BAB 2
LANDASAN TEORI
2.1
Koperasi
2.1.1
Sejarah Koperasi
Sampai saat ini belum ada dokumen resmi yang menjelaskan kapan gerakan
koperasi berawal. Namun, sejak pertengahan abad ke-19, koperasi teridentifikasi
keberadaannya pada sejumlah organisasi skala kecil yang didirikan di Eropa Barat,
Amerika  Utara, 
dan 
Jepang. 
Organisasi 
koperasi 
ini 
ditandai 
dengan 
adanya
hubungan antar individu dengan solidaritas dan kerja sama serta kekuasaan ekonomi
yang terbagi merata (Sukamdiyo, 1996, p.22).
Prototipe koperasi modern yang diakui secara internasional adalah koperasi
yang didirikan di bagian utara Inggris tepatnya di kota Rochdale. Pada tahun 1844,
28 orang penenun yang bekerja di pemintalan kapas mendirikan badan usaha dengan
asas
koperasi
yang
dinamakan The
Rochdale
Equitable
Pioneers
Society.
Kondisi
yang dihadapi oleh
mereka adalah buruknya
lingkungan kerja dan rendahnya
upah
yang diperoleh. Dampaknya, mereka tidak mampu untuk membeli barang-barang
kebutuhan pokok. Untuk mengatasinya, mereka menyatukan harta benda mereka dan
mengelola modal yang diperoleh secara bersama-sama untuk melakukan pembelian
barang-barang
kebutuhan
pokok
dengan
harga
rendah
yang
dapat
dijual kembali.
Pada  awalnya  mereka  hanya  mampu  membeli  4  jenis  barang,  yaitu  :  mentega,
tepung, sereal, dan gula.
  
The
Pioneers memutuskan
bahwa
toko
yang
mereka
buka
harus
memperlakukan konsumen dengan kejujuran dan keterbukaan. Konsumen dapat
menerima
pembagian dari
keuntungan
berdasarkan partisipasi mereka dan mereka
juga  memiliki  hak  demokratis  untuk  berpendapat  dalam  bisnis  yang  dijalankan.
Setiap pelanggan toko menjadi anggota dan memiliki andil di dalam bisnis. Toko ini
berkembang dengan pesat dalam waktu singkat.
Prinsip-prinsip
yang
diterapkan
dalam menjalankan
bisnis
mereka
masih
dapat diterima saat ini dan diakui sebagai fondasi dari kinerja setiap koperasi. Prinsip
ini telah mengalami bebarapa revisi dan penambahan, akan tetapi esensi dari prinsip
tersebut tetap sama dengan yang telah diterapkan di 1844 (www.ica.coop).
2.1.2
Pernyataan Identitas Koperasi
2.1.2.1 Definisi Koperasi
Pengertian  koperasi  yang  disampaikan  oleh  Perserikatan  Pekerja  Sedunia
(ILO : International Labour Organization) dikutip sebagai berikut :
“ Cooperative is an association of person usually of limited means, who have
voluntarily joint together to achieve
a
common
economic
and
through
the
formation of democratically controlled business organization, making equitable
business organization to the capital
required and accepting a fair share of the
risk and benefits of the under taking. “  (Sukamdiyo, 1996, p.4)
Pengertian tersebut menjelaskan bahwa koperasi merupakan sebuah asosiasi
yang
terdiri dari orang-orang yang bergabung dengan sukarela untuk memenuhi
kebutuhan ekonomi mereka dan dijalankan dengan cara demokratis dan adil dengan
menerapkan sistem pembagian resiko dan keuntungan yang ada.
  
Definisi tersebut juga
dipertegas
dalam situs
Situs
tersebut
menjelaskan bahwa koperasi adalah sebuah asosiasi otonomi yang terdiri dari
kumpulan orang yang bersatu secara sukarela dengan tujuan dapat memenuhi
kebutuhan ekonomi, social, budaya, dan aspirasi mereka melalui badan usaha bisnis
yang dimiliki bersama dan dikendalikan secara demokratis.
Secara
yuridis,
pengertian
koperasi
di
Indonesia
tercantum pada
UU
Perkoperasian
No.25
Tahun
1992
yang
merupakan
pembaruan
dari
UU Koperasi
No.12 Tahun 1967. Pada Bab 1 ayat 1 dijelaskan bahwa koperasi adalah badan usaha
yang
beranggotakan
orang
seorang
atau
Badan
Hukum Koperasi
dengan
melaksanakan kegiatannya berdasar prinsip koperasi sekaligus sebagai gerakan
ekonomi rakyat yang berdasar pada asas kekeluargaan. (Sukamdiyo, 1996, p.6)
Dengan demikian dapat dikatakan bahwa koperasi merupakan sebuah badan
usaha yang memerlukan pengelolaan profesional layaknya badan usaha lain.
Pengaturan dan pelaksanaan
manajemen dalam koperasi juga
harus dilakukan sama
halnya dengan manajemen badan usaha lain.
2.1.2.2 Nilai-nilai Koperasi
Koperasi menempatkan anggota sebagai pusat dari bisnis dan bukan sekedar
pemilik modal. Sebagai sebuah organisasi bisnis, koperasi juga memiliki 3
kepentingan dasar yaitu :
kepemilikan, pengendalian,
dan
pembagian
hasil.
Hanya
dalam koperasi,
ketiga
kepentingan
tersebut
dilaksanakan
secara
langsung
oleh
anggota.
Anggota
yang tergabung
dalam koperasi harus
mengikuti
serangkaian
nilai
yang menjadi dasar organisasi koperasi yaitu : self-help (swadaya), tanggung jawab
  
personal,
demokrasi,
persamaan,
keadilan, dan solidaritas. Sebagai tradisi yang
diturunkan dari pendirinya, anggota koperasi
memegang teguh
nilai-nilai kejujuran,
keterbukaan, tanggung jawab sosial, dan peduli dengan lingkungannya.
2.1.2.3 Prinsip Koperasi
Prinsip-prinsip yang diterapkan oleh koperasi merupakan panduan untuk
merealisasikan
nilai-nilai
koperasi
ke dalam wujud
tindakan
nyata. Prinsip-prinsip
tersebut telah
mengalami beberapa revisi dari tahun 1937, 1966, dan 1995. Prinsip
koperasi
yang
diterbitkan
pada
tahun
1995
menjadi
prinsip
modernisasi
koperasi
yang diterapkan di seluruh dunia.
Prinsip
ini
merupakan
produk
yang
dihasilkan dari
proses konsultasi yang
panjang dan melibatkan ribuan koperasi di dunia. Proses tersebut diselenggarakan di
Manchester dalam Kongres Aliansi Internasional
Majelis Umum Koperasi. Berikut
adalah 7 prinsip koperasi yang dihasilkan pada kongres tersebut seperti yang tertera
pada situs www.ica.coop  :
•   Prinsip 1 : Keanggotaan yang terbuka dan sukarela
Keanggotaan  koperasi  bersifat  sukarela,  terbuka  untuk  perorangan  dan
komunitas, untuk menggunakan berbagai jasa
yang ditawarkan.
Anggota
yang
bergabung   harus   mampu   untuk   menerima   tanggung   jawab   keanggotaan.
Koperasi tidak boleh bersangkutan dengan diskriminasi perbedaan jenis kelamin,
status sosial, ras, politik, maupun agama.
•   Prinsip 2 : Pengendalian demokratis oleh anggota
Pengendalian 
koperasi 
berada 
di 
tangan 
anggota. 
Anggota 
terlibat  secara
langsung  dalam 
menetapkan  kebijakan  dan  pengambilan  keputusan.  Setiap
  
anggota
memiliki
hak voting
yang
sama (satu
anggota,
satu
suara) dan dapat
melaksanakan haknya dalam kerangka demokrasi.
Prinsip 3 : Partisipasi ekonomi anggota
Anggota
berperan
aktif dalam pengumpulan
modal
koperasi.
Anggota
dapat
mengalokasikan kelebihan pendapatan mereka menjadi modal koperasi dengan
berbagai tujuan seperti
untuk pengembangan koperasi, cadangan dana, dan lain-
lain.
Pengembalian
dana
akan
dilakukan oleh koperasi untuk
setiap
anggota
berdasarkan besarnya partisipasi mereka dalam kegiatan koperasi.
Prinsip 4 : Otonomi dan kemerdekaan
Koperasi
bersifat
otonomi
dengan
asas
swadaya. Jika
koperasi
membuat
perjanjian
dengan organisasi, seperti pemerintah, atau menaikan modal dengan
pinjaman dari pihak luar, maka koperasi perlu memastikan adanya pengendalian
dari anggotanya.
Prinsip 5 : Pendidikan, pelatihan, dan informasi
Koperasi menyediakan pendidikan dan pelatihan untuk anggota, perwakilan
terpilih,
manajer,
dan
karyawan
sehingga
mereka
dapat
memberikan kontribusi
positif demi
kemajuan koperasi. Koperasi juga perlu menyampaikan informasi
kepada masyarakat
umum, khususnya komunitas kaum muda,
mengenai budaya
dan keuntungan koperasi.
Prinsip 6 : Kerjasama di antara koperasi
Koperasi dapat meningkatkan pelayanannya kepada anggota dengan menjalin
kerjasama 
dengan  struktur  koperasi  lainnya  baik 
local, 
nasional, 
regional,
maupun internasional.
  
