4
BAB 2
DATA & ANALISA
Didalam penyusuna karya tulis ini, penulis mendapatkan informasi dari hasil:
o
Data & literatur
o
Survey online
o
Wawancara
2.1 Data dan Literatur
Kepustakaan
Mencari data-data yang berkaitan, seperti buku-buku teori tentang kebudayaan
Betawi, kliping-kliping dan artikel-artikel mengenai apa saja yang berkaitan dengan
kebudayaan Betawi. Data-data mengenai kebudayaan seni Betawi secara umum dan
Tanjidor pada khususnya didapat dari literatur kepustakaan berupa buku-buku lama dan
buku-buku langka diberbagai perpustakaan dan lembaga budaya dan juga melaui survey
online.
Buku-buku referensi
ini
sangat
membantu
dalam pengambilan data
mengenai
Tanjidor karena selain datanya yang lengkap, buku-buku
ini merupakan
literatur
yang
diterbitkan oleh sumber-sumber yang terpercaya. Selain itu sulit mencari buku sejenis di
toko buku umum dikarenakan sedikitnya terbitan buku mengenai kesenian Tanjidor ini.
  
5
2.1.1 Selayang Pandang Mengenai Sejarah Betawi, Masyarakat, dan
Kebudayaannya
2.1.1.1 Asal mula Betawi
Menurut   banyak   penelitian,   jakarta   mulai   dihuni   manusia   sebelum
berdirinya
kekuasaan
Tarumanegara
pada
abad
ke-5
Masehi.
Betawi
diambil
dari  kata  Batavia.  Masyarakat  Betawi  banyak  dipengaruhi  oleh  masyarakat
Arab, Cina, Portugis, Sunda, Melayu, Jawa, serta Belanda. Sejak pertengahan
abad 19, seorang pengamat mengatakan bahwa penduduk yang berasal dari
berbagai bangsa dan suku tersebut telah kehilangan ciri-ciri aslinya. Hal itu
mengakibatkan munculnya suatu tipe baru pada perkumpulan masyarakatnya,
yang kemudian dikenal sebagai Betawi. Sangat sulit untuk menentukan mana
yang disebut
masyarakat
Betawi
asli. 
Menurut tokoh dan kebanyakan orang
Betawi asli berpendapat bahwa, yang disebut orang Betawi asli adalah orang
yang memang dilahirkan di Jakarta ini, dan mempunyai asal-usul keturunan
Betawi. Maksudnya ia miliki kakek, nenek, ayah, ibu yang lahir di Jakarta.
Namun demikian, pengaruh dari berbagai bangsa dan daerah itulah yang
membuat masyarakat Betawi menjadi unik. Salah satu contohnya terlihat dari
dialek
yang
digunakan
dalam berbicara.
Karena
dipengaruhi
oleh
beberapa
bangsa
dan
daerah,
dialek
Betawi
mengalami
semacam percampuran.
Dialek
yang  digunakan  terdengar  bervariasi.  Kadang  terdengar  unsur  bahasa  dari
daerah Melayu, kadang terdengar unsur bahasa Cina, maupun Sunda.
  
