BAB I
PENDAHULUAN
1.1
Latar Belakang
Situasi
pasar
saat
ini
semakin
kompetitif dengan
persaingan
yang
semakin
meningkat pula di antara para produsen. Menurut Kartajaya (2004),
brand
merupakan nilai utama pemasaran. Jika situasi persaingan meningkat,
peran pemasaran akan makin meningkat pula dan pada saat yang sama peran
brand akan semakin penting.
Pasar
telah
dibanjiri
berbagai jenis
barang
yang
diproduksi
massal,
akibatnya konsumen pun menghadapi terlalu banyak pilihan produk, namun
demikian informasi tentang kualitas-kualitas produk yang ada di pasaran
sangat minimum sekali. Dalam kondisi seperti itu, produsen harus mempunyai
keahlian untuk memelihara, melindungi, dan meningkatkan kekuatan
mereknya.
Sebab
pada
saat brand
equity sudah
terbentuk,
maka
ia
akan
menjadi aset yang sangat berharga bagi perusahaan.
Dengan
demikian,
brand
saat ini tak hanya sekedar identitas suatu
produk saja dan hanya sebagai pembeda dari produk pesaing, melainkan lebih
dari itu, brand memiliki ikatan emosional istimewa yang tercipta antara
1
|
2
konsumen dengan produsen. Para pesaing bisa saja menawarkan produk yang
mirip, tapi mereka tidak mungkin menawarkan janji emosional yang sama.
Keller (2008) berpendapat bahwa sekalipun proses produksi dan
desain produk dapat dengan mudah ditiru oleh pesaing, namun kesan yang
sudah melekat pada benak konsumen
melalui pengalaman dengan produk
merek tertentu tidak
mudah direproduksi. Hal
ini dapat terjadi karena
merek
menciptakan asosiasi dan makna yang unik bagi suatu produk.
Simamora
(2001),
mengatakan brand equity adalah kekuatan merek
atau kesaktian merek yang memberikan nilai kepada konsumen. Dengan
brand equity, nilai total produk lebih tinggi
dari
nilai produk sebenarnya
secara obyektif. Artinya, bila brand equity-nya tinggi, maka nilai tambah yang
diperoleh
konsumen
dari
produk
tersebut akan semakin tinggi pula
dibandingkan merek-merek produk lainnya.
Karena
hal
itu,
pada
akhirnya
brand
akan
mampu
menjadi
sumber
daya saing yang bisa berlangsung lama dan bisa menjadi penghasil arus kas
bagi perusahaan dalam jangka panjang (Janita, 2005). Produk yang telah
memiliki brand yang kuat akan sulit ditiru. Lain dari produk yang bisa dengan
mudah ditiru oleh pesaing, sebuah brand
yang
kuat akan
sulit
ditiru
karena
persepsi
konsumen
atas
nilai
suatu brand
tertentu
itu
tidak
akan
mudah
diciptakan. Dengan brand equity yang kuat, konsumen memiliki persepsi akan
mendapatkan nilai tambah dari suatu produk
yang tak
akan
didapatkan
dari
produk-produk lainnya.
|
3
Salah satu industri yang sedang
berkembang
adalah
minuman
berenergi, seperti: Extra Joss, Kuku Bima
Ener-G, Hemaviton Jreng,
Kratingdaeng, dan lain-lain. Kesehatan adalah modal utama bagi kehidupan.
Gaya
hidup
masyarakat
Indonesia
yang
kini
cenderung modern
menuntut
manusianya harus selalu aktif sepanjang waktu. Di sebagian
masyarakat,
makanan atau minuman berenergi sudah menjadi suatu kebutuhan mutlak,
terutama untuk mengembalikan stamina setelah melakukan pekerjaan berat
atau menambah tenaga jika ingin melakukan suatu aktivitas tertentu. Karena
itu, minuman kesehatan dalam hal ini energy drink (minuman berenergi)
dapat menjadi salah satu pelengkap dari berbagai upaya untuk menjaga
kesehatan dan stamina tubuh manusia.
