6
BAB 2
LANDASAN
TEORI
2.1  
Pengertian kualitas
Kualitas/mutu merupakan salah
satu tujuan
penting
sebagian
besar
organisasi.
Mengingat
mutu
ini
menyangkut organisasi secara keseluruhan maka
pasti operasi dibebani
tanggung jawab
untuk menghasilkan mutu
bagi
pelanggan/
customer. Tanggung
jawab
ini
bisa
dilakukan
hanya
melalui
perbaikan
manajemen serta
mutu
yang
benar
pada
semua
tahap
operasi.
Dengan
semakin bergesernya
perhatian ke
arah
masalah
mutu
maka
mengelola mutu
semakin mandapat
penekanan.
Penekanan
ini
meliputi
penyempurnaan yang harus
dilakukan,
pencegahan cacat dan pendekatan total mutu.
Kata 
mutu 
memiliki 
banyak 
definisi 
yang 
berbeda, 
dan 
bervariasi 
dari 
yang
konvensional
sampai
yang
lebih
strategik.
Menurut
pendapat Gaspersz
(2001,
p4)
definisi
konvensional
dari
mutu biasanya
menggambarkan karakteristik langsung
dari
suatu
produk
seperti:
performansi
(perfomance),
keandalan
(
reliability), mudah
dalam
penggunaan
(
ease of
use) estetika (estheti©s), dan sebagainya.
Sedangkan
menurut
Goetsch
&
Davis
(
2000
)
yaitu
bahwa
mutu
merupakan
suatu
kondisi
dinamis
yang berhubungan
dengan
produk, jasa,
manusia, proses, dan lingkungan
yang
memenuhi atau melebihi harapan.
Dari
segi
produsen
mutu
dikaitkan
dengan
merancang
dan
membuat
produk
untuk
memenuhi 
kebutuhan 
pelanggan. 
Dari 
tahun 
ke 
tahun 
secara 
kumulatif 
mutu 
memiliki
pengertian
yang
berbeda, oleh
karena
itu
untuk menghindari adanya
kerancuan, perlu
diadakan
penyamaan persepsi mengenai kualitas tersebut. Ada beberapa pendapat diantaranya :
  
7
Frederik
W.
Taylor
(1986-1915)
dalam
bukunya
The Principle of Scientific Management
,
menyatakan :
1.   Tugas
harian
:
setiap
orang
dalam
setiap
organisasi
harus
mempunyai
tugas
yang
terdefinisi dengan jelas, yang harus diselesaikan dalam satu hari.
2.   Kondisi
standar
:
pekerja
harus
mempunyai
alat
standar
untuk
menyelesaikan
suatu
pekerjaan.
3.   Upah
yang
tinggi
untuk
sukses
:
penghargaan
yang
signifikan
harus
dibayar
untuk
suatu tugas atau pekerjaan yang sukses.
4.   Kerugian
yang
besar
untuk
kegagalan
:
kegagalan
dalam
menjalankan
tugas
atau
pekerjaan harus diperhitungkan secara perseorangan.
Walter 
A. 
Shewhart  (1891-1967) 
dalam  buku 
The
Economic Control
of  Quality of
Manufactured Product,
berpendapat
bahwa
“Terdapat
variasi
dalam
setiap
pembuatan
barang  dan  variasi 
tersebut  dapat  diketahui  dengan  aplikasi
alat  statistik
sederhana
seperti pengambilan contoh (
sampling) dan analisis probabilitas.
W. Edward Deming (1982-1986)
Deming
mendefinisikan
mutu
sebagai
pengembangan
yang
terus-menerus dari
suatu
sistem yang stabil. Definisi ini menekankan pada 2 hal berikut :
1.   Semua
sistem
(administrasi,
desain,
produksi,
dan
penjualan)
harus
stabil.
Hal
ini
memerlukan pengukuran yang diambil dari atribut-atribut mutu di seluruh perusahaan
dan dipantau setiap waktu.
2.   Perbaikan yang
terus menerus
dari berbagai sistem untuk mengurangi penyimpangan-
penyimpangan dan lebih memenuhi kebutuhan pelanggan.
  
8
Joseph M. Juran
(1954) dalam
bukunya Juran on Leade®ship
for Quality, mengungkapkan
Trilogi Juran sebagai berikut :
1.   Perencanaan Mutu.
Suatu 
proses 
yang  mengidentifikasikan 
pelanggan, 
persyaratan-persyaratan
pelanggan, fitur-fitur produk,
dan jasa yang diharapkan pelanggan.
Selain
itu, proses
untuk menyampaikan produk dan jasa dengan atribut yang benar dan memberikan
fasilitas untuk
menstrafer pengetahuan ini
kepada bagian produksi.
2.   Kendali Mutu.
Suatu
proses
produksi
diuji
dan
dievaluasi terhadap
persyaratan-persyaratan
asalnya
yang diminta oleh pelanggan. Masalah-masalah dideteksi kemudian diperbaiki.
3.   Peningkatan
Mutu yang meliputi alokasi sumber daya, memberikan tugas.
kepada
seseorang
untuk mendorong
suatu
proyek,
pelatihan
yang
digunakan
untuk
mendorong suatu proyek, dan membuat suatu struktur umum
yang permanen
untuk
meningkatkan mutu dan mempertahankan yang telah dicapai.
Philip
B. Crosby
(1979)
dalam
buku
Quality is Free. Crosby
mengungkapkan
empat
Dalil
Mutu seperti
berikut:
1.   Definisi mutu adalah kesesuaian dengan persyaratan.
2.   Sistem mutu adalah pencegahan.
3.   Standar kerja adalah tanpa cacat (
Zero Defect
).
4.   Pengukuran mutu adalah biaya mutu.
Jadi
dapat
diambil
kesimpulan
,
bahwa mutu
itu
adalah “penampilan”
(karakteristik
dan
ciri-ciri)
dari suatu
produk
yang
dapat
memenuhi kebutuhan
pelanggan
dan
sesuai
dengan
keinginan pelanggan. Walaupun
begitu,
harus diingat tidak hanya terpusat pada
produk,
tetapi
juga menyangkut pelayananan, proses, lingkungan dan orang-orang yang terlibat didalamnya.
  
