6
BAB 2
LANDASAN TEORI
2.1. Kalimat Pasif Bahasa Indonesia
Dalam bukunya,
Alwi
(1988)
mengatakan pengertian aktif dan pasif dalam kalimat
menyangkut
beberapa
hal
:
(1)
macam
verba
yang
menjadi
predikat,
(2)
subjek
dan
objek, dan (3) bentuk verba yang dipakai.
Pemasifan
dalam
bahasa
Indonesia dilakukan dengan
dua
cara:
(1)
menggunakan
verba berprefiks di- dan (2) menggunakan verba tanpa prefiks di-.
Apabila kita
gunakan simbol
S
untuk
subjek, P
untuk
predikat, dan O untuk objek
maka kaidah umum
untuk pembentukan kalimat pasif dari
kalimat aktif
dalam bahasa
Indonesia adalah sebagai berikut.
a. Cara Pertama
(1) Menukar S dengan O.
Contoh :
Pak Toha mengangkat seorang asisten baru.
S
O
Menjadi :
Seorang asisten baru mengangkat Pak Toha. (Cara 1)
S
O
(2) Mengganti prefiks meng- dengan di- pada P.
Contoh :
Seorang asisten baru diangkat
Pak Toha
(Cara 2)
  
7
(3) Menambah kata oleh di depan unsur yang tadinya S.
Contoh :
Seorang asisten baru diangkat (oleh) Pak Toha. (Cara 3)
Dilihat dari contoh diatas, bentuk oleh
pada kalimat pasif bersifat
manasuka. Akan
tetapi,
apabila
verba
predikat
tidak
diikuti
langsung
oleh
pelengkap pelaku
(yang
sebelumnya subjek kalimat aktif), maka bentuk oleh wajib hadir. Pemasifan dengan cara
pertama  umumnya  digunakan  jika  subjek  kalimat  aktif  berupa  nomina  atau  frasa
nominal;
jika
subjek
kalimat
aktif
berupa
pronomina persona,
padanan
pasifnya
umumnya
dibentuk
dengan
cara
kedua.
Akan  tetapi,
kalau
subjek
kalimat
aktif
itu
berupa gabungan pronomina dengan pronomina atau frasa lain, maka padanan pasifnya
dibentuk dengan cara pertama.
b. Cara Kedua
(1) Memindahkan O ke awal kalimat.
Contoh :
Saya sudah mencuci mobil itu.
Menjadi :
Mobil itu saya sudah mencuci. (Cara 1)
(2) Menanggalkan prefiks meng- pada P.
Contoh :
Mobil itu saya sudah cuci.
(Cara 2)
(3) Memindahkan S ke tempat yang tepat  sebelum verba.
Contoh :
Mobil itu sudah saya cuci.
(Cara 3)
  
8
Jika
subjek kalimat
aktif
transitif
berupa pronomina
persona
ketiga atau
nama
diri
yang relatif pendek, maka padanan pasifnya dapat dibentuk dengan cara pertama atau
kedua.
Contoh :
a.
Mereka akan membersihkan ruangan ini
b.i.
Ruangan ini akan dibersihkan (oleh) mereka.
b.ii. Ruangan ini akan mereka bersihkan.
Pembentukan kalimat
pasif
dengan
cara
kedua
dari
kalimat
aktif
transitif
yang
subjeknya
berupa
pronomina persona
ketiga
atau
nama
diri
terbatas
pemakaiannya.
Perubahan
kalimat
pasif
yang
mengandung kata
seperti
ingin
atau
mau
cenderung
menimbulkan pergeseran makna.
Contoh :
Andi ingin mencium Tuti.
Menjadi :
Tuti ingin dicium Andi.
Pada
kalimat
aktif
jelas
bahwa
yang
ingin
melakukan perbuatan
mencium adalah
Andi,
tetapi
pada
kalimat
pasifnya
orang
cenderung
menafsirkan bahwa
yang
menginginkan
ciuman
itu
adalah
Tuti
dan bukan
Andi.
Tafsiran
makna kalimat
pasif
yang berbeda dengan makna padanan kalimat aktif itu timbul karena kecenderungan kata
ingin biasanya dikaitkan dengan unsur di sebelah kiri yang mendahuluinya.
Arti
pasif
dapat
pula
bergabung dengan
unsur
lain
seperti
unsur
ketaksengajaan.
Apabila kalimat aktif diubah menjadi kalimat pasif yang didalamnya terkandung makna
bahwa perbuatan
yang
dinyatakan oleh
verba
itu mengandung unsur
yang tak
sengaja,
maka bentuk prefiks yang dipakai untuk verba bukan lagi di-, melainkan ter-.
  
