BAB 2
LANDASAN TEORI
2.1. Tinjauan Pustaka
Peranan
sektor
jasa
terhadap
perekonomian di
Indonesia
sangat
besar.
Keberadaan jasa
sangat
penting,
karena
jasa
sangat
mendukung
dalam
pemasaran
barang atau produk.
Hal
ini terlihat pada perilaku konsumen yang apabila
membeli
barang tidak hanya dari wujudnya, tetapi juga dari faktor pelayanan yang diberikan.
a. Pengertian jasa
Perusahaan menawarkan berbagai
jenis
jasa
kepada
pasar,
namun
jasa
dapat
menjadi bagian kecil ataupun bagian utama dari tawaran yang diberikan perusahaan.
Menurut Kotler
sebagaimana yang dikutip oleh
Prof.J.Supranto
(
2001: 228
),
tawaran tersebut dapat diklasifikasikan sebagai berikut:
1)
Barang berwujud murni
Tawaran yang diberikan hanya berupa barang berwujud seperti: sabun,
pasta gigi ataupun garam.
2)
Barang berwujud disertai layanan
Tawaran
ini
terdiri
dari
barang
berwujud
yang
disertai
dengan
satu
atau beberapa
layanan dimana penjualannya
tergantung
kepada
kualitas produk tersebut dan tersedianya pelayanan pelanggan, seperti:
|
14
tersedianya
ruang
pamer,
perbaikan
dan
pemeliharaan, operator
dan
sebagainya.
3)
Campuran ( Hybrid )
Tawaran ini memberikan barang dan jasa dengan proporsi yang sama.
Misalnya seperti
yang
terjadi
di
restoran,
kita
dapat
menikmati
makanan dan pelayanan yang ditawarkan secara bersamaan.
4)
Jasa utama yang disertai barang dan jasa tambahan.
Merupakan tawaran
yang
terdiri
dari
jasa
utama
yang
disertai
jasa
tambahan dan barang pendukung lainnya. Contohnya seperti yang kita
alami
bila
ingin
menaiki
pesawat
terbang.
Dalam
hal
ini
berarti
kita
telah membeli jasa transportasi dan selama perjalanan kita ditawarkan
makanan,
minuman,
majalah
penerbangan. Untuk
dapat
menikmati
produk
yang
ditawarkan selama
perjalanan, maka
kita
harus
naik
pesawat terbang terlebih dahulu.
5)
Jasa murni
Tawaran
yang
diberikan hanya
berupa
jasa.
Seperti:
menjaga bayi,
memijat, psikoterapi, dan sebagainya.
Di bawah ini akan diuraikan mengenai beberapa pengertian jasa, antara lain :
Menurut
J. Soepranto ( 2001 : 227 ) bahwa definisi service adalah :
A
service
are
those
separately
identifiable,essential intangible
activities
which provide want satisfaction and that are not necessarily tied to the sales of
product or another service may or may not required, thee is no transfer of title
( permanent ownership ) to these tangible goods.
|
15
Arti dari definisi diatas adalah :
Jasa/service merupakan suatu
kinerja
penampilan, tidak
berwujud
dan
cepat
hilang,
lebih
dapat
dirasakan daripada
dimiliki,
serta
pelanggan lebih
dapat
berpartisipasi aktif dalam proses mengkonsumsi jasa tersebut.
Sedangkan pengertian jasa menurut Kotler ( 2004 : 276 ), yaitu :
A service is any activity or benefit that one party can offer to another that
essentially intangible and doesnt result in the ownership of anything.
Artinya
jasa
adalah
setiap tindakan
yang dapat
ditawarkan oleh
satu pihak
kepada
pihak lain, yang pada dasarnya tidak berwujud dan tidak mengakibatkan kepemilikan
apapun.
Menurut Zeithaml and Bitner ( 2000 : 3 ) yang menyatakan pengertian dari jasa
adalah :
Include
all economic activities
whose
output
is not
a
physical
product
or
construction, is generally consumed at the time it is produced, and provides
added value in form ( such as convenience, amusement, timeliness, comfort or
health ).
Artinya jasa
adalah
suatu
kegiatan
ekonomi
yang output-nya
bukan
produk
dikonsumsi bersamaan
dengan
waktu
produksi
dan
memberikan
nilai
tambah
( seperti : kenikmatan, hiburan, santai , sehat ) bersifat tidak berwujud.
Sedangkan pengertian jasa menurut William J. Stanton sebagaimana yang
dikutip oleh
DR. Buchari Alma
( 2000 : 204 ) adalah :
|
16
Servises are those separately identifiable, essentially intangible activity that
provide want-satisfaction, and that are not necessarily tied to the sale of a
product or another service. To produce a service may or may not require the
use
of
tangible
goods.
However,
when
such
use is no
transfer of the
title
( permanent ownership ) to these tangible goods.
Dari
definisi
diatas
dapat
disimpulkan
bahwa
pengertian
jasa
adalah
sesuatu
yang dapat diidentifikasi
secara terpisah, tidak berwujud, ditawarkan untuk
memenuhi
kebutuhan.
Jasa
dapat
dihasilkan
dengan
menggunakan benda-benda
berwujud atau tidak.
Dari
definisi-definisi di
atas,
maka
penulis
dapat
menarik
kesimpulan
bahwa
jasa/service
adalah
barang/produk yang
tidak
berwujud,
tidak
menimbulkan
suatu
kepemilikan dan tidak bertahan lama ( ephermal ).
