BAB 2
LANDASAN TEORI
2.1 Pengertian Six Sigma.
Ada
banyak
pengertian Six
Sigma.
Six
Sigma
diartikan
sebagai
teknologi
canggih
yang
digunakan
oleh
para
statiskawan
dalam
memperbaiki atau
mengembangkan proses atau produk. Six Sigma diartikan begitu
kearena
kunci
utama perbaikan Six Sigma menggunakan
metode-metode
statistik, meskipun
tidak secara keseluruhan membicarakan tentang statistik.
Pengertian Six Sigma yang lain adalah tujuan yang mendekati kesempurnaan
dalam
mencapai
kebutuhan pelanggan.
Ada
juga
yang
mengartikan Six
Sigma
sebagai
usaha
mengubah
budaya
perusahaan untuk
mencapai
kepuasan
pelanggan,
keuntungan dan
persaingan
yang
jauh
lebih
baik.
Kunci
utama
pengertian
di
atas
adalah
pengukuran,
tujuan
atau perubahan
budaya
perusahaan. Definisi secara lebih lengkap dan jelas adalah :
Six
Sigma
adalah
suatu
sistem
yang
komprehensif dan
fleksibel
untuk
mencapai,
memberi
dukungan
dan
memaksimalkan proses
usaha,
yang
berfokus pada pemahaman dalam kebutuhan pelanggan dengan menggunakan
|
![]() 19
fakta, data dan analisis statistik serta terus menerus memperhatikan
pengaturan, perbaikan dan mengkaji ulang proses usaha
1
.
Menurut Prof. Dr. Vincent Gaspersz, Six Sigma adalah :
Upaya mengejar keunggulan dalam kepuasan pelanggan melalui
peningkatan kualitas terus menerus.
Sasaran kualitas dramatik yang memiliki kapabilitas produk dan proses
3,4 DPMO atau 99,99966 % bebas cacat.
Ukuran yang mengindikasikan bagaimana suatu proses produksi
industri.
Strategi terobosan
yang memungkinkan
perusahaan
melakukan
peningkatan luar biasa di
tingkat bawah (bottom
line)
melalui
proyek-
proyek Six Sigma.
Suatu pendekatan menuju tingkat kegagalan nol (zero defects oriented).
Pengendalian proses berfokus pada kapabilitas industri.
Beberapa definisi lain dari Six Sigma² adalah sebagai berikut :
Six Sigma adalah sebuah pengukuran, dimana
menghitung defect-defect
yang
terjadi
di
dalam
sebuah
proses
dan
hasilnya
ditampilkan dalam
bentuk angka atau grafik yang mendorong kita melakukan improvement.
1
Miranda dan Amin, 2002, hal 1
2
Six Sigma Hand Book, 2000, hal 4
|
20
Six Sigma adalah sebuah bentuk
benchmark, karena secara umum
proses
yang
kita
improve
akan
dibandingkan dengan
yang
best
in
class.
Six Sigma sebagai sebuah visi. Dalam hal ini Six Sigma mengharapkan
tidak
terjadi
defect
dalam
sebuah
proses
yang
juga diharapkan oleh
semua organisasi.
Six
Sigma sebagai
sebuah
sistem
yang digunakan
untuk
menentukan
dimana posisi kita saat ini, apa tujuan kita, bagaimana mencapai tujuan
kita dan bagaimana memonitor pencapaian kita waktu demi waktu.
Six Sigma adalah sebuah alat atau tools
yang digunakan untuk
memperbaiki proses
melalui
customer
focus,
perbaikan
yang
terus
menerus
dan
keterlibatan orang-orang, baik di dalam
maupun
di
luar
organisasi.
2.2 Konsep Six Sigma Secara Statistik.
Sigma adalah sebuah unit pengukuran statistik yang
mencerminkan
kapabilitas
proses.
Sigma
adalah
sebuah
cara
untuk
menentukan atau
bahkan
memprediksikan kesalahan atau cacat dalam proses, baik dalam proses
manufaktur atau
pengiriman sebuah
pelayanan.
Jika
perusahaan kita
sudah
mencapai
level 6
sigma berarti dalam
proses
kita
tersebut
mempunyai
peluang
untuk defect atau melakukan kesalahan sebanyak 3,4
kali
dari
1000000
|
![]() 21
kemungkinan
(oportunity).
