BAB 2
LANDASAN  TEORI
2.1
Laporan Keuangan
2.1.1
Pengertian
Laporan
Keuangan
Berdasarkan pendapat
Agnes
Sawir (2005,
p2),
media
yang dapat
dipakai untuk
meneliti
kondisi
kesehatan perusahaan adalah
laporan keuangan
yang terdiri dari neraca,
perhitungan laba-rugi,
ikhtisar laba
yang ditahan, dan laporan posisi keuangan. Laporan
keuangan adalah hasil akhir
proses akuntansi.
Setiap transaksi
yang
dapat
diukur dengan
nilai uang, dicatat dan diolah sedemikian rupa. Laporan akhir pun disajikan dalam nilai
uang.
Menurut
pendapat
Harry Supangkat
(2005, p20),
laporan
keuangan merupakan hasil
akhir
dari
proses
pencatatan,
penggabungan,
dan
pengikhtisaran semua
transaksi
yang
dilakukan
perusahaan
dengan
seluruh pihak
terkait
dengan
kegiatan
usahanya
dan
peristiwa penting yang terjadi di perusahaan.
Berdasarkan pendapat Slamet
Munawir (2002,
p2), laporan
keuangan
pada
dasarnya
adalah 
hasil 
dari 
proses 
akuntansi 
yang 
dapat 
digunakan 
sebagai 
alat 
untuk
berkomunikasi
antara
data
keuangan
atau
aktivitas
suatu
perusahaan
dengan
pihak-
pihak yang berkepentingan dengan data atau aktivitas perusahaan tersebut.
Menurut
Soemarso
(2002, p130),
pengertian laporan
keuangan
adalah laporan
yang
dirancang untuk
para
pembuat
keputusan, terutama di luar
perusahaan,
mengenai posisi
keuangan 
dan 
hasil 
usaha 
perusahaan. 
Laporan 
keuangan 
terdiri 
dari 
Neraca,
Perhitungan Laba-Rugi, dan Laporan Perubahan Posisi Keuangan.
Menurut
G.
Sugiyarso
dan
F.
Winarni
(2006,
p8),
laporan
keuangan
merupakan
daftar
ringkasan akhir
transaksi keuangan
organisasi yang menunjukkan
semua
kegiatan
operasional organisasi dan akibatnya selama tahun baku yang bersangkutan.
  
Pengertian laporan
keuangan menurut
Ikatan Akuntansi Indonesia (2004, p2) adalah
sebagai berikut:
Laporan 
keuangan 
merupakan 
bagian 
dari 
proses 
pelaporan 
keuangan. 
Laporan
keuangan 
yang 
lengkap 
biasanya 
meliputi 
Neraca, 
Laporan 
Laba-Rugi, 
Laporan
Perubahan
Posisi
Keuangan
(yang
disajikan
dalam berbagai
cara,
seperti misalnya,
sebagai
Laporan
Arus
Kas
atau
Laporan
Arus
Dana),
catatan
dan
laporan
lain
serta
materi penjelasan yang merupakan bagian integral dari laporan keuangan.
Berdasarkan
pengertian
di
atas,
dapat
disimpulkan
bahwa
suatu
laporan
keuangan
itu
meliputi
dua
hal
pokok,
yaitu:
Neraca
dan
Laporan
Laba-Rugi.
Neraca
mencerminkan
nilai
aktiva,
utang
dan modal
sendiri
pada
saat
tertentu.
Laporan Laba-Rugi
mencerminkan
hasil-hasil
yang
dicapai
selama suatu periode
tertentu,
biasanya
meliputi
periode satu tahun.
2.1.2
Tujuan Laporan Keuangan
Berdasarkan 
pendapat 
Ikatan 
Akuntansi 
Indonesia 
(2004, 
p4), 
tujuan 
laporan
keuangan adalah sebagai berikut:
a) 
Menyediakan 
informasi 
yang 
menyangkut 
posisi 
keuangan, 
kinerja 
dan
perubahan 
posisi 
keuangan 
suatu 
perusahaan 
yang 
bermanfaat 
bagi
sejumlah besar pemakai dalam pengambilan keputusan ekonomi.
b) 
Laporan 
keuangan 
disusun 
untuk 
memenuhi 
kebutuhan 
bersama 
oleh
sebagian
besar
pemakainya,
yang
secara
umum
menggambarkan pengaruh
keuangan dari kejadian masa lalu.
c)   Laporan keuangan
juga
menunjukkan apa
yang telah
dilakukan
manajemen
atau pertanggungjawaban manajemen
atas sumber daya
yang dipercayakan
kepadanya.
Menurut
Rudianto
(2006,
p98),
secara
umum
laporan
keuangan
disusun
dengan
beberapa tujuan, diantaranya yaitu:
  
a)
Untuk memberikan informasi keuangan yang dapat dipercaya mengenai
sumber-sumber ekonomi dan kewajiban serta modal suatu perusahaan.
b) 
Untuk
memberikan
informasi
penting
lainnya
mengenai
perubahan
sumber-
sumber ekonomi dan kewajiban, seperti informasi mengenai aktivitas
pembelanjaan dan investasi.
c) 
Untuk
mengungkapkan sejauh
mungkin
informasi lain
yang
berhubungan
dengan
laporan
keuangan yang
relevan
untuk
kebutuhan
pemakai
laporan,
seperti informasi mengenai kebijakan akuntasi yang digunakan.
2.1.3
Pemakai Laporan Keuangan
Menurut
Ikatan
Akuntansi
Indonesia
(2004, p2),
pemakai laporan
keuangan
meliputi
investor,
karyawan, pemberi pinjaman, pemasok
dan kreditor
usaha
lainnya,
pelanggan,
pemerintah serta
lembaga-lembaganya,
dan
masyarakat. Mereka
menggunakan
laporan
keuangan
untuk
memenuhi
beberapa
kebutuhan informasi
yang
berbeda.
Beberapa
kebutuhan ini meliputi:
a) 
Investor.
Penanam  modal  berisiko  dan 
penasihat  mereka  berkepentingan 
dengan
risiko
yang melekat
serta
hasil
pengembangan dari
investasi yang
mereka
lakukan.
Mereka
membutuhkan
informasi
untuk membantu menentukan
apakah
harus
membeli, menahan atau menjual
investasi tersebut. Pemegang
saham
juga
tertarik pada
informasi yang
memungkinkan
mereka
untuk
menilai kemampuan perusahaan untuk membayar deviden.
b) 
Karyawan.
Karyawan
dan
kelompok-kelompok
yang
mewakili mereka
tertarik
pada
informasi mengenai stabilitas dan profitabilitas perusahaan. Mereka juga
tertarik dengan
informasi
yang
memungkinkan mereka untuk menilai
kemampuan
perusahaan
dalam
memberikan
balas
jasa,
manfaat
pensiun,
dan kesempatan kerja.
  