6
2.1.1.2 Wilayah Budaya Betawi
Di Batavia dan sekitarnya berangsur-angsur terjadi pembauran antar suku,
bahkan antar bangsa. Pembauran itu terjadi terutama akibat campuran. Hasil dari
pembauran antar suku dan antar bangsa  itu lambat laun keturunannya kehilangan
ciri-ciri
budaya
asal
masing-masing
yang pada
akhirnya semua
unsur
itu
luluh
menjadi sebuah kelompok etnis yang kemudian dikenal dengan sebutan orang
Betawi, sebagaimana yang ditampilkan oleh Mohamad Husni Thamrin sebagai
kaum ketua Betawi nama sebuah organisasi
yang masih bersifat kesukuan pada
masa sebelum terbentuknya organisasi-organisasi yang bersifat kebangsaan, awal
abad ke dua puluh.
Dari
masa ke masa, masyarakat
Betawi terus berkembang dengan ciri-ciri
budayanya yang semakin mantap, sehingga, mudah dibedakan dari kelopmpok
etnis yang lain. Namun bila dikaji lebih mendalam tampak unsur-unsur
kebudayaan  yang  menjadi  sumber  asalnya.  Bagi  masyarakat  Betawi  sendiri
segala
yang
tumbuh
dan
berkembang
ditengah
kehidupan
budayanya
dirasakan
sebagai miliknya sendiri seutuhnya, tanpa mempermasalahkan dari mana asal
unsur-unsur yang telah membentuk kebudayaannya itu. Demikian pulalah
sikapnya terhadap keseniannya sebagai salah satu unsur kebudayaan yang paling
kuat mengungkapkan ciri-ciri ke Betawiannya, terutama pada seni
pertunjukannya, disamping bahasanya.
Menurut
garis
besarnya wilayah budaya Betawi
dapat
dibagi
menjadi
dua
bagian
yaitu
Betawi
Tengah
(Betawi Kota),  
dan
Betawi
Pinggiran.
Yang
termasuk
Betawi
tengah
(Betawi
Kota) dapatlah disebutkan
kawasan wilayah
  
7
yang pada zaman akhir Pemerintahan jajahan Belanda termasuk wilayah
Gemeente Batavia (pusat kota, atau daerah sekarang lebih dikenal sebagai jakarta
pusat), kecuali beberapa tempat seperti Tanjung Priuk dan sekitarnya. Sedangkan
daerah-daerah diluar kawasan tersebut, baik yang termasuk DKI Jakarta apalagi
daerah-daerah  disekitarnya,  merupakan  wilayah  Betawi  pinggiran  yang  pada
masa lalu oleh orang Betawi Tengah disebut  Betawi Ora.
Masyarakat Betawi Tengah pada umumnya lebih maju dari pada yang
dipinggiran,
lebih
banyak
menggemari cerita-cerita
yang
bernafaskan
Agama
Islam yang
mendapat
pengaruh
dari
budaya Timur
Tengah.
Diwilayah
Betawi
Tengah ini keseniannya banyak menyerap seni budaya Melayu, sebagaimana
terlihat pada musik dan tari Samrah. Sedang didaerah pinggiran berkembang
kesenian
tradisional
lainnya
seperti topeng,
wayang,
tanjidor,
dan
sebagainya
yang tidak terdapat dalam masyarakat Betawi Tengah.
Namun perlu dicatat pula, bahwa dalam hal seni budaya, masyarakat Betawi
Pinggiran tampaknya masih banyak yang belum mau menerima seni budaya
Betawi Tengah sebagai miliknya. Demikian pula sebaliknya.
2.1.1.3 Jenis-Jenis Kesenian Betawi
Sebenarnya ada banyak sekali kesenian Betawi, kesenian itu terbagi menjadi
empat bagian, yaitu :
1.         Rebana
Rebana Ketimpring
Rebana Hadro
  
8
Rebana Dor
Rebana Biang
Rebana Burdah
Rebana Maukhid
2.
Musik
Gambang Kromong
Gambang Kromong Kombinasi
Gambang Rancak
Kliningan Tanji
Gamelan Gieng
Tanjidor
3.
Tari
Tari Blenggo
Tari Topeng Betawi
Tari Cokek
  
9
Tari Zapin
Tari Samrah
Tari Ngarojeg
4.
Teater
Lenong
Topeng Betawi
Wayang Kulit Betawi
Jinong
Jipeng
Cadar (pencak dan bodor)
Topeng Blantek
  
10
Dari keempat kelompok besar diatas dapat dibagi lebih terperinci lagi, yaitu :
1.   Kesenian Betawi yang berkembang sejak abad XV :
a.   Rebana
b.   Tarian Samrah
c.   Gambang Kromong
d.   Keroncong
e.   Khasidah
f.
Gambus
g.   Der Muluk
h.   Pencak Silat
2.   Kesenian Betawi yang berkembang pada abad XX :
a.   Lenong
b.   Cokek
c.   Doger
d.   Tanjidor
e.   Jipeng
f.
Sarkawi
g.   Mawalan
  
