BAB 2
Gambaran Umum Perusahaan
2.1 Sejarah dan Perkembangan Perusahaan
PT.
Petnesia
Resindo
atau
lebih
dikenal
dengan
PT.
PNR
berdiri
pada
bulan
Desember
1994,
berproduksi
mulai
Januari 1996,
dan
diresmikan
pada tanggal
6
Juni
1996. Perusahaan yang berlokasi di Jl. Moch.
Toha
Km.1
Tanggerang
ini,
merupakan
salah satu perusahaan yang bergerak di industri kimia. Produk yang dihasilkan adalah
resin
(biasa
dikenal
dengan
bijih
plastik)
dengan
jenis
Polyethylen
Terephtalate
atau
lebih dikenal dengan PET. Jenis resin ini merupakan bahan dasar yang digunakan dalam
industri botol kemasan.
PT.
PNR
sendiri
merupakan
anak
perusahaan dari Mitsui Chemical Inc. yang
merupakan perusahaan pemilik saham terbesar dan juga hak pembuatan merk atas produk
dari PT. PNR. Dengan lisensi teknologi dari Mitsui Chemical Inc. dan Toray Industri Inc.,
pemilik saham terbesar kedua, PT. PNR telah berhasil
membuat produk yang
memenuhi
standar 
internasional  dan 
dipasarkan 
ke 
mancanegara  termasuk  Jepang. 
Kapasitas
produksi per tahun yang dimiliki PT. PNR mencapai 85.000 metric ton.
PT. PNR memiliki modal sebesar US$ 28.600.000 dengan kepemilikan saham
sebagai berikut :
  
8
Tabel 2.1
: Data Pemilik Saham PT. PNR
Pemilik Saham
Persentase
Mitsui Chemical Inc.
41.60%
Toray Industri Inc.
36.00%
PT. Indonesia Toray Synthetics
11.10%
PT. Yuwono Panca Tunggal
5.80%
Mitsui & Co. Ltd.
5.50%
Sumber          : Company Profile PT. Petnesia Resindo
Pada awal berdirinya PT. PNR,
perusahaan
ini
hanya
melakukan
produksi
polimerisasi padat dari PET resin. Bahan baku yang dibutuhkan, yaitu hasil dari
polimerisasi cair, pada waktu itu diperoleh dengan
cara
melakukan
impor dari Jepang.
Pada tahun 1997, PT. PNR mengembangkan usahanya dengan melakukan instalasi Liquid
State
Polymerization (LSP)
yang
akan
melakukan
produksi
polimerisasi
cair.
Dengan
pembangunan LSP ini maka
PT. PNR tidak perlu lagi melakukan impor atas produk
polimerisasi cair untuk proses produksi di Solid State Polymerization (SSP). Pada tahun
2001, PT. PNR melakukan peningkatan kemampuan produksi dari LSP, yang juga diikuti
penambahan  1  plant baru 
di 
SSP 
menjadi  3  plant.  Peningkatan 
kemampuan  ini
berdampak
pada
peningkatan
kapasitas produksi
PT.
PNR
yang awalnya
hanya
30.000
ton/tahun menjadi 85.000 ton/tahun.
Dari keseluruhan PET resin yang diproduksi oleh PT. PNR, ± 80% dijual ke pasar
ekspor dan hanya ±20 % saja yang dijual ke pasar local.
  
9
2.2 Visi dan Misi Perusahaan
2.2.1 Visi PT. PNR
Visi dari PT. PNR adalah “PT. Petnesia Resindo berusaha melakukan
pengembangan mutu produksi agar dapat memberikan produk
yang dapat memenuhi
kepuasan pelanggan secara ekonomis dan stabil.”.
2.2.2 Misi PT. PNR
Misi dari PT. PNR
Inovasi yang berkelanjutan untuk memenangkan kompetisi global
Menjamin kepuasan pelanggan atas kualitas produk
Keselamatan
karyawan
dan
kawasan
kerja
serta
kepedulian   terhadap
lingkungan.
Ekspansi bisnis secara kontinyu dan pembelajaran strategi bisnis.
Meningkatkan permintaan atas produk PET Resin di kawasan Asia.
  
                     p
10
2.3 Struktur
Organisasi
aaiV.
L
-
L
ll
Ace. Div.
Gambar 2.1 Struktur
Organisasi PT. PNR
Sumber 
:
Data PT. PNR
PROD. DIV.
PRESDIR
  
