8
BAB 2
LANDASAN TEORI
2.1
Manajemen Proyek
2.1.1
Pengertian Manajemen
Menurut Soeharto (1999, p21), Manajemen adalah proses merencanakan,
mengorganisasikan, memimpin, dan mengendalikan kegiatan anggota serta
sumber
daya
yang
lain
untuk
mencapai
sasaran
organisasi
(perusahaan)
yang
telah ditentukan.
2.1.2
Pengertian Proyek
Menurut Schwalbe
(2006, p4), Proyek adalah
suatu
usaha yang bersifat
sementara untuk menghasilkan suatu produk atau layanan yang unik. Pada
umumnya, proyek melibatkan beberapa orang yang saling berhubungan
aktifitasnya dan sponsor
utama dari proyek biasanya tertarik dalam penggunaan
sumber daya yang efektif untuk menyelesaikan proyek secara efisien dan tepat
waktu.
Menurut Larson (2000, p4), Proyek adalah kegiatan yang kompleks, tidak
rutin, dan usaha satu
waktu yang dibatasi oleh waktu, anggaran, sumber daya,
dan spesifikasi kinerja yang dirancang untuk memenuhi kebutuhan customer.
Menurut  Schwalbe  (2006,  pp5-6),  atribut  dari  suatu  proyek  adalah
sebagai berikut :
1.   Sebuah
proyek
memiliki
tujuan
yang
khusus.
Proyek
harus
menghasilkan
suatu produk khusus, layanan, dan hasil akhir.
  
9
2.   Proyek bersifat sementara. Proyek memiliki awal dan akhir yang jelas.
3.   Proyek
membutuhkan
sumber
daya bias
dari
beberapa area. Sumber
daya
dapat berupa hardware, software, dan sumber daya lainnya.
4.   Proyek harus memiliki pelanggan utama (primary customer) / sponsor.
5.
Proyek melibatkan ketidakpastian –
ketidakpastian, karena setiap proyek
bersifat
unik
maka
sangat
sulit untuk
menentukan
objektifitas
proyek,
mengestimasi waktu proyek, dan biayanya.
Menurut Larson (2000, p4), tujuan utama dari proyek adalah untuk
memuaskan kebutuhan customer. Disamping kemiripan, karateristik dari
sebuah
proyek
membantu
membedakan
proyek tersebut dari yang lainnya dalam
organisasi. Karakteristik utama dari proyek adalah :
1.   Penetapan tujuan
2.   Masa hidup yang terdefinisi mulai dari awal hingga akhir
3.   Biasanya melibatkan beberapa departemen dan professional
4.   Biasanya melakukan sesuatu yang belum pernah dilakukan sebelumnya
5.   Waktu, biaya, dan kebutuhan yang spesifik
Menurut Hughes (2006, p4), Proyek software mempunyai karakteristik
tertentu yang membuat proyek software berbeda dengan proyek lainnya.
1.   Invisibility
Dalam sebuah proyek software, kemajuannya tidak dapat dilihat secara
langsung dan berbeda dengan proyek fisik lainnya misalnya pembuatan
jembatan dan sebagainya.
  
10
2.   Complexity
Produk software memiliki lebih banyak kompleksitas daripada proyek
fisik termasuk dari sisi biayanya.
3.   Conformity
Pengembang
software harus
menyesuaikan
kebutuhan
software
dan
kebutuhan dari client. Hal ini perlu mendapat perhatian karena pada dasarnya
individual memiliki ketidakkonsistenan. Konsistensi mulai dari awal hingga
akhir menjadi hal yang penting dalam keberhasilan proyek.
4.   Flexibility
Software
yang
dapat
diubah
dengan
mudah biasanya
dilihat
sebagai
sebuah kekuatan. Hal ini
berarti tampilan sistem software diharapkan dapat
diubah dengan mudah untuk mengakomodasi perubahan lingkungan bisnis
organisasi dan komponen lainnya.
Menurut
Schwalbe
(2006,
p7),
setiap
proyek memiliki
batasan
yang
berbeda terhadap ruang lingkup, waktu, dan biaya yang biasanya disebut sebagai
triple constraint (3 kendala). Setiap manajer proyek harus memperhatikan hal
hal penting dalam manajemen proyek :
Ruang lingkup (scope) : apa yang ingin dicapai dalam proyek ? produk atau
layanan apa yang pelanggan harapkan dari proyek tersebut ?
Waktu (time)
:
berapa
lama
waktu
yang dibutuhkan
untuk
menyelesaikan
proyek?  Bagaimana jadwal kegiatan proyek akan dilaksanakan ?
Biaya  (cost)  :  berapa  biaya  yang  dibutuhkan  untuk  dapat  menyelesaikan
proyek ?
  
11
Ketiga
batasan
tersebut
memiliki
sifat
saling
tarik
menarik.
Artinya,
jika
ingin
meningkatkan
kinerja
produk
yang
telah
disepakati
dalam kontrak,
maka harus diikuti dengan meningkatkan mutu, yang selanjutnya berakibat pada
naiknya
biaya
melebihi anggaran. Sebaliknya, bila ingin menekan biaya maka
biasanya harus berkompromi dengan mutu atau jadwal.
Gambar 2.1 Triple Constraint
(Sumber : Schwalbe, 2006, p7)
2.1.3
Pengertian Perangkat Lunak (Software)
Menurut Pressman (2003,  p6),  Perangkat lunak (software) merupakan
1.   Instruksi  –  instruksi
(program  komputer)  yang  menyediakan  fungsi  dan
kinerja yang diinginkan pada saat dieksekusi atau dijalankan.
  
12
2.   Struktur   –   struktur   data   yang   memungkinkan   program   memanipulasi
informasi sesuai yang diinginkan.
3.   Dokumen  –  dokumen 
yang  mengambarkan  operasi  dan  kegunaan  dari
program – program.
Perangkat lunak (software) atau program memungkinkan komputer untuk
melakukan tugas – tugas spesifik yang ditujukan kepada komponen fisik sistem
(hardware).
Secara
umum,
sistem
komputer
terbagi
menjadi
3
kelas
utama
(http://www.wikipedia.com) yaitu :
System
software
membantu
user
dalam
menjalankan
hardware
dan
sistem
komputer. Salah satu contoh system software adalah operating system dan
device drivers.
Tujuan
dari system software
adalah mengisolasi sebanyak
mungkin programmer aplikasi dari penggunaan bagian aplikasi yang rumit
terutama
memori dan fitur
hardware
lainnya
serta
peralatan
lainnya
seperti
printer dan keyboard.
Programming 
Software 
biasanya 
menyediakan 
tools 
untuk 
membantu
programmer
dalam menulis
program
program
komputer
dan
software
dengan
menggunakan
bahasa
pemrograman
yang
lebih
tepat.
Tools yang
digunakan meliputi text editor, compiler, debbuger, dan sebagainya.
Application Software memungkinkan
user menyelesaikan satu atau beberapa
tugas 
spesifik 
yang 
berkaitan 
dengan 
komputer. 
Aplikasi 
ini 
meliputi
business software, educational software, basis data, dan computer games.
  
