BAB 2
LANDASAN TEORI
2.1 Definisi Perencanaan dan Pengendalian Produksi
Menurut Teguh Baroto (2002, p13), produksi adalah suatu proses pengubahan
bahan baku menjadi produk jadi. Sedangkan sistem produksi adalah sekumpulan
aktivitas untuk pembuatan suatu produk, dimana didalam pembuatan ini melibatkan
tenaga kerja, bahan baku, mesin, energi, informasi, modal, dan tindakan manajemen.
Sistem produksi
bertujuan
untuk
merencanakan
dan
mengendalikan produksi
agar lebih efektif, produktif, dan optimal. Production Planning and Control merupakan
aktivitas dalam sistem produksi.
Proses produksi adalah aktivitas bagaimana
membuat
produk
jadi
dari
bahan
baku yang melibatkan mesin, energi, pengetahuan teknis, dan lain-lain. Perencanaan dan
Pengendalian Produksi (PPC) adalah aktivitas bagaimana mengelola proses produksi
tersebut.
Berdasarkan
ukuran
jumlah
produk
yang
dihasilkan,
produksi
dapat
dikelompokkan menjadi:
1.
Produksi proyek, jumlah operasi dan sumber daya yang digunakan banyak,
sedangkan unit yang diproduksi hanya satu.
2.
Produksi
batch, produksi
yang dihasilkan
banyak
jenisnya,
namun
dalam
jumlah produksi yang sedang.
3.
Produksi massal, jenis produk yang diproduksi lebih sedikit dari batch,
namun jumlah unit yang diproduksi sangat besar.
|
37
Berdasarkan
cara
pembuatan
atau
masa
pengerjaan
produksi
dapat
diklasifikasikan menjadi tipe-tipe berikut :
1.
Engineering to order (ETO), penyiapan fasilitas sampai pembuatan dalam
memenuhi
pesanan
dilakukan
oleh perusahaan.
Produk
yang
dipesan
biasanya berjumlah satu
unit dan
memiliki spesifikasi yang sangat berbeda
antara pesanan yang satu dengan yang lainnya.
2.
Made
to
order
(MTO), pesanan
yang diterima disesuaikan
dengan
fasilitas
produksi yang dimiliki perusahaan.
3.
Assembly to order (ATO), untuk memenuhi permintaan, perakitan dilakukan
dengan fasilitas yang dimiliki perusahaan.
4.
Made to stock (MTS) , perusahaan memproduksi dengan cara menstok hasil
produksi nya untuk memenuhi permintaan, dan tidak melayani pesanan.
2.2 Persediaan
2.2.1 Definisi Persediaan
Menurut Kusuma (2001, p131), persediaan didefinisikan sebagai barang yang
disimpan untuk digunakan atau dijual pada periode mendatang. Persediaan dapat
berbentuk bahan baku yang disimpan untuk diproses, komponen
yang diproses, barang
dalam proses pada proses manufaktur, dan barang jadi yang disimpan untuk dijual.
Kebutuhan
akan
persediaan
muncul
karena
adanya waktu
ancang
(lead
time)
antar operasi yang berurutan, waktu ancang pembelian bahan, atau waktu ancang
pendistribusian barang dari titik produksi ke titik pemasaran.
Jika waktu ancang
diketahui
maka
akan
mempermudah
manajemen
pengendalian persediaan
perusahaan.
|
38
Misalnya, jika waktu ancang pembelian adalah dua minggu maka pemesanan bisa
dilakukan dua minggu sebelum fungsi produksi berlangsung.
2.2.2 Fungsi Persediaan
Persediaan
memiliki beberapa fungsi penting
yang menambah
fleksibilitas dari
suatu perusahaan. Fungsi persediaan menurut Render dan Heizer (2001, p314), yaitu:
1. Untuk memberikan suatu stok barang-barang agar dapat memenuhi permintaan yang
diantisipasi akan timbul dari konsumen.
2.
Untuk
memasangkan
produksi
dengan distribusi. Misalnya bila permintaan hanya
tinggi
pada
musim panas,
persediaan dapat
diadakan
selama
musim dingin
untuk
menghindari biaya kehabisan stok.
3. Untuk mengambil keuntungan dari potongan harga dalam jumlah besar.
4. Untuk melakukan hedging terhadap inflasi dan perubahan harga.
5. Untuk menghindari kekurangan stok akibat kejadian tidak terduga.
6.
Untuk menjaga agar operasi dapat berlangsung dengan baik dengan menggunakan
barang-barang dalam proses dalam persediaannya.
2.2.3 Jenis-jenis Persediaan
Persediaan dapat dibedakan atas beberapa jenis, yaitu:
1. Supplies (persediaan bahan pembantu), yaitu
barang persediaan yang diperlukan
dalam proses produksi tetapi bukan merupakan bagian dari produk jadi.
2. Raw Materials (persediaan bahan mentah), yaitu barang persediaan yang dibeli atau
dipasok dari supplier yang akan dijadikan sebagai masukan dalam proses produksi.
3. In-process (persediaan barang dalam proses), yaitu persediaan barang yang
merupakan keluaran dari suatu bagian proses produksi, yang masih perlu diolah atau
diproses lebih lanjut lagi untuk menjadi produk jadi.
|
39
4. Finished goods (persediaan barang
jadi), yaitu persediaan barang
yang
sudah
diproses dan siap untuk dikirim ke pelanggan.
2.2.4 Jenis-jenis Biaya Persediaan
Biaya
persediaan
adalah
keseluruhan
biaya
operasi
atas
sistem persediaan.
Menurut Handoko (2000, p333) berikut ini adalah jenisjenis biaya persediaan,
yaitu :
1.
Biaya Penyimpanan
Biaya penyimpanan (holding costs atau carrying costs) adalah biaya yang
dikeluarkan atas investasi dalam persediaan dan pemeliharaan
maupun
investasi
saran, fisik untuk menyimpan persediaan
yang besarnya bervariasi secara
langsung dengan kuantitas persediaan.
2.
Biaya Pemesanan (pembelian)
Setiap kali suatu bahan dipesan, perusahaan
menanggung
biaya pemesanan
(order costs atau procurement costs). Biaya pemesanan adalah biaya yang
berasal
dari
pembelian
pesanan
dari supplier.
Biaya
pemesanan
seperti
biaya
membuat
daftar
permintaan,
menganalisis supplier,
membuat
pesanan
pembelian, penerimaan bahan, inspeksi bahan, dan pelaksanaan proses
transaksi.
3.
Biaya Penyiapan (manufacturing).
Bila
perusahaan
memproduksi
sendiri bahan-bahan dalam pabrik,
perusahaan menghadapi biaya penyiapan (setup costs) untuk memproduksi
komponen tertentu. Biaya persiapan seperti biaya yang dikeluarkan akibat
perubahan proses produksi, pembuatan jadwal kerja, persiapan sebelum
produksi, dan pengecekan kualiatas. Karena konsep biaya ini analog dengan
|
40
biaya
pemesanan,
maka
untuk
selanjutnya
akan
digunakan
istilah
biaya
pemesanan yang dapat berarti keduanya.
4.
Biaya Kehabisan atau Kekurangan Bahan (stock-out cost)
Dari semua biaya-biaya yang berhubungan dengan tingkat persediaan, biaya
kekurangan bahan adalah yang paling
sulit diperkirakan. Biaya ini timbul
bilamana persediaan tidak mencukupi adanya permintaan bahan. Kekurangan
bahan bisa dari luar maupun dari dalam perusahaan. Kekurangan dari luar
terjadi apabila pesanan konsumen
tidak dapat dipenuhi.
Sedangkan
kekurangan
dari
dalam terjadi
apabila
departemen
tidak
dapat
memenuhi
kebutuhan
departemen
lain
maupun
penundaan
pengiriman
maupun
idle
kapasitas. Biaya
kekurangan dari pihak luar dapat berupa biaya back order, biaya kehilangan
kesempatan penjualan, dan biaya kehilangan kesempatan menerima keuntungan.
2.3 Safety stock
Menurut James H.Greene, safety stock didapatkan dari konsep pelayanan. Jika
konsumen
selalu
menerima
pesanannya,
maka service index adalah 100 persen.
Berapapun
di
bawah
100
persen
akan
menjadi
stock-out.
Total
penjumlahan
service
index dan stock-out index adalah 100 persen. Rumusnya menjadi:
Service index = 100% - Stock-out index.
Index stock-out rendah mengindikasikan tingginya service index, dan sebaliknya.
Safety stock dapat dihitung dengan standar deviations ataupun dengan
menggunakan mean absolute deviation (MAD). Keduanya menghasilkan nilai yang
sama, hanya berbeda di cara penghitungannya. Berikut adalah rumus perhitungan MAD:
|
![]() 41
n
?
x
i
-
x
MAD =
i =1
n
Langkah-langkah menghitung safety stock dengan mengunakan MAD (Mean
Absolute Deviation):
1) Menghitung nilai rata-rata
2) Menghitung deviasi dari nilai rata-rata untuk tiap data historis
3) Menjumlahkan deviasi tanpa mempertimbangkan tandanya (menjumlahkan nilai
mutlak dari deviasi)
4) Mengambil nilai rata-rata deviasi
5) Mengalikan nilai MAD yang didapatkan pada perhitungan sebelumnya dengan nilai
safety factor yang didapatkan dari tabel.
2.4 Perencanaan Proses
2.4.1 Definisi Perencanaan Proses
Perencanaan Proses adalah suatu perencanaan awal
terhadap proses pembuatan
produk, hal ini berisi bagaimana produk tersebut akan dibuat (hal ini menentukan
apakah
suatu komponen akan dibuat atau dibeli dari supplier),
memilih
fokus proses,
menentukan mesin dan peralatan yang digunakan. Perencanaan proses berkenaan
dengan
perancangan
dan
implementasi
sistem kerja
yang
akan
memproduksi
produk
yang diinginkan dalam kuantitas yang diperlukan.
|
42
2.4.2 Alat Bantu yang Digunakan dalam Perencanaan Proses
Beberapa alat bantu yang digunakan dalam perencanaan proses adalah sebagai
berikut:
1) Struktur Produk
Struktur Produk adalah suatu susunan hirarki dari komponen-komponen
pembentuk
suatu
produk akhir.
Biasanya produk
akhir
ditempatkan di level
0 dan
komponen pembentuk berikutnya adalah ditempatkan di level 1, dan seterusnya. Pada
umumnya produk akhir disebut juga induk atau parent dan komponen pembentuknya
disebut juga anak atau child.
