6
BAB 2
TINJAUAN PUSTAKA
2.1
Mass Concrete
Mass 
concrete  adalah
beton 
yang 
memiliki 
dimensi 
besar, 
dan 
biasanya
digunakan untuk pondasi dalam. Beton yang tergolong mass concrete, didesain dengan
mempertimbangkan beberapa
faktor
yaitu,
kondisi
cuaca,
rasio
volume
permukaan,
tingkat pemanasan, dan tingkat ketahanan terhadap perubahan volume, perubahan suhu,
dan
pengaruh
massa
dari
material
sekitar.
Desain
juga
memperhitungkan fungsi
konstruksi dan efek samping keretakan yang mungkin terjadi.
Desain
juga
harus
mempertimbangkan
perhitungan
panas
hidrasi
dengan
teliti
ketika dimensi cross section struktur lebih besar atau sama dengan 2,5 ft (760
mm) atau
bila volume
semen
yang digunakan
lebih dari
600
lb/yd³ ( 356 kg/m3
).
Bagamanapun
faktor-fator  dan  besaran-besaran  diatas  perlu  dievaluasi  dan  diperhitungan  secara
seksama sesuai dengan tujuan konstruksi yang dibangun.
Permasalahan  yang 
perlu 
diperhatikan 
dalam 
mass 
concrete 
adalah
kemungkinan
timbulnya keretakan. Secara
praktis
kondisi-kondisi seperti
di bawah
ini
adalah
kondisi
yang dapat
mencegah
kemungkinan terjadinya keretakan,
di
antaranya
dapat diaplikasikan pada struktur pilar besar. Kondisi-kondisi itu adalah :
Beton dengan kapasitas regangan tarik yang besar.
Beton dengan muatan semen rendah.
Semen dengan kenaikan pemanasan rendah atau menggunakan semen pozzolan.
  
7
Beton yang proses penuangannya terbagi menjadi beberapa blok yang kecil.
Beton dengan temperatur yang
rendah.
Beton yang
permukaannya ditutup.
Beton  yang  proses  konstruksinya  lambat  akibat  tidak  menggunakan  pendingin
buatan.
Beton yang menggunakan pendingin buatan dengan cara memasukkan pipa-pipa air
dingin (cooling pipe).
Beton yang memiliki tingkat ketahanan yang rendah sebagai pondasi getas.
Beton yang
kenaikan tegangannya diabaikan.
Secara teknis retak pada beton dapat diminimalisasi dengan cara modifikasi jenis
material
dan
proporsi campuran,
sehingga
dapat dihasilkan beton
dengan
kemampuan
daya tahan retak yang baik, atau kemampuan regangan tarik yang baik. Retak juga dapat
diatasi
dengan
cara
mengontrol
faktor-faktor
yang
mempengaruhi regangan tarik.
Di
samping itu, pengendalian temperatur untuk mengatur perbedaan maksimum antara suhu
di
dalam
dan
suhu
di
permukaan beton,
juga
biasa
digunakan dalam
upaya
meminimalisasikan terjadinya keretakan dalam jumlah yang besar.
2.2
Panas Hidrasi
Beton
adalah
sebuah
bahan
bangunan komposit
yang
terbuat
dari
kombinasi
agregat
dan
pengikat semen.
Bentuk
paling umum dari
beton
adalah
beton
semen
Portland,
yang
terdiri dari agregat
mineral (biasanya kerikil dan pasir), semen dan air.
Biasanya  dipercayai  bahwa  beton  mengering  setelah  pencampuran  dan  peletakan.
  