Dari
hasil
perhitungan
yang
dilakukan
dengan
memperbandingkan nilai sigma, didapatkan perbandingan sebagai berikut³
:
Tabel 2.1 Perbandingan Hasil 3.8 Sigma dengan 6 Sigma
Pencapaian Tujuan-Apa yang telah anda dapatkan
Sampel
3,8 Sigma
6
Sigma
Untuk setiap 300.000 surat
yang diantar
3000 salah kirim
1
salah kirim
Melakukan 500.000 kali
melakukan restar komputer
4.100 berbenturan
<
2 berbenturan
Untuk 500 tahun dari tutup
buku akhir tahun
60 bulan tidak seimbang
0,018 bulan tidak seimbang
Untuk setiap minggu
penyiaran TV (per channel)
1,68 jam gagal mengudara
1,8 detik gagal mengudara
Proses
Six
Sigma
Motorola
berdasarkan pada
distribusi
normal
yang
mengizinkan pergesaran 1.5 sigma dari
nilai
target. Konsep Six Sigma
menurut
Motorola ini berbeda
dengan
konsep
distribusi normal
yang
tidak
memberikan kelonggaran akan
pergeseran.
Nilai
pergeseran
1.5
sigma
ini
diperoleh dari hasil penelitian Motorola atas proses dan sistem industri,
dimana menurut hasil penelitian bahwa sebagus-bagusnya suatu proses
industri (khususnya mass production) tidak akan 100 persen berada pada suatu
3
The Six Sigma Way (Pande, 13)
|
![]() 22
titik nilai target tapi akan ada pergeseran sebesar rata-rata 1.5 sigma dari nilai
tersebut :
Gambar 2.1 Pergeseran Tingkat Sigma dalam konsep Six Sigma Motorola
Seperti
yang
terlihat
dalam gambar
bahwa
rata-rata proses
dapat
menyimpang sebesar
±1,5s
dalam
asumsi
normalitas.
Apabila
rata-rata
proses
menyimpang
sejauh
1,5s
ke
arah
kanan
(USL),
maka
level sigma
dari proses akan sebesar 4,5s dan arah yang berlawanan akan menghasilkan
7,5s. Secara umum
apabila
proyek Six
Sigma
dijalankan
dengan baik
dan
konsisten dalam jangka panjang maka pergeseran 1,5s adalah satu ketentuan
yang
dapat
dimaklumi.
Jadi
dalam
implementasi jangka
panjang
yang
dimaksud dengan Six Sigma
itu adalah 6s dengan asumsi pergeseran 1,5s
pada rata-rata proses dari target yang telah ditetapkan. Adapun DPMO yang
dihasilkan untuk tingkat pengelolaan Six Sigma ini adalah sebesar 3,4 PPM
dan 99,99966 % dari data akan berada dalam batas toleransi 6s atau Yield
|
![]() 23
sebesar
99,99966 %.
Perbandingan antara
proses
dengan
konsep pure
Six
Sigma,
dimana
rata-rata proses
adalah
tetap,
dengan konsep
Six
Sigma
Motorola,
dimana
rata-rata
proses
diasumsikan menyimpang
1,5s
dalam
jangka panjang adalah seperti dibawah ini:
Tabel 2.2 Level Sigma dan Tingkat DPMO
4
Sigma Quality
Level
Mean, fixed
Mean, with 1,5
shift
Defect Rate (ppm)
Defect Rate (ppm)
3
2.700
66.811
4
63,40
6.210
5
0,57
233
6
0,002
3,4
Untuk
lebih jelasnya tentang tabel konversi level sigma dan juga DPMO-
nya dapat dilihat dibagian lampiran. Menurut penelitian di Amerika Serikat,
apabila perusahaan serius dalam penerapan program Six Sigma maka hasil-
hasil berikut dapat diperoleh:
1. Terjadi peningkatan 1-sigma dari 3-sigma menjadi 4-sigma pada tahun
pertama.
2. Pada tahun kedua, peningkatan
akan
terjadi dari
4-sigma
menjadi 4,7
sigma.
3. Pada tahun ketiga, peningkatan akan terjadi dari 4,7 menjadi 5-sigma.
4
Pengendalian Kualitas Statistik, (Dorothea Wahyu A, 192)
|
![]() 24
4. Pada
tahun
ke
empat,
peningkatan
terjadi
dari
5-sigma
menjadi
5,1-
sigma.
5. Pada
tahun-tahun
selanjutnya, peningkatan
rata-rata
adalah
0,1-sigma
sampai maksimum 0,15-sigma setiap tahun.
Sebelumnya
dikatakan
bahwa
dibutuhkan
waktu rata-rata
8
tahun
untuk
beralih
dari tingkat
operasional
4-sigma
ke 6-sigma,
yang
berarti
harus
terjadi peningkatan sebesar 6210/3,4 = 1826,471 kali peningkatan selama 8
tahun atau secara rata-rata sekitar 228,3 kali peningkatan setiap tahunnya.
Suatu
peningkatan yang
dramatik
untuk
mencapai
level
perusahaan
kelas
dunia. Peningkatan dari
3-sigma sampai 4,7-sigma
memberikan hasil
yang
mengikuti
kurva
eksponensial (mengikuti
deret
ukur),
sedangkan
peningkatan dari
4,7-sigma
sampai
6-sigma
mengikuti
gerak
kurva
linear
(mengikuti deret hitung).
