27
BAB 2
LANDASAN TEORI
2.1.
Microcontroller Atmel AT89X52
Nama generik 8051 diberikan untuk IC mikrokontroler keluarga MCS-
51™ Intel. Lisensi manufaktur 8051 juga dimiliki oleh vendor lain di antaranya
Philips, Siemens, Advanced Micro Devices, dan Fujitsu. Library generik 8051
untuk semua varian sudah tersedia pada compiler-linker Keil yang digunakan
untuk  pengembangan  program  µC.  Pada  library Keil  masih  terdapat  tiga
generik MCS-51™ lainnya, 8031, 8032, dan 8052.
Program yang dibuat dengan set intruksi MCS-51™ bisa dipakai untuk
semua varian selama tidak mengeksploitasi fitur-fitur spesifiknya. Fitur tersebut
dikontrol lewat Special Function Register (SFR) tambahan yang tidak ada pada
generik
8051.
Instruksi
program yang
dependen
terhadap
jenis
8051
yang
dipakai akan berupa storing
nilai ke SFR tambahan tersebut. Sebagai
contoh,
SAB80C517  (Siemens)  memiliki  delapan 
DPTR
yang  dapat  dipilih  melalui
DPSEL
(alamat {92}); 83C751 (Philips) menggunakan tiga SFR:
I2CON
,
I2DAT,
dan
I2CFG
untuk
mendukung
komunikasi Inter-Integrated Circuit
(I²
C);
seri
89s
(Atmel)
memiliki 
watchdog timer yang diatur melalui SFR
WMCON
. Jika
hanya untuk komputasi AES, perbedaan-perbedaan di atas tidak akan
dieksploitasi sebagaimana halnya implementasi pembanding yang telah
dipublikasikan.  Ia  baru  akan  dilihat  ketika  komputasi  harus  berhubungan
dengan dunia luar melalui periferal atau jalur I/O yang khusus. Kelebihan versi
6
  
7
enhancement yang dapat dimanfaatkan adalah berlipatgandanya kecepatan, seri
89 Atmel bisa bekerja dengan kristal 24 MHz, seri C50x (Siemens) bisa hingga
40 MHz. Berikut varian-varian MCS yang terbaru :
Tabel 2.1 Varian Keluarga MCS-51™ Intel
Part
Number
On-Chip Code
Memory
On-Chip Data
Memory
Timers/Counters
Interrupts
8051
4kB ROM
128 bytes
2
5/2 level
8031
0kB
128 bytes
2
5/2 level
8751
4kB EPROM
128 bytes
2
5/2 level
8052
8kB ROM
256 bytes
3
6/4 level
8032
0kB
256 bytes
3
6/4 level
8752
8kB EPROM
256 bytes
3
6/4 level
Tabel 2.2 Varian Keluarga MCS-51™ Maxim
Part Number
Internal Program
Memory
Internal MOVX
Memory
16-bit
Timers
Data
Pointers
DS89C450-K00
64kB Flash
1 kBytes
3
2
DS89C430
16kB Flash
1 kBytes
3
2
DS89C440
32kB Flash
1 kBytes
3
2
DS89C450
64kB Flash
1 kBytes
3
2
DS80C320
-
-
3
2
DS87C530
16kB EPROM
1 kBytes
3
2
Tabel 2.3 Varian Keluarga MCS-51™ Philips
Part
Number
On-Chip Code
Memory
On-Chip Data
Memory
Timers/Counters
Interrupts
W78E051C
4K EPROM
128 bytes
2
5/7 level
W78E052C
8K EPROM
256 bytes
3
6/8 level
W78E054C
16K EPROM
256 bytes
3
6/8 level
W78E058B
32K EPROM
256 bytes
3
6/8 level
W77L058A
32K EPROM
1K + 256 bytes
3
12 level
W77E058A
32K EPROM
1K + 256 bytes
3
12 level
  
8
Tabel 2.4 Varian Keluarga MCS-51™ Winbond
Part
Number
On-Chip Code
Memory
On-Chip Data
Memory
Timers/Counters
Interrupts
P89LPC952
8K EEPROM
512 bytes
4
17/4 level
P89LPC9408
8kB
512 bytes
5
15/4 level
P89LPC9408
8kB EEPROM
256 bytes
2
15/4 level
87LPC778
8kB ROM
128 bytes
2
13/4 level
87LPC762
2kB ROM
128 bytes
2
12(3) level
87LPC760
1kB ROM
128 bytes
2
11(2) level
Keistimewaan dari chip keluarga 8051 :
-
8
bit CPU sebagai pusat pengendalian aplikasi
-
Kemampuan memproses boolean secara bit per bit
-
Memiliki 64 Kbyte untuk alamat program dan data (eksternal)
-
4 Kbyte ROM di dalam chip (8 Kbyte ROM di dalam chip untuk 8052)
-
128 Kbyte RAM di dalam chip
-
32 jalur input/output
-
2 buah 16 bit timer/counter
-
Full Duplex Universal Asynchronous Receiver Transmitteter (UART)
-
6 sumber interupsi dengan prioritas dan osilator
  