8
Sebenarnya, beton
tidak
menjadi
padat
karena
air
menguap,
tetapi
semen berhidrasi,
mengelem komponen
lainnya bersama dan akhirnya membentuk material
seperti-batu.
Proses hidrasi terjadi bila semen bersentuhan dengan air. Proses
ini berlangsung
dalam 2 arah
yakni keluar dan kedalam,
maksudnya
hasil hidrasi mengendap dibagian
luar dan
inti semen
yang
belum
terhidrasi dibagian
dalam secara
bertahap
terhidrasi.
Ketika
semen
bercampur
dengan
air
terjadilah reaksi
kimia
yang
menghasilkan
bermacam-macam senyawa
kimia.
Senyawa
yang
paling
penting
berdasarkan
hasil
perhitungan R. H. Bogue adalah :
•   C3
S          
=
4,07(CaO)-7,6(SiO2
)-6,72(Al2O3)-1,43(Fe2
O3) -2,85(SO3
)
•   C2
S          
=
2,87(SiO2)-0,75(C3S)
•   C3
A           = 2,65(Al2O3
)-1,69(Fe
2
O3)
•   C
4
AF       
= 3,04(Fe2O3
)
Sifat C3
S
(tricalsium-silicate) hampir sama dengan semen portland. Bila senyawa
ini
dicampur
dengan
air,
maka
dalam
beberapa
jam
pengikatan C3
S
dan
air
akan
menghasilkan pengerasan pasta semen. Pada
minggu pertama setelah proses pengikatan
kekuatan yang dihasilkan akan mencapai 70 %, dengan panas hidrasi yang dikeluarkan
sekitar 500 J/gr.  Kandungan C3S di dalam semen portland rata-rata sekitar 48 %.
C2S
(bicalcium-silicate)
berhidrasi
dengan
jumlah panas
hidrasi
yang
rendah
sekitar
250
J/gr.
Pasta
yang
mengeras
mendapatkan kekuatan
relatif
lebih
lambat
beberapa minggu, bahkan bulan, untuk mencapai kekuatan akhir yang sama dengan yang
dihasilkan oleh senyawa C3S. Kandungan C2
S
di dalam semen portland rata-rata sekitar
25%.
  
9
C3A
(tricalcium-aluminate)
murni
bereaksi dengan
air
dan
menghasilkan
pengikatan
dalam
waktu
yang
cepat. Panas
hidrasi
yang
dihasilkan
cukup
besar
yaitu
sekitar 850 J/gr. Pada udara lembab sebagian besar kekuatan didapatkan dalam satu atau
dua
hari,
tetapi kekuatannya relatif
rendah. Kandungan C3
A
di
dalam semen Portland
bisa bervariasi antara 7% - 15%.
C
4
AF
(tetracalcium-aluminoferrite)
bereaksi dengan
air
secara
cepat
dan
menghasilkan pengikatan
dalam
beberapa
menit
dengan
mengeluarkan panas
hidrasi
sekitar 420 J/gr. Kandungan C
4
AF dalam semen rata-rata sekitar 8%.
2.3
Analisa Panas Hidrasi
Analisa panas hidrasi terdiri atas dua komponen, yaitu analisa perpindahan panas
dan
analisa
tegangan
akibat
suhu
(termal).
Analisa
ini
merupakan bagian
terpenting
dilakukan
dalam
proses
pengecoran struktur
mass
concrete,
yang
ditinjau
dari
segi
dimensi,  bentuk,  tipe  semen  dan  kondisi  konstruksi.  Melalui  analisa  akan  dapat
diketahui
perubahan-perubahan
temperatur dan
tegangan
yang
terjadi
dalam
struktur,
sehingga
dapat
dilakukan
koreksi
yang
diperlukan
untuk
menghindari
permasalahan
yang kemungkinan akan timbul.
  
10
Gambar 2.1 Diagram Alir Analisa Panas Hidrasi
2.3.1
Heat Transfer Analysis (Analisa Perpindahan Panas)
Analisa
perpindahan
panas
merupakan
analisa
yang
menghitung perubahan
temperatur
pada
nodal
tehadap
waktu
yang seharusnya terkonduksi, terkonveksi, dan
sumber panas pada saat proses hidrasi semen. Penjelasan berikut ini
merupakan hal-hal
yang
dipertimbangkan dan
beberapa
hal
merupakan
konsep
utama
pada
analisa
perpindahan panas :
a.   Konduksi
  
