8
Bab 2
Landasan Teori
2.1 Konsep Kepercayaan Masyarakat Jepang
Agama merupakan salah satu faktor penting di dalam kehidupan manusia. Setiap
negara di dunia ini mengakui eksistensi agama, bahkan ada yang menjadikannya sebagai
dasar negara. Eksistensi agama pada suatu negara dapat mempengaruhi kebudayaan
negara tersebut.
Di
Jepang,
ada
beberapa
agama
yang dianut
oleh
masyarakatnya,
namun
kebanyakan masyarakatnya memeluk agama Buddha atau Shinto, bahkan ada yang
mengakui memeluk kedua agama tersebut secara bersamaan.. Jepang merupakan salah
satu bangsa dengan pemeluk agama Buddha yang cukup besar di dunia.
Hal ini sesuai dengan Shinto dalam Allaboutsikh ( 2007 ), di Jepang, ada dua
agama besar yang dianut oleh masyarakatnya. Agama Buddha disebut sebagai agama
yang datang
dari luar Jepang atau
Gairaishukyo dan agama Shinto disebut sebagai
agama
tradisional
atau Dentotekishukyo.
Masyarakatnya
lebih
cenderung
untuk
mengatakan bahwa sebenarnya mereka tidak memeluk suatu agama apapun. Keberadaan
agama Buddha dimanifestasikan oleh bermacam-
macam Dewa Shinto dan Bodhisatvas
(
dalam bahasa Jepang disebut Bosatsu
?
??? ?
)
yaitu konsep Buddha
yang
mengajarkan cinta kasih.
Menurut statistik
tahun
1992
mengenai
agama
yang
disusun
oleh
Departemen
Pendidikan Jepang, pengikut agama Shinto 106.643.616 orang, agama Buddha
95.765.996 orang, agama Kristen 1.486.588 orang, yang lainnya 10.833.994 orang.
|
9
Statistik ini sering dipakai sebagai referensi oleh
ilmuwan
asing. Jumlah
ini kira- kira
dua kali dari penduduk Jepang, sekitar 120.000.000 jiwa. Shinto menghitung semua
penduduk
sekitar
Jinja sebagai
pengikutnya,
dan
agama
Buddha
menghitung
semua
anggota keluarga yang diatur upacara oleh pendetanya sebagai pengikutnya. Jadi, satu
orang di Jepang terhitung sebagai pengikut agama Buddha dan Shinto sekaligus.
??????????????????????????1?????
????????????????????????????????
????????????????????????????????
????????????????????????????????
??????????????
( Gakken , 1990 )
Terjemahan:
Kepercayaan orang Jepang mungkin adalah yang paling kompleks di dunia
karena keterbukaannya pada semua agama, seperti yang terlihat pada kunjungan
ke kuil Shinto pada Perayaan Tahun Baru, pergi ke kuil Buddha pada saat musim
semi
dan
musim gugur
untuk
mengunjungi
kuburan
keluarga,
dan
kebiasaan
membuat kue dan hadiah pada saat Perayaan Natal. Pada Perayaan Sichi-go-san
pergi ke kuil Shinto setempat, pernikahan biasa dilaksanakan di Gereja Kristen,
dan pemakaman yang kebanyakan dilakukan dalam upacara agama Buddha.
2.2 Konsep Ajaran Agama Buddha
Buddha, awalnya adalah seorang pangeran di negeri indah dan kaya raya.
Beristeri
jelita
dan
memiliki
anak-anak yang patuh dan menyenangkan.
Namun,
dia
memilih meninggalkan segala kemewahan dunia itu dan kemudian menjadi pertapa
untuk mencari cahaya bagi kegelapan manusia. Keputusannya seperti menjadi renungan
bagi manusia yang kini semakin terbuai dengan godaan duniawi ( Sugiyono, 2006: 83 ).
Sesuai dengan Takasaki Daruma dalam Japan Atlas, awal mula
|
10
diperkenalkannya ajaran Buddha atau yang dikenal dengan sebutan Zen ( ? ) di Jepang
ialah pada awal periode Kamakura ( 1185 – 1333 ). Sampai hari ini Zen banyak dianut
oleh
masyarakat
Jepang.
Sebagai
pembawa
dan
penyebar
agama
Buddha
di
Jepang
adalah seorang biarawan bernama Bodhidharma.
