31
BAB 2
LANDASAN TEORI
2.1.
Psikologi Perkembangan Orang Dewasa
2.1.1. Psikologi Perkembangan
Menurut Zimbardo (2000), psikologi perkembangan adalah ilmu ilmiah yang
mempelajari tentang perubahan kemajuan psikologis yang terjadi pada manusia dalam
setiap periode hidupnya. Perkembangan manusia adalah proses pertumbuhan dan
perubahan seumur hidup manusia yang meliputi fisik, kognitif (intelektual) dan sosio
emosional.
Menurut Zimbardo (2000), teori psikologi perkembangan membagi periode
perkembangan manusia menjadi 8 tahap utama yaitu:
1. Masa sebelum lahir sampai lahir (dalam kandungan)
2. Masa pertumbuhan dan awal masa berjalan (dari lahir sampai18 bulan)
3. Masa kanak-kanak awal (18 bulan sampai 6 tahun)
4. Masa kanak-kanak akhir (6 sampai 12 tahun)
5. Masa remaja (12 sampai sekitar 20 tahun)
6. Masa dewasa awal (20 sampai 45 tahun)
7. Masa dewasa tengah (45 sampai 65 tahun)
8. Masa dewasa akhir (65 tahun sampai meninggal)
Dalam penelitian ini, penulis memfokuskan penelitian pada perkembangan masa
dewasa awal yaitu dari usia 20 tahun sampai 45 tahun.
|
32
2.1.2. Karakteristik Individu pada Masa Perkembangan Dewasa Awal
Dalam kehidupan manusia selama masa dewasa awal, interaksi terjadi diantara berbagai
aspek perkembangan seperti fisik, intelektual, dan sosio emosional sangat jelas terlihat
dan menarik perhatian. Berbagai aspek ini terlihat perubahannya seiring dengan
berkembangnya kehidupan individu.
2.1.2.1. Perkembangan Fisik Masa Dewasa Awal
Dalam perkembangan fisik, masa dewasa awal usia 20-30 tahun merupakan masa
puncaknya. Ketangkasan jari tangan dan pergerakan tangan mulai menurun setelah usia
pertengahan 30 tahun (Troll dalam Papalia, 1995).
Kekuatan, koordinasi, kecerdasan, kecekatan dan ketangkasan tangan, kecepatan
merespon, ketajaman pandangan dan indera perasa semuanya berada di puncaknya
sebelum usia 30 tahun. Dan mulai menurun sekitar usia 40 tahun saat kecenderungan
menuju penurunan jarak pandang jauh yang membuat usia 40 tahunan mengenakan
kacamata untuk membantu ketajaman penglihatannya.
Pendengaran berkurang dimulai
dari usia 25 tahun dan semakin nyata dan jelas setelahnya, khususnya terhadap suara
yang melengking (Papalia, 1995).
2.1.2.2. Perkembangan Kognitif (Intelektual) Masa Dewasa Awal
Menurut Wikipedia, perkembangan kognitif didefinisikan sebagai perkembangan
pemikiran, pemecahan masalah, membuat keputusan, konsep pengertian, proses
informasi, perkembangan bahasa, ingatan dan inteligensi dari masa kecil ke pubertas
sampai masa dewasa.
Piaget (dalam Papalia, 1995) menyatakan bahwa perkembangan kognitif dari
bayi sampai pubertas menghasilkan kombinasi kematangan dan pengalaman. Dalam
masa dewasa awal, pengalaman memainkan peranan penting dalam fungsi intelektual.
|
33
Pengalaman orang dewasa menjadikan mereka untuk mengevaluasi ulang kriteria mereka
dalam menentukan apa yang benar dan adil. Pengalaman pula yang memiliki peranan
penting seorang dewasa dalam memecahkan masalahnya. Karena pengalaman setiap
orang dewasa berbeda-beda, maka efek yang ditimbulkan ke perkembangan kognitifnya
pun berbeda. Namun, dalam segi psikologis secara umumnya, dalam masa perkembangan
kognitif dewasa awal usia 20 tahunan sampai pertengahan 30 tahun, kebanyakan orang
dewasa akan berubah peran dan tanggung jawab menuju kematangan, belajar berbisnis,
memilih pekerjaan atau memiliki tujuan karir, mengejar pendidikan yang lebih tinggi, dan
menikah. Serta memperoleh atau membangun kemampuan, hobi atau minat baru.
Sementara di usia 40 tahunan, orang dewasa cenderung untuk lebih mantap dan pasti
dalam kehidupannya, membuat komitmen yang lebih dalam dalam pekerjaan dan
keluarganya, menyusun waktu untuk mencapai tujuan hidup lain yang lebih spesifik
(Havighurst dalam Wrightsman, 1994).
2.1.2.3. Perkembangan Sosio Emosional Masa Dewasa Awal
Dalam perkembangan sosio emosional, seorang dewasa akan mengalami perubahan
hubungan dewasa dengan orang tuanya, membangun hubungan yang dekat dan aman
dengan sekitarnya, bekerja sama dengan sekitarnya, memiliki kemampuan untuk
berhubungan lebih baik dengan orang lain, mengekspresikan dan mengatur emosi,
kemampuan untuk menghadapi kehidupan dengan sikap serius, serta kemampuan dan
kesediaan untuk mengatasi kesulitan.
Beberapa pemaparan aspek penting dalam perkembangan masa dewasa awal
diatas secara tidak langsung mempengaruhi orang dewasa dalam hal pembelajaran.
Dalam subbab selanjutnya, penulis akan membahas mengenai konsep pembelajaran
orang dewasa.
|
34
2.2. Konsep Pembelajaran
2.2.1. Konsep Pembelajaran Orang Dewasa
Salah satu aspek penting dalam pendidikan yang perlu mendapat perhatian adalah
konsep pembelajaran orang dewasa. Teori untuk mengajar orang dewasa disebut
andragogi. Andragogi berasal dari bahasa Yunani. Aner artinya orang dewasa dan
agogus artinya memimpin. Kalau ditarik dari pengertian pedagogi, maka andragogi
secara harfiah dapat diartikan sebagai seni dan pengetahuan mengajar dan belajar orang
dewasa, kebalikan dari pedagogi yang diartikan sebagai seni mengajar anak kecil.
Andragogi muncul pertama kali pada tahun 1833 di penulisan buku dari seorang
guru dari Jerman bernama Alexander Kapp. Beliau mengulas teori pendidikan Plato dan
membedakan andragogy (andr- berarti man-dewasa) dengan pedagogy (paid- berarti
child- anak-anak) dan agogos berarti petunjuk.
