BAB 2
LANDASAN
TEORI
2.1. Seven Tools
Menurut Vincent Gasperz seven tools adalah alat-alat yang dapat digunakan untuk
peningkatan pengendalian kualitas, yaitu :
2.1.1.  Lembar Periksa ( Check Sheet )
Lembar periksa adalah suatu alat bantu untuk memudahkan proses pengumpulan
data.  Biasanya  berbentuk  formulir  dimana  item-item  yang  akan  diperiksa  telah
dicetak
dalam formulir tersebut.
Lembar periksa
dapat
digunakan baik
untuk data
variabel maupun data atribut walaupun umumnya
banyak
digunakan
untuk
data
atribut.
Desain dari lembar periksa dibuat sesuai dengan data apa yang akan dikumpulkan
dan
biasanya
tergantung
dari
kreativitas
pengumpul
datanya
untuk
memilah-milah
data
yang
berbeda
ke
dalam kategori
tertentu,
dengan
maksud
agar
dapat
mengumpulkan data dengan lengkap, akurat, dan semudah mungkin. Contoh lembar
periksa dapat dilihat pada table 2.1.
Terdapat beberapa jenis check sheet, antara lain :
   Production process distribution check sheet
Digunakan
untuk
mengumpulkan
data
yang
berasal
dari
proses
produksi
atau
proses  kerja  lainnya.  Output
kerja  yang  sesuai  dengan  klasifikasi  yang  telah
  
9
ditetapkan   dimasukkan   kedalam   lembar   periksa   sehingga   akhirnya   secara
langsung akan dapat diperoleh pola distribusi yang terjadi.
   Defective check sheet
Digunakan
untuk
mengidentifikasi
macam-macam kesalahan
sehingga
dapat
mengurangi jumlah kesalahan atau cacat yang terdapat didalam suatu proses kerja.
   Defect location check sheet
Merupakan sejenis lembar pengecekan yang
menyertakan
gambar
sketsa
dari
benda kerja sehingga lokasi cacat yang terjadi dapat segera teridentifikasikan.
Check sheet ini
dapat
mempercepat
proses
analisis
dan
proses
pengumpulan
tindakan-tindakan korektif yang diperlukan.
   Defecktive cause check sheet
Digunakan untuk menganalisis sebab terjadinya kesalahan dari suatu output kerja.
   Check up confirmation check sheet
Berupa
suatu
check list
yang
digunakan
untuk
melaksanakan
semacam
general
check up pada akhir proses kerja.
   Work sampling check sheet
Digunakan
untuk
menganalisis
waktu
kerja
dan
dengan
berasumsi
bahwa
idle
time
dengan
alasan
apapun
merupakan
non
quality working time, maka
dapat
ditentukan proporsi penggunaan waktu kerja sehari-hari dengan menggunakan
metode ini.
  
10
Tabel 2.1: Lembar Periksa
2.1.2.  Diagram Tebar (Scatter Diagram)
Pada 
dasarnya  diagram 
tebar 
merupakan  suatu 
alat 
interpretasi 
data 
yang
digunakan untuk :
 
Menguji bagaimana kuatnya hubungan antara dua
variabel, misalnya kecepatan
dari
mesin dan dimensi dari bagian mesin, banyaknya kunjungan
tenaga penjual
(salesman) dan hasil penjualan, temperatur dan hasil proses kimia dan lain-lain.
 
Menentukan jenis hubungan dari dua variabel, apakah positif, negative atau tidak
ada hubungan.
  
11
Dua variabel yang ditunjukkan dalam diagram tebar, dapat berupa :
1. 
Karakteristik kualitas dan faktor yang mempengaruhinya.
2. 
Dua karakteristik kualitas yang saling berhubungan.
3. 
Dua faktor yang saling berhubungan yang mempengaruhi karakteristik kualitas.
Pola Diagram Tebar
Pada dasarnya terdapat tiga pola diagram tebar,
sesuai dengan bentuk hubungan
diantara dua variabel x dan y. Ketiga pola diagram tebar tersebut adalah :
1.   Diagram tebar dari dua variabel x dan y yang memiliki hubungan  positif, dimana
dalam hal ini nilai-nilai yang besar dari variabel x berhubungan dengan nilai-nilai
yang besar dari variabel y, serta nilai-nilai yang kecil dari variabel x berhubungan
dengan nilai-nilai yang kecil dari variabel y. Pola diagram tebar dari dua variabel
x dan y yang berhubungan (berkorelasi) positif.
Diagram 2.1 : Diagram Tebar dari Dua Variabel x dan y yang Berkorelasi positif
  
12
2. 
Diagram
tebar  dari  dua  variabel  x
dan  y
yang  memiliki  hubungan  (korelasi)
negatif, dimana dalam hal
ini
nilai-nilai
yang besar dari
variabel x berhubungan
dengan  nilai-nilai  yang  kecil  dari  variabel  y  serta  nilai-nilai  yang  kecil  dari
variabel x berhubungan dengan nilai-nilai yang besar dari variabel y.
Diagram 2.2: Diagram Tebar dari Dua Variabel x dan y yang Berkorelasi Negatif
3. 
Diagram tebar
dari dua
variabel
x
dan
y
yang tidak
memiliki
hubungan (tidak
berkorelasi), 
dimana 
tidak 
ada 
kecenderungan  bagi 
nilai-nilai 
tertentu 
dari
variabel x untuk terjadi bersama-sama dengan nilai-nilai tertentu dari variabel y.
  