9
2.2
Pengertian
Quality Management
Menurut
Gaspersz (2003, p5) pada dasarnya Manajemen
Kualitas
(
Quality
Management
)
didefinisikan sebagai
suatu
cara
meningkatkan
performansi
secara
terus
menerus (continuous
performance improvement)
pada setiap level
operasi
atau
proses,
dalam
setiap
area
fungsional
dari
suatu
organisasi,
dengan
menggunakan semua
sumber
daya
manusia
dan
modal
yang
tersedia.
Menurut
Hardjosoedarmo (2004,
p1)
memberikan definisi
tentang manajemen
kualitas
sebagai
suatu
kumpulan
aktivitas
yang
berkaitan dengan
kualitas
tertentu yang
memiliki
karakteristik :
1.  
Kualitas menjadi bagian dari setiap agenda manajemen atas.
2.   Sasaran kualitas dimasukkan dalam rencana bisnis.
3.  
Jangkauan sasaran
diturunkan dari benchmarking : fokus adalah pada pelanggandan pada
kesesuaian kompetisi; di sana adalah sasaran untuk peningkatan kualitas tahunan.
4.   Sasaran disebarkan ke tingkat yang mengambil tindakan.
5.   Pelatihan dilaksanakan pada semua tingkat.
6.   Pengukuran ditetapkan seluruhnya.
7.   Manajer atas secara teratur meninjau kembali kemajuan dibandingkan dengan sasaran.
8.   Penghargaan diberikan untuk performansi terbaik.
9.   Sistem imbalan (
revard
system
)
diperbaiki.
Menurut
John
Macdonald
(2004,
p5),
QC
(Quality
Control) adalah
suatu
proses
terkendali yang melibatkan orang, sistem, serta alat-alat dan teknik-teknik pendukung.
Pengendalian
kualitas
atau
disebut
juga
sebagai
Quality Control
(QC), bertujuan
untuk
membuat produk
dimana
desain
kualitas
dari produknya dan harga
produk
mendekati
keinginan
konsumen. Ada 4 prinsip dari manajemen kualitas :
1.  
Kepuasan
customer
:
kepuasan
customer
diusahakan
pada
beberapa
aspek,
yakni
harga,
keamanan, keandalan dan ketepatan waktu.
2.   Memberikan motivasi pada karyawan.
  
10
3.   manajemen berdasarkan fakta
4.   Perbaikan yang berkesinambungan.
2.3
Pengertian
Bauran pemasaran
Berdasarkan pendapat
Kotler
(2001,
p28)
bauran
pemasaran
adalah
seperangkat
alat
pemasaran  yang  digunakan  perusahaan  untuk  mencapai  tujuan  pemasarannya.  Perpaduan
antara 4
macam tindakan atau variabel tersebuut dinamakan bauran pemasaran atau marketing
mix,
jadi dapat dikatakan inti dari bauran pemasaran adalah:
Produk (Product)
Menurut 
pendapat 
Kotler 
(2001, 
p28) 
produk 
adalah 
segala 
sesuatu 
yang 
dapat
ditawarkan
kesatu pasar untuk
memenuhi
keinginan
atau
kebutuhan.
Produk-produk
yang
dipasarkan meliputi barang fisik, jasa, orang, tempat, orang dan gagasan.
Faktor-faktor yang
harus
dipeerhatikan
dalam
bauran
pemaasaran
mengenai
produk
adalah:
keanekaraganan
produk,
kualitas, desain,
bentuk,
merk,
kemasan,
ukuran,
pelayanan, jaminan serta pengambilan
Harga (
Price)
Menurut pendapat kotler (2001, p23) adalah jumlah uang yang pelanggan bayarkan
untuk
produk
tertentu.
Dalam
menentukan
kebijakan
harga sebaiknya perusahaan
memperhatikan
faktor lain, seperti
:
kondisi perekonomian,
tingkah
laku
konsumen,
harga
dari
pesaing,
harga
pokok penjualan,
peraturan
pemerintah,
dan
struktur
pasar
dimana
produk ditawarkan.
Tempat (Pla©e
)
Menurut
Kotler
(2001,
p28)
tempat
adalah termasuk
berbagai
kegiatan
yang dilakukan
perusahaan  untuk  membuat 
produk  dapat 
diperoleh 
daan  tersedia  bagi  pelanggan
sasaran.
Perusahaan harus
mengidentifikasikan,
merekrut
dan menghubungkan sebagai
penyedia
fasilitas
pemasaran
untuk
menyediakan
produk
dan
pelayananan secara
efisien
kepada pasar.
  
11
Promosi (
Promotion)
Agar
produk dan
jasa
yang
dihasilkan dapat
dikenal oleh
konsumen
maka
perlu
upaya
untuk
mengkomunikasikan
dan
memperkenalkan produk
tersebut oleh karena
itu
pemasaran
perlu
melakukan
kegiatan promosi. Menurut
pendapat
Kotler
(2001,
p28)
promosi
adalah
semua
kegiatan
yang
dilakukan
perusahaan
untuk
mengkomunikasikan
dan mempromosikan produknya kepada pasar sasaran.
Jadi perusahaan harus
mempekerjakan, melatih dan memotivasi tenaga penjualnya.
2.4
Mutu Produk
Falsafah baru mutu produk memfokuskan pada “orientasi konsumen” (consumer
oriented)
dimana
tanggung
jawab
mutu
merupakan
tanggung
jawab  
seluruh
organisasi
dan
manajemen. 
Dasarnya  adalah 
manajemen 
kualitas  merupakan 
tanggung 
jawab  organisasi
secara lebih luas (®esponsibility of organization wide).
Menurut 
Tjiptono 
(2002, 
p95), 
Produk 
didefinisikan 
sebagai 
bentuk 
penawaran
organisasi
jasa
yang ditunjukan
untuk mencapai
tujuan organisasi
melalui
perumusan dan
kebutuhan pelanggan.
Dalam konteks ini produk
bisa berupa apa saja
(baik yang
berwujud
fisik
maupun tidak berwujud).
Menurut
pendapat
Kotler (2001,
p28)
produk
adalah
segala sesuatu
yang
dapat
ditawarkan
kesatu
pasar untuk
memenuhi
keinginan
atau
kebutuhan.
Produk-produk
yang
dipasarkan meliputi barang fisik, jasa, orang, tempat, orang dan gagasan.
Tentang   mutu   barang,  
menurut   Joseph   Juran   (Prawirosentono,   2004,   pp5-6)
mempunyai
suatu
pendapat
bahwa
quality is fitness
for
use
yang
bila
diterjemehkan
secara
bebas  berarti  sebagai  berikut.  Kualitas  (mutu  produk)  berkaitan  dengan  enaknya  barang
tersebut
digunakan.
Artinya,
bila suatu barang secara layak
dan
baik
digunakan
berarti barang
tersebut bermutu baik.
  