Reeve ( 2005 : 26 ) mengemukakan bahwa Zen menyebar di Jepang pada akhir
abad ke-12 hingga abad ke-13. Zen berpengaruh sangat besar dan juga menarik,
terutama
bagi
para
prajurit
atau samurai.
Kemudian
setelah
menyebarkan
Zen,
Bodhidharma meninggal pada tahun 532 SM.
Menurut Blyth ( 2005 : 156 ), bentuk Buddhisme yang sekarang dikenal secara
populer di dunia
luas sebagai Zen memiliki
nama-nama
yang berbeda di bagian dunia
yang berbeda dimana ia mempengaruhi sejarah. Di India, nama Sansekerta untuk Zen
adalah Dhyana. Ketika Zen menyebar ke Tiongkok, ia dikenal sebagai Chan. Dari sana
ia menyebar ke Vietnam dimana ia dikenal sebagai Thien. Dari Tiongkok pula, ekspresi
tertinggi dari Buddhisme Mahayana
itu
menyebar ke Korea dimana
ia dikenal sebagai
Son dan menyebar ke Jepang dimana ia dikenal sebagai Zen.
Ajaran agama
Buddha
menerapkan kepada semua manusia untuk tidak hanya
memuja
kesenangan duniawi
saja.
Pencabutan
diri
dengan cara
meditasi
( Sadhana
)
untuk merenungkan semua hal-hal yang telah terjadi maupun akan terjadi supaya
mencapai hasil yang lebih baik daripada sebelumnya. Ketidakputusasaan, keikhlasan,
kesabaran dan ketekunan merupakan landasan yang kuat dari ajaran Buddha.
Ajaran Zen tidak dapat hanya melalui peraturan-peraturan
yang tertulis
maupun
tidak
tertulis yang telah ada saja,
namun lebih ditekankan pada pencerahan diri untuk
mencapai suatu kebebasan diri yang tidak lepas dari ajaran Buddha itu sendiri.
|
11
Dalam “Following the Buddha’s Footsteps” mengemukakan bahwa:
Because the Buddha knew what was in the hearts of children and human kind, he
taught everyone how to live a happy and peaceful life. Buddhism is not learning
about strange
beliefs
from
faraway
lands.
It
is
about
looking
at
and
thinking
about our own lives. It shows us
how to
understand ourselves and how to cope
with our daily problems.
Terjemahan:
Karena Buddha
mengetahui apa
yang ada di dalam hati seorang anak kecil dan
manusia pada umumnya, Sang Buddha mengajarkan kepada semua orang untuk
hidup bahagia dan penuh kedamaian di dalam hidup.
Buddhisme bukan belajar
mengenai
kepercayaan
asing
dari
negeri yang
jauh.
Tetapi
mengajarkan
untuk
melihat dan memikirkan tentang kehidupan kita masing-masing. Hal ini
menunjukkan kepada kita untuk mengerti akan diri kita sendiri dan bagaimana
untuk mengatasi masalah sehari-hari kita.
Clearly
(
1988
:
xv
)
mengemukakan bahwa
setelah
beberapa
generasi
bereksperimen dengan Buddhisme, para guru Zen menemukan bahwa pencerahan tidak
dapat dicapai hanya dengan ketaatan harafiah kepada
dogma atau dengan praktek-
praktek
mekanis
dari
sistem baku.
Dengan
kembali
ke
sumber
Buddhisme
lewat
pengalaman
pencerahan pribadi,
ajaran
Zen
menekankan
pada
pemerdekaan
kapasitas
mental yang haus dari kungkungan kebiasaan berpikir yang terkondisikan dan dari
kecenderungan psikologis yang dangkal.
Dalam
tradisi Buddhis dikenal sepuluh kebaikan-kebaikan utama atau yang dikenal
dengan sebutan “Paramita”, yaitu:
1.
Dana,
yang
berarti
bukan sekedar
amal
saleh, tetapi
amal
saleh
yang
dilakukan
tanpa harapan akan imbalan. Dana berarti memberi dan melupakan. Dana juga
berarti mengingat setiap kebaikan yang dilakukan oleh orang lain terhadap diri kita.
2.
Shila, yang berarti disiplin atau beraturan dalam melunakan jiwa; disiplin yang kita
|
12
terapkan
atas
kesadaran
kita
sendiri,
bukan
karena
dipaksa;
peraturan
yang
kita
terima atau kita buat sendiri untuk mengatur diri.