c)   Pemberi Pinjaman.
Pemberi
pinjaman tertarik
dengan
informasi
keuangan
yang memungkinkan
mereka
untuk
memutuskan
apakah
pinjaman
serta bunganya
dapat
dibayar
pada saat jatuh tempo.
d) 
Pemasok dan kreditor usaha lainnya.
Pemasok dan kreditor usaha lainnya tertarik dengan informasi yang
memungkinkan
mereka
untuk
memutuskan apakah
jumlah
yang
terutang
akan
dibayar pada
saat
jatuh
tempo. Kreditor
usaha
berkepentingan
pada
perusahaan dalam tenggang
waktu
yang
lebih
pendek
daripada
pemberi
pinjaman
kecuali
kalau
sebagai
pelanggan
utama
mereka
tergantung
pada
kelangsungan
hidup perusahaan.
e) 
Pelanggan.
Para
pelanggan
berkepentingan
dengan
informasi mengenai
kelangsungan
hidup
perusahaan,
terutama
kalau
mereka
terlibat dalam
perjanjian
jangka
panjang dengan, atau tergantung pada perusahaan.
f)
Pemerintah.
Pemerintah dan
berbagai
lembaga
yang
berada
di
bawah
kekuasaannya
berkepentingan
dengan
alokasi sumber daya
dan karena
itu berkepentingan
dengan aktivitas
perusahaan. Mereka
juga
membutuhkan
informasi
untuk
mengatur aktivitas perusahaan, menetapkan kebijakan
pajak dan sebagai
dasar untuk menyusun stastistik pendapatan nasional dan statistik lainnya.
g) 
Masyarakat.
Perusahaan
mempengaruhi
anggota
masyarakat dalam
berbagai
cara.
Misalnya,
perusahaan dapat
memberikan
kontribusi
berarti
pada
perekonomian
nasional, termasuk
jumlah
orang yang
dipekerjakan
dan
perlindungan
kepada
penanam
modal domestik.
Laporan
keuangan
dapat
membantu
masyarakat
dengan
menyediakan
informasi
kecenderungan
dan
  
perkembangan
terakhir
kemakmuran
perusahaan
serta
rangkaian
aktivitasnya.
Menurut
pendapat Marisi P.
Purba
dan Andreas (2006,
p2-4),
Pemakai
laporan
keuangan
dapat
dibagi
menjadi
dua
kelompok,
yaitu
pemakai
internal
dan pemakai
eksternal.
a) 
Pemakai Internal
Manajemen.
Manajemen  berkepentingan 
melihat  besar 
kecilnya 
laba  perusahaan
untuk
melakukan
evaluasi
kinerja
keuangan.
Laporan
keuangan juga
dapat menentukan strategi, pengawasan serta menjadi ukuran dalam
memberikan  insentif 
karyawan.  Manajemen  juga  bertanggung  jawab
atas penyajian dan penyusunan laporan keuangan.
b) 
Pemakai Eksternal
Penanam Modal.
Penanam
modal
dan penasihatnya
berkepentingan dengan
risiko yang
melekat
pada
investasi
mereka
serta
berapa
besar deviden
yang akan
mereka
peroleh. Mereka
juga
akan
mengambil
keputusan, apakah
akan
tetap berinvestasi atau menarik investasi yang telah dilakukan.
Pemberi Pinjaman.
Pemberi
pinjaman terutama bank,
tertarik
dengan informasi
keuangan
yang
memungkinkan
mereka
untuk mengetahui apakah
pinjaman serta
bunganya dapat dibayar oleh perusahan pada saat jatuh tempo.
Pemasok dan Kreditor Usaha lainnya.
Pemasok dan kreditor usaha lainnya tertarik dengan informasi yang
memungkinkan   mereka   untuk   memutuskan   apakah   jumlah   yang
terutang akan
dibayar
pada
saat
jatuh
tempo.
Kreditor
usaha
berkepentingan
pada
perusahaan
dengan
tenggang
waktu
yang
lebih
  
pendek
daripada
pemberi pinjaman. Jika
perusahaan adalah
pelanggan
utama
mereka,
maka
berkepentingan untuk
mengetahui
kelangsungan
hidup perusahaan.
Pelanggan.
Para
pelanggan
berkepentingan dengan
informasi
mengenai
kelangsungan hidup
perusahaan
terutama
kalau
mereka
terlibat dalam
perjanjian jangka panjang dengan, atau
tergantung pada perusahaan.
Pemerintah dan Badan Regulator lainnya.
Pemerintah   dan   badan   regulasi   lainnya   berkepentingan   terhadap
aktivitas
perusahaan. Pemerintah dan
badan
regulasi lainnya
membutuhkan
informasi untuk
mengatur
aktivitas
perusahaan,
menetapkan kebijakan pajak dan
sebagai
dasar untuk menyusun
statistik
pendapatan Nasional dan statistik lainnya.
Lembaga
Negara
selain
pemerintah
yang
berkepentingan
atas
laporan
keuangan
adalah
Bank
Indonesia.
Dalam
melakukan
analisa
Capital
Adequacy Ratio
atau
CAR
secara
Nasional,
Bank
Indonesia
mengumpulkan
informasi
dari
laporan keuangan
bank
yang
dilaporkan
secara berkala.
Masyarakat.
Perusahaan mempengaruhi
anggota
masyarakat dalam
berbagai
cara.
Misal,
Perusahaan dapat
memberikan
kontribusi
berarti pada
perekonomian
Nasional,
termasuk jumlah
orang
yang
dipekerjakan
dan
perlindungan  kepada 
penanam  modal 
domestik. 
Laporan 
keuangan
dapat membantu
masyarakat
dengan
menyediakan informasi
kecenderungan
(
trend) dan
perkembangan
terakhir
kemakmuran
perusahaan, serta rangkaian aktivitasnya.
  
Karyawan.
Karyawan
berkepentingan
melihat kemampuan perusahaan dalam
menghasilkan laba
untuk menilai
kemampuan perusahaan dalam
memberikan balas jasa, manfaat pensiun dan kesempatan kerja.
2.1.4
Komponen Laporan Keuangan
Secara umum laporan keuangan terdiri dari beberapa bagian, yaitu:
a) 
Neraca,
adalah
laporan
keuangan
yang
memperlihatkan
jumlah
dan
sifat
aktiva, kewajiban dan ekuitas pemilik usaha pada saat tertentu.
Aktiva,
adalah
sumber-sumber
ekonomi
yang
dimiliki
perusahaan
yang
biasanya dinyatakan dalam satuan uang.
Kewajiban,
adalah
utang
yang
harus
dibayar
perusahaan
dengan
uang
atau jasa pada suatu saat tertentu di masa yang akan datang.
Modal, adalah hak pemilik perusahaan atas kekayaan perusahaan.
Berdasarkan
pendapat
Agnes
Sawir
(2005,
p3),
neraca
merupakan
laporan
yang 
memberikan  informasi  mengenai  jumlah 
harta, 
utang,  dan  modal
perusahaan  pada  saat  tertentu.
Secara  garis  besar, 
neraca  memberikan
informasi mengenai sumber dan penggunaan dana perusahaan.
b) 
Laporan
Laba-Rugi,
adalah
suatu
daftar
yang
menggambarkan
hasil
operasi
perusahaan pada
suatu periode
waktu
tertentu. Di
dalamnya
terdiri
dari
pendapatan dan
beban. Bila
pendapatan
lebih
besar
dari
beban,
maka
perusahaan akan
mendapatkan
laba
dan
bila
pendapatan
lebih
kecil
dari
beban, maka perusahaan akan menderita kerugian.
Pendapatan, adalah
aliran
penerimaan
kas/harta lain
yang diterima
dari
konsumen sebagai hasil penjualan barang atau pemberian jasa.
Beban,  adalah  harga  pokok 
barang 
yang 
dijual 
dan 
jasa-jasa  yang
dikonsumsi untuk menghasilkan pendapatan.
  