12
Pengertian
mutu
yang
dikemukakan Joseph
Juran
tersebut,
semata-mata
memandang
mutu
darai
pihak konsumen.
Bagaimana
kalau
mutu suatu
produk
ditinjau dari
segi
produsen?
Dipandang 
dari 
sisi 
produsen,  ternyata  pengertian  mutu  lebih  rumit, 
karena 
menyangkut
berbagai segi sebagai berikut : merancang (to design), memproduksi (
to produce), mengirimkan
(menyerahkan)
barang
kepada
konsumen
(to deliver),
pelayanan
pada
konsumen
(
consumers
service),
dan
digunakannya
barang
(jasa)
tersebut
oleh
konsumen.
Jadi,
secara
sistematis
manajemen mutu terpadu meliputi:
a.   Merancang produk (product designing);
b.   Memproduksi secara baik sesuai rencana;
c.
Mengirimkan
produk ke konsumn dalam
kondisi baik (to delivered);
d.   Pelayanan yang baik kepeda konsumen
(
good consumer
service).
Jadi, ditinjau dari produsen definisi mutu produk adalah sebagai berikut.
“Mutu suatu produk adalah keadaan fisik, fungsi, dan sifat suatu produk bersangkutan
yang dapat memenuhi
selera dan kebutuhan
konsumen
dengan memuaskan
sesuai nilai
uang yang telah dikeluarkan.”
Berdasarkan teori-teori yang
ada,
maka
dapat
disimpulkan
bahwa
mutu produk
adalah
kemampuan  produk  untuk 
menampilkan  fungsinya,
hal  ini  termasuk  waktu  kegunaan
dari
produk, keandalan, kemudahan dalam penggunaan dan perbaikan, dan nilai-nilai yang lainnya.
2.4.1
Dimensi Mutu Produk
Sifat
khas
mutu
suatu produk
yang
“andal” harus
mempunyai multi
dimensi,
karena
harus
memberi
kepuasan
dan nilai manfaat
yang besar
bagi
konsumen dengan melalui
berbagai
cara
(ingat obeng
serba guna). Oleh karena itu, sebaiknya setiap
produk
harus
mempunyai
ukuran
yang mudah
dihitung
(misalnya,
berat,
isi,
luas,
dan diameter)
agar
mudah dicari
konsumen
sesuai
dengan
kebutuhannya.
Tetapi
disamping
itu
pun
harus
ada
ukuran
yang
  
13
bersifat 
kualitatif,  seperti  warna  yang  ngetrend
dan 
bentuk  yang  menarik.  Jadi,  terdapat
spesifikasi barang untuk setiap produk, walaupun satu sama lain sangat bervariasi tingkat
spesifiknya.
Secara umum,
dimensi
spesifikasi
mutu
produk
dapat dibagi sebagai berikut (Elim,
2002, pp24-25):
1. 
Kinerja (Performance)
Kinerja
suatu
produk
harus
dicantumkan
pada labelnya,
misalnya
isi,
berat,
kekentalan,
komposisis,
kekuatan
dalam
putaran
(RPM), serta
lama
hidup
penggunaan.
Hal
ini
merupakan dimensi suatu produk.
Misalnya
susu
kaleng atau
minuman
ringan
tercantum
volumenya:
bola
lampu
tercantum
volt,
ampere,
dan
waktu
pemakaian;
timing belt
dicantumkan ukuran
dan
umur
kerjanya;
dan
lain-lain.
Sifat
kinerja
suatu
produk
sering
pula disebut dengan karakteristik struktural (
structural characteristic
).
2. 
Keistimewaan (
Types of Features)
Produk bermutu yang mempunyai keistimewaan khusus dibandingkan
dengan produk lain.
Misalnya,
konsumen pembeli TV sering mencari yang mempunyai keistimewaan seperti
suara
stereo,
tingkat
resolusi
tinggi.
Kalau
mobil,
misalnya
perseneling
otomatis
atau 
5
speeds
.
Sedangkan
bank
yang
on line untuk
daerah
lebih
luas,
ber-ATM
sampai
daerah
terpencil.
3. 
Kepercayaan dan
Waktu (
Reliability and Durability)
Produk
yang bermutu
baik adalah
produk
yang mempunyai
kinerja
yang
konsisten
baik
dalam 
batas-batas 
perawatan 
normal. 
Misalnya, 
oli 
mesin 
yang 
baik 
mempunyai
kepekatan
dan
kekentalan
yang
memadai
dan
berjangka
5.000
km
(
durability).
Radio
yang
bermutu
baik,
secara
konsisten
dapat
menangkap
banyak
gelombang
siaran
luar
negri
dengan
suara
bening
dalam
waktu
3
sampai
dengan 5
tahun
setelah
dibeli
(
durability).
4. 
Mudah Dirawat dan Diperbaiki (
Maintain ability and Service ability)
Produk
bermutu
baik
harus
pula
memenuhi kemudahan
untuk
diperbaiki
atau
dirawat.
Dimensi  ini 
merupakan  ukuran 
mudahnya 
dirawat 
sehingga  barang  tersebut  dapat
  
14
beroperasi secara
baik. Misalnya
sepeda
motor
yang
baik, salah satu
dimensi
mutunya
adalah mudah
dirawat
oleh
setiap
montir (mekanik) karena tersedia suku cadang di
pasar
bebas.
5. 
Sifat Khas (Sensory Characteristic)
Untuk
beberapa
jenis
produk
mudah
dikenel
dari wanginya,
bentuknya,
rasanya,
atau
suaranya. Dimensi ini memberikan citra tersendiri pada mutu produk tersebut.
6. 
Penampilan dan Citra Etis
Dimensi
lain dari
produk yang
bermutu
adalah
persepsi
konsumen
atas
suatu
produk.
Misalnya  betapa  ramah  dan  cepatnya  pelayanan  British Columbia Telecom (Kanada)
terhadap para konsumen.
Mutu
suatu
barang
atau
jasa
dipengaruhi
oleh
berbagai
faktor.
Oleh
karena
itu,
kita
akan
membahas
mutu
barang
dan
jasa
ditinjau dari
sisi
produsen,
di
mana
mutu
produk
dipengaruhi oleh berbagai hal-hal berikut (Prawirosentono, 2004, pp16-21):
a.   Bentuk rancangan dari suatu barang atau jasa (designing).
Dalam kehidupan
kita ternyata terdapat berbagai
jenis barang
yang mutunya
dipengaruhi
oleh  bentuknya. 
Walaupun 
memang  untuk 
barang-barang 
tertentu 
bentuknya  tidak
pernah
berbeda
dan
tidak pernah
berubah serta
tidak
ada
hubungannya
dengan
mutu
barang tersebut.
b. 
Bahan baku yang digunakan (raw material).
Diatas
telah dijelaskan
bahwa
mutu
suatu
barang
banyak
dipengaruhi
oleh
bahan
baku
yang
dipengaruhi
oleh
bahan
baku yang digunakan
untuk
membuat
barang
bersangkutan.
Di
dunia bisnis,
memang
terdapat
ragam
bahan baku
yang
dibedakan satu sama lain
dari
jenis dan mutunya.
c.  
Cara 
atau 
proses 
pembuatannya 
yaitu 
teknologi 
yang 
digunakan 
untuk
membuat barang tersebut (
technology).
  