11
Kenaikan
temperatur
menyebabkan terjadinya gerakan-gerakan molekul
yang
saling
berbenturan. Konduksi
adalah proses
perpindahan panas
yang dihasilkan
oleh pengaruh benturan-benturan molekul yang terjadi di daerah yang lebih panas
terhadap
molekul-molekul di
sebelahnya
yang
memiliki
temperatur lebih
rendah.
Pada kejadian ini
molekul-molekul tidak berpindah, tetap pada posisinya semula,
yang
terjadi
hanyalah
perpindahan energi
dari
daerah
yang
lebih
tinggi
temperaturnya ke tempat yang lebih rendah.
Menurut Hukum Fourier :
                                                                                                                        
(2.1)
Dimana :
Q
x
=
Kecepatan perpindahan panas
=
Luas
k   = Konduksi termal
 
=
Gradient suhu kearah perpindahan panas konduksi
Gambar 2.2 Proses Konduksi
  
12
Q
merupakan kecepatan perpindahan panas arah
x
persatuan luas
yang tegak
lurus pada arah perpindahan dan sebanding dengan gradient suhu
pada arah
itu.  Tanda  minus  menujukkan
bentuk  dari  perpindahan
panas  dari  temperatur
tinggi menuju temperatur rendah. Pada
umumnya konduksi
termal
yang diserap
oleh beton antara 1,21 ~ 3,11, dan satuan yang digunakan adalah kcal/h.m°C.
b.  Konveksi
Konveksi
merupakan
bentuk
lain
dari
perpindahan panas
dimana
panas
ditransfer dengan pergerakan molekul dari satu
tempat ke
tempat
lain. Sementara
konduksi melibatkan molekul (dan/atau elektron) yang hanya bergerak dalam jarak
yang
kecil
dan
bertumbukkan,
konveksi
melibatkan
pergerakan
molekul
dalam
jarak yang besar.
Gambar 2.3 Proses Konveksi
  
13
Berdasarkan teori,  zat cair akan mengembang apabila dipanaskan. Aliran zat-
zat cair tersebut juga akan
menjadi lebih rendah dari pada air dengan temperatur
rendah dan menyebabkan air yang bertemperatur lebih tinggi bergerak kepermukan
sehingga air
yang
temperatur rendah akan
turun
menggantikan tempat
air
yang
bertemperatur   lebih   tinggi.   Proses   ini   akan   terus   berlansung   dan   akan
menghasilkan satu siklus yang dikenal sebagai proses konveksi.
Dari  sudut  pandang
teknik,
koefisien
perpindahan
panas
 
di  definisikan
untuk
melambangkan perpindahan panas antara
zat padat dan zat cair, dimana ?t
melambangkan perbedaan temperatur.
Q = hc
.
?t
(2.2)
Koefisien perpindahan panas
(
tergantung dari
bentuk
geometri,
zat cair,
temperatur, percepatan dan berbagai karakter sistem yang terjadi secara konveksi.
Satuan untuk koefisien perpindahan panas adalah kcal/m².h.°C .
hc
=
h
n
+
h
f
=5,2 + 3,2 v
(2.3)
c.  Heat Source (Sumber Panas)
Sumber panas
melambangkan jumlah dari
panas yang
dihasilkan oleh
proses
hidrasi
pada
mass
concrete.
Turunan
persamaan untuk
kenaikan
adiabatik
temperatur dan penjumlahan jenis panas dan kepadatan beton menghasilkan panas
internal generation.
Kondisi adiabatik dapat didefenisikan sebagai kejadian tanpa kehilangan atau
pertambahan panas yanag di kenal sebagai isothermal.
  
14
Persamaan untuk kenaikan adiabatik temperatur :
T
=
K
(1 – e
–at
)
(2.4)
Dimana :
T
=
Adiabatik temperatur (
)
K
=
Maksimum kenaikan adiabatik temperatur (
)
a
=
Kecepatan yang terjadi
t
= Waktu ( hari )
d.
Initial Temperature (Temperatur Awal)
Temperatur awal
adalah
rata
rata
dari
temperatur air,
semen, dan aggregat
saat beton dicor, dimana menjadi sebuah kondisi awal saat menganalisa.
e.
Ambient Temperature
Ambient 
temperatur  melambangkan sebuah
temperatur 
beton 
mengalami
curing Dalam  proses  perpindahan   panas,  bagian  yang  paling  luar  akan
mengadakan kontak langsung terhadap sumber panas kita sebut sebagai batas luar
dan panas dari luar disebut ambient temperatur (Tambient).
f.
Prescribed Temperature (Temperatur Konstan)
Prescribed temperature menunjukkan batas kondisi untuk analisa perpindahan
panas
dan
selalu
menjaga
kondisi
temperatur
secara
konstan.
Persamaan dasar
ditunjukkan dari
analisa
perpindahan panas
seperti
di
bawah.
Hasil
analisa
ditunjukan dari masa dari temperatur nodal yang divariasikan terhadap waktu.
  