3.
Nishkama, yang berarti berkarya tanpa pamrih.
4.
Pana
atau
Pragyaan
yang
berarti
kebijaksanaan,
kemampuan
untuk
menentukan
tindakan mana yang dan tindakan mana yang tidak tepat.
5.
Virya, yang berarti energi, tenaga, semangat.
6.
Khanti, yang berarti kemampuan untuk menahan diri, untuk bersabar.
7.
Satya
atau
Sacca,
yang
berarti
kebenaran.
Mempersatukan
pikiran,
tindakan
dan
ucapan
adalah
langkah
pertama
dalam kebenaran.
Langkah
berikutnya
adalah
memperluas wawasan dan melihat kebenaran dari setiap sudut
pandang,
melihat
kesatuan
dibalik
perbedaan.
Langkah
terakhir
adalah
menemukan
inti
kebenaran
atau kasunyatan.
8.
Adhitthana, yang berarti kebulatan tekad. Bulatkan tekad untuk tetap bertahan pada
kebenaran, apapun konsekuensinya.
9.
Metta, yang berarti kasih sayang, kebersamaan, persahabatan.
10. Upekha, yang berarti keseimbangan.
2.3 Konsep Kebudayaan dan Masyarakat Jepang
Menurut Lenski dan Nolan ( 1991 ), negara Jepang berbeda dengan negara maju
lainnya
di
dunia,
hal
ini
dapat
dilihat
dari
bagaimana
masyarakatnya
dapat
berubah
sangat cepat mengikuti derasnya pengaruh Barat, namun juga tetap mempertahankan
budaya warisan nenek moyang mereka dalam waktu yang bersamaan. Pertumbuhan
ekonomi yang pesat mempunyai dampak yang besar bagi perubahan kehidupan
masyarakat Jepang.
|
13
Seperti kita ketahui
kebudayaan Jepang
saat
ini
sedikit
banyak
sudah
terbaur
dengan
masuknya
kebudayaan
Barat.
Hal
ini
tidak
mempengaruhi
masyarakat
Jepang
untuk tetap mencintai kebudayaan tradisional mereka. Pertumbuhan ekonomi yang pesat
pun telah memberikan pengaruh besar bagi bangsa mereka untuk menciptakan berbagai
industri, termasuk industri elektronik, namun boneka Daruma sebagai boneka tradisional
Jepang masih tetap eksis hingga hari ini. Jepang sebagai negara maju dalam berbagai hal
tidaklah berkembang sekejap
mata saja, tetapi melalui berbagai proses
yang mendasar
dan
lama serta
menyatu dengan kehidupan religi masyarakat
mereka, perpaduan
kepercayaan, politik, serta adat dan kebiasaan yang sangat menjiwai bangsa Jepang.
Lebra ( 1993 ) mengemukakan bahwa:
The Japanese are known for their eagerness to borrow indiscriminately. Despite
the
fact that such borrowing is
likely to obliterate cultural differences, it
is also
known that the Japanese have maintained their identity.
Terjemahan:
Orang Jepang dikenal dengan keinginan mereka untuk menyamakan kedudukan.
Meskipun pada kenyataannya hal itu seperti untuk menghapuskan perbedaan
budaya,
juga diketahui bahwa
orang
Jepang
juga selalu
mempertahankan
identitas mereka.
Seperti kita ketahui masyarakat Jepang sangatlah maju di dalam perkembangan
ilmu teknologi. Keinginan mereka yang kuat untuk sama dengan negara-negara maju di
dunia
lainnya
mereka
buktikan
dengan
berbagai teknologi, salah satunya industri
elektronik dengan penciptaan berbagai boneka canggih. Di samping hal itu mereka juga
tetap bangga dan melestarikan kebudayaan asli nenek moyang mereka hingga hari ini
untuk mempertahankan identitas mereka, salah satunya ialah dengan boneka Daruma.
|
14
2.4 Konsep Boneka Daruma
Menurut Jaanus ( 2001 ), boneka Daruma adalah boneka tradisional yang berasal
dari Jepang. Boneka Daruma berasal dari kata Bodhidharma, yaitu seorang biarawan
Buddha, putera
dari Raja
Brahmin di India bagian Selatan. Ia menerima
pencerahan
sebagai pewaris Sakyamuni ke-28, Shaka.