Berdasarkan pendapat
Agnes Sawir
(2005, p4),
laporan
laba-rugi merupakan
laporan mengenai
pendapatan,
biaya-biaya,
dan
laba
perusahaan selama
periode tertentu.
c)   Laporan
Perubahan
Modal,
adalah
suatu
daftar
informasi
yang
menggambarkan
tentang perubahan
modal
pemilik.
Perubahan
ini
biasa
disebabkan
karena
ada
tambahan
modal
atau
disebabkan
adanya prive
(pengambilan untuk kepentingan pribadi pemilik).
d) 
Laporan   Arus   Kas,   adalah   suatu 
daftar 
informasi   yang   melaporkan
penerimaan
dan
pengeluaran kas
entitas selama
periode
tertentu,
serta dari
mana kas datang dan bagaimana kas tersebut dibelanjakan.
Di dalam laporan ini terdiri dari beberapa bagian, yaitu:
Aktivitas
Operasi,
yang
berhubungan
dengan
transaksi-transaksi
yang
menghasilkan laba bersih.
Aktivitas 
Investasi, 
yang 
berkaitan 
dengan 
akun-akun 
dalam  aktiva
tetap.
Aktivitas Pendanaan, yang berkaitan
dengan akun
kewajiban dan ekuitas
pemilik.
Berdasarkan
pendapat
Harry
Supangkat
(2005,
p43-44),
pada dasarnya
perusahaan
harus membuat tiga macam laporan keuangan, yaitu:
a) 
Neraca;
adalah
ringkasan
mengenai
posisi
keuangan
pada
tanggal
tertentu
yang menunjukkan
Aktiva sama
dengan Kewajiban
ditambah
Ekuitas.
Aktiva
terdiri
atas
Aktiva
Lancar dan
Aktiva Tidak
Lancar, sedangkan
Kewajiban
terdiri  atas  Kewajiban  Jangka  Pendek  dan  Kewajiban  Jangka  Panjang.
Definisi
lancar
dan
jangka
pendek
adalah
periode yang
kurang dari
satu
tahun,
sedangkan
definisi
tidak
lancar dan
jangka
panjang
adalah
periode
waktu yang lebih
lama
dari
satu
tahun. Adapun Ekuitas adalah modal sendiri
Pemilik yang merupakan selisih antara nilai buku Aktiva dan Kewajiban.
  
b) 
Laporan
Laba
Rugi; adalah
ringkasan
mengenai
Pendapatan
dan
Biaya
yang
selisih
antara
keduanya
akan
menunjukkan
Laba
atau
Rugi
yang
diperoleh
perusahaan 
selama 
periode 
tertentu. 
Pembuatan 
Laporan 
Laba 
Rugi
dilakukan
berdasarkan
prinsip
akrual
di
mana
Pendapatan
dan Biaya
akan
dicatat pada saat terjadinya bukan pada saat diterima atau dibayarkannya.
c)   Laporan
Arus
Kas;
adalah
ringkasan
mengenai
transaksi
dalam
bentuk
kas
yang
berasal dari
tiga
macam
kegiatan
yang
dilakukan
perusahaan,
yaitu
Kegiatan Operasi, Kegiatan Investasi, dan Kegiatan Pendanaan.
2.1.5
Proses Terjadinya Laporan Keuangan
Berdasarkan
pendapat
Harry
Supangkat
(2005,
p21),
berikut
ini
adalah
gambaran
mengenai proses terjadinya laporan keuangan.
Perusahaan
Transaksi dan peristiwa penting
Semua Pihak
Proses Akuntansi
NERACA
Ringkasan mengenai posisi keuangan
pada tanggal tertentu yang
menunjukkan aktiva sama dengan
kewajiban ditambah ekuitas
LAPORAN LABA RUGI Ringkasan
mengenai pendapatan dan
biaya selama suatu periode. Selisih antara
keduanya adalah laba atau rugi yang akan
mempengaruhi ekuitas
LAPORAN ARUS KAS
Ringkasan mengenai transaksi dalam bentuk kas
yang akan melengkapi neraca dan laporan laba rugi
Gambar 2.1
Proses Terjadinya Laporan Keuangan
  
2.2
Analisa Rasio Keuangan
2.2.1
Pengertian
Rasio Keuangan
Berdasarkan pendapat Agnes Sawir (2005,
p6),
untuk menilai
kondisi
keuangan dan
prestasi
perusahaan,
analis
keuangan memerlukan
beberapa
tolak
ukur.
Tolak
ukur
yang
sering
dipakai
adalah rasio atau indeks,
yang
menghubungkan
dua
data
keuangan
yang
satu dengan yang lainnya.
Menurut
pendapat
Slamet Munawir
(2002,
p37), analisa
rasio
adalah
suatu
metode
analisa
untuk mengetahui hubungan
dari
pos-pos
tertentu
dalam
neraca atau
laporan
rugi-laba 
secara 
individu 
atau 
kombinasi 
dari 
kedua 
laporan 
tersebut. 
Artinya
berdasarkan data-data
yang terdapat
dalam laporan keuangan baik dari
neraca,
laporan
laba-rugi,  maupun  kedua-duanya  dapat  dihitung  bermacam-macam  jenis  rasio  yang
dapat
dipergunakan  
sebagai  
pedoman  
dalam  
pengambilan  
keputusan  
untuk
kelangsungan hidup perusahaan.
2.2.2
Kegunaan Rasio-rasio Keuangan
Menurut
pendapat
Agnes Sawir (2005,
p6),
analisis
rasio
keuangan,
yang
menghubungkan
unsur-unsur
neraca
dan
perhitungan
laba-rugi
satu
dengan lainnya,
dapat memberikan gambaran tentang sejarah perusahaan dan penilaian
posisinya pada
saat ini. Analisis rasio juga memungkinkan manajer keuangan memperkirakan reaksi para
kreditor dan investor dan memberikan pandangan ke dalam tentang bagaimana
kira-kira
dana dapat diperoleh.
2.2.3
Penggunaan Analisa Rasio
Menurut pendapat Agnes Sawir (2005, p6), rasio analisis
keuangan meliputi dua jenis
perbandingan, yaitu:
a) 
Perbandingan
Internal.
Memperbandingkan rasio sekarang dengan yang lalu untuk perusahaan yang
sama. 
Jika 
rasio 
keuangan  disajikan 
dalam  bentuk  suatu  daftar 
untuk
periode
beberapa
tahun,
analis
dapat
mempelajari
komposisi
perubahan-
  