2.3 Tema Kunci dan Keuntungan Six Sigma
Untuk dapat menerapkan metode Six Sigma secara optimal hal yang perlu
diperhatikan adalah
mengetahui enam tema kunci dari (Pande)
5
metode Six
Sigma itu sendiri. Enam tema ini sering juga ditafsirkan sebagai
persyaratan utama dalam mengembangkan metode Six Sigma, enam
tema
kunci tersebut ialah:
5
The Six Sigma Way (Pande, 17-19)
|
![]() 25
1. Fokus sungguh-sungguh kepada pelanggan (Customer Focus).
2. Manajemen yang digerakkan oleh data dan fakta (Management by Fact).
3. Fokus
pada
Proses,
Manajemen
dan
Perbaikan
(Continous
Improvement).
4. Manajemen Proaktif (Proactive Management).
5. Kolaborasi tanpa Batas (dari Jack Welch).
6. Dorongan untuk Sempurna, tetapi Toleransi terhadap Kegagalan.
Adapun
keuntungan-keuntungan
6
yang
dapat
diraih perusahaan
dari
penerapan metode Six Sigma ini adalah:
1. Pengurangan biaya produksi akibat inefisiensi produksi.
2. Peningkatan Produktivitas.
3. Pertumbuhan pangsa pasar (Market Share).
4. Retensi/Loyalitas
Pelanggan (Customer Loyalty), akibat kepuasan
pelanggan.
5. Pengurangan Waktu Siklus (Reduce Cycle Time).
6. Pengurangan tingkat produk yang cacat (Reduce Defect Rate).
7. Pengembangan Produk dan Jasa (Product and Service Development).
8. Meningkatnya pengetahuan dan
kesadaran
karyawan
akan
budaya
kualitas.
6
The Six Sigma Way (Pande, xi)
|
![]() 26
2.4 Model Perbaikan DMAIC
Ada beberapa model struktur dalam peningkatan
kualitas Six Sigma
7
.
Salah satu yang paling banyak dipakai adalah metode DMAIC.
DMAIC merupakan proses untuk peningkatan terus menerus menuju
target
Six
Sigma.
DMAIC
dilakukan
secara
sistematik,
berdasarkan ilmu
pengetahuan dan fakta.
2.4.1 DEFINE
Define
merupakan langkah
operasional pertama
dalam
program
peningkatan
kualitas
Six
Sigma.
Langkah-langkah yang
terdapat
dalam
fase
Define
antara
lain,
menentukan atau
mendefinisikan
tujuan
dari
proyek
Six
Sigma
,membuat
gambaran secara
keseluruhan dari
perusahaan baik
SIPOC Diagram dan Peta
Proses
Operasi.
2.4.1.1 Project Statement
8
Ada beberapa komponen dalam suatu pernyataan proyek yang
terdiri dari:
1. Bussines Case (Latar Belakang Umum), merupakan latar
belakang permasalahan yang terjadi saat
ini dalam lingkup yang
lebih global.
7
The Six Sigma Way (Pande, 150)
8
The Six Sigma Way : Team Fieldbook (Pande, Neuman & Cavanagh, 101-103)
|
![]() 27
2. Problem Statement (Pernyataan Masalah), merupakan pernyataan
masalah saat
ini
secara
spesifik dan
terukur
(specific
and
measurable).
3.
Project
Scope
(Ruang
Lingkup
Proyek),
merupakan batasan-
batasan dimana proyek perbaikan atau pemecahan masalah akan
di fokuskan.
4. Goal Statement (Pernyataan Tujuan),
merupakan pernyataan
tujuan
yang akan dicapai setelah proyek di selesaikan.
Pernyataan tujuan
ini
haruslah
spesifik,
terukur,
realistik
dan
dapat
dimengerti
(specific, measurable, realistic and
understandable).
5. Milestone (Batas Waktu Proyek), atau batas waktu yang
ditetapkan
pada tim
proyek
untuk dapat
menyelesaikan
proyeknya, beserta
rincian
kegiatan
waktu
demi
waktu
bila
diperlukan.
2.4.1.2 SIPOC Diagram
9
SIPOC adalah singkatan dari Supplier, Inputs, Process, Output dan
Customer. SIPOC
adalah
sebuah
peta
proses
yang
di
dalamnya
teridentifikasi siapa
pemasoknya,
apa
inputnya,
bagaimana
prosesnya,
apa
hasilnya dan
siapa
saja
pemakainya. Langkah-
langkah pada pembuatan SIPOC:
9
The Six Sigma Way : Team Fieldbook (Pande, Neuman & Cavanagh, 96)
|
![]() 28
?
Menamakan proses.
?