Krishna ( 2005 : 5 ) mengemukakan bahwa Bodhidharma berarti Dharma
Buddha. Kata Dharma berarti kebajikan dan kata Buddha berarti kesadaran. Oleh karena
itu
Bodhidharma
dapat diartikan
sebagai
“
pedoman
bagi
hidup berkesadaran
“
atau
“ pedoman untuk mencapai kesadaran “ atau “ perilaku orang yang berkesadaran “.
Setelah menerima pencerahan sebagai pewaris Sakyamuni ke-28, ia lebih dikenal
dengan
sebutan Bodhidharma.
Ia
membawa
masuk
ajaran
Buddha
ke Jepang
sekitar
abad ke-6. Menurut legenda, dalam penyebaran agama Buddha, Bodhidharma sebelum
sampai ke Jepang melalui India kemudian
China. Setelah perjalanan panjang,
Bodhidharma bertemu dengan Kaisar Wu ( 502- 550 SM ) yaitu pendiri Dinasty Liang
sebagai penganut ajaran Buddha yang beriman.
Untuk mengenang Bodhidharma dibuatlah boneka Daruma. Boneka Daruma
sampai hari ini menjadi salah satu boneka yang mengandung unsur kebudayaan bagi
negara Jepang. Boneka Daruma biasanya dipakai sebagai hadiah pemberian pada
perayaan Natal, Tahun Baru dan Ulang Tahun. Boneka Daruma juga digunakan sebagai
simbol keberuntungan dan semangat untuk masyarakat Jepang pada awal mencapai
suatu kesuksesan, sehingga sering dijumpai di rumah-rumah masyarakat, restoran,
sekolah dan perkantoran. Pada dunia politik boneka Daruma pun dipakai sebagai simbol
|
![]() 15
pengharapan
dan kemenangan. Hal
ini sudah
menjadi sesuatu yang lumrah di negara
Jepang.
Buisson ( 1992 : 35 ) mengemukakan bahwa:
Daruma doll
is a papier-mache tumbling dolls representing Saint Daruma
( Bodhidharma )
are frequently
found
in traditional toy workshops. This
Buddhist
saint,
founder of the Chan
(
Zen ) sect, decided to
meditate
for nine
years at the foot of a tree, to attain enlightenment. So as not to give in to sleep, he
cut off his eyelids and threw them away. Thus each Daruma has white eyes and
the pupils are panited on one by one when a wish is made.
Terjemahan:
Boneka Daruma adalah sebuah boneka yang terbuat dari kertas minyak dan dapat
berdiri kembali ketika disenggol merupakan presentasi akan seorang Biarawan
Daruma
(
Bodhidharma ) yang sering dijumpai di toko-toko boneka tradisional.
Biarawan
Buddha ini
merupakan pendiri sekte Chan ( Zen ), yang
memutuskan
untuk melakukan meditasi selama sembilan tahun di kaki pohon, untuk mencapai
pencerahan. Supaya ia tidak jatuh tertidur, ia memotong kelopak matanya dan
membuangnya. Hal inilah mengapa setiap boneka Daruma
mempunyai mata
berwarna
putih
dan
bola
mata
yang
dilukis satu persatu ketika sebuah
pengharapan terkabul.
Pada awalnya boneka Daruma dibuat dengan ciri khas berwarna merah. Namun
belakangan ini, boneka Daruma sudah dibuat dengan berbagai jenis warna. Karena
sangat digemari oleh anak-anak, maka boneka Daruma dibuat dengan berbagai warna-
warna yang sangat menarik.
2.1 Warna-Warni Boneka Daruma
|
16
Gambar
2.1
yang
berjudul
Colorfull
Daruma
menunjukkan
beberapa
boneka
Daruma dengan warna-warna yang menarik minat pembeli, khususnya anak-anak.
Dalam perkembangannya,
boneka
Daruma
dimulai
dengan
lima
warna
yang
disebut dengan
“Goshiki”.
Boneka
Daruma dengan
lima
warna
sudah dijual pada
abad
ke-17 terutama dalam industri kain sutra. Hal ini sesuai dengan pendapat Baten ( 1992 :
68 ), yaitu:
The five color daruma have been sold since the 17th
century as protective charms
for all aspects of the silk industry, ranging from the initial silkworm raising to the
final weaving of the thread.