13
2.1.4
Pengertian Manajemen Proyek
Menurut Schwable (2006, p9), Manajemen proyek merupakan aplikasi
dari
ilmu
pengetahuan,
skills, tools,
dan
teknik
untuk
aktifitas
suatu
proyek
dengan maksud
memenuhi atau
melampaui kebutuhan stakeholder dan harapan
dari sebuah proyek.
Menurut Soeharto (1999, p28), Manajemen
proyek
adalah
kegiatan
merencanakan, mengorganisir, memimpin, dan mengendalikan sumber daya
perusahaan untuk mencapai sasaran jangka pendek yang telah ditentukan.
Menurut Nicholas (2001, p11), terdapat 3 elemen penting dalam
manajemen proyek antara lain :
Manajer Proyek
Elemen
paling
penting
dalam manajemen
proyek
adalah
manajer
proyek. Manajer proyek adalah seseorang yang bertanggung jawab untuk
merencanakan, mengarahkan, dan mengintegrasikan usaha kerja dari anggota
untuk mencapai tujuan proyek. Manajer proyek mengkoordinasikan usaha
antar area fungsional dan mengintegrasikan perencanaan dan pengendalian
dari biaya, jadwal, dan pembagian tugas dalam suatu proyek.
Tim proyek
Tim proyek
merupakan
kumpulan
orang
yang
biasanya berasal dari
area
fungsional
yang berbeda
yang akan saling bekerja
sama dengan tujuan
untuk menyelesaikan pekerjaan proyek.
  
14
Sistem Manajemen Proyek
Manajer proyek dan tim proyek harus ada dan digunakan sebagai alat
bantu
dalam sebuah
sistem manajemen
proyek. Sistem manajemen proyek
dibuat berdasarkan struktur organisasi, proses informasi, dan pelatihan serta
prosedur 
yang 
mengintegrasikan  elemen 
dari 
organisasi 
proyek  secara
vertikal
dan horizontal. Elemen
vertikal
meliputi
pemecahan
tugas
dalam
proyek  sedangkan  elemen  horizontal  meliputi  unit  fungsional  dan
departemen yang terlibat dalam proyek.
2.2
Daur Hidup Manajemen Proyek
Menurut Schwalbe (2006, pp 53-55), Daur hidup proyek (Project Life
Cycle) merupakan kumpulan dari tahapan tahapan proyek. Tahapan dari daur
hidup proyek terdiri dari :
o
Project Feasibility
Terdiri dari tahap konsep dan pengembangan. Tahapan ini
berfokus kepada perencanaan.
o
Project Acquisition
Terdiri dari tahap implementasi dan penyelesaian (Close-Out).
Tahap ini berfokus kepada penyampaian tugas yang nyata dan seharusnya
dilaksanakan.
Sebuah proyek harus dapat
menyelesaikan setiap tahapan dengan sukses
sebelum melanjutkan
ke
tahap
berikutnya.
Pendekatan
daur
hidup
proyek
ini
menyediakan suatu pengendalian manajemen yang lebih baik dan hubungan yang
tepat terhadap operasi yang berjalan dalam suatu organisasi.
  
15
Project Feasibility
Project Acquisition
Konsep
Pengembangan
Implementasi
Penutupan
Rencana
Manajemen
Perencanaan proyek
Pengelompokan akhir
kerja
Kerja
terselesaikann
Perkiraan
biaya awal
Perkiraan anggaran biaya
Pekiraan biaya
pendefinisian
Perolehan
pengajaran
3-level WBS
6-level WBS
Laporan pelaksanaan
Penerimaan
customer
Gambar 2.2 Fase Daur Hidup Proyek
(Sumber : Schwalbe, 2006,p55)
2.3
System Development Life Cycle (SDLC)
Menurut Schwalbe (2006, p57), Daur
hidup pengembangan sistem
(SDLC) adalah kerangka kerja untuk menggambarkan tahap – tahap yang terlibat
dalam pengembangan
sistem informasi.
Salah
satu
model
yang
popular
dan
banyak
digunakan
dalam
daur
hidup
pengembangan
sistem adalah
model
Waterfall.
2.3.1
Model Waterfall
Menurut   Olson   (2004,   p127),   Model   Waterfall   dapat   mengenali
perputaran umpan balik antara tahapan – tahapan dari pengembangan software
untuk 
meminimalisasi  kerja  ulang.  Model  Waterfall terdiri  dari  tahapan  –
tahapan  yang  meliputi  :  System feasibility, software plans and requirement,
  
16
product
design,
detailed
design,
code,
integration,
implementation,
operation
and maintenance.
Kelebihan dari model Waterfall adalah :
Mendukung perencanaan sebelum dilakukannya proses desain.
Membagi sistem yang dikembangkan ke dalam beberapa tujuan.
Memudahkan manajer proyek untuk mengawasi kemajuan jalannya proyek.
Menyediakan suatu struktur proyek.
Kekurangan dari model Waterfall adalah :
Masalah baru diketahui setelah pengerjaan proyek telah selesai.
Sering kali kebutuhan user tidak terpenuhi.
Tidak menyediakan tanggapan yang cepat terhadap sistem informasi proyek.
Menurut
Schwalbe
(2006,
p57),
Model Waterfall
memiliki
tahapan –
tahapan pengembangan dan dukungan sistem linear dan terdefinisi dengan baik.
Model ini mengasumsikan bahwa kebutuhan
akan
tetap
stabil
setelah mereka
terdefinisi.
Model
Waterfall
mempunyai
beberapa
tahapan
sebagai
berikut
1.   System Feasibility
Studi kelayakan dengan menentukan konsep yang diperlukan bagi produk
piranti lunak serta menentukan daur hidup dari proyek.
2.   Software Plans and Requirements
Spesifikasi
fungsi,
tampilan,
dan
kinerja
yang
dibutuhkan
dari
produk
piranti lunak secara rinci.
  
17
3.   Product Design
Spesifikasi dari seluruh rancangan
piranti
lunak
dan
perangkat
keras,
struktur pengendalian, dan struktur data bagi produk dan komponen lainnya
yang diperlukan sebagai dokumen bagi user dan tahap pengujian.
4.   Detailed Design
Spesifikasi
dari
seluruh rancangan
struktur pengendalian,
struktur
data,
hubungan   tampilan   ukuran,   kunci   algoritma,   dan   asumsi   bagi   setiap
komponen program.
5.   Code
Komponen program secara keseluruhan.
6.   Integration
Penyatuan masing –
masing fungsi komponen agar piranti lunak dapat
bekerja seharusnya.
7.   Implementation
Operasional kerja dari piranti lunak termasuk tugas, konversi data,
instalasi, dan pelatihan user.
8.   Operations and Maintenace
Perawatan bagi sistem
yang telah dibuat.
  