Membuat batasan titik awal dan akhir proses
?
Membuat daftar output dan pelanggan.
?
Membuat daftar input dan pemasok.
?
Identifikasi,
beri
nama dan
urutkan
langkah-langkah yang
ada
dalam proses.
2.4.1.3 Peta Proses Operasi
10
Peta
proses
operasi adalah peta
kerja
yang
mencoba
menggambarkan urutan
kerja
dengan
jalan
membagi
pekerjaan
tersebut elemen-elemen operasi secara detail.
Disini tahapan proses
operasi kerja
harus
diuraikan
secara
logis dan sistematik. Dengan
demikian
keseluruhan operasi
kerja
dapat
digambarkan dari
awal
samapi produk akhir, sehingga analisa perbaikan dari masing-masing
operasi
kerja
secara
individual maupun
urutan
secara
keseluruhan
akan dapat dilakukan. Peta proses operasi ini akan memberikan
daftar elemen-elemen operasi suatu pekerjaan secara berurutan.
Untuk
pembuatan peta
operasi
ini
maka
ASME
(American Society
of
Mechanical Engineers)
yang
dipakai
adalah
symbol
operasi,
inspeksi, gabungan operasi dan inspeksi, dan penyimpanan. Dengan
10
Ergonomi : Studi Gerak dan Waktu (Sritomo, 131-133)
|
29
adanya
informasi-informasi
yang
bisa
dicatat
melalui peta
operasi
ini, banyak manfaat yang bisa diperoleh, yaitu :
?
Data kebutuhan jenis proses atau mesin yang diperlukan.
?
Data kebutuhan bahan baku dengan
memperhitungkan efisiensi
pada setiap elemen operasi kerja atau pemeriksaan.
?
Pola tata letak fasilitas kerja dan aliran pemindahan material.
?
Alternatif-alternatif perbaikan prosedur dan tata cara kerja yang
sering dipakai.
banyaknya peluang dari
suatu produk
untuk
dapat/tidak dapat
memenuhi persyaratan pelanggan dan spesifikasi standar.
2.4.2 MEASURE
Measure
merupakan langkah
operasional kedua
dalam
rangka
peningkatan
kualitas dalam metode DMAIC. Pada tahap ini
dilakukan
pengukuran dan
mengenali
dan
menginventarisasi
karakteristik kualitas kunci kualitas (CTQ).
Tahap
pengukuran
ini
sangat
penting
peranannya
dalam
meningkatkan kualitas,
karena
dapat
diketahui
keadaan
perusahaan
dari
data
yang
ada
sehingga menjadi
patokan
atau
dasar
untuk
melakukan analisa
dan
perbaikan. dalam Six
Sigma
ada
dua
basis
pengukuran yaitu
konsep
pengukuran kinerja
produk
dan
konsep
pengukuran kinerja proses.
|
![]() 30
2.4.2.1 Critical to Quality (CTQ)
11
Critical
to
Quality
adalah
persyaratan
persyaratan yang
dikehendaki oleh
pelanggan.
CTQ
yang
merupakan
kualitas
yang
ditetapkan harus berhubungan langsung dengan kebutuhan sepesifik
pelanggan, yang
diturunkan secara
langsung dari
persyaratan-
persyaratan output.
Kebutuhan
spesifikasi
pelanggan
harus
dapat
diterjemahkan secara
tepat
kedalam
karakteristik
kualitas
yang
ditetapkan oleh
manajemen
organisasi.
Karakteristik kualitas kunci
adalah kelompok dari ukuran-ukuran persyaratan kualitas utama
yang
sangat
vital
perananya
bagi
pelanggan.
Karena
sangat
vital
maka
informasi
CTQ
ini
seringkali
dikumpulkan dengan
menggunakan
metode
VOC
atau Voice
of
Customer,
yang
merupakan cara pengumpulan data suara pelanggan secara langsung.
Sistem
pengumpulan ini
dapat
dilakukan
dengan
berbagai
cara,
termasuk
dengan
metode survey atau
wawancara
langsung. Bentuk
dari
CTQ
ini
biasanya
dinyatakan dalam
format
CTQ
Tree
yang
merupakan penjabaran dari beberapa karakteristik kualitas kunci
bagi pelanggan
yang
akan dibahas
dan
dipecahkan kasusnya.
CTQ
ini seringkali diterjemahkan dalam
11
The Six Sigma Way (Pande, 28)
|
![]() 31
2.4.2.2 Pengukuran Kinerja Proses
1.
Membuat Control
Chart
12
,
atau
peta
kontrol
pertama
kali
diperkenalkan oleh
Dr.
Walter
Shewhart
pada
tahun
1924.