Semenjak itu konsep andragogi digunakan secara tidak teratur, lalu kemudian
baru dipopulerkan lagi oleh Malcolm S.Knowles pada tahun 1979 di Amerika Serikat.
Dan Knowles juga ditunjuk sebagai Ayah Pembelajaran Orang Dewasa.
Dalam bukunya The Modern Practice of Adult Education (1980), Knowles
menegaskan andragogi sebagai seni pembelajaran orang dewasa.
Asumsi-asumsi Knowles mengenai orang dewasa adalah sebagai berikut :
1. Konsep diri
:
ketika
seseorang
matang,
konsep
dirinya pindah dari
seseorang
yang
bergantung pada
yang
lain
menjadi
seseorang
yang
bisa
mengarahkan
dirinya sendiri.
2. Pengalaman : seseorang yang matang sudah
mengumpulkan dan memiliki
banyak pengalaman untuk belajar.
|
35
Dalam situasi belajar, seorang dewasa diharapkan bisa menggunakan
pengalaman terdahulu untuk membantu orang dewasa belajar. Oleh karena itu,
pelajar dewasa menggunakan sekaligus pengalaman lama dan pengalaman
barunya untuk menganalisa pembelajaran.
3. Kesiapan
belajar
:
mereka siap
untuk
belajar
saat
melihat
adanya
peran atau
tugas baru.
4. Orientasi belajar : orang dewasa belajar
untuk
memecahkan masalah dan
memperoleh pengetahuan baru secepatnya.
5. Motivasi belajar : saat seseorang dewasa, motivasi untuk belajar bisa saja datang
dari luar (seperti kenaikan pangkat, gaji tinggi, dan sebagainya), tetapi motivasi
pendorong
dari
dalamlah yang
lebih
berpengaruh
(seperti kualitas
kehidupan,
penghargaan dan sebagainya) (baru ditambahkan Knowles pada tahun 1984).
Orang dewasa adalah orang yang sudah matang baik secara fisik maupun
psikologis. Kematangan psikologis orang dewasa sebagai pribadi yang mampu
mengarahkan diri sendiri mendorong timbulnya kebutuhan psikologi yang sangat dalam
yaitu keinginan dipandang dan diperlakukan orang lain sebagai pribadi yang
mengarahkan dirinya sendiri, bukan diarahkan, dipaksa atau dimanipulasi oleh orang
lain. Dengan demikian apabila orang dewasa menghadapi situasi yang tidak
memungkinkan dirinya untuk menjadi dirinya sendiri maka dia akan merasa dirinya
tertekan dan merasa tidak senang, termasuk dalam hal belajar.
Secara jelas Knowles (1980) menyatakan apabila pelajar sudah berusia 17 tahun,
penerapan prinsip andragogi dalam kegiatan pembelajarannya menjadi suatu kelayakan.
Karena upaya membelajarkan orang dewasa berbeda dengan upaya membelajarkan
anak.
|
36
Membelajarkan anak (pedagogi) lebih banyak merupakan upaya mentransmisikan
sejumlah pengalaman dan ketrampilan dalam rangka mempersiapkan anak untuk
menghadapi kehidupan di masa datang. Sebaliknya, dalam pembelajaran orang dewasa
(andragogi) lebih menekankan pada membimbing dan membantu orang dewasa untuk
menemukan pengetahuan, ketrampilan, dan sikap dalam rangka memecahkan masalah-
masalah kehidupan yang dialaminya. Ketepatan pendekatan yang digunakan dalam suatu
pembelajaran akan mempengaruhi hasil belajar.
Walaupun orang dewasa tidak secepat kanak-kanak dan remaja dalam hal
menyerap informasi, namun mereka dapat menukarnya dengan segudang pengalaman
yang dapat mendukung proses pembelajaran. Dewasa adalah seorang yang mempunyai
pengalaman dan kaya akan informasi. Kebanyakan orang dewasa sudah mendapat
pendidikan lewat pengalaman-pengalaman selama hidupnya. Menurut Knowles (1980),
bagi orang dewasa, proses belajar merupakan process of becoming a person, bukan
process of being shaped, karena identitas diri seorang dewasa sudah terbentuk dari
pengalaman masa lalu mereka.
Pengalaman orang dewasa merupakan sumber belajar yang penting. Pembelajaran
mereka akan lebih berkesan melalui teknik yang berasaskan pengalaman seperti
perbincangan dan penyelesaian masalah. Orang dewasa menghubungkan pengetahuan
dan informasi baru mereka dengan pengalaman-pengalaman mereka terdahulu. Oleh
karena itu, orang dewasa sangatlah menghargai pengalamannya dan jika mereka tidak
bisa menggunakan pengalaman-pengalaman mereka tersebut atau pengalaman mereka
ditolak, maka bisa disamakan bahwa mereka ditolak secara
individu.
|
37
Mereka juga lebih kritis dalam menerima informasi baru, khususnya jika informasi
tersebut terlihat bertentangan dengan apa yang mereka percayai sebelumnya.
Kebanyakan pelajar dewasa mengalami keragu-raguan dan cemas mengenai usia
dan performa mereka. Mereka ini biasanya merasa kurang percaya diri, merasa bahwa
pengetahuannya kurang mencukupi dan ragu untuk berbicara di kelas. Mereka takut
berbuat kesalahan atau terlihat konyol atau gagal di depan yang lain. Mereka juga
merasakan kewajiban untuk memberikan kepuasan bagi instruktur mereka daripada
pelajar yang lebih muda. Mereka cenderung rendah hati terhadap kemampuan dan
pengalaman mereka. Dan mereka akan merasa tidak sabar jika mereka merasa bahwa
materi pembelajaran mereka tidak berguna bagi mereka.
Aslanian dan Brickell (1980) menyatakan bahwa 83% dari pelajar dewasa
mendeskripsikan bahwa beberapa perubahan masa lalu, masa sekarang dan masa depan
dalam kehidupan mereka menjadi alasan untuk belajar. Mereka menghadapi perubahan
yang di dalamnya mewajibkan mereka untuk belajar untuk membuat perubahan tersebut
sukses. Alasan orang dewasa untuk belajar bermacam-macam, yaitu perubahan karir,
pendapatan yang lebih baik, pencapaian aktualisasi diri, kebutuhan dengan rekan bisnis
dan teman, penghargaan untuk diri sendiri, memuaskan pikiran akan suatu hal atau
bahkan untuk suatu alasan yang sederhana, sebuah gelar. Bahkan ada orang dewasa yang
memang menyukai belajar dan ingin melakukannya sepanjang hidup mereka (Papalia,
1995).
