BAB 2
LANDASAN TEORI
2.1.      Produksi
2.1.1.   Pengertian Produksi
Menurut James
L.
Riggs dalam bukunya ‘Production Systems: Planning, Analysis
and Control – third edition’, produksi adalah tindakan dengan tujuan dalam menghasilkan
sesuatu yang berguna.
Dengan
melihat
arti
diatas
maka
dapat
dikatakan bahwa
produksi
merupakan
kegiatan yang dilakukan, yang menghasilkan sesuatu yang berguna.
2.1.2.   Sistem Produksi
Menurut James
L.
Riggs dalam bukunya ‘Production Systems: Planning, Analysis
and Control – third edition’, sebuah sistem produksi adalah proses rancangan yang dimana
elemen-elemennya diubah menjadi produk yang berguna.
Sedangkan  menurut  Daniel  Sipper  dan  Robert  L.  Bulfin,  Jr.  dalam  bukunya
‘Production:
Planning,   Control,   and   integration’,   sistem   produksi   secara   formal
didefinisikan  sebagai  ‘apapun’  yang 
mengambil  input  / 
masukan  dan 
mengubahnya
menjadi output / keluaran hasil dengan nilai yang penting.
Dengan
melihat dua definisi
sistem
produksi
diatas
maka dapat
dikatakan
bahwa
sistem produksi
merupakan proses
yang
mengubah elemen-elemen sebagai
input
menjadi
suatu output, yang bisa berupa produk, yang memiliki kegunaan.
  
9
Tulang belakang
pada
sebuah
sistem produksi
adalah
proses pembuatan
produk /
manufakturnya, yang dimana merupakan sebuah alur proses yang dapat dibedakan menjadi
dua elemen utama yaitu alur material (secara fisik) yang dapat dilihat pada gambar 2.2, dan
alur informasi yang dapat dilihat pada gambar 2.1. (Daniel&Robert,1998,p22)
Forecasting
Master
Production
Schedule
Product
Structure
Customer
Orders
Shop Floor
Control
DATABASE
Purchasing
& Receiving
Engineering
Cost
Quality
Inventory
Gambar 2.1  Generic Production Information System
(Daniel&Robert,1998,p8)
  
10
PRODUCTION  SYSTEM
Production Floor
Raw
Finished
Supplier
Material
Goods
Customer
Inventory
Inventory
Gambar 2.2  Generic Physical Flow
(Daniel&Robert,1998,p8)
2.1.3.   Luas Produksi
Luas
produksi
merupakan jumlah
atau
volume
hasil
produksi
yang
seharusnya
diproduksikan oleh suatu perusahaan dalam satu periode. Oleh karena itu luas produksi
ini
juga
harus
direncanakan /
ditentukan
agar
perusahaan
dapat
memperoleh
laba
yang
maksimal.  Jadi  pengertian  luas  produksi  merupakan  ukuran  terhadap  apa  dan  berapa
banyak
barang
yang
diproduksi
oleh
suatu
perusahaan
tertentu.
Semakin
banyak barang
yang
diproduksi, baik
jumlahnya
maupun
jenisnya,
semakin
besar
luas
produksinya
(Sukanto&Indriyo,2000,p51-53).
Tiap
perusahaan
tentunya
memiliki
jumlah dan
jenis
sumber
daya produksi
yang
berbeda.
Jenis
dan
jumlah
faktor
produksi
ini
jumlahnya terbatas
dan
inilah
yang
menentukan jenis serta jumlah barang yang dihasilkan perusahaan. Oleh sebab itu penting
bagi
seorang
pimpinan
perusahaan bijaksana
dalam
mengambil keputusan
untuk
bisa
memanfaatkan faktor-faktor produksi
dengan seefektif
mungkin.
Berproduksi
lebih
dari
optimal 
berarti 
adanya 
sebagian 
barang-barang  hasil 
yang 
tidak 
akan 
terjual.
Ketidaktepatan  penentuan  luas  produksi  akan  berakibat  dalam  ketidaktepatan  alokasi
faktor-faktor produksi dan membuat kerugian finansial pada perusahaan. Disamping faktor-
  
11
faktor
produksi
yang
tersedia,
jumlah
permintaan akan
menentukan luas
produksi
yang
paling menguntungkan (Sukanto&Indriyo,2000,p53).
2.1.4.   Perencanaan Produksi dan Kontrol
Untuk
bisa
mencapai sebuah
produksi
yang
baik,
efisien
dan
efektif,
tentumya
diperlukan sebuah perencanaan serta pengontrolan pada produksi.
Perencanaan produksi
dan
kontrol,
menggabungkan alur
material secara
fisik dan
alur informasi supaya bisa mengatur sebuah sistem produksi. Fungsi perencanaan produksi
dan  kontrol 
mengintegrasikan  alur 
material  dengan 
menggunakan  sistem  informasi.
Interaksi
dengan
lingkungan eksternal
dilengkapi
dengan
peramalan
(forecasting)
dan
pembelian 
(purchasing). 
Peramalan 
permintaan  pasar 
memulai 
aktivitas 
proses
perencanaan  produksi  dan  kontrol.  Dan  pembelian  menghubungkan  sistem  produksi
dengan
inputnya
yang disediakan oleh supplier dari
luar. 
(Daniel&Robert,1998,p15&16).
Berikut dapat dilihat elemen-elemen proses perencanaan produksi dan kontrol pada gambar
2.3 :
  
12
Inventory Management
Production System
Production Floor
Raw
Finished
Supplier
Material
Goods
Customer
Inventory
Inventory
Work in Process
Purchasing
Forecasting
Long-range capacity planning
Production Planning
Short-range requirements (material capacity)
Scheduling
Cost Estimation and Quality Control
Gambar 2.3 Elements of production planning and controls
(Daniel&Robert,1998,p8)
2.1.5.   Keputusan Dalam Sistem Produksi
Setelah dibuat suatu perencanaan dan pengontrolan pada sistem produksi, tentunya
diperlukan  suatu  tindakan  dalam  pengambilan  keputusan  sebagai  tindak  lanjut  dalam
sistem
produksi
untuk
selanjutnya
supaya
suatu
organisasi
dapat
tetap
berjalan.
Berikut
tabel 2.1 yang dikutip dari buku ‘Production: Planning, Control, and
integration’ dapat dilihat pembagian keputusan dalam produksi atas tiga jangkauan waktu
yaitu panjang, menengah, dan juga pendek.
  