Dalam Struktur Produk
ada dua teknik
yang digunakan
yaitu seperti yang
dijelaskan di bawah ini:
1. Explosion
Suatu teknik penguraian komponen struktur produk yang urutan dimulai dari induk
sampai komponen pada level paling bawah
2. Implosion
Suatu teknik penguraian komponen struktur produk yang urutan dimulai dari
komponen sampai induk atau level atas.
Manfaat Struktur Produk adalah sebagai berikut:
1. Mengetahui berapa jumlah item penyusunan suatu produk akhir.
2. Memberikan
rincian
mengenai
komponen
apa
saja
yang
dibutuhkan
untuk
menghasilkan suatu produk.
|
43
2)
Bill Of Material (BOM)
Bill
of
Material (BOM)
merupakan
rangkaian
struktur semua komponen
yang
digunakan untuk memproduksi barang jadi sesuai dengan Master Production
Scheduling. Bill
Of
Material
(BOM)
adalah
daftar
(list)
dari
bahan,
material
atau
komponen yang dibutuhkan untuk dirakit, dicampur atau membuat produk akhir.
Ada beberapa format dari Bill of Material (BOM) yaitu:
1.
Single-Level BOM
BOM yang menggambarkan hubungan sebuah induk dengan satu level komponen-
komponen pembentuknya.
2.
Multi-Level BOM
BOM
yang
menggambarkan
struktur produk
lengkap
dari
level
0
sampai level
paling bawah.
3.
Indented BOM
BOM yang dilengkapi dengan informasi level setiap komponen.
4.
Summarized BOM
BOM yang dilengkapi dengan jumlah total tiap komponen yang dibutuhkan.
3)
Peta Proses Operasi (Operation Process Chart OPC)
Peta proses operasi merupakan suatu diagram yang menggambarkan langkah-
langkah proses
yang akan dialami oleh bahan baku
mengenai
urutan-urutan operasi
dan pemeriksaan. Sejak dari awal sampai menjadi produk jadi utuh maupun sebagai
komponen, dan juga memuat informasi-informasi yang diperlukan untuk analisa
lebih
lanjut, seperti waktu
yang
dihabiskan,
material
yang
digunakan, dan
tempat
atau alat atau mesin yang dipakai.
|
![]() 44
Lambang yang digunakan dalam penggambaran Peta Proses Operasi
adalah sebagai berikut:
Operasi
Suatu operasi terjadi apabila benda kerja
mengalami perubahan sifat, baik
fisik
maupun kimiawi, mengambil informasi maupun memberikan informasi pada
suatu keadaan juga termasuk operasi.
Pemeriksaan
Suatu
kegiatan
pemeriksaan
terjadi
apabila
benda
kerja
atau
peralatan
mengalami pemeriksaan baik untuk segi kualitas maupun kuantitas.
Penyimpanan
Proses penyimpanan terjadi apabila benda kerja disimpan untuk jangka waktu
yang cukup lama. Jika benda kerja tersebut akan diambil kembali, biasanya
memerlukan suatu prosedur perijinan tertentu.
Aktivitas gabungan.
Kegiatan
ini
terjadi apabila antara aktivitas operasi dan pemeriksaan dilakukan
bersamaan atau dilakukan pada suatu tempat kerja.
|
45
2.5 Peramalan
2.5.1 Definisi Peramalan
Peramalan
(forecasting)
adalah
seni dan
ilmu
memprediksi peristiwa-peristiwa
masa depan. Peramalan memerlukan pengambilan data historis dan memproyeksikan ke
masa depan dengan beberapa bentuk model matematis (Render dan Heizer, 2001, p46).
Secara
lebih
rinci
peramalan
menurut Makridakis (1999,p14) adalah suatu
kemampuan
untuk
memperkirakan
atau
menduga keadaan permintaan produk di masa
datang yang tidak pasti.
2.5.2 Horizon Waktu
Peramalan biasanya dikelompokkan oleh horison waktu masa depan yang
mendasarinya. Tiga jenis peramalan berdasarkan horizon waktu adalah sebagai berikut:
1
Peramalan
jangka pendek.
Rentang waktunya
mencapai
satu
tahun
tetapi
umumnya kurang dari tiga bulan. Peramalan
jangka
pendek
digunakan
untuk
merencanakan
pembelian,
penjadwalan
kerja,
jumlah
tenaga
kerja,
penugasan,
dan tingkat produksi.
2
Peramalan
jangka
menengah.
Peramalan
jangka
menengah
biasanya
berjangka
tiga bulan hingga tiga tahun. Peramalan ini sangat bermanfaat dalam perencanaan
penjualan,
perencanaan
dan
penganggaran produksi, penganggaran kas, dan
menganalisis berbagai rencana operasi.
3
Peramalan jangka panjang. Rentang waktunya
biasanya
tiga
tahun
atau lebih;
digunakan dalam merencanakan produk baru, pengeluaran modal, lokasi fasilitas,
atau ekspansi dan penelitian serta pengembangan.
|
46
Peramalan jangka menengah dan jangka panjang berhubungan dengan isu yang
lebih kompetentif dan mendukung keputusan manajemen berkaitan dengan perencanaan
dan produk, pabrik dan proses. Peramalan jangka pendek cenderung lebih akurat
daripada peramalan jangka yang lebih panjang.
Faktor-faktor
yang
mempengaruhi
permintaan
berubah
setiap hari, sehingga
ketika horison waktu semakin panjang, keakuratan peramalan akan berkurang. Dengan
demikian
ramalan
penjualan
perlu diperbarui secara
teratur
untuk
mempertahankan
nilainya. Setelah periode penjualan berlalu, ramalan harus dikaji kembali dan diperbaiki.
2.5.3 Kategori Metode Peramalan
Banyak jenis metode peramalan yang tersedia untuk meramalkan permintaan
dalam produksi.
Namun
yang
lebih
penting
adalah
bagaimana
memahami
karateristik
suatu metode peramalan agar sesuai dengan situasi pengambilan keputusan. Situasi
peramalan
sangat
beragam
dalam
horison
waktu
peramalan,
faktor
yang
menentukan
hasil
yang
sebenarnya,
tipe
pola
data
dan
berbagai aspek
lainnya. Untuk
menghadapi
penggunaan yang luas seperti itu, beberapa teknik telah dikembangkan. Teknik tersebut
dibagi dalam dua kategori utama, (Makridakis, 1999, p19-24) yaitu :
1)
Metode Peramalan Kuantitatif
Metode kuantitatif sangat beragam dan setiap teknik memiliki sifat, ketepatan
dan
biaya
tertentu
yang
harus
dipertimbangkan
dalam memilih
metode
tertentu.
Metode
kuantitatif
formal
didasarkan
atas prinsip-prinsip statistik
yang memiliki
ketepatan tinggi atau dapat meminimumkan kesalahan (error), lebih sistematis, dan
lebih populer dalam penggunaannya.
|
![]() 47
Metode kuantitatif dapat dibagi kedalam dua model, yaitu :
a.
Model Deret Berkala (time series)
Pada model ini, pendugaan masa depan dilakukan berdasarkan nilai masa
lalu dari
suatu
variabel dan / atau kesalahan masa lalu. Model deret berkala
menggunakan riwayat permintaan masa lalu dalam membuat
ramalan untuk
masa depan. Tujuan metode peramalan deret berkala ini adalah menemukan
pola dalam deret berkala
historis dan
mengekstrapolasikan pola
tersebut ke
masa depan.
Langkah penting dalam memilih suatu metode deret berkala yang tepat
adalah
dengan
mempertimbangkan
jenis pola data, sehingga
metode
yang
paling tepat dengan metode tersebut dapat diuji. Pola data dapat dibedakan
menjadi :
1.
Pola Stasioner atau Horizontal (H) terjadi bilamana nilai data berfluktuasi
disekitar
nilai rata-rata yang konstan (deret seperti
itu adalah
stasioner
terhadap
nilai rata-ratanya).
Suatu
produk
yang
penjualannya
tidak
meningkat atau menurun selama
waktu tertentu termasuk jenis ini.
Waktu
Gambar 2.1 Pola Data Horisontal
|
![]() 48
2.
Pola musiman (S) terjadi bilamana suatu deret dipengaruhi oleh faktor
musiman (misalnya kuartal tahun tertentu,
bulanan,
atau
hari-hari
pada
minggu
tertentu).
Penjualan
dari
produk minuman
ringan,
es
krim,
dan
bahan bakar pemanas ruangan, menunjukkan jenis pola ini.
Waktu
Gambar 2.2 Pola Data Musiman
3.
Pola Siklis (C)
terjadi bilamana datanya dipengaruhi oleh
fluktuasi
ekonomi jangka panjang seperti yang berhubungan dengan siklus bisnis.
Penjualan
produk
seperti
mobil, baja dan
peralatan
utama
lainnya
menunjukkan jenis pola data ini.
Waktu
Gambar 2.3 Pola Data Siklis
|
![]() 49
4.
Pola Trend (T) terjadi bilamana terdapat kenaikan atau penurunan sekuler
jangka panjang dalam data. Penjualan banyak perusahaan, produk bruto
nasional (GNP) dan berbagai indikator bisnis atau ekonomi
lainnya
mengikuti pola trend selama perubahannya sepanjang waktu.
Waktu
Gambar 2.4 Pola Data Trend
Untuk menggunakan metode kuantitatif terdapat tiga kondisi yang harus
dipenuhi, yaitu :
Tersedia informasi tentang masa lalu.
Informasi tersebut dapat dikuantitatifkan dalam bentuk data numerik.
Dapat diasumsikan bahwa beberapa aspek pola masa lalu akan terus berlanjut
di masa mendatang.
b.
Model Kausal
Model Kausal mengasumsikan bahwa faktor yang diramalkan
menunjukkan suatu hubungan sebab-akibat dengan satu atau lebih variabel
bebas. Tujuan dari
model kausal
adalah menemukan bentuk
hubungan
tersebut dan
menggunakannya
untuk meramalkan nilai
mendatang dari
varibel tak bebas. Setelah hubungan ini ditemukan, nilai-nilai masa
|
50
mendatang
dapat
diramalkan
cukup
dengan memasukkan nilai-nilai yang
sesuai untuk varibel-variabel independen. Metode peramalan kausal
mengasumsikan bahwa permintaan akan suatu produk bergantung pada satu
atau
beberapa
faktor
independen
(misalnya,
harga,
iklan,
persaingan,
dan
lain-lain).
2)
Metode Peramalan Kualitatif atau Teknologis
Metode peramalan ini tidak memerlukan data yang serupa seperti metode
peramalan kuantitatif. Input
yang dibutuhkan tergantung pada metode tertentu dan
biasanya
merupakan
hasil dari
pemikiran intuitif, perkiraan
dan
pengetahuan
yang
telah didapat. Pendekatan teknologis seringkali memerlukan input dari
sejumlah
orang yang terlatih.
