3
BAB 2
DATA DAN ANALISA
2.1 Data Dan Literatur
Metode penelitian yang digunakan:
Literatur :
-
Buku Rupa Wayang Dalam Seni Rupa Kontemporer Indonesia.
-
Buku Indonesian Heritage “Performing Arts”.
-
Buku Pratiwimba Adhiluhung “Sejarah dan Perkembangan Wayang”.
-
Buku Wayang di Gelaran.
-
Sejarah Wayang Purwa.
-
Data dari Museum Wayang.
Survei Lapangan
-
Museum Wayang.
-
Kuesioner ke sekolah-sekolah.
Wawancara
-
Kepala dan staf museum.
-
Guru SD Tarsisius II.
-
Esther Widhi Andangsari, M.Psi.,Psi, psikolog perkembangan manusia
Web :
-
-
-
-
  
4
2.1.1  Sejarah Wayang
Wayang
yang
berasal
dari
kata bayang,
mulai
pada
zaman
purbakala
sebagai
upacara memanggil arwah dengan memasang lampu minyak kelapa dan menayangkan
bayangan pada dinding atau kain putih yang dibentangkan. Wayang kemudian
berkembang sejak abad ke-9 dan ke-10 sebagai media untuk pementasan lakon-lakon
yang diciptakan bertemakan sastra epos
(sejenis karya sastra tradisional yang
menceritakan
kisah
kepahlawanan)Ramayana dan
Mahabharata,
dan
kemudian
sejak
abad-abad pertengahan diciptakan pula lakon-lakon bertemakan agama Islam. Jenis-jenis
wayang berkembang pesat dari zaman ke zaman, sehingga pada saat ini, terdapat
lebih
dari 60 jenis wayang, tersebar di seluruh Indonesia.
Beberapa jenis wayang berupa boneka dua dimensi, terbuat dari kulit, dioperasikan
oleh dalang di depan layar kain diterangi oleh lampu, dapat ditonton dari depan atau dari
belakang layar, misalnya Wayang Kulit Purwa. Beberapa jenis wayang terdiri dari
boneka-boneka  tiga  dimensi  terbuat  dari  kayu,  misalnya  Wayang  Golek.  Adapun
wayang yang peran-perannya dimainkan oleh manusia, misalnya Wayang Orang, bahkan
ada yang menggunakan gambar pada gulungan kain (Wayang Beber).
Wayang istiwewa sebagai bentuk kesenian karena memiliki sifat-sifat yang dalam
bahasa Jawa disebut adiluhung atau edipeni, yaitu sangat agung dan luhur, dan juga
sangat indah (etika dan estetika). Para sarjana dunia telah menyebutkan wayang sebagai
bentuk drama yang paling canggih di dunia. Wayang berfungsi sebagai tontonan dan
tuntunan, dan merupakan gabungan lima jenis seni; yakni:
1.
Seni Widya (filsafat dan pendidikan)
2.
Seni Drama (pentas dan musik)
  
5
3. Seni Gatra (pahat dan seni lukis)
4. Seni Ripta (sastra dan cerita)
5. Seni Cipta (konsepsi dan ciptaan-ciptaan baru)
Kesenian
wayang
dalam
bentuknya
yang
asli
timbul
sebelum kebudayaan
Hindu
masuk di Indonesia dan mulai berkembang pada jaman Hindu Jawa.
Pertunjukan Kesenian wayang adalah merupakan sisa-sisa upacara keagamaan orang
Jawa yaitu sisa-sisa dari kepercayaan animisme dan dynamisme.
Menurut Kitab Centini, tentang asal-usul wayang Purwa disebutkan bahwa kesenian
wayang, mula-mula sekali diciptakan oleh Raja Jayabaya dari Kerajaan Mamenang /
Kediri.
Sekitar
abad
ke
10
Raja
Jayabaya berusaha
menciptakan
gambaran
dari
roh
leluhurnya dan digoreskan di atas daun lontar (daun yang
dikeringkan
dan dipakai sebagai
bahan
naskah
dan
kerajinan).Bentuk
gambaran wayang tersebut ditiru dari gambaran
relief cerita Ramayana pada Candi Penataran di Blitar. Cerita Ramayana sangat menarik
perhatiannya karena Jayabaya
termasuk
penyembah
Dewa Wisnu
yang setia, bahkan
oleh masyarakat dianggap sebagai penjelmaan atau titisan Batara Wisnu. Figur tokoh
yang
digambarkan
untuk
pertama kali
adalah Batara
(adalah
utusan
Brahman
/Tuhan
sebagai pelindung umat manusia dalam tradisi Hindu) Guru atau Sang Hyang Jagadnata
yaitu perwujudan dari Dewa Wisnu
  
6
2.1.2
Macam-Macam Wayang
1. Wayang Beber
Wayang Beber adalah wayang yang dibeberkan atau dipaparkan di depan
penonton. Terbuat dari kain
lebar
yang
digambar
bersambung-sambung
mengenai
suatu cerita. Sambil dibeberkan, dalang akan menceritakan jalan ceritanya.
Wayang Beber termasuk yang paling tua usianya, berasal dari masa akhir jaman
Hindu Jawa.
Pada  mulanya  mengisahkan  cerita  dari  kitab  Mahabharata,  kemudian  beralih
pada cerita Panji yang berasal dari kerajaan Jenggala
Abad XI dan
mencapai
masa
jayanya pada jaman Majapahit sekitar abad  XIV – XV.
Pertunjukan 
wayang 
ini  dilakukan  dengan  pembacaan  cerita  dan  peragaan
gambar yang melukiskan kejadian / adegan penting yang terlukis pada gulungan
kertas.
(Data Museum Wayang).
Gambar 2.1
Wayang Beber – Sumber dari Buku Rupa Wayang dalam Seni Rupa Kontemporer
Indonesia
  