13
Long
(strategic)
top management
Intermediate
(tactical)
middle management
Short
(operational)
operational management
Time
Three to ten years
Six months to three years
One week to six months
Unit
Dollars; hours
Dollars; hours; product line;
product family
Individual products; product
family
Inputs
Aggregate forecast;
plant capacity
Intermediate forecast; capacity
and production levels taken from
long range plan
Short range forecast; work force
levels, processes; inventory levels
Decisions
Capacity; product;
supplier needs;
quality policy
Work force levels; processes;
production rates; inventory
levels; contracts with suppliers;
quality level; quality costs
Allocation of jobs to machines;
overtime; undertime;
subcontracting; delivery dates for
suppliers; product quality
Tabel 2.1 Production Planning Decisions
(Daniel&Robert,1998,p21)
2.2.
Pasar
Pasar juga merupakan faktor yang penting terutama dalam perputaran produk pada
suatu perusahaan. Hal ini jugalah
yang menentukan tingkat permintaan akan suatu produk
di pasaran.
2.2.1.   Pengertian Pasar
Definisi pasar menurut The Investor Learning Centre of Canada :
“Market  is  (1)  The  place  where  buyers  and  sellers  meet  to  exchange  goods
and services. (2) The demand, actual or potential, for a product or service.”
(The Investor Learning Cent®e of Canada ,www.geoshares.com/glossary.htm,2005
)
Sedangkan  menurut  NetMBA  (Internet  Center  for  Management  and  Business
Administration, Inc.) :
  
14
“In marketing, the term market refers to the group of consumers or organizations
that is
interested in the product, has the resources to purchase the product, and
is
permitted by law and other regulations to acquire the product.”
(
)
Jadi dapat dikatakan bahwa pasar merupakan tempat pertemuan antara penjual dan
pembeli
produk,
yang
bisa
berupa barang
/
jasa,
yang
sedang
mencari produk
tersebut
dikarenakan tertarik pada produk, memiliki sumber / kekuatan untuk membeli produk (atau
dengan kata
lain
memiliki kemampuan untuk membeli) serta
memiliki ijin
hukum untuk
mendapatkan produk tersebut.
Menurut NetMBA, definisi pasar dapat ditunjukkan dengan diagram
gambar 2.4
berikut :
Total population
Potential Market
Available Market
Qualified Available
Market
Target Market
Penetrated
Market
NetMBA.com
Gambar 2.4 Definisi Market
(NetMBA,www.NetMBA.com, 2005)
  
15
Dimulai dari total / jumlah suatu populasi, terbagi lagi menjadi beberapa tipe yang
dapat dilihat semakin memusat ke dalam lingkaran pada gambar 2.1, yaitu :
-
Potential Market : adalah mereka yang berada dalam total populasi tertarik untuk
mendapatkan produk / barang.
-
Available  Market  : adalah mereka yang berada dalam potential market yang
mempunyai cukup uang untuk membeli produk / barang.
-
Qualified Available
Market : adalah
mereka
yang berada dalam available
market
yang secara legal diijinkan untuk membeli produk / barang.
-
Target Market (The Served Market) : merupakan segmen dari Qualified Available
Market yang ditangani oleh perusahaan untuk dilayani.
-
Penetrated  Market  : adalah mereka yang termasuk dalam target yang sudah
membeli produk / barang.
Adapun
ukuran
dari
tipe-tipe market
diatas
tidak
terlalu
perlu
untuk
dipastikan
secara
fix,
karena
bisa
saja
misalnya
ukuran
ketersediaan akan
sebuah
produk
dapat
meningkat dengan menurunnya harga produk, atau ukuran The Qualified Available Market
dapat meningkat dengan adanya perubahan di badan legislatif hukum yang bisa berdampak
pada
pengawasan ketat
pada
siapa
saja
yang
bisa
/
dapat
membeli
barang.
(
)
  
16
2.2.2.   Permintaan pasar
Menurut The Investor Learning Centre of Canada :
“Demand 
is 
the 
combined 
desire, 
ability 
and 
willingness 
on   the 
part 
of
consumers  to  buy  goods  or  services.  Demand  is  determined  by 
income  and
by price, which is, in part, determined by supply.”
(
The Investor Learning Centre of Canada ,www.geoshares.com/glossary.htm,2005
)
Di
titik
waktu
kapanpun,
secara
keseluruhan
permintaan
akan
sebuah
produk
/
jasa
ada
batasnya.
Yang
dimana berarti ada sejumlah pelanggan tetap
yang membeli pada tingkat
pembelian
tertentu
sehingga
dapat
dikatakan bahwa
ada
tingkat
tertentu
pula
untuk
permintaan pasar.
Pelanggan  yang 
berpotensi  untuk 
membeli 
produk, 
membantu 
dalam
mendefinisikan
tingkat
pemintaan pasar
masa
depan.
Pada
pasar
yang
telah
bertumbuh,
potensial   pasar   (jumlah   maksimum   pelanggan)   sangat   erat   hubungannya   dengan
permintaan pasar
(jumlah pelanggan
yang ada). Juga pada pasar
yang sedang bertumbuh,
permintaan pasar akan
meningkat
seiring dengan pertambahan pelanggan
yang
memasuki
pasar (Roger,2004,p57).
Permintaan
pasar akan
sebuah
produk
ditunjukkan
oleh jumlah
pelanggan
dalam
pasar dan jumlah pembelian mereka (Roger,2004,p68).
Selain
itu,
menurut Roger pada bukunya ‘Market-Based Management’ (2004,p63),
ada lima kekuatan yang membatasi permintaan pasar, yaitu :
Awareness  
:
pelanggan
potensial
akan
membeli
produk
jika
mereka
mengetahui
/
menyadari
bahwa
produk
tersebut
ada
dan dapat diketahui
dengan
pasti keuntungan
dari produk itu.
  