Terjemahan:
Boneka Daruma dengan lima warna sudah dijual sejak abad ke-17 sebagai
boneka pelindung dalam segala aspek pada industri kain sutra, dimulai dari ulat
sutra kemudian meningkat hingga pada akhir menenun benang.
Goshiki
memiliki
unsur-unsur
Buddha
yang
berarti
bagi
kehidupan
manusia,
yaitu elemen-elemen dalam alam semesta ini. Hal ini sesuai dalam The Great Buddhist
Dictionary (
?????????
), dalam
Buddhanet ( 2002 ) bahwa dapat dipelajari
lima warna dalam Daruma, yaitu: warna hijau, kuning, merah, putih, dan hitam. Warna-
warna
tersebut
berhubungan
dengan
the
Five
Skandhas
(
Goshiki
?? ), the
Five
Wisdoms
atau
Lima Pengharapan (
Gochi ?? ),
atau the
Five
Buddhas atau
Lima
Buddha
(
Gobutsu
??
)
sebagai
ekpresi
dari
berbagai
macam
ajaran-ajaran
agama
Buddha.
Jordan ( 2007 ), mengatakan bahwa boneka Daruma dibuat dengan bentuk yang
menyerupai ciri-ciri fisik serta mengandung arti akan sifat-sifat dari Bodhidharma
|
17
selama
menyebarkan
pencerahannya
dalam ajaran
Buddha.
Kenyataan sejarah
bahwa
suatu hari pada abad ke-5 Bodhidharma melalui aturan-aturan hidup seperti meditasi dan
pencabutan diri, mencapai kesadaran atau pemahaman sebagai bagian dari pencerahan,
sudah tidak perlu dipersoalkan lagi.
Menurut
Goodin
(
2003
),
boneka
Daruma
dibuat
dengan
bentuk
tanpa
kedua
kaki
dan
kelopak
mata.
Dahulu
ketika
Bodhidharma
melakukan
meditasi
di Gunung
Suuzan
(??
) tepatnya di Kuil Shourinji
(???)
untuk
mencapai pencerahan,
ia
mempraktekan posisi
duduk
dalam
meditasi
atau
yang
dikenal
dengan
sebutan
Zazen
yang dilakukannya selama sembilan tahun, sehingga lengan dan kakinya melayu dan
tidak dapat berfungsi lagi selamanya. Selain itu, karena selama usahanya untuk
bermeditasi, Bodhidharma sering jatuh tertidur. Hal ini sangat mengganggu dirinya
sehingga ia memotong kelopak matanya.
Dalam buku Cerita-cerita Kebijaksanaan Zen ( 2005 : 8 ) mengemukakan bahwa
meditasi
atau
latihan
pikiran
merupakan
satu
aspek
penting
dari praktik
Buddhis.
Meditasi bukan sekedar menenangkan pikiran tetapi juga tentang membebaskan diri
sendiri dari keserakahan, kebencian, dan delusi yang telah berlangsung dari sekian lama.
Pencabutan dirinya dari dunia luar dan dengan semangat yang tinggi seorang
Bodhidharma dalam menjalankan ajaran Buddha tertuang dalam sebuah boneka Daruma,
sehingga
banyak
dipakai dalam
masyarakat Jepang
termasuk
dalam dunia
politikal
di
Jepang sebagai simbol kemenangan.
Sesuai dengan Takasaki Daruma dalam Japan Atlas, boneka Daruma dibuat di
kota Takasaki dimulai pada akhir abad ke-17 sebagai ukuran keringanan bagi para petani
yang menderita kelaparan. Kemudian Kuil Daruma menyuruh keluarga para petani
|
![]() 18
untuk membuat boneka-boneka yang terbuat dari
kertas
minyak
untuk
memperoleh
penghasilan tambahan. Akhir-akhir ini hampir
100
keluarga
membuat
1,6 juta boneka
Daruma per- tahunnya, dan 80% dari boneka-boneka Daruma dibuat di Jepang.
2.2 Tahap-tahap Melukis Bola Mata Pada Boneka Daruma.
Gambar
2.2
yang
berjudul
History of Daruma Doll
menunjukkan tahap-tahap
melukis mata pada boneka Daruma, dari awal dibeli, dilukis sebelah mata, dan terakhir
ketika
kedua
mata
telah
dilukis
yang
berarti
telah sukses dalam pengharapan
masing-
masing pemilik boneka Daruma tersebut.