•   Prinsip 7 : Kepedulian akan komunitas
Koperasi menyokong perkembangan lingkungan dan komunitas tempat
dijalankannya kegiatan koperasi melalui kebijakan-kebijakan yang ditentukan
oleh anggota.
2.1.3
Manajemen Koperasi
Alex 
Dasuki 
menyatakan 
bahwa 
manajemen  koperasi  adalah  ilmu
sehubungan dengan cara memadukan, mengkombinasikan,
dan
mengoperasikan
faktor-faktor
produksi
seperti
manusia,
unit-unit
usaha, dan
modal
secara
efisien
dengan
memilih
unit
usaha
yang efektif
untuk
mensejahterakan
anggota
dan
masyarakat sekitar secara berkesinambungan. (Sukamdiyo, 1996, p.8)
Berdasarkan   pemahaman   tersebut   dapat   dikatakan   bahwa   manajemen
koperasi merupakan tata cara mengenai bagaimana mengatur koperasi secara
professional  agar  dapat  mencapai  tujuannya.
Enam
faktor
produksi
(Sukamdiyo,
1996,  p.52)  yang  dimanfaatkan  dalam  pelaksanaan  manajemen  koperasi  yaitu  :
tanah, modal, manusia, teknologi, informasi dan komunikasi, waktu.
Pelaksanaan
manajemen
koperasi
tradisional
masih
bersifat
tidak
dinamis
dan memiliki sejumlah kelemahan. Sukamdiyo dan Wagiono Ismangil (Sukamdiyo,
1996, p.53) menyatakan sejumlah ciri yang menonjol dari manajemen koperasi
tradisional
yaitu
:
usahanya
relatif
kecil
dan
sederhana,
pengelolaan
yang
kurang
baik,
kemampuan
yang
kurang
dalam mendukung
kepentingan
anggota,
kurang
mampu
memantau
lingkungannya,
dan
belum menerapkan
prinsip
manajemen
professional.
  
Menurut 
pendapat 
Sukamdiyo 
(1996,  pp.53-58)  ditinjau  dari  segi
manajemen, penanganan koperasi secara
tradisional
dapat
menghambat
perkembangan koperasi. Hal ini dikarenakan semakin tajamnya persaingan dalam
dunia  usaha, 
teknologi 
yang 
semakin 
canggih,  serta 
informasi 
yang 
semakin
kompleks telah mewarnai dunia bisnis. Oleh karena itu perlu adanya pengembangan
dari manajemen tradisional yang dijalankan oleh koperasi agar lebih professional.
Penerapan
manajemen
kualitas
perlu
dilakukan
dalam perkoperasian.
Ada
beberapa
hal
yang
perlu
diperhatikan yaitu
:
peningkatan
partisipasi
anggota,
informasi pasar, peningkatan strategi pemasaran, peningkatan produktivitas dengan
penggunaan
faktor
produksi
secara efektif, komunikasi dengan alat
modern, aliran
informasi yang lancar, dan penggunaan teknologi yang tepat.
2.1.4
Manajemen Tri Partite
Manajemen
tri
partite menyoroti
manajemen koperasi dari
segi
organisasi.
Manajemen tri partite terbagi menjadi tiga yaitu anggota, pengurus, dan pengelola.
Perbedaan fungsi dan peran dari masing-masing unsur mengisyaratkan pentingnya
kejelasan tanggung jawab dan wewenang dari setiap unsur. Masing-masing unsur
akan dijelaskan pada sub-sub bab berikut.
2.1.4.1 Anggota
Sukamdiyo  (1996,  p.124)  menjelaskan  anggota  merupakan  subjek,  peran
yang fundamental dan pemegang kendali pengawasan terhadap organisasi koperasi.
Dalam
menjalankan
tugasnya
secara rinci,
anggota
dapat
mendelegasikan
wewenangnya kepada pengurus dan pengawas.
  
Partisipasi anggota dalam koperasi juga dapat direalisasikan melalui berbagai
cara antara lain :
a.   Menerima 
dan 
melaksanakan 
Anggaran 
Dasar  dan 
keputusan  rapat
anggota
b.   Membayar simpanan-simpanan yang menjadi kewajibannya.
c.   Melakukan transaksi dengan koperasi seperti berbelanja di usaha dagang
koperasi.
d.   Memberikan kritik dan saran demi mendorong perkembangan koperasi.
2.1.4.2 Pengurus
Sukamdiyo (1996, p.127) menjelaskan pengurus sebagai orang yang
bertanggung
jawab
menjaga
dan
menjamin terpenuhinya
keinginan
anggota
atau
pemilik koperasi. Pengurus merupakan orang-orang yang terorganisasi dan memiliki
kewenangan kolektif untuk mengawasi dan mengembangkan koperasi.
Beberapa tugas pengurus adalah melakukan pengelolaan atas usaha koperasi
dengan
mengoperasikan
berbagai sumber daya
yang ada, menyelenggarakan rapat
anggota, menyelenggarakan pembukuan inventaris dan keuangan koperasi serta
mempertanggungjawabkannya kepada anggota dalam rapat anggota, dan memelihara
daftar buku anggota dan pengurus.
Pengurus 
memiliki  wewenang 
untuk  mewakili  koperasi  baik  di  dalam
maupun luar
pengadilan jika ada perkara yang
melibatkan
koperasi, memutuskan
untuk menerima atau menolak anggota baru, memberhentikan anggota sesuai dengan
ketentuan, serta melakukan upaya-upaya demi kepentingan koperasi.
  
2.1.4.3 Pengelola
Sukamdiyo  (1996,  p.130)  menjelaskan  pengelola  adalah  pelaksana
operasional  koperasi 
yang 
mengerjakan  tugas  pengurus  dan  bertanggungjawab
kepada pengurus. Agar dapat dilaksanakannya tugas pengelola
dengan baik
dibutuhkan deskripsi tugas yang diembannya dan batasan wewenangnya.
Perkembangan dari manajemen koperasi yang diarahkan pada profesionalitas
menyebabkan struktur manajemen tri partite menjadi anggota, pengurus, dan
manajemen profesional yang menggantikan pengelola. Hal ini dikarenakan koperasi
semakin  membutuhkan  pengelola  yang  bekerja  penuh  untuk  kepentingan  bisnis
koperasi. Hubungan diantara ketiganya digambarkan sebagai berikut :
MANAJEMEN
PROFESIONAL
PENGURUS
ANGGOTA
Sumber : Sukamdiyo, 1996, p.123
Gambar 2.1 Manajemen Koperasi Profesional
Pada gambar di atas terlihat anggota menempati bagian dasar dari piramida
dan mengisi tempat yang paling luas. Hal ini berarti bahwa dasar dan sumber dari
manjemen yang ada di koperasi adalah anggota. Sebagian dari wewenang anggota
didelegasikan kepada pengurus dan manajemen profesional.
  