13
Diagram 2.3: Diagram Tebar dari Dua Variabel x dan y yang Berkemungkinan Tidak
Berkorelasi
2.1.3.  Histogram
Histogram
merupakan
salah
satu
alat
berupa grafik balok yang dibentuk dari
distribusi
frekuensi
untuk
menggambarkan penyebaran/distribusi
data
yang
ada.
Histogram dapat
memperkirakan kemampuan
proses
dan
jika
diinginkan
analisis
hubungan dengan nilai spesifikasi (USL dan LSL) serta nilai target nominal.
Dengan
demikian
histogram dapat
digunakan
sebagai
suatu
alat
untuk
mengkomunikasikan
informasi
tentang
variasi
dalam proses
dan
membantu
manajemen   dalam   membuat   keputusan-keputusan   yang   berfokus   pada   usaha
perbaikan terus-menerus.
Langkah-langkah membuat histogram :
1.   Mengumpulkan data pengukuran.
2.   Tentukan besarnya range ( R ).
R = Xmaks – Xmin = nilai terbesar – nilai terkecil.
  
14
3.   Tentukan banyaknya kelas interval (k).
k = 1 + 3,3 log n dimana: n = jumlah angka yang terdapat dalam data.
4.   Tentukan lebar interval ( L ).
L = R / k
5.   Tentukan batas kelas (batas bawah dan atas).
6.   Tentukan titik tengah kelas.
7.   Tentukan frekuensi dari setiap interval.
2.1.4.  Run Chart
Run Chart  merupakan salah satu grafik berbentuk garis yang akan dipergunakan
sebagai alat analisis untuk mengumpulkan dan menginterprestasikan data serta
meringkaskan
data sehingga
memudahkan
dalam pemahaman,
menunjukkan
output
dari suatu proses sepanjang waktu, menunjukkan apa yang sedang terjadi dalam suatu
situasi tertentu disepanjang waktu, menunjukkan kecenderungan dari data sepanjang
waktu, membandingkan data dari periode yang satu dengan periode yang lain
sekaligus memeriksa perubahan-perubahan yang terjadi.
Langkah-lagkah dalam pembuatan run chart :
1.   Memilih satu ukuran kunci yang akan digunakan dalam mengkaji pergerakan
dari  variabel  atau  atribut  yang  ada  dalam  kaitannya  dengan  kualitas  atau
upaya-upaya perbaikan proses secara terus-menerus yang telah menjadi
komitmen dari manajemen industri yang bersangkutan.
  
15
2. 
Menggambarkan run chart dimana sumbu
horizontal
menunjukkan periode
waktu
pengamatan   sedangkan   sumbu   vertikal  
menunjukkan   indikator
pengukuran yang berkaitan dengan karakteristik kualitas yang ingin dikaji dari
waktu ke waktu.
3.   Plot data pengamatan ke dalam
run chart .
Tambahkan
informasi
lain
yang
bermanfaat, misalnya : nilai rata-rata pengukuran beserta batas atas dan batas
bawah pengendalian bila dipergunakan bersama dengan peta-peta kontrol.
4.   Lakukan analisis lanjutan, misalnya : mempelajari pola data, menentukan akar
penyebab dari
masalah berdasarkan data dari run chart tersebut,
menyelidiki
titik data
yang
terlalu
tinggi
atau terlalu
rendah
yang
menunjukkan
variasi
yang terlampau besar disekitar nilai rata-rata, melanjutkan pengukuran untuk
mengkaji pengaruh dari perubahan-perubahan yang terjadi, membuat peta
kontrol  untuk memberikan informasi yang lebih komprehensif.
2.1.5.  Peta Kontrol ( Control Chart )
Peta
kontrol Univariat pertama kali diperkenalkan oleh Dr. Walter Andrew
Schewart dari Bell telephone Laboratories, Amerika Serikat pada tahun 1924 dengan
maksud untuk menghilangkan variasi tidak normal melalui pemisah variasi yang
disebabkan
oleh
penyebab
khusus
(
special cause
variation
)
dari
variasi
yang
disebabkan
oleh
penyebab
umum
(
common cause variation). Pada
dasarnya
semua
proses menampilkan variasi, namun manajemen harus mampu mengendalikan proses
  
16
dengan cara
menghilangkan variasi penyebab khusus dari proses tersebut,
sehingga
variasi yang melekat pada proses hanya disebabkan oleh variasi penyebab umum.
Pada dasarnya peta  kontrol dipergunakan untuk :
   Menentukan
apakah proses
berada
dalam pengendalian
statistikal
?
Dengan
demikian
peta
kontrol
digunakan
untuk mencapai
suatu
keadaan
terkendali
secara statistikal, di mana semua nilai rata-rata dan range dari sub-sub
kelompok (subgroups) contoh berada dalam batas-batas pengendalian (control
limits ), oleh karena itu variasi penyebab khusus menjadi tidak ada lagi dalam
proses.
  
Memantau  proses  terus-menerus  sepanjang  waktu  agar  proses  tetap  stabil
secara statistikal dan hanya mengandung penyebab umum.
  