9
Penelitian ini menggunakan Mikrokontroller AT89x52 (keluarga Intel
8052) dari Atmel, dimana konfigurasinya sebagai berikut :
Gambar 2.1 Konfigurasi Pin Mikrokontroller AT89x52
Penjelasan dari masing-masing pin adalah sebagai berikut :
a)
Pin 1 sampai 8 (Port 1) merupakan port parallel 8 bit dua arah
(bidirectional), yang dapat digunakan untuk berbagai keperluan
(general purpose).
b)
Pin
9
(Reset)
adalah
masukan
aktif
tinggi.
Pulsa
transisi
dari
rendah ke tinggi akan me-reset MCS-52.
  
10
c)
Pin
10
sampai
17
(Port
3)
yang
memiliki
fungsi
pengganti,
meliputi  TxD  (Transmitte data),  RxD  (Receive Data),
 
(Interrupt  0), 
 
(Interrupt  1),  T0  (Timer  0),  T1 (Timer
1), 
  (Write
External
Data
Memory)
dan
  
(Read
External 
Data   Memory).
Bila 
fungsi 
pengganti 
ini 
tidak
dipakai, pin-pin ini dapat digunakan sebagai port parallel 8 bit
dua arah (bidirectional) serbaguna.
d)
Pin
18
(XTAL
2)
adalah
pin
masukkan
ke
rangkaian
osilator
internal. Sebuah osilator kristal atau sumber osilator luar dapat
digunakan.
e)
Pin
19
(XTAL
1)
adalah
pin
keluaran
ke
rangkaian
osilator
internal. Pin ini dipakai bila menggunakan osilator kristal.
f)
Pin 20 (Ground) dihubungkan ke Vss atau Ground.
g)
Pin
21
sampai
28
(Port
2)
merupakan
port
parallel
8
bit
dua
arah (bidirectional), Port 2 ini mengirimkan Byte alamat bila
dilakukan peng-aksesan memori eksternal.
h)
Pin 29 adalah pin             (Program Store Enable)
merupakan
sinyal
pengontrol  
yang  
membolehkan  
program  
memori
eksternal
masuk
kedalam bus
selama
proses
pemberian
atau
pengambilan instruksi.
i)
Pin
30
adalah
pin 
(Address
Latch
Enable)
yang
digunakan  untuk  menahan  alamat  memori  eksternal  selama
pelaksanaan instruksi.
  
11
j)
Pin31 
 
bila  pin  ini  diberi  logika  tinggi  (H),  serpih
tunggal  akan
melaksanakan
instruksi dari
ROM atau EPROM
ketika isi program counter kurang dari 4096. bila diberi logika
rendah (L) serpih tunggal akan melaksanakan seluruh instruksi
dari memori program luar.
k)
Pin32
sampai
39 (Port
0)
merupakan
port parallel
8
bit
open
drain 2
arah.
Bila
digunakan untuk
meng-akses
memori
luar,
port ini akan me-multiplex alamat memori dengan data.
l)
Pin 40 (Vcc) dihubungkan ke Vcc (+5 Volt).
Fungsi Khusus dalam Mikrokontroller
Mikrokontroller memiliki banyak fungsi-fungsi khusus. Fungsi-fungsi
khusus tersebut antara lain :
a)
Interupsi
Interupsi adalah perintah untuk menjalankan satu program
subroutine
pada
saat
menjalankan
program utama,
sifat
subroutine ini memaksa dan harus harus dilayani. Setelah
program interupsi
selesai,
maka mikrokontroller akan kembali
ke program awal yang ditinggalkan. Jenis-jenis interupsi :
1. Interupsi 
yang 
tidak 
dapat 
dihalangi 
(Non
Mascable
interrupt), misalnya reset.
2. Interupsi 
yang 
dapat 
dihalangi 
(Mascable
interrupt),
misalnya  
,   Timer1,   Timer0,   Serial   port
(internal).
  