17
Availability  : pelanggan potensial tahu / sadar,
mampu
untuk membeli, dan
memiliki
keinginan
untuk
membeli, tapi produk
barang /
jasa
yang diinginkan tidak tersedia di
pasar daerah mereka.
Ability
to
Use
:
Meski produk dapat
dibeli dan
menarik,
tetapi
pelanggan tidak
bisa
menggunakan produk
tersebut.
Pelanggan
seperti
ini
kurang
pengetahuan, sumber-
sumber
lain,
dan/atau
persyaratan
yang
dibutuhkan
untuk
membuat
produk
atau
jasa
menjadi bisa dipakai.
Benefit Deficiency : Kunci keuntungan pada produk barang atau jasa yang tidak penting
(atau bahkan tidak menarik) bagi sebagian pelanggan potensial.
Affordability : Terlepas dari ke-menarik-an atau keuntungan yang terlihat, biaya / harga
produk terlalu tinggi untuk beberapa pelanggan.
2.3.
Peramalan
2.3.1.   Pengertian Peramalan
Peramalan adalah suatu tingkat permintaan yang diharapkan oleh suatu produk atau
beberapa produk dalam periode waktu tertentu dimasa akan datang. Untuk
membuat suatu
peramalan
yang
mempunyai
arti
besar,
maka
peramalan
harus
direncanakan dan
dijadwalkan sehingga
kesalahan
yang
dihasilkan
bisa
ditekan
sekecil
mungkin
(Biegel,1992,p19).
Levine,   Stephan,   Krehbiel,   dan   Barenson   (p654,2002)   mengatakan   bahwa
peramalan adalah sebuah teknik yang dapat digunakan untuk membantu perencanaan untuk
kebutuhan masa depan berdasarkan pengalaman masa lalu.
  
18
2.3.2.   Sistem peramalan
Sistem peramalan perlu diidentifikasikan pertama kali sebelum sebuah keputusan
terhadap metode peramalan apa yang mau digunakan. Untuk lebih jelasnya berikut gambar
2.5  yaitu  alur  dalam 
merancang  sebuah  sistem  peramalan  yang  diambil  dari  buku
‘Production: Planning, Control, and integration’ oleh Sipper dan Robert L. Bulfin, Jr.
Forecast Need
No
Data
Available ?
Collect
Data ?
Yes
Yes
Analyze Data
No
No
Quantitative ?
Yes
Causal Factors ?
No
Yes
Time Series Approach
Qualitative Approach
Choose Method
Validation
Causal Approach
Select Model
Choose Method
Estimate Parameters
Select Model Choose
Method Estimate
Parameters
Model Validation
Model Validation
Gambar 2.5 Designing a forecasting system
(Daniel&Robert,1998,p90)
  
19
2.3.3.   Kebutuhan dan Kegunaan Peramalan
Sering
terdapat
senjang
waktu
(time
lag)
antara
kesadaran akan
peristiwa
atau
kebutuhan mendatang dengan peristiwa iu sendiri. Adanya tenggang waktu (lead time) ini
merupakan alasan utama bagi perencanaan dan peramalan. Jika tenggang waktu ini nol atau
sangat kecil, maka perencanaan tidak diperlukan. Jika waktu tenggang ini panjang dan hasil
peristiwa
akhir
bergantung
pada
faktor-faktor
yang
dapat
diketahui,
maka
perencanaan
dapat
memegang peranan
penting.
Dalam
situasi
seperti
itu
peramalan
diperlukan
untuk
menetapkan kapan
suatu peristiwa akan terjadi atau timbul, sehingga tindakan
yang tepat
dapat dilakukan.
Peramalan
merupakan bagian
integral
dari
kegiatan
pengambilan keputusan
manajemen.
Organisasi
selalu
menentukan
sasaran
dan
tujua, berusaha
menduga
faktor-
faktor
lingkungan,
lalu
memilih tindakan yang diharapkan akan
menghasilkan pencapaian
sasarn
dan
tujuan
tersebut.
Kebutuhan akan
peramalan
meningkat sejalan
dengan
usaha
manajemen 
untuk   mengurangi 
ketergantungannya 
pada   hal-hal 
yang   belum 
pasti.
Peramalan
menjadi
ilmiah
sifatnya dalam
menghadapi lingkungan
manajemenn.
Karena
setiap
bagian
organisasi berkaitan
satu
sama
lain,
baik
buruknya
ramalan
dapat
mempengaruhi   seluruh   bagian   organisasi   (Makridakis,   Wheelwright,   McGee,pp14-
16,1999).
2.3.4.   Jenis-jenis Metode Peramalan
Levine,
Stephan,
Krehbiel,
dan
Barenson
(p655,2002)
mengatakan ada
dua
pendekatan umum
untuk jenis
metode peramalan yaitu kualitatif
dan
kuantitatif.
Metode
peramalan kualitatif penting saat
data
historis tidak tersedia, namun
metode
ini
bersifat
  
20
sangat subjektif dan membutuhkan penilaian dari pakar. Di lain pihak peramalan kuantitatif
menggunakan data historis yang ada. Tujuan metode ini adalah mempelajari apa yang telah
terjadi di masa lalu untuk meramalkan nilai-nilai yang akan datang.
2.3.5.   Metode Peramalan Kuantitatif
Menurut   Makridakis,   Wheelwright,   dan   McGee   (pp19-20,1999),   peramalan
kuantitatif dapat diterapkan bila terdapat tiga kondisi sebagai berikut:
1.
Tersedia  informasi  tentang  masa 
lalu  dengan  jumlah 
minimal  sesuai  dengan
metode peramalan
yang digunakan.
2.
Informasi 
tersebut 
dapat 
dikuantitatifkan 
dalam 
bentuk 
data 
numerik. 
Data
numerik sendiri mempunyai empat ukuran variabel atau skala, yaitu:
1.
Skala Nominal: hanya untuk membedakan kelompok mana yang
menjadi objek penelitian.
2..
Skala Ordinal : mengelompokan responden dalam kategori tertentu
dan mengurutkannya.
3.
Skala Interval : dapat menentukan jarak antara dua titik dalam variabel
yang digunakan.
4.
Skala Rasio : selain membedakan, juga memberikan urutan,
menentukan jarak, dan memiliki titik asal.
3.
Dapat
diasumsikan
bahwa
beberapa
aspek
pola  masa  lalu  akan  terus  berlanjut
di masa mendatang.
  