Menentukan
kemampuan
proses
(process
capability).
Setelah
proses
berada
dalam pengendalian statistikal, batas-batas dari variasi proses dapat ditentukan.
Pada dasarnya setiap peta kontrol memiliki :
1.   Garis tengah (central line ), yang biasa dinotasikan sebagai CL.
2. 
Sepasang
batas
kontrol
(control limits),
dimana satu
batas
kontrol
ditempatkan
diatas garis tengah yang dikenal sebagai batas kontrol atas (upper control limit),
biasa
dinotasikan
sebagai UCL,
dan
yang satu
lagi
ditempatkan
dibawah
garis
tengah
yang
dikenal
sebagai
batas
kontrol
bawah
(lower control limit),
biasa
dinotasikan sebagai LCL.
  
17
3.   Tebaran  nilai-nilai  karakteristik  kualitas 
yang  menggambarkan  keadaan  dari
proses. Jika
semua
nilai-nilai yang ditebarkan pada peta tersebut berada didalam
batas-batas kontrol tanpa memperlihatkan kecenderungan tertentu, maka proses
dianggap
sebagai
berada
dalam keadaan
terkontrol
atau
terkendali
secara
statistikal, atau dikatakan berada dalam pengendaliaan stastikal. Namun jika nilai-
nilai yang ditebarkan pada peta tersebut jatuh atau berada diluar
kontrol
atau
memperlihatkan kecenderungan tertentu atau memiliki bentuk yang aneh, maka
proses yang berlangsung dianggap
sebagai berada dalam keadaan diluar kontrol
(tidak terkontrol) atau tidak berada dalam pengendalian stastikal sehingga perlu
diambil tindakan korektif untuk memperbaiki proses yang ada.
2.1.5.1.
Definisi Variasi
Pengukuran
yang dilakukan terhadap performasi kualitas saja tidak cukup,
tetapi
perlu juga menganalisis bagaimana keadaan dari suatu proses berdasarkan hasil-hasil
dari
pengukuran
kualitas
tersebut.
Dalam konteks
pengendalian
proses
stastikal,
penting juga untuk mengetahui bagaimana suatu proses tersebut bervariasi dalam
menghasilkan
output
sehingga
dapat diambil tindakan-tindakan perbaikan
terhadap
proses tersebut secara tepat.
Variasi adalah ketidakseragaman dalam sistem produksi atau operasional sehingga
menimbulkan
perbedaan
dalam
kualitas
pada
output (barang
dan/atau
jasa)
yang
dihasilkan. Pada dasarnya dikenal dua sumber atau penyebab timbulnya variasi, yang
diklasifikasikan sebagai berikut :
  
18
1.   Variasi Penyebab Khusus (special cause variation)
Adalah kejadian-kejadian diluar sistem  yang mempengaruhi variasi dalam sistem.
Penyebab kusus dapat bersumber dari faktor-faktor manusia, peralatan, material,
lingkungan,
metode
kerja
dan
lain-lain.
Penyebab
khusus
ini
mengambil
pola-
pola
nonacak
(nonrandom
patterns) sehingga
dapat
diidentifikasikan/ditemukan,
sebab mereka tidak selalu aktif dalam proses tetapi
memiliki pengaruh
lebih kuat
pada proses
sehingga
menimbulkan
variasi. Dalam konteks pengendalian proses
statistikal  menggunakan  peta-peta  kendali  atau  kontrol  (control  chart),  jenis
variasi ini sering ditandai dengan titik-titik pengamatan yang melewati atau keluar
dari batas-batas pengendalian yang diidentifikasikan (defined control limits).
2.   Variasi Penyebab  Umum (common cause variation)
Adalah
faktor-faktor
dalam sistem
atau
yang
melekat
pada
proses
yang
menyebabkan  timbulnya  variasi  dalam  sistem  serta  hasil-hasilnya.  Penyebab
umum sering disebut juga sebagai penyebab acak (random causes) atau penyebab
sistem (system causes). Karena penyebab
umum ini selalu melekat pada sistem,
untuk menghilangkannya harus menelusuri elemen-elemen dalam sistem  tersebut
dan hanya pihak manajemen yang dapat memperbaikinya, karena pihak
manajemenlah yang mengendalikan sistem tersebut. Dalam konteks pengendalian
proses
statistikal
dengan
mengunakan
peta-peta
kendali atau
kontrol
(control
chart),
jenis  variasi  ini  sering  ditandai  dengan  titik  pengamatan  yang  berada
dalam batas-batas pengendalian yang didefinisikan (defined control limits).
  
19
Suatu proses yang hanya mempunyai variasi penyebab umum yang mempengaruhi
output
atau outcomes
merupakan proses
yang stabil, karena penyebab sistem 
yang
mempengaruhi
variasi
biasanya
relatif stabil
sepanjang
waktu.
Variasi
penyebab
umum dapat diperkirakan
dalam batas-batas
pengendalikan
yang
ditetapkan
secara
stastikal. Sedangkan apabila variasi penyebab khusus terjadi dalam proses maka akan
menyebabkan proses itu menjadi tidak stabil.
2.1.5.2.
Pengelompokan Data
Data cacatan tentang sesuatu, baik yang bersifat kualitatif maupun kuantitatif yang
dipergunakan sebagai petunjuk untuk bertindak. Pengelompokan jenis-jenis peta
kontrol
tergantung
pada
tipe
datanya.
Dan
dalam konteks
pengendalian
proses
statistikal dikenal dua jenis data, yaitu :
1.   Data
Atribut (Attributes Data ),
yaitu data kualitatif
yang dapat dihitung untuk
pencatatan dan analisis. Contoh dari data atribut karakteristik kualitas adalah
ketiadaan label pada kemasan produk, kesalahan
proses
administrasi
buku
tabungan nasabah, banyaknya jenis cacat pada produk, dan lain-lain. Data atribut
biasanya
diperoleh
dalam bentuk
unit-unit
ketidaksesuaian
dengan
spesifikasi
atribut
yang ditetapkan. Pengelompokan peta proses
yang 
termasuk dalam data
atribut yaitu : peta kontrol p, peta kontrol np, peta kontrol c dan peta kontrol u.
2. 
Data
Variabel
(Variable Data
)
merupakan
data
kuantitatif
yang
diukur
untuk
keperluan analisis. Contoh : diameter pipa, ketebalan produk kayu lapis, berat
semen dalam kantong, dan lain-lain. Ukuran-ukuran berat, panjang, lebar, tinggi,
  