Metode
kualitatif
mengandalkan
opini
pakar
atau
manajer dalam membuat
prediksi tentang masa depan. Metode ini berguna untuk tugas peramalan jangka
panjang. Penggunaan pertimbangan dalam peramalan, tampaknya tidak ilmiah dan
bersifat
sementara.
Tetapi
bila
data masa
lalu
tidak
ada
atau tidak
mencerminkan
masa mendatang, tidak banyak alternatif selain menggunakan opini dari orang-orang
yang berpengetahuan.
Ramalan teknologis terutama digunakan untuk memberikan petunjuk, untuk
membantu perencana dan untuk melengkapi ramalan kuantitatif, bukan untuk
memberikan suatu ramalan numerik tertentu.
|
51
2.5.4 Pemilihan Teknik Peramalan
Pola
atau
karakteristik data mempengaruhi
teknik
peramalan
yang
dipilih.
Seringkali, pola data tersebut merupakan karakteristik inheren dari kegiatan yang sedang
diteliti. Hubungan data dengan jangka
waktu
semakin
jelas jika kita mengamati bahwa
pola
trend
adalah
merupakan
kecenderungan
jangka panjang,
sedangkan
variasi
musiman
menunjukkan
pola
data
yang
berulang.
Dalam
mengevaluasi
teknik-teknik
yang dikaitkan dengan pola data bisa saja diterapkan lebih dari satu teknik untuk data
yang sama. Misalnya, teknik-teknik
tertentu mungkin
lebih akurat dalam memprediksi
titik balik, sedangkan lainnya terbukti lebih andal dalam peramalan pola perubahan yang
stabil.
Bisa juga
terjadi beberapa model
meramalkan terlalu
tinggi (overestimate) atau
terlalu
rendah
(underestimate)
dalam situasi tertentu. Selain
itu,
mungkin
juga
terjadi
bahwa prediksi jangka pendek dari suatu model lebih baik dari model lain yang memiliki
prediksi jangka panjang yang lebih akurat.
2.5.4.1 Teknik Peramalan untuk Data Stasioner atau Horizontal
Suatu data runtut waktu yang bersifat stasioner merupakan suatu serial data yang
nilai rata-ratanya tidak berubah sepanjang waktu.
Keadaan
tersebut
terjadi
jika
pola
permintaan yang mempengaruhi data tersebut relatif stabil. Dalam bentuknya yang
paling sederhana, peramalan suatu data runtut waktu yang stasioner memerlukan data
historis dari runtut waktu tersebut untuk mengestimasi nilai rata-ratanya, yang kemudian
menjadi peramalan untuk nilai-nilai masa datang.
Beberapa teknik yang dapat dipertimbangkan
ketika
meramalkan
data
runtut
waktu
yang
stasioner adalah
metode naif, Single Eksponensial Smoothing dan
Single
Moving Average (Makridakis, 1999)
|
52
2.5.4.2 Teknik Peramalan untuk Data Trend
Suatu data runtut waktu yang bersifat trend didefinisikan sebagai suatu series
yang mengandung komponen jangka panjang yang menunjukkan pertumbuhan atau
penurunan
dalam data
tersebut sepanjang
suatu
periode waktu
yang
panjang.
Dengan
kata lain, suatu data runtut waktu dikatakan mempunyai trend jika nilai harapannya
berubah sepanjang waktu sehingga data tersebut diharapkan menaik atau menurun
selama
periode dimana peramalan diinginkan. Biasanya data runtut waktu ekonomi
mengandung suatu trend.
Teknik-teknik
peramalan
yang
digunakan
untuk
peramalan
data
runtut
waktu
yang mengandung trend adalah metode regresi liner, exponential smoothing atau double
exponential smoothing (Teguh Baroto, 2002, p32).
2.5.4.3 Teknik Peramalan untuk Data Musiman
Suatu data runtut waktu yang bersifat musiman didefinisikan sebagai suatu data
runtut
waktu
yang
mempunyai
pola
perubahan yang berulang secara tahunan.
Mengembangkan
suatu teknik
peramalan
musiman
biasanya
memerlukan
pemilihan
metode perkalian dan pertambahan dan kemudian mengestimasi indeks musiman dari
data tersebut. Indeks ini kemudian digunakan
untuk memasukkan sifat
musiman dalam
peramalan
atau
untuk
menghilangkan
pengaruh
seperti
itu
dari
nilai-nilai yang
diobsevasi.
Teknik-teknik
yang
dapat
dipertimbangkan ketika
kita
meramalkan
data
runtut
waktu yang bersifat musiman meliputi metode Winter, Weight Moving Average ataupun
metode Moving Average (Teguh Baroto, 2002, p33).
|
![]() 53
2.5.4.4 Teknik Peramalan untuk Data Siklis
Pengaruh siklis didefinisikan sebagai
fluktuasi seperti gelombang disekitar garis
trend. Pola siklis cenderung untuk berulang setiap dua, tiga tahun, atau lebih. Pola siklis
sulit
untuk
dibuat
modelnya
karena
polanya tidak stabil. Turun-naiknya
fluktuasi
di
sekitar trend jarang sekali berulang pada interval waktu yang tetap, dan besarnya
fluktuasi
juga
selalu
berubah.
Metode dekomposisi bisa
diperluas
untuk
menganalisis
data siklis.
Teknik-teknik
yang
dapat
dipertimbangkan ketika
kita
meramalkan
data
runtut
waktu
yang bersifat siklis adalah
metode Moving Average, Weighted moving Average,
dan Exponential Smoothing (Teguh Baroto, 2002, p34)
2.5.5 Metode Peramalan Double Exponential Smoothing
Menurut
Render
dan
Heizer
rumus
untuk
Double
Eksponensial
Smoothing 1
parameter adalah:
Inisialisasi : F1
= X1
F1
= X1
a
0
= b
0
= 0
Perhitungan : S
t
=
a
.X
t
+ (1-
a
).S
t-1
S
t
=
a
.S
t
+ (1-
a
).S
t-1
b
t
=
a
1
-
a
(S
t
S
t
)
a
t
= (
a
x S
t
) ((1-
a
) x S
t
)
Peramalan : F
t+m
= a
t
+ b
t
.(m)
|
![]() 54
2
2.5.6 Metode Peramalan Double Moving Average
Menurut Teguh Baroto, rumus untuk Double Moving Average 1 parameter
Brown adalah:
S
t
=
X
t
+
X
t
-1
+
X
t
-2
+
...
+
X
t
-
N
+1
N
S
t
=
S'
t
+
S'
t
-1
+
S'
t
-
2
+
...
+
S'
t
-
N
+1
N
a
t
= 2.S
t
S
t
b
t
=
2
N
-
1
x(S'
t
-S"
t
)
F
t+m
= a
t
+ b
t
.(m)
2.5.7 Metode Peramalan Asosiatif (Regresi Linier)
Menurut Teguh Baroto, rumus untuk Metode Regresi Linier adalah:
n
*
?
t
y
-
?
t
*
?
y
b =
n
*
?
2
t
-(?
t
)
Ft
= a + b (t)
?
y
y
=
n
t
=
?
t
n
a =
y
-
bt
Ft
= a + b (t)
|
![]() 55
?
2.6 Pengujian Peramalan
2.6.1 Ukuran Statistik Standar
Jika X
t
merupakan data aktual untuk periode t dan F
t
merupakan ramalan (atau
nilai kecocokan / fitted value) untuk periode yang sama, maka kesalahan didefinisikan
sebagai :
e
t
=
X
t
-
F
t
Jika terdapat
nilai pengamatan dan ramalan
untuk
n
periode waktu,
maka akan
terdapat n buah galat dan ukuran statistik standar berikut dapat didefinisikan :
Nilai Tengah Galat Absolut (Mean Absolute Error)
1
n1
MAE =
et
n
t 1
=1
Nilai Tengah Galat Kuadrat (Mean Squared Error)
MSE =
1
n
et²
n
?
t
=1
Deviasi Standar Galat (Standard Deviation of Error)
SDE
=
1
n
et
2
n
-
1
?
t
=1
Dua formulasi yang sering digunakan dalam menghitung kesalahan yaitu mean
absolute error (yang dalam beberapa buku disebut sebagai mean absolute deviation) dan
mean squared error (MSE). Perbedaan keduanya adalah terletak pada bobot kesalahan,
satu dalam bentuk angka kesalahan absolut dan yang lainnya dalam bentuk nilai kuadrat.
Tujuan optimalisasi statistik seringkali adalah untuk memilih suatu model agar
MSE minimal, tetapi ukuran ini mempunyai dua kelemahan. Pertama, ukuran ini
|
![]() 56
menunjukkan pencocokan (fitting) suatu model terhadap data hitoris. Pencocokan seperti
ini tidak perlu mengimplikasikan peramalan yang baik. Suatu model terlalu cocok (over
fitting) dengan deret data, yang berarti sama dengan memasukkan unsur random sebagai
bagian
proses
bangkitan,
berarti
tidak
berhasil
mengenali
pola
non-acak
dalam data
dengan baik. Perbandingan nilai MSE yang terjadi selama
fase pencocokan peramalan
adalah mungkin memberikan sedikit indikasi ketepatan model dalam peramalan. Kedua,
sebagai ukuran ketepatan model adalah berhubungan dengan kenyataan bahwa metode
yang berbeda akan menggunakan prosedur yang berbeda pula dalam fase pencocokan.
Dalam fase peramalan, penggunaan MSE sebagai suatu ukuran ketepatan juga
dapat menimbulkan masalah. Ukuran ini tidak memudahkan perbandingan deret berkala
yang berbeda dan untuk selang waktu yang berlainan, karena MSE merupakan ukuran
para absolut. Lagipula, interpretasinya tidak bersifat intuitif bahkan untuk para spesialis
sekalipun, karena
ukuran
ini
menyangkut
pengkuadratan
sederetan
nilai
(Makridakis,
1999, p58-61).
2.6.2 Ukuranukuran Relatif
Karena adanya keterbatasan MSE sebagai suatu ukuran ketepatan peramalan,
maka
muncul
usulan
alternatif
alternatif
lain
yang diantaranya menyangkut galat
persentase. Tiga ukuran yang sering digunakan (Makridakis, 1999, p61-62) adalah :
Galat Persentase (Percentage Error)
?
X
-
F
?
PE =
?
t
t
?
*100
?
X
t
?
|
![]() 57
?
?