12
Seperti yang telah diketahui diatas, bahwa mikrokontroller tipe
AT89x52  memiliki  sumber  mascable interupsi  yaitu 
,
, Timer1, Timer0, Serial port (internal). Masing-masing
dapat diaktifkan dengan mengubah flag-flag-nya pada beberapa
SFR (special function register). Untuk mengaktifkan
dan
  dapat  diaktifkan
dengan
merubah
bit-bit
flag
IT0, IT1,
IE0, 
IE1  di  dalam  satu  blok  TCON.  Untuk  mengaktifkan
interrupt  0  dan  interrupt  1  bisa  diprogram  secara  periodik,
dapat juga
diberi sinyal
dari
hardware
lain
ke
pin
atau
.
Interrupsi timer 0 dan timer 1 dapat dijalankan dengan men-set
bit
TF0
dan
TF1
pada special function register.
Untuk
mengaktifkan
interupsi
serial port
dapat
di-set
pada
SCON
(SFR).
Diperlukan  perintah  khusus  untuk 
men-set  jalannya  proses
interrupt ini terutama untuk mascable interrupt.
b)
Timer / Counter
Chip AT89x52, terdapat dua buah timer / counter 16 bit yang
dapat diatur
melalui
perangkat
lunak,
yaitu
timer /
counter
0
dan timer / counter 1.
  
13
Apabila timer / counter ini diaktifkan pada frekuensi kerja
mikrokontroller 12 MHz, timer / counter akan melakukan
perhitungan waktu sekali setiap 1 microdetik secara
independent, tidak tergantung pada pelaksanaan suatu interupsi.
Satu siklus pencacahan waktu berpadanan dengan satu siklus
pelaksanaan interupsi, sedangkan satu siklus dilakukan dalam
waktu  1  mikrodetik.  Bila  dimisalkan  suatu  urutan  interupsi
telah selesai dilaksanakan dalam waktu 5 mikrodetik, pada saat
itu pula timer / counter telah menunjukkan periode waktu 5
mikrodetik.
Apabila periode waktu tertentu telah dilampaui, timer / counter
segera menginterupsi mikrokontroller untuk memberitahukan
bahwa proses perhitungan telah selesai dilaksanakan.
Pengontrol  kerja 
dari 
timer 
conter 
adalah  SFR, 
TCON
(register timer control).
Pengontrollan  pemilihan 
mode  pada  timer  dapat  dipilih  di
register timer mode (TMOD).
c)
Mode 0
Mode
ini, timer disusun sebagai register 13 bit. Setelah semua
perhitungan selesai, mikrokontroller akan men-set timer
interrupt flag (TF1). Dengan membuat GATE = 1 timer dapat
dikontrol oleh
masukkan luar INT1 untuk
fasilitas pengukuran
lebar pulsa.
  
14
d)
Mode 1
Mode
1
ini
memiliki
kesamaan
dengan
mode
0
akan tetapi
register timer bekerja secara 16 bit.
e)
Mode 2
Mode 2 ini menyusun register timer sebagai 8 bit counter.
OverfLow dari TL1 tidak hanya men-set TF1, tetapi juga
mengisi  TL1  dengan  isi  TH1  yang  diatur  secara  perangkat
lunak dan pengisian ini tidak merubah TH1.
f)
Mode 3
Timer
1
dalam mode
3
semata-mata
memegang
hitungan.
Efeknya sama seperti men-set TR1 = 0. Timer 0 dalam mode 3
menetapkan TL0 dan TH0 sebagai dua counter terpisah. TL0
menggunakan control bit timer 0 yaitu C/T, Gate, TR0, INT0,
dan TF0. TH0 ditetapkan sebagai fungsi timer.
Mode3 diperlukan untuk aplikasi yang membutuhkan timer /
counter
ekstra
8
bit.
Dengan
timer
0
dalam mode
3,
mikrokontroller  ini  seperti  memiliki  3  timer  /  counter.  Saat
timer 0 dalam mode 3, timer 1 dapat dihidupkan atau dimatikan
atau dapat digunakan oleh serial port sebagai pembangkit
baudrate.
  
15
2.2.
TRF 2.4G Transceiver (Modul RF)
Gambar 2.2 Konfigurasi Pin TRF 2.4G
Spesifikasi modul RF :
•  Rentang Frekuensi : 2.4~2.524 GHz ISM band
•  Jenis Modulasi : GFSK
•  Kecepatan transfer data : 1Mbps; 250Kbps
•  Multi channel : 125 channels,
•  Decoder, encoder and data buffer dan CRC computation
terintegrasi
•  Sensitivitas : -90dBm
•  Antena terintegrasi
•  Input tegangan : 1.9 sampai 3.6 V
•  Tegangan input rendah (TX), 10.5mA
•  Tegangan input rendah (RX), 18mA
•  Rentang Temperatur operasi : -40 ~ +85°C
•  Ukuran komponen : 20.5*36.5*2.4mm
  