20
diameter, volume biasanya merupakan data variabel. Pengelompokan peta control
yang termasuk
dalam data
variabel
yaitu
:
peta
kontrol
x
dan
R;
peta
kontrol x
dan MR; dan peta kontrol x
dan S.
2.1.5.3 Peta Kendali P (P-Chart)
Peta kontrol p digunakan untuk mengukur
proporsi ketidaksesuaian
(penyimpangan/cacat) 
dari 
item-item 
dalam 
kelompok  yang 
sedang  diinspeksi.
Dengan  demikian  peta  ini  dapat  digunakan  untuk  mengendalikan  proporsi  dari
produk cacat yang dihasilkan dalam suatu proses.
Proporsi
yang
tidak
memenuhi
syarat dapat didefinisikan sebagai rasio banyaknya item yang tidak memenuhi syarat
dapat didefinisikan sebagai rasio banyaknya item yang tidak memenuhi syarat dalam
suatu kelompok terhadap total banyaknya item dalam kelompok tersebut.
Jika
item-
item tersebut tidak memenuhi standar pada satu atau lebih karakteristik kualitas yang
diperiksa, item-item tersebut digolongkan sebagai tidak memenuhi syarat spesifikasi.
Langkah-langkah dalam pembuatan peta kontrol p, yaitu :
a.   Tentukan ukuran contoh yang cukup besar (n>30)
b.   Hitung nilai proporsi cacat
p
=
?
cacat 
?
inspeksi
  
21
n
c.   Hitung nilai simpangan baku
Sp
=
?
p(1
-
p)
?
?
?
?
?
?
?
d.   Hitung batas-batas kontrol
3 sigma
6 sigma
CL
p
CL
p
UCL = p + 3Sp
UCL = p + 6Sp
LCL
p
-
3Sp
LCL
p
-
6Sp
e.   Plot  atau  tebarkan  data  proporsi  (atau  persentase)  dan  lakukan  pengamatan
apakah data tersebut berada dalam pengendalian statistikal.
f.
Apabila data pengamatan menunjukkan bahwa proses berada dalam pengendalian
statistikal,
gunakan peta kontrol p
untuk memantau proses terus-menerus.
Tetapi
apabila data pengamatan menunjukkan bahwa proses tidak berada dalam
pengendalian statistical, gunakan peta kontrol p untuk memantau proses terus-
menerus.  Tetapi  apabila  data  pengamatan  menunjukkan  bahwa  proses  tidak
berada dalam pengendalian statistikal, proses itu harus diperbaiki terlebih dahulu
sebelum menggunakan peta itu untuk pengendalian terus-menerus.
  
22
Diagram 2.4: Diagram Alir Penggunaan Peta-peta Kontrol
2.1.6.  Diagram Pareto
Diagram pareto diperkenalkan seorang ahli ekonomi Italia, Vilfredo Pareto (1848-
1923).
Yang
mengatakan
bahwa
prinsip
dasar
pareto
dihubungkan
kepada aturan
80/20, yang artinya 80% dari masalah (cacat ) ditimbulkan oleh 20% penyebab.
Diagram pareto adalah diagram batang yang disusun secara
menurun
atau dari
beasr ke
kecil
dan
digunakan
untuk mengidentifikasikan
masalah,
tipe
cacat, atau
penyebab yang paling dominan sehingga dapat memprioritaskan penyelesaian
masalah. Oleh karena itu, sebelum membuat diagram pareto, perlu diketahui terlebih
dahulu penggunaan lembar periksanya.
  
23
Langkah-langkah membuat diagram pareto :
1. 
Tentukan masalah apa yang akan diteliti, identifikasikan kategori-kategori atau
penyebab-penyebab dari masalah yang akan dibandingkan. Setelah itu rencanakan
dan laksanakan pengumpulan data.
2.   Buat suatu ringkasan daftar yang mencatat frekuensi kejadian dari masalah yang
diteliti dengan menggunakan formulir pengumpulan data atau lembar periksa.
3. 
Buat daftar masalah berurut berdasarkan frekuensi kejadian dari yang tertinggi
sampai terendah, hitung frekuensi kumulatif, dan presentase dari total kejadian.
4.   Gambar dua buah garis, garis vertikal dan garis horizontal.
5.   Buat histogram pada pareto.
6.   Gambar
kurva kumulatif
serta
cantumkan
nilai-nilai
kumulatif disebalah kanan
atas dari interval setiap item masalah.
7.   Putuskan pengambilan tindakan perbaikan atas penyebab utama dari masalah.
Tabel 2.2: Contoh Lembar Data untuk Pembuatan Diagram Pareto
  