18
Gambar 2.3 Model Waterfall
2.4
Sembilan Area Pengetahuan Manajemen Proyek
Menurut Schwalbe (2006, pp11-12), Sembilan area pengetahuan
manajemen proyek menggambarkan kunci utama yang harus dikembangkan oleh
manajer proyek.
Empat inti dari area pengetahuan manajemen proyek meliputi manajemen
ruang lingkup proyek, waktu, biaya, dan manajemen kualitas. Proses –
proses
tersebut merupakan inti dari area pengetahuan karena mereka memimpin untuk
tujuan proyek yang lebih spesifik.
  
19
Empat area pengetahuan untuk memfasilitasi manajemen proyek adalah
sumber daya manusia, komunikasi, resiko, dan manajemen pengadaan proyek.
Disebut area pendukung karena proses –
proses tersebut merupakan proses –
proses
yang
dilalui
untuk
mencapai tujuan proyek. Area pengetahuan yang
terakhir adalah manajemen integrasi proyek yang menyatukan semua area
pengetahuan yang ada sebelumnya menjadi satu kesatuan
yang utuh untuk
mencapai tujuan terlaksananya proyek dengan baik.
2.4.1
Manajemen Ruang Lingkup Proyek (Project Scope Management)
Menurut Schwalbe (2006, pp167-189), ruang lingkup proyek mencakup
semua proses yang terlibat dalam pendefinisian dan pengaturan mengenai segala
sesuatu
yang
termasuk
atau
tidak
di
dalam proyek.
Hal
ini
untuk
meyakinkan
bahwa tim proyek dan stakeholders mempunyai pengertian yang sama mengenai
produk yang akan diproduksi sebagai hasil dari proyek dan proses yang akan
digunakan dalam memproduksi proyek tersebut.
Lima proses utama di dalam manajemen ruang lingkup proyek adalah :
1.   Perencanaan Ruang Lingkup (Scope Planning)
Memutuskan bagaimana ruang lingkup akan didefinisikan,
diverifikasikan, dan dikontrol,
serta
bagaimana
WBS
(Work
Breakdown
Structure)
akan
dibuat.
Tim proyek
membuat
scope
management
plan
(rencana manajemen ruang lingkup) sebagai hasil utama dari proses
perencanaan ruang lingkup proyek.
Scope management plan adalah dokumen yang meliputi deskripsi
mengenai  bagaimana  tim  akan  mempersiapkan  pernyataan  ruang  lingkup
  
20
proyek,
membuat
WBS,
memverifikasi kelengkapan
dari
hasil
proyek
dan
pengendalian permintaan untuk perubahan terhadap ruang lingkup proyek.
Kunci masukan dari Scope management plan meliputi :
Project Charter
Merupakan
kunci
dokumen
untuk
pengenalan formal
mengenai
keberadaan
dan
penyediaan
keseluruhan proyek. Project Charter terdiri
dari :
o
Judul proyek
o
Tanggal mulai proyek dan tanggal penyelesaian proyek
o
Nama manajer proyek dan informasi yang dapat dihubungi
o
Deskripsi proyek secara objektif
o
Penjelasan mengenai rencana pengaturan proyek
o
Peranan utama dan tanggung jawab dari stakeholder proyek
o
Bagian persetujuan dari pihak stakeholder proyek
o
Bagian komentar mengenai proyek dari pihak stakeholder proyek
Preliminary Scope Statement
Scope statement adalah dokumen yang digunakan untuk
mengembangkan
dan
mengkonfirmasi
pemahaman
umum dari
ruang
lingkup  proyek.    Scope statement menggambarkan  rincian  pekerjaan
untuk  menyelesaikan  proyek  dan  alat  –  alat  penting  yang  digunakan
untuk mencegah scope creep (kecenderungan ruang lingkup proyek untuk
terus berkembang). Oleh sebab itu, sangatlah membantu untuk
menciptakan sebuah preliminary atau pernyataan
inisiasi ruang
lingkup
  
21
selama  inisiasi  proyek  sehingga  seluruh  tim  proyek  dapat 
memulai
diskusi penting dan pekerjaan yang berhubungan dengan ruang lingkup
proyek.
2.   Definisi ruang lingkup (Scope definition)
Meliputi peninjauan
kembali
project charter,
dan
preliminary scope
statement yang muncul selama proses perencanaan (inisiasi) dan menambah
beberapa informasi selama proses perencanaan sebagaimana kebutuhan
dikembangkan dan perubahan permintaan disetujui.
Hasil
utama
dari scope
definition
adalah
pernyataan
ruang
lingkup
proyek
(Project
Scope
Statement),
perubahan
permintaan
terhadap
proyek,
dan memperbaharui perencanaan manajemen ruang lingkup proyek.
3.   Membuat Work Breakdown Structure (WBS).
WBS merupakan alat
yang sangat penting dalam manajemen proyek
karena WBS menyediakan dasar untuk menentukan bagaimana melakukan
suatu pekerjaan. WBS juga menyediakan dasar untuk menciptakan jadwal
proyek dan menampilkan manajemen nilai yang dihasilkan untuk mengukur
dan memperkirakan kinerja proyek.
  
22
Software Product Release
Project
Management
Product
Requirements
Detail design
Construct
Integration and
Test
Planning
Software
Software
Software
Software
Meetings
User
documen
tation
User
documen
tation
User
documen
tation
User
documen
tation
Administ
ration
Training
Program
Materials
Training
Program
Materials
Training
Program
Materials
Training
Program
Materials
Gambar 2.4 Contoh Work Breakdown Structure Organized by Phase
(Sumber : A Guide To The Project Management Body of Knowledge, 2000, p59)
4.   Verifikasi Ruang Lingkup (Scope Verification)
Meliputi
penerimaan
formal dari
ruang
lingkup
proyek.
Kunci
stakeholders proyek, seperti pelanggan dan sponsor untuk proyek secara
formal menerima hasil proyek selama proses berlangsung.
5.   Pengendalian Ruang Lingkup (Scope Controll)
Meliputi
pengendalian
perubahan terhadap
ruang
lingkup
proyek.
Pengendalian ruang lingkup meliputi identifikasi, evaluasi, dan implementasi
perubahan  –  perubahan  dalam  ruang  lingkup  proyek  sebagai  kemajuan
  