16
2.2.1.
Mode-mode yang ada pada modul TRF 2.4GHz :
Modul TRF 2.4GHz memiliki 2 mode aktif (TX/RX) :
•  Mode ShockBurst
•  Mode Direct
2.2.1.1.  Mode ShockBurst
Modul  RF  dengan  Mode  ShockBurst,  mikrokontroller  tidak  perlu
untuk
mengatur
protokol-protokol
yang
diperlukan untuk
menjalankan
modul
RF ini, karena semua protokol telah diatur secara otomatis oleh modul RF ini
pada
saat
mengirim atau
menerima
data,
sehingga
timing
consumption
mikrokontroller dapat ditekan.
ShockBurst Transmitte
Pin yang terhubung dengan pin MCS : CE, CLK1, DATA
1.
Apabila MCS memiliki data untuk dikirim, maka CE di-set ha. Ini
menandakan modul TRF 2.4GHz aktif.
2.
Address dari node yang
menerima (RX address) dan Payload data
di-clock
ke
dalam modul
TRF
2.4
GHz,
dengan
MCS
men-set
speed < 1Mbps.
3.
MCS set CE Low untuk menandakan bahwa
modul TRF 2.4GHz
dalam mode ShockBurst dengan transmisi aktif.
4. TRF 2.4 GHz dalam mode ShockBurst :
•  RF front-end diaktifkan
  
17
•  Paket data pada RF dilengkapi (preamble, CRC)
•  Data dikirim dengan kecepatan tinggi (250 kbps atau 1Mbps
tergantung konfigurasi dari pengguna).
TRF  2.4GHz  kembali  ke  kondisi  Stand-by  apabila  telah
selesai mengirimkan data.
Diagram Alir dan blok data pada mode Transmitte ShockBurst :
Gambar 2.3 Diagram Alir Transmitte ShockBurst
  
18
ShockBurst Receive
Pin yang terhubung dengan pin MCS : CE, DR1, CLK1, DATA
1.   Memasukkan alamat dan besar payload dari paket
RF yang akan
datang, pada saat TRF 2.4GHz di set pada mode ShockBurst RX.
2.   RX diaktifkan dengan men-set CE = 1.
3.   Setelah waktu start-up 200s, TRF 2.4GHz mencari data yang akan
masuk.
4.   Setelah paket data
yang valid telah diterima
(address
yang tepat
dan adanya CRC), TRF 2.4GHz melepaskan pre-amble, address
dan bit dari CRC.
5.   TRF 2.4 GHz kemudian meng-interrupt MCS dengan men-set pin
DR1 High.
6.   MCS boleh men-set CE menjadi Low untuk men-disable RF front-
end.
7.   MCS
akan
meng-clock
data
yang
hanya
ada
pada
payload saja
dalam kecepatan yang sesuai.
8.   Setelah
semua
data
pada
payload
sudah
diterima oleh
TRF 2.4
GHz, DR1 di-set Low lagi, dan sudah siap untuk menerima data
yang baru lagi jika CE secara terus menerus di-set High pada saat
data di kirim ke MCS. Jika CE di-set Low, maka start up sequence
dapat diulang.
  
19
Diagram Alir dan blok data pada mode receive ShockBurst :
Gambar 2.4 Diagram Alir Receive ShockBurst
  
20
2.2.1.2.  Mode Direct
Modul  RF  dengan  Mode  Direct,  mikrokontroller 
harus 
mengatur
sendiri
protokol-protokol
yang
diperlukan
untuk
menjalankan
modul
RF
ini,
baik pada saat mengirim atau menerima data.
Direct Transmitte
Pin yang terhubung dengan pin MCS : CE, DATA
1.   Apabila MCS memiliki data untuk dikirim, maka CE di-set HIGH.
Ini menandakan modul TRF 2.4GHz aktif.
2.   Front-end dari TRF 2.4 GHz sekarang secepatnya diaktifkan, dan
setelah 200s waktu settling, data akan memodulasi carrier secara
langsung.
3.   Protokol-protokol yang ada pada RF (preamble, address dan CRC)
sekarang harus diimplementasikan secara langsung pada MCS.
Direct Receive
Pin yang terhubung dengan pin MCS : CE, CLK1, DATA
1.   Dalam Configuration word untuk TRF 2.4GHz CE di-set High dan
di-set dalam mode direct RX.
2.   CLK1 akan mulai men-toggle data, pada saat modul TRF-2.4GHz
mencoba untuk me-lock aliran data yang akan datang.
3.   Ketika preamble
yang valid datang, CLK1 dan DATA akan
me-
lock sinyal yang baru datang dan paket
RF akan terisi pada pin
  