21
Jadi
pada
dasarnya,
metode
peramalan
kuantitatif
dapat
dibedakan
atas
(Assauri,1984,p9) :
1.
Metode  peramalan 
yang  didasarkan  atas 
penggunaan  analisa  pola 
hubungan
antara  variabel  yang  akan  diperiksa  dengan  variabel  waktu,  yang  merupakan
deret waktu atau time series.
2.
Metode  peramalan 
yang  didasarkan  atas 
penggunaan  analisa  pola 
hubungan
antara
veriabel    yang    akan   
diperkirakan   
dengan    variabel   
lain    yang
mempengaruhinya,
yang
bukan
waktu,
yang
disebut
metode
korelasi
atau
sebab
akibat (causal methods).
2.3.6.   Metode Peramalan Deret Berkala
Metode
peramalan deret
berkala,
atau
yang
biasa
juga
disebut
deret
waktu (time
series),
merupakan salah satu
metode
yang termasuk
dalam
metode peramalan kuantitatif
selain metode regresi / kausal.
Menurut Levine, Stephan, Krehbiel, dan Barenson (p655,2002),
metode peramalan
deret
berkala
melibatkan proyeksi
nilai
yang
akan
datang
dari
sebuah
variabel
dengan
berdasarkan seluruhnya pada pengamatan masa lalu dan sekarang dari variabel tersebut.
2.3.7.   Metode Pemulusan
Metode pemulusan atau yang biasa juga disebut metode smoothing, termasuk dalam
metode
peramalan
deret
berkala
dimana
menurut
Makridakis, Wheelright,
dan
McGee
(p78,1999)
metode
pemulusan
memiliki
dasar
metode
yaitu pembobotan
sederhana
atau
pemulusan pengamatan masa
lalu dalam suatu deret berkala
untuk
memperoleh ramalan
  
22
masa mendatang. Dalam permulusan nilai-nilai historis ini,
galat acak dirata-ratakan untuk
menghasilkan ramalan
”halus”. Keuntungan utamanya adalah biaya
yang
rendah, mudah
digunakan
dalam
penerapannya, dan
kecepatannya
untuk
diterima.
Karakteristik
ini
membuatnya menarik
terutama bila
ingin meramalkan sejumlah besar
item dan
bilamana
horison waktunya relatif pendek (kurang dari 1 tahun).
Metode pemulusan terdiri atas metode pemulusan perataan yang dimana melakukan
pembobotan
yang
sama
terhadap
nilai-nilai
pengamatan sesuai
dengan
pengertian
konvensional tentang nilai tengah, dan satu lagi yaitu metode pemulusan eksponensial yang
menggunakan bobot berbeda
untuk data
masa
lalu,
dan
karena bobotnya berciri
menurun
seperti eksponensial dari titik data yang terakhir sampai dengan yang terawal.
2.3.7.1.Metode Pemulusan Eksponensial
Menurut
Makridakis, Wheelright, dan
McGee
(p101,1999),
metode
pemulusan
eksponensial (exponential
smoothing)
merupakan prosedur
pemulusan
eksponensial
yang
menunjukkan pembobotan menurun
secara eksponensial terhadap
nilai
pengamatan
yang
lebih tua.
Metode
pemulusan eksponensial terdiri atas
tunggal,
ganda, dan
metode
lainnya
yang
lebih
rumit.
Semuanya
mempunyai sifat
yang
sama
yaitu
harus
diberi bobot
yang
relatif
lebih
besar
dibanding
nilai
pengamatan yang
lebih
lama.
Dalam
exponential
smoothing, terdapat satu atau lebih parameter pemulusan yang ditentukan secara eksplisit,
dan hasil pilihan ini menentukan bobot yang dikenakan pada nilai observasi.
  
23
2.3.7.2.Metode Pemulusan Eksponensial Holt-Winters
Adapun
metode pemulusan (smoothing)
yang akan digunakan pada penulisan kali
ini
adalah
metode
pemulusan dengan tiga parameter
untuk
tipe
data
yang
mengandung
kecenderungan (trend)
dan
musiman
(seasonal)
yang
biasa
disebut
juga
dengan
metode
Holt-Winters.
Metode
Holt-Winters merupakan
ekstensi
dari
metode Holt
yang
dimana
metode
Holt
merupakan
metode
pemulusan
dengan
dua
parameter
(pemulusan
ganda)
untuk tipe data yang mengandung kecenderungan (trend).
Untuk
deret
data
musiman,
metode
Holt-Winters merupakan
satu-satunya
pendekatan pemulusan yang banyak digunakan. Terdapat pendekatan pemulusan musiman
yang lain namun jarang digunakan.
Kelemahan
utama
dari
metode
Holt-Winters
yang
menghambat penggunaannya
secara
meluas adalah bahwa
metode
ini
memerlukan tiga parameter pemulusan (a,
ß, dan
?).
Karena
setiap parameter
ini
dapat
benilai
antara 0
hingga
1,
maka
banyak
kombinasi
yang
harus dicobakan sebelum nilai a, ß, dan ?,  yang optimal dapat ditentukan. Terdapat
metode alternatif yang dapat menentukan nilai parameter yang optimal, namun
metode itu
memerlukan
banyak
perhitungan.
Lagipula
sekali
nilai
optimal
telah
dapat
ditentukan,
maka untuk mengubahnya tidaklah mudah bila terjadi perubahan dasar dalam data.
Salah satu
masalah dalam penggunaan metode
ini
adalah dalam
menentukan nilai
yang
optimal
untuk
a,
ß,
dan
?
tersebut
yang
akan
meminimumkan nilai
MSE
(Mean
Squared
Error)
atau
MAPE
(Mean
Absolute
Percentage
Errror).
Pendekatan yang
dilakukan
untuk
menentukan nilai
ini
biasanya
secara
coba
dan
salah.
Namun
hal
ini
memakan banyak waktu. (Makridakis et al., 1999, p127)
  