24
Diagram 2.5: Diagram Pareto
2.1.7.
Diagram Sebab Akibat (Cause and Effect Diagram )
Diagram sebab akibat pertama kali diperkenalkan oleh seorang Profesor yaitu Prof.
Kaoru Ishikawa dari Universitas Tokyo, oleh karena itu diagram sebab akibat disebut
juga
dengan
diagram
Ishikawa
atau
diagram Tulang
Ikan
(Fishbone).
Pembuatan
diagram sebab akibat ini bertujuan agar dapat memperlihatkan factor-faktor penyebab
(cause
dan 
karakteristik 
kualitas 
(effect
yang 
disebabkan 
oleh 
factor-faktor
penyebab itu.
Umumnya diagram sebab akibat menunjukkan 5 faktor yang disebut sebagai sebab
(cause) dari suatu akibat (effect). Kelima factor tersebut adalah man (manusia, tenaga
kerja),  method (metode), 
material 
(bahan),  machine
(mesin) 
dan  environment
  
25
(lingkungan). Diagram
ini biasanya disusun berdasarkan
informasi
yang didapatkan
dari sumbangan saran.
Diagram sebab akibat dipergunakan untuk kebutuhan-kebutuhan seperti berikut :
 
Membantu mengidentifikasi akar penyebab dari suatu masalah,
 
Membantu membangkitkan ide-ide untuk solusi suatu masalah dan
 
Membantu dalam penyelidikan/pencarian fakta-fakta lebih lanjut.
Langkah-langkah pembuatan diagram sebab akibat :
1.   Tentukan
masalah/sesuatu
yang akan diamati atau diperbaiki.
Gambarkan panah
dengan kotak di ujung kanannya dan tulis masalah yang akan diamati/diperbaiki.
2.   Cari faktor utama yang berpengaruh atau mempunyai akibat pada masalah/sesuatu
tersebut. Tuliskan dalam kotak yang telah dibuat di atas dan di bawah panah yang
telah dibuat tadi.
3.
Cari lebih lanjut faktor-faktor yang lebih rinci (factor-faktor sekunder) yang
berpengaruh/mempunyai akibat pada factor utama tersebut. Tulislah faktor-faktor
sekunder
tersebut
didekat
panah yang
menghubungkannya
dengan
penyebab
utama.
4.
Dari diagram yang sudah lengkap, carilah penyebab-penyebab utama dengan
menganalisis data yang ada.
  
26
Diagram 2.6: Contoh Diagram Sebab Akibat (Fishbone)
2.2. AHP ( Analitycal Hierarchy Process )
2.2.1.
Definisi AHP
Menurut Saaty
AHP merupakan suatu
model
yang cara bekerjanya
menggunakan
pikiran yang teratur atau sekelompok pikiran untuk menghadapi kompleksitas yang
ditangkapnya. Ini merupakan filosofi untuk mengatur kompleksitas tersebut dan
menggunakan  peraturan  tersebut  untuk  membuat  keputusan  mengenai  alternatife
yang
terbaik
untuk
dipilih, bagaimana
mengalokasikan sumber daya yang langka,
menyelesaikan konflik, melakukan perencanaan dan mengalisis biaya dan manfaat.
Kekuatan AHP terletak pada struktur hierarkinya sendiri yang memungkinkan
seseorang memasukkan semua faktor penting, nyata dan mengaturnya dari atas ke
bawah
mulai
dengan
yang
paling
penting
ke
tingkat
yang
berisi
alternatif,
untuk
dipilih mana yang terbaik. Setiap masalah dapat dirumuskan sebagai masalah
keputusan  berbentuk  hierarki,  kadang-kadang  dengan  loop ketergantungan  untuk
  
27
menunjukkan bahwa beberapa elemen bergantung pada yang lain dan pada saat yang
lama yang lain bergantung padanya. Elemen-element dalam setiap tingkat digunakan
sebagai sifat bersama
untuk membandingkan elemen yang berada setingkat
dibawahnya.
AHP
dikembangkan
pada
musim semi
1970
untuk
menghadapi
masalah
perencanaan  militer 
untuk 
menghadapi 
berbagai 
kemungkinan 
(contingency
planning)
Amerika
Serikat.
AHP
kemudian
diaplikasikan
dalam pengembangan
rencana
transportasi
untuk
Sudan.
Segera sesudah
itu,
aplikasi
AHP
meluas
ke
pemerintah dan perushaan  baik di Amerika Serikat  maupun diluar negeri. Proses ini
diikuti
dengan
negosiasi
strategi
dan trade
off.
Penggunaanya
sering
dapat
memberikan pelajaran dan tambahan pengetahuan untuk mengendalikan suasana
secara efektif.
2.2.2.  Manfaat AHP
Menurut
Saaty
AHP
merupakan sebuah
model
luwes
untuk
membantu
dalam
pengambilan keputusan. Pengamatan mendasar ini tentang sifat manusia, pemikiran
analitis, dan pengukuran membawa pada pengembangan sesuatu model yang berguna
untuk mencecahkan persoalan secara kuantitatif. Proses Hierarki analisisi ini adalah
suatu 
model 
yang 
luwes 
yang 
memberikan 
kesempatan  bagi  perorangan 
atau
kelompok untuk membangun gagasan-gagasan dan mendefinisikan persoalan dengan
cara membuat asumsi mereka masing-masing dan memperoleh pecahan yang
diinginkan darinya.
  