Nilai Tengah Galat Persentase (Mean Percentage Error)
1
n
MPE =
n
t
=1
PE
t
Nilai Tengah Galat Persentase Absolut (Mean Absolute Percentage Error)
1
n
MAPE
=
n
t
=1
PE
t
PE dapat digunakan untuk menghitung kesalahan persentase setiap periode
waktu.
Nilai-nilai
ini
kemudian
dapat
dirata-ratakan
untuk memberikan
nilai
tengah
kesalahan
persentase
(MPE).
Namun
MPE
mungkin
mengecil
karena PE
positif
dan
negatif
cenderung
saling
meniadakan.
Dari sana
MAPE
didefinisikan
dengan
menggunakan nilai absolut dari PE.
2.7 Master Production Schedule (MPS)
2.7.1 Pengertian MPS
Menurut Gaspersz (1998, p141-144) pada dasarnya jadwal produksi induk
(Master
Production
Schedulling =
MPS)
merupakan
suatu
pernyataan
tentang produk
akhir
(termasuk
parts
pengganti
dan
suku
cadang)
dari suatu
perusahaan
industri
manufaktur
yang
merencanakan
memproduksi output
berkaitan
dengan
kuantitas
dan
periode waktu. MPS
mendisagregasikan dan mengimplementasikan rencana produksi.
Apabila rencana produksi yang merupakan hasil dari proses perencanaan produksi
dinyatakan
dalam bentuk
agregat,
jadwal
produksi
induk
yang
merupakan
hasil
dari
proses penjadwalan produksi induk dinyatakan dalam konfigurasi spesifik dengan
nomor-nomor item yang ada dalam Item Master and BOM (Bill of Material)
files.
|
58
Aktifitas penjadwalan produksi induk pada dasarnya berkaitan dengan
bagaimana menyusun dan memperbaharui jadwal produksi induk, memproses transaksi
MPS,
memelihara
catatan-catatan MPS,
mengevaluasi
efektifitas
dari
MPS,
dan
memberikan laporan evaluasi dalam periode waktu yang teratur untuk keperluan umpan-
balik dan tinjauan ulang.
MPS
sering
didefinisikan
sebagai
anticipated
build
schedule
untuk
item-item
yang disusun oleh perencana jadwal produksi induk (master schedule). MPS membentuk
jalinan komunikasi antara bagian pemasaran dan bagian manufakturing, sehingga
seyogyanya
bagian pemasaran juga
mengetahui
informasi yang
ada
dalam MPS
terutama berkaitan dengan ATP (Available To Promise) agar dapat memberikan janji
yang akurat kepada pelanggan.
Penjadwalan produksi induk pada dasarnya berkaitan dengan aktifitas melakukan
empat fungsi utama berikut :
1. Menyediakan atau memberikan input utama kepada sistem perencanaan
kebutuhan material dan kapasitas (material and capacity requirements planning
= M&CRP).
2. Menjadwalkan pesanan-pesanan produksi dan pembelian (production and
purchase orders) untuk item-item MPS.
3. Memberikan landasan untuk penentuan kebutuhan sumber daya dan kapasitas.
4. Memberikan basis
untuk pembuatan janji tentang penyerahan produk (delivery
promises) kepada pelanggan.
|
59
Sebagai suatu aktifitas proses, MPS membutuhkan lima input utama yaitu antara
lain sebagai berikut:
Data Permintaan
Total
merupakan
salah
satu
sumber
data bagi proses
penjadwalan
produksi
induk.
Data
permintaan
total berkaitan
dengan ramalan
penjualan (sales forecasts) dan pesanan-pesanan (orders).
Status
Inventori
berkaitan
dengan
informasi
tentang on-hand
inventory,
stok
yang dialokasikan untuk penggunaan tertentu (allocated stock), pesanan-pesanan
produksi dan pembelian yang dikeluarkan (released production and purchase
orders), dan
firm planned orders. MPS
harus mengetahui secara
akurat berapa
banyak inventori yang tersedia dan
menentukan berapa banyak yang harus
dipesan.
Rencana Produksi memberikan sekumpulan batasan kepada MPS. MPS
harus
menjumlahkan batasan
tersebut
untuk
menentukan tingkat produksi,
inventori,
dan sumber-sumber daya lain dalam rencana produksi itu.
Data Perencanaan berkaitan dengan aturan-aturan tentang lot-sizing yang harus
digunakan,
shrinkage
factor,
stok pengaman (safety
stock), dan waktu
tunggu
(lead time) dari masing-masing item yang biasanya tersedia dalam file induk dari
item (Item Master File).
Informasi dari RCCP berupa kebutuhan kapasitas untuk mengimplementasikan
MPS menjadi
salah
satu
input
bagi
MPS.
RCCP
menentukan
kebutuhan
kapasitas untuk mengimplementasikan MPS, menguji kelayakan dari MPS, dan
memberikan umpan-balik kepada perencana atau penyusun jadwal produksi
induk (Master Scheduler) untuk mengambil tindakan perbaikan apabila
|
![]() 60
ditemukan adanya ketidaksesuaian antara penjadwalan produksi
induk dan
kapasitas tersedia.
2.7.2 Teknik Penyusunan MPS
Tabel 2.1 Contoh Tabel MPS
Item No
:
Description
:
Lead time
:
Safety stock
:
On Hand
:
Demand Time Fences
:
Planning Time Fences
:
Period
Past Due
1
2
3
4
5
6
Forecast
Actual Order (AO)
Project Available Balance (PAB)
Available to Promise (ATP)
Master Schedule (MS)
Penjelasan mengenai komponen-komponen yang terdapat dalam Tabel 2.1 MPS
adalah sebagai berikut :
a)
Item No menyatakan kode produk yang akan diproduksi.
b)
Lead
time
menyatakan
waktu
yang
dibutuhkan
untuk
me-release
atau
memanufaktur suatu produk.
c)
On hand
menyatakan
jumlah produk yang ada di
gudang sebagai
sisa periode
sebelumnya.
d)
Description menyatakan deskripsi produk secara umum.
e)
Safety stock merupakan stok pengaman yang
harus ada di tangan sebagai
antisipasi terhadap kebutuhan di masa akan datang.
f)
Demand
Time
Fences
(DTF)
adalah
periode
mendatang
dari
MPS
di
mana
dalam periode
ini perubahan terhadap MPS tidak diijinkan atau tidak diterima
|
![]() 61
karena akan menimbulkan kerugian biaya yang besar akibat ketidaksesuaian atau
kekacauan jadwal.
g)
Planning
Time
Fences
(PTF)
merupakan batas
waktu
penyesuaian
pesanan
di
mana permintaan masih boleh berubah. Perubahan masih akan dilayani
sepanjang material dan kapasitas masih tersedia.
h)
Forecast
merupakan
rencana
penjualan
atau
peramalan
penjualan
untuk
item
yang dijadwalkan itu.
i)
Actual Order (AO) merupakan pesanan-pesanan yang diterima dan bersifat pasti.
j)
Projected
Available
Balance
(PAB)
merupakan perkiraan
jumlah sisa
produk
pada akhir periode. PAB dihitung dengan menggunakan rumus:
PAB
t
<
DTF
= PAB
t-1
+ MS
t
AO
PAB
DTF < t < PTF
= PAB
t-1
+ MS
t
AO atau F
t
(pilih yang besar)
k)
Available to Promise memberikan informasi tentang berapa banyak
item atau
produk tertentu yang dijadwalkan pada periode waktu itu tersedia untuk pesanan
pelanggan, sehingga berdasarkan informasi ini bagian pemasaran dapat membuat
janji yang tepat bagi pelanggan.
ATP
t
= ATP
t-1
+ MS
t
AO
t
l)
Master Schedule merupakan jadwal produksi atau manufakturing
yang
diantisipasi untuk produk atau item tertentu.
|
62
2.8 Material Requirement Planning (MRP)
2.8.1 Pengertian MRP
MRP
merupakan
suatu
prosedur logis berupa aturan keputusan dan teknik
transaksi
berbasis
komputer
yang dirancang
untuk
menerjemahkan
jadwal
induk
produksi
menjadi
kebutuhan
bersih
untuk semua item. Sistem MRP
dikembangkan
untuk membantu perusahaan manufaktur mengatasi kebutuhan akan item-item dependent
secara lebih baik dan efisien.
Menurut Schoeder (2000, p368) persediaan untuk independent demand
didefinisikan
sebagai
persediaan
yang
dipengaruhi
atau
tunduk
pada kondisi-kondisi
pasar dan bebas dari operasi misalnya : persediaan barang jadi dan suku cadang pada
suatu perusahaan manufaktur yang digunakan untuk memenuhi permintaan konsumen
pada suatu perusahaan persediaan ini harus dikelola dengan
metode
titik pemesanan.
Sebaliknya
untuk dependent demand tidak dipengaruhi oleh kondisi-kondisi pasar dan
hanya
tergantung pada
permintaan
suku
cadang
di
tingkat atasnya.
Beberapa ciri-ciri
dependent demand adalah :
-
Ada hubungan
matematis antara kebutuhan suatu item dengan item yang lain yang
berada pada level yang lebih tinggi
-
Kebutuhan diturunkan dari pemakaian item dalam pembuatan item lain
-
Misal kebutuhan akan bahan baku, komponen atau sub assembly dalam pembuatan
suatu produk jadi
-
Item perlu ada hanya pada saat dibutuhkan
-
Diperlukan
MRP
untuk
menjadwalkan
seluruh
komponen
dependent
yang
diperlukan dalam rencana MPS/JIP
|
63
2.8.2 Tujuan dan Manfaat Sistem MRP
Sistem MRP adalah
suatu sistem yang bertujuan
untuk menghasilkan
informasi
yang tepat untuk melakukan tindakan yang tepat (pembatalan pesanan, pesan ulang, dan
penjadwalan ulang). Tindakan ini juga merupakan dasar untuk membuat keputusan baru
mengenai pembelian atau produksi yang merupakan perbaikan atas keputusan yang telah
dibuat sebelumnya.
Beberapa manfaat dari MRP (Render dan Heizer, 1997, p362), adalah sebagai
berikut:
-
Peningkatan pelayanan dan kepuasan konsumen
-
Peningkatan pemanfaatan fasilitas dan tenaga kerja
-
Perencanaan dan penjadwalan persediaan yang lebih baik
-
Tanggapan yang lebih cepat terhadap perubahan dan pergeseran pasar
-
Tingkat persediaan menurun tanpa mengurangi pelayanan kepada konsumen
Sedangkan
empat
tujuan
yang
menjadi
ciri
utama
sistem MRP
yaitu
sebagai
berikut :
1. Menentukan kebutuhan pada saat yang tepat
Menentukan secara tepat kapan sutu pekerjaan harus selesai (atau meterial harus
tersedia) untuk memenuhi permintaan atas produk akhir yang sudah
direncanakan dalam jadwal induk produksi (JIP).