Dengan
maksud
untuk
menghilangkan variasi
tidak
normal
melalui pemisahan
variasi
yang disebabkan
oleh
penyebab
khusus dari variasi yang disebabkan oleh penyebab umum. Pada
dasarnya peta-peta kontrol dipergunakan untuk :
a. Menentukan apakah suatu proses berada dalam pengendalian
statistical?
Dengan
demikian peta-peta
control
digunakan
untuk mencapai suatu keadaan terkendali secara statistical.
b. Memantau proses terus menerus sepanjang waktu agar proses
tetap
stabil
secara statistical dan
hanya
mengandung variasi
penyebab umum.
c. Menentukan
kemampuan
proses. Setelah
proses berada
dalam pengendalian statistikal, batas-batas dari variasi proses
dapat ditentukan.
12
Statistical Process Control (Gaspersz, 108)
|
![]() 32
Tabel 2.3 Jenis Data dan Peta Kendalinya
Jenis Data
Jenis Peta kendali
Data Atribut
Merupakan data
kualitatif
yang
dapat
dihitung
untuk
pencatatan dan
analisis.
Data
atribut
biasanya
diperoleh dalam
bentuk
unit-unit
nonconforms atau
ketidaksesuaian dengan
spesifikasi
atribut yang ditetapkan.
?
Peta p
?
Peta np
?
Peta u
?
Peta c
Data Variabel
Merupakan data
kuantitatif
yang
diukur
untuk
keperluan
analisis.
Ukuran-ukuran
berat,
panjang, lebar,
tinggi,
diameter,
volume,
biasanya
merupakan data
variabel
?
Peta X-bar dan R
?
Peta X-bar dan MR
?
Peta X-bar dan S
?
Peta kendali p
13
Peta
kendali
p
adalah alat
statistik untuk
mengevaluasi
proporsi
kerusakan
atau
proporsi
ketidaksesuaian, yang
dihasilkan oleh
sebuah
proses.
Dengan
demikian
peta
kendali
digunakan
untuk
mengendalikan proporsi
ketidaksesuaian dari
item-item yang tidak
memenuhi syarat
spesifikasi kualitas atau
13
Statistical Process Control (Gaspersz, 147)
|
![]() 33
proporsi dari produk cacat
yang dihasilkan dalam suatu proses.
Berikut adalah langkah-langkah pembuatan peta kendali p :
1. Hitung
untuk setiap subgroup nilai proporsi unit cacat
2. Hitung
rata-rata dari p
3. Hitung
batas
kendali
untuk
peta
kendali
p,
dengan rumus
dibawah ini
Scacat
p
=
SJumlah Pr oduksi
CL = p
p(1 - p)
UCL = p + 3
LCL = p - 3
ni
p(1 - p)
ni
Plot data proporsi unit cacat dan amati apakah data itu berada
dalam pengendalian statistical atau tidak.
Penggunaan Software Minitab 13
1. Masukkan data proses dalam tabel
Gambar 2.2 Tampilan Pengisian Data
|
![]() 34
2. Clic Stat > Control Chart > P
3. Masukkan produksi dalam variable
4. Masukkan besar ukuran sampel dalam subgroup in
Gambar 2.3 Tampilan Pengolahan Data
5. Klik OK
Gambar 2.4 Tampilan Hasil Peta kendali p
|
![]() 35
Indeks Kapabilitas Proses
Langkah selanjutnya adalah menghitung kapabilitas proses (Cp).
Perhitungan
kapabilitas
proses ini berguna untuk melihat berapa
kemampuan proses dalam menghasilkan defect atau produk cacat.
Dari perhitungan sebelumnya contoh sudah didapat
p
= 0,0541,
maka :
Cp = 1 -
p
=
1 0.0541
=
0,9469 atau 94,69 %
Dari
perhitungan didapatkan
Cp
sebesar
0,9469
atau
94,69
%,
ini
berarti
kemampuan proses dalam
menghasilkan defect
atau produk
cacat sebesar 5,41
%.
Keadaan ini sudah
cukup baik, tetapi dengan
tingkat kapabilitas ini proses masih belum dapat untuk menghasilkan
kualitas produk yang bebas cacat atau zero defect, karena masih ada
5,41
%
dari
produk
yang
mengalami kegagalan dalam
proses
dan
setidaknya
perusahaan ingin
mencapai
target
sampai
dengan
1
%
dalam menghasilkan produk cacat.
|
![]() 36
2.4.2.3 Pengukuran Kinerja Produk
2.4.2.3.1
Konsep Pengukuran Berbasis Kecacatan
14
Pada konsep ini ada dua ukuran yang digunakan, yaitu:
1. Ukuran Defective dan Yield, variabel pengukurannya ialah:
Proportion
Defect,
merupakan persentase
jumlah
unit/item yang
memiliki
satu
atau
lebih
cacat
dibanding
dengan total unit yang diproduksi. Rumusnya ialah
DPU =
Jumlah Defective
Jumlah unit yang diproduksi
X
100 %
Final Yield, atau ditulis Yfinal dihitung sebagai 1 dikurangi
Proportion
Defective.