11
h.   Wayang Tanah
i.
Ondel-Ondel
j.
Rebana Biang
k.   Tari Blenggo
l.
Blantek
2.1.1.4 Sekilas tentang Tanjidor
Musik Tanjidor diduga berasal dari bangsa Portugis yang datang ke Betawi
pada
abad
14
sampai
16.
Menurut
sejarawan,
dalam bahasa
Portugis ada kata
tanger. 
Kata tanger
itu artinya
memainkan alat
musik. Memainkan alat
musik
ini
dilakukan
pada
pawai
militer
atau
upacara
keagamaan.
Kata tanger
itu
kemudian diucapkan menjadi tanjidor.
Menurut Ernst Heiinz, ahli musik Belanda, tanjidor asalnya dari para budak
yang
ditugaskan
main
musik
oleh
tuannya.
Hal
ini dipertegas
oleh
sejarawan
  
12
Belanda yang banyak menulis tentang Batavia bahwa orkes tanjidor muncul pada
masa kompeni. Maka pada awalnya dinamakan slaven orkest.
Pada umumnya alat-alat musik pada orkes Tanjidor terdiri dari alat
musik
tiup 
seperti 
piston  (cornet 
piston), 
trombon, 
tuba,  tenor,  klarinet,  bas,
dilengkapi dengan alat musik pukul membran yang biasa disebut tambur atau
genderang. Dengan peralatan tersebut cukup
untuk
mengiringi
pawai
atau
mengarak pengantin.
1. Tuba
2. Tambur
3. Piston
Untuk
pergelaran terutama
yang
ditempat
dan tidak
bergerak alat-alatnya
sering kali ditambah dengan alat gesek seperti tehyan, dan beberapa membranfon
seperti rebana, bedug dan gendang, ditambah pula dengan beberapa alat perkusi
seperti kecrek, kempul dan gong.
Daerah penyebaran Tanjidor adalah di sekitar
Depok, Cibinong, Citeureup,
Cileungsi, Jonggol, Parung dalam wilayah Kabupaten Bogor, di beberapa tempat
di wilayah Kabupaten Bekasi dan Kabupaten Tangerang.
Sebagai kesenian rakyat, pendukung orkes Tanjidor terutama para petani di
daerah pinggiran. Pada
umumnya seniman
Tanjidor tidak dapat rnengandalkan
  
13
nafkahnya  dari  hasil  yang  diperoleh  dari  bidang  seninya.  Kebanyakan  dari
mereka hidup dari bercocok tanam, atau berdagang kecil-kecilan.
Oleh masyarakat pendukungnya Tanjidor biasa digunakan untuk
memeriahkan hajatan seperti pernikahan, khitanan dan sebagainya, atau pesta-
pesta umum seperti untuk merayakan ulang tahun Proklamasi Kemerdekaan.
Sampai tahun lima puluhan rombongan-rombongan Tanjidor biasa mengadakan
pertunjukan keliling,
istilahnya
“Ngamen”.
Pertunjukan
keliling
demikian
itu
terutama dilakukan pada waktu pesta Tahun Baru, baik Masehi maupun Imlek.
Perlu dikemukakan juga, bahwa sesuai dengan perkembangan jaman dan
selera  masyarakat  pendukungnya,  Tanjidor  dengan  biasa  pula  membawakan
lagu-lagu dangdut. Ada pula yang secara khusus
membawakan lagu-lagu Sunda
Pop yang dikenal dengan sebutan “Winingan tanji”
Grup-grup
Tanjidor
yang
berada
di
wilayah DKI Jakarta antara lain dari
Cijantung
pimpinan
Nyaat,
Kalisari pimpinan Piye, Pondok
ranggon
pimpinan
Maun, Ceger pimpinan Gejen dan Jagakarsa Jakarta Selatan pimpinan Said.
Musik tanjidor sangat jelas dipengaruhi
musik
Belanda.
Lagu-lagu
yang
dibawakan antara lain : Batalion, Kramton, Bananas, Delsi, Was Tak-tak,
Welmes, Cakranegara. Judul lagu itu berbau Belanda meski dengan ucapan
Betawi. Selain itu musik tanjidor juga dipengaruhi kebudayaan Cina, Arab, dan
sudah pasti Portugis. Lagu-lagu tanjidor bertambah dengan membawakan lagu-
lagu Betawi, seperti : Jali-Jali, Surilang, Sirih Kuning, Kicir-Kicir, Cente Manis,
Stambul, dan Persi.
Tujuan utama penyajian musik tanjidor
itu untuk mencari nafkah. Dengan
telanjang kaki atau bersandal jepit mereka ngamen dari rumah ke rumah. Lokasi
  