2. Menentukan kebutuhan minimal setiap item
Dengan
diketahuinya
kebutuhan
akhir,
sistem MRP
dapat
menentukan
secara
tepat sistem penjadwalan (prioritas) untuk memenuhi semua kebutuhan minimal
setiap item.
|
64
3. Menentukan pelaksanaan rencana pemesanan
Memberikan indikasi kapan pemesanan atau pembatalan pemesanan harus
dilakukan. Pemesanan perlu dilakukan lewat pembelian atau dibuat pada pabrik
sendiri.
4. Menentukan penjadwalan ulang atau pembatalan atas suatu
jadwal
yang sudah
direncanakan
Apabila kapasitas yang ada tidak mampu memenuhi pesanan yang dijadwalkan
pada waktu yang diinginkan, maka sistem MRP dapat memberikan indikasi
untuk melakukan rencana penjadwalan ulang (jika mungkin) dengan menentukan
prioritas
pesanan
yang
realistik. Jika penjadwalan
ulang
ini
masih
tidak
memungkinkan untuk memenuhi pesanan, maka pembatalan atas suatu pesanan
harus dilakukan.
2.8.3 Input MRP
Sebagai suatu sistem,
MRP
membutuhkan
lima
input utama (Gaspersz,
2001, p177) yang dijelaskan di bawah ini:
1.
Master
Production
Schedule
(MPS)
yang
suatu rencana terperinci tentang
tentang produk akhir apa yang direncanakan perusahaan untuk diproduksi,
berapa
kuantitas
yang
dibutuhkan,
pada waktu kapan dibutuhkan,
dan
kapan
produk itu akan diproduksi.
2.
Bill of
Material (BOM)
merupakan
daftar
jumlah
komponen, campuran
bahan,
dan
bahan baku yang diperlukan untuk membuat suatu produk. MRP
menggunakan
BOM sebagai basis untuk perhitungan
banyaknya
setiap material
yang dibutuhkan untuk setiap periode waktu. Bagan bahan dalam komputer
harus selalu benar dan dapat menggambarkan bagaimana produk itu dibuat.
|
65
3.
Item
master
merupakan
suatu file yang
berisi informasi tentang
material, parts
subassemblies,
dan
produk-produk
yang
menunjukkan
kuantitas on-hand,
kuantitas
yang dialokasikan (allocated quantity), waktu tunggu yang
direncanakan (planned lead times), ukuran lot (lot size), stok pengaman, kriteria
lot sizing, toleransi untuk scrap atau hasil, dan berbagai informasi penting
lainnya yang berkaitan dengan suatu item.
4.
Pesanan-pesanan
(orders) berisi
tentang
banyaknya dari
setiap item
yang
akan
diperoleh sehingga akan
meningkatkan stock on-hand di masa
mendatang. Pada
dasarnya
terdapat
dua
jenis
pesanan,
yaitu: shop
orders
or
work
orders
or
manufacturing orders berupa pesanan-pesanan yang akan dibuat atau diproduksi di
dalam pabrik,
dan
purchase
orders
yang
merupakan
pesanan-pesanan
pembelian
suatu item dan pemasok eksternal.
5.
Kebutuhan-kebutuhan
(requirements) akan
memberitahukan
tentang
banyaknya
masing-masing
item
itu
dibutuhkan
sehingga
akan
mengurangi
stock
on-hand
di
masa mendatang. Pada dasarnya terdapat dua jenis kebutuhan, yaitu kebutuhan
internal dan eksternal. Kebutuhan
internal digunakan dalam pabrik
untuk
membuat
produk
lain,
dan
kebutuhan
eksternal
yang
akan
dikirim ke
luar
pabrik
berupa:
pesanan pelanggan (customer orders), service parts, dan sales forecasts.
|
![]() 66
2.8.4 Mekanisme Dasar dari Proses MRP
Tabel 2.2 Contoh Tabel MRP
Part no :
Description:
BOM UOM :
On hand :
Lead time :
Order policy :
Safety stock :
Lot size :
period
Past due
1
2
3
4
5
6
7
8
gross requirement
scheduled receipts
projected available balance 1
net requirement
planned order receipts
planned order release
projected available balance 2
Penjelasan mengenai tabel MRP adalah sebagai berikut :
1. Part no menyatakan kode komponen atau material yang akan dirakit
2. BOM (Bill of Materials) UOM (Unit of Material) menyatakan satuan komponen
atau material yang akan dirakit
3. Lead
time
menyatakan
waktu
yang
dibutuhkan
untuk
merilis
atau
mengirim
suatu komponen.
4. Safety
stock
menyatakan
cadangan
material
yang
harus
ada
sebagai antisipasi
kebutuhan dimasa yang akan datang.
5. Description menyatakan deskripsi material secara umum.
6. On Hand
menyatakan jumlah
material
yang ada di tangan sebagai sisa periode
sebelumnya.
7. Order Policy menyatakan jenis pendekatan yang digunakan untuk
menentukan
ukuran lot yang dibutuhkan saat memesan barang.
8. Lot Size menyatakan penentuan ukuran lot saat memesan barang.
|
67
9. Gross Requirement menyatakan jumlah yang akan diproduksi atau dipakai pada
setiap periode. Untuk item akhir (produk jadi), kuantitas gross requirement sama
dengan MPS
(Master Production Schedule). Untuk komponen, kuantitas gross
requirement diturunkan dari Planned Order Release induknya.
10. Scheduled
Receipts
menyatakan
material
yang dipesan dan akan diterima pada
periode tertentu.
11. Projected Available Balance I ( PAB I ) menyatakan kuantitas material yang ada
di tangan sebagai persediaan pada awal periode. PAB I dapat dihitung dengan
menambahkan material on hand periode sebelumnya dengan Scheduled Receipts
pada
periode
itu
dan
menguranginya
dengan
Gross
Requirement pada periode
yang sama. Atau jika dimasukkan pada rumus adalah sebagai berikut :
PAB I = (PAB II)
t-1
-
(Gross Requirement)
t
+ (Scheduled Receipts)
t
12. Net Requirements menyatakan jumlah bersih (netto) dari setiap komponen yang
harus disediakan untuk memenuhi induk
komponennya
atau
untuk
memenuhi
Master Production Scheduled. Net Requirements sama dengan nol jika Projected
Available Balance I lebih besar dari nol dan sama dengan minus jika Projected
Available Balance I kurang sama dengan dari nol.
Net Requirement = -(PAB I)
t
+ Safety stock
13. Planned Order Receipts menyatakan kuantitas pemesanan yang dibutuhkan pada
suatu periode. Planned Order Receipts muncul pada saat yang sama dengan Net
Requirements, akan tetapi ukuran pemesanannya (lot sizing) bergantung kepada
Order Policy-nya. Selain itu juga harus mempertimbangkan Safety stock juga.
14. Planned Order Release menyatakan kapan suatu pesanan sudah harus dilakukan
atau dimanufaktur sehingga komponen ini tersedia ketika dibutuhkan oleh induk
|
68
itemnya. Kapan suatu pesanan
harus dilakukan ditetapkan dengan periode Lead
time sebelum dibutuhkan.
15. Projected Available Balance II ( PAB II )
menyatakan kuantitas
material
yang
ada di tanagn sebagai persediaan pada akhir periode. PAB II dapat dihitung
dengan cara mengurangkan Planned Order Receipts pada Net Requirements.
PAB II = (PAB II)
t-1
+ (Schedule receipt)
t
(Gross Requirement)
t
+
(Planned Order Receipt)
t
atau dapat disingkat :
PAB II = (PAB I)
t
+ (Planned Order Receipt)
t
2.8.5 Langkah-langkah dalam Sistem MRP
Sistem MRP
memiliki empat
langkah utama
yang selanjutnya keempat
langkah
ini harus diterapkan satu per satu pada periode perencanaan dan pada setiap item.:
2.8.5.1 Netting
Netting adalah proses perhitungan untuk menetapkan jumlah kebutuhan bersih,
yang besarnya merupakan selisih antara kebutuhan kotor dengan keadaaan persediaan
(yang ada dalam persediaan dan yang sedang dipesan).
Data yang diperlukan dalam proses perhitungan kebutuhan bersih ini adalah :
1. Kebutuhan kotor untuk setiap periode.
2. Persediaan yang dipunyai pada awal perencanaan.
3. Rencana penerimaan untuk setiap periode perencanaan.
|
69
2.8.5.2 Lotting
Untuk menjamin bahwa
semua
kebutuhan-kebutuhan akan dipenuhi, pesanan
akan dijadwalkan untuk penyelesaian pada awal periode dimana ada kebutuhan bersih
yang positif. Ukuran dari pesanan dapat mungkin sama dengan kebutuhan bersih di
periode
yang
bersangkutan,
atau
mungkin
saja
lebih
besar
yang
meliputi
kebutuhan
bersih di periode mendatang untuk memanfaatkan skala ekonominya.
Lotting adalah suatu proses
untuk
menentukan besarnya jumlah pesanan
optimal untuk setiap item secara individual didasarkan pada hasil perhitungan kebutuhan
bersih
yang telah dilakukan. Ukuran lot menentukan besarnya jumlah komponen yang
diterima
setiap
kali
pesan.
Penentuan
ukuran
lot
ini
sangat
tergantung pada besarnya
biaya-biaya persediaan, seperti biaya pesan, biaya simpan, biaya modal, dan harga
barang itu sendiri. Ada banyak alternatif metode untuk menentukan ukuran lot. Beberapa
teknik diarahkan untuk meminimalkan total ongkos set-up dan ongkos simpan. Teknik-
teknik tersebut adalah sebagai berikut :
1. Fixed Order Quantity (FOQ)
Dalam metode FOQ ukuran lot ditentukan secara subyektif. Berapa besarnya
dapat
ditentukan
berdasarkan pengalaman
produksi
atau
intuisi. Tidak
ada
teknik
yang
dapat
dikemukakan
untuk menentukan
berapa
ukuran lot
ini.
Kapasitas
produksi selama
lead time produksi dalam hal ini dapat digunakan sebagai dasar
untuk menentukan besarnya lot. Sekali lot ditetapkan, maka lot ini akan digunakan
untuk
seluruh
periode
selanjutnya
dalam perencanaan.
Berapa
pun
kebutuhan
bersihnya, rencana pesan akan tetap sebesar lot yang telah ditentukan tersebut.
Apabila
teknik
ini
diterapkan
dalam sistem MRP,
maka
besarnya jumlah
pesanan dapat menjadi sama atau lebih besar dari kebutuhan bersih, yang kadang-
|
![]() 70
kadang diperlukan bila ada lonjakan permintaan. Salah satu ciri dari metode FOQ
ini
adalah
ukuran lot-nya
selalu
tetap,
tetapi
periode
pemesanannya
yang
selalu
berubah.