23
proyek. Perubahan ruang
lingkup biasanya
mempengaruhi kemampuan tim
untuk mencapai tujuan dari waktu dan biaya proyek.
2.4.2
Manajemen Waktu Proyek (Project Time Management)
Menurut   Schwalbe   (2006,   pp203-231),   Manajemen   waktu   proyek
meliputi perkiraan berapa lama
waktu yang dibutuhkan untuk menyelesaikan
pekerjaan, mengembangkan jadwal penerimaan
proyek
dan
memastikan
penyelesaian proyek tepat pada waktunya.
Terdapat enam proses utama dalam manajemen waktu proyek yang terdiri
dari :
1.   Definisi Aktifitas (Activity Definition)
Meliputi identifikasi aktifitas - aktifitas spesifik yang harus dilakukan
oleh
anggota
tim proyek
dan
stakeholders
untuk
menampilkan
hasil
akhir
proyek. Sebuah aktifitas atau tugas adalah elemen kerja yang biasanya
ditemukan dalam WBS yang mempunyai durasi
yang diharapkan, biaya dan
kebutuhan akan sumber daya. Hasil utama dari proses ini adalah :
Daftar aktifitas
Tabulasi
dari
aktifitas
aktifitas
yang
termasuk
dalam jadwal
proyek. Daftar tersebut
harus
meliputi
nama
aktifitas, aktifitas identifier
atau nomor, dan penjelasan singkat atas aktifitas tersebut.
Atribut aktifitas
Menyediakan lebih banyak informasi yang terkait dengan jadwal.
Informasi  tersebut  meliputi  setiap  aktifitas  pendahulu  (predecessors),
  
24
hubungan
logical,
kebutuhan
sumber
daya,
kendala,
dan
asumsi
yang
berhubungan dengan aktifitas
Milestone
Merupakan kejadian
signifikan
yang
biasanya
tidak
memiliki
durasi. Biasanya diperlukan beberapa aktifitas dan banyak usaha untuk
melengkapi  milestoneMilestone juga  merupakan  alat  yang  berguna
untuk menetapkan tujuan penjadwalan dan memantau kemajuan atau
perkembangan proyek.
2.   Urutan Aktifitas (Activity Sequencing)
Melibatkan kegiatan mengidentifikasi dan mendokumentasikan
hubungan antara  
aktifitas proyek. Hasil utama dari proses ini meliputi
diagram jaringan
jadwal
proyek
(Project
Schedule
Network
Diagram),
perubahan permintaan dan pembaharuan daftar aktifitas dan atribut.
3.   Aktifitas Perkiraan Sumber Daya (Activity Resource Estimating)
Meliputi perkiraan seberapa
banyak sumber daya (orang,
peralatan,
dan material) yang digunakan oleh tim proyek untuk menampilkan aktifitas –
aktifitas
proyek.
Hasil
utama
dari
proses
ini
adalah
activity resource
requirement,
resource
breakdown
structure,
requested
changes, dan
memperbaharui atribut aktifitas serta kalender sumber daya.
4.   Aktifitas Perkiraan Durasi (Activity Duration Estimating)
Melibatkan perkiraan jumlah dari periode pekerjaan yang diperlukan
untuk
melengkapi
aktifitas
individual.
Hasilnya meliputi aktifitas
perkiraan
durasi dan pembaharuan atribut aktifitas.
  
25
5.   Pengembangan jadwal (Schedule Development)
Meliputi
analisa
urutan aktifitas,
perkiraan
durasi
aktifitas,
dan
kebutuhan
sumber
daya
untuk
membuat jadwal proyek. Hasilnya meliputi
jadwal proyek, jadwal data model, perubahan yang diperlukan dan
pembaharuan terhadap kebutuhan sumber daya, kalender proyek, dan rencana
manajemen proyek. Beberapa alat dan teknik yang digunakan dalam proses
pengembangan jadwal :
a.   Gantt Chart
Gantt   Chart   adalah   alat   yang   umum   untuk   menampilkan
informasi jadwal proyek. Gantt chart menyediakan format standard untuk
menampilkan   informasi   jadwal   proyek   dengan   mendaftar   aktifitas
proyek, jadwal mulai dan jadwal selesai dalam format kalender.
Gambar 2.5 Gantt Chart
  
26
b.   Critical Path Method (CPM)
Critical
Path
Method
(CPM)
disebut
juga
teknik
analisis
jalur
kritis
yaitu
teknik
pembuatan
diagram jaringan
yang
digunakan
untuk
memprediksi total durasi proyek. Langkah ini bertujuan mengkaji secara
analitis berapa lama waktu penyelesaian proyek.
Menurut  Olson  (2004,  p184-189), 
metode 
jalur 
kritis
menyediakan
cara
yang
mudah
untuk
mengidentifikasi seberapa cepat
proyek
dapat
diselesaikan
dalam perkiraan
durasi
kegiatan
yang
akurat.
Masukan
bagi
metode
jalur
kritis
adalah
daftar
setiap
kegiatan,
durasi
yang
diharapkan,
dan
kegiatan
kegiatan
yang
mendahului
masing
masing kegiatan.
EF
1
A
D
ES
LS
25
E
O
3
4
B
LF
C
2
F
Gambar 2.6 Critical Path Method (CPM)
  
27
Keterangan :
Event, tanda dimulai atau berakhirnya kegiatan.
-
Kegiatan (membutuhkan sumber daya terutama waktu)
-
Garis
lurus,
arah
anak
panah
menuju
kejadian
atau
event
berikutnya.
-
Garis tanpa skala.
-
Garis
kejadian
harus
selalu
mengarah
dari
kiri
ke
kanan,
boleh arah serong tetapi tidak boleh mengarah balik kiri.
-
Kegiatan semu (tidak membutuhkan sumber daya apapun).
-
Hanya
merupakan
garis
penghubung
peristiwa
antara
dua
kegiatan yang tidak saling tergantung.
A
-
A menunjukkan kode pekerjaan atau nama pekerjaan.
25
-
25  menunjukkan 
waktu 
yang  dibutuhkan 
menyelesaikan
kegiatan atau pekerjaan A dengan peristiwa berikutnya.
A
C
Contoh  kegiatan 
A,  B,  dan  C  selesai  sampai  dengan
B
kejadian  atau event yang sama.
ES (Earliest Start Time)
Waktu mulai paling awal suatu kegiatan.
  
28
EF (Earliest Finish Time)
Waktu
selesai
paling awal
suatu kegiatan.
Bila
hanya
ada
satu
kegiatan terdahulu, maka EF suatu kegiatan terdahulu merupakan ES
kegiatan berikutnya.
LS (Latest Start)
Waktu paling akhir kegiatan boleh dimulai tanpa memperlambat
proyek secara keseluruhan.
LF (Latest Finish)
Waktu paling akhir kegiatan boleh
selesai
tanpa
memperlambat
penyelesaian proyek.
D (Duration)
Kurun waktu suatu kegiatan, dengan satuan waktu berupa hari,
minggu, atau bulan.
Slack
Selisih antara jadwal LS dan ES. Kegiatan dengan nilai slack = 0
adalah kegiatan kritis. Rantai kegiatan kritis dari awal hingga akhir
proyek adalah jalur kritis.
c.   Project Evaluation Review Technique (PERT)
Menurut Schwalbe (2006, p230), Project Evaluation Review
Technique
(PERT) merupakan suatu teknik
analisis
jaringan
yang
digunakan untuk memperkirakan durasi
proyek
jika
terdapat
tingkat
ketidakpastian
mengenai
aktifitas
individu.
PERT
menerapkan critical
path method (CPM) untuk memperkirakan durasi rata rata.
  