15
Dimana :
C
=
Kapasitas (massa)
K
=
Konduksi
H
=
Konveksi
F
Q
=
Sumber panas
F
h
=
Panas konveksi
F
q
=
Aliran panas
T
8
=
Temperatur
?
=
Density
c
=
Spesifikasi panas
K
xx,
K
yy,
K
zz
=
Panas Konduksi
h
=
Koefisien konveksi
Q
= Kecepatan aliran panas
q
=
Aliran panas
(2.5)
(2.6)
(2.7)
(2.8)
(2.9)
(2.10)
  
16
g.   Spesifikasi Panas
Panas
spesifik adalah
jumlah panas yang diperlukan
untuk
menaikkan
suhu 1
kg
bahan
sebesar
1
o
C.
Spesifikasi panas
sangat
diperlukan untuk
perhitungan
proses-proses pemanasan atau pendinginan
h. 
Adiabatik Temperatur
Pada proses
hidrasi beton timbul aliran panas
yang dinyatakan pada adiabatik
temperatur. 
Adiabatik 
temperatur 
pada 
perkerasan  beton 
dihitung 
dari
perbandingan umur beton dan panas hidrasi.
Gambar 2.4 Kurva Adiabatik Temperatur
  
17
Proses
adiabatik sangat erat
hubungannya dengan
ilmu
termodinamika
yang
memiliki 4 proses yaitu :
Proses Isokoris (volume konstan).
Proses Isobaris (tekanan konstan).
Proses Isotermis (temperatur konstan).
Proses Adiabatik.
Pada proses adiabatik tidak ada kalor yang masuk, maupun keluar dari sistem,
Q = 0. Pada proses adiabatik berlaku hubungan
pV
?
=
konstan.
P
i
V
?
i
=
p
f
V
?
f                                                                                                                            
                            
(2.11)
Usaha yang dilakukan pada proses adiabatis :
W =
?
p dV                                                                                                         (2.12)
p = k/V
?                                                                                                                            
                            
(2.13)
k = konstanta , maka
W =
?
(k/V
?
)
dV                                                                                                (2.14)
W = 1/(1-
?) { p
f
V
f
p
i
V
i
}                                                                                 
(2.15)
?U = -W                                                                                                           (2.16)
2.3.2
Thermal Stress Analysis (Analisa Tegangan Termal)
Analisa
tegangan
termal
merupakan proses
analisa
tegangan di mass
concrete
pada
setiap tingkat
konstruksi
yang
dihitung
dengan
mempertimbangkan
hasil analisa
perpindahan panas
seperti
distribusi
temperatur
nodal,
perubahan
sifat
material
disebabkan
oleh
jangka
waktu
dan
temperatur,
pemuaian
dan
penyusutan,
kekakuan
suatu benda, dan sebagainya.
  
18
a.   Rumus
Umur
Beton
Berdasarkan
Temperatur
dan
Waktu
dan
Akumulasi Dari Temperatur
Persamaan 
umur 
beton 
dihitung 
berdasarkan 
CEB-FIP 
MODEL
CODE,   dan   persamaan   Ohzagi   digunakan   untuk   menghitung   jumlah
temperatur bedasarkan dari teori maturity.
•   Persamaan umur beton berdasarkan CEB-FIP MODEL CODE :
Dimana :
t
eq                      
= Umur beton (hari)
?t
i                     
= Jarak waktu disetiap bagian yang dianalisa (hari)
T(?t
i
)        
= Temperatur sewaktu dianalisa ditiap bagian C)
T
0                     
=
1°C
•   Persamaan Ohzagi untuk temperatur yang digabungkan :
ß                
=
M
= Temperatur yang digabungkan (°C)
?t
i
= Jarak waktu disetiap bagian yang dianalisa (hari)
T(?t
i
)
= Temperatur sewaktu dianalisa ditiap bagian C)
  