2.1.1
Karakteristik Industri Jasa
Lebih
lanjut
Kotler
(2002)
menyatakan
bahwa
ada
empat
karakteristik pokok
jasa yang membedakannya dengan barang, yaitu:
1). Tidak berwujud (Intangibility).
Jasa
tidak
dapat
dilihat,
dirasa,
diraba, didengar ataupun dicium
sebelum dibeli.
Seseorang tidak
dapat
melihat
hasil
pastinya
sebelum
membeli
jasa
yang
diinginkannya terlebih dahulu. Oleh karena
itu,
untuk
mencari bukti dari kualitas
jasa yang diinginkan tersebut, mereka akan melihat dari tempat, orang, peralatan,
alat
komunikasi,
simbol
dan
harganya.
Tugas
penyedia
jasa
adalah
mengelola
bukti tersebut untuk mewujudkan sesuatu yang tidak berwujud.
|
17
2). Tidak terpisahkan (Inseparability).
Umumnya jasa dihasilkan dan dikonsumsi secara bersamaan dimana penyedia jasa
juga merupakan bagian dari jasa tersebut, baik penyedia
maupun konsumen akan
mempengaruhi jasanya.
3). Bervariasi (Variability).
Jasa tergantung kepada siapa yang menyediakan jasa tersebut, kapan dan dimana
jasa
tersebut diberikan.
Biasanya pembeli jasa akan
membicarakan dengan orang
lain sebelum memilih seorang penyedia jasa.
4). Mudah lenyap (Perishability).
Jasa
tidak
dapat
disimpan.
Dalam
arti,
akan
menjadi rumit
jika
permintaan
berfluktuasi. Contoh: Perusahaan transportasi
umum harus
memiliki lebih banyak
kendaraan
pada
jam
sibuk
karena
banyaknya
permintaan, namun tidak
menjadi
masalah bila permintaannya cukup merata sepanjang hari.
2.1.2
Klasifikasi Jasa
Dengan adanya variasi dari jasa, banyak pakar yang melakukan klasifikasi jasa,
dimana masing-masing ahli menggunakan dasar pembedaan yang disesuaikan dengan
sudut pandangnya. Menurut Evans and Berman sebagaimana yang dikutip oleh Fandy
Tjiptono ( 2005
:
26 ) , klasifikasi jasa
dapat
dilakukan
berdasarkan tujuh
kriteria,
yaitu :
|
18
1)
Segmen Pasar
Berdasarkan
segmen pasarnya, jasa dapat
dibedakan
menjadi
jasa
yang
ditujukan
pada
konsumen akhir
(
misalnya
taksi,
asuransi
jiwa
dan
pendidikan ) dan jasa konsumen organisasional ( misalnya biro periklanan,
jasa akuntansi dan perpajakan, dan jasa konsultasi
manajemen ).
2)
Tingkat keberwujudan
Kriteria
ini berhubungan dengan
tingkat keterlibatan produk
fisik dengan
konsumen.
Berdasarkan kriteria
ini,
jasa
dapat
dibedakan
menjadi
tiga
macam :
a)
Rented-goods services
Dalam jenis
ini,
konsumen
menyewa dan
menggunakan produk
tertentu
berdasarkan
tarif
yang disepakati
selama
jangka
waktu
tertentu. Konsumen
hanya
dapat
menggunakan
produk
tersebut,
karena
kepemilikannya tetap
berada
pada
pihak
perusahaan
yang
menyewakannya. Contohnya
:
penyewaan
mobil,
video
game,
VCD/DVD, villa.
b)
Owned-goods services
Pada
tipe
ini,
produk-produk
yang
dimiliki
konsumen direparasi,
dikembangkan atau
ditingkatkan
unjuk
kerjanya,
atau
dipelihara/dirawat oleh perusahaan jasa.
Jenis jasa
ini juga
mencakup
perubahan bentuk pada produk yang dimiliki konsumen. Contohnya :
|
19
jasa
reparasi,
pencucian mobil,
perawatan rumput
padang
golf,
pencucian pakaian, perawatan taman, dan sebagainya.
c)
Non-goods service
Karakteristik khusus
pada
jenis
ini
adalah
jasa
personal
bersifat
intangible ( tidak berbentuk produk fisik ) ditawarkan pada pelanggan.
Contohnya : dosen, ahli kecantikan, pemandu wisata, penerjemah
lisan, dan lain-lain.
3)
Keterampilan penyedia jasa
Berdasarkan tingkat keterampilan penyedia jasa, terdapat dua
tipe
pokok
jasa.
Pertama,
professional
services
(
seperti
konsultasi manajemen,
konsultasi hukum, pelayanan dan perawatan kesehatan, jasa arsitektur dan
konsultasi
perpajakan ).
Kedua,
non-professional
services
(
seperti
jasa
sopir taksi, penjaga malam, pengantar surat,dan lain-lain ).
4)
Tujuan organisasi jasa
Berdasarkan tujuan organisasi, jasa dapat diklasifikasikan
menjadi
commercial services atau profit services dan non-profit services.