perubahan
dan
menetapkan
apakah telah
terdapat suatu
perbaikan
atau
bahkan  sebaliknya  di  dalam  kondisi  keuangan  dan 
prestasi  perusahaan
selama jangka waktu tersebut.
b) 
Perbandingan Eksternal.
Perbandingan meliputi
perbandingan
rasio
perusahaan
dengan
perusahaan
lainnya
yang
sejenis
atau
dengan
rata-rata
industri
pada
satu
titik
yang
sama.
Perbandingan
tersebut
dapat memberikan gambaran
relatif
tentang
kondisi keuangan dan prestasi perusahaan.
Menurut
Slamet Munawir (2002,
p101),
angka-angka
rasio
keuangan dapat
dianalisa
dengan membandingkan angka rasio-rasio tersebut dengan:
a)  Standar rasio
atau
rasio rata-rata
dari
seluruh
industri semacam
dimana
perusahaan yang data keuangannya sedang dianalisa menjadi anggotanya.
b) 
Rasio yang telah ditentukan dalam budget perusahaan yang bersangkutan.
c) 
Rasio-rasio
yang
semacam
di
waktu-waktu
yang lalu
(rasio
historis)
dari
perusahaan yang bersangkutan.
d) 
Rasio 
keuangan 
dari 
perusahaan-perusahaan 
lain 
yang 
sejenis 
yang
merupakan pesaing perusahaan yang dinilai cukup baik atau berhasil dalam
usahanya.
Berdasarkan pendapat
Bambang Riyanto (2001,
p329),
penganalisa
keuangan dalam
mengadakan
rasio
keuangan
pada
dasarnya
dapat
melakukannya
dengan
dua
macam
cara perbandingan, yaitu:
a) 
Rasio
tahun
lalu
(rasio
historis),
membandingkan
rasio
sekarang
dengan
rasio-rasio dari waktu-waktu yang lalu dari perusahaan yang sama.
b) 
Rasio
rata-rata
industri,
membandingkan
rasio-rasio
dari
suatu
perusahaan
dengan
rasio-rasio
semacam
dari
perusahaan
lain yang
sejenis
untuk
waktu
yang sama.
  
Dalam
penulisan
skripsi
ini,
cara
perbandingan
yang
dilakukan
adalah
perbandingan
internal atau rasio tahun lalu.
2.2.4
Jenis Analisis Rasio Keuangan
Menurut
pendapat
Agnes Sawir
(2005, p7),
rasio-rasio
dikelompokkan
ke
dalam lima
kelompok
dasar,
yaitu:
likuiditas,
leverage
, aktivitas,
profitabilitas,
dan
penilaian.
Sejumlah 
rasio 
yang 
tak 
terbatas 
banyaknya 
dapat 
dihitung, 
akan 
tetapi 
dalam
prakteknya cukup digunakan beberapa jenis rasio saja.
Jenis
analisis
rasio
keuangan
menurut Agnes
Sawir (2005,
p8-22)
adalah sebagai
berikut:
A. 
Rasio Likuiditas (
Liquidity Ratio).
Merupakan 
rasio 
yang  menggambarkan 
kemampuan 
perusahaan 
dalam
memenuhi kewajibannya yang akan jatuh tempo.
Rasio likuiditas yang umum digunakan yaitu:
Rasio Lancar (Current Ratio).
Rasio
ini dihitung
dengan membagi
Aktiva
lancar dengan Utang
Lancar. Rasio
lancar
merupakan
ukuran
yang
paling
umum
digunakan
untuk mengetahui kesanggupan memenuhi kewajiban jangka
pendek,
karena  rasio  ini 
menunjukkan 
seberapa 
jauh 
tuntutan 
dari  kreditor
jangka
pendek
dipenuhi
oleh
aktiva
yang
diperkirakan
menjadi
uang
tunai dalam periode yang sama dengan jatuh tempo utang.
Rasio Lancar =
Aktiva Lancar
Utang Lancar
Rasio
lancar
yang
rendah
biasanya
dianggap
menunjukkan
terjadinya
masalah
dalam
likuiditas.
Sebaliknya
suatu
perusahaan
yang
  
rasio
lancarnya
terlalu
tinggi
juga
kurang
bagus,
karena menunjukkan
banyaknya dana
menganggur
yang
pada akhirnya dapat mengurangi
kemampulabaan perusahaan.
Rasio Cepat (
Quick Ratio).
Rasio  ini  dihitung  dengan  mengurangkan 
Persediaan  dari  Aktiva
Lancar dan kemudian membagi hasilnya dengan Utang Lancar.
Rasio Cepat =
Aktiva Lancar - Persediaan
Utang Lancar
Persediaan
merupakan unsur aktiva lancar yang
tingkat likuiditasnya
rendah, sering
mengalami fluktuasi
harga,
dan
unsur
aktiva
lancar
ini
sering
menimbulkan
kerugian
jika
terjadi
likuidasi.
Jadi
rasio
cepat lebih
baik
dalam mengukur
kemampuan suatu
perusahaan
dalam
memenuhi
kewajiban
jangka pendeknya.
Rasio cepat yang
umumnya
dianggap
baik
adalah 1 (satu).
B. 
Rasio Manajemen Utang (
Solvability Ratio).
Rasio
leverage
mengukur
tingkat
solvabilitas
suatu
perusahaan.
Rasio
ini
menunjukkan
kemampuan  
perusahaan  
memenuhi  
segala  
kewajiban
finansialnya 
seandainya 
perusahaan 
tersebut 
pada 
saat 
itu 
dilikuidasi.
Dengan
demikian
solvabilitas berarti kemampuan suatu
perusahaan
untuk
membayar semua utang-utangnya, baik jangka panjang
maupun jangka
pendek.
  
Rasio leverage yang umum digunakan adalah:
Rasio Utang (
Debt Ratio).
Rasio
ini dihitung
dengan membagi Total
Utang
dengan
Total Aktiva.
Rasio ini
memberikan
tolak ukur seberapa besar
total aktiva
yang dimiliki
oleh perusahaan yang dibiayai melalui penggunaan utang.
Rasio Utang =
Total Utang
Total Aktiva
Rasio
ini
memperlihatkan
proporsi
antara
kewajiban
yang
dimiliki
dan
seluruh
kekayaan
yang
dimiliki. Semakin
tinggi
persentasenya,
cenderung semakin besar risiko keuangannya bagi kreditor maupun
pemegang saham.
Rasio Laba terhadap Beban Bunga (Times
Interest
Earned Ratio
).
Rasio
ini dihitung
dengan
membagi
Laba Sebelum
Pajak dan
Beban
Bunga/EBIT (
Earning
Before
Income
and Tax
)
dengan
Beban Bunga.
E B I T
Rasio Laba terhadap Beban
Bunga = 
Beban Bunga
Rasio ini mengukur kemampuan pemenuhan kewajiban bunga
tahunan
dengan
laba
operasi
(EBIT),
sejauh
mana
laba
operasi boleh
turun tanpa menyebabkan kegagalan dalam pemenuhan kewajiban
membayar bunga pinjaman.
  