Pengurus berada pada posisi di atas anggota dan menempati posisi yang lebih
sempit.
Hal
ini
berarti
wewenang
pengurus dibatasi
oleh
anggota dan bertindak
sebagai penghubung antara anggota dan manajemen profesional.
Manajemen profesional memiliki dimensi yang lebih sempit. Hal ini berarti
wewenang
manajemen profesional
yang didelegasikan oleh pengurus terbatas pada
hal-hal yang bersifat bisnis.
2.1.5
Manajemen Pemasaran Koperasi
Pemasaran dalam koperasi
memiliki
pengertian
yang
serupa
dengan
pemasaran pada usaha lainnya. Sukamdiyo
(1996, p.65) mengemukakan pengertian
dari pemasaran sebagai tindakan yang menyebabkan berpindahnya hak milik atas
barang dan jasa dari penjual ke pembeli yang menimbulkan distribusi fisik atas
barang tersebut. Pada koperasi pembeli yang dimaksudkan adalah anggota dan bukan
anggota
yang
merupakan
komunitas
pada wilayah tempat diselenggarakannya
koperasi.
Dalam
pemasaran
koperasi,
Sukamdiyo(1996,
p.65)
menambahkan
bahwa
hal  yang  perlu  diperhatikan  adalah  pentingnya  informasi  pasar.  Beberapa  poin
penting dalam informasi pasar diantaranya adalah :
Informasi mengenai produk apa yang dibeli oleh pelanggan
Perincian dari kualitas dan jenis dari masing-masing produk, harga yang
diinginkan oleh pelanggan dan syarat pembeliannya.
Preferensi produk dari pelanggan atau calon pelanggan
Motivasi utama dari pembelian produk oleh pelanggan.
  
Fungsi
pemasaran
dalam
koperasi
mencakup
fungsi
pembelian,
penjualan,
dan promosi. Fungsi penjualan dilakukan oleh koperasi produsen
yang anggotanya
merupakan
produsen
yang
memproduksi produk.
Koperasi
produsen
berperan
menyalurkan  produk  yang  dihasilkan  oleh  anggota  ke  pasar.  Fungsi  pembelian
banyak
dilakukan
oleh
koperasi
produsen maupun koperasi
non
produsen.
Fungsi
pembelian ditujukan untuk memperoleh keuntungan dari penyediaan barang-barang
kebutuhan pelanggan berupa potongan harga dari pemasok karena pembelian dalam
jumlah tertentu. Fungsi promosi berkaitan dengan upaya koperasi untuk menjangkau
pelanggan atau calon pelanggan untuk memperkenalkan produk
koperasi
maupun
citra dari koperasi. Tujuan utamanya
adalah untuk dapat mendukung penjualan
produk koperasi.
2.1.6
Manajemen Komunikasi Koperasi
Pernyataan Carl
I
Hovlan
mengenai pengertian
komunikasi
dikutip
sebagai
berikut :
Communication is a process by which
an
individual transmit
stimuli
to
modify the behavior of other individuals.” (Sukamdiyo, 1996, p.146)
Berdasarkan pengertian tersebut dapat diketahui bahwa komunikasi
merupakan suatu proses yang melibatkan unsur-unsur berikut :
Komunikator  yaitu  orang  yang  bertindak  sebagai  pemberi  pesan  atau
yang memulai komunikasi.
Komunikan  yaitu  orang  yang  bertindak  sebagai  penerima  pesan  dari
komunikator atau objek yang dituju dari proses komunikasi.
  
Pesan
atau
stimulus
yaitu
sesuatu
yang
disampaikan
oleh
komunikator
kepada komunikan.
Kanal 
yaitu 
saluran 
atau 
media 
yang 
digunakan 
untuk 
melakukan
komunikasi.
Efek atau perubahan perilaku yaitu hasil yang diharapkan dengan adanya
komunikasi.
Sukamdiyo (1996, p.146) juga menambahkan bahwa proses komunikasi akan
efektif
jika pesan
yang telah diterima dapat dimengerti oleh orang
yang
menerima
pesan dan menjadi lengkap apabila terjadi umpan balik dari orang tersebut.
Manajemen
komunikasi
dalam koperasi
dibedakan
menjadi
2
yaitu
komunikasi internal dan komunikasi ekternal.
Komunikasi
internal
koperasi
melibatkan komunikasi diantara anggota, pengurus, dan pengelola yang
merupakan
manajemen tri partite koperasi. Sedangkan komunikasi ekternal koperasi melibatkan
komunikasi antara koperasi dengan pihak-pihak di
luar organisasi
koperasi seperti
pelanggan
non anggota, pemerintah, lembaga keuangan, dan lain-lain (Sukamdiyo,
1996, p.148-149).
Komunikasi
dalam koperasi
perlu
memperhatikan
7C seperti
yang
diungkapkan oleh Cutlip dan Center (Sukamdiyo, 1996, pp.155-156) yaitu :
1.   Credibility (Kepercayaan)
Komunikasi
dalam koperasi
harus
diawali
dengan
suasana
penuh
kepercayaan
yang
dapat
dibentuk oleh
komunikator.
Komunikator
memiliki
keinginan
untuk
melayani
komunikan
dan komunikan
mempercayai kemampuan komunikan dalam penguasaan pesan.
  
2.   Content (Muatan Isi)
Berita
atau
pesan
yang
dikirimkan
dalam komunikasi
koperasi
oleh
komunikator harus mempunyai makna bagi komunikan atau selaras
dengan sistem nilai komunikan.
3.   Context (Kaitan keadaan)
Program komunikasi dalam koperasi
perlu
memperhatikan
konteks dari
pesan  yang  akan  disampaikan.  Ini  mengenai  dengan  cara  bagaimana
pesan disampaikan ke komunikan sehingga komunikan menerima pesan
dan memahami maknanya.
4.   Clarity (Kejelasan)
Kejelasan
dari
pesan
menjadi
poin penting selanjutnya.
Jika
pesan
berisikan prosedur untuk melakukan aktivitas maka setiap langkah dalam
prosedur  tersebut  perlu  disajikan  dengan  kalimat  atau  penggambaran
yang jelas dan sederhana.
5.   Consistency (Konsistensi)
Pesan yang dikirim harus konsisten karena komunikasi merupakan proses
yang
berkesinambungan
dan
memerlukan pengulangan agar dapat
mencapai tujuannya.
6.   Capability of Audience (Kemampuan Komunikan)
Dalam melakukan
komunikasi
perlu
diperhitungkan
kemampuan
komunikan
karena
komunikasi
akan
lebih efektif
jika
kesulitan
yang
diterima
oleh komunikan diperkecil.
Selain
itu
juga perlu diperhatikan
  
hal-hal seperti kemudahan penerimaannya, kemampuan pemahaman dan
pengalaman komunikan.
7.   Channel (Saluran/Media)
Saluran atau media komunikasi yang digunakan oleh komunikator
harus
sama dengan komunikan karena dapat memudahkan proses penerimaan
umpan
balik
oleh
komunikator
dari komunikan sehingga komunikator
dapat memberikan jawaban dengan segera.
2.2
Strategi
2.2.1
Pengertian Strategi
Strategi berasal dari bahasa Yunani kuno yang berarti seni berperang. Lebih
lanjut
lagi, pengertian
strategi banyak
dikemukan
oleh
para pakar
dalam berbagai
macam  buku.  Stephanie  K.Marrus  seperti  yang  dikutip  oleh  Sukristono  (Umar,
2001,p.31) mendefinisikan strategi sebagai suatu proses penentuan rencana para
pemimpin puncak yang berfokus pada tujuan jangka panjang organisasi disertai
penyusunan cara atau upaya agar tujuan tersebut dapat dicapai.
Hamel  dan  Prahalad  (Umar,  2001,p.31)  mengemukakan  pandangan  yang
lebih spesifik mengenai strategi. Menurut mereka strategi merupakan tindakan yang
bersifat incremental (senantiasa meningkat) dan terus menerus serta dilakukan
berdasarkan
sudut
pandang
tentang
apa
yang
diharapkan
oleh
para
pelanggan
di
masa mendatang.
Thompson dan Strickland (2001, p.3) mengemukakan bahwa strategi
perusahaan   merupakan      suatu   rencana   permainan   yang   dipakai   oleh   pihak
manajemen   untuk   mencapai   suatu   posisi   dalam   pasar,   menjalankan   operasi
  