Dalam penelitian, mayoritas orang dewasa (sebanyak 56%) mengatakan alasan
mereka untuk belajar adalah demi perubahan karir yang lebih baik. Mayoritas orang
dewasa yang belajar adalah wanita sebanyak 58% (Aslanian dan Brickell, 1980).
|
38
Sudah jelas bahwa orang dewasa belajar karena mereka ingin memperoleh dan
menggunakan pengetahuan. Orang dewasa memiliki kesadaran penuh dalam
mempelajari sesuatu yang baru.
Biasanya mereka mau mempelajari hal tersebut dikarenakan mereka ingin mendapatkan
pengetahuan ataupun skill dari hal yang mereka pelajari itu untuk mendapatkan hasil
yang lebih baik atau memperbaiki kehidupan mereka di masa depan. Dari hal itu pula,
oleh karena itu orang dewasa siap untuk belajar.
Orang dewasa adalah pelajar yang bisa mengatur dirinya sendiri dan secara
umum mampu untuk memonitor kemajuan diri mereka sendiri dalam hal belajar. Saat si
pelajar semakin bertambah usianya, waktu semakin terbatas dan berharga (Draves,
1984) Mereka sangat menghargai waktu karena mengingat semakin bertambahnya usia
mereka dan kesadaran bahwa mereka tidak dapat mengembalikan waktu yang hilang.
Dalam teori andragoginya, Knowles juga menyebutkan bahwa anak kecil lebih
memiliki orientasi belajar dengan memusatkan pada subjeknya, sementara orang dewasa
lebih mengarah pada belajar untuk menyelesaikan masalah. Dan apa yang dipelajari dan
situasi belajar seperti apa, harus berdasarkan pada keinginan dan kebutuhan orang dewasa
tersebut. Perlu juga dipahami apa pendorong bagi orang dewasa yang belajar,
apa hambatan yang dialaminya, apa yang ingin dipelajarinya, apa yang diharapkannya,
bagaimana seorang dewasa dapat belajar dengan paling maksimal dan sebagainya.
Orang dewasa memiliki sistem nilai yang berbeda, mempunyai pendapat dan
pendirian yang berbeda. Dengan terciptanya suasana belajar yang baik, orang dewasa
dapat mengemukakan isi hati dan isi pikirannya tanpa rasa takut dan cemas, walaupun
mereka saling berbeda pendapat. Orang dewasa harus memiliki perasaan bahwa dalam
suatu situasi belajar yang bagaimanapun, mereka boleh berbeda pendapat dan boleh
|
39
berbuat salah tanpa dirinya terancam oleh sesuatu sanksi (dipermalukan, dicemooh, dan
sebagainya).
Dengan menanamkan sikap seperti ini, maka halangan psikologis kurang percaya diri
yang ada di kebanyakan orang dewasa belajar akan hilang, dan bisa mempercepat
kemajuan pembelajaran mereka.
Menurut Lunandi dalam bukunya Pendidikan Orang Dewasa (1993), kemampuan
orang dewasa belajar dapat diperkirakan sebagai berikut : (a) 1% melalui indera perasa,
(b) 1,5% melalui indera perasa, (c) 3,5% melalui indera penciuman, (d) 11% melalui
indera pendengaran, dan (e) 83% melalui indera penglihatan. Selain itu, orang dewasa
belajar lebih efektif apabila ia dapat melihat sekaligus mendengarkan.
2.2.2. Perbandingan Pembelajaran antara Anak Usia Sekolah dengan Orang
Dewasa
Belajar bahasa adalah proses seumur hidup, dimulai dari bulan pertama dalam hidup dan
terus berlanjut sampai dewasa. Dalam masa kanak-kanak awal, kemajuan seseorang
paling banyak adalah dalam hal mempelajari bahasa. Dalam usia 6 tahun, seorang anak
sudah menguasai pengucapan dasar dan dasar tata bahasa. Juga menguasai lebih dari
10.000 kata kosakata dasar (90%) dalam bahasa asli mereka (Corsini, 1994).
Anak sebelum usia sekolah memperoleh sebagian besar bahasa pertamanya
secara informal dari orang-orang sekitarnya, televisi, ataupun di lingkungan. Mereka
belajar bahasa tanpa suatu kesadaran dan tanpa suatu usaha.
Banyak teori yang mengatakan bahwa dalam mempelajari bahasa asing, anak
kecil lebih sukses jika dibandingkan dengan orang dewasa. Salah satu teori yang
|
40
terkenal adalah dari seorang ahli bahasa bernama Eric Lenneberg dalam bukunya
Biological Foundation of Language (1967) yang menyatakan bahwa masa kritis dalam
mempelajari suatu bahasa berakhir di sekitar umur 12 tahun atau masa pubertas.
Beliau menyatakan bahwa bila tidak mempelajari sebuah bahasa asing sebelum umur
tersebut, maka perolehan bahasa akan mengalami kesulitan. Karena menurutnya, otak
anak umur di bawah 12 tahun masih dalam masa perkembangan sehingga akan lebih
mudah untuk mempelajari suatu bahasa.
Secara logika, dalam ilmu syaraf, fungsi otak dari anak usia sebelum pubertas
lebih plastis dalam arti masih berkembang. Dan setelah usia pubertas lewat, maka otak
secara bertahap akan kehilangan plastisitasnya dan kematangan akan menghentikan
masa kritis perolehan bahasa asing. Pada saat ini, struktur otak yang biasanya digunakan
untuk belajar dan memroses bahasa akan kehilangan fungsinya dan digantikan oleh
fungsi lainnya.
Pendukung utama teori masa kritis adalah seorang ahli bahasa yang terkenal
yaitu Noam Chomsky. Chomsky (dalam Crain, 2000) menyatakan bahwa otak manusia
memiliki language acquisition device (LAD : alat untuk memperoleh bahasa), yaitu
sebuah mekanisme atau proses yang menyebabkan anak untuk mengembangkan
kemampuan bahasanya. Menurut teori ini, semua anak terlahir dengan universal
grammar (tata bahasa umum) yang mana membuat mereka bersifat menerima terhadap
seluruh bahasa. Oleh karena latar belakang ini, maka anak kecil dengan mudah
menyerap sebuah bahasa saat mereka terekpos oleh bahasa tersebut.