9
Contoh :
Penumpang bus itu dilempar ke luar.
Menjadi :
Penumpang bus itu terlempar ke luar.
2.1.1. Verba Intransitif
Menurut  Kridalaksana
(2005)  Verba  intransitif
yaitu  verba  yang  menghindarkan
objek.
Klausa
yang
menggunakan verba
ini
hanya
mempunyai
satu
nomina.
Di
antara
verba intransitif terdapat sekelompok verba yang berpadu dengan nomina, misalnya alih
bahasa, campur tangan, cuci
mata, bersepeda, bersepatu. Di
samping
itu, juga
terdapat
sekempok verba
yang tidak bisa bergabung dengan perfiks me-, ber- tanpa
mengubah
makna
dasarnya. Dalam tata bahasa tradisional verba semacam itu disebut kata kerja
aus. Kata kerja tersebut antara lain ada, balik (=kembali), bangkit, bangun, benci akan,
cinta akan, hidup, pergi, tidur, makan, mandi, mati dan sebagainya.
2.1.2. Verba Aktif
Menurut  Kridalaksana  (2005)  verba  aktif  yaitu  verba  yang  subjeknya  berperan
sebagai pelaku. Verba demikian biasanya berprefiks me-, ber-, atau tanpa prefiks.
Contoh :
Dengan prefiks : Ia mengapur dinding.
Tanpa prefiks : Saya makan nasi.
2.1.3. Verba Pasif
Menurut  Kridalaksana  (2005)  verba  pasif  yaitu  verba  yang  subjeknya  berperan
sebagai penderita, sasaran, atau
hasil.
Verba demikian biasanya diawali dengan prefiks
di- atau ter-.
  
10
Contoh :
Adik dipukul Ayah.
2.2.Ukemi / Kalimat Pasif Bahasa Jepang
Menurut Sutedi
(2001)
kalimat
pasif
dalam
bahasa
Jepang
disebut
ukemi
atau
judoubun.
Kalimat pasif
dalam
bahasa Jepang
memiliki
keistimewaan tersendiri
jika
dibandingkan dengan bahasa lain.
Misalnya, bukan hanya dibentuk dari verba transitif,
melainkan bisa juga dibentuk dari verba intransitif.
Ukemi dibagi menjadi 2 jenis sebagai berikut :
1.   Kalimat Pasif Langsung
Yaitu  kalimat  pasif  yang  dibentuk  dari  kalimat  transitif  yang  objeknya  berupa
manusia atau benda yang bernyawa saja.
Kalimat Transitif            ?     Kalimat Pasif
???????????
????????????(Tanaka, 2001:74)
Terjemahan :
Guru memuji Taro.         
?  
Taro dipuji guru.
2.   Kalimat Pasif Tidak Langsung
Yaitu
kalimat pasif
yang
dibentuk dari kalimat
transitif yang
objeknya benda
mati
(di dalamnya mencakup bagian tubuh, benda yang dimiliki); atau kalimat pasif yang
dibentuk dari kalimat intransitif. Jadi, dalam kalimat pasif bahasa Jepang, benda mati
tidak
bisa
dijadikan
sebagai
subjek
atau
pokok
kalimat,
melainkan terbatas
pada
benda bernyawa saja.
  