14
yang
dipilih
biasanya
kawasan
elite,
seperti
:
Menteng,
Salemba,
Kebayoran
Baru,
daerah
yang
penduduknya
orang
Belanda, atau daerah lain yang
penduduknya memeriahkan tahun baru. Pada tahun baru Cina biasanya tanjidor
ngamen lebih lama. Karena tahun baru Cina dirayakan sampai perayaan
Capgomeh, yaitu pesta hari ke-15 imlek.
Pada tahun 1954 Pemda Jakarta
melarang
tanjidor ngamen ke dalam
kota.
Alasan 
pelarangan 
tidak  diketahui. 
Pelarangan 
ngamen 
membuat 
seniman
tanjidor kecewa. Sebab pendapatan mereka jadi berkurang. Mereka hanya
menunggu
panggilan
untuk
memeriahkan
hajatan atau pesta rakyat. Namun
dewasa ini tanjidor sering ditampilkan untuk menyambut tamu, festival kesenian
Betawi, dan memeriahkan arak-arakan.
2.1.1.5 Tanjidor Saat Ini
Selaras dengan
pergeseran
zaman,
sebagian
besar
alat
musik
yang
hingga
kini masih digunakan termasuk kategori instrumen yang sudah usang dan cacat.
Barang
bekas
yang
sudah
pada
peot
dan
penyok-penyok ini toh
masih
bisa
berbunyi. Kendati suaranya kadang-kadang melenceng ke kanan dan ke kiri alias
fals.
Saking
tuanya,
alat
musik
tersebut
sudah
ada
yang
dipatri,
dan ada
pula
yang diikat dengan kawat agar tidak berantakan. Tetapi semua itu tidak
mengurangi semangat penabuhnya yang umumnya juga sudah pada lanjut usia.
  
15
Mereka main kalau ada panggilan. Grup tanjidor yang kini menonjol adalah
Pusaka Tiga Saudara pimpinan Piye atau Ma’ah di Kalisari Jakarta Timur dan
Putra Mayangsari pimpinan Marta Nyaat di Cijantung Jakarta Timur.
Bersama segelintir grup lainnya, Pusaka Tiga Saudara masih bertahan di
tengah arus perubahan Kota Jakarta. Berbagai usaha untuk bertahan tersebut bisa
diartikan sebagai memadukan unsur musik dangdut dan pop ke dalam orkes
mereka atau menghadirkan bintang tamu biduan-biduan muda agar “laku”. Pun
mencoba mewariskan kesenian ini kepada generasi muda, yang tak pernah benar-
benar tertarik dengan musik yang kian tersingkir oleh zaman dan sulit dipelajari
ini.
  