7
2. Wayang Orang
Wayang Orang disebut juga dengan istilah wayang wong (jawa). Sesuai dengan
nama
dan
sebutannya,
wayang
tersebut
tidak lagi
dipergelarkan
dengan
memainkan
boneka-boneka wayang yang terbuat dari bahan kulit kerbau ataupun yang lain, akan
tetapi   menampilkan   manusia-manusia   sebagai   pengganti   boneka-boneka   wayang.
Mereka  memakai  pakaian  sama  seperti  yang  dipakai  pada  wayang  kulit,  misalnya
pakaian para Pandawa (sebuah kata dari bahasa Sansekerta (Devanagari; dieja Pa
??
ava),
yang secara
harafiah berarti anak "Pa??u" (Pandu),
yaitu salah satu Raja Hastinapura
dalam wiracarita Mahabharata).juga disesuaikan. Mereka
mengenakan ikat kepala khas
Jawa yang biasa disebut udheng lampit,
tanpa
mengenakan
baju,
bercelana komprang
dengan
memakai kelat
bahu
(
gelang
tangan
)
dan
binggel
(
gelang
kaki
). Supaya
bentuk muka atau bangun muka menyerupai wayang dari samping, sering diubah
mukanya dengan digambar atau dilukis (
Sejarah dan Perkembangan Wayang,1988,p78).
Gambar 2.2 Wayang Orang – Sumber dari http://www.google.co.id/
  
8
3. Wayang Golek
Wayang Golek dibuat dari kayu yang diukir
dan
disungging.
Wayang
Golek
mengambil cerita Mahabharata dan Ramayana. Bentuknya mirip boneka (Golek
dalam
bahasa
Jawa
=
boneka)
yang
diberi
pakaian
/
baju,
kain,
dan
selendang.
Dalam pergelaran dapat tampil lebih hidup dengan bentuk tiga dimensi yang dapat
digerakkan mulai dari kepalanya
hingga badannya demikian pula tangannya secara
leluasa oleh dalangnya.
Dalam bahasa
Jawa,
golek
berarti
boneka
dan
juga
berarti
mencari.
Dengan
memainkan
wayang
golek
tersebut
dalang bermaksud
memberi
isyarat
kepada
penonton
agar
selesai
pergelaran,
penonton mencari
intisari
atau
nasehat
yang
terkandung dalam pergelaran yang baru lalu (
Data Museum Wayang).
Gambar 2. 3 Wayang Golek – Sumber dari Buku Pratiwimba Adhiluhung “Sejarah dan
Perkembangan Wayang”
  
9
4. Wayang Purwa
Yang disebut Wayang Purwa adalah pertunjukan wayang yang pementasan
ceritanya bersumber pada kitab Mahabrata
atau Ramayana.
Wayang
kulit
purwa
terbuat dari bahan kulit kerbau, yang ditatah, diberi warna sesuai dengan kaidah
pulasan
wayang
pedalangan,
diberi
tangkai
dari
bahan
tanduk
kerbau
bule
yang
diolah sedemikian rupa dengan nama cempurit.
Menurut para ahli,
istilah purwa berasal dari kata
“parwa”
yang berarti bagian
dari cerita Mahabrata dan Ramayana. Sedangkan di kalangan masyarakat Jawa, kata
purwa sering diartikan sebagai purba (zaman
dahulu).
Sesuai
dengan
pengertian
tersebut,  maka  wayang  purwa  diartikan  pula  sebagai  wayang  yang  menyajikan
cerita-cerita zaman dahulu (
Sejarah dan Perkembangan Wayang,1988,p48)
.
Gambar 2.4
Wayang Purwa – Sumber dari Buku Sejarah Wayang Purwa
  
10
5. Wayang Menak
Wayang Menak diciptakan oleh Kyai Trunodipo dari Kampung Baturetno,
Surakarta. Wayang ini terbuat dari kulit yang ditatah dan disungging seperti wayang
Purwa, dengan tokoh-tokohnya yang diambil dari Serat Menak seperti Wong Agung
Jayengrana
(
Amir
Ambiyah
)
dan
Umar
Maya.
Cerita
ini
bersumber
dari
kitab
Qissai Emr Hamza sebuah hasil kesusastraan Persia pada jaman pemerintahan Sultan
Harun Al Rasyid ( 766-809), dan di daerah Melayu dikenal dengan Hikayat Amir
Hamzah. Dari hikayat inilah yang kemudian dipadu dengan ceritera Panji akhirnya
lahir cerita Menak dengan
nama tokohnya disesuaikan dengan
nama Jawa ( Omar
bin Omayya –
Umar Maya, Badi’ul Zaman –
Iman Suwongso, Mihrnigar –
Dewi
Retno Muninggar ).
Dalam pementasannya
dijumpai
2
macam bentuk
yaitu
:
wayang
kulit
dan
wayang golek Menak (Jawa Tengah, Sunda). Salah satu pementasan ceritera Menak
di daerah Lombok dikenal dengan wayang Sasak (
Data  Museum Wayang).
Gambar 2.5 Wayang Menak – Sumber dari buku Sumber dari Buku Pratiwimba Adhiluhung
“Sejarah dan Perkembangan Wayang