21
DATA dengan kecepatan
yang sama
seperti ketika data tersebut
di-Transmitte.
4.   Untuk  dapat  mengaktifkan  demodulator  untuk 
me-re-generate
clock,
preamble
harus
di-toggle hi-lo sebanyak 8 bit, dengan
pertama kali di-set Low ketika data pertama memiliki bit Low.
5.   Pada
mode
ini
sinyal
Data
Ready
(DR)
tidak
ada.
Pengenalan
Address dan Checksum
juga harus dilakukan pada Receiving MC.
2.2.2.
Modulasi
Modulasi adalah proses
merubah sebuah sinyal carry
agar sinyal
tersebut dapat digunakan untuk membawa informasi atau data. Tiga parameter
kunci
dalam sinyal
sinusoidal
adalah
amplitude,
fasa
dan
frekuensi,
dan
informasi-informasi sinyal lain yang dapat digunakan untuk memodulasi sinyal.
Ada beberapa alasan melakukan modulasi sinyal sebelum melakukan transmisi
data melalui suatu
media, meliputi kemampuan pengguna
yang berbeda dalam
menggunakan
media sebagai penghantar, dan membuat sinyal-sinyal transmisi
tersebut cocok dengan media propagasinya. Alat untuk memodulasi sinyal
disebut sebagai modulator dan alat yang merubah kembali sinyal yang telah
dimodulasi ke sinyal
sebenarnya disebut dengan demodulator. Alat
yang dapat
melakukan keduanya (modulasi dan demodulasi) adalah modem.
Modul
RF
dalam perancangan
ini
bekerja
dengan
modulasi
GFSK.
Modulasi
GFSK
(Gaussian
Frequency
Shift Keying) adalah modulasi yang
digunakan   pada   DECT,   bluetooth,   dan   z-ware.   Pada   GFSK   logika   1
  
22
direpresentasikan
dengan
frekuensi
positif
dari
frekuensi carry,
dan
logika
0
direpresentasikan dengan frekuensi negatif.
2.2.3.
Propagasi Radio
Radio propagation adalah sebuah aturan atau teori yang digunakan
untuk menjelaskan bagaimana karakteristik gelombang radio pada saat
ditransmisikan. Pada
udara, semua
gelombang elektromagnetik (radio, X-Ray,
visual,
dll)
memiliki kekuatan
gelombang
1/(x
2
), dimana
x
adalah
jarak dari
sumber sinyal. Menggandakan jarak dari sumbar sinyal ke tujuan berarti
kekuatan dari sinyal turun tinggal ¼ dari kekuatan sinyal semula.
Tabel 2.5 Spektrum Frekuensi Radio
Band Name
Abbr
ITU
Band
Frequency
Wavelength
Example Uses
< 3 Hz
> 100,000 km
Extremely Low
Frequency
ELF
1
3-30 Hz
100,000 km –
10,000 km
Super Low
Frequency
SLF
2
30-300 Hz
10,000 km –
1000 km
Communication with
Submarines
Ultra Low
Frequency
ULF
3
300 – 3000 Hz
1000 km – 100
km
Very Low
Frequency
VLF
4
3 – 30 kHz
100 km – 10 km
Submarine Communication,
Avalanche beacons
Low Frequency
LF
5
30 – 300 kHz
10 km – 1 km
Navigation, Time Signals
Medium
Frequency
MF
6
300 – 3000 kHz
1 km – 100 m
AM broadcast
High Frequency
HF
7
3 – 30 MHz
100 m – 10 m
Shortwave Broadcast
Very High
Frequency
VHF
8
30 – 300 MHz
10 m – 1m
FM and Television Broadcast
  
23
Ultra High
Frequency
UHF
9
300 – 3000 MHz
1 m – 100 mm
Television Broadcast, Mobile
Phones, Wireless LAN
Super High
Frequency
SHF
10
3 – 30 GHz
100 mm – 10 mm
Microwave devices, W-
CDMA, WLAN
Extremly High
Frequency
EHF
11
30 – 300 GHz
10 mm – 1 mm
Radio Astronomy
2.3.
Sensor Suhu (DS-1620)
Gambar 2.5 Koneksi Pin DS-1620
Sistem ini menggunakan IC DS-1620. Sensor ini dapat mengukur suhu
dari
-55°C
sampai
+125°C
dengan
resolusi
0.5°C.
Panjang data
yang
dibaca
oleh IC suhu ini adalah 9 bit. Keunggulan dari IC suhu ini adalah data yang
dibaca dan ditulis dilakukan melalui 3-wire
serial
interface (CLK, DQ, RST)
selain itu, output yang dihasilkan berupa data digital sehingga tidak diperlukan
lagi
ADC
untuk
mengetahui suhu
yang dibaca oleh DS-1620 ini.
IC DS-1620
ini
dapat
juga
difungsikan sebagai
termostat,
Pin
T
HIGH
akan
menjadi
High
(logika 1)
jika suhu pada
DS-1620
lebih besar atau sama dengan 
nilai pada
register TH. Pin T
LOW
akan
menjadi High (logika 1) 
jika suhu pada DS-1620
lebih kecil atau sama dengan
nilai pada register TL. Sementara Pin
TC
OM
akan
menjadi
High
(logika
1)
jika
suhu
lebih
besar
atau
sama dengan
nilai pada
  