28
Proses
ini
juga
memungkinkan
orang
menguji
kepekaan hasilnya
terhadap
perubahan informasi. Dirancang untuk lebih menampung sifat alamiah manusia
ketimbang
memaksa kita ke cara berpikir
yang
mungkin justru berlawanan dengan
hati nurani, AHP merupakan proses uang ampuh untuk menanggulangi berbagai
persoalan politik dan sosial ekonomi
yang kompleks. AHP harus memasukkan
pertimbangan  dan  nilai-nilai  pribadi  secara  logis,  karena  hal  tersebut  merupakan
faktor
yang
dapat
mempengaruhi
hasil keputusan.
Proses
ini
bergantung
pada
imajinasi, pengalaman, dan pengetahuan untuk memberi pertimbangan. AHP
menunjukkan bagaimana menghubungkan elemen-elemen dari satu bagian masalah
dengan elemen-elemen dari bagian lain untuk memperoleh hasil gabungan. Prosesnya
adalah
mengidentifikasi,
memahami, dan
menilai interaksi dari suatu sistem sebagai
suatu keseluruhan.
Untuk  mendefinisikan  suatu 
masalah 
kompleks 
dan 
mengembangkan
pertimbangan sehat, AHP harus dicoba, diulang-ulang sepanjang waktu. Kita sulit
mengharapkan pemecahan yang segera atas persoalan rumit yang telah kita pikirkan
begitu 
lama. 
Untuk 
itu 
AHP  cukup 
luwes 
untuk 
memungkinkan 
revisi. 
Para
pengambil keputusan dapat memperbanyak elemen-elemen suatu persoalan hierarki
dan mengubah beberapa pertimbangan mereka. Mereka dapat pula memeriksa
kepekaan
hasil
terhadap
aneka
macam perubahan
yang
dapat
diantisipasi.
Setiap
pengulangan AHP adalah seperti membuat hipotesis dan mengujinya, penghalusan
hipotesis secara bengangsur-angsur menambah pemahaman terhadap sistem.
  
29
Satu segi lain dari AHP adalah bahwa proses ini memberi suatu kerangka bagi
partisipasi kelompok dalam mengambil keputusan atau pemecahan persoalan. Telah
kita lihat bahwa gagasan dan pertimbangan dapat dipertanyakan dan diperkuat atau
diperlemah oleh bukti yang dikeluarkan orang lain. Cara menangani realitas yang tak
terstruktur
adalah
melalui
partisipasi, tawar
menawar,
dan
kompromi.
Memang,
konseptualisasi setiap persoalan dengan AHP menuntut orang untuk menganggap
gagasan, pertimbangan, serta fakta yang diterima oleh orang lain sebagai aspek
esensial
dari
masalah
itu.
Partisipasi
kelompok
dapat
berkontribusi
pada
validitas
hasil 
keseluruhan, 
meski 
barangkali
tidak  memudahkan 
pelaksanaan, 
kalau
pandangan saling berbeda jauh. Jadi, orang dapat memasukkan ke dalam proses itu
setiap informasi yang diperoleh baik secara ilmiah maupun secara intuitif.
Proses
ini
dapat
diterapkan
pada banyak
persoalan
nyata
dan
terutama berguna
untuk pengalokasian sumber daya, perencanaan, analisis pengaruh kebijakan dan
penyelesaian
konflik.
Para
ilmuwan
sosial
dan
fisika,
insinyur,
pembuat
kebijakan
dan bahkan orang awan dapat memakai metode ini tanpa campur tangan para “pakar “.
Orang
yang
mempunyai
persoalan
biasanya juga yang paling
banyak tahu tentang
persoalan
tersebut.
Sekarang
ini
AHP
digunakan
secara
luas
dalam perencanaan
perusahaan,
pemilihan
portfolio,
dan
analisis manfaat/biaya
oleh
berbagai
instansi
pemerintah unttuk tujuan pengalokasian sumber daya. Dan sekarang digunakan lebih
luas
lagi
pada
skala
internasional
untuk
merencanakan
prasarana
dalam Negara
berkembang dan untuk mengevaluasi sumber daya alam bagi penanam modal.
  
30
2.2.3.
Metodologi AHP
Menurut Mulyono ( 2002, p335-337) dalam menyelesaikan persoalan dengan
AHP ada beberapa prinsip yang
harus dipahami, diantaranya adalah: decomposition,
comparative judgement, synthesis of priority, dan logical consistency.
 
Decomposition
Setelah
persoalan
didefinisikan, maka perlu dilakukan
decomposition
yaitu
memecah persoalan yang utuh menjadi unsur-unsurnya. Jika ingin mendapatkan hasil
yang akurat, pemecahan juga dilakukan terhadap unsur-unsurnya sampai tidak
mungkin dilakukan pemecahan lebih lanjut, sehingga didapatkan beberapa tingkatan
dari persoalan tadi. Karena alasan ini, maka proses analisis ini dinamakan hierarki
(Hierarchy). Ada dua jenis
hierarki,
yaitu
lengkap dan tak
lengkap.
Dalam hierarki
lengkap, semua elemen
pada suatu tingkat
memiliki
semua
elemen
yang
ada
pada
tingkat berikutnya. Jika tidak demikian maka dinamakan hierarki tidak lengkap.
 
ComparativeJudgement
Prinsip ini berarti membuat penilaian tentang kepentingan relatif dua elemen pada
suatu
tingkat
tertentu
dalam kaitannya
dengan
tingkat
diatasnya.
Penilaian
ini
merupakan inti dari AHP, karena ia akan berpengaruh terhadap prioritas elemen-
elemen. Hasil dari penilaian ini akan tampak
lebih enak bila disajikan dalam bentuk
matriks  yang  dinamakan  pairwise comparison matrix .  Pertanyaan 
yang  biasa
diajukan dalam menyusun skala kepentingan adalah :
a.   Elemen mana yang lebih (penting/disukai/ mungkin / …)? Dan
b.   Berapa kali lebih (penting/disukai/ mungkin / …)?
  