Menurut Dharma or Bodhidharma Japanese Buddhist Statuary ( 2006 ), boneka
Daruma biasanya dijual dengan mata yang berwarna putih polos tanpa terhiasi bola mata.
Hal
ini
dimaksudkan
agar
para
pembeli
akan mengecat
sendiri
bola
matanya
sebagai
simbol ketika
ingin
mencapai suatu tujuan dalam
hidupnya masing-
masing. Selain itu,
boneka-boneka Daruma yang
ada
memiliki ukuran
yang berbeda-beda, mulai dari yang
terkecil sampai yang
lebih besar dari seorang manusia sekalipun. Akan tetapi ukuran
standar dari
sebuah boneka
Daruma adalah sedikit
lebih besar dari ukuran sebuah bola
basket.
Dibalik semua itu, boneka Daruma
dibuat dengan bentuk yang sedikit bulat
sebagai bentuk badannya, tanpa kedua lengan maupun kedua kaki. Hal ini mencirikan
Bodhidharma
yang
memotong
kedua
belah
kelopak
matanya
serta
kedua
lengan
dan
|
![]() 19
kakinya yang melayu ketika ia bermeditasi. Pada bagian bawah boneka Daruma dibuat
dengan bentuk yang lebih berat, hal ini dimaksudkan supaya apabila boneka disenggol
akan kembali ke posisi semula.
Nakayama ( 2007 ), mengemukakan:
A daruma doll whose bottom is round and weighted, is designed to regain an
upright position even when pushed over. This falling and arising movement
symbolizes his teachings. As they arise again and again, daruma dolls are
considered to bring luck, happiness, health and goodness.
Terjemahan:
Boneka Daruma yang memiliki bentuk bulat dan berat dibagian bawahnya,
dirancang untuk meraih posisi semula bahkan ketika ia di dorong sekalipun.
Kejadian jatuh dan bangkit ini mensimbolisasikan ajarannya ( Bodhidharma ).
Seperti halnya boneka tersebut bangkit dan bangkit lagi, boneka Daruma
dipertimbangkan membawa keberuntungan, kebahagiaan, kesehatan dan
kebaikan.
Sampai saat ini, bagi masyarakat Jepang boneka Daruma dijadikan sebagai
gambaran akan sebuah kedisiplinan, ketetapan hati, kesabaran atau penahanan nafsu.
Menjelang Tahun Baru akan banyak perusahaan- perusahaan membeli boneka Daruma
dan mewarnai mata sebelah kirinya sebagai simbol untuk mencapai kesuksesan pada
tahun berikutnya dan apabila telah tercapai, maka mata sebelah kanan akan dicat dengan
bentuk yang sama pula.
2.3 Boneka Daruma
|
20
Gambar 2.3 yang berjudul Daruma Dolls menunjukkan boneka-boneka Daruma
yang sudah dilukis sebelah matanya maupun yang sudah dilukis kedua matanya.
Dalam tradisi
Buddhis
dikenal
sepuluh
kebaikan-kebaikan
utama
yang dikenal
dengan
Paramita,
namun
Bodhidharma
menyebut
enam Paramita. Bagi Bodhidharma
keseimbangan diri atau upekha adalah hasil meditasi, yang kemudian berbunga menjadi
metta atau kasih. Buahnya adalah:
1. Adhitthana, yang berarti kebulatan tekad.
2. Satya, yang berarti kebenaran.
3.
Virya, yang berarti kekuatan dan Khanti, yang berarti kesabaran, digabung menjadi
satu.
4. Pragyaan, yang berarti kebijaksanaan.
5. Nishkama, yang berarti berkarya tanpa pamrih dan Dana, yang berarti amal saleh.
6. Shila, yang berarti disiplin diri.
Goodin
(
2003
)
mengemukakan
bahwa
setiap
boneka
Daruma
mengandung
pesan bagi pemiliknya sebagai berikut:
?
?????????????????