24
Cara lain
untuk mengurangi keraguan tentang nilai optimal adalah dengan mencari
nilai taksiran awal yang baik untuk persamaan Lt, Tt, dan St,
lalu
menetapkan nilai
yang
kecil untuk a, ß, dan ? (sekitar 0,1 sampai 0,2). Sistem peramalan kemudian akan bereaksi
secara
lambat
tetapi
tetap bereaksi terhadap
perubahan
dalam
data.
Kerugiannya
adalah
bahwa
strategi
ini
memberikan sistem
yang
kurang
responsif.
Namun
demikian
hal
ini
seringkali bermanfaat
untuk mencapai stabilitas jangka panjang dan
menyediakan metode
yang
umum dan
murah
untuk peramalan semua
jenis data
musiman. (Makridakis et al.,
1999, p138).
Metode Holt-Winters memiliki dua tipe yaitu tipe aditif dan multiplikatif.
2.3.7.2.1.Metode Holt-Winters Aditif
Menurut
Montgomery, Johnson, dan Gardiner
dalam buku
mereka
‘Forecasting
and Time Series Analysis – second edition‘ :
Model
ini
(model
musiman
aditif) cocok
untuk peramalan deret
berkala (time
series) yang dimana amplitudo (atau ketinggian) pola
musimannya tidak tergantung pada
rata-rata level atau tingkatan dari deret data (Montgomery, Johnson&Gardiner,1990,p146).
Metode ini memiliki empat persamaan yaitu :
Pemulusan Keseluruhan (Level)
L
t
=
a
(Y
t
S
t–s
)
+
(1 – a) (L
t
1
+
T
t
1
),
Persamaan 2-1
Pemulusan Trend
T
t
=
ß
(L
t
L
t-1
)
+
(1 – ß) T
t–
1
,
Persamaan 2-2
Pemulusan Musiman
St
=
?
(Y
t
L
t
)
+ (1 – ?) S
t–s
,
Persamaan 2-3
  
25
Ramalan
F
t+p  
=
(L
t
+
T
t
p) + S
t–s+p
Persamaan 2-4
Keterangan :
L
t
a
=
=
nilai pemulusan atau estimasi nilai tingkatan / level ke-t.
konstanta/koefisien pemulusan untuk level.
Y
t
ß
=
=
nilai pengamatan atau nilai yang sebenarnya pada waktu ke-t
konstanta/koefisien pemulusan untuk estimasi trend
T
t
?
=
=
estimasi trend.
konstanta/koefisien pemulusan untuk estimasi musiman.
St
p
s
=
=
=
estimasi musiman.
banyaknya periode yang akan diramalkan ke depannya.
panjangnya musiman.
F
t+p
=
nilai peramalan selama p periode ke depan (Y
t+p
)
Besarnya
koefisien
a,
ß, ?,   memiliki
jarak (range) dari 0,1
s/d 0,9. Pemilihan
pemakaian besarnya bobot koefisien pemulusan a,
ß, ?, dapat dilakukan secara subyektif,
atau dengan melihat tingkat kesalahan / eror pengukuran peramalan seperti MAPE (Mean
Absolute
Percentage
Error)
yang dihasilkan
berbeda-beda pada
masing-masing besarnya
a, ß, ?.
Hal tersebut dapat dilakukan secara coba dan salah (Trial and Error).
Untuk memulai perhitungan, diperlukan penentuan nilai awal untuk Lt, Tt, dan St.
Satu pendekatan dalam penentuan nilai awal tersebut adalah dengan menentukan perkiraan
awal
nilai
level
sama dengan
nilai awal
data.
Lalu
trend
kemudian
diperkirakan
sama
  
26
dengan
nol (0), dan
musiman
yang
masing
-masing
ditentukan sama
dengan
satu
(1,0)
selama satu masa awal periode musiman pada data.
(Hankee&Wichern,p127,2005).
2.3.7.2.2.Metode Holt-Winters Multiplikatif
Menurut
Montgomery, Johnson, dan Gardiner
dalam buku
mereka
‘Forecasting
and Time Series Analysis – second edition‘ :
Model musiman
multiplikatif cocok
untuk peramalan deret
berkala (time
series)
yang dimana amplitudo (atau ketinggian) dari pola musimannya proporsional dengan rata-
rata level atau tingkatan dari deret data (Montgomery, Johnson&Gardiner,1990,p138).
.              Seperti   halnya   pada  
metode   Holt-Winters   aditif,  
metode  
Holt-Winters
multiplikatif juga
memiliki
empat
persamaan
dengan
sedikit
perbedaan
yaitu
pada
persamaan 2-5 dengan persamaan 2-1, persamaan 2-7 dengan persamaan 2-3, persamaan 2-
8 dengan persamaan 2-4, dimana :
•      
Pemulusan Keseluruhan (Level)
L
t
=
Y
t
+
(1 – a) (L
t
¹
+
T
t
1
),
Persamaan 2-5
S
t–s
•      
Pemulusan Trend
T
t
=
ß
(L
t
L
t-1
)
+
(1 – ß) T
t–
1
,
Persamaan 2-6
•      
Pemulusan Musiman
St
=
?
Y
t
 
+
(1 – ?) S
t–s
,
Persamaan 2-7
L
t
Ramalan
F
t+p  
=
(L
t
+
T
t
p) S
t–s+p
Persamaan 2-8
  
27
Keterangan :
L
t
=
nilai pemulusan atau estimasi nilai tingkatan / level ke-t.
a
=
konstanta/koefisien pemulusan untuk level.
Y
t
=
nilai pengamatan atau nilai yang sebenarnya pada waktu ke-t
ß
=
konstanta/koefisien pemulusan untuk estimasi trend
T
t
=
estimasi trend.
?
=
konstanta/koefisien pemulusan untuk estimasi musiman.
St
=
estimasi musiman.
p
=
banyaknya periode yang akan diramalkan ke depannya.
s
=
panjangnya musiman.
F
t+p
=
nilai peramalan selama p periode ke depan (Y
t+p
)
Seperti
halnya pada
metode holt-winters aditif, besarnya koefisien a,
ß, ?,  pada
metode
holt-winters
multiplikatif memiliki
jarak
(range)
dari
0,1
s/d
0,9.
Pemilihan
pemakaian besarnya bobot koefisien pemulusan a,
ß, ?, dapat dilakukan secara subyektif,
atau dengan melihat tingkat kesalahan / eror pengukuran peramalan seperti MAPE (Mean
Absolute
Percentage
Error)
yang dihasilkan
berbeda-beda pada
masing-masing besarnya
a, ß, ?. Hal tersebut dapat dilakukan secara coba dan salah (Trial and Error).
Begitu pula
halnya
untuk penentuan nilai awal Lt,
Tt, dan St, pada
holt-winters
multiplikatif
juga
memiliki
cara
penentuan
dengan
pendekatan
nilai
yang
sama
dengan
holt-winters
aditif, dimana
perkiraan awal
nilai
level sama dengan
nilai awal
data.
Lalu
trend kemudian diperkirakan sama
dengan
nol
(0),
dan
musiman
yang
masing
-masing
ditentukan
sama
dengan
satu (1,0). Hal
ini
berlaku
hanya
untuk
satu
masa awal
periode
musiman pada data.
  