C. 
Rasio Manajemen Aktiva (
Assets
Management Ratio).
Merupakan
rasio
yang mengukur
sejauh
mana
efektivitas manajemen
perusahaan dalam
mengelola
asset-assetnya.
Artinya
dalam
hal
ini
adalah
mengukur
kemampuan manajemen
perusahaan dalam mengelola persediaan
bahan
mentah,
barang
dalam
proses, dan
barang
jadi
serta
kebijakan
manajemen dalam
mengelola aktiva lainnya
dan
kebijakan
pemasaran. Rasio
manajemen aktiva
menganalisis
hubungan
antara
laporan laba-rugi,
khususnya
penjualan dengan unsur-unsur
yang ada pada neraca, khususnya
unsur-unsur  aktiva.  Rasio  akitivitas  ini  diukur  dengan  istilah  perputaran
unsur-unsur aktiva yang dihubungkan dengan penjualan.
Rasio-rasio aktivitas yang umum digunakan:
Rasio Perputaran Persediaan (
Inventory Turnover Ratio).
Rasio
ini
dihitung
dengan membagi
Harga
Pokok
Penjualan
dengan
Rata-rata Persediaan. Sedangkan untuk menghitung periode rata-rata
persediaan
dihitung
dengan
membagi jumlah hari dalam setahunnya,
dianggap
360
hari,
dengan
perputaran
persediaan.
Satu tahun
dapat
diasumsikan
360
hari
atau
365
hari, kedua
angka
ini
digunakan
dalam
lingkup  
keuangan  
dan  
perbedaannya  
tidak  
akan  
mempengaruhi
keputusan yang dihasilkan.
Rasio Perputaran Persediaan =
Periode Rata-rata Persediaan =
Harga Pokok Penjualan
Rata-rata Persediaan
360 hari
Perputaran Persediaan
  
Perputaran
ini
menunjukkan
berapa
kali jumlah
persediaan
barang
dagang
diganti
atau
dijual
dalam suatu
periode.
Apabila
perputaran
persediaan
barang
itu
cepat,
maka tidak
ada
masalah
bagi
perusahaan.
Sebaliknya, apabila perputaran persediaan barang lambat, hal ini akan
mengganggu kelangsungan hidup perusahaan.
Karena
untuk menyimpan
barang tersebut
akan
memerlukan
berbagai
macam biaya
dan kerugian
yang
mungkin timbul,
misalnya
biaya sewa
gedung, biaya
pemeliharaan,
biaya bunga, biaya kebakaran, dan lain-lain.
Rasio Perputaran Piutang (
Account
Receivable
Turnover
Ratio).
Rasio  ini  dihitung  dengan  membagi  Penjualan  dengan  Rata-rata
Piutang Usaha.
Rasio Perputaran Piutang =
Penjualan
Rata-rata Piutang Usaha
360 hari
Periode Rata-rata Piutang
Usaha = 
Perputaran Piutang Usaha
Apabila 
perusahaan 
menunjukkan 
perputaran 
piutang 
semakin
tinggi,
maka
perusahaan tersebut
mempunyai
tingkat
rasio
yang baik.
Oleh
karena
dana
yang diinvestasikan
dalam
piutang
itu rendah.
Sebaliknya, kalau
rasionya semakin rendah berarti
dana
yang
diinvestasikan
dalam
piutang
semakin tinggi,
hal ini
disebabkan
oleh
bagian
kredit
dan
penagihan bekerja tidak
efektif, ada
perubahan
dalam
kebijakan pemberian kredit kepada pelanggan.
Dengan 
menggunakan 
perputaran 
piutang 
dagang 
dapat 
pula
dihitung
waktu
rata-rata
pengumpulan
piutang
tersebut,
yaitu
dengan
  
membagi jumlah
hari
dalam
setahun, dianggap 360 hari, dengan tingkat
perputaran
piutang
tersebut.
Semakin besar
hari
penagihan
piutang,
semakin besar pula resiko piutang tidak dapat ditagih.
Rasio Perputaran Total Aktiva (Total Assets Turnover Ratio).
Rasio  ini  dihitung  dengan  membagi  Penjualan  dengan  Rata-rata
Total Aktiva.
Penjualan
Rasio Perputaran Total Aktiva =  
 
Rata-rata Total Aktiva
Rasio
ini menunjukkan
efektivitas
penggunaan
seluruh harta
perusahaan dalam
rangka
menghasilkan
penjualan
atau
menggambar-
kan
berapa
rupiah
penjualan
bersih yang
dapat
dihasilkan
oleh setiap
rupiah
yang diinvestasikan
dalam
bentuk
harta
perusahaan.
Kalau
perputarannya  lambat, 
ini 
menunjukkan 
bahwa 
aktiva 
yang  dimiliki
terlalu besar dibandingkan dengan kemampuan untuk menjual.
D. 
Rasio Profitabilitas (Profitability Ratio).
Kemampulabaan
(profitabilitas)
merupakan
hasil
akhir
bersih
dari
berbagai
kebijakan
dan
keputusan
manajemen.
Rasio
kemampulabaan
akan
memberikan jawaban akhir tentang efektivitas
manajemen perusahaan, rasio
ini memberi gambaran tentang tingkat efektivitas pengelolaan perusahaan.
Rasio profitabilitas yang umum digunakan:
Rasio Marjin Laba Bersih (Profit
Margin on Sales Ratio).
Rasio
ini
dihitung
dengan membagi
Laba
Bersih
dengan
Penjualan.
Rasio ini mengukur laba bersih setelah pajak terhadap penjualan.
  
Rasio Marjin Laba Bersih =
Laba Bersih
Penjualan
Rasio Daya Laba Dasar (Basic Earning Power Ratio
).
Rasio
ini
dihitung
dengan membagi
Laba
Sebelum Pajak
dan
Biaya
Bunga/EBIT 
(
Earning Before Income and Tax)
dengan  Total  Aktiva.
Rasio
ini
menunjukkan kemampuan menghasilkan
laba
dari aktiva
perusahaan, sebelum
pengaruh
pajak serta
bunga.
Rasio
ini
sangat
berguna
untuk
membandingkan
perusahaan
dengan
situasi
pajak
yang
berbeda dan tingkat bunga yang berbeda.
Basic Earning Power
=
E B I T
Total Aktiva
Rasio 
Pengembalian  Atas  Total  Aktiva  atau  ROA  (Return on
Assets
Ratio). ROA sering disamakan dengan ROI (Return on Investment).
Rasio
ini dihitung
dengan
membagi
Laba
Bersih dengan
Total Aktiva.
Rasio ini menunjukkan
seberapa
banyak laba bersih yang
bisa
diperoleh
dari seluruh kekayaan yang dimiliki perusahaan.
ROI =
Laba Bersih
Total Aktiva
  