perusahaan,
menarik dan
menyenangkan pelanggan, sukses dalam persaingan, dan
mencapai tujuan perusahaan.
2.2.2
Manajemen Strategi
Menurut Thompson dan Strickland (2001,p.6), konsep dasar dari manajemen
strategik   adalah   proses   manajerial   dalam   membentuk   suatu   visi   strategik,
menentukan serangkaian tujuan, mengimplementasikan
dan
menjalankan strategi
yang bersangkutan kemudian melakukan penyesuaian atau koreksi atas visi, tujuan,
strategi, dan pelaksanaannya ketika dirasakan perlu secara berkala.
Berdasarkan pengertian konsep tersebut terdapat lima rangkaian tugas utama
dalam manajemen strategik menurut pendapat Thompson dan Strickland (2001, p.7)
yang penggambarannya adalah sebagai berikut :
Tugas 1
Tugas
2
Tugas 3
Tugas 4
Tugas 5
Perumusan Visi
Strategis dan Misi
Bisnis
Penentuan
rangkaian
tujuan
Penyusunan
Strategi untuk
pencapaian
tujuan
Implementasi
dari
strategi
Evaluasi
kinerja,
pengawasan
atas
perkembangan
baru, tindakan
koreksi
penyesuaian
Revisi bila perlu
Revisi bila perlu
Revisi
bila perlu
Revisi bila perlu
Kembali ke
tugas
1,2,3,atau 4 jika
perlu
Sumber : Thompson dan Strickland. 2001, p.7
Gambar 2.2 Lima Tugas Dalam Manajemen Strategik
  
2.3
Konsep Bisnis
2.3.1
Pengertian Bisnis
Menurut Madura (2001, p.2) bisnis atau perusahaan adalah suatu badan
hukum yang menghasilkan barang atau jasa yang diperlukan oleh pelanggan. Setiap
bisnis melakukan transaksi dengan orang-orang. Mereka menanggung akibat karena
bisnis tersebut karenanya mereka mempunyai kepentingan di dalamnya.
Mereka
disebut sebagai pemegang kepentingan utama
(stakeholder) atau orang yang
mempunyai
kepentingan dalam
bisnis.
Mereka adalah karyawan,
pemilik,
kreditur,
pemasok, dan pelanggan.
Menurut Madura ( 2001, p.13 ),  lima fungsi utama yang terlibat dalam bisnis
adalah :
1. 
Pemasaran, cara bagaimana produk dan jasa dikembangkan, diberi harga,
didistribusikan dan dipromosikan kepada pelanggan.
2.   Manajemen,
cara bagaimana karyawan
dan sumber
lain
(
seperti
mesin
mesin ) digunakan oleh perusahaan.
3. Keuangan,  
cara  
bagaimana  
perusahaan  
mendapatkan  
dana  
dan
menggunakannya untuk keperluan operasi bisnisnya.
4.   Akuntansi, ringkasan atau analisis dari kondisi keuangan perusahaan.
5.   Sistem
informasi
,
meliputi
teknologi
informasi,
masyarakat, dan prosedur
yang bekerjasama untuk memberikan informasi yang cocok kepada karyawan
perusahaan sehingga mereka dapat membuat keputusan bisnis.
  
2.3.2
Proses Bisnis
Marshall
(2000,
p.53)
menyatakan
proses bisnis
mendefinisikan
bagaimana
suatu  organisasi  meraih  tujuannya  dan  dirancang  untuk  menambah  nilai.  Proses
bisnis
terdiri
dari
beberapa
langkah
yang
saling
berhubungan
dengan
suatu
alur
kerja. Ivar Jacobson, seperti yang dikutip oleh Marshall (2000, p.53) menyatakan
bahwa yang dimaksud dengan proses bisnis adalah rangkaian kegiatan internal yang
dilakukan untuk melayani pelanggan.
2.4
Teori Pemasaran
2.4.1
Pengertian Pemasaran
Kotler (2003, pp.8-9) pengertian pemasaran
dibedakan
menjadi
dua
yaitu
pengertian sosial dan pengertian manajerial. Secara sosial, pemasaran diartikan
sebagai suatu proses sosial untuk menemukan kebutuhan dan keinginan dari individu
maupun kelompok melalui penciptaan, penawaran, dan pertukaran barang dan jasa
yang  
bernilai
secara
bebas.
Sedangkan
secara
manajerial, pemasaran dianggap
sebagai “seni dari menjual produk”. Tipikalnya pemasaran sering dipandang sebagai
sebagai serangkaian tugas penciptaan, promosi,
dan
pengiriman
barang
dan
jasa
kepada konsumen dan bisnis.
Pengertian pemasaran menurut The American Association adalah proses dari
perencanaan dan pemasaran sebagai proses perencanaan dan pelaksanaan konsepsi,
penetapan harga, promosi, dan distribusi ide-ide, barang-barang, dan jasa-jasa untuk
menciptakan
pertukaran
yang
memuaskan
tujuan
individu
dan
organisasi (Kotler,
2003, p.9)
  
2.4.2
Konsep Pemasaran
Pemasaran memegang kunci penting dalam pencapaian tujuan perusahaan
yang
meliputi
keefektifan
perusahaan
dibandingkan
dengan
pesaing
dalam hal
penciptaan, penyampaian, dan mengkomunikasikan nilai pelanggan superior kepada
target pasar yang ditujunya (Kotler, 2003, p.19).
Konsep dari pemasaran meliputi 4 pilar utama yaitu : target pasar, kebutuhan
pelanggan,  
pemasaran   terpadu,  
dan  
keuntungan  
dari  
kepuasan  
pelanggan.
Penggambaran konsep ini adalah sebagai berikut :
Starting point
Focus
Means
Ends
Target
Market
Customer
Needs
Integrated
Marketing
Profits through
customer
satisfaction
Sumber : Kotler.2003, p.20
Gambar 2.3
4 Pilar Konsep Pemasaran
Perusahaan akan
memilih
target pasar sasarannya dengan hati-hati sehingga
dapat mempersiapkan program pemasaran untuk setiap target pasarnya dengan lebih
baik.
Untuk
dapat
fokus
kepada
kebutuhan pelanggan
tidaklah
mudah
karena
banyak pelanggan yang tidak menyadari kebutuhan mereka, atau mereka tidak dapat
mengungkapkan kebutuhan-kebutuhan tersebut, atau cara penyampaian mereka yang
membutuhkan interpretasi tertentu. 
Kotler (2003,
p.21) mengemukakan ada lima
kebutuhan pelanggan yaitu :
  
Kebutuhan yang dinyatakan oleh pelanggan (Stated needs)
Kebutuhan yang sebenarnya diinginkan oleh pelanggan (Real needs)
Kebutuhan yang
tidak dinyatakan oleh pelanggan namun diinginkannya
(Unstated needs)
Kebutuhan yang merupakan harapan bagi pelanggan yang sifatnya berupa
tambahan (Delight needs)
Kebutuhan 
yang 
disembunyikan 
oleh 
pelanggan 
setelah 
kebutuhan
utamanya terpenuhi (Secret needs)
Pemasaran terpadu
dapat dicapai dengan adanya kerja sama
dari setiap
departemen
dalam
perusahaan
untuk  melayani
kebutuhan
dan
kepentingan
pelanggan. Kondisi ini terkadang sulit untuk dicapai karena tidak semua karyawan
dilatih dan dimotivasi untuk bekerja demi kepentingan pelanggan.
Tujuan utama dari konsep pemasaran adalah untuk mendukung perusahaan
dalam pencapaian tujuan.
Bagi perusahaan dapat dikatakan keuntungan
merupakan
tujuan namun perusahaan menfokuskan pada perolehan keuntungan sebagai
konsekuensi dari penciptaan nilai pelanggan yang superior.
2.4.3
Strategi Pemasaran
Menurut
Kotler
(2003,p.90) perencanaan strategi pemasaran memaparkan
target pasar dan pengajuan nilai-nilai yang dapat ditawarkan berdasarkan pada
analisis
peluang-peluang
pasar
yang
terbaik. Perencanaan pemasaran merupakan
instrumen
utama
untuk
mengarahkan dan mengkoordinasikan upaya-upaya
pemasaran.
  