Teori ini juga didukung dengan studi yang dilakukan oleh Johnson dan Newport
(1989) yang membahas mengenai maturational state hypothesis (hipotesis tingkatan
|
![]() 41
kematangan) yang menyatakan bahwa saat masa awal kehidupan (dari bayi sampai
pubertas) manusia memiliki kemampuan terbaik untuk memperoleh bahasa.
Kemampuan ini menghilang seiring dengan meningkatnya kematangan.
Mereka juga menyatakan bahwa pelajar yang terekspos bahasa asing di masa dewasa
menunjukkan performa yang lebih rendah daripada mereka yang terekspos di masa kecil
awal.
David Singleton (1995) menyatakan bahwa dalam mempelajari bahasa asing,
semakin muda = lebih baik. Tetapi beliau juga mengatakan banyak pengecualian,
menambahkan bahwa 5% dari pelajar bahasa asing dewasa menguasai bahasa asing
dengan fasih walaupun mereka mulai mempelajarinya saat mereka sudah dewasa, jauh
sesudah masa kritis berlalu.
Banyak penelitian yang juga menunjukkan bahwa teori masa kritis ini tidaklah
sepenuhnya benar. Penelitian oleh seorang profesor dari Harvard, Chaterine E.Snow
(2002) menunjukkan bahwa dalam mempelajari bahasa asing, walaupun anak kecil
memiliki keuntungan dapat mencapai pelafalan native speaker, namun sesungguhnya
orang dewasa lebih cepat dalam mempelajari bahasa. Dan dalam mempelajari bahasa
asing, antara orang dewasa dan anak kecil memiliki keuntungan dan kerugiannya
masing-masing.
Tabel berikut di bawah ini merupakan perbandingan pembelajaran antara anak
kecil dengan orang dewasa.
Anak Kecil
Orang Dewasa
a. Pembelajarannya berpusat pada subjek
a. Pembelajarannya berpusat pada
|
![]() 42
pelajaran, bersifat kompetitif dan formal.
masalah, bersifat respektif dan informal.
b. Pelajarannya bersifat transmisi, guru
berkata, murid mendengarkan.
b. Pelajarannya bersifat diskusi dan
pembicaraan masalah dengan teknik
pengalaman.
c. Bergantung pada orang dewasa untuk
mengatur hidupnya dan memutuskan apa
yang mereka mereka pelajari dan
menganggapnya penting karena diberitahu
bahwa itu penting dan akan
menguntungkan mereka di masa depan.
c. Bergantung pada diri sendiri untuk
mengatur hidupnya, menentukan sendiri
apa yang ingin mereka pelajari dan kuasai.
Mengetahui apa saja yang mereka
butuhkan untuk menunjang kehidupannya
di masa depan.
d. Belum memiliki pengalaman hidup, oleh
karena itu mereka cenderung terbuka
terhadap informasi baru dan siap untuk
menerimanya. Tanpa ragu mereka akan
belajar apa disuruhkan oleh orang tuanya
dan menyerap informasi walaupun tanpa
secara detil.
d. Memiliki banyak pengalaman hidup,
menggunakan pengalaman baru dan lama
sekaligus untuk menyerap informasi.
Walaupun mereka cenderung lebih lama
dalam menyerap informasi baru yang
diberikan, namun seorang dewasa benar-
benar menyerap dengan detail seluruh
informasi yang diberikan.
e. Sistem kognitif anak-anak yang belum
berkembang sempurna, belum
memiliki
kemampuan untuk
membuat teknik dan
strategi untuk kemajuan belajar mereka.
e. Sistem kognitif orang dewasa sudah
berkembang sempurna sehingga mereka
bisa membuat teknik dan strategi
bagaimana cara terbaik mereka untuk
mendapat hasil yang baik dalam belajar.
|
![]() 43
f. Anak kecil belajar karena disuruh oleh
orang tuanya dan belum memikirkan hasil
pembelajarannya akan digunakan untuk
apa.
f. Orang dewasa berharap bahwa hasil
pembelajarannya itu dapat digunakan
sesegera mungkin dalam waktu dekat.
g. Anak-anak lebih mampu untuk
memahami kata dan mendengar perbedaan
kecil dalam bunyi yang seringkali
dilewatkan oleh orang dewasa yang mana
menyebabkan pemahaman lebih sulit. Dan
mereka lebih bersedia untuk
bereksperimen dengan suara atau
rangkaian bunyi-bunyi asing.
g. Dalam hal menguasai tata bahasa,
mereka lebih maju dibandingkan dengan
anak kecil, karena kemampuan sistem
kognitif mereka sudah berkembang matang
dan dapat memroses bahasa dalam level
lebih tinggi (pemahaman hubungan
kalimat dan kosakata serta struktur bahasa)
dan kemampuan untuk menerjemahkan.
h. Anak kecil belajar tanpa kesadaran dan
mereka dapat menggunakan sebagian besar
waktu mereka untuk belajar. Mereka tidak
butuh motivasi untuk mempelajari bahasa
asing, dimana kesuksesan pembelajaran
orang dewasa sebagian juga tergantung
dari motivasi mereka untuk
mempelajarinya.
h. Orang dewasa belajar dengan kesadaran
penuh dan motivasi. Motivasi sangat
mendukung orang dewasa dalam belajar
dan membantu mereka untuk maju
(perasaan akan keberhasilan, penghargaan
terhadap diri sendiri,
kehidupan yang
lebih baik dan sebagainya).
i. Anak kecil lebih sulit untuk beradaptasi
dengan kelas baru dan metode pengajaran
yang asing dan baru.
i. Orang dewasa lebih mudah beradaptasi
dengan metode pembelajaran dan suasana
kelas yang baru dan asing.
|
![]() 44
j. Anak kecil belajar tanpa paksaan dan
kesungguhan. Konsentrasi anak kecil
sering terpecah, karena anak kecil di dalam
kelas lebih tertarik melihat teman
sekelasnya melakukan apa daripada
memperhatikan apa yang diucapkan oleh
guru.
j. Orang dewasa belajar dengan sungguh-
sungguh dan berkonsentrasi dalam
mempelajari suatu hal baru untuk tujuan
yang jelas dan berguna bagi keperluan
hidup mereka. Mereka akan mengeluarkan
kemampuan terbaiknya jika melihat
adanya keuntungan dari hasil belajarnya
dapat membuat hidupnya lebih baik.
k. Anak-anak dapat berbicara dengan
lantang dalam bahasa asing, mereka dapat
bertanya kapanpun dan dimanapun tanpa
harus khawatir akan membuat kesalahan.