Informasi
ini
memberitahu apakah
pecahan
dari
unit total
yang
diproduksi
atau
dikirim
adalah
bebas cacat (defect free). Hasil ini biasanya dikalikan dengan
100
%.
Ukuran
Yield
mengindikasikan ke-efektifan
dari
sebuah proses
untuk
menghasilkan probabilitas produk
yang
bebas cacat (defect free).
Ukuran ini seringkali dinyatakan dalam format Rolled
Throughput
Yield
atau
RTY,
mengindikasikan yield
atau
hasil
baik
pada
tiap-tiap proses
yang
ada.
Rumus
RTY
adalah:
RTY = 1- (Jumlah cacat / Input awal) * 100 %.
14
The Six Sigma Way ( Pande, 235-239)
|
![]() 37
2. Ukuran-ukuran Defect
Sering
disebut Defect
per
Unit
atau
DPU.
Ukuran
ini
merefleksikan jumlah
rata-rata
dari
defect,
semua
jenis,
terhadap
Total unit yang dihasilkan. Jika DPU sebesar 1 misalnya,
ini
mengindikasikan bahwa
setiap
unit
akan
memiliki satu
defect, sekalipun beberapa item mungkin memiliki lebih dari
satu
defect
dan
yang
lainnya tidak
ada
defect.
DPU
0,25
menunjukan suatu
probabilitas bahwa
satu
dari
empat
unit
akan memiliki satu defect. Rumusnya adalah:
DPU =
Jumlah Defect yang terjadi
Jumlah total unit
Tiga
ukuran
pertama diatas akan
membantu mengetahui
seberapa
baik
atau
buruk
proses
dikerjakan dan
bagaimana
defect
didistribusikan dalam proses
berjalan. Ukuran-ukuran
tersebut juga
dapat
menjadi
indicator
dari
performansi
produk yang dihasilkan.
|
![]() 38
2.4.2.3.2 Konsep Pengukuran Berbasis Peluang
15
Pada konsep ini ada tiga variabel yang dapat digunakan
untuk
menghitung dan
mengekspresikan
ukuran-ukuran berbasis
peluang defect, yaitu:
1. Defect per Opportunity, atau DPO
Variabel
ini
menunjukan proporsi defect
atas
jumlah total
peluang
dalam
sebuah
kelompok
yang
diperiksa. Sebagai
contoh jika DPO sebesar 0,05 berarti peluang untuk memiliki
defect
dalam
sebuah
kategori
(CTQ)
adalah
5%. Rumusnya
adalah:
DPO =
Jumlah unit Defective
Total unit x Peluang
2. Defect per Million Opportunities atau DPMO
Kebanyakan
ukuran-ukuran
peluang
defect
diterjemahkan
ke
dalam
format
DPMO,
yang
mengindikasikan berapa
banyak defect akan muncul jika ada satu juta peluang. Dalam
lingkungan
pemanufakturan secara
khusus,
DPMO
sering
disebut
PPM,
singkatan dari
parts
per
million.
Rumus
umum untuk menghitung DPMO ialah:
15
The Six Sigma Way (Pande, 243-246)
|
39
DPMO = DPO x 1.000.000.
Ukuran
ini
seringkali
dipakai
untuk
menentukan peluang
terjadinya cacat pada produk yang diproduksi dalam satu juta
peluang.
3. Sigma Level
Ukuran
Sigma
atau
level
sigma
adalah variabel
paling
penting
dalam
metode
Six
Sigma,
karena
variabel ini
mengindikasikan variabilitas
proses
dan
sampai
pada
level
berapa
sigma
proses
dikelola. Ukuran
ini
juga
mengindikasikan apakah
proses saat
ini
sudah
efisien dan
berkualitas atau belum.
Untuk
mendapatkan skor sigma hal yang dilakukan adalah
kita
harus
mengetahui DPMO
terlebih
dahulu
dari
hasil
tersebut
dapat
kita
konversikan
menjadi skor
sigma
melalui
tabel konversi sigma yang ada pada lampiran.
4. Menghitung COPQ, konsekuensi dari suatu produk jadi yang
mempunyai kualitas
rendah
adalah
perusahaan
harus
rela
kehilangan keuntungan.
Untuk
mereduksi
kehilangan
keuntungan ini,
maka
perusahaan
dapat
menjalankan proyek
Six
Sigma.