15
Proses
pengolahan
dipenagruhi
pula oleh teknologi
yang
digunakan.
Teknologi
yang
digunakan  dalam
proses
produksi
mempengaruhi
pula  mutu
produk
yang
dihasilkan.
Untuk
memberi
gambaran yang
jelas
tentang
bahan-bahan
dan proses
produksi
yang
mempengaruhi mutu produk.
d. 
Cara  
menjualnya   atau  
cara  
mengirimnya  
ke  
konsumen   termasuk  
cara
mengemasnya. Dalam hal ini melayani konsumen (
packaging and delivering
).
Cara
pengangkutan
dari
pabrik-agen-konsumen
harus
digunakan
sistem
angkutan
yang
cocok dan aman bagi keutuhan mutu produk.
Untuk
menjaga
mutu produk
tetap
baik
harus
digunakan
pembungkus
(packaging) yang
cocok dan baik.
Bila
pembungkusnya
“tahan banting”, biasanya
kecil
kemungkinan terjadi
kerusakan barang.
e.   Digunakan atau dipakainya barang atau jasa tersebut oleh konsumen (using
).
Kembali
kepada
tujuan
membuatu
barang
dengan mutu
yang
baik
adalah
agar
barang
tersebut
laku
di
pasar.
Namun
demikian
bisa
terjadi,
walaupun mutu
barang
baik,
tetapi
tidak laku dipasar, semua itu disebabkan oleh hal-hal sebagai bebagai berikut:
(1)
Barang tersebut tidak sesuai lagi dengan perkembangan teknologi yang ada.
(2)
Pelayanan menjualnya yang jelek.
(3)   
After 
sales 
service  (jas pelayanan 
purnajual)   juga   mempengaruhi  
mutu
keseluruhan 
barang, 
artinya 
produk-produk 
tanpa 
pelayanan 
purnajual 
dapat
dianggap produk yang tidak bermutu secara umum dan dihindari konsumen.
Terdapat 6 unsur yang mempengaruhi hasil (output), yakni :
1. 
Manusia
Sumber
daya
manusia adalah unsur
utama
yang
memungkinkan
terjadinya
proses
penambahan
nilai
(
value added). Kemampuan
mereka untuk
melakukan
suatu
tugas (task
)
adalah
kemampuan
(
ability), pengalaman,
pelatihan (training),
dan
potensi
kreativitas
yang
beragam, sehingga diperoleh suatu hasil (
output).
  
16
2. 
Metode (Method)
Hal
ini
meliputi
prosedur
kerja
di
mana
setiap
orang
harus
melaksanakan
kerja
sesuai
dengan
tugas yang
dibebankan
pada
masing-masing individu.
Metode ini
harus merupakan
prosedur
kerja
terbaik
agar
setiap
orang
dapat
melaksanakan
tugasnya
secara efektif
dan
efisien.
Walaupun
seseorang
dapat saja
mengiterpretasikan
(menterjemahkan)
tugas-
tugasnya
secara
berbada
satu
sama
lain,
asalakan saja
pekarjaan
tersebut
dapat
dilaksanakan sesuai rencana.
3. 
Mesin (Ma©hines)
Mesin
atau peralatan
yang
digunakan
dalam
proses
penambahan
nilai
menjadi
output.
Dengan
melakukan
mesin sebagai
alat pendukung pembuatan suatu produk
memungkinkan
berbagai variasi dalam bentuk, jumlah, kecepatan proses penyelesaian kerja.
4. 
Bahan (Materials)
Bahan  baku  yang  diproses 
produksi 
agar  menghasilkan  nilai  tambah  menjadi  output,
jenisnya sangat beragam. Keragaman bahan
baku yang digunakan akan mempengaruhi nilai
output
yang beragam
pula.
Bahkan
perbedaan bahan
baku (jenisnya)
mungkin
dapat
pula
menyebabkan proses pengerjaannya.
5. 
Ukuran (Measurement
)
Dalam setiap
tahap
proses
produksi harus ada
ukuran sebagai standar penilaian, agar setiap
tahap proses produksi dapat dinilai kinerjanya. Kemampuan dari standar ukuran tersebut
merupakan faktor penting untuk mengukur kinerja seluruh tahapan proses produksi, dengan
tujuan agar hasil (
output) yang diperoleh sesuai dengan rencana.
6. 
Lingkungan (Environment)
Jelas,
lingkungan
dimana proses
produksi
berada sangat
mempengaruhi
hasil atau
kinerja
proses  produksi.  Bila  lingkungan  kerja  berubah,  maka  kinerjapun  akan  berubah  pula.
Bahkan
faktor
lingkungan
eksternal
pun
dapat mempengaruhi
kelima unsur tersebut diatas
sehingga
dapat menimbulkan
variasi tugas pekerjaan.
Hal di
atas dapat
digambarkan pada
Gambar 2.1.
  
17
Gambar 2.1 Kombinasi unsur-unsur yang membentuk suatu proses kerja
Sumber : Prawirosentono, p13
2.4.2
Prosedur Pengawasan Mutu Produk
Pengawasan
atas
mutu
suatu
barang
hasil produksi,
seyogianya
meliputi
pengetahuan
hal-hal berikut ( Prawirosentono, 2004, pp58-60) :
1. 
Kerusakan dan Mutu Produk
Suatu
barang (jasa)
dibuat melalui suatu
proses. Proses pembuatan
tersebut disesuaikan
dengan
bentuk
dan
mutu barang
yang ingin dihasilkan.
Untuk memperoleh produk
yang
baik
diperlukan
pengawasan
dalam
proses
untuk mencegah
kerusakan.
Artinya, agar
produk
yang
dihasilkan
tidak
rusak
perlu
diadakan pengawasan
mutu
secara
seksama.
Adapun
pengawsan atau pengendalian mutu
dilakukan selama proses
produksi sampai
barang tersebut dikirim ke konsumen.
2. 
Mencegah atau menghindarkan Terjadinya Kerusakan
Barang (Produk)
Kiat
utama
dari
pencegahan kerusakan suatu
produk
sebenarnya
sangat sederhana
saja,
yakni
kerusakan
harus
dicegah
sebelum
terjadi.
Dengan
mencegah
kerusakan
produk
dapat diperoleh manfaat sebagai berikut.
•    
Pengusaha
atau
perusahaan
tidak
akan
memperbaiki
barang
yang
rusak
dan
proses
produksi dalam perusahaan berjalan secara baik.
  