28
2.3.8.   Keuntungan Penggunaan Metode Pemulusan
Menurut
Makridakis, Wheelwright, dan
McGee
(pp103-104,1999),
beberapa
keuntungan menggunakan metode pemulusan (smoothing) adalah:
Metode
ini
banyak
mengurangi masalah
penyimpanan
data,
karena
tidak
perlu
lagi
menyimpan semua data
histories atau
sebagian daripadanya. Hanya pengamatan terakhir,
ramalan terakhir, dan suatu nilai konstanta yang harus disimpan.
Persamaannya mengandung prinsip dasar yang sama dengan alat pengendali otomatis yang
jika digunakan secara tepat dapat mengembangkan suatu proses mengatur diri sendiri (self-
adjusting process) yang dapat mengoreksi kesalahan peramalan secara otomatis.
2.3.9.   Ketepatan Metode Peramalan
Makridakis, Wheelright,
dan
McGee
(pp57-58,1999)
mengatakan bahwa
dalam
banyak
hal,
kata
“ketepatan (accuracy)”,
menunjuk
ke
“kebaikan
sesuai”,
yang
pada
akhirnya penunjukan seberapa jauh model peramalan tersebut mampu
mereproduksi data
yang telah diketahui. Dalam permodelan deret berkala, sebagian data yang diketahui dapat
digunakan
untuk
meramalkan sisa
data
berikutnya, sehingga memungkinkan orang
untuk
mempelajari
ketepatan
ramalan
secara
lebih  langsung.
Bagi
pembuat
model,
kebaikan
sesuai model untuk fakta yang diketahui harus diperhatikan.
Jika
X
i   
merupakan
data aktual
untuk periode
i
dan F
merupakan
ramalan
(atau
nilai
kecocokan/ fitted value) untuk periode yang sama, maka kesalahan didefinisikan sebagai :
e
i
=
X
i
-
F
i
Persamaan 2-9
  
29
Jika terdapat nilai pengamatan dan ramalan untuk n periode waktu, maka akan terdapat n
buah galat dan ukuran statistik yang dapat didefinisikan sebagai berikut:
Nilai Tengah Galat (Mean Error).
n
ME =
?
e
i
/
n
i
=1
Persamaan 2-10
Nilai Tengah Galat Absolut (Mean Absolute Error).
n
MAE =
?
|
ei | / n
i
=1
Persamaan  2-11
Jumlah Kuadrat Galat (Sum of Squared Error).
n
SSE =
?
e
i
2
i 1
=1
Persamaan  2-12
Nilai Tengah Galat Kuadrat (Mean Squared Error).
n
MSE =
?
e
i
2
/
n
i
=1
Persamaan  2-13
Deviasi Standart Galat (Standart Deviation of Error).
SDE =
?
e
i
2
/(n - 1)
Persamaan  2-14
  
30
Selain  kelima 
ukuran  standar  di  atas,  ada  juga  beberapa 
ukuran  relatif 
yang  dapat
digunakan sebagai berikut:
Galat Presentase (Percentage Error).
PE =
X
t
-F
t
Xt
x100%
Nilai Tengah Galat Persentase (Mean Percentage Error).
Persamaan  2-15
n
MPE =
?
PEi / n
i
=1
Persamaan  2-16
Nilai Tengah Galat Percentage Absolut ( Mean Absolute Percentage Error).
n
MAPE =
?
|
PEi
|
/
n
i
=1
Persamaan  2-17
2.4.
Autokorelasi
2.4.1.   Pengertian Autokorelasi
Pada umumnya korelasi dapat kita artikan juga sebagai hubungan.  Menurut
Supranto dalam bukunya
”Teknik & Metode Peramalan – penerapannya dalam ekonomi
dan dunia usaha” (p171,1984) : Korelasi sederhana dari Yt dan Yt-1, Yt dan Yt-2, Yt dan
Yt-3, atau suatu Yt dan Yt-k dapat diperoleh dengan
menggambarkan regresinya terlebih
dahulu, bila korelasi ini
menunjukkan
variabel
yang sama (auto), dan perbedaan periode
waktu atau lags disebut autokorelasi. Hal ini berarti bahwa korelasinya adalah sama besar.
Autokorelasi dari Yt dan Yt-1 menunjukkan berapa besar
hubungan Yt dan Yt-1 antara
satu dengan yang lainnya.
  
31
n
-
k
 
2.4.2.   Koefisien Autokorelasi
Pengidentifikasian
suatu
ciri-ciri
dari
suatu deret
waktu,
seperti
kestatisan
(stationarity),
musiman
(seasonality),
dan
seterusnya,
membutuhkan
pendekatan secara
sistemastis. Proses
demikian
disebut
analisa
deret
waktu
(time
series
analysis)
dan
menggunakan  koefisien  autokorelasi  untuk  beberapa  perbedaan  terbelakangnya  waktu
(time lags) dari variabel yang diramalkan.
Koefisien
autokorelasi
yang
mendekati nol
menunjukkan
suatu
deret
waktu
yang
nilainya
secara
berurutan tidak
berhubungan
satu
dengan
yang
lainnya.
Dengan
melihat
autokorelasi untuk beberapa terbelakangnya waktu (time lags) yang lebih dari satu periode
akan memberikan tambahan keterangan /informasi tentang berapa nilai dari deret waktu itu
yang berhubungan.
Koefisien autokorelasi tersebut dapat dicari dengan menggunakan persamaan yang
umum.
?
(
Yt
-
Y
)(
Yt
-
k
-
Y
)
r
=
t =1
?
(Y
t
-
Y
t
)
2
Persamaan  2-18
Koefisien autokorelasi dalam beberapa time lags diperiksa untuk
melihat apakah terdapat
perbedaan yang nyata (significant) dari nol.
2.4.3.   Sebaran Penarikan Contoh Autokorelasi
Menurut
Makridakis, Wheelright,
dan
McGee
(pp401
402,1999)
koefisien
autokorelasi merupakan alat berharga untuk menyelidiki deret berkala empiris. Akan tetapi,
teori statistik rk sangat kompleks, juga di dalam beberapa kasus yang ada.
  