Jasa komersial
masih
dapat dikelompokkan lebih
lanjut
kedalam sepuluh
jenis berikut ( Stanton,Etzel & Walker,1991 ) , yaitu :
a)
Perumahan/penginapan
meliputi penyewaaan apartemen, hotel,villa
dan rumah.
b)
Operasi rumah tangga,
meliputi perbaikan
rumah,
reparasi peralatan
rumah tangga dan pertamanan.
|
20
c)
Rekreasi dan hiburan, meliputi penyewaan dan reparasi peralatan yang
dipergunakan
untuk
aktifitas-aktifitas
rekreasi dan
hiburan
serta
admisi ( tiket masuk ) untuk segala macam hiburan, pertunjukkan dan
rekreasi.
d)
Personal care seperti laundry, dry cleaning dan perawatan kecantikan
e)
Perawatan kesehatan meliputi segala macam jasa medis dan kesehatan.
f)
Pendidikan swasta
g)
Bisnis dan jasa professional lainnya,
meliputi biro
hukum, konsultasi
pajak, konsultasi manajemen dan jasa komputerisasi.
h) Asuransi, perbankan
dan jasa finansial
lainnya, seperti asuransi
perorangan
dan
bisnis,
jasa
kredit dan pinjaman, konseling
investasi
dan pelayanan pajak.
i)
Transportasi meliputi jasa angkutan barang dan penumpang
j)
Komunikasi, terdiri atas telfon, computer, internet server providers.
Sementara itu jasa nirlaba ( non-profit ) memiliki karakteristik khusus,
yaitu
:
masalah
yang
ditangani
lebih
luas
dan
memiliki dua
publik
utama ( kelompok donator dan kelompok klien ).
5)
Regulasi
Dari
aspek
regulasi, jasa
dapat
dibagi
menjadi
regulated services
(
misalnya
jasa
pialang,
angkutan
umum
dan
perbankan )
dan
non-
regulated services
(
seperti
jasa
makelar,
katering,
kos
dan
asrama
serta
pengecetan rumah ).
|
21
6)
Tingkat intensitas karyawan
Berdasarkan tingkat
intensitas
karyawan,
jasa
dapat
dikelompokkan
menjadi
dua
macam :
equipment-based
services
(
seperti
cuci
mobil
otomatis, mesin ATM, dan lain-lain ) dan people-based services ( seperti
pelatih sepak bola, satpam, dan lain-lain ).
People-based services
masih dapat diklasifikasikan menjadi tiga kategori,
yaitu : tidak terampil, terampil dan pekerja
professional ( Kotler,2000 ).
7)
Tingkat kontak penyedia jasa dan pelanggan
Berdasarkan
tingkat kontak
ini, secara
umum
jasa
dapat
dibagi
menjadi
high
contact
services
(
seperti
universitas,
bank,
dokter,
penata
rambut,
juru
rias dan pegadaian) dan low-contact
services (
misalnya :
bioskop dan jasa layanan pos ).
|
![]() 22
Tabel 2.1
Contoh Klasifikasi Jasa
BASIS
KLASIFIKASI
KLASIFIKASI
1. Segmen Pasar
1. Konsumen Akhir
2. Konsumen Organisasional
1. Salon kecantikan
2. Konsultan sistem
Informasi
2. Tingkat Keberwujudan
1. Rented-goods services
2. Owned-goods services
3. Non-goods services
1. Penyewaan VCD
2. Reparasi computer
3. Pemandu wisata
3. Keterampilan Penyedia
Jasa
1. Professional services
2. Non-professional services
1. Akuntan
2. Tukang parkir
4. Tujuan Organisasi Jasa
1. Profit services
2. Non-profit services
1. Hotel
2. Yayasan social
5. Regulasi
1. Regulated-services
2. Non-regulated services
1. Jasa penerbangan
2. Katering
6. Tingkat Intensitas
Karyawan
1. Equipment-based services
2. People-based services
1. Mesin ATM
2. Pelatih Bola
7. Tingkat Kontak Penyedia
Jasa dan Pelanggan
1. High-contact services
2. Low-contact services
1. Universitas; RS
2. Bioskop; jasa pos
Sumber : Fandy Tjiptono ( 2005 : 28 )
2.1.3
Kepuasan dan Service Quality (SERVQUAL)
Kualitas (Quality) adalah sebuah pendekatan kepada
bisnis
dan
industri
yang
dimulai
dari
sudut
pandang pelanggan
yang bertujuan
untuk
menghasilkan produk
|
23
atau
jasa
yang
melebihi
apa
yang
diharapkan oleh
pelanggan
dari produk
atau
jasa
tersebut dan mengukur sampai dimana keberhasilan produk atau jasa tersebut (Hindle
and Thomas, 1994). Menurut Groonroos
(1984), kualitas jasa adalah penyampaian
jasa dari pihak pemberi jasa yang akan melebihi tingkat kepentingan pelanggan yang
dapat dinilai
dari kualitas
teknik
(outcome)
dan
pelayanan
(proses). Kualitas teknik
(outcome)
merupakan
hasil
kerja
penyampaian jasa
itu
sendiri
sedangkan
kualitas
pelayanan
(proses)
adalah
kualitas
yang
dapat
dinilai
dari
cara
penyampaian jasa
tersebut.
Berdasarkan
pengertian-pengertian tersebut,
maka
dapat
disimpulkan
bahwa
kualitas jasa merupakan tingkat keunggulan suatu jasa atau layanan yang dapat dinilai
dari cara penyampaian jasa
tersebut oleh pemberi
jasa ke penerima jasa yang dapat
menjadi tolak
ukur suatu keberhasilan jasa
untuk
menghasilkan layanan
yang
sesuai
dengan
kebutuhan
dan
keinginan
pelanggan sehingga
dapat
memenuhi bahkan
melebihi tingkat kepentingan atau harapan penerima jasa.
Menurut
Parasuraman,
Zeithaml.
(1985),
ada
dua
faktor
yang
mempengaruhi
kualitas jasa, yaitu jasa yang dirasakan (perceived service) dan jasa yang diharapkan
(expected
service).