18
Di  lain 
pihak, 
konsumen 
tidak 
akan 
pernah 
mengembalikan 
produk 
yang 
telah
dibelinya.
Hal ini
menyangkut
nama
baik produk bersangkutan. Sebab
bila
konsumen
membeli
produk
yang
rusak
dia
akan
dan
berhak mengembalikan.
Bila
hal
ini terjadi
berarti
merupakan
promosi
yang tidak baik.
Akibatnya
akan
banyak
konsumen
yang
tidak  menyukai  produk  tersebut.  Akibatnya  pangsa  pasar  produk  tersebut  akan
tambah
kecil.
Hal
ini
berarti
merupakan penurunan
volume
penjualan.
Pengembalian
yang
rusak biasanya
selalu
melalui
pengecer
atau
distributor
yang
ditunjuk.
Pengembalian
produk  
rusak  
yang  
sering  
terjadi,  
membuat  
pengecer  
atau
distributornya
akan enggan untuk menjual produk
tersebut.
Hal ini
berarti kehilangan
mata
rantai
diatribusi
untuk menjual
barang.
Jelas
ini
merupakan suatu
kerugian yang
perlu dihindarkan.
3. 
Kendali Mutu Produk
Uraian di atas menunjukan bahwa mencegah terjadinya kerusakan produk selama proses
produksi,  berarti
mengadakan
suatu
rangkaian
kegiatan
terpadu
dalam
pengendalian
mutu.
Bila
ada
pengendalian
atau
controlling
atas
mutu
tentunya
harus
dimulai
sejak
perencanaan
(planning
)
mutu
produk
bersangkutan.
Antara tahap
perencanaan dan
tahap
seperti
pengorganisasian
(
organizing) dan
pelaksanaan
(actuating)
harus
disertai
pengawasan mutu.
Hal ini
memberi
gambaran bahwa
manajemen mutu
(quality
management)
meliputi
berbagai aspek keikutsertaan (
participation)
dari
berbagai
pihak
di
dalam
perusahaan
yang
menghasilkan
suatu
produk yang
mutunya
harus
dikendalikan.
Dalam 
hal  manajemen  mutu  ini  perlu  dukungan  dan 
partisipasi 
dari 
berbagai  pihak
sebagai berikut:
a.   Partisipasi Pihak Manajemen (PM) atau keikutsertaan pimpinan perusahaan.
b.   Partisipasi (keikutsertaan)
karyawan (tenaga kerja) (PTK).
Keikutsertaan
dari
pimpinan
dan
karyawan
dalam
pengendalian
mutu
suatu
produk
biasannya menggunakan suatu alat
pengendali
mutu,
yang
disebut
dengan
istilah “cara statistik
  
19
dengan
contoh”
atau
disingkat
(CSC)
yakni
cara untuk
memantau
mutu
barang
yang
dibuat.
Tujuan penggunaan
cara
ini
adalah agar
barang
yang
dihasilkan
mutunya
baik
semua.
Cara
statistik dengan
menggunakan contoh
(CSC) ini hanya
dapat
bermanfaat
bila
pimpinan
perusahaan dan
karyawan
terlibat
semua
dalam memantau
mutu
barang.
Cara
pemantauan
dengan statistik ini
merupakan
cara
pemantau proses
produksi sejak
bahan baku hingga
selesai.
Bila  ditemukan  produk  rusak  maka  faktor  penyebabnya  segera  diperbaiki  dan  selanjutnya
dicegah agar tidak terjadi lagi produk yang rusak.
Gambar 2.2 Tahap pengawasan mutu
Sumber : Prawirosentono, p60
2.4.3
Jenis-jenis
Pengawasan Mutu Produk
Pemantauan Mutu Bahan-Bahan
Apakah bahan baku
yang digunakan sesuai
dengan mutu yang direncanakan. Hal ini
perlu
diamati
sejak
rencana
pembelian bahan,
penerimaan
bahan
di
gudang,
penyimpanan di gudang, sampai dengan saat bahan baku tersebut akan digunakan.
Pemantauan Proses Produksi
Bahan baku yang telah diterima di gudang, selanjutnya akan diproses dalam mesin-
mesin
produksi
untuk
diolah
menjadi
barang
jadi.
Dalam
hal
ini,
selain
cara
kerja
  
20
peralatan produksi
yang mengolah
bahan
baku
dipantau, juga hasil
kerja mesin-mesin
tersebut dipantau dengan CSC agar menghasilkan barang sesuai yang direncanakan.
Pemantauan Produk Jadi
Pemeriksaan  atas  hasil 
produksi  jadi  untuk  mengetahui  apakah  produk  sesuai
dengan
rencana
ukuran dan
mutu atau
tidak.
Sekaligus
untuk mencoba
mesin
yang
mengolah selama
proses produksi. Bila
produk atau produk setengah jadi sesuai dengan
bentuk, ukuran, dan mutu yang direncanakan, maka produk-produk tersebut dapat
digudangkan.  Selanjutnya 
dipasarkan  (didistribusikan). 
Namun  bila  terdapat  barang
yang
cacat,
maka
barang
tersebut
harus
dibuang
atau
remade dan
mesin
perlu
distel
kembali agar beroperasi secara akurat.
Pemantauan Pengepakan
Bungkus
dapat
merupakan
alat
untuk melindungi
barang agar
tetap
dalam
kondisi
sesuai dengan mutu.
2.5
ISO 9001 -2000
Menurut
Gasperz
(2003,
p1).
ISO
(
The
International Organization for Standarization
)
merupakan
badan
standar yang
dibentuk
untuk
meningkatkan
perdagangan
internasional
yang
berkaitan
dengan
pertukaran
barang
dan
jasa.
Tidak
adanya standar
internasional
dimana
terdapat
perbedaan standar
untuk
hal-hal
yang sama dalam
negara
atau tempat
yang berbeda
dapat
mengakibatkan
rintangan
dalam menjalin
hubungan
kerjasama
di
masing-masing
pihak,
dalam
hal
ini
ISO
berperan
sebagai
suatu
koordinasi
standar
kerja
internasional,
publikasi
standar
harmonisasi
internasional,
dan promosi
pemakaian
standar
internasional
seperti
halnya
standarisasi   ukuran   kartu   kredit,   kartu   telepon,   ukuran   kertas,   memudahkan   setiap
penggunanya. Seandainya tidak
terdapat standarisasi ukuran tentunya akan
merepotkan pihak-
pihak yang saling berpergian antar negara.
  