Semakin
tingginya
tingkat
sigma
yang
dicapai,
maka
tingkat
defect
dan tingkat COPQnya dapat menjadi rendah.
|
![]() 40
2.4.3 ANALYZE
Tahap
Analyze
merupakan langkah
operasional ketiga
dalam
program
peningkatan
kualitas Six
Sigma. Pada
tahap
ini
kita
perlu
melakukan beberapa hal berikut ini : (1) Mengidentifikasi jenis-jenis
cacat yang terjadi dan membuat prioritas cacat mana yang memiliki
kontribusi dominan
terhadap
menurunnya
kualitas
produk
secara
keseluruhan. Pada
tahap
ini
alat
yang
kita
gunakan adalah diagram
pareto.
(2)
Menginventarisasi dan
menganalisa
berbagai
akar
penyebab
masalah
dari
cacat-cacat yang
dominan
tersebut,
ditinjau
dari
segi man,
machine,
environment,
method dan
material
menggunakan fishbone.(3)
Mencari penyebab
yang
paling dominan
diantara seluruh daftar akar penyebab masalah diatas.
2.4.3.1
Diagram Pareto
16
Ditemukan oleh ahli ekonomi asal Italia bernama Vilfredo
Pareto.
Hukum
dari
diagram pareto
adalah
80/20
atau
80%
dari
problem
(cacat
produk)
diakibatkan oleh
20%
penyebab.
Pareto
diagram membantu manajemen secara cepat mengidentifikasikan
area
paling kritis
yang
membutuhkan perhatian
khusus
dan
cepat.
Cara pembuatannya ialah :
16
Creating Quality (Kolarik., J, William, 187-190)
|
![]() 41
?
Tentukan klasifikasi untuk grafik dan interval waktu analisis.
?
Tentukan
kejadian
total
untuk
tiap
kategori
dan
total
keseluruhan.
?
Hitung persentase dari tiap-tiap kategori dan uturtkan peringkat
dari yang terbesar sampai yang terkecil.
?
Hitung frekuensi kumulatif dan persentase kumulatif.
?
Buat diagram Pareto dan
tarik garis diantara batang
yang telah
dibuat.
Penggunaan Sofware Minitab 13
1. Masukkan data ke dalam tabel
Gambar 2.5 Tampilan Pengisian Data
|
![]() 42
2. Klik Stat > Quality Tools > Pareto Chart
3. Masukkan data
yang
telah
dimasukkan
ke
dalam
dialog
box,
untuk
jenis
cacat
kedalam kolom
labels
in
dan
angka
cacat
kedalam frequencies in.
Gambar 2.6 Tampilan Pengolahan Data
4. Klik OK
|
![]() 43
Gambar 2.7 Tampilan Pengolahan Data
2.4.3.2 Diagram Sebab Akibat
17
Diagram sebab akibat adalah alat
yang dikembangkan oleh Kaoru
Ishikawa
tahun
1943
dan
disebut
juga
Diagram Ishikawa.
Pada
intinya
diagram
ini
berfungsi
untuk
mendaftarkan serta
mengidentifikasi
penyebab-penyebab yang
berbeda
yang
dapat
memberi kontribusi pada masalah. Kegunaan lain ialah:
?
Membantu mengidentifikasi akar penyebab masalah.
?
Membantu
untuk mendapatkan
ide-ide
(gathering
ideas)
untuk
solusi.
?
Membantu untuk pencarian fakta lebih lanjut tentang masalah.
17
Creating Quality (Kolarik.,J, William, 173-175)
|
![]() 44
Pada diagram ini ada yang disebut sebagai tulang utama yaitu yang
mewakili
akibat atau
suatu
masalah
sedangkan tulang-tulang yang
lain
disebut
sebab-sebab, lalu
ada
sub-sub
tulang
yang
mewakili
sebab-sebab yang lebih rinci lagi dan seterusnya.
2.4.4 IMPROVE
Fase
atau
tahap
yang
keempat
dalam
Metodologi Six
Sigma
adalah tahap Improve. Pada tahap
ini usaha-usaha peningkatan
kinerja
kualitas
produk
dan juga proses
dimulai
dengan
cara
membuat FMEA
(Failure
Mode
and
Effect
Analysis)
dan
memberikan usulan perbaikan untuk mengurangi cacat dalam proses.
2.4.4.1 Metode FMEA (Failure Mode and Effect Analysis)
18
FMEA
atau
Analisis
mode
kegagalan dan
efek
adalah
suatu
prosedur terstruktur untuk
mengidentifikasi dan
mencegah sebanyak
mungkin mode kegagalan. Suatu metode kegagalan adalah
apa saja
yang
termasuk
dalam
kecacatan/kegagalan dalam
desain,
kondisi
diluar
batas
spesifikasi
yang
ditetapkan,
atau
perubahan-perubahan
dalam produk
yang
menyebabkan terganggunya
fungsi dari produk
itu.