Craven   dan   Piercy   (2003,   p.31)   mengemukakan   strategi   pemasaran
merupakan
rangkaian
tugas
yang terdiri
dari analisis, pengembangan
strategi,
dan
pengimplementasian kegiatan dalam: pengembangan suatu visi tentang pasar dari
kepentingan organisasi, memilih
strategi,
target
pasar,
menentukan
objek,
dan
pengembangan, pengimplementasian, dan pengelolaan strategi penempatan
posisi
dalam
program
pemasaran
yang
didesain
untuk
dipertemukan
dengan
permintaan
nilai dari pelanggan dalam setiap target pasar.
Strategi pemasaran tersusun atas rumusan dari segmentasi (segmentation),
pemilihan pasar yang dituju (targeting), dan penentuan posisi (positioning).
2.4.3.1 Segmentasi (Segmentation)
Kotler (2003, p.279) menyatakan bahwa segmentasi
nerupakan
upaya untuk
mengidentifikasikan dan membedakan profil dari kelompok-kelompok pembeli yang
memiliki
perbedaan
dalam kebutuhan
dan
preferensi.
Senada
dengan
itu,
Mohammmed et al. (2003, pp44-56) mengemukakan segmentasi adalah proses
pengelompokan para pelanggan berdasarkan kesamaan yang ada pada mereka.
Menurut Cravens dan Piercy (2003, p33) objek dari segmentasi adalah untuk
menjelaskan 
perbedaan 
dalam 
kebutuhan 
dan  keinginan 
dan 
mengidentifikasi
segmen (subgroup) dengan produk yang dipasarkan yang sesuai. Setiap segmen
terdiri dari pembeli dengan kebutuhan dan keinginan yang serupa untuk kategori dari
produk yang sesuai untuk dikelola. Segmen-segmen dideskripsikan menggunakan
karakteristik dari orang-orang, alasan-alasan mereka membeli atau menggunakan
produk, dan pilihan mereka terhadap merk dari produk.
  
Lebih lanjut lagi, menurut Kotler (2003, p286) untuk melakukan segmentasi
yang efektif maka segmen pasar harus bersifat:
Terukur
(Measureable):
Ukuran,
daya
beli,
dan
karakteristik
dari
segmen
pasar dapat diukur.
Penting  (Substansial):  Segmen 
cukup 
besar  dan 
menguntungkan 
untuk
dilayani. Segmen tersebut sebaiknya kelompok homogeneous terbesar, bila
memungkinkan, yang layak untuk dimasuki dengan program pemasaran yang
dirancang.
Dapat  dimasuki  (Accessible):  Segmen  dapat  dicapai  dan  dilayani  secara
efektif.
Dapat dibedakan (Differentiable): Segmen secara konseptual dapat dibedakan
dan merespon secara berbeda terhadap elemen-elemen bauran pemasaran dan
program pemasaran yang berbeda.
Dapat
ditindaklanjuti
(Actionable):
Program
yang
efektif
dapat dirumuskan
untuk menarik dan melayani segmen tersebut.
Variabel
utama segmentasi pasar
menurut Kotler (2003, pp287-294) adalah
sebagai berikut:
1. 
Segmentasi Geografis (Geographic)
:
Memisahkan pasar
menjadi
unit-unit
yang berbeda berdasarkan letak geografis seperti negara, negara bagian,
wilayah, kabupaten, kota dan sebagainya.
2.
Segmentasi Demografis (Demographic) : Memisahkan pasar berdasarkan
variable-variabel  seperti 
umur,  jumlah  anggota  keluarga,  jenis  kelamin,
  
pendapatan, pekerjaan, pendidikan, agama, ras,
generasi, kewarganegaraan,
dan kelas sosial.
3. 
Segmentasi Psikografis (Psychographic)
:
Pelanggan
dipilah-pilah
menjadi
kelompok berbeda berdasarkan gaya hidup atau kepribadian atau nilai-nilai
yang dianut.
4.
Segmentasi
Perilaku
(Behovioral) : Pelanggan dibagi menjadi kelompok
berbeda
berdasarkan pengetahuan yang
dimiliki
pelanggan,
sikap yang
ditujukan pada, penggunaan dari, atau respon terhadap suatu produk. Banyak
pemasar
menyakini
bahwa
variabel
perilaku merupakan awal yang terbaik
untuk membangun segmentasi pasar.
Kartajaya et al. (2003, pp.117-118) menyatakan untuk tidak membagi pasar
secara   kaku.   Variabel   geografi   dan   demografi   merupakan   contoh   variabel
pensegmen pasar yang kaku karena variabel ini dapat menghilangkan sejumlah
dinamika perilaku pelanggan.
Saran
yang diberikan adalah menggunakan variabel
psikografis dan perilaku agar segmentasi
yang dijalankan dapat
lebih
fleksibel dan
optimum  untuk  menggambarkan  situasi  pasar.  Yang  perlu  diperhatikan  adalah
melihat
pelanggan
secara
total
sebab pelanggan
memiliki multiperan, multi-task,
bahkan  multi  kepribadian.  Dengan  melihat  pelanggan  secara  utuh  dari  berbagai
peran maka dapat terbuka berbagai kesempatan.
2.4.3.2 Pemilihan Pasar yang Dituju (Targeting)
Menurut
Cravens
dan
Piercy
(2003, p35)
mengemukakan
bahwa
strategi
tujuan pasar (Market Targeting) adalah
untuk
memilih
orang-orang atau organisasi
yang manajemen harapkan, untuk melayani mereka dengan produk yang dipasarkan.
  
Ketika kebutuhan dan keinginan pembeli beragam, target pasar umumnya terdiri dari
satu atau lebih segmen dari produk yang dipasarkan.
Kotler (2003,
p299) berpendapat
bahwa
tujuan
(Targeting) adalah
memilih
berapa banyak dan yang mana dari segmen-segmen pasar yang telah teridentifikasi
oleh perusahaan. Dalam menilai segmen pasar maka perlu diperhatikan dua faktor,
yaitu: seberapa menariknya segmen tersebut
secara menyeluruh serta tujuan dan
sumber daya yang dimiliki perusahaan.
Pada situs
www.marketingteacher.com, targeting dibedakan menjadi 3 tipe
yaitu :
Sebuah  segmen  dengan  sebuah  produk.  Dengan  kata 
lain,  pemasar
menargetkan penawaran sebuah produk pada suatu segmen pasar dari
banyak segmen pasar.
Pemasar
dapat
mengabaikan perbedaan
pada
segmen-segmen pasar
dan
memilih 
untuk 
menargetkan 
semua 
segmen 
atau 
keseluruhan 
pasar
dengan sebuah produk yang sama.
Pendekatan  yang  lain  adalah  multi segment approach.  Pemasar  akan
menargetkan sejumlah segmen dengan serangkaian produk yang berbeda.
2.4.3.3 Penentuan Posisi (Positioning)
Cravens dan Piercy (2003, p37)
menyatakan startegi posisi (Strategic
Positioning) adalah kombinasi dari strategi produk, rantai nilai, harga, dan promosi
suatu perusahaan yang digunakan untuk memposisikan dirinya melawan pesaing
dalam mempertemukan kebutuhan dan keinginan dari
target pasar. Startegi-strategi
  
dan
taktik
yang
digunakan
untuk
memperoleh
suatu
posisi
yang
disukai
disebut
bauran pemasaran (marketing mix) atau program pemasaran.
Kotler (2003, p308) menyatakan positioning merupakan suatu tindakan untuk
merancang
penawaran
dan
citra
perusahaan
untuk
ditempatkan
ke
dalam benak
tertentu dari pasar
sasaran. Kartajaya et al.
(2003, p.143)
menyatakan positioning
adalah
janji
perusahaan
kepada pelanggan
karenanya
dalam menyusun
pernyataan
positioning perlu diperhatikan kemampuan perusahaan
untuk
melaksanakannya.
Komunikasi
memegang
peranan
yang besar
dalam membentuk persepsi pelanggan
untuk melaksanakan strategi positioning.
2.4.4
Bauran Pemasaran
Bauran pemasaran adalah serangkaian alat pemasaran yang digunakan oleh
perusahaan untuk mencapai tujuan pemasarannya pada pasar yang dituju
(Kotler,2003,p.15).
Alat  pemasaran  yang  dimaksudkan  terdiri  dari  empat  kelompok  utama,
seperti
yang
diungkapkan
oleh
McCarthy
(Kotler,
2003,
p.16),
yaitu product
(produk),
price
(harga),
place
(distribusi), dan
promotion
(promosi).
Konsep
ini
dikenal dengan istilah 4P dan ditunjukkan pada gambar berikut :
  