( Jatuh 7 kali, bangkit 8 kali, hidup dimulai dari sekarang. )
Pesan tersebut mengandung makna bahwa Daruma mengajarkan kepada kita untuk mau
mempersembahkan
dan
gigih,
serta
bangkit
walaupun
kita
sudah
tersandung
hingga
jatuh, tidak menyerah dan tidak pernah berputus asa.
Menurut Conway dalam A Brief History of Japanese Daruma Dolls, di Jepang,
awal
mulanya
boneka Daruma
dibuat
dengan jenis
laki-
laki,
namun
setelah
semakin
|
21
berkembang pesatnya boneka Daruma, dibuatlah boneka Daruma berjenis perempuan.
Sampai
hari
ini boneka
Daruma dibuat dalam berbagai
karakter,
misalnya, salah satu
yang
terkenal adalah boneka
‘Putri
Daruma’ atau yang
lebih dikenal dengan
sebutan
‘Ehime Daruma ‘.
Boneka Daruma yang sudah dihiasi sebelah bola matanya biasanya diletakan di
tempat
yang
tinggi
di
dalam rumah, biasanya
diletakan bersama-sama dengan
benda-
benda penting lainnya seperti di Butsudan. Namun ada juga yang meletakkannya di kuil.
Bagi yang meletakkan boneka Darumanya di kuil,
maka
mereka dapat
mengambilnya
kembali untuk dibakar. Pembakaran biasanya dilakukan di akhir tahun pada api suci atau
bonfire. Hal ini dilakukan sebagai ritual pemurnian untuk memberitahukan kepada Kami
bahwa mereka tidak menyerah pada harapan mereka, tetapi merupakan jalan lain bagi
harapan mereka untuk menjadi kenyataan.
2.5 Konsep Politik Negara Dalam Agama Buddha
Priastana ( 2004 : 28 ) mengemukakan bahwa negara merupakan institusi yang
terbesar
dan
terpenting
dalam suatu
bangsa,
dan
institusi
modern
yang
berkembang
sekarang ini dengan berdasarkan pada suatu sistem, bukan pada orang-perorangan.
Sistem yang dimaksud adalah sistem hukum yakni pranata yang menyantuni kebenaran
dan keadilan dan dapat dirasakan dalam kehidupan bersama.
Dalam kehidupan
berbangsa
dan
bernegara
dibutuhkan
seorang
pemimpin
ataupun politisi-politisi yang dapat memajukan kesejahteraan bangsa dan negaranya
tersebut. Untuk
menyelenggarakan
kesejahteraan
masyarakat dan
menjalankan
hukum
|
22
negara, maka rakyat harus mencari dan menemukan seorang pemimpin bagi negaranya
melalui pemilu.
Menurut
Mahathera
dalam Priastana
(
2004
),
pemilu
adalah
instrumen
pembaharuan kontrak sosial antara rakyat dan pemimpinnya, dan suatu sarana yang
mencerminkan demokrasi, kedaulatan rakyat, pemerintahan yang berdasarkan suara
rakyat. Ada pertalian yang erat sekali antara agama Buddha dengan demokrasi.
Politik sudah semestinya menyangkut urusan akan tujuan-tujuan dari masyarakat
negaranya, bukan tujuan-tujuan dari orang per-orang atau pribadi seseorang.
Keterlibatan
politis
terutama
bagi
umat
Buddha bermula dengan
melihat politik dari
sudut etika, karena etika
adalah
menyangkut
kehidupan
bersama
masyarakat
yang
menuntun kearah yang semestinya, dalam mencapai kesejahteraan masyarakat.
Priastana ( 2004 : 10 ) mengemukakan
bahwa tindakan politis yang sesuai
dengan prinsip etika atau berdasar moralitas itu pada akhirnya akan sesuai dengan nilai-
nilai agama
yang
menganjurkan
untuk tidak
mementingkan
diri
sendiri,
karena
berpolitik adalah demi kepentingan masyarakat seluruhnya.
Seorang pemimpin atau politisi melakukan tindakan politik seharusnya tidak
semata-mata
hanya
untuk
mempertahankan ataupun
meraih
kekuasaan,
melainkan
sebagai tanggung jawab kemanusiaan, memikirkan dan memperjuangkan kebahagiaan
orang
lain ketimbang diri sendiri. Dalam hal
ini,
mereka
tidak
hanya membawa
nama
ataupun kepentingan diri sendiri melainkan juga
nama
negara dan kepentingan seluruh
warga negaranya.
|