Bila
jasa
dirasakan
lebih
kecil
daripada
yang diharapkan, para
pelanggan menjadi tidak tertarik
dengan penyedia
jasa
(kualitas
jasa
dipersepsikan
buruk
oleh
pelanggan). Bila
jasa
yang
dirasakan
sesuai
dengan
yang
diharapkan,
kualitas
jasa
dipersepsikan baik
dan
memuaskan
oleh
pelanggan.
Bila
jasa
yang
dirasakan
lebih besar daripada jasa
yang diharapkan, kemungkinan besar pelanggan
|
24
akan loyal dan menggunakan
penyedia jasa tersebut kembali (kualitas jasa
dipersepsikan ideal oleh pelanggan).
Lebih
lanjut
Parasuraman, Zeithaml
membentuk model
kualitas
jasa
yang
menggambarkan syarat-syarat utama yang dapat memberikan kualitas jasa yang tinggi
dengan
mengidentifikasikan 5
kesenjangan
(Gap)
yang
mengakibatkan
kegagalan
penyampaian jasa, seperti yang dapat dilihat pada gambar 1. yaitu:
1). Gap antara harapan konsumen dan persepsi manajemen.
Gap
ini seringkali disebabkan
manajemen tidak selalu
dapat
memahami
dengan
tepat
apa
yang
sebetulnya
diinginkan pelanggan.
Akibatnya
manajemen
tidak
mengetahui
bagaimana
produk
jasa
didesain
dan
jasa-jasa
pendukung
apa
saja
yang sebetulnya diinginkan oleh konsumen.
2). Gap antara persepsi manajemen dan spesifikasi kualitas jasa.
Gap
ini
dapat
disebabkan
tidak
ditetapkannya satu
kumpulan
standar
kinerja
tertentu
walaupun
manajemen
mungkin
telah
memahami secara
tepat
keinginan
pelanggan. Hal
ini
dapat
disebabkan
karena
tidak
adanya
komitmen total
pihak
manajemen terhadap kualitas jasa, kurangnya sumber daya ataupun karena adanya
kelebihan permintaan.
3). Gap antara spesifikasi mutu jasa dan penyampaian jasa.
Gap
ini dapat
disebabkan
karena
karyawan
kurang
terlatih,
tidak
mampu, tidak
mau memenuhi standar atau dihadapkan pada standar yang berlawanan.
|
![]() 25
4). Gap antara penyampaian jasa dan komunikasi internal.
Gap yang disebabkan perusahaan telah mendistorsi harapan pelanggan. Seringkali
harapan
konsumen
dipengaruhi oleh
pernyataan
dan
iklan
yang
dibuat
petugas
perusahaan.
Ternyata pada kenyataannya, pernyataan dan iklan
yang telah dibuat
tersebut
tidak
sesuai
dengan
apa
yang
dilihat
di
lapangan. Hal
ini
dapat
memberikan persepsi negatif terhadap kualitas jasa.
5). Gap antara jasa yang dialami dan diharapkan.
Gap
yang disebabkan adanya kekeliruan persepsi
yang diterima pelanggan
tentang kualitas jasa yang diberikan.
Komunikasi
dari
mulut
ke
mulut
Kebutuhan
Personal
Pengalaman
masa lalu
Gap
5
Jasa
yang
diharapkan
Konsumen
Jasa
yang
diterima
-------------------------------------------------------------------------------------------------------
Pemasar
Gap
1
Penyajian Jasa
(termasuk sebelum
dan
sesudah kontrak)
Gap
3
Gap
4
Komunikasi
eksternal
kepada
konsumen
Penerjemahan
persepsi ke dalam
spesifikasi
kualitas
Gap
2
Persepsi manajemen
terhadap harapan-
harapan konsumen
Gambar 2.1 Model Gap Kualitas Jasa (Parasuraman, Zeithaml, 1985)
|
26
Dari penjelasan tentang
kepuasan
dan
Servqual
di
atas
maka dapat
dijelaskan
bahwa
kita
harus
mengetahui apa
yang
menjadi
keinginan
pelanggan
dan
apakah
pelanggan telah mendapatkannya sesuai dengan yang diharapkannya.
Jadi dengan demikian terdapat 2 pernyataan yang
harus
kita peroleh dari pelanggan
yaitu
harapan
yang
diinginkan dan kenyataan yang
mereka
peroleh.
Tetapi
karena
jawaban-jawaban tersebut
masih
bersifat
abstrak
atau
kualiatatif,
maka
kita
harus
mengkuantifikasikannya.
Setelah
kita
memperoleh
ukuran-ukuran
secara kuantitatif
maka
data
jawaban
pelanggan dapat
diolah
secara
matematis
dan
hasil
yang
didapatkan lebih pasti. Untuk itu pertanyaan yang dapat digunakan adalah pertanyaan
dari konsep atau dimensi SERVQUAL itu sendiri.
2.1.4
Dimensi SERVQUAL
Banyak
penelitian
dilakukan
oleh para
pakar,
untuk
mengetahui secara
rinci
dimensi
kualitas
jasa
yang
mempengaruhi kualitas
jasa.
Termasuk
menentukan
dimensi mana yang paling berpengaruh dalam kualitas jasa tertentu.
Saat terjadinya kontak antara penyedia jasa dengan pengguna jasa sangat
penting artinya dalam proses penyampaian jasa, karena pada saat tersebut konsumen
mengadakan interaksi dan menilai kualitas jasa.