21
Menurut
Gasperz
(2003, p2).
ISO
9000 adalah suatu standar internasional
untuk sistem
manajemen  mutu 
(Quality
Management System,
QMS)
yang 
didalamnya 
menetapkan
persyaratan-persyaratan dan
rekomendasi
untuk desain
penilaian dari
suatu sistem manajemen
mutu, bertujuan
untuk menjamin
bahwa pemasok akan
memberikan
produk
(barang
dan/ atau
jasa)  yang  ditetapkan  ini 
dapat 
merupakan  kebutuhan  spesifik 
dari 
pelanggan, 
dimana
organisasi
(pemasok)
yang
dikontrak bertanggungjawab
untuk menjamin
kualitas
dari
produk-
produk
tertentu,
atau
merupakan
kebutuhan
dari
pasar
tertentu, sebagaimana
ditentukan
oleh
organisasi.
ISO
9001
:
2000
bukan
merupakan
standar
produk,
karena
didalamnya
tidak
ada
kriteria
penerimaan produk ataupun persyaratan-persyaratan
yang harus
dipenuhi
oleh produk,
sehingga
kita
tidak
dapat
menginspeksi
suatu
produk
terhadap
standar-standar
produk.
ISO
9001
:
2000 hanya merupakan suatu
sistem manajemen
mutu sehingga
perusahaan yang
telah
mengimplementasikan dan
memperoleh
sertifikasi ISO
dapat
menyatakan
bahwa sistem
manajemen mutunya
telah
memenuhi
standar internasional,
bukan
produk
berstandar
internasional, karena tidak ada kriteria
pengujian produk dalam ISO 9001 : 2000. Bagaimanapun
diharapkan,
meskipun
tidak selalu,
produk
yang dihasilkan
dari suatu
sistem
manajemen
mutu
internasional akan berkualitas baik (standar).
ISO
9001
:
2000
berisi
persyaratan standar
sistem
manajemen
mutu
yang
digunakan
untuk 
mengakses 
kemampuan 
organisasi 
dalam 
memenuhi 
persyaratan 
pelanggan 
dan
peraturan yang
sesuai
dan
merupakan standar internasional
yang
menetapkan
persyaratan-
persyaratan
dan
rekomendasi
untuk
desain
dan
penilaian
dari
suatu
sistem manajemen
mutu,
yang
bertujuan
untuk
menjamin bahwa organisasi akan
memberikan produk
(barang
atau jasa)
yang memenuhi persyaratan yang ditetapkan”.
Manfaat
dari penerapan
ISO
9001:2000
telah
diperoleh
banyak
perusahaan.
Beberapa
manfaat dapat dicatat sebagai berikut:
1.   Meningkatkan 
kepercayaan  dan 
kepuasan  pelanggan  melalui  jaminan  kualitas 
yang
terorganisasi
dan sistematik.
  
22
2. 
Perusahaan yang
telah
bersertifikat
ISO
9001:2000 diijinkan
untuk
mengiklankan
pada
media
massa
bahwa
sistem
manajemen
kualitas dari
perusahaan
itu
telah
diakui
secara
internasional.
3.   Audit
sistem
manajemen
kualitas
dari
perusahaan
yang
telah
memperoleh
sertifikat
ISO
90001:2000
dilakukan
secara
periodik
oleh
registrasi
dari
lembaga
registrasi,
sehingga
pelanggan tidak perlu melakukan audit sistem kualitas.
4.   Perusahaan
yang
telah
memperoleh
sertifikat
ISO
9001:2000
secara
otomatis
terdaftar
pada
lembaga
registrasi,
sehingga
apabila pelanggan
potentisial
ingin
mencari
pemasok
bersertifikat
ISO
9001:2000,
akan
menghubungi
lembaga
registrasi.
Maka
hal
ni
berarti
membuka kesempatan pasar baru bagi perusahaan.
5.   Meningkatkan 
kualitas 
dan 
produktifitas 
dari 
manajemen 
melalui 
kerjasama 
dan
komunikasi yang lebih baik
6.   Meningkatkan kesadaran kualitas dalam
perusahaan.
7.   Memberikan
pelatihan secara sistematik kepada seluruh karyawan dan manajer organisasi
melalui prosedur-prosedur dan instruksi-instruksi yang terdefinisi secara baik.
8. 
Terjadi
perubahan
positif dalam
hal
kultur
kualitas
ddari
anggota
organisasi,
karena
manajemen
dan
karyawan
terdorong
untuk
mempertahankan
sertifikat
ISO 9001:2000
yang umumnya hanya berlaku selama
tiga tahun.
2.6
Alat-alat kendali mutu
Dengan
statistic Quality control
diperoleh
alat
bantu
kendali
mutu
berupa
(Gazpersz,
pp
45-92) :
1. 
Lembar Pengecekan
Lembar
Pengecekan adalah
alat
bantu untuk
memudahkan
pengumpulan
data.
Biasanya
berbentuk
suatu formulir
dimana
item-item
yang
akan diperiksa
telah
dicetak
dalam 
formulir  tersebut.  Tujuan 
pembuatan  lembar  pengecekan  adalah  menjamin
bahwa
data
dikumpulkan
secara
teliti
dan
akurat
oleh
karyawan
operasional
untuk
  
23
diadakan
pengendalian proses
dan
penyelesaian
masalah. Data
dalam
lembar
pengecekan
tersebut nantinya
akan
digunakan
dan dianalisis secara cepat dan mudah.
Salah satu contoh lembar periksa dapat dilihat pada gambar berikut :
Tabel 2.1 Contoh Pembuatan check sheet
Produk : Mainan Plastik
Tgl/Bln/Thn : 14 Juli 2002
Tahap Produksi : Akhir
Seksi Produksi
Jenis Cacat : Tergores, Retak, Tidak Lengkap,
Nama Pemeriksa :
Hendri Kususma
Tidak serasi, dll.
No. Lot : MP 4351, 4352, 4353
Banyak produk yang diperiksa : 1000 unit
No pesanan : PO 2453, 2454, 2455
Jenis Kerusakan
Hasil pemeriksaan
Frekuensi
Permukaan tergores
lllll lllll lllll ll
17
Retak
lllll lllll l
11
Tidak lengkap
lllll lllll lllll lllll lllll l
26
Bentuk tidak serasi
lllll lll
8
Lain-lain
lll
3
Total
62
Sumber : Gazpersz, p45
2. 
Diagram Pareto
Diagram 
Pareto 
diperkenalkan  oleh  seorang  ahli  yaitu  Alfredo  Pareto  (1848-1923).
Diagram
pareto
ini
merupakan
sebuah
gambar yang mengurutkan data
dari
kiri-kekanan
menurut
urut
rangking
tertinggi
hingga
terendah.
Hal
ini
dapat
membantu
menemukan
permasalahan yang paling penting untuk segera diselesaikan (rangking tertinggi) sampai
dengan  masalah 
yang  tidak  harus
segera  diselesiakan  (rangking 
terendah).  Diagram
Pareto juga
dapat
mengidentifikasikan masalah yang
paling penting
yang
mempengaruhi
usaha
perbaikan
kualitas dan
memberikan
petunjuk dalam
mengalokasikan
sumber
daya
yang
terbatas
untuk
menyelesaikan masalah
Penyusunan  
Diagram
Pareto
sangat
sederhana.
Oleh
karena
itu,
sebelum membuat
diagram
pareto,
perlu
diketahui
terlebih
dahulu penggunaan lembar periksanya.
Langkah-langkah dalam pembuatan diagram pareto:
1.   Tentukan metode klasifikasi data untuk sumbu horizontal : tipe cacat, sebab, masalah.
  