Menurut
Departemen
Kesehatan RI,
minuman
energi
digolongkan
sebagai
makanan
atau
minuman
suplemen yang
bisa
berupa
tablet,
tablet
effervescent, dan cair. Minuman energi ada
yang berkarbonasi dan ada pula
yang tidak. Pada umumnya
minuman energi mengandung bahan-bahan alami
dari hasil pertanian termasuk pula herbal. Komponen
utama minuman energi
adalah kafein, asam amino seperti
taurin ataupun karnitin,
ganggang seperti
spirulina ataupun chlorella, royal jelly ataupun BeePollen, Vitamin B
kompleks, herbal seperti ginseng,
mineral
seperti
kromium,
dan
bahan
tambahan pangan seperti pewarna, pemanis yang diizinkan menurut undang-
undang.
|
![]() 4
Minuman energi dipasarkan dalam bentuk serbuk dalam sachet, liquid
dalam botol
kecil
yang
siap
diminum,
juga
dalam bentuk
tablet
dengan
kandungan kafein dan ginseng. Minuman energi dalam bentuk serbuk dalam
sachet
menguasai pasar
sebesar
80%,
diikuti
liquid dalam
botol
16%, dan
bentuk tablet 4% (AC Nielsen).
Gambar 1.1 Persentase Minuman Berenergi di Indonesia tahun 2007
Sumber: AC Nielsen
Extra Joss memotori minuman berenergi dalam bentuk serbuk dalam
sachet
yang
harus
dicampur
dengan
air
sebelum dikonsumsi.
Saat
awal
peluncurannya,
Extra
Joss
menggunakan tag-line
Ini
biangnya,
buat
apa
botolnya!
yang
sangat
merekat dalam hati
pengguna
minuman
energi
dan
langsung merubah peta pemasaran minuman energi di Indonesia. Selanjutnya
|
![]() 5
beberapa merek mengikuti produk sachet Extra Joss seperti Kuku Bima Ener-
G, Hemaviton Jreng, Fit-up, dan lain-lain.
Extra Joss sudah dipasarkan di Indonesia, Filipina, Vietnam,
dan
Malaysia. Untuk
mengkonsumsinya,
serbuk
dari
kemasan
sachet
bisa
langsung dicampurkan ke dalam air minum. Selain itu, Extra Joss juga
tersedia dalam bentuk siap
saji (ready to drink) dalam kemasan kaleng 330
ml, yang dipasarkan untuk pasar Malaysia (www.kalbe.co.id).
Awalnya
Extra
Joss
menjadi
market
leader
dalam pasar
minuman
energi. Sampai akhirnya
muncul Kuku Bima
Ener-G yang di pasarkan oleh
PT. Sido Muncul yang terus melakukan inovasi terhadap produknya. Kuku
Bima Ener-G memusnahkan mitos bahwa minuman berenergi selalu bewarna
kuning.
Berbagai
varian Kuku
Bima Ener-G terdiri dari berbagai rasa.
Dampak
dari
inovasi
tersebut
ternyata
mendapat
respon
pasar
yang
sangat
baik. Karena itu, PT. Sido Muncul semakin giat berinovasi dengan
menambahkan varian rasa baru pada produknya. Di lain sisi, keberhasilan PT.
Sido Muncul dalam meluncurkan varian rasa akhirnya direspons PT. Bintang
Toedjoe.
Anak
usaha
PT.
Kalbe
Farma
ini
pun
ini akhirnya
meluncurkan
Extra Joss varian rasa pada awal 2007.
Mengapa Kuku Bima Ener-G sebagai pendatang baru bisa menempati
urutan ketiga dalam market share minuman berenergi di Indonesia? Bukankah
minuman berenergi sama khasiatnya sama, untuk menambah tenaga. Menurut
Majalah
SWA (2007),
faktor
yang
membedakan adalah
brand
atau
merek.
|
6
Membangun merek bukan hal yang mudah. Merek bukan harus mudah diingat
saja, sehingga membekas di benak
konsumen,
mudah
diucapkan,
sehingga
tidak menimbulkan kerancuan, tetapi sekaligus berasosiasi dengan produk dan
kualitas produknya. Dengan pendekatan brand equity,
maka
merek
yang
dikenal
luas (merek
terbaik)
memiliki
persepsi
jaminan
atas
kualitas dan
asosiasi
positif
sehingga
memiliki
kekuatan untuk
menarik
konsumen,
dipercaya mampu
memenuhi harapan,
dan
menyebabkan
konsumen
bergantung pada merek tersebut.