24
register TH dan T
COM
akan tetap High (logika 1) sampai suhu lebih kecil atau
sama  dengan  nilai  pada  register  TL.  Cara  men-set  suhu  pada  IC  DS-1620
adalah melalui 3-wire serial interface (CLK, DQ, RST).
Tabel 2.6 Tabel hubungan antara Suhu dan Data
Suhu (°C)
Data Output (Biner)
Data Output (Hexa)
+125
011111010
00FAh
+25
000110010
0032h
+0,5
000000001
0001h
+0
000000000
0000h
-0,5
111111111
01FFh
-25
111001110
01CEh
-55
110010010
0192h
2.4.
IC Direction 74HC245
Gambar 2.6 Koneksi Pin 74HC245
IC 74HC245 merupakan IC direction yang berfungsi untuk mengatur
perpindahan data dari Modul MCS
AT89S52
ke
Modul
TRF
2,4G
atau
sebaliknya. Pin dir pada IC
ini berfungsi sebagai penentu arah dari
jalan data
  
25
yang diinginkan. Jika Pin dir mendapat logika High, maka Pin An (n = 0 s/d 7)
akan menjadi Input dan Pin Bn akan menjadi Output. Ketika pin An ada data
yang
ingin
dikirim,
maka
data
tersebut akan dikeluarkan melalui pin Bn
tujuannya. Misal : dir = 1, dan ada data dari A4, maka data akan keluar dari B4.
Jika Pin dir mendapat logika Low, maka Pin Bn akan menjadi Input dan Pin An
akan menjadi Output.
Tabel 2.7 Tabel Fungsi IC 74HC245
Input
Input/Ouput
L
L
A = B
Input
L
H
Input
B = A
H
X
Z
Z
2.5.
Decoder 4 to 16 (74LS154)
Gambar 2.7 Koneksi Pin 74LS154
Decoder 4
to 16 ini digunakan
untuk mengatur
LED
yang ada pada
panel
informasi
di
Modul
Main-monitoring.
Jumlah
decoder
yang
digunakan
  
26
dalam sistem ini ada tiga, dengan demikian jumlah maksimum LED yang dapat
dinyalakan adalah 48 buah. Akan tetapi karena LED yang digunakan akan
menampilkan dua status atau lebih, maka sedikitnya akan dibutuhkan dua pin
pada decoder untuk mengatur nyala dari LED yang digunakan. Dengan kondisi
seperti ini, maka total LED yang dapat dinyalakan dengan menggunakan tiga
decoder adalah 24 LED.
Tabel 2.8 Tabel Fungsi IC 74LS154
Input
Output
G1
G2
D
C
B
A
0
1
2
3
4
5
6
7
8
9
10
11
12
13
14
15
L
L
L
L
L
L
L
H
H
H
H
H
H
H
H
H
H
H
H
H
H
H
L
L
L
L
L
H
H
L
H
H
H
H
H
H
H
H
H
H
H
H
H
H
L
L
L
L
H
L
H
H
L
H
H
H
H
H
H
H
H
H
H
H
H
H
L
L
L
L
H
H
H
H
H
L
H
H
H
H
H
H
H
H
H
H
H
H
L
L
L
H
L
L
H
H
H
H
L
H
H
H
H
H
H
H
H
H
H
H
L
L
L
H
L
H
H
H
H
H
H
L
H
H
H
H
H
H
H
H
H
H
L
L
L
H
H
L
H
H
H
H
H
H
L
H
H
H
H
H
H
H
H
H
L
L
L
H
H
H
H
H
H
H
H
H
H
L
H
H
H
H
H
H
H
H
L
L
H
L
L
L
H
H
H
H
H
H
H
H
L
H
H
H
H
H
H
H
L
L
H
L
L
H
H
H
H
H
H
H
H
H
H
L
H
H
H
H
H
H
L
L
H
L
H
L
H
H
H
H
H
H
H
H
H
H
L
H
H
H
H
H
L
L
H
L
H
H
H
H
H
H
H
H
H
H
H
H
H
L
H
H
H
H
L
L
H
H
L
L
H
H
H
H
H
H
H
H
H
H
H
H
L
H
H
H
L
L
H
H
L
H
H
H
H
H
H
H
H
H
H
H
H
H
H
L
H
H
L
L
H
H
H
L
H
H
H
H
H
H
H
H
H
H
H
H
H
H
L
H
L
L
H
H
H
H
H
H
H
H
H
H
H
H
H
H
H
H
H
H
H
L
L
H
X
X
X
X
H
H
H
H
H
H
H
H
H
H
H
H
H
H
H
H
H
L
X
X
X
X
H
H
H
H
H
H
H
H
H
H
H
H
H
H
H
H
H
H
X
X
X
X
H
H
H
H
H
H
H
H
H
H
H
H
H
H
H
H
  