19
b. 
Perhitungan Kuat Tekan Beton
ACI Code
Dimana :
a, b
=
Koefisien untuk klasifikasi semen
s
c(28)
= Kuat tekan beton saat 28-hari
CEB-FIP MODEL CODE
Dimana :
S
=
Koefisien untuk klasifikasi semen
s
c(28)
= Kuat tekan beton saat 28-hari
t
1
=
1 hari
Persamaan Ohzagi
sc
(t) = s
c(28)
. y
(2.21)
Dimana :
a, b, c
= Koefisien untuk klasifikasi semen
s
c(28)
= Kuat tekan beton saat 28-hari
  
20
KS concrete code (1996)
(2.22)
Dimana :
a, b
=
Koefisien untuk klasifikasi semen
s
c(91)
= Kuat tekan beton saat 91-hari
2.4  Sifat-Sifat Penting Beton Pada Analisa Panas Hidrasi
Setelah beton
mulai
mengeras, beton akan
mengalami pembebanan. Pada beton
yang
menahan
beban
akan
terbentuk
suatu
hubungan tegangan
dan
regangan
yang
merupakan suatu fungsi dari waktu pembebanan.
2.4.1  Rangkak
Rangkak pada beton didefinisikan sebagai deformasi yang tergantung pada waktu
yang diakibatkan oleh adanya tegangan. Rangkak akan bertambah dengan  perbandingan
air dan semen yang lebih tinggi juga dengan perbandingan agregat dan semen yang lebih
rendah, tetapi tidak berbanding langsung dengan kadar air total dari adukan.
Koefisien rangkak (Cc
)
dipakai
untuk
menunjukkan regangan
total
(d
t
)
setelah
dalam
waktu yang panjang bekerja tegangan
yang konstan
terhadap regangan
seketika
(d
i
)
yang terjadi pada waktu tegangan bekerja.
(2.23)
  
21
Total rangkak dari t
sampai
waktu akhir t dapat dirumuskan
melalui persamaan
integral sebagai berikut :
Dimana :
ec
(t)
=
Regangan rangkak saat waktu t
C(t
0
,
t- t
0
)
=
Koefisien rangkak
t
0
= Waktu pembebanan
2.4.2  Susut
Susut
pada
beton
adalah
kontraksi
akibat
pengeringan
dan
perubahan
kimiawi
yang tergantung pada waktu dan keadaan kelembaban, tetapi tidak pada tegangan. Susut
disebabkan oleh
kekeringan beton
dan
akan
pulih
kembali
karena
restorasi
air
yang
hilang.
Susut
pada
beton
sebanding
dengan jumlah air
yang
terdapat
dalam campuran.
Bila
ingin
terjadi
susut
minimum,
perbandingan air
dengan semen
dan
perbandingan
jumlah  adukan  semen  harus  dibuat  minimum.  Agregat  ukuran  lebih  besar  dengan
gradasi
yang baik
dan
pori-pori
minimum,
membutuhkan
jumlah
adukan
semen
yang
lebih sedikit sehingga susut akan lebih kecil.
2.4.3  Elastisitas
Beton
menunjukkan sifat
elastisitas
murni
pada
waktu
pembebanan
singkat,
sedagkan
pada
pembebanan yang
tidak
singkat
beton akan
mengalami
regangan
dan
tegangan sesuai dengan lama pembebanannya. Modulus elastisitas bervariasi
terhadap
  