11
Dari gambar struktur organisasi diatas, job description masing-masing adalah :
1.   Presiden Direktur
a.   Menetapkan visi dan misi perusahaan
b.   Menentukan strategi bisnis yang akan dilakukan perusahaan
2.   Personal & General Affair Division
a.
Memotivasi  karyawan  dan  mengembangkan  karyawan  melalui
training
dan
education agar
menjadi
karyawan
yang
sesuai
dengan
kebutuhan perusahaan.
b.   Bertanggung  jawab  atas  administrasi  dan  pencatatan  seluruh  surat-
surat masuk dan keluar dari seluruh divisi di PT. Petnesia Resindo.
c.
Memproses perselisihan perburuhan yang terjadi sesuai peraturan
perundangan yang berlaku.
d.
Merencanakan, mengorganisasikan, dan
melaksanakan
pemeriksaan
kesehatan berkala pada seluruh karyawan.
3.   Accounting Division
a.   Mempersiapkan pembayaran pajak bulanan
b.   Mempersiapkan laporan pajak bulanan
c.   Mempersiapkan dokumen dan data-data untuk audit pajak
d.   Mengontro jadawal penerimaan A/R
4.   Production Division
a.   Mengelola seksi produksi dan segala aktivitasnya.
b.   Mengelola semua peralatan yang ada dalam proses produksi
c.   Mengelola sumber daya manusia dalam divisi produksi
  
12
d.   Membuat laporan seluruh aktivitas yang ada di divisi produksi
5.   PPQC Division
a.   Mengelola semua peralatan seperti forklift dan lain-lain
hingga selalu
siap pakai.
b.   Membuat 
laporan 
kebutuhan 
palet, 
mengontrol 
finished 
product
monthly report, packing, LSP dan SSP balance
c.   Instruksi 
pemuatan 
dan 
kontrol 
pengiriman 
PET 
sesuai 
dengan
delivery order yang dibuat oleh Marketing/Sales Department.
6.   Maintenance & Engineering Division
a.   Mengkoordinasikan,
mengusulkan
dan
mengevaluasi
pekerjaan
mechanical foreman, electronical supervisor dan teknisi.
b.   Merencanakan  pengadaan  spare parts,  dan  melakukan  kontrol  atas
statusnya.
c.   Melakukan kontrol periodik atas dana aktual
7.   Sales/Marketing Division
a.   Melakukan kontrol distribusi produk untuk ekspor maupun domestik
b.   Melakukan penjadwalan pengiriman produk
c.   Melakukan kualifikasi produk dengan bekerjasama dengan divisi PPC
dan Produksi
d.   Mempersiapkan dan
melakukan kontrol atas dokumen-dokumen
yang
dibutuhkan dalam setiap pengiriman.
8.   Purchasing/Logistic Division
a.   Melakukan kontrol atas proses Custom Clearence
  
13
b.   Melakukan kontrol atas pengiriman barang impor
c.   Melakukan kontro atas penggunaan bulk liner
2.4 Proses Produksi
Proses produksi PET resin di PT. PNR terbagi atas 2 tahap besar, yaitu Liquid
State Polymerization (LSP)
yang
dilanjutkan
dengan
Solid
State
Polymerization (SSP).
Flow diagram dari proses produksi yang terjadi di PT. PNR dicantumkan di lampiran.
2.4.1 Liquid State Polymerization
Proses
awal
yang
terjadi
pada
LSP
adalah
Terephtalate Purified
Acid,
yang
didatangkan
dengan
container truck
dimasukkan
ke
dalam
tank
dengan
didorong
menggunakan  blower,
yang  selanjutnya  dibawa  ke  hooper dengan  didorong  gas  N2
.
Proses yang serupa juga terjadi pada Isophtalic Acid (IPA).
Dari masing-masing
hooper, TPA dan
IPA masuk ke auto
feeder
yang berguna
sebagai
pengontrol
laju
TPA
dan
IPA,
ditimbang
di
autoscale,
dan
masuk
ke
dalam
slurry mixer
yang
mencampur
IPA,
PTA,
dan
Ethylen
Glicol (EG).
EG
adalah bahan
baku 
utama 
lainnya 
yang 
berbentuk 
cairan 
kimia. 
Bahan 
ini 
diperoleh 
dengam
mengimpor dari negara timur tengah.
Setelah
melalui
proses
mixing, kemudian
dilanjutkan
dengan proses esterifikasi
yang pertama. Dalam reactor esterifikasi yang pertama, suhu akan diatur pada 265
OC
dan
tekanan
0.9
Kgf/cm2
G,
kemudian
ditambah
dengan
katalisator
Antimony
dan
Cobalt.
Hasil sampingan dari
esterifikasi
yaitu gas
yang
mengandung
EG dan air akan
masuk
kedalam kolom destilasi
untuk
memisahkan
EG dan air.
EG kemudian akan digunakan
  