31
Agar diperoleh skala yang bermanfaat ketika membandingkan dua elemen, seseorang
yang akan memberikan jawaban perlu mengerti menyeluruh tentang elemen-elemen
yang
dibandingkan
dan
relevansinya
terhadap criteria
atau
tujuan
yang
dipelajari.
Dalam menyusun skala kepentingan ini, diguanakan patokan sebagai berikut :
Tabel 2.3: Skala Dasar
Skala
Arti
1
3
5
7
9
2, 4, 6, 8
Kedua elemen sama pentingnya
Elemen yang satu sedikit lebih penting ketimbang yang lain
Elemen yang satu sangat penting ketimbang elemen yang lainnya
Satu elemen jelas lebih penting dari elemen lainnya
Satu elemen mutlak lebih penting ketimbang elemen yang lainnya
Nilai-nilai diantara dua pertimbangan yang berdekatan
Dalam penilaian kepentingan relatife dua elemen berlaku aksioma reciprocal artinya
jika elemen i dinilai 3 kali lebih penting dibandingkan j, maka elemen j
harus sama
dengan 1/3 kali pentingnya dibandingkan elemen i. Disamping itu, perbandingan dua
elemen
yang sama akan
menghasilkan
angka 1,
artinya
sama
penting.
Dua elemen
yang berlainan  dapat saja dinilai sama penting. Jika
terdapat
n
elemen,
maka akan
diperoleh pairwise comparison matrix berukuran n x n. Banyaknya penilaian yang
diperlukan  dalam  menyusun 
matriks 
ini 
adalah 
n(n-1)  / 
karena 
matriksnya
reciprocal dan elemen diagonal sama dengan 1.
  
32
 
Synthesis of Priority
Dari
setiap parwise
comparison
matrix
kemudian
dicari eigenvectornya
untuk
mendapatkan local priority. Karena pairwise comparison matrix terdapat pada setiap
tingkat,
maka
untuk
mendapatkan global
priority
harus
dilakukan
sintesa
diantara
local priority. Prosedur melakukan sintesa berbeda menurut bentuk hierarki.
Pengurutan
elemen-elemen
menurut
kepentingan relatif melalui prosedur sintesa
dinamakan priority setting.
 
Logical Consistency
Konsistensi  memiliki  dua  makna.  Pertama  adalah  bahwa  obyek-obyek  yang
serupa dapat dikelompokkan sesuai dengan keseragaman dan relevansi. Contohnya,
anggur
dan
kelereng
dikelompokkan
dalam himpunan
yang
seragam
jika
bulat
merupakan  kriterianya,  tetapi  tak  dapat  jika  rasa  sebagai  kriterianya.  Arti  kedua
adalah menyangkut tingkat hubungan antara obyek-obyek yang didasarkan pada
kriteria tertentu. Contohnya, jika manis merupakan kriteria dan madu dinilai 5x lebih
manis
dibandingkan
gula
dan
gula
2x
lebih
manis
dibandingkan sirup, maka
seharusnya madu dinilai 10x lebih manis dibanding sirup. Jika madu hanya dinilai 4x
manisnya dibanding sirup, maka penilaian tak konsisten dan proses harus diulang jika
ingin memperoleh penilaian yang lebih tepat.
2.2.4.
Penentuan Metode AHP
Untuk lebih jelasnya akan dijelaskan langkah-langkah AHP dalam
memecahkan masalah dan menghasilkan suatu keputusan. Langkah awal mulai dari
mendefinisikan masalah hingga perhitungan pengolahan data menggunakan matriks.
  
33
Metodologi AHPnya sebagai berikut :
1.   Mengumpulkan data mentah
Mengumpulkan data-data mentah dari bulan sebelumnya untuk melihat nilai down
time dari mesin-mesin di assy wheel . Selain itu juga berguna untuk menunjang
langkah berikutnya yaitu identifikasi masalah.
2.   Identifikasi
Dari data yang
didapat kita tentukan atau pilih mesin yang mempunyai nilai down
time tertinggi. Dari situ kita mencoba menemukan masalah yang ada, kemudian
mendefinisikan 
masalah 
tersebut 
untuk 
mengetahui 
solusi 
apa 
yang 
akan
ditempuh. Contoh permasalahan :
 
Elektrik kontrol tidak berfungsi.
 
Worm gear mengunci sendiri.
 
Unit rol penekan tidak berfungsi.
3.   Penentuan Kinerja
Mengidentifikasi masalah dan submasalah apa saja yang akan diatasi. Tidak lupa
menentukan alternatif-alternatif yang dinilai baik untuk mengatasi permasalahan
yang ada. Contoh :
 
Untuk  masalah  elektrik  kontrol  disebabkan  kabel  limit switch yang  putus
karena bergesekan .
 
Untuk masalah worm gear yang mengunci sendiri disebabkan alur worm gear
yang sudah aus.
  