22
beberapa faktor, diantaranya adalah kekuatan beton, umur beton, sifat-sifat agregat dan
semen. Modulus elastisitas juga bervariasi terhadap kecepatan pembebanan dan terhadap
beberapa
jenis
contoh
beton.
Dengan
demikian, hampir
tidak
mungkin
untuk
memperkirakan secara tepat nilai dari modulus beton tertentu.
2.5  Pondasi Tiang Bor (Bored Pile)
Pondasi tiang
bor (bored pile)
merupakan salah
satu
jenis
pondasi dalam
yang
sudah
banyak
digunakan
di
Indonesia.
Salah
satu
keuntungannya adalah
pondasi
ini
dapat
dibuat
dengan
dimensi
yang
besar,
sehingga
dapat
memikul
beban
yang
lebih
besar.
structure
Gambar 2.5 Pondasi tiang bor
Pada
awalnya
yang
banyak
dilakukan adalah
dengan
menggali
tanah
secara
manual,
kemudian
dilakukan
pengecoran pada
lubang
yang
telah
selesai
digali.
Jenis
bored  pile 
yang  dikerjakan  dengan  cara 
ini  sering  disebut  tiang  Strauz.  Karena
  
23
keterbatasan kedalaman dan daya tembus terhadap tanah, cara ini dirasa tidak efektif dan
hanya digunakan untuk bangunan ringan.
Setelah ditemukan beragam jenis peralatan bor modern, pengerjaan pondasi tiang
bor
semakin
bervariasi
dan
efektif.
Alat
bor
dan
teknik
yang
dipergunakan oleh
kontraktor
disesuaikan
dengan
jenis
dan
lokasi proyek.
Pemilihan
alat
bor
dan
teknik
yang digunakan sangat berpengaruh pada kualitas dan kapasitas pondasi.
2.5.1
Metode Pengeboran
Metode  pengeboran  pondasi  bore pile biasanya  ditentukan  oleh  kontraktor
dengan
mempertimbangkan bebagai
faktor
yaitu
kondisi lokasi proyek
terutama lokasi
di air atau di darat, jenis tanah, metode transfer beban, dan nilai ekonomis. Terdapat tiga
jenis metode pengeboran pondasi bored pile yang umum digunakan antara lain :
a.   Pengeboran dengan cara kering (dry method)
Cara ini dapat dilakukan pada tanah kohesif dengan muka air tanah berada pada
kedalaman
di
bawah
dasar
lubang
bor
atau
jika permeabilitas
tanah
sedemikian
kecil
sehingga pengecoran beton dapat dilakukan sebelum pengaruh air terjadi.
b.   Pengeboran dengan casing
Metode
ini
dipergunakan
untuk
mencegah
terjadinya
runtuhan
tanah
(caving)
atau deformasi lateral yang sering terjadi pada tanah mudah longsor seperti adanya pasir
lepas atau medium.
c.   Pengeboran dengan Slurry
Metode
ini
hanya
digunakan
pada
pengeboran yang
kondisi
tanahnya
rawan
terhadap
over
break,
kondis
di
bawah
muka
air,
dan
pada
kedalaman yang
tidak
memungkinkan
mempergunakan casing.
Dalam
metode
ini
perlu
diperhatikan bahwa
  
24
tinggi slurry
di
dalam
lubang bor
harus
mencukupi untuk
memberikan tekanan
yang
lebih tinggi dari tekanan air di sekitar lubang bor.
Untuk 
mengendalikan  mutu  dari  pondasi  bored pile ini  perlu  diperhatikan
beberapa hal:
Pemeriksaan kondisi tanah pada saat pengeboran
Cara handling dan penempatan tulangan
Pengecoran serta mutu beton dan pengukuran volume beton.
structure
Gambar 2.6 Pengeboran Pondasi Bored Pile
  