Rasio Pengembalian Atas Ekuitas atau ROE (Return on Equity Ratio).
Rasio
ini
dihitung
dengan
membagi
Laba
Bersih
dengan
Ekuitas.
Rasio ini
memperlihatkan sejauh
manakah
perusahaan
mengelola
modal
sendiri secara
efektif,
mengukur tingkat keuntungan dari investasi yang
telah 
dilakukan 
pemilik  modal 
sendiri 
atau  pemegang  saham
perusahaan.
Laba Bersih
ROE =
Ekuitas
E. 
Rasio Penilaian Pasar (
Valuation Ratio).
Sekumpulan
rasio
yang
menghubungkan
harga
saham
perusahaan
dengan
laba dan nilai buku per saham.
Rasio penilaian yang umum
digunakan:
Rasio Harga terhadap Laba atau PER (
Price to Earnings Ratio).
Rasio harga per saham terhadap laba per saham.
Rasio
Harga terhadap Laba =
Harga Saham
Laba per Saham
Rasio Harga Pasar terhadap Nilai Buku (
Market to Book Ratio).
Rasio harga pasar saham terhadap nilai
bukunya.
Rasio
Harga Pasar terhadap Nilai Buku =
Harga Pasar
Nilai Buku per Saham
  
Untuk mengatasi
kekurangan
dari analisis rasio maka
perlu
dikombinasikan
berbagai
rasio
agar
menjadi
suatu model
prediksi
yang
berarti.
Analisa
Z-skor
merupakan
suatu
model
untuk memprediksi kegagalan
bisnis
perusahaan
yang
diperoleh
dari
kombinasi
rasio-rasio
keuangan
yang
paling
berkontribusi
terhadap
model
prediksi
(STIE
Supra
2003, p90).
2.3
Analisa Indikator Kebangkrutan
Mengetahui 
kondisi 
kesehatan 
keuangan 
perusahaan 
adalah 
sangat 
penting
dilakukan oleh investor dan kreditor dalam pengambilan keputusan-keputusan investasi
dan
kreditnya.
Pembahasan
masalah
kesulitan keuangan selalu
memunculkan
kemungkinan (resiko) kebangkrutan.
2.3.1
Pengertian
Kesulitan Keuangan dan Resiko Kebangkrutan
Kesulitan
keuangan
adalah
suatu
situasi
di mana
arus
kas
dari
aktivitas
operasi
sebuah
perusahaan
tidak cukup
untuk
memenuhi
kewajiban-kewajiban
lancar
(seperti
utang
dagang
atau
biaya
bunga)
dan
perusahaan
dipaksa
untuk
mengambil
tindakan
yang memperbaiki.
Kesulitan keuangan
dapat membawa sebuah perusahaan pada
kegagalan pada
sebuah
kontrak,
hal
ini
dapat
melibatkan
restruktur
keuangan antar perusahaan,
para
krediturnya,   dan   para   investor 
sahamnya.   Biasanya   perusahaan   dipaksa   untuk
mengambil tindakan yang tidak akan dilakukan jika mempunyai kecukupan arus kas.
Kebangkrutan
secara sederhana
dapat
diartikan bahwa
utang-utang
kita lebih
besar
dibandingkan dengan aset yang kita
miliki. Atau, dapat juga ditafsirkan sebagai
kondisi di
mana
biaya hidup
kita
lebih
besar
dibandingkan
dengan
pendapatan yang kita
peroleh.
(
Palepu, 
Bernard  dan 
Healy 
(2000,  p37),  lebih  menekankan 
masalah 
kesulitan
keuangan dari
sudut
pandang
kreditor,
menyebutkan
betapa
pentingnya
masalah
kesulitan keuangan dalam analisis kredit:
  
“Sebuah
elemen
kunci
dari
analisis
kredit
adalah prediksi
dari
kemungkinan
sebuah
perusahaan akan menghadapi kesulitan
keuangan”.
Lebih
lanjut,
Palepu,
Bernard
dan
Healy
(2000,
p37),
menyebutkan
tujuan
dari
analisis ini sebagai berikut:
Tujuan
dari
analisis
ini
tidak
hanya menilai
kemungkinan
bahwa
seorang peminjam
potensial
akan gagal
untuk
mengembalikan
pinjamannya. Penting juga untuk mengenali
sifat 
dasar  dari 
resiko-resiko 
kunci 
yang 
terkait, 
dan 
bagaimana  pinjaman 
dapat
terstruktur untuk mengurangi
atau
mengontrol
resiko-resiko tersebut. Pinjaman
yang
terstruktur
dengan
baik
menyediakan
pinjaman
dengan
exit
strategyyang
dapat
berjalan, bahkan dalam kasus kegagalan.  Kunci untuk struktur ini adalah perjanjian
yang
di-
desain se©ara tepat be®dasarkan akuntansi.
2.3.2
Indikator Kebangkrutan
Berdasarkan
pendapat
Rico
Lesmana
dan Rudi
Surjanto
(2003,
p184),
tanda-tanda
yang
dapat dilihat
terhadap
sebuah perusahaan yang
mengalami
kesulitan
dalam
bisnisnya dan mungkin kesulitan, antara lain sebagai berikut:
a) 
Penjualan atau pendapatan
yang mengalami penurunan secara signifikan.
b) 
Penurunan laba dan atau arus kas dari operasi.
c)   Penurunan total aktiva.
d) 
Harga pasar saham menurun secara signifikan.
e) 
Kemungkinan
gagal
yang
besar
dalam
industri,
atau
industri
dengan
resiko
yang tinggi.
f)
Young
Company,
perusahaan  berusia 
muda 
pada 
umumnya 
mengalami
kesulitan
di
tahun-tahun
awal
operasinya,
sehingga
kalau
tidak didukung
sumber
permodalan
yang kuat
akan
dapat
mengalami
kesulitan keuangan
yang serius dan berakhir dengan kebangkrutan.
g) 
Pemotongan
yang signifikan dalam dividen.
  
2.3.3
Analisis Kesehatan Keuangan Perusahaan
Berdasarkan pendapat
Agnes
Sawir
(2005, p22),
rasio-rasio
keuangan
memberikan
indikasi
tentang
kekuatan keuangan
dari
suatu
perusahaan.
Keterbatasan analisis
rasio
timbul
dari
kenyataan
bahwa
metodologinya
pada
dasarnya
bersifat
univariate
,
yang
artinya
setiap rasio
diuji
secara terpisah.
Oleh
karena
itu,
untuk mengatasi
kekurangan
dari
analisis
rasio
maka
perlu
dikombinasikan
berbagai
rasio agar menjadi suatu
model
prediksi yang berarti.
Untuk
tujuan
tersebut, Agnes
Sawir (2005, p22) menyatakan
bahwa ada dua
teknik
stastistik yang digunakan yaitu:
a) 
Analisis
regresi,
menggunakan
data
masa
lampau
untuk
memprediksi
nilai
yang akan datang dari suatu variabel dependent.
b) 
Analisis 
diskriminan, 
menghasilkan 
suatu 
indeks 
yang 
memungkinkan
klasifikasi
dari    suatu   
pengamatan   
menjadi    satu   
dari   
beberapa
pengelompokkan yang bersifat
apriori
.
2.4
Altman 
Models  (Z-Skor 
Model) 
Sebagai 
Alat  Bantu 
Indikasi 
Kemungkinan
Kebangkrutan
Edward
I.
Altman
pada
pertengahan tahun
1960
membuat
model persamaan untuk
memprediksi
kebangkrutan
perusahaan
dengan menggunakan
analisis
diskriminan (STIE
Supra
2003,
p95).
Menurut
pendapat
Agnes
Sawir
(2005,
p24),
Z-Skor
hasil
kreasi
Altman telah
teruji keandalannya sehingga bertahan sampai sekarang.
Fungsi
diskriminan
Z
(Zeta)
yang
ditemukan
Edward
I.
Altman
adalah
(STIE
Supra
2003, p95):
?
=
0
,717
?
+
0
,847 ?
2
+
3,107
?
3
+
0  420
, 420
?
4
+
0 998 ?
,998 ?
5
  