29
Menurut Olson (2004, pp212-214), dalam metode PERT, sebuah
modifikasi dari metode
jalur kritis, ketidakpastian dalam durasi kegiatan
diperhatikan. Dibutuhkan 3 perkiraan dari durasi kegiatan : minimum,
kemungkinan
terbesar,
dan
maksimum. Yang
dimaksud
dengan
maksimum adalah durasi kegiatan jika segalanya berjalan dengan tidak
benar tetapi bagaimanapun juga kegiatan tersebut diselesaikan.
Rumus dari PERT :
t
e
=
a
+
4m + b
6
2
V
=
b – a
6
Z =
Ts – Te
v
?
V
2
Keterangan :
t
e
:
Expected time
a
:
Optimistic time (paling optimis)
m
:
Most Likely Time (paling mungkin terjadi)
b
:
Pessimistic Time (Paling lambat)
V
:
Variance
z
:
Deviasi standar dari distribusi normal
  
30
T
S
:
Ekspektasi waktu penyelesaian
T
E
:
Waktu penyelesaian yang dikehendaki
6.   Pengendalian Jadwal (Schedule Control)
Melibatkan pengendalian dan pengaturan perubahan kepada jadwal
proyek.
Hasilnya
meliputi
pengukuran kinerja,
rekomendasi
tindakan
perbaikan, dan daftar aktifitas dan atribut serta rencana manajemen proyek.
2.4.3
Manajemen Biaya Proyek (Project Cost Management)
Menurut Schwalbe (2006, pp251-257),  Project Cost Management terdiri
dari aktifitas persiapan dan pengaturan anggaran untuk proyek. Manajemen biaya
proyek melibatkan proses yang dibutuhkan untuk meyakinkan bahwa proyek
terselesaikan dengan anggaran yang dianjurkan. Seorang manajer proyek harus
dapat meyakinkan bahwa proyek sudah didefinisikan dengan baik, mempunyai
perkiraan waktu dan harga yang akurat, dan mempunyai anggaran yang realistis
dimana tim proyek terlibat dalam hal penganjuran tersebut.
Merupakan tugas manajer proyek untuk memuaskan stakeholders proyek
sekaligus memberikan tekanan yang
berkelanjutan untuk mengurangi dan
mengontrol biaya.
Proses yang terlibat dalam manajemen biaya proyek :
1.   Perkiraan biaya (Cost Estimating)
Melibatkan pengembangan sebuah pendekatan atau perkiraan dari
biaya  sumber  daya  yang  dibutuhkan  untuk  menyelesaikan  proyek.  Hasil
  
31
utama
dari
proses
ini
merupakan
perkiraan
biaya, dan
mendukung
rincian,
dan sebuah perencanaan manajemen biaya.
2.   Penganggaran biaya (Cost Budgeting)
Melibatkan pengalokasian perkiraan biaya keseluruhan terhadap
peralatan kerja individu untuk membangun sebuah dasar untuk pengukuran
kinerja. Hasil utama dari proses ini adalah landasan biaya (cost baseline).
3.   Pengendalian biaya (Cost Control)
Melibatkan pengendalian perubahan terhadap anggaran proyek. Hasil
utamanya
adalah
revisi perkiraan
biaya,
pembaharuan
anggaran,
landasan
biaya (Cost baseline), dan pengukuran kinerja.
Menurut Olson (2004, p166-171), teknik dan alat yang digunakan untuk
membuat perkiraan biaya yaitu :
Baris kode ( Lines of Code)
Metode 
ini 
dimulai  dengan  pendekatan  atas  informasi  yang
didapatkan
dari
catatan
sejarah pengalaman
sebelumnya
atau
proyek
sebelumnya.
Data
sejarah
ini
merupakan dasar untuk mengidentifikasi
hubungan antara kunci perkiraan dan faktor lain yang penting.
Ketika sebuah proyek diproses, perhitungan yang diperlukan dalam
proyek dibuat per baris kode. Kegiatan pengumpulan data tersebut akan
membutuhkan banyak waktu. Setelah data didapatkan, perkiraannya akan
sangat cepat. Akan lebih akurat bila data yang diterima lebih sesuai.
  
32
Tabel 2.1 Lines of Code Operation (Sumber : Olson, 2004, p167)
Averages of
Efforts
Budget ($,
Dokumenta-
Errors
People
Past Project:
Thousands)
tion (pages)
LOC
20.543
33 mos.
361
1.194
201
4
Average per
1,606
17,573
58,122
9,784
0,195
KLOC
SLOC : estimates lines of code, multiply
Misalnya jika sebuah proyek baru diperkirakan terdiri dari 10000
baris kode, perkiraan dari pengukuran akan menjadi :
Effort
1,606   x  10 KLOC = 16 person-months
Budget
17,573 x  10 KLOC = 176 ($, Thousands)
Documentation
58,122 x  10 KLOC = 581 pages
Errors
9,784  x  10 KLOC = 98
People
0,195  x  10 KLOC = 2 people
Model biaya konstruktif (Constructive Cost Models - COCOMOs)
Model
biaya
konstruktif
(Constructive
Cost
Models -
COCOMOs)
digunakan untuk memperkirakan jumlah
usaha
yang
dibutuhkan
untuk
mengembangkan piranti lunak. Model COCOMO dasar menghitung usaha
pengembangan berdasarkan ukuran program. Model menengah
mempertimbangkan
juga
hal –
hal
seperti produk, hardware, personal
dan
karakter proyek. Model tingkat tinggi memperhitungkan semua biaya dari
setiap tahapan proses.
  