16
Wajar saja jika tak tertarik. Orkes musik yang didominasi alat musik tiup ini
menjadi tak karuan terdengar di telinga, karena musisi peniupnya sudah berusia
lanjut.
Walaupun
berusia
renta,
mereka tetap
setia
memainkan
orkes
tanjidor
untuk menghibur penonton di pinggiran Jakarta dan sangat bersemangat
mengajarkan  di  bawah  panggung  jika  ada  anak-anak  yang  ingin  tahu.  Pipi
mereka yang keriput kembang kempis memainkan orkes tanjidor, sama seperti
hati yang kembang kempis akan kekhawatiran masa depan musik ini.
Kondisi
ini sangat jauh berbeda jika dibandingkan pada era tahun 1970-an.
Kesenian tanjidor boleh dibilang pertunjukan primadona.
Hampir setiap
malam
ada saja yang nanggap. Asal ada keramaian seperti sunatan,
pesta perkawinan,
syukuran panen, grup tanjidor selalu diundang
untuk
menghibur
para
tamu
undangan.
Memang, dibandingkan dengan jenis kesenian Betawi lainnya seperti Musik
Gambang, Kasidahan, Lenong, Tari Topeng  
Betawi dan sejenisnya, boleh
dikatakan Tanjidor agak ketingalan.  Mat Sani, putra Betawi kelahiran Kramat
Pulogundul, dibelakang bioskop Rivoli, Jakarta Pusat, mengatakan, “anak cucu
keturunan Betawi kagak pada mau ngopenin Tanjidor. Maunya pada ngedangdut
melulu. Barangkali itu salah satunye
yang
bikin
Tanjidor
kagak
mau
cepat
berkembang”.
Tapi barangkali juga karena jaman udah banyak berubah, beginilah jadinya.
“Di kampung saya 
dulu, ada perkumpulan orkes
Tanjidor, Lenong dan Ondel-
Ondel Bang Rebo, di Gang Piin Kramat Pulo.
Tapi sekarang
mah dangdut aje
yang digede-gedein”, tambahnya. “Tapi nggak tahulah, kemungkinan di wilayah
lain
masih
banyak
perkumpulan
Tanjidor.
Denger-denger
sih
Tanjidor
masih
  
17
berbunyi. Kebanyakan di pinggiran Jakarta, misalnya di Depok, Cibinong,
Citeureup,  Cileungsi,  Jonggol,  Parung, 
di  wilayah  Bogor.  Lainnya  di
Tanggerang, dan Bekasi”
Sejak
dulu
memang,
Tanjidor  
tidak banyak memberi janji sehingga
pendukungnya dari tahun ke tahun kian
menurun. Selain banyak yang sudah
meninggal, pendukungnya sekarang sudah pada uzur. Untuk singgah menjadi
seniman orkes Tanjidor memang harus punya bakat di bidang musik modern atau
ketrampilan itulah yang membuat orang senang menekuni hobinya. Dari dulu
seniman Tanjidor tidak melulu
mengandalkan hidup dari musik yang digeluti.
Melainkan dari hasil bertani, buruh  atau pedagang kecil-kecilan. Bermain musik
hanya sebagai sambilan selain menghibur diri untuk mencari kepuasan batin.
Sebab lain kenapa Tanjidor tidak bisa  melesat seperti jenis kesenian Betawi
lainnya kemungkinan karena fungsi ekonomi Tanjidor lemah. Hidup orkes ini
tergantung dari saweran   
dari penonton. Atau
karena
ditanggap
untuk
meramaikan hajatan, sunatan, kawinan dan sebagainya. Serta tidak inovatif.
2.1.1.6 Usaha Pelestarian Tanjidor
Upaya mempertahankan tanjidor telah dilakukan, antara lain dengan melatih
anak-anak dari
usia
dini. Namun
upaya
itu
belum berhasil. “Tanjidor
itu
sulit
dipelajari, anak muda sekarang maunya yang instan saja,” kata Sahroni (41),
Ketua
Sanggar
Setu
Babakan,
Jagakarsa. Menurutnya
juga,
dangdut
kini
lebih
populer. Cukup dengan organ tunggal warga bisa terhibur. Panitia perayaan tak
perlu repot menyewa dan mengangkut banyak alat musik ke panggung.
  
