimantan
Tengah
Jakarta
PERMASALAH
AN
Warga Setubabakan
yang tersebar luas
Cagar budaya
yang sudah
tersebar
Kualitas dan taraf
hidup masyarakat
desa
Budaya Kalteng
yang sudah
mulai luntur
Zona dan Massa
Bangunan yang
tersebar luas
METODE
PENELITIAN
Observasi
Observasi
Observasi
Observasi
Observasi
TEORI
Kevin Lynch
Rapoport
The new urbanism
The new
urbanism
Figure/ground
HASIL
BAHASAN
Penataan Ruang bagi
warga setubabakan
Pengklasifikasian
Cagar Budaya
yang ada di
Bandung
Pengklasifikasian
Kualitas dan taraf
hidup yang ada
dalam masyarakat
DIY
Pemberdayaan
Cagar Budaya
Penataan kembali 
Massa dan
Bangunan Pesisir
  
11