33
Untuk
proyek
software
yang
relatif
kecil dan
sederhana
dan
dilaksanakan oleh tim kecil yang berpengalaman, formula untuk menghitung
usaha dan waktu pengembangan digunakan rumus COCOMO Organic
sebagai berikut :
Person – months   =
2,4 x KLOC¹
,05 
= E untuk effort
Duration (months) =
2,5 x E
0,38
Untuk
proyek
software yang
memiliki
ukuran
dan
tingkat
kesulitan
menengah
dan
dilaksanakan
oleh
tim
yang
memiliki
berbagai
pengalaman
dan
menghadapi
kebutuhan
yang
lebih rumit
dan
berat,
formula
untuk
menghitung usaha dan waktu pengembangan digunakan rumus
COCOMO
Semi – detect sebagai berikut :
Person – months   =
3,0 x KLOC¹
,12 
= E untuk effort
Duration (months) =
2,5 x E
0,35
Selain
itu,
untuk
proyek software yang dilaksanakan
dalam
kondisi
yang rumit dan berat, formula
yang digunakan
untuk menghitung usaha dan
waktu pengembangan adalah rumus COCOMO Embedded sebagai berikuit :
Person – months   =
3,6 x KLOC¹
,2 
= E untuk effort
Duration (months) =
2,5 x E
0,32
2.4.4
Manajemen Kualitas Proyek (Project Quality Management)
Menurut Schwalbe (2006, pp293-294), tujuan utama dari manajemen
kualitas proyek adalah untuk meyakinkan bahwa proyek akan memenuhi
kebutuhan
yang akan
diambil. Tim proyek
harus
mengembangkan
hubungan
yang  baik  dengan  stakeholders kunci,  khususnya  pelanggan  utama  proyek
  
34
tersebut  untuk  mengerti  kualitas  yang  ada  di  dalamnya.  Jika  stakeholders
proyek
tidak puas
dengan
kualitas
dari manajemen
proyek atau
hasil produk
suatu proyek maka tim proyek harus membetulkan ruang
lingkup, waktu, dan
biaya  untuk  memenuhi  kebutuhan  stakeholders  dan  harapan  –  harapannya.
Oleh karena
itu, tim proyek harus mengembangkan
hubungan kerja yang baik
dengan semua stakeholders dan mengerti kebutuhan mereka.
Proses yang terlibat dalam manajemen kualitas proyek adalah :
Perencanaan kualitas (Quality Planning)
Melibatkan
pengidentifikasian dimana
standard
kualitas
berhubungan dengan proyek yang akan dilakukan dan bagaimana
mencapai keduanya.
Meyakinkan kualitas (Quality Assurance)
Melibatkan evaluasi
menyeluruh
secara berkala
mengenai kinerja
proyek untuk meyakinkan proyek akan memenuhi standard kualitas yang
diinginkan.  Proses  meyakinkan 
kualitas  melibatkan  pengambilan
tanggung jawab untuk kualitas selama proyek berlangsung hingga proyek
berakhir.
Pengontrolan kualitas (Quality Control)
Melibatkan pengawasan hasil
proyek
khusus
untuk
meyakinkan
apakah proyek sudah sesuai dengan standard kualitas yang berhubungan
sementara mengidentifikasi cara untuk meningkatkan kualitas secara
menyeluruh.
  
35
2.4.5
Manajemen  Sumber 
Daya  Manusia 
Proyek 
(Project
Human 
Resource
Management)
Menurut Schwalbe (2006, pp345-346), Manajemen sumber daya manusia
proyek melibatkan proses yang dibutuhkan untuk melakukan efektifitas
dari
penggunaan 
orang 
yang 
terlibat 
dengan 
proyek. 
Manajemen  sumber  daya
manusia
menyangkut
semua stakeholders proyek seperti : sponsor, pelanggan,
anggota tim proyek, staf pendukung, para penjual yang mendukung proyek, dan
lain – lain.
Proses  utama  yang  terlibat  dalam  manajemen  sumber  daya  manusia
proyek adalah :
Perencanaan sumber daya manusia (Human Resource Planning)
Melibatkan  pengidentifikasian  dan  pendokumentasian  peranan
proyek,  tanggung  jawab,  dan    pelaporan  hubungan.  Hasil  kunci  dari
proses ini meliputi peranan dan tanggung jawab, bagan organisasi untuk
proyek dan rencana manajemen staf.
Perekrutan tim proyek (Acquiring the Project Team)
Melibatkan cara mendapatkan personil yang dibutuhkan untuk
penugasan dalam proyek.
Hasil
kunci
dari proses
ini
adalah penetapan
tugas untuk setiap staf proyek, informasi ketersediaan sumber daya, dan
memperbaharui perencanaan manajemen staf.
Pengembangan tim proyek (Developing The Project Team)
Meliputi
pembangunan
kemampuan
individu
dan
tim untuk
meningkatkan kerja proyek.
  
36
Pengaturan tim proyek (Managing The Project Team)
Meliputi kegiatan melacak kinerja anggota tim, memotivasi
anggota tim, menyediakan umpan balik secara tepat waktu, memecahkan
isu dan konflik, serta mengkoordinasi perubahan untuk membantu
meningkatkan kinerja proyek.
2.4.6
Manajemen Komunikasi Proyek (Project Communications Management)
Menurut Schwalbe (2006, p388), tujuan dari manajemen komunikasi
proyek adalah
untuk
meyakinkan waktu dan turunan yang benar, pengumpulan,
penyebaran, penyimpanan, dan peletakkan dari informasi proyek.
Proses utama dalam manajemen komunikasi proyek adalah :
Perencanaan komunikasi (Communication Planning)
Melibatkan penentuan informasi dan komunikasi kebutuhan
stakeholders yaitu
siapa
yang
membutuhkan
informasi,
kapan
membutuhkan informasi tersebut dan bagaimana informasi itu diberikan
kepada mereka.
Pendistribusian Informasi (Information Distribution)
Melibatkan
pengadaan
informasi
yang
dibutuhkan
bagi
stakeholders dalam kesatuan waktu.
Pelaporan Kinerja (Performance Reporting)
Melibatkan pengumpulan dan penyebaran informasi kinerja,
termasuk laporan status, perbandingan kemajuan dan peramalan terhadap
  
37
kinerja. 
Rencana  proyek 
dan 
hasil-hasil 
kerja 
merupakan 
masukan
terpenting dalam pelaporan kinerja.
Pengaturan stakeholders (Managing Stakeholders)
Melibatkan pengaturan komunikasi untuk
memuaskan kebutuhan
dan harapan dari stakeholders proyek dan untuk memecahkan isu.
2.4.7
Manajemen Resiko Proyek (Project Risk Management)
Menurut Schwalbe (2006, pp425-429), Manajemen resiko proyek
merupakan seni dan ilmu pengidentifikasian, penganalisaan, dan penanggapan
terhadap   resiko   melalui   siklus   hidup   dari   proyek   dan   berpatokan   pada
tercapainya   tujuan   proyek.   Tujuan   dari   manajemen   resiko   proyek   dapat
dipandang  sebagai  peminimalan  resiko  negatif  potensial  dan  pemaksimalan
resiko positif potensial.
Menurut Pressman (2003,
pp 146-149), resiko selalu melibatkan dua
karakteristik yaitu :
Ketidakpastian (Uncertainty)
Resiko yang mungkin atau tidak mungkin terjadi. Ada atau tidak ada resiko
kemungkinan terjadinya adalah 100%.
Kerugian (Loss)
Jika 
resiko 
menjadi  kenyataan, 
konsekuensi 
atau  kerugian 
yang 
tidak
diinginkan akan terjadi.
Saat resiko – resiko sedang dianalisa, tingkat ketidakpastian dan tingkat
kerugian 
untuk  setiap  resiko  sangat  penting  untuk  dihitung  dan  diketahui.
  