2. Economic Order Quantity (EOQ)
Dalam teknik ini besarnya ukuran lot adalah tetap. Penentuan lot
berdasarkan biaya pesan dan biaya simpan, dengan formula seperti berikut :
EOQ =
dimana :
2
AD
H
EOQ = jumlah pemesanan yang ekonomis
D = Demand rata-rata per horison
A = biaya pesan bahan baku
H = biaya simpan bahan baku dalam suatu periode
Metode EOQ ini biasanya dipakai untuk horizon perencanaan selama satu
tahun sebesar dua belas bulan. Metode EOQ baik digunakan bila semua data
konstan dan perbandingan biaya pesan dan simpan sangat besar.
3. Lot-For-Lot (LFL)
Teknik penetapan ukuran lot dilakukan atas dasar pesanan diskrit. Di
samping itu, teknik ini merupakan cara paling sederhana dari semua teknik ukuran
lot yang ada. Teknik ini selalu melakukan perhitungan kembali (bersifat dinamis)
terutama
apabila
terjadi
perubahan
pada kebutuhan
bersih.
Penggunaan
teknik
ini
bertujuan
untuk meminimumkan ongkos simpan, sehingga dengan teknik
ini
ongkos simpan menjadi nol. Oleh karena itu sering digunakan untuk item-item yang
mempunyai biaya simpan per unit sangat mahal.
|
![]() 71
4. Silver Meal
Adalah
metode
pemesanan lot dinamis (Dynamic Lot sizing
Method) yang
mempertimbangkan pemesanan untuk beberapa periode ke depan. Tujuan dari
teknik lotting ini yaitu untuk meminimumkan rata-rata biaya per periode selama m
periode perencanaan.
Biaya yang termasuk di dalam teknik
lotting ini
yaitu biaya
pesan
dan biaya
simpan.
Permintaan
untuk
beberapa
periode
n
ke
depan
dilambangkan dengan :
D1, D2
,
..., D
n
K(m) adalah biaya variabel rata-rata per periode jika pesanan mencakup m
periode. Diasumsikan biaya simpan terjadi pada akhir periode dan kuantitas yang
diperlukan di setiap periode digunakan pada awal periode.
Untuk periode 1 :
K(1) = A
Jika kita memsan D1+D2 pada periode 1 untuk memenuhi permintaan di periode 1
dan 2 , kita mendapatkan:
K(2) =
1
(
A
+
hD )
2
2
Dimana h adalah biaya simpan satu unit untuk 1 periode.
Rumus:
K(m) =
1
(
A
+
hD2
+
2hD3
+
...
+
(m
-
1)hD
m
m
Hitung K(m), m= 1, 2, ..., m dan berhenti jika: K(m+1) > K(m)
Q
i
= D1
+ D2 + ... + Dm
Secara umum, Q
i
adalah kuantitas yang dipesan pada periode i dan mencakup m
periode ke depan. Jika tidak ada pemesanan pada periode i maka Q
i
adalah nol.
|
72
5. Part Period Balancing
Metode
ini berusaha
meminimalkan
jumlah biaya
variabel
untuk semua lot.
Untuk
mendapatkan
biaya
simpan
barang.
Pada
metode
ini
diperkenalkan
nama
part period
yaitu satu
unit barang
yang disimpan pada
satu periode. Jadi apabila
ada 10 unit disimpan untuk 1 periode sama dengan 10 part period, dan sama juga
dengan 5 unit disimpan untuk 2 periode.
PPm = part period for m periods
Jadi
PP1 = 0
PP2 = D2
PP2 = D2
+ 2 D3
PP
m
=
D2 + 2 D3 +
+ (m-1)D
m
PPF = part period factor = A / h
Stopping Rule = PPm > PPF
Keterangan:
Dm = permintaan pada periode ke m
A = Biaya Pesan
H = Biaya Simpan
6. POQ (Periodic Order Quantity)
Metode ini menentukan jumlah dari
permintaan per periode untuk ditutup
antara satu sama lain. POQ menggunakan logika yang sama dengan EOQ,
tetapi
mengkonversi nilai EOQ menjadi jumlah periode pemesanan. Hasil dari metode ini
adalah interval pemesanan yang tetap, bukannya jumlah pemesanan yang tetap.
Interval pemesanan ekonomis
(Economic Order Interval EOI) dihitung
|
![]() 73
menggunakan
tingkat
rata-rata
permintaan
dan
dibulatkan ke atas.
Setiap
kuantitas
pemesanan
menutupi
kebutuhan
yang
diproyeksikan
untuk
interval
berikutnya
dengan
ukuran pemesanan yang bervariasi dan
sesuai dengan kebutuhan yang
diproyeksikan.
EOI =
EO
=
Q
=
R
2C
RPh
Keterangan:
EOI = Interval pemesanan ekonomis dalam periode
C = Biaya pemesanan untuk setiap kali pesan
H = Biaya penyimpanan untuk tiap periode
P = Biaya pembelian unit
R
= tingkat rata-rata permintaan per periode
2.8.5.3 Offsetting
Langkah ini bertujuan untuk menentukan
saat
yang
tepat
untuk
melakukan
rencana
pemesanan
dalam rangka
memenuhi
tingkat
kebutuhan
bersih.
Rencana
pemesanan diperoleh dengan cara mengurangkan saat awal tersedianya ukuran lot yang
diinginkan
dengan
besarnya
lead time.
Lead
time adalah besarnya
waktu saat
barang
mulai dipesan atau diproduksi sampai barang tersebut selesai dan diterima
siap untuk
dipakai.
|
![]() 74
?
?
2.8.5.4 Explosion
Proses
explosion
adalah
proses
penghitungan kebutuhan
kotor
untuk
tingkat
item/komponen
yang
lebih
bawah.
Perhitungan kebutuhan kotor ini didasarkan pada
rencana
pemesanan item-item produk
pada
level
yang
lebih
atas. Untuk penghitungan
kebutuhan kotor ini, diperlukan struktur produk dan informasi
mengenai berapa jumlah
kebutuhan tiap item untuk iem yang akan dihitung.
Dalam proses
ini, data
mengenai struktur produk harus tersedia secara akurat.
Ketidakakuratan data struktur produk akan mengakibatkan kesalahan pada perhitungan.
Atas dasar struktur produk
inilah proses explosion dibuat.Dengan data struktur produk
dapat
ditentukan
kearah
komponen
mana
harus
dilakukan
explosion.
Struktur
produk
juga harus langsung dimodifikasi bila ada perubahan pada cara produksi atau perakitan.
2.9 Metode Peterson Silver
Menurut Daniel Sipper (1998, p256), metode lotting dinamik digunakan untuk
permintaan yang bertumpuk. Cara melihat apakah permintaan bertumpuk adalah dengan
menggunakan perhitungan Peterson Silver. Perhitungan tersebut digunakan untuk
menawarkan pengukuran variabilitas dari permintaan, yang disebut sebagai koefisien
variabilitas. Perhitungan tersebut ditunjukkan dengan rumus sebagai berikut:
V =
Variance of demand per period
Square of average demand per period
Atau dihitung dengan menggunakan rumus:
n
n
?
D
2
t
V =
t =1
-
1
n
?
?
?
t
=1
Dt
?
?
|
![]() 75
Apabila V < 0,25, gunakan model EOQ dengan D
sebagai estimasi permintaan
Apabila V > 0.25 gunakan metode DLS
Menurut jurnal yang ditulis oleh Robert Lim (2005, p20), metode POQ pun dapat
digunakan apabila pada metode Peterson Silver nilai V < 0.25 dengan asumsi bahwa
metode POQ tidak melakukan perubahan apapun pada nilai EOQ yang dihitung sebagai
economic order interval, sehingga POQ dapat diasumsikan sebagian suatu metode MRP
Statik.
2.10 Pengertian Sistem
Berdasarkan
pendapat McLeod
(2004,
p9) sistem adalah
sekelompok
elemen-
elemen yang terintegrasi dengan maksud untuk mencapai suatu tujuan tertentu. Definisi
ini cocok untuk suatu organisasi seperti suatu perusahaan atau bidang fungsional
lainnya. Organisasi terdiri dari sejumlah sumber daya seperti manusia, material, uang,
mesin,
dan
informasi
dimana sumber
daya tersebut bekerja
menuju tercapainya
suatu
tujuan yang ditentukan oleh pemilik atau manajemen.
Model dasar dari sistem
ialah sebagai berikut :
a. Input
Merupakan sekumpulan data baik dari luar organisasi maupun dari dalam
organisasi yang akan digunakan dalam proses sistem informasi.
b. Process
Merupakan
kegiatan
konversi,
manipulasi,
dan
analisis
dari
data
input
menjadi lebih berarti bagi manusia.
|
76
c. Output
Merupakan proses menditribusikan informasi kepada orang atau kegiatan
yang memerlukannya.
d. Feedback
Merupakan
output yang dikembalikan kepada orang-orang dalam
organisasi untuk membantu mengevaluasi input.
e. Subsistem
Merupakan
sebagian
dari
sistem
yang
mempunyai
fungsi
khusus.
Masing-masing subsistem itu sendiri memiliki komponen input, proses, output, dan
feedback.
Organisasi
juga
merupakan
suatu sistem yang
berisi
beberapa
subsistem
yang
menjalankan
aktivitas
utama
dan
beberapa
subsistem yang
menjalankan
aktivitas
pendukung. Aktivitas utama mempengaruhi secara langsung keunggulan kompetitif
produk seperti biaya, kualitas, ketersediaan, dan pelayanan. Sedangkan aktivitas
pendukung tidak secara langsung menciptakan nilai suatu produk.
2.11 Pengertian Informasi
McLeod (2004, p12) berpendapat informasi adalah data yang telah diproses, atau
data yang memiliki arti. Sedangkan menurut OBrien (2004, p13) informasi adalah data
yang telah dikonversikan menjadi konteks yang berarti dan berguna bagi pemakai
tertentu.
|
77
Terdapat empat dimensi informasi menurut pendapat McLeod (2001, p145), yaitu:
Ketepatan Waktu
Informasi
harus dapat
tersedia untuk
memecahkan
masalah pada
waktu
yang tepat
sebelum
situasi
menjadi
tidak
terkendali atau
kesempatan
yang
ada
menghilang.
Manajer
juga
harus
mampu
memperoleh informasi
yang
menggambarkan
keadaan
yang sedang terjadi sekarang, selain apa yang telah terjadi pada masa lalu.