Marketing
Mix
Product
Product variety
Quality
Design
Features
Brand name
Packaging
Sizes
Services
Warranties
Returns
Price
List price
Discount
Allowance
Payment
period
Credit terms
Target
Market
Promotion
Sales
promotion
Advertising
Sales Force
Public
Relation
Direct
Marketing
Place
Channel
Covarage
Assortments
Locations
Inventory
Transport
Sumber : Kotler, 2003, p. 16
Gambar 2.4 Komponen 4P Pada Bauran Pemasaran
Konsep 4P menunjukkan sudut pandang pemasar mengenai alat pemasaran
yang dapat digunakan untuk mempengaruhi pembeli. Sedangkan dari sudut pandang
pembeli, setiap alat pemasaran dirancang untuk memberikan keuntungan. Robert
Lauterborn
(Kotler,
2003,
p.17)
menyarankan sebaiknya 4P pemasar
diselaraskan
dengan 4C dari pembeli yaitu Customer Solution, Customer Cost, Convienience, dan
Communication. Perusahaan yang berhasil adalah mereka yang dapat memenuhi
kebutuhan pelanggan secara ekonomis, memberikan kenyamanan, dan disampaikan
dengan komunikasi yang efektif.
  
2.5
Konsep e-Business
2.5.1
Pengertian e-Business
Kalakota dan Robinson (2000, p.12)
mengemukakan bahwa pelanggan
membutuhkan perusahaan yang dapat menjalankan bisnis yang terus berkembang
khususnya di area :
Kecepatan
Pelayanan
dalam
dunia
nyata,
pelayanan
premium
diterapkan
untuk
memenuhi  
kebutuhan  
pelanggan  
dengan  
cepat,  
akurat,  
dan
memberikan respon yang adaptif.
Kenyamanan – pelanggan
menginginkan kenyamanan untuk berbelanja pada
satu tempat saja dengan adanya fasilitas pemesanan dan alur pengiriman.
Personalisasi   –  
pelanggan  
ingin  
diperlakukan  
secara  
personal  
oleh
perusahaan.
Harga – perusahaan perlu memberikan harga dengan alasan yang tepat untuk
memperoleh keuntungan dari pelanggan.
Teknologi memungkinkan perusahaan memenuhi keinginan pelanggan
tersebut di antaranya adalah dengan penerapan
e-business. Kalakota dan Robinson
(2000, p5) menyatakan bahwa
e-business
adalah
penambahan
yang
meliputi e-
commerce,  juga  bagian  yang  menjalankan  aplikasi  front  office  dan  back  office
dengan menggunakan mesin untuk menjalankan proses. E-business bukanlah sekedar
transaksi e-commerce
atau
membeli
dan
menjual
melalui web.
E-business adalah
strategi yang menyeluruh dari pendefinisian ulang bisnis lama dengan bantuan
teknologi untuk memaksimumkan nilai pelanggan.
  
Menurut Indrajit (2002, p.1), e-bisnis adalah penggunaan suatu jaringan
elektronik dan teknologi yang
disatukan
untuk
memungkinkan,
memperbaiki,
mempertinggi, merubah bentuk atau menciptakan suatu proses bisnis atau sistem
bisnis  untuk  menghasilkan  nilai  yang  tinggi  untuk  para  pelanggan  tetap  yang
potensial
Kotler
(2003,
p40)
mengatakan
bahwa
e-business menggambarkan
penggunaan
platform dan
alat
elektronik
untuk
menjalankan
bisnis
perusahaan.
Misalnya dengan membangun website, intranet, ekstranet, dan sebagainya. E-
business
dan e-commerce menggunakan
empat
tipe
utama domain internet yaitu :
B2C (Business
to
Consumer),
B2B
(Business to Business),
C2C
(Comsumer
to
Comsumer), dan C2B (Consumer to Business).
Kolter  juga  menyatakan  bahwa  konteks  “e”  digunakan  dalam  berbagai
bentuk  seperti  e-learninge-services.  Namun,  pada  saat  suatu  bisnis  dijalankan
secara online konteks “e” biasanya ditambahkan pada nama dari bisnis.
2.6
Jenis dan Metode Penelitian
2.6.1
Jenis Penelitian
Jenis penelitian yang digunakan dalam proses penulisan skripsi ini adalah
studi kasus yang dilakukan dengan mempelajari kasus penerapan suatu aktivitas di
lapangan, mengamati dan melakukan wawancara kepada pihak-pihak yang terkait.
2.6.2
Metode Penelitian
Metode
penelitian
yang
digunakan
adalah
metode
deskriptif
yakni dengan
cara  
melakukan  
penelitian  
studi  
kasus  
pada  
objek  
penelitian,  
kemudian
  
melaporkannya   dalam   bentuk   laporan   deskriptif   yang   menggambarkan   hasil
penelitian.
2.7
Teknik Pengumpulan Data
Data-data penelitian diperoleh dari data
primer
dan
data sekunder
dengan
melakukan kegiatan berikut.
Penelitian Lapangan
Penelitian lapangan dilakukan untuk memperoleh data primer di tempat objek
penelitian secara
langsung
dengan menggunakan
metode
observasi
dan
wawancara baik secara
tatap muka langsung maupun melalui telepon atau
email.
Teknik wawancara yang digunakan adalah wawancara tidak terstruktur yang
menurut  Sekaran  (2003,p.225)  adalah  teknik  wawancara  yang  digunakan
oleh pewawancara tanpa adanya urutan pertanyaan yang terstruktur.
Sedangkan teknik observasi yang digunakan adalah observasi non participant
yang menurut Sekaran (2003, p.253) adalah teknik observasi yang bertujuan
mengumpulkan  data  tanpa  menjadi  bagian
integral  dari  sistem
organisasi
yang diteliti.
Penelitian Kepustakaan
Penelitian kepustakaan dilakukan untuk memperoleh data sekunder dan
landasan teoritis serta berpikir dengan mempelajari beberapa literatur yang
berkaitan dengan topik penelitian yang dilakukan.
  
2.8
Metode Analisis Bisnis
2.8.1
Model Lima Kekuatan Persaingan Porter
Umar (2001, p.78) mengemukakan bahwa aspek lingkungan industri akan
lebih mengarah pada aspek persaingan tempat bisnis perusahaan berada. Akibatnya,
faktor-faktor yang mempengaruhi kondisi persaingan, seperti ancaman-ancaman dan
kekuatan-kekuatan yang dimiliki perusahaan termasuk kondisi persaingan itu sendiri
menjadi perlu untuk dianalisis.
Porter (Thompson dan Strickland, 2001, pp 79 – 81 ), mengemukakan suatu
alat analisis
untuk mendiagnosa tekanan persaingan dalam suatu pasar dan menilai
seberapa kuat dan penting dari setiap faktor yang ada, dan biasanya disebut sebagai
model lima kekuatan persaingan. Hubungan di
antara faktor-faktor tersebut dan
hubungannya digambarkan sebagai berikut :
  