11
Contoh :
???????????
(Matsuoka, 2001:295)
Terjemahan :
Saya merasa berisik karena tetangga sebelah.
2.2.1. Cara Pembentukkan Kalimat Ukemi
Menurut Tanaka (2001:74-75) cara pembentukkan ukemi adalah sebagai berikut :
1. Kalimat Pasif Langsung :
1a. Kalimat pasif
yang
menyatakan aktivitas yang dilakukan oleh orang kedua kepada
orang pertama, yang dilihat dari sudut pandang orang pertama.
(Kata benda (orang kesatu)
?
(wa) kata benda (orang kedua)
?
(ni) kata kerja pasif
(
???
)).
Contoh :
???????????
?
?????????????
Terjemahan :
Guru memuji saya.
?
Saya dipuji oleh guru.
1b.
Kata
kerja
pasif
yang
digunakan pada
waktu
pelakunya tidak
menjadi persoalan.
(kata benda (barang/hal)
?
/
?
kata kerja pasif)
Contoh :
??????????????????
(Tanaka, 2001:74)
Terjemahan :
Mobil buatan Jepang telah diekspor keseluruh dunia.
1c.Kata kerja pasif yang menyatakan pembuatan atau penemuan. Pelakunya ditunjukkan
dengan partikel
????.
  
12
Contoh :
?????????????????
(Tanaka, 2001:75)
Terjemahan :
Telepon ditemukan oleh Bell.
2. Kalimat Pasif Tidak Langsung :
2a.
Pola kalimat
yang
menunjukkan bahwa orang
kedua
melakukan sesuatu perbuatan
terhadap
kata benda
orang
pertama. Kebanyakan
orang pertama
merasa
terganggu
oleh  perbuatan
tersebut.
(Kata  benda  (orang  kesatu) 
?
(wa)  kata  benda  (orang
kedua)
?
(ni)kata benda kata kerja pasif (
???
)).
Contoh:
????????????????(Tanaka, 2001:74)
Saya, komputernya dirusak oleh adik.
2b. Bila pelakunya bukan manusia melainkan benda bergerak.
??????????????
(Tanaka, 2001:74)
Saya (merasa terganggu) karena tangan saya digigit anjing.
2.2.2. Teori Terjemahan yang Berhubungan Dengan Ukemi
Sticker  dan  Anzai  (1982  :  99-100)  mengemukakan  bahwa  ada  2  syarat  untuk
menerjemahkan ukemi ke dalam bahasa Inggris sebagai berikut :
1. Ukemi intransitif yang diterjemahkan menjadi kalimat aktif
Contoh :
????????????????????
??????????????? ?????????????
???(???????????)
  
13
Terjemahan dalam Bahasa Inggris :
“But won’t people talk if I come too often?”
“Will that bother you?” she asked, a malicious twinkle in her eye.
Terjemahan dalam Bahasa Indonesia :
‘Tapi apakah orang tidak akan berpikir aneh jika aku terlalu sering datang ?’
‘Apa itu akan mengganggumu ?’ dia bertanya , ada tatapan jahat dimatanya. (Kawaguchi
Matsutarou [Fukugawa no suzu] dalam Sticker dan Anzai)
Penjelasan :
Pada kalimat ini terlihat sekali bahwa
verba pasif transitif ‘omowareru’diterjemahkan
menjadi ‘talk’ dalam kalimat aktif
intransitif dalam bahasa Inggris dan juga demikian
‘berpikir
aneh’
dalam kalimat
aktif
intransitif
bahasa
Indonesia.
Dari
kalimat
tersebut
terlihat bahwa kalimat
yang
dalam bahasa Jepangnya berupa
kalimat
transitif
berubah
menjadi kalimat intransitif dalam bahasa Inggris dan begitu pula dalam bahasa Indonesia.
2. Ukemi transitif yang diterjemahkan menjadi kalimat aktif.
Contoh :
??????????? ????? ???????(
Sticker  dan
Anzai,1982:103
)
Terjemahan dalam Bahasa Inggris:
‘You think I’m going to listen to you preach to me about ‘giri-ninjo’?
Terjemahan dalam bahasa Indonesia :
‘Kalian pikir aku akan mendengarkan ceramah kalian tentang ‘giri-ninjo’?’
  