Kelengkapan
Perusahaan
khususnya
manajer
harus
dapat
memperoleh
informasi
yang
memberi
gambaran
lengkap
dari
suatu
permasalahan atau
penyelesaian.
Namun
pemberian
informasi yang tidak berguna secara berlebihan harus dihindari.
Akurasi
Secara
ideal,
semua
informasi
harus
akurat
untuk
menunjang terbentuknya sistem
yang akurat
pula.
Akurasi
ini terutama
diperlukan
dalam aplikasi-aplikasi
tertentu
seperti aplikasi yang melibatkan keuangan, semakin teliti informasi yang diinginkan
maka biaya pun semakin bertambah.
Relevansi
Informasi disebut relevan jika informasi tersebut berkaitan langsung dengan masalah
yang sedang dihadapi. Manajer harus mampu memilih informasi yang diperlukan.
|
78
2.12 Pengertian Sistem Informasi
Menurut McLeod (2001, p4) sistem informasi adalah kombinasi secara
terorgansir antara orang, perangkat keras, perangkat lunak, jaringan komunikasi, sumber
data
yang
menerima,
mentransformasikan, dan menyebarkan informasi dalam
organisasi.
Sedangkan
berdasarkan
pendapat
Laudon
(2001,
p8)
sistem informasi
adalah
sekumpulan komponen yang saling berhubungan
yang
menerima,
memproses,
menyimpan, dan menyebarkan informasi untuk mendukung pengambilan keputusan dan
pengendalian dalam sebuah organisasi.
Dalam suatu organisasi, sistem informasi memiliki beberapa peranan dasar yaitu
sistem informasi
berusaha
memberikan informasi
aktual
tentang
lingkungan
dari
organisasi tersebut sehingga
organisasi
mendapat
gambaran yang akurat tentang
lingkungannya.
Selain
itu
dengan aliran
informasinya,
sistem informasi
berusaha
agar
elemen elemen di dalam organisasi selalu kompak dan harmonis dimana tidak terjadi
duplikasi kerja dan lepas satu sama lain
. Dengan demikian dapat dilihat bahwa manfaat dari sistem informasi ialah :
a)
Menjadikan organisasi lebih efisien dan lebih efektif
b)
Lebih cepat tanggap dalam merespon perubahan
c)
Mengelola kualitas output
d)
Memudahkan melakukan fungsi kontrol
e)
Memprediksi masa depan
f)
Melancarkan operasi organisasi
g)
Menstabilkan beroperasinya organisasi
h)
Membantu pengambilan keputusan.
|
79
2.13 Unified Modelling Language (UML)
2.13.1 Sejarah UML
Unified Modeling Language (UML) dikembangkan dengan tujuan untuk
menyederhanakan
dan
mengkonsolidasikan
sejumlah
besar
metode pengembangan
object oriented yang muncul. Metode pengembangan untuk bahasa pemrograman
tradisional muncul pada tahun 1970 an dan menjadi menyebar pada tahun 1980 an. Yang
paling terkenal diantaranya adalah structured analysis and structured design.
Pendekatan analisa dan rancangan dengan menggunakan metode Object
Oriented mulai diperkenalkan sekitar pertengahan 1970 hingga akhir 1980 dikarenakan
pada saat itu aplikasi software sudah meningkat dan mulai kompleks. Jumlah yang
menggunakan metode OO mulai diuji coba dan diaplikasikan antara 1989 hingga 1994 ,
seperti
halnya oleh
Grady
Booch dari Rational
Software Co.,
dikenal dengan
OOSE
(Object-Oriented Software Engineering), serta James Rumbaugh dari General Electric,
dikenal dengan OMT (Object Modelling Technique).
Kelemahan saat itu mulai disadari oleh Booch maupun Rumbaugh, ketika
mereka
bertemu
rekan
lainnya,
Ivar
Jacobson
dari
Objectory.
Kelemahannya
adalah
tidak adanya standar penggunaan model yang berbasis Object Oriented, sehingga
mereka mulai mendiskusikan untuk mengadopsi masing-masing pendekatan metode
Object Oriented untuk membuat suatu model bahasa yang seragam, yaitu UML (Unified
Modeling Language) dan dapat digunakan oleh seluruh dunia.
|
![]() 80
2.13.2 Kegunaan UML
UML diperuntukan untuk pemakaian sistem software yang intensif. Ada banyak
tujuan
dibelakang
pengembangan
dari
UML, yang paling pertama dan penting adalah
agar dapat digunakan oleh semua pengembang atau modelers dan tujuan akhir dari UML
adalah
untuk menjadi sesederhana
mungkin
selama
masih
memenuhi kebutuhan untuk
melakukan modeling pada sistem yang akan dibangun.
2.14 Analisis dan Perancangan Berorientasi Obyek
Menurut Mathiassen et al. (2000, p5), Analisis dan Perancangan Berorientasi
Obyek
mendeskripsikan dua permasalahan
yang berbeda, yakni di dalam sistem dan di
luar sistem. Analisis obyek mendeskripsikan fenomena di luar sistem, seperti orang dan
barang, yang dapat berdiri sendiri. Perancangan obyek mendeskripsikan fenomena
di
dalam sistem yang dapat diawasi. Kita dapat mendeskripsikan behavior mereka sebagai
operasi untuk komputer yang menyelesaikannya. Berikut adalah gambar yang
menerangkan tahapan analisis dan perancangan berorientasi obyek.
Gambar 2.5 Main Activitities in Object Oriented Design
Menurut Mathiassen et al. (2000, p15)
|
81
Menurut Mathiassen et al. (2000, p15), analisis dan perancangan berorientasi
obyek mempunyai 4 tahapan atau aktivitas utama, yakni :
2.14.1 Problem Domain Analysis
Menurut Mathiassen et al. (2000, p45), Problem Domain Analysis merupakan
bagian dari sebuah konteks yang diadministrasi, dimonitor dan dikontrol oleh sebuah
sistem.
Tujuannya
adalah
untuk
mengidentifikasi
dan
memodelkan
sebuah problem
domain.
Menurut Mathiassen et al. (2000, p46), Problem Domain Modelling mempunyai
3
aktivitas :
a. Classes
Object adalah suatu entitas dengan identity (identitas), state (pernyataan)
dan behavior (perilaku). Sedangkan
Event adalah kejadian terusmenerus yang
melibatkan satu atau dua obyek. (Mathiassen et al, 2000, p51).
Menurut Mathiassen et al. (2000, p53), Class adalah suatu deskripsi dari
sekumpulan obyek yang mempunyai structure, behavioral pattern dan attributes.
Dapat
dinyatakan
bahwa
sebuah
obyek
dijelaskan
di
sebuah class,
class
menjelaskannya dengan bentuk struktur
dan kelakukan dari semua obyeknya.
Sebuah obyek yang diciptakan dari sebuah kelas disebut juga instansi dari class,
dengan kata lain class adalah deskripsi statik dan obyek adalah instansi dinamis
dari class.
|
![]() 82
Menurut Mathiassen et al. (2000, p55) ada 3 sub aktivitas dalam memilih
Class dan Event, yaitu :
1. Menemukan kandidat untuk classes
Pemilihan
class
merupakan
kunci
utama
dalam
membuat
problem
domain. Pada umumnya yang dilakukan adalah mencari semua kata benda
sebanyak mungkin yang terdapat pada system definition. Menurut Mathiassen
et al. (2000, p57), penggunaan nama class sebaiknya :
Sederhana dan mudah dimengerti
Sesuai dengan problem domain
Menunjukkan satu kejadian
Gambar 2.6 Memilih Class dan Event
Menurut Mathiassen et al. (2000, p55)
|
83
2. Menemukan kandidat untuk event
Selain class, event juga merupakan bagian penting dalam problem
domain. Cara untuk mencarinya adalah dengan mencari kata kerja pada
system definition sebanyak mungkin.
3. Mengevaluasi dan memilih secara sistematik
Jika daftar class dan event telah lengkap, maka mereka dievaluasi secara
sistematik. Kriteria umum
untuk mengevaluasi adalah sebagai berikut:
class dan event ada dalam system definition
class dan event relevan untuk problem domain
b. Structure
Menurut Mathiassen et al. (2000, p69), tujuan structure adalah untuk
mendeskripsikan
hubungan struktural antara classes dan objects dalam problem
domain.
Menurut Mathiassen et al. (2000, p72), konsep structure dibedakan atas :
1. Class structure
Menggambarkan hubungan konseptual yang statis antar class.
Terdiri atas :
Generalization Structure :
Merupakan suatu hubungan antara satu atau lebih subclass dengan satu atau
lebih superclass.
Cluster Structure
Merupakan kumpulan dari classes yang saling berhubungan.
|
84
2. Object structure
Menggambarkan hubungan yang dinamis antara objects yang ada dalam
problem domain. Terdiri atas :
Agregation structure
Mendefinisilkan hubungan antara 2 buah objects atau
lebih.
Menurut Mathiassen et al. (2000, p79), ada 3 tipe aplikasi dari
aggregation structure:
1.
Whole part
Object
superior
adalah jumlah
dari
object
inferior,
jika
menambah atau mengurangi maka akan mengubah pokok object
superior.
2.
Container content
Object superior adalah container bagi object inferior, jika
menambah
atau
mengurangi object inferior
maka tidak akan
mengubah object superior.
3.
Union member
Object superior adalah object inferior
yang terorganisasi.
Tidak
akan
terjadi
perubahan
pada object
superior
apabila
melakukan penambahan atau pengurangan pada object
inferior
namun tetap memiliki batasan batasan.
|
85
Association structure
Merupakan relasi antara 2 atau lebih obyek
Digambarkan sebagai
sebuah garis sederhana antara class yang berhubungan. Association
multiplicity diuraikan
dengan
cara
yang
sama
seperti
menguraikan
aggregation.
Perbedaan
antara
association
structure
dan
aggregation structure
adalah
hubungan antar class pada aggregation mempunyai pertalian
yang
kuat
sedangkan
pada
association
tidak
kuat.
Dan
dalam aggregation
dilukiskan hubungan yang definitive
serta
fundamental
sedangkan dalam
association dilukiskan hubungan yang tidak tetap.
c. Behavior
Menurut Mathiassen et al. (2000, p89), tujuan behavior adalah untuk
memodelkan problem domain yang dinamis. Tiga konsep yang terkandung
dalam behavior adalah sebagai berikut:
?
Event Trace
Merupakan urutan dari events yang melibatkan obyek secara spesifik.
?
Behavioral Pattern
Suatu deskripsi dari kemungkinan events traces
untuk semua object dalam
class.
?