14
kembali
sementara H2O cair akan diolah di
unit pengolahan
limbah PT. ITS. Hasil dari
proses esterifikasi pertama ini adalah BHT (bis-ß-hydroxyethylterephtalate)
dengan rantai
kimia yang masih pendek.
Proses selanjutnya adalah esterifikasi kedua, dimana suhu akan dinaikkan menjadi
276
OC
dan 
akan 
ditambahkan 
katalisator 
DEG 
dan  Phosporic.  Hasil 
dari 
proses
esterifikasi ini adalah BHT dengan rantai kima yang lebih panjang. BHT kemudian akan
didorong dengan bantuan gear pump dan melalui proses filterisasi dan dilanjutkan ke
proses polikondensasi yang pertama.
Pada 3 tahap polikondensasi, BHT akan mengalami proses pemanasan yang
bertahap
dalam kondisi
vakum
dan
hal
yang
diperhatikan
dalam proses
ini
adalah
peningkatan viskositas (IV) sampai tingakat yang diinginkan
pada
hasilnya
(polimer).
Tingkay IV ini dikontrol oleh viscosimeter dan polimer akan didorong oleh gear pump ke
dalam filter polimer sebelum dimasukkan ke diehead.
Di  dalam  diehead,
polimer  yang  masih  berupa  lelehan  akan  diubah  menjadi
bentuk
strand.
Strand yang
keluar
dari
diehead
akan
mengalami
proses
quenching
(pendinginan
mendadak) dengan Processed Chilled Water (PCW) dalam suhu 15
O
C, dan
diteruskan ke proses peletisasi di peletizer. Pada peletizer, strand masuk ke dalam cutter
dan
dipotong-potong sesuai
ukuran
yang
diinginkan.
PET yang
sudah
dipotong-potong
ini
kemudian
dsebut
chip (pellet).
Untuk
mengurangi
kadar
air
dalam
pellet,
pellet
kemudian
dimasukkan ke
dalam dryer dengan
menggunakan conveyor
water.
Didalam
dryer, pellet kemudian akan dihembuskan udara dengan tekanan tinggi supaya benar-
benar  kering.  Kemudian  dimasukkan  ke  vibrating screen,  yang  memisahkan  pellet
dengan 
ukuran 
memenuhi  standar    dan 
yang  tidak.  Pelet  yang 
memenuhi  standar
  
15
kemudian
dikirim menggunakan blower kedalam silo penyimpanan sebelum kemudian
melalui proses Solid State Polymerization (SSP).
2.4.2 Solid State Polymerization
Terdapat
3
line
produksi
dengan
proses
produksi
yang
sama
pada
Solid State
Polymerization (SSP). Paroduk hasil dari LSP
yang berupa pellet kemudian ditransfer ke
hooper dengan
menggunakan blower. Dari
hooper, pellet kemudian ditransfer ke dalam
solidaire, yang di dalamnya pellet akan
mengalami proses pemanasan smpai suhu 115
OC
dengan menggunakan steam. Steam disini tidak mengalami kontaklangsung dengan pellet,
karena proses pemanasan terjadi diluar solidaire, yaitu dengan
mengalirkan steam panas
diluarnya sehingga berfunsi seperti jaket pemanas.
Dari solidaire, pellet kemudian mengalami proses pra-kristalisasi di dryer dengan
mengalami pemanasan sampai ke suhu 150
O
C. Pemanasan disini dilakukan dengan media
N2
yang dikontakkan langsung dengan
pellet.
Penggunaan
N2
ini
juga
bertujuan
agar
serbuk-serbuk yang dihasilkan selama proses distribusi sebelumnya terbawa dan
tertangkap oleh bag filter.
Dari
dryer
pellet
kemudian
dimasukkan
ke
dalam
torus
disc
dengan
bantuan
rotary feeder. Dalam torus disc pellet kembali
mengalami proses pemanasan mencapai
suhu 209OC. Pada proses pemanasan disini panas diperoleh dari disc
yang sudah dialiri
oli
panas
(hot oil).
Dimana
dalam
torus
disc pellet
mengalami
proses
pengadukan
sekaligus pemanasan.
Setelah
melalui
torus
disc,
pellet
masuk
ke
dalam
finisher tower
dimana
didalamnya terjadi proses pemanasan kembali dengan media N2
dan juga jaket steam dari
  