14
Penjelasan :
Pada kalimat ini
mendengarkan
ceramah tentang
girininjo menjadi objek transitif dan
kata
kerja
pasif  
?????
diterjemahkan
menjadi
kalimat
aktif
dapat
dikaitkan
dengan
makna
dalam
Catford
(1965:36)
bahwa
terdapat
makna
kontekstual
pada teks
dimana kalimat diatas menjadi salah satu bagiannya.
2.3. Teori Terjemahan
Penerjemahan menurut Catford (1965:20) adalah The replacement of textual material
in one language (SL) by equivalent textual material in another language.
Terjemahan :
Penggantian
materi
teks
dalam suatu bahasa
(Bahasa Sumber/BSU)
oleh
materi
teks
yang sepadan dalam bahasa lain (Bahasa Sasaran/BSA).
2.3.1.Teori Terjemahan Semantik
Teori
penerjemahan
semantik
banyak
dipakai
dalam
menerjemahkan karena
kebebasan penerjemahan yang dapat dilakukan oleh penerjemah. Dalam bahasa Jepang
hal
ini
nampak dengan sering hilangnya partikel dalam komik namun penerjemah tetap
menerjemahkannya berdasarkan tata bahasanya.
Semantic translation differs from ‘faithful translation’ only in as far as it must take
more account of the aesthetic value (that is, the beautiful and natural sound) of the
SL
text,
compromising
on
‘meaning’
where
appropriate
so
that
no
assonance,
word-play or
repetition
jars
in
the finished
version. Further,
it
may
translate
less
important cultural word
by culturally
neutral third or
functional terms but
not by
cultural equivalents and
it
may
make
other
small
consessions
to the
readership.
The
distitinction between
‘faithful’ and
‘semantic’
tranlation
is
that
the
first
is
uncompromising and
dogmatic,
while
the
second
is
more
flexible,
admits
the
creative exeption to 100% fidelity and allows for the translator’s intuitive empathy
with the original. (Newmark : 1988, 46)
  
15
Terjemahan:
Penerjemahan
semantik
berbeda
dengan
‘penerjemahan persis’
sejauh
hal
itu
dilakukan
untuk
menekankan nilai estetik
(
keindahan dan kealamiahan isi )
dari
teks
BSu,
yang
memiliki
kelonggaran pada
arti
yang
tepat
agar
tidak
terjadi
persamaan vokal, permainan kata
atau
repetisi atau
pengulangan pada
versi
yang
telah
selesai.
Dan
lagi,
hal
ini
dapat
menggantikan
penerjemahan
kata
kultural
yang
kurang
penting
dengan
kata
yang
bebas
secara
kultur
umum dan
tidak
dicarikan
padanan
secara
kultur
juga
sehingga
memberi
kelonggaran kepada
pembaca. 
Perbedaan  antara 
‘penerjemahan
persis’ 
dengan 
‘penerjemahan
semantik’
yaitu
yang
pertama
tidak
bisa
dikompromi
dan
dogmatik,
sedangkan
yang kedua lebih flexibel, memperbolehkan kreativitas dan kebebasan berdasarkan
intuisi penerjemah dan empatinya terhadap karya asli.
2.3.2. Shift Rank / Pergeseran
Dalam
semua
bahasa
dapat
kita temukan
pengaturan unit kata
yang
setiap
unitnya
beroperasi dalam struktur yang sama atau lebih rendah kelasnya. Maka disini kita dapat
menggunakan
konsep
rank-shift
atau
pergeseran kelas.
Ada
dua
tipe
umum
dari
shift
rank menurut Catford (1965), seperti berikut :
1.Level shift / Pergeseran level.
Level shift. By a shift of level we mean that a SL item at one linguistic level has a TL
translation equivalent at a different level.
Berarti bahwa Bahasa Sumber/BSu pada sebuah
level
linguistik
mempunyai padanan
yang ekuivalen pada tingkatan yang berbeda di Bahasa Sasaran/Bsa.
2. Category shift / Pergeseran kategori.
Category shift. Or referred as unbounded and rank-bound translation : the first being
approximately ‘normal’ or ‘free’ translation in which SL-TL equivalences are set up at
whatever rank is appropriate.
Terjemahan  yang  tidak  terikat,  berarti  ekuivalen  Bahasa  Sumber/BSu  dan  Bahasa
Sasaran/BSa ditentukan atas tingkatan yang sesuai.
  