Dengan
menghilangkan mode
kegagalan,
maka
FMEA
akan
meningkatkan keandalan dari produk sehingga meningkatkan
18
Pedoman Implementasi Program Six Sigma (Gaspersz, 246-252)
|
45
kepuasan pelanggan yang
menggunakan produk tersebut. Langkah-
langkah dalam membuat FMEA:
1. Mengidentifikasi proses atau produk/jasa.
2. Mendafatarkan
masalah-masalah
potensial
yang
dapat
muncul,
efek
dari
masalah-masalah potensial tersebut
dan
penyebabnya.
Hindarilah masalah-masalah sepele.
3.
Menilai
masalah
untuk
keparahan (severity),
probabilitas
kejadian (occurrence) dan detektabilitas (detection).
4. Menghitung Risk Priority Number, atau RPN
yang rumusnya
adalah dengan
mengalikan
ketiga
variabel dalam
poin
3
diatas
dan
menentukan rencana
solusi-solusi prioritas
yang
harus
dilakukan.
Untuk keterangan lebih lanjut tentang rating occurance, severity and
detectability dapat dilihat pada tabel dibawah ini :
|
![]() 46
Tabel 2.4 Definisi FMEA untuk rating Occurance
Occurance (O)
Keterangan
Rating
Adalah tidak mungkin bahwa penyebab ini yang mengakibatkan mode
kegagalan
1
Kemungkinan kecil terjadinya kegagalan
2,3
Kemungkinan terjadinya kegagalan
4,5,6
Kegagalan adalah sangat mungkin terjadi
7,8
Hampir dapat dipastikan bahwa kegagalan akan terjadi
9,10
Tabel 2.5 Definisi FMEA untuk rating Detectability
Detectability (D)
Keterangan
Rating
Metode pencegahan atau deteksi sangat efektif. Tidak ada kesempatan
bahwa penyebab mungkin masih muncul atau terjadi
1
Kemungkinan bahwa penyebab itu adalah rendah
2,3
Kemungkinan penyebab terjadi bersifat moderat. Metode pencegahan
atau
deteksi masih
memungkinkan kadang-kadang penyebab itu
terjadi
4,5,6
Kemungkinan bahwa
penyebab
itu
terjadi
masih
tinggi.
Metode
pencegahan atau
deteksi
kurang
efektif,
karena
penyebab
masih
berulang kembali
7,8
Kemungkinan bahwa penyebab itu terjadi sangat tinggi. Metode
pencegahan
deteksi tidak
efektif. Penyebab
akan
selalu
terjadi
kembali
9,10
|
![]() 47
Tabel 2.6 Definisi FMEA untuk rating Severity
Severity (S)
Keterangan
Rating
Neglible severity
(pengaruh buruk
yang
dapat
diabaikan).
Kita tidak
perlu memikirkan bahwa akibat ini akan berdampak pada kinerja
produk. Pengguna akhir
mungkin tidak
akan
memperhatikan kecacatan
atau kegagalan ini.
1
Mild Severity
(pengaruh buruk
yang ringan/sedikit). Akibat yang
ditimbulkan hanya bersifat ringan. Pengguna akhir tidak akan
merasakan perubahan kinerja.
Perbaikan
dapat
dikerjakan
pada
saat
pemeliharaan reguler (reguler maintanace)
2,3
Moderate
Severity
(pengaruh
buruk yang moderat).
Pengguna
akhir
akan merasakan penurunan kinerja atau penampilan, namun masih
berada
dalam
batas
toleransi.
Perbaikan
yang
dilakukan tidak
akan
mahal, jika terjadi downtime hanya dalam waktu singkat
4,5,6
High Severity (pengaruh buruk yang tinggi). Pengguna akhir akan
merasakan akibat buruk yang tidak dapat diterima, berada diluar batas
toleransi.
7,8
Potensial Safety Problem (masalah keselamatan / keamanan potensial).
Akibat
yang
ditimbulkan sangat berbahaya
yang
dapat
terjadi
tanpa
pemberitahuan atau peringatan terlebih dahulu.
9,10
|
48
2.4.5 CONTROL
Fase sesudah Improve adalah fase Control. Fase
ini
merupakan
fase
terakhir
dalam
pemecahan
masalah
menggunakan
metodologi
Six Sigma. Dalam fase ini seluruh usaha-usaha peningkatan yang ada
di
kendalikan atau dicapai secara teknis dan seluruh
usaha
tersebut
kemudian
di
dokumentasikan dan
di
sebarluaskan
atau
di
sosialisasikan ke
segenap
karyawan
perusahaan.
Hal
yang
akan
dilakukan dalam fase ini mencakup:
1. Dokumentasi dan Sosialisasi usaha-usaha peningkatan yang telah
dibuat
kepada seluruh karyawan dalam berbagai lapisan
manajemen yang ada di perusahaan.
2.
Penutupan proyek
Six
Sigma
sebagai
suatu
metode
untuk
memecahkan masalah yang di hadapi perusahaan.
|