16
luar
reaktor.
Dalam
finisher tower, suhu
dapat
mencapai
209-216
O
C. Pelet yang telah
melewati
proses
finalisasi
di
finisher tower
inilah
yang
merupakan produk
akhir
atau
disebut  PET  resin.  PET  resin  ini  kemudian  mengalami  proses  pendinginan  dengan
metode
double pipe,
dimana
PET
resin
selama
pendistribusiannya
ke
proses
packing
melalui pipa yang diapit 2 pipa lainnya yang dialiri air dingin, sehingga suhu maksimal
PET resin yang dikemas adalah 60
O
C.
2.4.3 Mesin-mesin Proses Produksi
Dalam proses produksinya, PT. Petnesia Resindo sudah melakukan otomasi yang
menyeluruh,  dimana  hampir  diseluruh  proses  produksinya  tidak  ada  operator  yang
terlibat langsung dengan produk. Proses produksi terpusat di ruang kontrol, dimana
operator menjalankan dan mengawasi jalannya seluruh proses produksi dengan komputer.
Berikut adalah mesin-mesin yang digunakan oleh PT. Petnesia Resindo dalam proses
produksi mereka :
  
17
Tabel 2.2 Daftar Nama Mesin Produksi PT. Petnesia Resindo
Nama Mesin
Jumlah
(unit)
Kegunaan
Vibrating Screen
5
Untuk   membedakan   antara   pellet   yang   standar
dengan pellet yang tidak baik
Filter
147
Untuk menangkap / menyaring
Classifier
4
Untuk
mengklasifikasi
antara
powder dengan
yang
solid
Ejector
5
Untuk membuat tekanan vacuum
Blower
42
Untuk   mendorong   produk   maju   menuju   proses
berikutnya
Pelletizer
2
Untuk memeotong-motong pellet
Pellet Dryer
2
Untuk Mengeringkan pellet
Jet Mixer
1
Untuk 
mencampur  bahan  baku  (PTA, 
IPA, 
dan
MEG) dengan cepat
Rotary Feeder
48
Untuk menstabilkan feed
Packer
4
Untuk pengemasan produk
Refrigerator
3
Untuk mendinginkan air hingga mencapai suhu 7
OC
Cooling Tower
3
Untuk 
mendinginkan 
air 
hingga 
mencapai 
suhu
30
OC
Reaktor
9
Untuk mereaksikan bahan baku menjadi produk
Packing Silo
4
Untuk   tempat   penampungan   sementara   sebelum
produk masuk ke dalam packer
Sumber
: Dokumentasi PT. PNR
Mesin-mesin
ini
merupakan
jantung
utama
dalam keberhasilan
PT.
Petnesia
Resindo. Kapasitas produksi yang besar dan frekuensi kerja yang tinggi, tentunya harus
diikuti  dengan  perhatian  yang  lebih  terhadap  performa  mesin.  Dalam
sistem
perawatannya,
PT.
Petnesia
Resindo
menggunakan
sistem
Preventive Maintenance,
Predictive Maintenance, dan Breakdown Maintenance.
Preventive
maintenance
yang
dilakukan
PT.
PNR
adalah
dengan
melakukan
perawatan berkala terhadap mesin-mesin yang ada. Periode perawatan yang diberlakukan
berbeda-beda,
dan
mengacu
pada
panduan perawatan mesin yang
diperoleh sejak
pembeliannya.
  
18
Untuk predictive maintenance, PT. PNR selalu
melakukan kontrol atas performa
mesin. Kontrol yang dilakukan bukan hanya dari pusat kontrol tetapi juga melalui patroli
lapangan. Kontrol ini dimaksudkan apabila ditemukan adanya kejanggalan dan
diindikasikan merupakan gejala kerusakan mesin, maka PT. PNR akan segera
menindak
lanjuti.
Hal
inilah
yang
disebut
predictive
maintenance, karena
tidak
perlu
menunggu
mesin
sampai
rusak.
Yang
terakhir
adalah
breakdown maintenance,
dimana
perbaikan
akan dilakukan setelah mesin yang ada benar-benar rusak.