Walaupun mereka salah berbicara, mereka
tidak merasakan malu atau apapun.
k. Orang dewasa lebih condong untuk
merasa tidak percaya diri dan malu dalam
berbicara bahasa asing, mereka takut akan
membuat kesalahan dan terlihat konyol di
hadapan orang lain.
l. Anak dalam usia masa kritis yang
mempelajari bahasa asing mendapatkan
satu keuntungan yang pasti yaitu pelafalan
bahasa asing yang fasih seperti native
speaker. Penelitian oleh Oyama (1976)
menyatakan bahwa semakin muda
seseorang belajar bahasa asing, maka
mereka akan semakin mendekati kefasihan
pelafalan seperti seorang native speaker.
l. Walaupun orang dewasa menghasilkan
pelafalan dengan aksen bahasa ibunya,
tetapi secara keseluruhan mereka dapat
menguasai bahasa asing dengan fasih.
|
45
Chaterine E.Snow juga memberikan bukti-bukti yang menentang teori masa
kritis. Dalam penelitiannya yang membandingkan antara anak kecil dan orang dewasa
belajar bahasa asing, membuktikan bahwa pelajar di atas usia masa kritis (pubertas atau
12 tahun) memiliki performa yang lebih baik daripada anak kecil di bawah kondisi
terkontrol, kecuali dalam hal pelafalan.
Dalam bukti-bukti tersebut jelas memperlihatkan bahwa tidak ada masa kritis untuk
mempelajari bahasa asing. Bahwa tidak ada penetapan dalam batas kapan seharusnya
seseorang mempelajari bahasa asing. Tetapi, memang ada banyak sekali perbedaan
antara pelajar dewasa dan pelajar anak dalam mempelajari suatu hal yang baru seperti
kimia, musik, matematika, dan sebagainya termasuk bahasa. Dalam hal belajar, orang
dewasa memiliki keuntungan dan kerugiannya masing-masing. Dan semua keuntungan
dan kerugian itu memiliki variasi dalam berbagai usia pula.
Robertson (2002) mengamati bahwa dalam memperoleh kesuksesan dalam
mempelajari bahasa asing tidak hanya dilihat dari faktor usia saja, bahwa banyak faktor
utama lain yang mempengaruhi perolehan bahasa asing tersebut seperti motivasi diri,
kecemasan, kemampuan pemahaman dan pengekspresian, pengaturan dan komitmen
waktu dan sebagainya.
Beberapa keahlian menguasai bahasa asing memang lebih baik jika diperoleh saat
usia muda, namun beberapa juga lebih baik diperoleh di saat usia dewasa. Anak usia
sekolah lebih unggul dari pelajar dewasa dalam pemahaman pendengaran dan
kemampuan berkomunikasi (kefasihan berbicara dan aksen, yang mana bisa diperoleh
dari pendidikan informal), dimana keuntungan pelajar dewasa adalah pemahaman
membaca dan kemampuan akademik bahasa (kemampuan menerjemahkan dan
|
46
kemampuan lain yang dapat diperoleh dari pendidikan formal) (Cummins, dalam Taylor
1990).
Jika seorang anak belajar bahasa asing dalam masa usia 6-12 tahun, biasanya
mereka berbicara dengan kefasihan tanpa disertai aksen bahasa ibunya. Tetapi bila
pembelajaran ditunda sampai setelah usia 12 tahun, maka aksen bahasa asli akan jelas
terlihat (Birdsong dalam Smith, 2005).
Penelitian beliau mengindikasikan bahwa masa kritis memang ada di sekitar usia 6-12
tahun. Ini disebabkan karena seiring dengan bertambahnya usia, kita kehilangan
kapasitas untuk mengadaptasi otak kita dari pelafalan bahasa asli ke pelafalan bahasa
asing yang baru (seperti konsonan dan vokal).
Teori ini didukung oleh Kennedy (dalam Smith, 2005) yang menyatakan jika
sistim pelafalan sudah terpaku mati dalam otak kita, maka bahasa asli kita akan menolak
segala jenis perubahan ataupun penambahan yang mencakup segala bunyi baru atau
pelafalan baru dari bahasa asing. Ditambah dengan faktor fisik seperti otot bicara. Saat
usia muda, otot yang mengontrol logat bicara kita masih lunak dan bisa dilatih dan bisa
mencapai pelafalan seperti native. Dan selanjutnya dengan bertambahnya usia, maka
otot-otot pun semakin melemah dan kaku. Inilah sebabnya mengapa dalam usia masa
kritis, anak-anak lebih mudah mencapai pelafalan bahasa asing seperti native tetapi tidak
dengan orang dewasa.
Penelitian oleh Coppetier dan Scovel (1981) menyatakan bahwa bahkan pelajar
bahasa asing dewasa yang sudah di tingkat kemahiran tinggi tidak berperfoma secara
sempurna dalam pelafalan. Oyama (1976) menyatakan pelajar bahasa asing dewasa
hampir selalu memiliki aksen bahasa ibu mereka dalam pengucapan bahasa asing yang
mereka pelajari, aksen mereka hampir selalu dapat dikenali bahkan termasuk mereka
|
47
yang berbicara dengan tata bahasa yang sempurna. Berbeda dengan anak kecil di bawah
usia pubertas yang mempelajari bahasa asing, mereka hampir tidak memiliki aksen
dalam pelafalan bahasa asing yang mereka peroleh. Ini menjelaskan pengalaman melihat
anak kecil berbicara bahasa asing dengan natural dan melihat orang dewasa berbicara
bahasa asing dengan aksen yang tidak natural. Namun bagi anak kecil yang ingin
memperoleh pelafalan seperti native harus diekspos secara cukup untuk memperoleh
pelafalan yang alami.
Orang dewasa memiliki kemajuan yang lebih cepat dalam masa pembelajaran
bahasa asing di tahap awal, tetapi bagi mereka yang menerima ekspos bahasa asing
secara alami selama masa kecilnya, secara hebat dapat meraih level yang lebih tinggi
dalam pelafalannya (Krashen, Long, dan Scarcella, 1979). Singleton (1995) menyatakan
bahwa tidak ada masa kritis untuk belajar kosakata bahasa asing bagi orang dewasa.