Sebagai pendatang baru dengan menawarkan diferensiasi dari beragam
rasa, penjualan Kuku Bima Ener-G terus saja membengkak. Target penjualan
pada
tahun
2007
sebesar
satu
miliar
sachet
dapat
terlampaui.
Kuku
Bima
Ener-G dapat
merebut
pangsa
pasar sebesar
11,8
%
yang
menempati posisi
ketiga top brand
minuman energi yang ada setelah Extra Joss (45,6%) dan
Hemaviton (20,2%) (AC Nielsen). Tahun 2008, penjualan Kuku Bima Ener-G
menyentuh
angka
tertinggi,
yakni 200 juta sachet per
bulan.
Padahal,
pada
awal
diluncurkan,
Kuku
Bima
Ener-G
hanya
mampu
terjual
5
juta sachet
perbulannya.
Untuk
membangun
merek
yang seperti itu perlu
upaya promosi
yang
biayanya bisa mencapai miliaran rupiah. Extra Joss dan Kuku Bima Ener-G
sama-sama
gencar
memasarkan
produknya
di
televisi
atau
radio.
Keduanya
tak
mau
kalah dalam perang
iklan
agar
produknya
menjadi
top
of
mind
di
benak
konsumen
dan
menjadi
produk
yang
paling
dikenal
di
pasar
energy
|
7
drink. Keduanya memakai selebritis sebagai asosiasi mereknya. Extra Joss
pernah menggunakan pemain bola Alesandro Del Piero dan Christiano
Ronaldo, petinju Chris John, artis Doni
Kusuma,
Chatty
Sharon
dan
Aura
Kasih.
Tetapi saat
ini Chris John dan Doni Kusuma berpindah
menjadi ikon
Kuku Bima Ener-G. Kuku Bima Ener-G memunculkan Ricke Diah Pitaloka,
Vega Ngatini, Mbah Maridjan, Ade Rai,
Rosa,
Doni
Kusuma,
penyanyi
Shanty dan kawan-kawan.
Kuku Bima Energi meluncurkan kampanye dengan tema Hidup
adalah Perjuangan dan Jangan Mudah Putus Asa yang penuh dengan pesan
moral. Iklan
ini
menggunakan talent orang biasa bahkan sebagian ada
yang
cacat jasmani yang kuat menghadapi hidup meski memiliki kekurangan.
Seperti Ibu Ponirah, seorang pengayuh becak di Yogyakarta, atau Nur Kodim,
seorang supir angkot yang memiliki cacat pada kakinya. Tak mau kalah Extra
Joss
pun
memanfaatkan moment
Euro 2008 dan Piala Dunia 2010 untuk
mengasosiasikan produknya.
Selain itu, tahun 2007 Extra Joss meningkatkan
perceived
quality di
mata konsumen dengan menambah varian rasa dengan rasa anggur brust, apel
blackcurrant,
krim soda,
jahe,
dan
teh
madu.
Extra
Joss
tidak
mau
kalah
dengan Kuku
Bima
yang
memiliki 7
varian
rasa, seperti:
original, anggur,
jambu,
jeruk, susu
soda
gembira,
kopi,
dan teh. Extra Joss dan Kuku Bima
Energi sama-sama menjaga tingkat ketersedian produk sehingga konsumen
mudah mendapatkan produk tersebut hingga di tingkat pengecer.
|
8
Secara teoritis, brand loyalty merupakan ukuran inti dari brand equity
karena merupakan ukuran keterkaitan seorang pelanggan
dari sebuah brand
(Simamora, 2001). Namun kenyataannya, meski Extra Joss maupun Kuku
Bima Energi
memiliki strategi
yang relatif sama dalam meningkatkan brand
equity-nya, ternyata indeks loyalitas brand Extra Joss (sebagai ukuran inti dari
brand equity) tetap mengalami penurunan dibandingkan Kuku Bima Energi.
Hal
ini
berdasarkan
pantauan di
warung,
toko,
warteg, mini
market
dan
hypermart, juga dengan bertanya pada orang-orang yang mengkonsumsi
minuman berenergi.