32
Terdapat dua cara untuk mendekati masalah ini. Cara pertama adalah dengan
mempelajari nilai-nilai rk sekali setiap waktu dan mengembangkan rumus galat standar
untuk
memeriksa apakah
rk
tertentu secara
nyata berbeda
dari
nol.
Yang
kedua
adalah
mempertimbangkan
seluruh
nilia-nilai
rk.
Pada
contoh
yang
pertama,
rumus
sederhana
yang biasa digunakan adalah :
Se
rk
=
1
n
(galat standar dari rk)
Persamaan 2-19
Koefisien autokorelasi dari data acak mempunyai sebaran penarikan contoh yang
mendekati kurva
normal dengan nilai tengah
nol dan galat standar 1
/    n. Informasi
ini
dapat digunakan untuk mengembangkan uji hipotesis yang sama dengan uji-F dan uji-t. Hal
ini juga dapat digunakan untuk menetapkan apakah nilai rk berasal dari populasi yang
mempunyai nilai autokorelasi nol pada time-lag k.
n
merupakan banyaknya sampel data. Dalam bukunya, makridakis memisalkan n =
36, maka galat standarnya adalah 1 /  36 = 0,167. Ini berarti bahwa 95 persen dari seluruh
koefisien korelasi berdasarkan sampel harus terletak di dalam daerah nilai tengah ditambah
atau dikurangi 1,96 kali galat standar. Dengan demikian suatu deret data dapat disimpulkan
bersifat acak apabila koefisien korelasi yang dihitung berada di dalam batas tersebut.
-1,96 (0,167)
rk  = 
+1,96 (0,167),
-0,327  =  rk
0,327.
Perhitungan diatas memberikan kesimpulan bahwa data dengan n sebanyak 36 dan
selang
kepercayaan
95 persen
sehingga
luas
daerah
di
bawah
kurva
normal
yaitu
1,96,
maka deret data tersebut dapat dikatakan bersifat acak jika koefisien korelasi berada dalam
  
33
batas -0,327 
=
rk 
=
0,327.  -0,327 merupakan batas atas sedangkan 0,327 merupakan
batas bawah.
2.5.
Data
2.5.1.   Pengertian Data
Menurut kutipan oleh Ministry of Defence, yang diambil dari website :
“Data : A representation of facts, concepts, or instructions in a formalized
manner
suitable 
for  communication, 
interpretation, 
or  processing  by 
humans  or 
by
automatic means.”
(
)
Maka dapat dikatakan pula bahwa data merupakan sekumpulan informasi yang
merepresentasikan fakta pada sebuah kejadian
yang kemudian bisa diolah sehingga bisa
dijadikan alat yang dapat membantu dalam mengambil keputusan / langkah selanjutnya.
Menurut J. Supranto, data merupakan dasar dalam
membuat suatu keputusan dan
oleh
karena
itu
diperlukan
data
yang
baik sehingga
tidak
menghasilkan keputusan
yang
salah. Data yang baik adalah data yang memiliki sifat-sifat / persyaratan yaitu objektif yang
berarti data harus sesuai dengan keadaan
yang sebenarnya, representatif
yang berarti data
harus mewakili objek yang diamati, kesalahan baku kecil sehingga data mempunyai tingkat
ketelitian
yang
tinggi,
tepat
waktu terutama
jika
data
digunakan
untuk
pengendalian
/
evaluasi, dan relevan yang berarti data yang dikumpulkan harus ada hubungannya dengan
masalah yang akan dipecahkan (Supranto,2000,p8).
  
34
Menurut 
Daniel&Robert,  data 
bisa 
dipengaruhi 
oleh 
banyak 
faktor 
baik 
itu
eksternal maupun internal. Eksternal faktor lebih kepada keadaan perekonomian itu sendiri,
atau
bisa
juga
tindakan
para pesaing, produk
saingan,
serta
pilihan
pelanggan.
Internal
faktor termasuk di dalamnya harga dan kualitas produk, waktu antar,
periklanan, serta
pajak/barang retur yang dikembalikan. Data harus dianalisis untuk dilihat apakah ada faktor
penyebab pada data. Faktor penyebab
ini adalah sesuatu yang dapat mempengaruhi data
dengan caranya dan dapat berguna dalam peramalan. (Daniel&Robert,1998,p92).
2.5.2.   Pola Data
Makridakis, Wheelwright, dan McGee (pp21-22,1999) mengatakan bahwa langkah
penting
dalam memilih
suatu
metode
deret
berkala
yang
tepat
adalah
dengan
mempertimbangkan  jenis  pola  data,  sehingga  metode  yang  paling  tepat  dengan  pola
tersebut dapat diuji. Pola data dapat dibedakan menjadi empat jenis siklis dan trend, yaitu :
*
Pola Horisontal (H) terjadi bilamana nilai data berluktuasi di sekitar nilai rata-rata
yang  konstan.  (Deret  seperti  itu  ”stasioner”  terhadap  nilai  rata-ratanya).  Suatu
produk
yang
penjualannya tidak
meningkat
atau
menurun
selama
waktu tertentu
termasuk 
jenis 
ini.  Demikian 
pula,  suatu 
keadaan 
pengendalian 
mutu 
yang
menyangkut pengambilan contoh dari suatu proses 
produksi
berkelanjutan
yang
secara teoritis tidak mengalami perubahan juga termasuk jenis ini.
*
Pola
Musiman
(S)
terjadi bilamana suatu deret dipengaruhi oleh faktor
musiman
(misalnya kuartal tahu tertentu, bulanan,
atau
hari-hari
pada minggu tertentu).
Penjualan dari produk seperit minuman ringan, es krim, dan bahan bakar    pemanas
ruang semuanya menunjukkan jenis pola ini.
  