Dimensi kualitas jasa menurut Parasuraman, Zeithaml (1988), dapat dibagi ke
dalam lima dimensi kualitas jasa, yaitu :
|
27
1)
Kehandalan ( Reliability )
Artinya kemampuan untuk memberikan pelayanan yang sesuai dengan
janji yang ditawarkan.
2)
Daya Tanggap ( Responsiveness )
Yaitu
respon
atau
kesigapan
karyawan
dalam
membantu
pelanggan
dan
memberikan pelayanan yang
cepat
dan
tanggap,
yang
meliputi
kesigapan karyawan dalam melayani pelanggan , kecepatan karyawan
dalam menangani transaksi dan penanganan keluhan
pelanggan.
3)
Jaminan ( Assurance )
Meliputi kemampuan karyawan atas pengetahuan terhadap produk
secara tepat, kualitas keramahtamahan, perhatian dan kesopanan dalam
memberikan pelayanan,
keterampilan
dalam
memberikan informasi,
kemampuan dalam memberikan keamanan didalam memanfaatkan
jasa
yang
ditawarkan, dan
kemampuan dalam
menanamkan
keparcayaan pelanggan terhadap perusahaan.
4)
Empati ( Emphaty )
Yaitu
perhatian
secara
individual
yang
diberikan perusahaan
kepada
pelanggan,
seperti
kemudahan
untuk
menghubungi perusahaan,
kemampuan
karyawan
untuk
berkomunikasi dengan
pelanggan,
dan
usaha
perusahaan untuk
memahami
keinginan
dan
kebutuhan
pelanggannya.
|
28
5)
Berwujud ( Tangible )
Meliputi penampilan fasilitas fisik, seperti :
gedung dan ruangan front
office,tersedianya tempat
parkir,
kebersihan, kerapihan
dan
kenyamanan ruangan,
kelengkapan peralatan
komunikasi
dan
penampilan karyawan.
Dari
definisi-definisi dimensi
kualitas jasa
yang
telah disebutkan diatas
maka :
a. Reability diukur melalui :
1. Pemberian pelayanan terhadap pasien secara cepat dan tanggap.
2. Prosedur pengadministrasian serta pembayaran yang tidak sulit.
3. Tindakan yang cepat dan tepat terhadap pemeriksaaan, pengobatan dan
perawatan.
4. Pemeriksaaan laboratorium, kunjungan dokter dan perawatan dijalankan
dengan tepat.
5. Penerimaan hasil pemeriksaan secara cepat dan tepat.
b. Responsiveness diukur melalui :
1. Kesiagaan petugas kesehatan untuk membantu pasien.
2. Petugas memberikan informasi secara jelas dan mudah dimengerti.
3. Prosedur pelayanan yang tidak berbelit-belit.
4. Dokter dan perawat memberikan reaksi yang cepat dan tanggap terhadap
keluhan pasien.
5. Tidak menunggu pelayanan lebih dari 1 jam.
|
29
c. Assurance diukur melalui :
1. Pengetahuan dan kemampuan para dokter menetapkan diagnosis
penyakit
2. Keterampilan para dokter, perawat dan petugas lainnya dalam bekerja
3. Pelayanan yang sopan dan ramah
4. Adanya jaminan keamanan dan kepercayaan terhadap pelayanan.
d. Emphaty diukur melalui :
1. Memberikan perhatian secara khusus kepada setiap pasien.
2. Kepedulian terhadap kebutuhan dan keinginan pasien.
3. Pemberian pelayanan terhadap semua pasien tanpa pilih-pilih.
4. Tersedianya pelayanan kesehatan 24 jam.
e. Tangibles diukur melalui :
1. Penataan eksterior dan interior ruangan.
2. Kebersihan, kerapihan dan kenyamanan ruangan.
3. Kelengkapan, kesiapan dan kebersihan alat-alat yang dipakai.
4. Kerapihan dan kebersihan penampilan petugas ( karyawan ).
2.1.5
Penilaian konsumen terhadap kualitas jasa
Berbeda
dengan
produk,
penilaian
konsumen
terhadap
kualitas
jasa
terjadi
selama proses penyampaian jasa tersebut. Setiap kontak yang terjadi antara penyedia
|
30
jasa dengan konsumen
merupakan
gambaran
mengenai suatu moment of the truth,
yaitu suatu peluang untuk memuaskan konsumen atau tidak memuaskan konsumen.
Kualitas
harus
mulai
dari
kebutuhan pelanggan dan
berakhir
pada
persepsi
pelanggan. Hal ini berarti bahwa citra kualitas yang baik bukanlah berdasarkan pada
sudut pandang atau persepsi
penyedia
jasa,
melainkan
berdasarkan sudut pandang
atau persepsi pelanggan, karena
pelanggan yang
mengkonsumsi dan
menikmati jasa
yang
diberikan
oleh
perusahaan, sehingga
pelanggan
juga
yang
seharusnya
menentukan kualitas jasa yang akan atau telah diterimanya.
Dengan
menggunakan kelima dimensi kualitas
jasa
yang
dikemukakan oleh
Gronroos,
Parasuraman, Zeithaml
yang
dikutip
oleh
Farida
Jasfar
(
2002
:
65
),
menggambarkan bagaimana
mekanisme
dan
ukuran
mengenai
kualitas
jasa
dan
konsumen, yang berhubungan dengan persepsi konsumen terhadap kualitas jasa
( consumers perceveid service quality ).
|
![]() 31
Expected
Service
Perceived
Service
World of
Mouth
Personal Needs
Past Experience
Dimensions
of
Service Quality
Reliability
Responsiveness
Assurance
Emphaty
Tangibles
Perceived Service Quality
1.