Perusahaan
dalam industri
lain yang
menawarkan
produk
substitusi
Pemasok
bahan
mentah,
komponen
atau
sember
masukkan
lainnya
Persaingan
diantara
perusahaan dalam
industri yang sama
Tekanan
persaingan
disebabkan oleh
perebutan posisi
pasar yang lebih
baik dan
keunggulan
kompetitif
Pembeli
Pendatang
baru
potensial
Sumber : Thompson dan Strickland, 2001, p. 79
Gambar 2.5 Model Lima Kekuatan Persaingan
2.8.2
Matriks Faktor Strategi Eksternal
Rangkuti (2000, p.22) menjelaskan tahap-tahap dalam melakukan penentuan
Faktor Strategi Eksternal (EFAS) yaitu sebagai berikut :
a.   Susunlah 5 sampai dengan 10 faktor eksternal yang terdiri dari ancaman
dan peluang
b.   Beri bobot masing-masing faktor mulai dari 1,0 (sangat penting) sampai
dengan  0,0  (tidak  penting)  dinilai  dari  kemungkinannya  memberikan
  
dampak terhadap faktor strategis perusahaan. Jumlah bobot seluruh faktor
tidak boleh melebihi skor 1,0.
c.   Hitung rating untuk setiap faktor dengan memberikan skala mulai dari 4
(outstanding) sampai dengan 1 (poor) berdasarkan pengaruh faktor
tersebut terhadap kondisi perusahaan yang bersangkutan. Pemberian nilai
rating untuk faktor peluang bernilai positif (semakin besar peluang
semakin tinggi ratingnya yaitu +4 dan
semakin
kecil
peluang
semakin
rendah ratingnya yaitu +1). Sebaliknya pada pemberian nilai rating
ancaman.
+1 menunjukkan
ancaman
tersebut sangat besar dan +4
menunjukkan ancaman tersebut rendah.
d.   Kalikan  bobot  dengan  rating  untuk 
memperoleh  faktor  pembobotan.
Hasilnya  adalah  skor  pembobotan  untuk  setiap  faktor  yang  nilainya
bervariasi mulai dari 4,0 (outstanding) sampai dengan 1,0 (poor).
e.   Jumlahkan skor pembobotan untuk
memperoleh skor total pembobotan.
Nilai  total  ini  menunjukkan  bagaimana  perusahaan  bereaksi  terhadap
faktor-faktor strategis eksternalnya.
2.8.3
Matriks Faktor Strategi Internal
Rangkuti (2000, p.24) menjelaskan bahwa setelah faktor-faktor strategis
internal
perusahaan
diidentifikasikan maka
sebuah
tabel
IFAS
disusun
untuk
menentukan merumuskan faktor-faktor tersebut ke dalam kerangka Strength dan
Weakness perusahaan. Tahapannya adalah sebagai berikut :
a.   Tentukan   faktor   –faktor   yang   menjadi   kekuatan   dan   kelemahan
perusahaan.
  
b. 
Beri bobot masing-masing faktor tersebut
dengan skala
mulai
dari
1,0
(sangat penting) sampai dengan 0,0 (tidak penting) berdasarkan pengaruh
faktor  tersebut  terhadap  strategis  perusahaan.  Jumlah  skor  total  tidak
boleh melebihi 1,0.
c.   Hitung rating untuk setiap faktor dengan memberikan skala mulai dari 4,0
(outstanding) sampai dengan 1,0 (poor) berdasarkan pengaruh faktor
tersebut terhadap kondisi perusahaan. Variabel yang bersifat positif
(semua variabel yang tergolong sebagai kekuatan) diberi nilai mulai dari
+1 sampai dengan +4 (sangat baik) dengan membandingkannya dengan
pesaing utama atau rata-rata industri. Sedangkan variabel yang bersifat
negatif diperlakukan sebaliknya. Jika kelemahan perusahaan sangat besar
dibandingkan   dengan   rata-rata   industri   maka   nilainya   adalah   +1
sedangkan jika kelemahan tersebut di bawah rata-rata industri maka
nilainya adalah  +4.
d.   Kalikan bobot dengan rating untuk memperoleh skor pembobotan faktor.
Hasilnya adalah skor pembobotan
untuk setiap faktor yang nilainya
bervariasi mulai dari  4,0 (outstanding) sampai dengan 1,0 (poor).
e. 
Jumlahkan skor pembobotan setiap faktor untuk memperoleh total skor
pembobotan. Nilai total ini menunjukkan bagaimana perusahaan bereaksi
terhadap faktor-faktor strategis internalnya.
2.8.4
Analisis SWOT
Menurut Thompson dan Strickland (2001, p.117) menyesuaikan sumber daya
kekuatan  dan  kelemahan  perusahaan  dan  faktor  eksternal  berupa  peluang  dan
  
ancaman,
atau
yang
umum dikenal
sebagai
analisis
SWOT
memberikan
sebuah
gambaran  yang  baik  mengenai  kondisi  perusahaan  apakah  berada  pada  keadaan
sehat atau tidak. Pemahaman perspektif mengenai kemampuan dan kekurangan
sumber daya perusahaan, peluang pasar dan ancaman eksternal menjadi penting
dalam pengambilan
keputusan
strategi
masa
depan.
Sebaliknya,
tugas
dari
penyusunan
strategi
yang
menggunakan sumber
daya perusahaan ditujukan untuk
menangkap  peluang  pasar 
dan 
menetralisir  ancaman, 
menjadi 
proposisi 
yang
sifatnya untung-untungan.
Alan Chapman dalam situs
mendefinisikan analisis
SWOT sebagai metode penilaian data yang subjektif yang kemudian diorganisasikan
ke
dalam format
SWOT
menjadi
urutan
logika
yang
mendukung
pemahaman,
presentasi, diskusi, dan pengambilan keputusan.
SWOT
tersusun
atas
Strength (Kekuatan),
Weakness
(Kelemahan),
Opportunities
(Peluang),
dan Threats
(Ancaman).
Adapun
penjelasannya
adalah
sebagai berikut :
Strength (Kekuatan)
Menurut  Thompson  dan  Strickland  (2001,p.117)  kekuatan  adalah  sesuatu
yang dapat dilakukan oleh perusahaan dengan baik atau karakteristik tertentu
yang
memberikan
perusahaan
kemampuan untuk bersaing seperti keahlian
khusus, aset fisik, asset SDM, dan aset organisasional.
  
Weakness (Kelemahan)
Thompson dan Strickland (2001, p.119) mendefinisikan kelemahan sebagai
sesuatu yang lemah
dilakukan oleh perusahaan atau sebuah kondisi yang
menyebabkan perusahaan mengalami kerugian.
Opportunities (Peluang)
Thompson dan Strickland (2001, p.127) menyatakan bahwa peluang pasar
yang paling relevan dengan pasar adalah
yang
menawarkan
kemungkinan
untuk peningkatan keuntungan di area potensial
kekuatan
kompetitif
perusahaan, dan yang sesuai dengan kemampuan sumber daya dan keuangan
perusahaan.
Threats (Ancaman)
Menurut Thompson dan Strickland (2001, p.127) faktor-faktor tertentu dari
lingkungan  eksternal  perusahaan  dapat  menyebabkan  ancaman  akan
perolehan keuntungan. Ancaman dapat berupa
meningkatnya pesaing
yang
menghasilkan produk yang lebih baik, penggunaan teknologi yang lebih baik,
dan sebagainya.
Nilai utama dari analisis SWOT
adalah untuk memberikan gambaran
mengenai 
bagaimana  strategi 
perusahaan 
dapat  diselaraskan 
dengan  kekuatan
sumber daya dan peluang pasar, juga untuk menentukan seberapa penting bagi
perusahaan untuk melakukan koreksi atas kelemahan perusahaan dan melindungi diri
dari ancaman yang muncul.
  
Berbagai Ancaman
Rangkuti
(2000,
p.19)
menyatakan
bahwa
kinerja
perusahaan
dapat
ditentukan  oleh  kombinasi  antara  faktor  internal  dan  eksternal.  Dalam  analisis
SWOT kedua faktor tersebutlah yang diperhatikan dan dibandingkan.
Berbagai Peluang
Kuadran III
Mendukung strategi
turn-
around
Kuadran I
Mendukung Strategi
Agresif
Kelemahan Internal
Kekuatan Internal
Kuadran IV
Mendukung strategi
defensif
Kuadran II
Mendukung strategi
diversifikasi
Sumber : Rangkuti, 2000, p.19
Gambar 2.6 Analisis SWOT
Rangkuti  (2000, 
p.20) 
memberikan  penjelasan 
dari 
perbandingan 
pada
analisis SWOT di atas sebagai berikut :
Kuadran 1
Ini 
merupakan 
situasi 
yang 
sangat 
menguntungkan.
Perusahaan 
memiliki 
peluang  dan 
kekuatan 
sehingga 
dapat
memanfaatkan peluang yang ada. Strategi yang harus diterapkan dalam
kondisi ini adalah yang mendukung kebijakan pertumbuhan agresif
(growth oriented strategy).
Kuadran 2
:  Meskipun  menghadapi  berbagai  ancaman,  perusahaan
masih   memiliki   kekuatan   dari   segi   internal.   Strategi   yang   harus
  
diterapkan adalah
menggunakan kekuatan
untuk memanfaatkan peluang
jangka panjang dengan strategi diversifikasi (produk/pasar).
Kuadran 3       : Perusahaan menghadapi peluang pasar yang sangat besar,
namun di sisi lain juga menghadapi kendala/kelemahan internal. Fokus
strategi
perusahaan
dalam kondisi
ini
adalah
meminimalkan
masalah
internal perusahaan sehingga dapat meraih peluang pasar yang lebih baik.
Kuadran 4
:
Ini merupakan situasi yang sangat tidak menguntungkan.
Perusahaan menghadapi berbagai ancaman dan kelemahan internal.
Matriks SWOT merupakan alat
yang dipakai
untuk
menyusun faktor-faktor
strategis perusahaan. Matrik ini dapat menggambarkan secara jelas bagaimana
peluang dan ancaman eksternal yang dihadapi perusahaan dapat disesuaikan dengan
kekuatan dan kelemahan yang dimilikinya. Matriks ini dapat menghasilkan empat set
kemungkinan alternatif strategis.
  