18
Minat terhadap tanjidor juga menurun karena kelompok tanjidor semakin
jarang. Kini banyak orang yang tak lagi mengenal tanjidor. Berkurangnya minat
warga
juga terlihat
dari
pernyataan Daru
(26), warga
Setu
Babakan.
Ia
yang
tinggal tepat di pusat kebudayaan Betawi mengaku
tidak berminat menonton
ataupun mempelajari tanjidor. “Banyak kerjaan lain,” katanya.
Dalam perjalanan waktu dan suasana berbeda, musik tanjidor itu masih tetap
exist
dan naik daun. Selaras dengan perkembangan
zaman,
orkes
Tanjidor
sekarang malah lebih asyik membawakan lagu-lagu dangdut. “Yang penting kata
Tanjidor harus tetap berbunyi” kata Kamil Shahab, mantan anggota DPRD DKI
Jakarta,  yang  keturunan  Arab  kelahiran  kampung  Batuceper  Jakarta  Pusat.
Bahkan Pemda DKI Jakarta secara berkala menyelenggarakan lomba
tanjidor
dalam rangka pelestarian sekaligus regenarasi.
Mewakili rekan-rekannya, Joni berharap, meski mulai dilupakan orang,
pemerintah
tidak
ikut
melupakan
seni tradisional
ini.
”Tolong
kami
selalu
diperhatikan.  Jangan  seperti  kata  pepatah  habis  manis  sepah  dibuang.  Dulu,
ketika belum banyak kesenian modern kami
disanjung
dan
dipuja,
kini
kami
malah ditinggal dan dilupakan.Seharusnya kesenian tradisional tetap harus
dipelihara,” kata Joni penuh harap.
2.2 Wawancara
Pengambilan data selain melalui kepustakaan juga melalui wawancara dengan tokoh-
tokoh yang mengerti mengenai Tanjidor. Wawancara dengan nara sumber dari instansi
ataupun  lembaga  kebudayaan  DKI  Jakarta  dan  terutama  dari  para  pemain  musik
Tanjidor itu sendiri.
  
19
Pada tanggal 27 Februari 2008, diadakan wawancara dengan Ibu Nani, subdis
promosi Dinas Kebudayaan dan Permuseuman DKI Jakarta yang terletak di Gedung Nyi
Ageng Serang Jl. H.R Rasuna Said,Kuningan, Jakarta Selatan.  Menurut Ibu Nani,
kebudayaan Betawi sangatlah beragam, dan kesenian Tanjidor merupakan salah satu dari
seni musik asal Betawi yang telah berakulturasi dengan kebudayaan luar namun tetap
memiliki ciri khasnya sendiri. Buku khusus yang membahas tentang Tanjidor ini belum
ada, dan kebanyakan tentang Tanjidor di bahas bercampur dengan buku kebudayaan
Betawi pada umumnya.
Demikian juga menurut Bapak Dayat, salah satu anggota pengelola Lembaga
Kebudayaan Betawi, bahwa Tanjidor ini termasuk bahasan yang cukup sulit dicari
karena seni budaya ini sudah mulai dilupakan masyarakatnya. Perkumpulan musisinya
pun sangat sedikit sekali. Dari beberapa sanggar di Jakarta Timur yang terdapat dalam
daftar Lembaga Kebudayaan Jakarta hanya tinggal dua sanggar saja yang masih aktif.
Dan beliau merekomendasikannya pada penulis untuk mendapatkan data lebih lengkap
mengenai Tanjidor ini.
Dan pada wawancara tanggal 30 Maret 2008, Bang Indra, Humas dari Cagar Budaya
Betawi Setu Babakan menambahkan bahwa keadaan Tanjidor saat ini masih dalam
kondisi terancam, tanjidor hanya digunakan pada moment tertentu saja, fungsinya juga
telah bergeser, dan  kurang inovatif.
Masih tetap sama dengan pendapat diatas, Pak Piye kepala sanggar Pusaka Tiga
Saudara yang terletak di kawasan Kalisari, Jakarta Timur yang ditemui pada hari Selasa
1 April 2008, juga menambahkan alasan kenapa kurang inovatifnya pertunjukan
Tanjidor. Hal itu disebabkan karena para musisinya yang sudah lanjut usia yang sulit
untuk mengikuti jaman, ”sebenernya sih kite seneng banget kalo bisa kolaborasi, tapi ya
  