24
2.   Putuskan
mana
yang
terbaik
untuk
sumbu
vertikal
:
dalam
frekuensi
atau
dalam
jumlah mata uang (rupiah atau dollar)
3.   Kumpulkan data untuk interval waktu sesuai.
4.   Ringkaskan data dan rangkingkan/peringkatkan dari yang terbesar hingga ke terkecil
Tabel 2.2 Contoh Pembuatan Diagram Pareto
Jenis Kerusakan
Frekuensi
Persentase dari total (%)
Permukaan tergores
17
27
Retak
11
18
Tidak lengkap
26
42
Bentuk tidak serasi
5
8
Lain-lain
3
5
Total
62
100
Sumber : Gazpersz, p48
Tabel 2.3 Contoh Lembar data untuk Pembuatan Diagram Pareto
Jenis
Kerusakan
Frekuensi
Frekuensi
Komulatif
Persentase
dari total
(%)
Persentase
komulatif (%)
Tidak
lengkap
26
26
42
42
Permukaan
tergores
17
43
27
69
Retak
11
54
18
87
Bentuk tidak
serasi
5
59
8
95
Lain-lain
3
62
5
100
Total
62
100
100
-
Sumber : Gazpersz, p49
  
 Count Percent
25
Diag ram Pareto Kerusakan Produk Mainan Plastik
60 
100
50 
80
40
60
30
40
20
10 
20
0
0
Defec t
Count
Perc ent
Cum %
26
41.9
41.9
17
27.4
69.4
11
17.7
87.1
5
81
.1
95.2
3
48
.8
100.0
Gambar 2.3 Contoh Diagram Pareto
Sumber : Gazpersz, p51
3. 
Analisis sebab-akibat
(Diagram tulang ikan/ Fish Bone)
Diagram sebab akibat yang sering juga
disebut dengan diagram tulang ikan (
Fishbone
Diagram)
atau
Diagram
Ishikawa
bertujuan
untuk memperlihatkan
faktor-faktor
yang
berpengaruh
pada
kualitas
hasil
atau
dengan
kata
lain
diagram
ini
dipergunakan
untuk
menunjukkan faktor-faktor
penyebab (sebab)
dan karakteristik
kualitas (akibat)
yang
disebabkan oleh faktor-faktor penyebab itu.
Diagram
sebab
akibat
ini
menunjukkan
5
faktor
yang
disebut
sebagai
sebab
dari
suatu
akibat.
Kelima
faktor
itu
adalah man (manusia,
tenaga
kerja),
method
(metode),
material
(bahan),
machine (mesin),
dan
environment
(lingkungan).
Diagram
ini
biasanya
disusun
berdasarkan informasi yang didapatkan dari sumbang saran atau brainst®oming.
Langkah-langkah pembuatan diagram sebab akibat :
Tentukan
masalah/
sesuatu
yang
akan
diamati
atau
diperbaiki.
Gambarkan
panah
dengan
kotak
diujung
kanannya
dan
tulis masalah/
sesuatu
yang
akan
diamati/
diperbaiki.
  
26
Cari faktor
utama
yang
berpengaruh atau
mempunyai
akibat
pada masalah/ sesuatu
tersebut.
Tuliskan
dalam
kotak
yang
telah
dibuat
di
atas
dan
di
bawah
panah yang
telah dibuat tadi.
Cari 
lebih 
lanjut 
faktor-faktor 
yang 
lebih 
terinci 
(faktor-faktor 
sekunder) 
yang
berpengaruh /
mempunyai akibat
pada faktor
utama
tersebut. Tulislah
faktor-faktor
sekunder
tersebut
didekat /
pada panah yang
menghubungkannya dengan penyebab
utama.
Dari 
diagram 
yang 
sudah 
lengkap, 
carilah 
penyebab-penyebab 
utama 
dengan
manganalisa data yang ada.
Gambar 2.4 Contoh Diagram Tulang Ikan (Fish bone)
Sumber : Gazpersz, p32
4. 
Peta Kontrol P
Peta
Kontroli P digunakan untuk
mengukur
proporsi
ketidaksesuaian
(penyimpangan atau
sering
disebut
dengan
cacat)
dari
item-item
dalam
kelompok yang
sedang
diinspeksi.
Dengan
demikian
peta
kontrol
p
digunakan
untuk
mengendalikan proporsi dari item-item
yang
tidak
memenuhi
syarat
secara
spesifikasi kualitas
atau
prorporsi
dari
produk
yang
cacat 
yang 
dihasilkan 
dalam 
suatu 
proses. 
Proporsi 
yang 
tidak 
memenuhi 
syarat
  
27
didefinisikan
sebagai
rasio
banyaknya
item
yang
tidak
memenuhi
syarat
dalam
suatu
kelompok terhadap total banyaknya item dalam kelompok itu.
Adapun
langkah-langkah
pembuatan
peta
kendali
p
(proporsi
unit
yang
cacat)
adalah
sebagai berikut :
1.Tentukan ukuran contoh atau subgrup yang cukup besar (n>30)
2.Kumpulkan banyaknya subgrup (k), yaitu 20-25 subgrup.
3.Hitung untuk setiap subgrup nilai proporsi unit yang cacat, yaitu:
p
jumlah unit cacat
ukuran subgrup
4.Hitung rata-rata dari p, yaitu 
p
dapat dihitung melalui rumus :
p
=
total cacat
total inspeksi
5. Hitung batas kendali untuk peta kendali p :
UCL = p + 3
LCL = p - 3
p
(1 - p)
n
p
(1 - p)
n
6. 
Plot
data
proporsi
(
persentase) unit
cacat
dan
amati
apakah
data
itu
berada
dalam
pengendalian atau tidak berada dalam pengendalian.
5. 
5w + 1H
Merupakan
penyelesaian
dari
perumusan
masalah
sehingga
mampu
menjawab
pertanyaan melalui tahap-tahap sebagai berikut :
1.   What (apa), yaitu masalah utama yang terjadi.
2.   Where
(dimana), yaitu dimana masalah itu terjadi.
3.   When
(kapan), yaitu kapan pelaksanaan usulan perbaikan dilakukan.
4.   Who
(siapa), yaitu siapa yang bertanggung jawab / pelaksana.
  