IFAS
EFAS
STRENGTHS (S)
Tentukan
faktor
kekuatan
internal
WEAKNESSES (W)
Tentukan  faktor 
kelemahan
internal
OPPORTUNITIES (O)
Tentukan
faktor
peluang
eksternal
STRATEGI SO
Ciptakan strategi
yang
menggunakan  kekuatan
untuk  memanfaatkan
peluang.
STRATEGI WO
Ciptakan strategi
yang
meminimalkan kelemahan
untuk  memanfaatkan
peluang.
THREATS (T)
Tentukan 
faktor   ancaman
eksternal
STRATEGI ST
Ciptakan strategi
yang
menggunakan  kekuatan
untuk mengatasi ancaman.
STRATEGI WT
Ciptakan strategi
yang
meminimalkan kelemahan
dan menghindari ancaman
Sumber : Rangkuti, 2000, p.31
Gambar 2.7 Matriks SWOT
2.9
Perancangan Situs
2.9.1
Interaksi Pengguna Dengan Sistem
Interaksi pengguna dengan sistem dapat digambarkan dengan
menggunakan
diagram use case. Seperti yang dinyatakan oleh Schmuller (1999, p.10) diagram use
case
merupakan
deskripsi
perilaku
sistem dilihat
dari
sudut
pandang
pengguna.
Marshall
(2000,
p.63)
mendeskripsikan
diagram
use
case
sebagai
diagram yang
menunjukkan
keperluan
dari
sistem dengan
mendefinisikan
bagaimana
sistem
digunakan oleh pihak eksternal
yaitu aktor. Aktor, secara
umum adalah orang atau
sistem lain,
menyebabkan sistem menjalankan
fungsinya dengan
mengirimkan
use
case.
  
Diagram use case
sangat bermanfaat bagi pengembang dan
merupakan tool
yang  telah  teruji  fungsinya  sebagai  pendukung  teknik  pengumpulan  kebutuhan
sistem dari
sudut pandang pengguna. Diagram use case
merupakan sebuah konsep
yang berguna untuk membantu analis memahami
bagaimana seharusnya sistem
berperilaku (Schmuller, 1999, p.75) . Ini sangat penting jika tujuannya adalah untuk
mengembangkan sistem yang dapat digunakan oleh orang dalam dunia nyata.
Menurut
Schneider
dan
Winters
(2001,
pp.28-34)
dalam mendeskripsikan
setiap use case dalam diagram use case dibutuhkan setidaknya 3 poin utama yaitu :
Precondition (kondisi awal)
Mengindikasikan
apa  
yang  
harusnya  
terjadi  
sebelum  
use   case
berlangsung
atau
kondisi
sistem apa
yang
seharusnya
terpenuhi
untuk
mengawali sebuah use case.
Flow of Events (alur kejadian)
Merupakan  serangkaian  pernyataan  deklaratif  yang  menunjukkan
langkah-langkah
dari
pelaksanaan use
case
dari
sudut
pandang
aktor.
Untuk
mengawalinya
digunakan
kalimat
Use case
diawali
ketika
....
(kondisi awal yang terpenuhi)”.
Sama
halnya
dengan
saat
use case
berakhir, dinyatakan dengan kalimat “Use case ini berakhir/selesai.”
Postcondition (kondisi akhir)
Mengindikasikan
apa
yang
seharusnya terjadi setelah sebuah use
case
selesai berlangsung atau kondisi apa yang seharusnya tercapai oleh sistem
setelah
use
case
berakhir.
Postcondition
harus
bernilai
benar
meskipun
ada cabang alternatif dari use case tersebut.
  
2.9.2
User Interface
Rayport  dan  Jaworski  mengajukan  fitur  perancangan  situs  yang  efektif
dengan
membagi ke dalam tujuh elemen perancangan
yang dinamakan sebagai 7Cs
Framework atau Kerangka Kerja 7Cs (Kotler, 2003, 48).
Penjelasan yang lebih terinci diperoleh dari Mohammed et al. (2003, p.183)
yang menunjukkan kerangka kerja 7Cs membantu manager dengan peta petunjuk
untuk
merancang sebuah
tampilan antar
muka atau screen to face interface. Hanya
dengan mengamati pelanggan aktual yang akan berinteraksi dengan situs maka
kerangka kerja ini dapat diterapkan dengan baik. Adapun spesifikasi dari kerangka
kerja ini adalah sebagai berikut :
Tabel 2.1 
7Cs dan Strategi Perancangan
7Cs
Tujuan dari Perancangan
Context
Fungsi
:
Situs
harus dapat diakses dengan cepat,
memiliki
arsitektur
informasi yang baik, dan memiliki fasilitas
pencarian yang efektif.
Estetika : Rancangan harus mencerminkan brand dan
pengalaman
pelanggan
secara offline;
menggunakan
multimedia jika dimungkinkan.
Content
Menyediakan isi untuk memenuhi baik kebutuhan kognitif
dan emosional. Menjaga agar halaman utama sederhana,
dengan panggilan efektif untuk aksi. Memastikan situs
selalu diupdate.
Community
Community  
tidak  
selalu  
digunakan  
oleh  
perusahaan
internet. Jika menyediakan fasilitas komunitas maka
pastikan partisipan dan pesan-pesan
mereka
memperkuat
brand.
  
Customization
Pengunjung 
situs 
memiliki  keinginan 
untuk  melakukan
kustomisasi dan personalisasi. Jika memungkinkan, buatlah
rancangan  yang  dapat  menfasilitasi  interaksi  dan
modifikasi oleh pengunjung.
Communication
Pastikan   pelanggan   mendapat   pesan   yang   dikirimkan
secara 
broadcast.
Tempatkan 
layanan 
informasi 
untuk
pelanggan pada situs.
Connection
Pertimbangkan untuk
melakukan
link dengan pihak ketiga
yang memberikan komplemen kepada situs.
Commerce
Menyediakan checkout yang aman
hanya
untuk informasi
penting, melindungi privasi pelanggan, memperbolehkan
pelacakan
order, dan
menyediakan
customer services,
dan
data konfirmasi pesanan.
Sumber : Mohammed et al. (2003)
2.9.3
Database
Menurut Faried Irmansyah pada situs
database
adalah kumpulan dari jenis data yang saling berhubungan satu dengan yang lainnya
yang
diorganisasikan
menurut
sebuah
skema atau
struktur
tertentu,
tersimpan
di
hardware komputer dan dengan menggunakan software komputer untuk melakukan
manipulasi tertentu.
Database 
dalam  perancangan 
situs 
menjadi  penting 
karena  adanya
pergerakan
situs
menjadi
dinamis
sehingga
membutuhkan database
untuk
menyediakan data yang dibutuhkan untuk mengupdate informasi pada situs. Di
samping itu, database pada situs juga berguna untuk menyediakan data mengenai
pelanggan agar dapat digunakan untuk keperluan pemasaran.
  
2.10
Kerangka Berpikir
Adapun kerangka berpikir dari penulisan skripsi adalah sebagai berikut :
Gambaran Umum
Proses Bisnis Berjalan
Analisis Lingkungan Bisnis
dengan Analisis Porter
Identifikasi Alternatif
Strategi dengan Matriks
SWOT
Penentuan Strategi yang
dikembangkan
Perumusan Detil Strategi
Tahap Perancangan
Rencana Implementasi
Gambar 2.8 Kerangka Berpikir Skripsi