Melihat
fenomena
ini,
maka dilakukan penelitian analisis
perbandingan
brand
awareness,
brand
association,
perceived
quality Extra
Joss
dan
Kuku
Bima
Ener-G
serta
mencari adakah korelasinya dengan
customer
loyalty. Mengapa indeks loyalitas
brand
Extra
Joss
tidak
mampu
bertahan, padahal kedua merek tersebut telah menerapkan strategi-strategi
yang relatif sama dalam memperkuat ekuitas mereknya di pasar energy drink.
Berdasarkan gambaran-gambaran di atas, maka judul yang dipilih
penulis
dalam penelitian
ini
adalah
Analisis
Perbandingan
Brand
Awareness, Brand Association, Perceived Quality Extra Joss dengan Kuku
Bima
Ener-G
dan
Korelasinya
dengan Customer
Loyalty
(Studi
Kasus
Konsumen Energy Drink di Jakarta Barat).
|
9
1.2
Perumusan Masalah
Berdasarkan uraian latar belakang masalah diatas, maka permasalahan
yang akan dikaji pada penelitian ini dapat dirumuskan sebagai berikut:
Adakah perbedaan antara brand awareness, brand association, dan perceived
quality Extra
Joss
dengan
Kuku
Bima
Energi
bagi
konsumen
minuman
berenergi di Jakarta Barat? Adakah hubungannya dengan customer loyalty?
1.3
Pembatasan Masalah
Brand equity
merupakan
topik
yang
mempunyai ruang lingkup yang
luas. Oleh karena itu, agar pembahasan dalam penelitian ini lebih terarah dan
akurat maka penulis melakukan pembatasan masalah. Ruang lingkup
pembatasan masalah pada penelitian ini adalah konsumen yang membutuhkan
minuman berenergi di Jakarta Barat.
1.4
Tujuan dan Manfaat Penelitian
1.4.1
Tujuan
Tujuan yang hendak dicapai dalam penelitian ini adalah:
Untuk
mengetahui adakah perbedaan antara brand awareness, brand
association, dan perceived quality Extra Joss dengan Kuku Bima
|
10
Ener-G serta hubungannya dengan customer loyalty bagi konsumen di
Jakarta Barat.
1.4.2
Manfaat
Penelitian ini bermanfaat untuk menambah pengetahuan
mengenai pentingnya peran brand equity bagi sebuah produk
ditengah-tengah
persaingan
produk sejenis.
Juga
diharapkan
dapat
bermanfaat
bagi
perusahaan
dalam pengambilan
keputusan
dan
penentuan strategi-strategi selanjutnya
yang
lebih
efektif
untuk
memenangkan persaingan di pasar.
1.5
Sistematika Penulisan
Untuk
memberikan
kemudahan
dan
gambaran
yang
jelas,
maka
dibuatlah rangka pemikiran penelitian sebagai berikut:
BAB I
PENDAHULUAN
Bab ini berisi latar belakang, perumusan masalah, pembatasan
masalah, tujuan penelitian, manfaat penelitian, dan sistematika
penelitian.
BAB II
LANDASAN TEORI
Berkaitan dengan penelitian yang dilakukan, bab ini akan
membahas teori-teori yang berhubungan dengan masalah
dalam penelitian, pembahasan
masalah, serta hubungan antara
|
11
variabel-variabel yang digunakan dan hipotesis-hipotesis
yang
hendak diuji.
BAB III
METODOLOGI PENELITIAN
Bab ini menguraikan metode penelitian yang digunakan, teknik
pengambilan sampel, teknik pengumpulan data, dan teknik
pengukuran data.
BAB IV
ANALISIS HASIL PENELITIAN
Dalam bab ini akan ditampilkan analisa data dan hasil statistik
atas pemecahan masalah penelitian yang telah dilakukan. Hasil
yang diperoleh kemudian dianalisa sebagai dasar pertimbangan
dalam penarikan kesimpulan.
BAB V
KESIMPULAN DAN SARAN
Bab ini merupakan penutup yang menjabarkan beberapa
kesimpulan, keterbatasan penelitian, dan saran yang
bermanfaat
bagi
penelitian
selanjutnya
maupun
bagi pembaca
berdasarkan pembahasan yang telah dilakukan.
|