20
itu die, kite pade ga bise baca partittur lagu jadinye sedikit menghambat buat maenin
lagu-lagu jaman sekarang. Kita kan maennye pake akal (feeling)” tambah Pak Piye.
Kalaupun berkolaborasi dengan musisi muda, biasanya para musisi muda itu yang
mengikuti lagu-lagu yang sudah sering dimainkan oleh para pemusik Tanjidor itu.
Kalau sedang tidak ada order, para musisi tanjidor ini mengisi hari-harinya dengan
bekerja sebagai petugas kebersihan ataupun keamanan, yang penting mereka tidak
menganggur.
2.3 Data Penyelenggara
2.3.1 Penerbit
R&W publishing didirikan pada tahun 2004 dan dinamakan berdasarkan warna
bendera nasional Indonesia yaitu merah dan putih yang membawa semangat untuk
mempromosikan kesenian serta sejarah Indonesia kepada masyarakat internasional.
R&W memproduksi buku mengenai kesenian,
fotografi, desain, arsitektur, budaya,
musik, dan fashion.
  
21
2.3.2 Kantor
Jalan Merpati Raya 45
Menteng Dalam, Jakarta 12870
Indonesia
tel: +62 21 8306819
fax: +62 21 8290612
2.4 Karakteristik Produk
-
Tema  yang  ditampilkan  termasuk  tema  yang  jarang  dibahas  pada  buku
lainnya.
-
Memberikan  informasi  serta  melestarikan  suatu  budaya  tradisional  yang
hampir dilupakan masyarakat
-
Menggunakan visual yang lebih baik dibandingkan dengan buku serupa
-
Menarik karena didesain sedemikian rupa
2.4.1 Susunan Daftar Isi
Sekapur sirih
Daftar isi
Selayang Pandang Betawi
Sekilas tanjidor
Tanjidor Putra Mayang Sari
Tanjidor Aljabar Tangerang
Instrumen
  
22
2.5 Target
Pria
dan
wanita
yang
berusia antara
20 sampai
30
tahun,
SES
:
B-A,
tinggal
di
daerah kota Jakarta dan sekitarnya, menyukai musik, seni, dan budaya, suka
membaca
dan mengkoleksi buku, berpikiran modern namun tetap menghargai kebudayaan
tradisional.
2.6 Analisa SWOT
Strenght :
-
Memperkenalkan kembali mengenai seni musik Betawi, Tanjidor
-
Kesenian Tanjidor
merupakan salah satu aset budaya Betawi
yang terbilang
unik karena termasuk pertunjukan orkes yang multi etnis
-
Memberikan gambaran mengenai sejarah dan perkembangan dari Tanjidor
-
Buku yang khusus membahas tentang Tanjidor belum pernah ada
Weakness :
-
Harga buku yang relatif mahal
Opportunities :
-
Masyarakat dapat tertarik jika ada buku yang bersifat menarik
-
Kesadaran  masyarakat  akan  pentingnya 
melestarikan  budaya  tradisional
Indonesia
  
23
-
Buku-buku
yang
membahas
secara
khusus
mengenai
Tanjidor
belum
ada,
sebagian besar yang membahas tentang seni Tanjidor ini adalah buku tentang
kebudayaan
Betawi
yang
membahas secara
menyeluruh
tentang
semua
kebudayaan Betawi. Bukunya  
hanya berisikan tulisan dan gambar foto
seadanya saja sehingga terkadang cepat bosan bila hanya membaca tulisan
yang banyak,
dan
cenderung kurang
lengkap. Sehingga penyajian fotografi
dan ilustrasi yang lebih menarik merupakan nilai tambah buku ini.
Threats :
-
Tema
seni
budaya
tradisional
masih
kurang diminati oleh
masyarakat
masa
kini
-
Kurangnya keinginan membaca masyarakat
-
Kurangnya kepedulian/minat masyarakat akan budaya tradisionalnya sendiri
-
Menganggap kuno akan seni budayanya sendiri