27
6
2.6.
Frekuensi Hopping & Direct Sequence
Teknik   Modulasi   Spread   Spectrum   terdapat   dua   jenis,   yaitu   :
Frequency Hopping
(FHSS) dan Direct Sequence
(DSSS).
Perbandingan
dua
teknologi
tersebut
berdasarkan
performansi keduanya terhadap beberapa
parameter penting dalam sistem komunikasi data broadband tidak menyatakan
bahwa teknologi yang satu adalah teknologi yang jelek sedangkan yang lainnya
bagus, tetapi lebih ditujukan pada
beberapa jenis aplikasi tertentu, FHSS
memiliki
performansi
yang
lebih
bagus
dibandingkan
DSSS
dan
tentu saja
demikian sebaliknya.
Secara garis besar dapat dinyatakan bahwa DSSS memiliki keunggulan
pada
kapasitas
tetapi
sangat
sensitif
terhadap
lingkungan
apakah
itu noise,
pantulan dan lain-lain. Cara terbaik
untuk
mengurangi
pengaruh
lingkungan
tersebut adalah dengan menggunakannya untuk aplikasi point-to-point seperti :
Building-to-Building,
Point
of
Presence
(PoP) ke
Base
Station
pada
sistem
seluler, dll.
FHSS 
adalah 
teknologi 
yang 
sangat 
handal  dan 
kurang 
sensitif
terhadap pengaruh lingkungan. Pada suatu area geografis tertentu beberapa
Sistem FHSS dapat
dioperasikan
secara simultan
jauh
lebih
banyak daripada
sistem DSSS.
Sehingga
FHSS
merupakan
salah
satu
pilihan
untuk
mencakup
daerah yang luas dimana diperlukan sistem yang sama beroperasi secara
simultan   dan   dimana   penggunaan   antena   directional   untuk   mengurangi
pengaruh
lingkungan
tidak
mungkin
dilakukan.
Pada
umumnya Broadband
Wireless Access (BWA) menggunakan teknologi ini.
  
28
2.7.
Teori Radio Line Of Sight dan Fresnel Effect
Transmisi radio membutuhkan sebuah jalur kosong yang dibutuhkan
oleh dua buah antena
untuk saling
berkomunikasi, ini
yang dinamakan
Radio
Line of Sight. Hal ini sangat diperlukan apabila akan merancang suatu jaringan
yang  beroperasi  pada  frekuensi  2.4  GHz  dan  terlebih  lagi  pada  frekuensi
5.8GHz. Line of Sight adalah sebuah jalur kosong yang ada diantara dua buah
titik. Untuk mendapatkan daerah visual yang bersih pada sebuah Line of Sight,
diantara 2 buah titik tersebut sebaiknya diusahakan tidak terdapat hambatan.
Hal-hal yang dapat menjadi hambatan dalam suatu Line of Sight antara lain :
Bentuk Topografi, Contoh Pegunungan, Hutan
Sudut permukaan bumi
Gedung tinggi, rumah dan bangunan-bangunan lain
Pohon
Jika   hal-hal   tersebut   memiliki   ketinggian   yang   cukup   untuk   menutup
pandangan dari masing-masing titik, maka tidak akan ada Visual Line of Sight.
Pada gambar 2.8 hambatan yang menghalangi Visual Line of Sight, dapat juga
menghalangi Radio Line of Sight.
Gambar 2.8 Visual Line Of Sight
  
29
Meskipun Visual Line of Sight ini telah terpenuhi, terkadang data yang
dikirim masih
saja
rusak atau pada saat pengiriman data, kekuatan dari sinyal
radio tersebut berkurang. Hal ini dapat disebabkan oleh suatu fenomena yang
dinamakan
Fresnel
Effect.
Dimana
pada
fenomena
ini
akan
terbentuk
suatu
zona yang dinamakan Zona Fresnel.
Gambar 2.9 Visual Line Of Sight dan Fresnel Zone Dengan Hambatan
Gambar  2.9  dapat  dilihat  walaupun  Visual Line of Sight tercipta,
namun karena sebuah gunung berada didalam Zona Fresnel, maka hal ini dapat
membuat
data
yang
dikirim akan
hilang
atau
sampai ketujuan
dengan
waktu
yang
terlambat.
Jika sebuah pohon (elemen
yang
lebih
lembut)
yang
berada
pada Zona Fresnel ini, maka kekuatan dari
sinyal
tersebut berkurang. Alasan
mengapa fenomena tersebut bisa terjadi, dapat dilihat pada Gambar 2.10 :
Gambar 2.10 Fenomena Phase Cancelling Effect
  