Dengan keterangan sebagai berikut:
?
=
Zeta (Z-Skor atau total skor)
?
1
=
Modal Kerja / Total Aktiva
Rasio
ini mengukur
tingkat
kemampuan
perusahaan
dalam
memenuhi
kewajiban
jangka
pendeknya.
Rasio ini
merefleksikan
likuiditas
serta
karakteristik ukuran
perusahaan, dimana
suatu
perusahan
yang
mengalami  kerugian  operasional  akan  terus  menerus 
mendapatkan
bahwa
modal kerjanya
menyusut
secara relatif terhadap total aktivanya.
Modal
kerja
didefinisikan sebagai
total
aktiva
lancar
dikurangi total
kewajiban
lancar. Umumnya,
bila perusahaan
mengalami
kesulitan
keuangan,
modal
kerja
akan
turun
lebih
cepat
daripada
total aktiva
menyebabkan
rasio
ini
turun.
Dengan demikian
semakin
kecil
rasio
ini,
menunjukkan kondisi
likuiditas
perusahaan
yang
semakin
memburuk.
Berdasarkan
hal
tersebut,
Altman
memberikan
bobot
rasio
ini
sebesar
0,717.
?
2
=
Laba Ditahan / Total Aktiva
Rasio ini mengukur akumulasi
laba selama
perusahaan
beroperasi.
Umur
perusahaan berpengaruh terhadap
rasio
ini
karena
semakin lama
perusahaan beroperasi
memungkinkan
untuk
memperbesar
akumulasi
laba
ditahan.
Perusahaan
yang
relatif
baru,
biasanya
belum dapat
mengumpulkan
laba, sehingga
laba ditahan terhadap
total
aktivanya
menghasilkan rasio yang
relatif
kecil, kecuali
yang labanya sangat
besar
pada awal berdirinya. Bobot yang diberikan untuk rasio ini adalah 0,847.
?
3
=
Laba Sebelum Bunga dan Pajak / Total Aktiva
Rasio ini mengukur kemampuan perusahaan untuk memperoleh laba dari
aktiva
yang
digunakan.
Rasio
ini
berfungsi
sebagai
alat
pengaman
jika
  
perusahaan
mengalami
kegagalan
keuangan,
oleh
karena
itu
rasio
ini
dianggap   paling 
berkontribusi 
dalam 
menilai 
kelangsungan 
hidup
perusahaan. Altman memberikan bobot yang paling besar yaitu 3,107.
?
4
=
Nilai Pasar Saham / Total Utang
Nilai
pasar
saham
adalah
jumlah
saham yang
beredar
dikalikan
dengan
nilai
kurs.
Karena
nilai
pasar
ini
sangat
obyektif, maka
Altman lebih
cenderung
menilai
pasar
modal
saham dengan
nilai
bukunya.
Rasio
ini
dipakai
untuk
menilai
solvabilitas
perusahaan, yaitu
kemampuan
perusahaan memenuhi
kewajiban
jangka
panjang
atau
mengukur
kemampuan permodalan
perusahaan
dalam menanggung
seluruh beban
utangnya.
Nilai
perusahaan
dapat menurun
sebelum
perusahaan
mengalami
insolvency (kegagalan
usaha),
sehingga
nilai
pasar
modal
saham
dapat
dijadikan suatu alat
peramal
yang
efektif
untuk
mengenali
adanya kebangkrutan. Bobot yang diberikan untuk rasio ini adalah 0,420.
?
5
=
Penjualan / Total Aktiva
Rasio
ini
digunakan
untuk
mengukur
kemampuan perusahaan dalam
meningkatkan
usaha,
yaitu
sejauh mana
efektivitas perusahaan
menggunakan
sumber
dayanya
untuk meningkatkan
penjualan dengan
berbagai macam kondisi persaingan. Rasio yang lebih besar
mencerminkan
kemampuan perusahaan mengatasi persaingan
yang
ada.
Bobot yang diberikan untuk rasio ini adalah 0,998.
Dengan kriteria sebagai berikut:
Apabila
total skor
(Z-skor)
perusahaan
lebih
besar
daripada
2,90 berarti
segalanya
berjalan
baik
(
non-bankrupt).
Apabila
total
skor
(Z-skor)
lebih
kecil
daripada
1,23,
kebangkrutan (
bankrupt)
mungkin terjadi.
Bila
total
skor
(Z-skor)
perusahaan berada
diantara
1,23 sampai dengan 2,90,
perusahaan berada dalam wilayah abu-abu (
grey
  
area), atau
pada wilayah ini
ada
banyak
perusahaan
dengan skor
yang
lebih
tinggi
telah
bangkrut,
sementara
perusahaan
dengan skor
lebih
rendah
masih bertahan
hidup.
Z < 1,23
Bankrupt
1,23 = Z
=
2,90
Grey Area
Z > 2,90
Non- Bankrupt
Berdasarkan pendapat
Agnes
Sawir
(2005,
p24),
Z-skor
pertama
kali
dikembangkan
untuk
menentukan
kecenderungan
kebangkrutan,
dapat juga
digunakan sebagai
ukuran
dari 
keseluruhan  kinerja
keuangan  perusahaan. 
Hal 
yang  menarik  mengenai  Z-skor
adalah
keandalannya
sebagai
alat
analisis tanpa
memperhatikan
bagaimana
ukuran
perusahaan. Meskipun seandainya
perusahaan sangat
makmur, bila
Z-skor
mulai
turun
dengan
tajam,
lonceng
peringatan
harus
berdering.
Atau,
bila
perusahaan baru
saja
survive, Z-skor
bisa
digunakan
untuk
membantu
mengevaluasi
dampak
yang
telah
diperhitungkan dari perubahan upaya-upaya manajemen perusahaan.
  