Perbedaan gaya belajar orang dewasa yang belajar secara analisis dan anak kecil
yang belajar secara natural adalah hal yang membedakan pembelajaran bahasa dan
perolehan bahasa mereka.
2.2.3. Faktor Halangan dalam Proses Belajar Orang Dewasa
Menurut Verner dan Davidson dalam Lunandi (1993) ada 6 faktor utama yang secara
fisik dan psikologis dapat menghambat orang dewasa dalam belajar:
1. Dengan bertambahnya usia, titik dekat penglihatan atau titik terdekat yang dapat
dilihat secara jelas mulai bergerak menjauh. Pada usia 20 tahun, seseorang dapat
melihat jelas suatu benda pada jarak 10 cm dari matanya. Sekitar usia 40 tahun,
titik dekat penglihatan itu sudah menjauh sampai 23 cm.
2. Begitu pula
dengan titik
jauh
penglihatan.
Seiring dengan bertambahnya
usia,
titik terjauh yang dapat dilihat secara jelas mulai berkurang, yakni makin pendek.
|
48
Sekitar
usia
40
tahunan,
kesulitan
untuk
membaca huruf
kecil
adalah
umum.
Karena disebabkan oleh
penambahan
ukuran
lensa
yang ditambah
dengan otot
mata
yang
melemah
yang
mengakibatkan mata
untuk sulit
memfokuskan objek
(Berk, 2003).
3. Makin bertambah
usia,
makin besar pula
jumlah
penerangan yang
diperlukan
dalam suatu situasi belajar. Kalau seseorang pada usia 20 tahun memerlukan 100
watt cahaya, maka pada usia 40 tahun diperlukan 145 watt cahaya dan pada usia
70 tahun seterang 300 watt baru cukup untuk dapat melihat secara jelas.
4. Pendengaran atau kemampuan menerima suara berkurang dengan bertambahnya
usia.
Pada
umumnya
seseorang
mengalami kemunduran dalam
kemampuannya
membedakan nada
secara
tajam
pada
tiap
dasawarsa
dalam
hidupnya.
Pria
cenderung lebih cepat
mundur
dalam
hal
ini daripada
wanita.
Hanya
11% dari
orang berusia 20
tahun yang mengalami kurang pendengaran. Sampai 51% dari
orang yang berusia 70 tahun ditemukan mengalami kurang pendengaran.
5.
Kemampuan
untuk
membedakan bunyi
juga
semakin
mengurang
dengan
bertambahnya usia. Dengan demikian bicara orang lain yang terlalu cepat makin
sukar ditangkapnya dan bunyi sampingan dan suara di
latar
belakangnya bagai
menyatu dengan
bicara
orang.
Makin
sukar
pula
membedakan bunyi
konsonan
seperti t, g, b, c, dan d.
6. Makin bertambah
usia, lebih sulit untuk membedakan
warna-warna lembut,
hal
ini disebabkan oleh menguningnya kornea atau lensa mata, sehingga cahaya yang
masuk agak terasing. Untuk jelasnya perlu digunakan warna-warna cerah
yang
|
49
kontras untuk alat-alat peraga.
Selain halangan-halangan di atas, orang dewasa belajar juga memiliki halangan-
halangan lain, yaitu orang dewasa yang mempelajari suatu hal cenderung membutuhkan
waktu yang lebih lama untuk menyerap informasi-informasi baru di dalam otaknya.
Mereka tidak sebaik anak muda dalam mengingat kembali hal yang sudah dipelajari.
Kecepatan bekerja otak menurun seiring bertambahnya usia. Juga adanya penurunan
kecepatan di pergerakan dan waktu bereaksi. Menurunnya proses kecepatan otak
menyulitkan orang dewasa yang berusia 40 tahunan untuk membagi perhatian dan
konsentrasi mereka dalam belajar. Juga lebih menyulitkan dalam hal mengubah dari
tugas yang satu langsung ke tugas yang lain (Berk, 2003).
Jika dibandingkan dengan anak muda, dalam mempelajari sesuatu orang dewasa
akan mengalami krisis percaya diri. Kecemasan merupakan salah satu faktor penting
yang menentukan apakah seseorang dapat sukses dalam hal belajarnya atau tidak. Orang
dewasa biasanya akan lebih takut akan kegagalan dan terlihat atau terdengar konyol di
hadapan orang lain (Twyford dalam Smith, 2005). Ini bisa menghalangi kemajuan
seseorang dalam belajar. Kurangnya percaya diri seperti ini lebih menghalangi orang
dewasa dalam belajar daripada penurunan fisik itu sendiri.
Selain perubahan fisik berpengaruh dalam kemampuan belajar, faktor usia pun
bisa menyebabkan fungsi otak juga menurun seperti kapasitas ingatan, kecepatan
menghitung, kecepatan mengingat kembali dan sebagainya. Selain itu juga, hambatan
seperti gangguan sirkulasi darah, depresi, stress ataupun penyakit kronis bisa menjadi
halangan bagi seorang dewasa untuk belajar (Merriam, 2001).
Edward L.Thorndike (1927) melaporkan bahwa kemampuan untuk belajar
menurun perlahan sebanyak 1% setiap tahunnya setelah usia 25 tahun. Bagi sebagian
|
50
orang dewasa, mempelajari suatu bahasa asing yang baru merupakan pekerjaan yang
sulit. Setiap tahunnya, jutaan pelajar SMU dan mahasiswa yang mempelajari bahasa
asing, hanya sedikit dari mereka yang benar-benar fasih.
Orang dewasa dapat menggunakan kemampuan intelektualnya yang sudah matang
untuk menggantikan kemampuan memori mereka yang menurun dan kontrol motor
mereka (Steinburg dalam Taylor, 1990).
Dan juga walaupun orang dewasa tidak secepat anak muda dalam hal belajar, namun
mereka bisa menambal kekurangan ini dengan kayanya pengalaman mereka yang
terkadang bisa membantu mereka dalam menganalisis permasalahan. Walaupun orang
dewasa membutuhkan waktu yang lebih lama untuk belajar, namun mereka mempelajari
hal tersebut di level yang lebih dalam dan relevan dengan hal lainnya.