16
Pergeseran kategori sendiri dibagi menjadi structure shifts, class shifts, unit shifts dan
intra system shift.
a.   Structure Shift / Pergeseran Struktur
Catford mencontohkan pergeseran struktur yang dilakukan antara bahasa Inggris
dan bahasa Gaelik (bahasa Skotlandia).
SL text
John loves Mary
=
SPC (Subject Predicate Connective)
TL text (Gaelic) Tha gradh aig lain air Mairi
Is
love
at
John on
Mary
=
PSCA
(Predicate
Subject
Connetive
Addressee)
We can regard this is as a structure shift only on the assumption that there is
formal correspondence between English and Gaelic. We must posit that the
English elements of clause-structure S, P, C, A have formal correspondents S, P,
C, A in Gaelic; this assumption appears reasonable, and so entitles us to say that
a Gaelic PSCA structure as translation equivalent of English SPC represents a
structure shift insofar as it contains different elements.
Kita dapat mengartikan bahwa pergeseran struktur hanya terjadi apabila terdapat
hubungan
formal antara bahasa Inggris
dan
Gaelik. Kita harus
memahami juga
bahwa elemen bahasa Inggris seperti struktur klausa SPCA
memiliki hubungan
formal SPCA dengan bahasa Gaelik. Asumsi ini beralasan, maka dapat dikatakan
struktur
bahasa
Gaelik
SPCA
memiliki
terjemahan
ekuivalen
terhadap
struktur
SPC bahasa Inggris meskipun memiliki elemen yang berbeda.
b.   Class Shift / Pergeseran Kelas
Class  shift,  then,  occurs  when  the  translation  equivalent  of  a  SL  item  is  a
member of a different class from the original item.
Terjadi ketika terjemahan ekuivalen dari Bahasa sumber/BSu adalah bagian dari
kelas yang berbeda dari bahasa aslinya.
c.   Unit Shift / Pergeseran Unit
By
unit
shift
we
mean
changes
of
rank-that
is,
departure
from formal
correspondence in which the translation equivalent of a unit at one rank in the
SL is a unit at a different rank in the TL.
  
17
Adalah perubahan dari hubungan formal dimana terjemahan suatu unit dari suatu
tingkatan tertentu
adalah
suatu
unit
yang
berbeda
tingkatan dalam
Bahasa
Sasaran/BSa.
d.   Intra system shift / Pergeseran Sistem
This could only mean a departure from formal correspondence in which ( a term
operating in) one system in the SL has
as its translation equivalent ( a term
operating in) a different – non-corresponding-system in the TL.
Pergeseran dari
hubungan
formal
dari
suatu
sistem
di
Bahasa
Sumber/BSu
memiliki
terjemahan ekuivalen yang tidak
memiliki
sistem
yang
berhubungan
dalam Bahasa Sasaran/BSa.