25
2.5.2
Permasalahan Pada Pondasi Bored Pile
Masalah-masalah yang sering timbul dalam pengerjaan pondasi bored pile antara
lain :
a.   Alignment tiang bor atau penyimpangan terhadap lokasi bored pile
Pada umumnya toleransi penyimpangan pondasi bored pile adalah 15 cm,
lebih
dari angka ini akan terjadi momen-momen ekstra akibat eksentrisitas.
b.   Mutu beton tidak memenuhi persyaratan
Masalah
ini
memang
jarang
terjadi di
awal pengerjaan bored pile,
karena
mutu
betonnya dapat
direncanakan sesuai
dengan
mutu
yang
dikehendaki. Mutu
beton
akan
benar-benar teruji ketika
umur silinder beton sekurang-kurangnya 21
hari.
Bila ternyata
mutu beton rendah maka perlu dilakukan pemeriksaan kembali daya dukung
struktural
baik terhadap beban tekanan maupun beban momen.
c.   Beton mengalami setting
Pemeriksaan
setting
beton
dapat
dilakukan
lebih
awal
dengan
melakukan uji
slump. Slump
yang
disyaratkan bagi
pondasi
tiang bor adalah
15 sampai
18 cm.
Nilai
slump yang rendah mengindikasikan beton mengalami setting.
d.   Kelongsoran tanah pada lubang bor
Kelongsoran tanah pada lubang bor akan mengakibatkan terjadinya necking atau
penyempitan lubang bor
dengan sendirinya akan berakibat pada
mengecilnya diameter
bored
pile.
Bila diameter bored
pile
lebih kecil dari 70% rencana semula,
maka perlu
dilakukan evaluasi kembali kondisi tanah. Pada tanah
terdapat lapisan pasir yang mudah
  
26
longsor,
mengakibatkan
terputusnya beton sehingga bored
pile
tidak kontinu.
Hal
ini
menjadi kendala tersendiri yang dapat berdampak luas pada struktur di atasnya.
e.   Keretakan akibat panas hidrasi
Pada pondasi bored pile
yang
tergolong sebagai mass concrete  dikhawatirkan
terjadi
panas
hidrasi
yang
tinggi
sehingga
menimbulkan keretakan.
Bila
timbul
retak
akibat
panas
hidrasi
maka kuat
tarik
beton
akan
hilang.
Umumnya struktur
tersebut
dipasang tulangan untuk menahan tarik yang terjadi.
Gambar 2.7 Aplikasi pondasi Bored Pile
  
27
Penggunaan pondasi bored pile
memiliki keuntungan dan kekurangan. Keuntungan
pemakaian pondasi bored pile adalah :
Metode
desain
yang
semakin
andal.
Berbagai
metode
desain
yang
rasional
telah
dikembangkan untuk berbagai macam pembebanan dan kondisi tanah.
Kepastian
penentuan
kedalaman
elevasi
ujung
pondasi/lapisan
pendukung.
Penentuan 
lokasi  yang  pasti  dari  penggalian  untuk  pondasi  bored pile dapat
diinspeksi atau
diukur,
sedangkan pada
pondasi
tiang
pancang
lokasi
dapat
menyimpang dari lokasinya akibat adanya bebatuan, dan faktor-faktor lainnya.
Inspeksi
tanah
hasil
galian. Keandalan dari desain pondasi hanya baik bila kondisi
tanah
diketahui.
Pada
pondasi
bored
pile,
saat
penggalian dapat
dilakukan
pemeriksaan mengenai jenis
tanah
untuk
membandingkan dengan
jenis
tanah
yang
diantisipasi.
Dapat dilakukan pada berbagai jenis tanah. Pondasi bored pile pada umumnya dapat
dikonstruksi pada
hampir semua
jenis
tanah. Penetrasi dapat dilakukan pada tanah
kerikil, juga dapat menembus batuan.
Gangguan  lingkungan 
yang 
minimal.  Suara, 
getaran,  dan 
gerakan  dari  tanah
sekitarnya dapat dikatakan minimum.
Kemudahan terhadap perubahan kondisi. Kontraktor dapat dengan mudah mengikuti
perubahan dimensi atau panjang bored pile untuk mengkompensasikan suatu kondisi
yang tidak terduga.
Umumnya daya dukung
yang amat tinggi
memungkinkan perancangan suatu kolom
denggan dukungan satu tiang sehingga dapat menghemat kebutuhan untuk pile-cap.
  