35
*
Pola  Siklis  (C)  terjadi bilamana datanya dipengaruhi oleh fluktuasi ekonomi
jangka panjang seperti yang berhubungan dengan siklus bisnis. Penjualan produk
seperti mobil, baja, dan peralatan utama lainnya menunjukkan jenis pola ini.
*
Pola 
Trend 
(T) 
terjadi  bilamana  terdapat 
kenaikan 
atau  penurunan  sekuler
jangka
panjang
dalam data. Penjualan banyak
perusahaan,
produk bruto
nasional
(GNP) dan berbagai
indikator
bisnis atau
ekonomi lainnya
mengikuti
suatu
pola
trend selama perubahannya sepanjang waktu.
2.6.
Rekayasa Piranti Lunak
Menurut  Pressman  (2002,  p23)  piranti  lunak  telah  menjadi  elemen  kunci  bagi
evolusi sistem dan produk yang berbasis komputer. Selama empat dekade terakhir,
perangkat lunak telah berkembang dari sebuah alat analisis dan pemecahan masalah yang
terspesiali-sasi
di
dalam industri
itu
sendiri.
Tetapi
budaya
dan
sejarah
:pemrograman”
sebelumnya  telah  menciptakan  serangkaian  masalah  yang  sekarang  muncul.  Perangkat
lunak
telah
menjadi
faktor
pembatas dalam evolusi sistem
berbasis
komputer. Perangkat
lunak
dirancang
dari
program-program, data,
dan
dokumen.
Masing-masing
dari
item
tersebut
terdiri
dari
sebuah
konfigurasi
yang diciptakan
sebagai
bagian
dari
proses
pengembangan perangkat lunak. Tujuan rekayasa perangkat lunak adalah menyediakan
sebuah  kerangka  kerja  guna  membangun  perangkat  lunak  dengan  kualitas  yang  lebih
tinggi.
Rekayasa piranti lunak (Software Engineering) menurut IEEE [IEE93] berdasarkan
dalam buku terjemahan “Rekayasa Piranti
Lunak” karangan Pressman (2002, p28) adalah
(1)   aplikasi   dari   sebuah   pendekatan   kuantifiabel,   disiplin,   dan   sistematis   kepada
  
36
pengembangan, operasi, dan pemeliharaan perangkat
lunak;
yaitu aplikasi dari Rekayasa
Piranti Lunak; (2) Studi tentang pendekatan-pendekatan seperti pada (1).
2.6.1.   Model Proses Rekayasa Piranti Lunak
Ada
beberapa
model
proses
sebagai pendekatan
yang
bisa
digunakan
dalam
merekayasa piranti lunak yaitu model sekuensial linier (Waterfall Model), model prototipe
(Prototyping Model), model RAD (Rapid Aplication Development), model pertambahan,
model Spiral, model rakitan komponen, model perkembangan konkuren, model formal, dan
teknik generasi keempat (Fourth Generation Techniques 4GT).
Pada
penulisan
kali
ini,
penulis
akan
menggunakan
model sekuensial
linier
atau
yang sering disebut juga model “siklus kehidupan klasik” atau “model air terjun” 
yang
dimana berdasarkan Pressman (2002, pp37-38) model
sekuensial
linier
adalah paradigma
rekayasa piranti lunak yang paling luas dipakai dan paling tua. Model ini meliputi langkah-
langkah
aktivitas sebagai
berikut
:
rekayasa
dan
pemodelan
sistem /
informasi,
analisis
kebutuhan perangkat lunak, desain perangkat lunak sebagai syarat/kebutuhan dalam sebuah
representasi
perangkat
lunak
yang
dapat
diperkirakan
demi
kualitas
sebelum dimulai
pemunculan kode,
generasi kode
(coding), pengujian program ketika
generasi kode telah
dimulai dan dibuat, dan pemeliharaan perangkat lunak.
  
37
Pemodelan sistem informasi
Analisis
Desain
Kode
Tes
Gambar 2.6 Model Sekuensial linier
(Pressman, 2002, p37)
2.7.
State Transition Diagram (STD)
State Transition Diagram
merupakan sebuah modeling tool
yang digunakan untuk
mendeskripsikan
sistem yang
memiliki
ketergantungan
terhadap
waktu.
STD
merupakan
suatu kumpulan keadaan atau atribut yang mencirikan suatu keadaan pada waktu tertentu.
Adapun komponen-komponen utama STD adalah:
a)
State,
disimbolkan dengan  :
State
merepresentasikan reaksi
yang
ditampilkan
ketika
suatu
tindakan
dilakukan.
Ada dua
jenis state yaitu: state awal dan state akhir. State akhir dapat
berupa beberapa state, sedangkan state awal tidak boleh lebih dari satu.
b)
Arrow,
disimbolkan dengan  :
Arrow sering disebut juga dengan transisi state yang diberi label dengan
ekspresi
aturan,
label
tersebut
menunjukkan kejadian yang menyebabkan transisi
terjadi.
  
38
c)
Condition dan Action,
disimbolkan dengan  :
Condition
Action
State 1
State 2
Gambar 2.7   Simbol Condition dan Action
Condition  (kondisi) adalah suatu  event  pada lingkungan eksternal yang
dapat dideteksi
oleh sistem,
sedangkan
action
(aksi)
adalah yang
dilakukan
oleh
sistem bila
terjadi
perubahan state
atau
merupakan reaksi
terhadap
kondisi
yang
terpenuhi. Aksi akan menghasilkan keluaran atau tampilan.
2.8.
Penelitian yang Relevan
Penelitian 
yang 
relevan 
dengan 
penulisan 
skripsi 
ini,  salah 
satunya 
adalah
penelitian
dalam skripsi
yang
berjudul
“Analisis
penerapan
metode
peramalan
terhadap
permintaan
konsumen
dalam optimalisasi
perencanaan
produksi
bahan
makanan
pada
Departement Food and Beverage Hotel Novotel Yogyakarta” oleh Agro Aji Nugroho,
mahasiswa Universitas Bina Nusantara, program studi Matematika, angkatan 2000.
Dalam   skripsinya,   Aji   menuliskan   tentang   penelitian   terhadap   permintaan
konsumen akan makanan dan minuman yang tersedia di Hotel Novotel Yogyakarta. Hal ini
bertujuan agar terdapat optimalisasi dalam perencanaan produksi bahan makanan di Hotel
tersebut. Penelitian
itu dilakukannya pada bagian Food and Beverage Department, Hotel
Novotel Yogyakarta, dan berdasarkan kategori item : food, beverage non alcohol, beverage
alcohol, dan kategori cake and bread.
  
39
Peramalan permintaan konsumen dilakukan dengan menggunakan beberapa metode
sebagai perbandingan yaitu : metode peramalan konvensional yang biasa digunakan pihak
Hotel hanya berdasarkan intuisi, metode peramalan bergerak
rata-rata
tunggal
(single
moving average) 3 bulan dan metode bergerak rata-rata tunggal 5 bulan, serta metode
peramalan exponential smoothing dengan koefisien smoothing a = 0,1  s/d  a = 0,9.