Expectation exceeded
ES
<
PS (
Quality Surprise )
2.
Expectation met
ES
PS (
Satisfactory
Quality)
3.
Expectation not
met
ES
>
PS (
Unacceptable
Quality )
Sumber : Fitzsimmons dan Fitzsimmons sebagaimana yang dikutip oleh Farida
Jasfar ( 2002 : 65 )
Gambar 2.2 Persepsi Konsumen Terhadap Kualitas Jasa
(Consumers Perceived Service Quality)
Dalam
konteks
penilaian
kualitas
jasa,
telah
diperoleh
kesepakatan bahwa
harapan pelanggan memiliki peranan yang besar sebagai standar perbandingan dalam
evaluasi
kualitas
maupun
kepuasan. Harapan
ini
terbentuk dari
informasi
yang
diperoleh
melalui
teman,
keluarga
dan
lain-lain
(
word
of
mouth
),
kebutuhannya
(
personal needs ) dan juga pengalamannya mengkonsumsi jasa tersebut pada waktu
lalu ( past experience ).
Yang
dimaksud
dengan
kepuasan konsumen terhadap
suatu
jasa
adalah
perbandingan
antara
persepsinya
terhadap
jasa
yang
diterima
dengan
harapannya
|
32
sebelum
menggunakan jasa
tersebut.
Apabila
harapannya
terlampaui,
berarti
jasa
tersebut telah memberikan suatu kualitas
yang luar biasa dan juga akan menimbulkan
kepuasan yang sangat tinggi ( very satisfy ). Sebaliknya apabila harapannya itu tidak
tercapai,
maka
diartikan
kualitas
jasa tersebut
tidak
memenuhi
apa
yang
diinginkannya atau perusahaaan tersebut
gagal
melayani konsumennya. Dan apabila
harapannya sama dengan apa yang diperoleh dapat diartikan bahwa konsumen
tersebut puas ( satisfy ).
2.1.6
Kepuasan Pelanggan
Kepuasan merupakan fungsi
dari
persepsi
seseorang
yang
muncul
setelah
membandingkan
antara persepsi atau kesannya terhadap kinerja atau hasil suatu
produk atau jasa dan harapan-harapannya (Kotler, 2002). Menurut Simamora (2001),
kepuasan
merupakan pernyataan perasaan setelah
membandingkan harapan terhadap
produk
sebelum
membeli
dan
menghubungkannya
dengan
kenyataan
yang
telah
di
alami setelah mengkonsumsi produk atau jasa tersebut.
Pelanggan adalah pengguna akhir dari suatu produk atau jasa (Imper and Toffler,
2002).
Menurut Rangkuti (2002),
pelanggan adalah orang yang
menerima jasa yang
berperan sebagai penilai kualitas jasa.
Definisi
kepuasan
pelanggan
(Customer
Satisfaction)
yang
dikemukakan The
Chartered Management Institute (2003) adalah sebagai berikut: The Degree to which
customer expectations of a product or service are met or exceeded. Pendapat diatas
dapat diartikan bahwa kepuasan pelanggan menggambarkan tingkat harapan
|
33
konsumen
terhadap sebuah
produk
atau jasa
yang
saling
bertemu dan
dirasa
memuaskan.
Kepuasan pelanggan adalah persepsi terhadap suatu produk atau jasa yang telah
memenuhi harapannya, pelanggan
tidak akan puas
bila
pelanggan
mempunyai
persepsi bahwa
harapannya belum
terpenuhi dan
pelanggan akan
merasa puas
jika
persepsinya sama atau
lebih dari
yang diharapkan
(Irawan, 2002). Menurut Tjiptono
(1996),
harapan
pelanggan
merupakan
perkiraan
atau
keyakinan pelanggan
tentang
apa
yang
akan
diterimanya
bila
pelanggan
membeli
ataupun
mengkonsumsi barang
atau jasa, sedangkan kinerja
yang dirasakan merupakan persepsi pelanggan terhadap
apa yang telah diterima setelah mengkonsumsi produk yang dibelinya.
Dari definisi-definisi tersebut dapat dilihat adanya suatu kesamaan makna bahwa
kepuasan
pelanggan
merupakan suatu
perasaan
atau
penilaian
emosional
dari
pelanggan
atas
penggunaan suatu
produk
barang
atau
jasa
dimana
harapan
dan
kebutuhan mereka
terpenuhi. Penilaian
kepuasan
bagi
pelanggan
adalah
sebagai
berikut:
a)
Jika kinerja atau hasil suatu produk atau jasa tidak mencukupi atau berada
dibawah apa yang diharapkan pelanggan, maka pelanggan tidak akan puas
terhadap produk atau jasa yang ditawarkan.
b)
Jika kinerja atau hasil suatu produk atau jasa mencukupi dan berhasil
memenuhi
harapan pelanggan, maka pelanggan
akan puas
terhadap produk
atau
jasa
yang
ditawarkan.
|
34
c)
Jika kinerja atau hasil suatu produk atau jasa telah memenuhi dan ternyata telah
melebihi apa yang diharapkan pelanggan, maka pelanggan amat puas dan senang.
Lebih lanjut Irawan (2002) menyatakan bahwa terdapat lima komponen yang
dapat mendorong kepuasan pelanggan. Komponen-komponen tersebut antara lain:
1).
Kualitas produk.