2.5
KERANGKA
PEMIKIRAN TEORITIS
Analisa Laporan Keuangan dan Kebangkrutan
Untuk Menilai
Kinerja Keuangan
Serta Kelangsungan Perusahaan
Laporan Keuangan
(Data-data keuangan dari tahun 2001 sampai dengan tahun 2005)
Perhitungan Rasio-rasio Keuangan
Rasio Likuiditas
Rasio Manajemen Utang
Rasio Manajemen Aktiva
Rasio Profitabilitas
Altman Models (Z-Skor Model)
Nilai Z-Skor
Penilaian Kinerja Keuangan
Serta Kelangsungan Perusahaan
Gambar 2.2
Kerangka Pemikiran
  
2.6
Metodologi  Penelitian
2.6.1
Jenis dan Metode Penelitian
Jenis
dan
metode
yang
digunakan
peneliti dalam
menyelesaikan
skripsinya
adalah
dengan
menggunakan
jenis
penelitian
deskriptif
dan
menggunakan metode
penelitian
studi kasus.
1. Penelitian 
deskriptif 
adalah 
suatu 
penelitian 
yang 
bertujuan 
untuk
mengumpulkan
data,
dimana
data
yang telah
berhasil
dikumpulkan
kemudian
disajikan kembali dengan disertai analisis sehingga
dapat memberikan gambaran
yang jelas.
2.   Metode penelitian studi
kasus adalah
metode penelitian
yang menjelaskan secara
sistematis,
faktual,
dan
akurat
mengenai
fakta
dan
karakteristik
yang
terjadi
pada objek. Penelitian ini mempunyai ciri
menjelaskan situasi atau kejadian
dengan
mencari
informasi faktual,
mengidentifikasi
masalah
dan
praktek
yang
sedang berlangsung, kemudian membuat perbandingan dan evaluasi.
2.6.2
Teknik Pengumpulan Data
Teknik
pengumpulan
data
yang
dilakukan penulis
dalam
menyusun
skripsi adalah
menggunakan
data
primer
(data
yang
didapat
langsung
dari lapangan) serta
data
sekunder (data yang
diperoleh
dari berbagai
sumber, seperti
studi
kepustakaan).
Metode
yang digunakan
dalam penulisan skripsi ini dilakukan
dengan cara:
1.   Metode Penelitian Kepustakaan (Lib®ary
Research Method).
Pengumpulan data
dilakukan
dengan
mempelajari teori-teori
dari
buku-buku
ilmiah
serta
literatur-literatur yang
mempunyai
hubungan
dengan permasalahan
yang dibahas dalam skripsi ini.
2.   Metode Riset
Lapangan (
Field Research Method).
Metode
yang
didapat
langsung
dari
lapangan
untuk memperoleh data-data yang
diperlukan, didapat dengan cara:
  
Survey /
observasi, yaitu
metode
yang dilakukan
dimana penulis
melakukan
pengamatan secara langsung dari perusahaan.
Wawancara (interview),
dilakukan
dengan
cara
tanya
jawab
secara
langsung
dengan
pihak yang
berkepentingan
dalam
perusahaan
untuk
mendapatkan
data yang diperlukan.
2.6.3
Teknik Analisis Data
Teknik yang
digunakan untuk menganalisa data adalah:
Rasio-rasio Keuangan:
A. 
Rasio Likuiditas (
Liquidity Ratio):
1.   Rasio Lancar (
Current Ratio
), dengan rumus:
Rasio Lancar =
Aktiva Lancar
Utang Lancar
2.   Rasio Cepat (Quick Ratio), dengan rumus:
Aktiva lancar - Persediaan
Rasio Cepat
=
Utang Lancar
B. 
Rasio Manajemen Utang (
Solvability Ratio):
1.   Rasio Utang (Debt Ratio), dengan rumus:
Rasio Utang =
Total Utang
Total Aktiva
2.   Rasio
Laba
terhadap
Beban
Bunga
(Times Interest Earned Ratio),
dengan rumus:
Rasio Laba terhadap Beban Bunga =
E B
I T
Beban Bunga
  
C. 
Rasio Manajemen Aktiva (
Assets
Management Ratio):
1.   Rasio
Perputaran
Persediaan
(Inventory Turnover Ratio),
dengan
rumus:
Rasio Perputaran Persediaan =
Periode Rata-rata Persediaan =
Harga Pokok Penjualan
Rata-rata Persediaan
360 hari
Perputaran Persediaan
2.   Rasio 
Perputaran 
Piutang 
(Account Receivable Turnover
Ratio),
dengan rumus:
Rasio Perputaran Piutang =
Penjualan
Rata-rata Piutang Usaha
360 hari
Periode Rata-rata Piutang Usaha = 
 
Perputaran Piutang Usaha
3.   Rasio
Perputaran Total
Aktiva (Total Assets Turnover
Ratio), dengan
rumus:
Penjualan
Rasio Perputaran Total Aktiva =  
 
Rata-rata Total Aktiva
D. 
Rasio Profitabilitas (Profitability Ratio):
1.   Rasio
Marjin
Laba
Bersih
(Profit
Margin on
Sales Ratio),
dengan
rumus:
Rasio Marjin Laba Bersih =
Laba Bersih
Penjualan
  
2.   Rasio Daya Laba Dasar
(
Basic
Earning
Power Ratio), dengan rumus:
Rasio BEP =
E B I T
Total Aktiva
3.   Rasio
Pengembalian
Atas
Total
Aktiva
atau
ROA
(
Return on Assets
Ratio) atau ROI (
Return on Investment), dengan rumus:
Laba Bersih
Rasio ROI =
 
Total Aktiva
4.   Rasio Pengembalian Atas Ekuitas atau ROE
(
Return
on Equity Ratio),
dengan rumus:
Rasio ROE =
Laba Bersih
Ekuitas
Altman Models (Z-Skor):
?
=
0
,717 ?
+
0
,847 ?
2
+
3,107
?
3
+
0  420
, 420
?
4
+
0 998 ?
,998 ?
5
Dimana:
?
=
Zeta (Z-Skor atau total skor)
?
1
=
Modal Kerja
Total Aktiva
?
2
=
Laba Ditahan
Total Aktiva
?
3
=
EBIT
Total Aktiva
  
?
4
=
Nilai Pasar Saham
Total Utang
?
5
=
Penjualan
Total Aktiva
Dengan kriteria sebagai berikut:
Z < 1,23
Bankrupt
1,23 = Z
=
2,90
Grey Area
Z > 2,90
Non-Bankrupt
2.6.4
Kelemahan
Teknik Analisis Data
Menurut
pendapat
Agnes
Sawir
(2005,
p44),
keterbatasan
analisis
rasio
antara
lain
adalah:
a) 
Kesulitan  dalam 
mengidentifikasi  kategori  industri  dari  perusahaan  yang
dianalisis apabila perusahaan tersebut bergerak di beberapa bidang usaha.
b) 
Rasio
disusun
dari
data
akuntansi
dan
data
tersebut
dipengaruhi
oleh
cara
penafsiran yang berbeda.
c)   Perbedaan metode akuntansi
akan menghasilkan
perhitungan yang
berbeda,
misalnya perbedaan metode penyusutan atau metode penilaian persediaan.
Namun walaupun demikian, analisis rasio tetap merupakan alat yang dapat dipakai sebagai
pedoman dalam membantu analis mengevaluasi kondisi keuangan perusahaan.