38
Beberapa 
kategori 
resiko 
yang 
dipertimbangkan 
untuk 
mengukur
tingkat
ketidakpastian tersebut yaitu :
1. 
Project risks
mengancam
perencanaan 
proyek. Jika Project
risks
menjadi
kenyataan, hal ini akan mengacaukan jadwal proyek dan biaya juga akan
meningkat.
Project
risks
mengidentifikasi anggaran potensial, jadwal,
personal   (staff   dan   organisasi),   sumber   daya,   pelanggan,   requirement
problem, dan dampaknya terhadap software project.
2.   Technical risks mengancam kualitas dan ketepatan waktu produksi software.
Jika
Technical
risks menjadi
kenyataan,
implementasi
akan
menjadi
sulit
bahkan
tidak
mungkin
dilakukan. Technical
Risks
mengidentifikasi
desain
potensial, implementasi, interface,
verifikasi, dan
masalah – masalah dalam
pemeliharaan
(maintanace). Selain itu, kerancuan spesifikasi, ketidakpastian
teknis dan penggunaan teknologi yang berlebihan juga
merupakan
faktor
faktor resiko.
3.   Business risks mengancam kelangsungan pembuatan software. Business risks
terkadang membahayakan proyek atau produk. 5 kriteria Business risks yang
umum dan sering muncul dalam pengembangan software adalah :
Mengembangkan  produk  atau  sistem  yang  tidak  sungguh  –  sungguh
diinginkan pasar (resiko pasar).
Mengembangkan
produk
yang
sudah
tidak
cocok
lagi
dengan
strategi
bisnis perusahaan yang senantiasa berubah (resiko strategi).
•  
Mengembangkan  produk 
yang  tidak 
dipahami 
oleh  penjual  (sales)
sehingga tidak dapat dijual.
  
39
Hilangnya dukungan dari manajemen senior selama perubahan fokus atau
SDM (resiko manajemen).
Hilangnya komitmen personal atau anggaran (resiko anggaran).
4.   Known risks merupakan resiko yang dapat muncul setelah dilakukan evaluasi
secara
menyeluruh dan terperinci
terhadap perencanaan
proyek,
lingkungan
bisnis,  dan 
teknis  pengembangan  proyek  dan  sumber 
informasi 
handal
lainnya
seperti  
tanggal  
pengiriman  
yang  
tidak   realistis,  
kurangnya
dokumentasi
akan kebutuhan atau lingkup proyek.
5.
Predictable risks
merupakan
perhitungan
kemungkinan
dari
pengalaman
proyek
yang
lampau
seperti
pengalihan staff dan kurangnya komunikasi
dengan pelanggan.
6.   Unpredictable
risk  
merupakan
resiko
yang
dapat
muncul
kapan
saja
dan
sangat sulit untuk diidentifikasi.
2.4.8
Manajemen Pengadaan Proyek (Project Procurement Management)
Menurut Schwalbe (2006, pp467-471), Pengadaan (procurement) proyek
mempunyai arti mendapatkan barang dan atau jasa dari sumber daya luar.
Manajemen pengadaan proyek itu sendiri meliputi proses yang dibutuhkan untuk
mendapatkan barang atau jasa untuk proyek dari luar.
Enam proses utama dalam manajemen pengadaan proyek adalah :
Merencanakan  pembelian  dan 
perolehan 
(Planning,
Purchases 
and
Acquisitions)
  
40
Meliputi penentuan apa yang harus ada, kapan, dan bagaimana.
Dalam merencanakan pengadaan sumber daya mana yang perlu untuk di-
outsourcemenentukan  tipe  dari  kontrak, dan mendeskripsikan kerja
untuk penjual yang potensial (kontraktor, supplier, dan penyedia produk
dan layanan untuk organisasi lain).
Merencanakan Kontrak (Planning Contracting)
Meliputi pendeskripsian kebutuhan untuk produk atau layanan
yang diinginkan dari pengadaan dan identifikasi sumber potensial atau
penjual.
Meminta Tanggapan Penjual (Requesting Seller Responses)
Meliputi perolehan informasi, penawaran atau proposal dari
penjual yang sesuai.
Memilih Penjual (Selecting Seller)
Meliputi
memilih
dari beberapa pemasok
yang
potensial,
sesuai
dengan proses dari evaluasi penjual yang potensial dan negosiasi kontrak.
Mengatur Kontrak (Administering The Contract)
Meliputi  pengaturan hubungan dengan penjual yang dipilih.
Menutup Kontrak (Closing the Contract)
Melibatkan penyelesaian dan penetapan kontrak. Proses ini
biasanya mencakup verifikasi produk, dan penerimaan formal dan
penutupan, serta audit kontrak.
  
41
2.4.9
Manajemen Integrasi Proyek (Project Integration Management)
Menurut Schwalbe (2006, pp116-117), Manajemen integrasi proyek
meliputi proses yang terlibat didalam
mengkoordinasi
semua
area
pengetahuan
manajemen
proyek
lain
melalui
daur hidup
proyek. Hal
ini
untuk
meyakinkan
bahwa semua elemen dari proyek digunakan bersama pada waktu yang tepat
untuk menyukseskan suatu proyek.
Tujuh proses utama dalam manajemen integrasi proyek adalah :
Mengembangkan Project Charter
Meliputi
bekerja
dengan stakeholders
untuk
membuat
dokumen
yang mengesahkan proyek secara formal.
Membangun preliminary project scope statement
Melibatkan pekerjaan dengan stakeholders
khususnya user
dari
proyek, layanan, atau hasil, untuk membangun kebutuhan ruang lingkup
tingkat tinggi.
Membangun Perencanaan Manajemen Proyek
Meliputi koordinasi semua usaha perencanaan untuk membuat
dokumen yang konsisten dan terpadu sesuai dengan perencanaan
manajemen proyek.
Mengarahkan dan mengatur eksekusi proyek secara langsung
Meliputi perhatian pada perencanaan
manajemen
proyek dengan
menampilkan aktifitas – aktifitas
yang terkandung di dalamnya.
  
42
Memantau dan mengendalikan kerja proyek
Meliputi pengaturan kerja proyek untuk menemukan tujuan yang
dihasilkan dari proyek.
Menampilkan pengontrolan perubahan yang terintegrasi
Meliputi 
pengkoordinasian 
perubahan 
yang 
berdampak 
pada
tujuan proyek dan aset dari proses organisasi.
Menutup proyek
Meliputi  penyelesaian  semua  aktifitas  proyek  untuk 
menutup
proyek secara formal.
2.5
Lima Tahap Pengembangan Manajemen Proyek
2.5.1
Inisiasi (Initiating)
Menurut Schwalbe (2006, p72), Inisiasi adalah proses mengenal,
mendefinisikan
dan
memulai
sebuah proyek
baru atau
fase
proyek.
Tindakan
yang  harus  dilakukan  oleh  manajer  proyek  dan  manajemen  senior  di  dalam
inisiasi proyek adalah sebagai berikut :
Dengan cepat menentukan sebuah tim proyek yang kuat.
Mendapatkan keterlibatan pemegang saham di dalam awal proyek.
Menyiapkan analisa rinci dari masalah bisnis dan mengembangkan teknik
perbandingan proyek.
Menggunakan pendekatan fase per fase.
Menyiapkan rencana yang berguna dan realistis untuk proyek.
  