Kualitas produk
mencangkup enam
elemen,
yaitu
performance, durability,
feature, reliability, consistency, dan design. Setelah
membeli dan
menggunakan
produk
tersebut,
pembeli
akan
puas
bila
ternyata
kualitas
produknya baik.
Contohnya, pelanggan
akan
puas
terhadap
televisi
yang
telah
dibelinya
bila
mampu
menghasilkan suara
dan
gambar
yang
baik,
tidak
cepat
rusak
dan
desainnya menawan.
2).
Harga.
Dalam
industri
ritel,
komponen harga
sangat
penting
karena
dinilai
mampu
memberikan kepuasan
yang
relatif besar.
Harga
yang
murah akan
memberikan
kepuasan
bagi
pelanggan yang
sensitif
terhadap
harga
karena
mereka
akan
mendapatkan value for money yang tinggi.
3).
Service quality.
Salah satu konsep service quality adalah ServQual. Berdasarkan konsep ServQual
,
komponen ini
mempunyai banyak
dimensi ,
yaitu
reliability, responsiveness,
assurance, emphaty,
dan
tangible.
Disamping
itu,
Service
Quality
sangat
tergantung dari tiga faktor, yaitu sistem, teknologi, dan manusia.
|
35
4).
Emotional factor.
Kepuasan yang diperoleh pada saat menggunakan suatu produk (mobil, kepuasan,
pakaian,
dan
sebagainya)
yang
berhubungan dengan
gaya
hidup.
Kepuasan
pelanggan didasari atas rasa bangga, rasa percaya diri, simbol sukses, bagian dari
kelompok
orang
penting,
dan
sebagainya. Contohnya, sesorang
akan
merasa
bangga dan
percaya diri setelah mengendarai mobil
yang memiliki brand image
yang baik.
5).
Kemudahan.
Komponen
ini
berhubungan
dengan biaya
untuk
memperoleh produk
atau
jasa.
Pelanggan akan
semakin
puas apabila
relatif
mudah,
nyaman
dan efisien
dalam
mendapatkan produk atau pelayanan.
Untuk
perusahaan-perusahaan yang
berfokus
pada
pelanggan,
kepuasan
pelanggan
adalah sasaran sekaligus alat pemasaran dari perusahaan tersebut, karena
perusahaan-perusahaan yang
mencapai tingkat kepuasan pelanggan yang tinggi akan
berusaha memastikan bahwa target market mereka mengetahuinya.
Secara
umum,
kualitas
adalah
dimensi yang
global
dan
relatif
tidak
sensitif
terhadap
perbedaan
segmen.
Karena
itu,
bila
ingin
membangun total
kepuasan
pelanggan dalam jangka panjang, komitmen terhadap kualitas akan
memberikan pay-
off
yang
setimpal
(Irawan,
2003).
Menurut Barsky
(1992),
kepuasan
pelanggan
merupakan
salah
satu
kunci
keberhasilan bisnis.
Hal
ini
dikarenakan
dengan
memuaskan konsumen, suatu perusahaan dapat
meningkatkan tingkat keuntungannya
dan mendapatkan pangsa pasar yang lebih luas.
|
36
2.2 Kerangka Pikiran
Usaha
suatu
perusahaan
agar
dapat
terus survive
di
pasar,
harus dapat
memelihara
dan
meningkatkan kepuasan
kepada
seluruh
stakeholdernya. Salah
satu
stakeholder terpenting
yang
harus
mampu
dipuaskan
adalah
pelanggan,
karena
merekalah
yang
mampu
memberikan
revenue
dan
profit
untuk
perusahaan. Dalam
industri
jasa
rumah
sakit, pasien adalah pelanggan
mereka.
Kepuasan
pelanggan
dapat dicapai bila layanan yang diharapkan atau tingkat kepentingan pelanggan sesuai
dengan
pelaksanaan
atau kinerja
yang telah dilakukan perusahaan.
Oleh karena
itu,
perusahaan
harus
senantiasa
memperhatikan berbagai
atribut-atribut
jasa
yang
dianggap penting oleh pelanggan, agar mereka puas dan terus menggunakan penyedia
jasa tersebut.
Perusahaan
jasa
harus
menyediakan produk
yang
bagus
dan
dibutuhkan
pelanggan serta memberikan jasa atau pelayanan yang terbaik untuk memuaskan para
pelanggannya.
Didalam
industri
jasa, pelanggan akan
menilai keseluruhan jasa
melalui kedua
faktor diatas, yaitu : kualitas produk
fisik dan kualitas jasa. Mengabaikan salah satu
dari kedua faktor diatas akan membuat bisnis tidak akan berhasil.
Sebuah
perusahaan yang
sudah
maju
dan
terpercaya
dituntut
oleh
para
pelanggannya untuk dapat selalu memberikan pelayanan yang memuaskan.
Untuk
menilai kualitas jasa tersebut, berarti harus
melakukan penilaian terhadap jasa
yang
diberikan
oleh
perusahaan
dan
jasa dinilai
oleh pelanggan
lewat
kualitas
dari
jasa tersebut.
|
![]() 37
Menurut Parasuraman, Zeithaml, kualitas
jasa dapat dievaluasi ke
dalam lima
dimensi, yaitu:
1)
Reliability ( kehandalan )
2)
Responsivesss ( daya tanggap )
3)
Assurance ( jaminan )
4)
Emphaty ( empati )
5)
Tangible ( berwujud )
Kualitas
harus
dimulai
dari
kebutuhan pelanggan dan
berakhir
pada
persepsi
pelanggan. Hal ini berarti bahwa citra kualitas yang baik bukanlah berdasarkan pada
sudut
pandang
atau
persepsi
pihak
penyedia
jasa,
melainkan
berdasarkan sudut
pandang
atau
persepsi
pelanggan,
karena
pelanggan
yang
mengkonsumsi dan
menikmati
jasa
yang
diberikan
oleh
perusahaan, sehingga
pelanggan
juga
yang
seharusnya menentukan kualitas jasa yang akan atau telah diterimanya.