28
5.   Why
(mengapa), yaitu penyebab dari
masalah utama
6.
How
(bagaimana), yaitu bagaimana cara penaggulangannya.
Diagram Alir Penggunaan Peta-peta Kontrol :
Gambar 2.5
Diagram Alir penggunaan Peta-Peta Kontrol
Sumber : Vincent Gazpers, P64
  
29
2.7
Kerangka pemikiran
Gambar 2.6 Kerangka Pemikiran
  
30
2.8
Metodologi  Penelitian
2.8.1
Objek Penelitian
Penelitian dilakukan di PT. TEMBAGA MULIA SEMANAN Tbk.
2.8.2
Desain Penelitian
Tabel 2.4
Desain Penelitian
Tujuan
Jenis Penelitian dan
Metode Penelitian
Metode
Unit Analisis
Time Horrison
T1
Deskriptif
Study Kasus
Divisi produksi
Cross sectional
T2
Deskriptif
Study Kasus
Divisi produksi
Cross sectional
T3
Deskriptif
Study Kasus
Divisi produksi
Cross sectional
T4
Deskriptif
Wawancara
Divisi produksi
Cross sectional
T1= 
Menganalisis pengawasan mutu produk pada PT. TEMBAGA MULIA SEMANAN Tbk.
T2= 
Mendapatkan batas kendali produk pada PT. TEMBAGA MULIA SEMANAN Tbk.
T3= 
Menganalisis  jenis  kerusakan  produk
yang 
dihasilkan  pada  PT.  TEMBAGA  MULIA
SEMANAN Tbk.
T4= 
Usulan
rekomendasi
terhadap
sistem
pengendalian mutu
produk
pada PT.
TEMBAGA
MULIA SEMANAN Tbk.
2.8.3  Teknik Pengumpulan Data
Untuk memperoleh data primer dan
data sekunder yang diperlukan
dalam
penelitian ini,
maka dilakukan beberapa cara dalam memperolehnya yaitu :
Penelitian kepustakaan
(Library Research)
Yaitu
penelitian
untuk
memperoleh data sekunder
dengan
cara
membaca
dan
mempelajari literatur
yang
memuat
teori-teori,
konsep-konsep dan
informasi
yang
diperlukan sebagai landasan teori yang relevan dengan masalah yang diteliti.
  
31
Penelitian Lapangan (Field Research)
Penelitian lapangan digunakan
untuk
memperoleh data
primer
mengenai permasalahan
yang ada dan langsung mengadakan hubungan dengan objek penelitian.
Penelitian lapangan dilakukan dengan 2 cara :
Pengamatan 
Langsung, 
penyusun 
melakukan 
pengamatan 
di 
tempat 
penelitian
berkaitan dengan data yang diperlukan.
Wawancara,
penyusun
melakukan
wawancara
langsung
dengan
orang
yang
bersangkutan mengenai masalah-masalah yang dibahas.
2.8.4
Jenis dan Sumber Data
Tabel 2.5
Jenis dan Sumber Data
Jenis Data
Sumber Data
Pengawasan
mutu produk
Data sekunder dan data primer dari PT.
TEMBAGA MULIA SEMANAN Tbk.
Batas kendali mutu produk
Data sekunder dan data primer dari PT.
TEMBAGA MULIA SEMANAN Tbk.
Jenis-jenis cacat produk
Data sekunder dan data primer dari PT.
TEMBAGA MULIA SEMANAN Tbk.
Perbaikan mutu yang sesuai dengan
standarisasi
Data sekunder dan data primer dari PT.
TEMBAGA MULIA SEMANAN Tbk.
2.8.5
Definisi Operasional dan Instrumen Pengukuran
Operasional variabel
adalah
mengubah
konsep-konsep
yang
berupa
kerangka
dengan
kata-kata
yang
menggambarkan
perilaku
atau gejala yang
dapat diamati,
diuji,
dan
ditentukan
kebenarannya oleh orang lain. Menurut Sugiyono (2002, p84) instrumen pengukuran adalah alat
  
32
yang
digunakan
untuk
mengukur
fenomena
alam
maupun
sosial
yang
diamati.
Secara
spesifik
semua fenomena ini disebut variabel penelitian.
Tabel 2.6
Definisi Operasional dan Instrumen pengukuran
Variabel
Konsep variabel
Indikator
Kendali mutu
Serangkaian kegiatan mulai
proses
tahap awal
proses
hingga akhir yang
bersumber dari pemikiran,
ide, 
keahlian 
dan 
wujud
dari implementasi.
Pengawasan mutu produk
Batas kendali mutu produk
Jenis-jenis cacat produk
2.8.6
Metode Analisis Data
Dalam
penelitian
ini
metode
analisis
yang
digunakan
menurut
Ariani,
Dorothea
Wahyu
(pp 19-27, 2003) meliputi analisa :
Tabel 2.7
Metode Analisis Data
Tujuan
Alat  Analisis data
T1
Pengawasan
mutu produk
T2
Analisis dengan SPC (Peta kontrol P)
T3
Analisis dengan check sheet, diagram pareto dan Diagram
Tulang ikan (Perbaikan dengan 5W + 1
H)
T4
Bauran Pemasaran
  
33
T1= 
Menganalisis pengawasan mutu produk pada PT. TEMBAGA MULIA SEMANAN Tbk.
T2= 
Mendapatkan batas kendali produk pada PT. TEMBAGA MULIA SEMANAN Tbk.
T3= 
Menganalisis 
jenis  kerusakan  produk  yang 
dihasilkan 
oleh 
PT. 
TEMBAGA 
MULIA
SEMANAN Tbk.
T4= 
Usulan
rekomendasi
terhadap
sistem
pengendalian mutu
produk
pada PT.
TEMBAGA
MULIA SEMANAN Tbk.
2.8.7
Kelemahan
Teknik Analisis Data
Menyediakan
informasi
secara
mendetail
untuk
pengendalian
karakteristik
individu
dan
tidak mengenal tingkat kesalahan yang berbeda pada unit-unit produk tersebut.