Penelitian menunjukkan dengan bertambahnya usia jika orang dewasa menjaga
kesehatannya dan tetap aktif secara mental, maka kemampuan intelektual dan
kemampuan belajarnya tidak akan menurun (Ostwald dan Williams, 1981)
2.3. Bahasa Mandarin
Bahasa Mandarin merupakan bahasa utama bagi suku Han, yang juga merupakan bahasa
nasional Negara China. Bahasa Mandarin atau Putonghua adalah Standar Bahasa
Mandarin yang dipakai sekarang ini, sesuai dengan dialek dari bagian utara.
2.3.1. Huruf Han
Menurut Wikipedia, tulisan huruf Mandarin berasal dari China sekitar 3500 tahun yang
lalu. Memiliki sekitar 5000 karakter umum yang digunakan untuk mewakili sebuah
morfem. Tidak seperti huruf abjad, huruf Mandarin tersusun dari karakter. Kombinasi
dari berbagai karakter menghasilkan huruf Han.
|
51
Kebanyakan dari huruf Han tersusun dari satu atau dua karakter, sebagian besar
dari karakter tersusun dari satu atau dua radikal akar. Sekitar 90% dari karakter huruf
Mandarin disusun dan dikembangkan menurut prinsip
??
(xíng sheng), yaitu prinsip
yang memiliki unsur simbol dan unsur nada yang tergabung menjadi satu membentuk
satu huruf baru. Cara dari prinsip ini adalah menggunakan satu bentuk radikal yang
memiliki arti dan satu karakter lagi yang dibaca sama sesuai radikalnya.
Pengertian dan pemakaian prinsip ini sangat leluasa digunakan.
2.3.2. Keistimewaan Karakteristik Bahasa Mandarin Dibandingkan dengan
Bahasa Asing Lain
Bahasa Mandarin merupakan salah satu dari bahasa asing yang sulit dipelajari bersamaan
dengan bahasa Jepang, bahasa Korea dan bahasa Arab. Tidak semua bahasa asing sulit
untuk dipelajari, tergantung bahasa ibu si pelajar tersebut. Seorang Indonesia akan lebih
mudah mempelajari bahasa Inggris yang menggunakan bahasa alfabet yang sama
dibandingkan jika mempelajari bahasa Mandarin yang menggunakan bahasa simbol.
Seorang Amerika akan lebih mudah mempelajari bahasa Spanyol jika dibandingkan
dengan seorang Jepang.
Dengan banyaknya karakteristik dan keistimewaan tersendiri yang terdapat
dalam bahasa Mandarin menjadikan bahasa ini merupakan bahasa yang sulit bagi orang-
orang yang ingin mempelajarinya. Beberapa karakteristik bahasa Mandarin yang
istimewa sekaligus merupakan aspek kesulitan dalam mempelajarinya adalah sebagai
berikut :
1.
Huruf Han
yang
merupakan tulisan bahasa Mandarin
menggunakan huruf
simbol. Sistem tulisan bahasa Mandarin
menggunakan karakter dan setiap
|
52
karakter
mewakili
morfem atau
suku
kata.
Total karakter
huruf
Han
yang
ada
sebanyak
47035
kata
dalam kamus Kangxi
(Wikipedia).
Karakter
umum
yang
biasa digunakan sekitar 1400-2500 huruf.
2.
Penulisan
huruf
Han
memiliki
aturan
dalam
menulis setiap
susunan
guratan.
Guratan yang ditulis harus berdasarkan urutan-urutan tertentu dan jika salah atau
kurang guratan maka arti dari huruf tersebut pun akan berbeda atau salah.
3.
Bahasa
Mandarin
memiliki
4
intonasi
nada.
Setiap
huruf dengan
nada
yang
berbeda memiliki arti yang berbeda. Dan ada banyak suku kata dengan bunyi dan
pelafalan
yang sama namun dengan arti
yang berbeda. Contoh
?
(gen)
yang
mempunyai arti mengikuti dengan
?
(gen) yang mempunyai arti akar tumbuhan.
Total tulisan pinyin (ejaan) dengan arti yang ada sebanyak 1382 pinyin (ejaan).
4.
Dalam mempelajari bahasa Mandarin, kita harus membiasakan lidah untuk
membedakan huruf konsonan dengan jelas seperti j, q, zh, ch, sh,
z, s, c, x, dan
sebagainya. Untuk
menguasai
hal
ini,
harus
banyak
berlatih
dengan
mengucapkannya dengan berulang-ulang.
5.
Jika sudah
mempelajari cukup kosakata yang umum, secara perlahan sudah bisa
membaca sebuah paragraf atau kalimat.
Tetapi bentuk penulisan kalimat dalam
bahasa
Mandarin
merupakan kalimat
yang
mengalir
dengan
karakter
tanpa
menggunakan
spasi untuk
membagi-bagi
kalimat
tersebut
kedalam
kata
atau
frase. Untuk
bisa
membaca dengan
lancar, si
pembaca harus bisa dengan cepat
mengenali yang
mana
kata
ganti
kata
benda,
kata
depan,
kata
bilangan, kata
singkatan
dan sebagainya.
Dan banyak
huruf Mandarin
dalam
kalimat
yang
|
53
disingkat seperti
??
(yi jing) menjadi
?
(yi).
6.
Untuk
melihat
suatu
huruf
dalam
kamus,
membutuhkan
waktu
dan
kecepatan
mencari.
Karena
mencari
huruf
Mandarin di
dalam
kamus,
pertama
harus
menemukan radikal
akar
dari
karakter
tersebut,
kemudian
baru
mencarinya
dengan huruf pinyin (ejaan). Hal itu
membutuhkan waktu dibandingkan dengan
mencari arti kata dalam bahasa alfabet.
7.
Keistimewaan dari grammar bahasa Mandarin adalah peraturannya tidak terlalu
ketat. Tidak ada perubahan dalam kata benda dan tidak menggunakan perbedaan
bahasa bagi wanita dan pria. Bahasa Mandarin sangat bergantung pada ketepatan
pengaturan huruf
dan
kegunaan
kata
itu
sendiri,
tepatnya
pada
penggunaan
partikel yang mengindikasikan sebuah tindakan atau kejadian yang sudah terjadi
(
?
le),
yang sedang terjadi (
?
zhe) ataupun yang sudah dialami (
?
guò).
8.
Seperti
yang kita ketahui, otak kita
terbagi
menjadi 2 bagian
yaitu otak sebelah
kiri
(left hemisphere)
dan
otak sebelah
kanan (right
hemisphere).