43
2.5.2
Perencanaan (Planning)
Menurut Schwalbe (2006, p72), Perencanaan meliputi kegiatan pemikiran
serta  memperhatikan  skema  kerja  untuk  memastikan  bahwa  proyek  berjalan
sesuai kebutuhan organisasi. Untuk dapat
memenuhi
kebutuhan
tersebut
maka
rencana yang dibuat harus realistis dan berguna serta melibatkan banyak waktu
dan usaha dalam proses perencanaan.
2.5.3
Eksekusi (Executing)
Menurut Schwalbe (2006,p72), Eksekusi
meliputi
kegiatan
mengkoordinasi sumber daya manusia dan sumber daya lainnya serta
melaksanakan perencanaan proyek untuk menghasilkan produk, jasa, atau
hasil
dari  suatu  proyek  atau  fase.  Produk  dari  proyek  dihasilkan  selama  eksekusi
proyek dan biasanya memakan banyak sumber daya untuk diselesaikan.
2.5.4
Pengawasan dan Pengendalian (Monitoring and Controlling)
Menurut Schwalbe (2006, pp72-73), Pengawasan dan pengendalian
proyek meliputi pengukuran dan pemantauan kemajuan proyek secara berkala
untuk memastikan tim proyek memenuhi tujuan dari proyek. Manajer proyek dan
staffnya mengawasi dan mengukur kemajuan yang bertentangan dengan rencana
dan mengambil tindakan perbaikan jika diperlukan.
2.5.5
Penutupan (Closing)
Menurut Schwalbe (2006,p73), Penutupan
meliputi
penerimaan
formal
atas proyek atau
fase
proyek dan
mengakhiri proyek
secara efektif.
Kegiatan
  
44
administratif  sering dilibatkan dalam proses ini. Misalnya, pengumpulan data –
data proyek, kontrak penutupan, dan penerimaan formal dari proyek. Proses
penutupan juga melibatkan kegiatan untuk
mendapatkan penerimaan pemegang
saham dan
pelanggan
dari
produk
akhir
dan
proyek
atau
fase
proyek,
untuk
pemesanan
akhir.
Hal
ini
meliputi
verifikasi
terhadap
semua
pekerjaan
yang
sudah diselesaikan, dan menyangkut audit proyek.
Selama
penutupan
akhir
dari
setiap
proyek,
anggota
tim proyek
harus
menyediakan waktu
untuk
mengkomunikasikan hasil proyek dengan membuat
dokumentasi dari proyek tersebut.
2.6
Critical Success Factor (CSF)
Menurut
Olson
(2004, pp10-13),
Critical Success
Factor (CSF)
adalah
elemen penting
yang
harus
dilaksanakan
agar suatu kegiatan (proyek) berjalan
dengan baik. Kesuksesan suatu proyek dapat dilihat dari apakah proyek sudah
sesuai dengan spesifikasi biaya dan waktu yang diinginkan.
Tiga faktor yang diyakini sebagai faktor keberhasilan suatu proyek yaitu :
Keikutsertaan klien dalam proyek
Dukungan dari manajemen tingkat atas
Objektifitas dari proyek yang jelas
Menurut Soeharto (2001, pp471-472), Pinto dan Slevin pada tahun 1988
telah menyelidiki
lebih
dari
400 proyek,
dan
menemukan
CSF
berikut
ini
berdasarkan urutannya :
1.   Misi Proyek
  
45
Harus memiliki tujuan dan arah yang jelas mengenai diadakannya
proyek. Hal tersebut harus dimengerti oleh tim proyek dan bidang –
bidang
yang
terkait dalam
perusahaan
serta
stakeholders
yang memiliki
peranan penting.
2.   Dukungan dari manajemen atas
Dukungan diberikan dalam bentuk penyediaan sumber daya yang
diperlukan, memberikan otoritas yang cukup untuk pelaksanaan
implementasi,
mengikuti,
dan
memperhatikan berbagai aspek kritis
proyek, serta turun tangan dalam penyelesaiannya.
3.   Perencanaan dan penjadwalan
Proyek  harus  memiliki  perencanaan  dan  jadwal  secara
keseluruhan seperti
milestone
(suatu
kegiatan
penting
dalam proyek
dengan durasi = 0), jadwal penyerahan produk yang dibuat, dan lain-lain.
Dalam hal
ini
termasuk
sistem pelaporan
dan monitoring
yang
efektif
untuk mendeteksi kemungkinan  adanya penyimpangan.
4.   Konsultasi dengan pemilik proyek
Konsultasi dengan
pemilik proyek dari
waktu
ke
waktu
selama
penyelenggaraan proyek akan sangat memperlancar pelaksanaan tahap
implementasi sejauh mana keinginan peranan pemilik.
5.   Personil
Berhubungan
dengan
memilih,
melakukan negosiasi, merekrut,
serta pembinaan tim kerja yang efektif
6.   Kemampuan teknis
  
46
Pelaksana proyek
harus memiliki
kemampuan
teknis dan
harus
menguasai betul – betul teknologi dari proyek yang akan dikerjakan.
7.   Penerimaan dari pihak pemilik proyek
Pemilik proyek terutama pada akhir tahap implementasi ikut aktif
melakukan
uji
coba
dan
sertifikasi  
(pemilik
proyek
menerima produk
yang dihasilkan tersebut).
8.   Pemantauan, pengendalian, dan feedback
Diperlukan untuk mengetahui sejauh mana hasil pelaksanaan
dibandingkan dengan perencanaan terutama anggaran. Disini diperlukan
metode yang dapat
meramalkan
hasil kegiatan akhir proyek jika kondisi
seperti saat pelaporan tidak berubah.
Dengan
demikian
bisa
diadakan
koreksi sesuai keperluan.
9.   Komunikasi
Terbinanya komunikasi yang baik antara peserta proyek dan
stakeholders yang terkait diperlukan
untuk
mencegah duplikasi kegiatan
maupun salah pengertian. Dengan komunikasi yang baik akan dapat
dibicarakan masalah – masalah yang timbul selama proses implementasi.
10. Trouble Shooting
Mekanisme ini membantu memperkirakan persoalan yang akan
terjadi di kemudian hari sehingga jauh sebelumnya sudah diberikan
perhatian  yang  seksama  (menangani
krisis  dan  hambatan  –  hambatan
yang terjadi).