Attribute
Suatu deskripsi dari class atau event.
|
![]() 86
Gambar 2.7 Activities in Problem Domain
Menurut Mathiassen et al. (2000, p46)
2.14.2 Application Domain Analysis
Menurut
Mathiassen
et
al.
(2000,
p115),
Application
Domain
Analysis adalah
organisasi yang mengadministrasi, memonitor atau mengontrol sebuah problem domain.
Tujuannya adalah untuk menetapkan system usage requirements.
Aktivitas dari Application Domain Analysis adalah : Usage, Functions dan
Interfaces.
|
![]() 87
Gambar 2.8 Application Domain Analysis
Menurut Mathiassen et al. (2000, p117)
a. Usage
Menurut
Mathiassen
(
2000, p119
),
usage
untuk
menetapkan
bagaimana
actor berinteraksi dengan sistem. Konsepnya adalah :
Actor : sebuah abstraksi dari user atau
sistem
lain
yang berinteraksi dengan
target system.
Actor1
Gambar 2.9 Actor
|
![]() 88
Use case : urutan kejadian kejadian anatara system dan actor dalam
application domain.
create software
record grades
Gambar 2.10 Use Case
b. Functions
Menurut Mathiassen et al. (2000, p137),
functions
merupakan
fasilitas
untuk
membuat
sebuah
model
berguna
bagi actor.
Tujuannya adalah untuk
menetapkan kemampuan berproses sistem informasi. Tipetipe functions adalah :
Read functions
Diaktifkan oleh kebutuhan akan informasi di lembar kerja actor dan
hasilnya tampilan sistem yang relevan dari model.
Compute functions
Diaktifkan oleh kebutuhan akan informasi di lembar kerja actor
melibatkan
informasi
yang
disediakan
actor
atau
model.
Hasilnya
adalah
tampilan dari kegiatan compute tersebut.
Update functions
Diaktifkan
dengan
problem
domain
event
dan
hasilnya
didalam
perubahan model state.
Signal functions
Diaktifkan dengan merubah model state dan hasilnya pada reaksi di
konteks.
Reaksi
ini
mungkin
menampilkan
actor
pada
application
domain
atau intervensi langsung di problem domain.
|
![]() 89
c. Interfaces
Menurut Mathiassen et al. (2000, p151), interfaces
adalah fasilitas yang
membuat system
model dan
functions dapat
digunakan
oleh actor.
Tujuannya
adalah untuk menetapkan system interfaces. Hasil dari interfaces adalah :
User interfaces
Tipe
dialog
dan
form
presentasi, daftar
lengkap dari
elemen
user
interface, window diagram dan navigation diagram.
System interfaces
Class diagram
untuk peralatan
luar dan protokol - protokol
untuk
berinteraksi dengan sistem lain.
2.14.3 Architectural Design
Menurut Mathiassen et al. (2000, p173), tujuan dari architectural design adalah
untuk menstruktur sistem yang terkomputerisasi.
Gambar 2.11 Activities in Architectural Design
Menurut Mathiassen et al. (2000, p176)
|
90
Menurut
Mathiassen
et al.
(2000, p173),
3 aktivitas
yang terdapat pada
Architectural Design adalah sebagai berikut:
a. Criteria
Menurut
Mathiassen
et al.
(2000,
p177),
tujuan
dari criteria
adalah
untuk
mengatur prioritas perancangan. Konsepnya adalah :
Criterion : Properti dari architecture
Conditions
: kesempatan dan batas technical, organizational dan
human yang terlibat dalam suatu tugas.
Menurut Mathiassen et al. (2000, p178) terdapat 12 jenis kriteria software :
1. Usable
Adalah
kemampuan sistem
untuk
beradapatasi dengan
situasi
organisasi,
tugas dan hal hal teknis.
2. Secure
Adalah kemampuan untuk melakukan pencegahan terhadap akses yang
tidak berwenang.
3. Efficient
Adalah penggunaan secara ekonomis terhadap fasilitas technical platform.
4. Correct
Adalah sesuai dengan kebutuhan dan tepat guna.
5. Reliable
Adalah ketepatan dalam melakukan suatu fungsi.
6. Maintainable
Adalah kemampuan untuk perbaikan sistem yang rusak.
|
91
7. Testable
Adalah penempatan biaya untuk memastikan sistem bekerja sesuai dengan
yang diinginkan.
8. Flexible
Adalah kemampuan untuk modifikasi sistem yang berjalan.
9. Comprehensible
Adalah
usaha
yang
diperlukan
untuk
memperoleh
pengertian akan
suatu
sistem.
10. Reusable
Adalah potensi untuk
menggunakan sistem pada bagian
sistem lain yang
saling berhubungan.
11. Portable
Adalah kemampuan sistem untuk dapat dipindahkan ke technical platform
yang lain.
12. Interoperable
Adalah kemampuan untuk merangkai sistem ke dalam sistem yang lain.
Selain kriteria kriteria diatas,
menurut Mathiassen et al. (2000, p184),
terdapat pula kondisi kondisi yang harus diperhitungkan :
Technical
Adalah perangkat keras
yang tersedia, perangkat
lunak
dasar dan sistem;
menggunakan kembali
bahan
bahan
dan
komponen
komponen
yang
telah ada; menggunakan komponen standar yang dapat dibeli.
|
![]() 92
Organizational
Adalah
perjanjian
kontrak;
rencana
pengembangan dan
pembagian kerja
antara pengembang.
Human
Adalah kemampuan untuk mendesain; pengalaman dengan sistem yang
serupa; pengalaman dengan technical platform.
b. Component
Menurut
Mathiassen
et
al.
(2000,
p189),
tujuan dari components
adalah
untuk
menciptakan
sistem yang
comprehensible
dan
flexible.
Component
architecture
adalah
sebuah
struktur
sistem dari
components
yang
saling
berhubungan.
Dalam mengeksplorasi pola
arsitektur,
yang perlu
diperhatikan adalah
ketika menemukan distribusi geografis, rancangan harus mempertimbangkan
pola
client-server
architecture.
Bentuk
yang
dapat
digunakan
adalah sebagai
berikut:
Tabel 2.3 Perbedaan Bentuk Distribusi dalam Client-server Architecture
Menurut Mathiassen et al (2000, p200)
Client
Server
Architecture
U
U + F + M
Distributed Presentation
U
F + M
Local Presentation
U + F
F + M
Distributed Functionality
U + F
M
Centralized Data
U + F + M
M
Distributed Data
|
93
c. Process
Menurut Mathiassen et al. (2000, p209), tujuan process adalah untuk
mendefinisikan struktur program secara fisik.
2.14.4 Component Design
Menurut Mathiassen et al. (2000, p231), tujuan component design adalah untuk
menetapkan sebuah implementasi pada sebuah architectural framework.
Aktivitas pada component design adalah :
1. Model component
Menurut Mathiassen et al. (2000, p235), model component adalah bagian
dari sistem yang mengimplementasikan problem domain model.
2. Function component
Tujuan Function component menurut Mathiassen et al. (2000, p252)
adalah untuk menetapkan
functions implementation. Function implementation
adalah bagian dari sistem yang mengimplementasikan persyaratan functions.
3. Connecting component
Tujuan dari connecting components
menurut Mathiassen et al. (2000,
p271) adalah untuk menggabungkan system components.
Ada 2 konsep dalam connenting component yaitu :
a. Coupling
Merupakan suatu ukuran seberapa dekat 2 classes atau components
terhubungkan.
|
![]() 94
b. Cohesion
Merupakan
ukuran
seberapa dekat
class
atau
component
saling
terkait
satu sama lain.
Gambar 2.12 Components Design
Menurut Mathiassen et al. (2000, p232)
2.15 System Development Life Cycle Model
Menurut
Daniel
Galin
(2000,
p122)
System Development
Life
Cycle
Model
(Model
SDLC)
adalah
model
klasik
yang
masih
dapat
diaplikasikan saat
ini;
model
tersebut menyediakan deskripsi yang paling komprehensif dari proses-proses yang
tersedia. Model tersebut menjukkan tahap-tahap
utama
dari
proses
pengembangan,
mendeskripsikannya
ke
dalam urutan
linier.
Model
tersebut
dimulai
dengan
definisi
kebutuhan
dan
berakhir
dengan
operasi
dan perawatan
reguler.
Ilustrasi
yang
paling
umum dari model SDLC adalah model Waterfall.
|
![]() 95
Gambar 2.13 Model Waterfall
Menurut Daniel Galin (2002, p124)
Model di atas terdiri dari tujuh tahap, yang dijelaskan sebagai berikut:
Requirement
Definition.
Untuk
fungsionalitas
dari
sistem
software
yang
dikembangkan, konsumen harus mendefinisikan kebutuhan mereka. Dalam
beberapa kasus, sistem software adalah bagian dari sistem yang lebih besar.
Analysis.
Usaha
utama dalam
hal ini adalah untuk
menganalisis
implikasi
dari kebutuhan-kebutuhan yang ada untuk membentuk model sistem awal.
Design. Tahap
ini
melibatkan definisi secara detil dari input, output, dan
prosedur
pemrosesan,
termasuk
di
dalamnya
struktur
data
dan
database,
struktur software, dan sebagainya.
|
96
Coding. Pada tahap ini, rancangan akan ditranslasikan ke dalam kode
pemrograman.
Coding
melibatkan
aktivitas
pengendalian kualitas
seperti
inspeksi, unit test dan integration test.
System Tests. Pengujian sistem dilakukan setelah tahap coding telah selesai.
Tujuan utama dari pengujian adalah untuk menemukan sebanyak mungkin
software error sehingga dapat memperoleh tingkat penerimaan dari kualitas
software setelah usaha-usaha koreksi selesai dilakukan.
Installation and Conversion. Setelah sistem disetujui, sistem tersebut akan
diinstalasikan
sebagai
suatu
firmware.
Apabila sistem
informasi
baru
ini
menggantikan sistem yang sudah ada sebelumnya, proses konversi software
harus dilakukan untuk memastikan agar aktivitas organisasi tidak terganggu
selama tahap konversi tersebut.
Regular Operation and Maintenance. Operasi software reguler dimulai
setelah instalasi dan konversi telah selesai dilakukan. Melalui periode
operasi
reguler, dimana
berlangsung
hingga tahunan
atau
hingga
generasi
software
baru
muncul
dalam rencana, maintenance dibutuhkan.
Maintenance
dibagi menjadi tiga jenis pelayanan: corrective
memperbaiki kesalahan software yang teridentifikasi oleh pengguna dalam
operasi; adaptive
menggunakan fitur
software yang sudah ada untuk
memenuhi kebutuhan baru; dan perfective menambahkan fitur kecil untuk
meningkatkan performa software.
|