34
 
Menentukan alternatif apa saja yang menjadi pilihan terbaik. Misal : alternatif
1, alternatif 2, alternatif 3.
4.   Penentuan Hierarki
Menyusun hierarki dari criteria, subkriteria, dan alternative yang didapat. Contoh :
Gambar 2.1. Penentuan Hierarki
5.   Langkah Penilaian
Untuk mengisi Pairwise comparison matrix tersebut, digunakan nilai dalam skala
1-9 yang
ditetapkan
bagi
pertimbangan
dalam
membandingkan
masing-masing
elemen yang sejenis. (Untuk mengetahui skala lihat table 2.6)
Penilaian dilakukan oleh decision maker, maka setelah mengisi lembar penilaian
digunakan rumus rata-rata geometrik atau secara brainstorming.
Keterangan :
Jika
untuk aktivasi
i
mendapat satu angka bila dibandingkan dengan aktivitas
j,
maka j mempunyai nilai kebalikannya dibandingkan dengan i.
  
35
6.   Mencari rata-rata geometric
Hasil dari rata-rata geometrik ini kemudian dimasukkan ke dalam  
pairwise
comparison matrix.
7.   Langkah Prioritas
Langkah selanjutnya adalah menetapkan prioritas dengan membuat suatu pairwise
comparison matrix,
yaitu
maksudnya
elemen-elemen dibandingkan
berpasangan
terhadap suatu kriteria yang ditentukan. Contoh :
Tabel 2.4: Contoh Pairwise Comparison Matrix
Tabel 2.5 :Contoh perhitungan Pairwise Comparison Matrix
  
36
Contoh
matriks
sederhana
yang
membandingkan
3
alternatif dalam kriteria
elektrik.
8.   Normalisasi Matriks
Setelah matriks tersebut diisi kemudian normalisasikan matriks tersebut. Caranya
pertama-tama
menjumlahkan
nilai-nilai
dalam setiap
kolom
(Tabel
2.6
).
Lalu
membagi
setiap
entri
dalam setiap
kolom dengan
jumlah
pada
kolom tersebut
untuk memperoleh matriks yang dinormalisasi (Tabel 2.7). Contoh :
Tabel 2.6: Mencari jumlah kolom
Tabel 2.7: Normalisasi Matriks
  
37
9.   Penentuan Prioritas Relatif
Kemudian merata-ratakan sepanjang baris dengan menjumlahkan semua nilai
dalam setiap
baris
matriks
yang
dinormalisasi
itu,
dan
membaginya
dengan
banyaknya entri dari setiap baris :
Dari
contoh
diatas,
sintesis
ini
menghasilkan prioritas
relatif
menyeluruh,
atau
preferensi
untuk
ALT1,
ALT2,
ALT3
tersebut
masing-masing
0,14;
0,29;
dan
0,57.
10. Prioritas
Untuk memeriksa konsistensi hitung Mulyono mengusulkan untuk menggunakan
Consistency Index ( CI = (?max- n/ n-1). Ini adalah index yang dapat
mengukur
berapa banyak konsistensi matrix yang dibandingkan berbeda dengan konsistensi
yang sempurna.
AHP mengukur konsistensi secara
umum dengan
menggunakan
Consistency
Ratio
(CR).
Consistency
Ratio ini
didapatkan
dengan
membagi
Consistency Index
dengan random index (RI). Berikut adalah table
Random
Consistency index (RI).
  
38
Tabel 2.8 Random Consistency Index (RI )
Apabila  consistency ratio sama dengan ataupun kurang dari 0,1 dapat diterima,
jika tidak proses penilaian harus diulangi.
11. Langkah Iterasi
Ulangi langkah mulai dari langkah ke-4 sampai langkah ke-8 untuk semua matriks
dari setiap level hierarki.
12. Langkah Penentuan Prioritas Final
Kalikan setiap vector priority pada level yang paling bawah dengan kriteria pada
level  yang  lebih  tinggi  dan  begitu  seterusnya,  kemudian  tambahkan  hasilnya
untuk mendapatkan Overall Priority.
2.3. Why-why Analisis
Analisis
ini
digunakan
sebagai
kelanjutan
dari
diagram
fishbone untuk
mendapatkan akar permasalahan yang sebenarnya. Hukum sebab akibat mengajarkan
kepada kita bahwa setiap kali kita bertanya “ Mengapa (Why)?”, kita seharusnya
menemukan paling sedikit dua jenis penyebab diatas, yaitu : (a) penyebab yang dapat
dikendalikan,
dan
(b) penyebab
yang
tidak
dapat dikendalikan,
selanjutnya
untuk
  
39
setiap
penyebab
yang tidak
dapat
dikendalikan
kita
seharusnya
mampu
mengidentifikasi apakah penyebab tidak dapat dikendalikan itu adalah
(b1) dapat diperkirakan atau diprediksi sebelum kejadian, dan
(b2) tidak dapat diprediksi atau diperkirakan sebelum kejadian.
Selanjutnya apabila kita mengumpulkan jawaban dari penyebab yang dapat
dikendalikan dan jawaban dari penyebab yang tidak dapat dikendalikan namun dapat
diperkirakan, maka dua tindakan solusi masalah berikut dapat diambil, yaitu :
(1) menghilangkan akar penyebab yang dapat dikendalikan, dan
(2) mengantisipasi melalui tindakan pencegahan terhadap penyebab yang tidak
dapat dikendalikan namun dapat diperkirakan itu.
Dengan melalui sistematika “Mengapa” beberapa kali terhadap penyebab-penyebab
terkendali, maka kita akan menemukan sumber dan akar penyebab dari suatu masalah
(akibat), sehingga solusi
masalah
yang efektif adalah menghilangkan akar penyebab
dari masalah itu.