Seperti
yang
diketahui,
kemampuan
untuk
berbahasa
berada
di
otak
sebelah
kiri.
Di
95%
orang bertangan kanan, bagian kiri otaknya dominan
untuk bahasa. Bahkan di
60-70%
orang bertangan kidal, otak kirinya
juga dominan untuk bahasa. Setiap
bagian dari otak terbagi untuk beberapa fungsi, seperti di otak kanan yang lebih
berfungsi
untuk
spatial
abilities
(kemampuan
yang
berhubungan dengan ruang
atau
tempat), pengenalan
wajah,
imaginasi
visual, dan
musik.
Sementara
otak
kiri
lebih
mempunyai fungsi
yaitu
untuk
bahasa,
matematika dan
logika.
Mempelajari bahasa Mandarin tidak sama
seperti
mempelajari bahasa Inggris.
|
54
Bahasa Mandarin merupakan bahasa simbol dan juga bahasa ucapan. Peneliti Dr.
Sophie
Scott
dari Wellcome Trust dari
Inggris,
menemukan bahwa
orang
yang
mempelajari
bahasa
Mandarin
menggunakan kedua
bagian
otaknya
untuk
memahami bahasa tersebut. Dibandingkan dengan bahasa Inggris sebagai bahasa
alfabet
yang
hanya
menggunakan satu
sisi
dari
otaknya
yaitu
sebelah kiri
yang
memang
berfungsi
untuk
memroses
bahasa.
Perbedaan intonasi
nada
dalam
bahasa
Mandarin
dipercaya
oleh
para
peneliti
menjadi
alasan
mengapa
orang
yang
belajar
Mandarin
menggunakan kedua
bagian
otaknya
untuk
memahaminya. Karena otak sebelah kanan biasanya dihubungkan dengan fungsi
untuk memproses musik atau nada. Penelitian lain (Hatta, Tzeng, Hung, Cotton
&
Wang
dalam
Taylor,
2001)
menemukan bahwa
untuk
memproses
sebuah
karakter dalam bahasa Mandarin menggunakan otak sebelah kanan,
yang
mana
salah satu fungsinya adalah
imaginasi visual atau gambar. Sementara
memroses
dua
buah
karakter
huruf
Mandarin,
menggunakan otak
sebelah
kiri.
Dengan
penjelasan sebagai berikut jika kita mencari arti sebuah karakter di dalam kamus,
kita
akan
mengingatnya dengan
otak
sebelah
kanan
yang
berfungsi
sebagai
imaginasi
visual
atau
gambar.
Tetapi
jika kita membaca
dua buah
karakter,
proses
itu akan beralih ke otak sebelah kiri
yang mana
fungsinya adalah untuk
memroses
tata
bahasa.
Oleh
karena
itu
mempelajari bahasa
Mandarin
yang
merupakan bahasa
simbol,
bahasa
alfabet
(pinyin),
dan
bahasa
yang
menggunakan
intonasi
untuk
pengucapannya, serta
membutuhkan kedua
bagian
otak untuk memahami keseluruhannya, menjadikan bahasa Mandarin lebih sulit
untuk dipelajari.
|
55
2.4. Kerangka Pemikiran Peneliti
Dalam penelitian ini, penulis membahas mengenai proses belajar orang dewasa.
Mengingat bahasa Mandarin merupakan bahasa yang cukup penting dan banyak orang
dewasa yang mulai mempelajarinya di masa sekarang ini dan di masa depan nantinya,
maka menginspirasi penulis untuk memilih tema kesulitan orang dewasa dalam
mempelajari bahasa Mandarin. Penulis memfokuskan penelitian ini pada orang dewasa
awal dalam cakupan usia 20-45 tahun yang belajar bahasa Mandarin di tempat kursus di
Jakarta.
Dalam penelitian ini, penulis memasukkan teori perkembangan orang dewasa
awal, konsep pembelajaran orang dewasa awal, dan teori faktor halangan orang dewasa
belajar. Penulis juga membandingkan pembelajaran antara anak kecil dengan orang
dewasa untuk memperlihatkan apa perbedaan pembelajaran dan perolehan bahasa asing
antara anak kecil dan orang dewasa. Karena ada teori yang mengatakan bahwa belajar
bahasa asing sebelum usia pubertas (12 tahun) lebih mudah daripada usia dewasa.
Teori oleh Eric Lenneberg menyatakan bahwa masa kritis (critical period) untuk
mempelajari bahasa asing harus dilakukan sebelum usia 12 tahun atau masa pubertas,
karena otak anak usia di bawah 12 tahun masih berkembang sehingga mengakibatkan
kemudahan dalam hal belajar bahasa. Teori lain yang menentang teori tersebut adalah
penelitian dari Chaterine E.Snow yang menyatakan bahwa dalam mempelajari bahasa
orang dewasa dan anak kecil memiliki keuntungan dan kerugiannya tersendiri. Begitu
pula dengan Robertson yang menyatakan bahwa dalam memperoleh kesuksesan belajar
bahasa tidak hanya dilihat dari faktor usia saja. Banyak faktor lain yang juga
mempengaruhi perolehan bahasa asing.
|
56
Dalam penelitian ini, penulis membagi responden menjadi 2 kelompok yaitu
kelompok I (20-34 tahun) dan kelompok II (35-45 tahun), karena faktor halangan untuk
dewasa usia 20 tahun berbeda dengan usia 40 tahun. Selain ingin mengetahui secara
umum kesulitan orang dewasa awal di Jakarta yang mempelajari bahasa Mandarin,
penulis juga ingin meneliti apakah halangan belajar dewasa usia 20 tahun dengan usia 40
tahun sama ataukah berbeda dilihat dari halangan segi fisik dan psikologisnya. Penulis
menggunakan metode kuesioner dengan menyebarkan kuesioner kepada 120 orang (60
orang dewasa usia 20-34 tahun dan 60 orang dewasa usia 35-45 tahun) yang belajar
bahasa Mandarin di berbagai tempat les di Jakarta. Untuk bagian landasan teori, penulis
menggunakan metode kepustakaan untuk mendapatkan berbagai sumber teori. Selain
teori-teori yang telah disebutkan di atas, penulis juga memasukkan karakteristik
keistimewaan bahasa Mandarin dibandingkan dengan bahasa asing lain yang mana
menyebabkan bahasa Mandarin lebih sulit untuk dipelajari dibandingkan dengan bahasa
lain bagi pelajar yang bahasa ibunya merupakan bahasa alfabet.
|