R
e
li a b i li t y
A
s
s
u
r
a
n
c
e
T
a
n
g
i
b
l
e
K
e p u
a
s
a
n
P
a
s
i
e
n
E
m
p
a
t
h
y
R
e
s
p
o
n
s
i
v
e
n
e
s
s
Variabel Independen
Variabel Dependen
Gambar 2.3 Hubungan Antar Variabel Dalam Penelitian
|
![]() 38
Dari gambar di atas, dapat kita lihat bahwa segala perubahan yang akan terjadi
baik
peningkatan maupun
penurunan
intensitas
dari
faktor
reliability,
assurance,
tangible, empathy maupun responsiveness akan mempengaruhi kepuasan pasien.
Melalui
persepsi
dari
pasien
inilah
kita
dapat
mengetahui dari
kelima
faktor
tersebut yang
mempengaruhi kepuasan pasien di Rumah Sakit Kanker Dharmais.
Besar
kecilnya
pengaruh
faktor-faktor
tersebut dapat
dirumuskan
ke
dalam
suatu
persamaan regresi linier berganda sebagai berikut :
Y = a + b1
X1 + b
2
X2 +
+ b
n
X
n
Keterangan :
Y = Variabel tak bebas
X = Variabel bebas
a
=
Nilai konstan, yang merupakan nilai Y bila X = 0
b = Koefisien regresi
Persamaan regresi
di
atas
berarti
bila
nilai
X
meningkat,
maka
nilai
Y
juga
meningkat, dan sebaliknya jika nilai X menurun
maka
nilai Y juga menurun
dengan kata lain nilai Y berbanding lurus dengan nilai X.
2.3
Hipotesis
Dalam penelitian ini, penulis melakukan pengujian hipotesis dengan uji asosiasi
(hubungan) yang kemudian selanjutnya dapat dikategorikan
ke dalam hubungan
|
39
kolerasional
dan
hubungan
sebab-akibat. Dalam
uji
asosiasi
(hubungan)
ini
yang
dilakukan adalah hubungan antara satu variabel dengan variabel penelitian yang lain
yang
dapat berupa
hubungan korelasinal
dan
hubungan
sebab-akibat.
Tujuan
pengujian
hipotesis
ini
dilakukan
untuk
menentukan apakah
jawaban
teoritis
yang
terkandung dalam pernyataan hipotesis didukung
oleh
fakta
yang
dikumpulkan dan
dianalisis dalam proses pengujian data.
Untuk
menguji keseluruhan dari variabel independen di dalam persamaan
regresi
di atas,
maka
dilakukan
uji F
dengan
menggunakan
tingkat
alpha 0.05
dan
derajat bebas k dan n-k-1.
Hipotesis yang diajukan dalam penelitian ini adalah
:
H
0
:
Tidak ada variabel yang berpengaruh
H1
:
Minimal 1 variabel yang berpengaruh
Sehingga dengan demikian kesimpulan yang diharapkan dari
uji F
ini
adalah
tolak H
0
,
dengan kondisi :
F
hitung
>
F
tabel (a, v1, v2)
Keterangan :
a
=
0.05
v
1
=
k = jumlah variabel dependen
v
2
=
n k 1 (n = jumlah responden)
Jika menerima H
0
,
maka tidak ada variabel independen yang memiliki pengaruh
yang positif dan signifikan terhadap variabel dependen, tetapi sebaliknya jika
|
40
menolak
H
0
,
berarti
minimal
1
variabel
independen yang
berpengaruh
positif
dan
signifikan terhadap variabel dependen.
Karena
uji F
hanya digunakan
untuk
menunjukkan pengaruh secara
signifikan
variabel-variabel independen
secara
berkelompok
terhadap
variabel
dependen,
sehingga dengan demikian setelah melakukan uji F, maka dilakukan juga
uji
t
yang
bertujuan
untuk
mengetahui pengaruh
yang
signifikan
secara
individu
dari
setiap
variabel independen dalam persamaan regresi. Hipotesis yang digunakan adalah :
H0 : ß
i
=
0 (berarti tidak ada hubungan)
H1 : ß
i
?
0 (berarti ada hubungan)
Uji
t
pada
penelitian
ini
menggunakan tingkat alpha
(a) 0.10 dan
dengan degree of
freedom atau derajat bebas (df) n k 1. Uji t ini dilakukan tiap kali ada penambahan
variabel
independen ke dalam persamaan regresi. Sehingga dengan demikian,
maka
kesimpulan yang diharapkan dari uji t ini adalah tolak H
0
,
dengan kondisi :
t
hitung
>
t
tabel (a/2, n k 1)
Jika
hasil
yang
diperoleh
adalah
menerima H
0
,
berarti
tidak
ada
variabel
independen
yang
memiliki pengaruh
positif
dan
signifikan
terhadap
variabel
dependen, dan sebaliknya jika hasil yang diperoleh adalah menolak H
0
, berarti
variabel independen dalam persamaan secara individu memiliki pengaruh positif dan
signifikan terhadap variabel dependen.
|