30
Normalnya sinyal berjalan secara langsung dari TX menuju RX. Akan
tetapi pada dasarnya, TX juga mengirimkan sinyal yang tidak tegak lurus
terhadap
RX.
Dalam keadaan
normal,
sinyal
yang
lain
tersebut
akan
terus
berjalan hingga pada akhirnya kekuatan dari sinyal tersebut hilang. Akan tetapi
apabila sinyal yang lain ini menabrak suatu rintangan, maka besar kemungkinan
sinyal
tersebut
akan
berbelok
mengenai
sinyal
lurus
yang sedang berjalan
menuju  RX.  Hal  ini  dapat  mengakibatkan  sinyal  yang  diterima  oleh  RX
berubah fasa, perubahan fasa ini yang dinamakan Phase Cancelling Effect. Efek
dari fenomena ini adalah kemungkinan berkurangnya kekuatan dari sinyal yang
dikirim oleh TX, hal ini dapat mengakibatkan data kemungkinan tidak diterima
oleh RX.
Beberapa cara dapat dilakukan
untuk
mengatasi masalah ini, antara
lain :
Menempatkan antena pada posisi yang lebih tinggi
Membangun sebuah menara untuk menempatkan antena
Meninggikan menara yang sudah ada
Menempatkan antena pada sebuah gedung yang tinggi atau rumah
yang tinggi
Menggunakan   teknologi   Near  Line  of  Sight  yang   bernama
WiMAX
Jika Zona Fresnel sudah tidak terganggu, maka komunikasi data pun dapat
berjalan dengan lancar. Gambar 2.11
menunjukkan contoh komunikasi antara
dua
antena
yang
memenuhi
syarat
dalam melakukan komunikasi
RF dengan
menggunakan frekuensi 2.4GHz.
  
31
Gambar 2.11 Visual Line Of Sight dan Fresnel Zone Tanpa Hambatan
2.7.1.
Zona Fresnel
Zona Fresnel pada gelombang radio ini berbentuk elips yang terbentuk
disekitar
daerah Visual Line of Sight.
Ketebalan
(r)
dari
Zona
Fresnel
ini
dipengaruhi oleh jarak antar antena dan sinyal frekuensi yang digunakan. Pada
Gambar  2.12  dapat  dilihat  Zona  Fresnel  yang  terbentuk  dan  juga  rumus
bagaimana cara menghitung ketebalan (r) dari Zona Fresnel tersebut.
Gambar 2.12 Rumus Ketebalan (r) Zona Fresnel dan Ilustrasi Zona Fresnel
  
32
Zona Fresnel
memiliki beberapa zona yang berbentuk elips. Pantulan
dari suatu hambatan yang terjadi dalam zona 1 akan membuat sinyal mengalami
pergeseran fasa sebesar 0
sampai 90
o
,
dalam zona 2 sinyal akan mengalami
pergeseran fasa sebesar 90
sampai 270
o
,
pada zona 3 sinyal akan mengalami
pegeseran fasa sebesar 270
o
sampai 450
o
begitu seterusnya.
Gambar 2.13 Lapisan Zona Fresnel
Zona dengan kelipatan genap merupakan zona yang terburuk (karena
memiliki pergeseran
fasa
secara
maximum)
dan
zona dengan
kelipatan ganjil
merupakan zona yang terbaik (karena memiliki kemungkinan untuk menambah
kekuatan dari sinyal tersebut). Dalam Zona Fresnel kekuatan sinyal yang paling
besar 
terdapat 
di 
zona 
dan 
kekuatan 
tersebut 
akan 
berangsur-angsur
berkurang pada zona-zona berikutnya.
Kesimpulan yang didapat adalah untuk memaksimalkan kekuatan dari
RX,
maka efek pergeseran
fasa harus dapat diperkecil. Untuk itu, sinyal yang
paling kuat
harus dipastikan tidak
menabrak
hambatan
yang ada. Sinyal yang
  
33
paling kuat berada didalam daerah yang paling dekat dengan jalur Line of Sight
antara TX dengan RX, yang mana jalur tersebut selalu berada di lapisan 1 dari
Zona Fresnel. Kondisi yang paling baik adalah 60% lapisan 1 dari Zona Fresnel
harus bersih dari hambatan yang ada.
Gambar 2.14 Area sebesar 60% pada lapisan 1 Zona Fresnel
Balok  hitam  pada  gambar  2.14  merupakan  sebuah  gedung  dengan
jarak dari antena TX adalah d1 dan jarak dari antena RX merupakan d2, maka
tinggi gedung tersebut tidak boleh lebih besar dari 60%  jarak r1 (jari-jari Zona
Fresnel, hitung sesuai dengan rumus pada gambar 2.12) yang diukur pada titik
tengah Line of Sight (c1 pada gambar). Maka dari itu, area seluas 60% ini harus
bersih dari hambatan apapun, jika tidak maka besar kemungkinan transmisi data
dari
TX
menuju
RX
akan
terganggu atau
bahkan
kemungkinan
terburuk,
transmisi data tidak sukses.