28
Mudah  memperbesar kepala
tiang
bila
diperlukan
misalnya
untuk
meningkatkan
inersia terhadap momen.
Kekurangan pondasi bored pile :
Pelaksanaan  konstruksi  yang  sukses  sangat  bergantung  pada  keterampilan  dan
kemampuan kontraktor.
Kondisi tanah di kaki tiang seringkali rusak oleh proses pemboran atau sedimentasi
lumpur sehingga seringkali daya dukung ujungnya tidak dapat diandalkan.
Pengecoran beton bukan pada kondisi ideal dan tidak dapat segera diperiksa.
Berbahaya bila ada tekanan artesis karena tekanan ini dapat menerobos keatas.
Karena kedalaman dan diameter dari bored
pile
dapat divariasi dengan mudah,
maka jenis
pondasi ini
dipakai baik
untuk beban
ringan
maupun
untuk
struktur
berat
seperti bangunan bertingkat tinggi dan jembatan.
2.5.3
Pondasi Bored Pile Jembatan Suramadu
Pondasi bored pile Jembatan Suramadu dirancang untuk mampu menahan beban
yang  bekerja  baik  itu  beban  tetap  maupun  beban  sementara  dalam  jangka  pendek
maupun
jangka
panjang. Pada
tabel
1.2
dapat dilihat
data
teknis
pondasi
bored
pile
Jembatan Suramadu.
Tabel 2.1 Data teknis pondasi bored pile Jembatan Suramadu
No
Keterangan
Data Teknis
1
Tipe Pondasi
Bored Pile
2
Diameter Pondasi
2,4 m
3
Panjang Pondasi
97 m
4
Diameter Casing Baja
2,7 m
5
Panjang Casing Baja
35,2 m
6
Mutu Beton
K-300
7
Integriti Test
Sonic Lodging
8
Bearing Capacity Test
2 Load Test sebelum dan sesudah grouting
  
29
Sumber: ded.proyek perencanaan Jembatan Suramadu
Gambar 2.8 Detail Pondasi Bored Pile Jembatan Suramadu
2.6
Program MIDAS
Program MIDAS
adalah
program pada aplikasi
komputer
bidang
teknik
sipil.
Program
ini
memiliki
beberapa
jenis
aplikasi
yaitu
Midas/Femodeler, Midas/Set,
Midas/Gen, dan Midas/Civil yang memiliki analisa khusus untuk struktur tertentu.
Pada  skripsi 
ini  program 
yang  digunakan  adalah  Midas/Civil  versi  2006.
Program   ini   memiliki   kemampuan   yang   sama   seperti   versi   sebelumnya   yaitu
Midas/Civil
5.8.1.
Kemampuannya menganalisa dan
merancang berbagai struktur sipil
pada
umumnya, antara
lain
sebagai
berikut
:
Jembatan
cable-stayed
dan
jembatan
konvensional,  konstruksi  untuk  beton  presterssed/post-tensioned,  dermaga,  penahan
  
30
gelombang, struktur
bawah
tanah,
fasilitas
limbah dan
fasilitas perawatan
air,
lapisan
terowongan dan pembangkit listrik, fasilitas industri, fasilitas umum, dan panas hidrasi.
Program
Midas/Civil
2006
dikembangkan dengan
bahasa
program
yang
berbasiskan
pada
pemograman data
pada
pemograman visual
C++,
bahasa
ini
dimanfaatkan secara penuh untuk melakukan pengolahan data pada program Midas/Civil
2006 
dan  didukung 
dengan  karakteristuk 
32-bit 
pada  Windows 
sehingga 
dapat
melakukan
perhitungan dengan
cepat. Input/Output
yang
dihasilkan
oleh
program ini
lebih baik dari program-program Teknik Sipil
lainnya. Program
ini dapat menampilkan
gambar dan perhitungan secara 3D (tiga dimensi) serta dapat melakukan analisa struktur
yang berdimensi besar dan kompleks.
Seluruh proses dari pemodelan, analisa dan desain terdapat pada menu sistematis
Program Midas/Civil 2006. Tabel kerja menu tersebut memungkinkan untuk melihat
status dari data yang dimasukkan dalam satu tampilan dan secara selektif memperbaiki
data dengan tipe Drag dan Drop dari alat peraga. Data yang ada pada program ini dapat
ditransfer ke program AutoCAD DXF dan program struktur lainnya seperti SAP,
STAAD, GTStrudl, dan lain-lain.
  
31
Gambar 2.9 Start Menu dan Menu Sistematis Program Midas/Civil