8
Bab 2
Landasan Teori
2.1. Teori Fonetik dan Fonologi
Fonetik
dan
fonologi
sangat
berkaitan
dan
keduanya
berhubungan dengan
satuan
terkecil
dari
bahasa,
yaitu
bunyi.
Menurut
Okumura
dalam
Tjandra
(2004:1), dalam
linguistik ada dua ilmu yang dikenal sebagai ilmu yang mempelajari bunyi-bunyi bahasa.
Ilmu
tersebut
yaitu
fonetik
dan
fonologi.
Fonetik
merupakan ilmu
yang
mempelajari
bunyi-bunyi
bahasa
secara
fisik,
sedangkan
fonologi
adalah
ilmu
yang
mempelajari
fungsi
dan
kondisi bunyi-bunyi bahasa secara khusus
di dalam tata
bunyi bahasa yang
bersangkutan, berdasarkan data-data yang diperoleh dari ilmu fonetik.
Namun, dalam fonetik, menurut Okumura, dibagi lagi menjadi dua, yaitu:
1)
Fonetik artikulatoris adalah fonetik yang mempelajari cara pembentukan bunyi
bahasa di dalam rongga mulut.
2)
Fonetik eksperimental adalah fonetik yang mempelajari sifat-sifat fisik bunyi bahasa
menurut
ilmu
fisika dengan
menggunakan berbagai peralatan eksperimen di
dalam
laboratorium fonetik.
2.2. Teori Interferensi Bahasa
Dalam fonetik, sudah dapat diketahui bahwa artikulasi
atau pembentukan
bunyi
bahasa di dalam rongga mulut dapat berpengaruh pada bunyi suatu bahasa. Bahasa yang
satu
dapat
berbeda
bunyinya
dengan
bahasa
yang
lain.
Hal
ini
disebabkan karena
perbedaan
artikulasi
yang
terjadi
pada
penutur
bahasa
yang
bersangkutan. Seseorang
yang
mempelajari
bahasa
asing,
yang
bukan
bahasa
yang
biasa
ia pakai,
tentu
akan
|
9
mengalami
kesulitan-kesulitan
yang
disebabkan
oleh
perbedaan artikulasi
yang
sering
orang tersebut lakukan dalam
mengucapkan bahasanya sendiri dengan artikulasi bunyi
bahasa yang dipelajarinya. Terkadang dapat terjadi penyamarataan artikulasi pada
bahasa kedua yang dipelajari dengan bahasa ibu yang sering dipakai orang tersebut. Hal
inilah yang disebut dengan interferensi bunyi bahasa.
Menurut
Kridalaksana
(1993:84),
definisi
interferensi
dapat
dilihat
dari
dua
segi,
yaitu
segi
bilingualisme
(kedwibahasaan) dan
segi
pengajaran
bahasa.
Dari
segi
bilingualisme, interferensi
didefinisikan sebagai
penggunaan
unsur
bahasa
lain
oleh
bahasawan
yang
bilingual
(menggunakan dua
bahasa)
secara
individual
dalam
suatu
bahasa dan ciri-ciri bahasa
lain
itu
masih kentara. Interferensi yang terjadi juga dapat
berbeda-beda sesuai dengan medium, gaya, ragam, dan konteks yang dipergunakan oleh
orang
yang
bilingual
tersebut.
Sedangkan dari
segi
pengajaran bahasa,
interferensi
didefinisikan sebagai
kesalahan
bahasa berupa
unsur
bahasa
sendiri
yang
dibawa ke
dalam bahasa atau dialek lain yang dipelajari.
Alwasilah (1995:132) memaparkan bahwa:
Interferensi berarti adanya saling mempengaruhi antar bahasa.
Berarti,
interferensi
yang
terjadi
saat
seseorang
mempelajari bahasa
kedua
dapat
dipengaruhi
juga
oleh bahasa
pertama,
yang
merupakan bahasa yang biasa digunakan
oleh orang tersebut.
Menurut Koine (1991:1100), interferensi adalah:
1) 2
???????????????????????
2) 2
???????????????????????????????
????????
|
10
Terjemahan:
1)
Gangguan atau hambatan dalam penggunaan dua bahasa, atau gangguan bahasa
ibu ke dalam bahasa yang dipelajari
2)
Dalam kasus penggunaan dua bahasa, sistem bahasa yang satu saling bertumpang
tindih dengan sistem bahasa yang lain
Pada
definisi
tersebut
terlihat
bahwa
ada
dua
pengertian
berbeda
mengenai
interferensi bahasa.
Definisi
pertama
menjelaskan bahwa
interferensi
merupakan
gangguan bahasa
ibu ke dalam bahasa
sasaran tanpa
merinci
gangguan seperti apakah
yang dimaksud. Pada definisi kedua, dijelaskan bahwa interferensi merupakan tumpang
tindih atau pencampuran antara sistem bahasa yang satu dengan sistem bahasa yang lain
dalam suatu penggunaan dua bahasa.
Menurut Weinreich dalam Irwan (2006:17-18), dari sudut pandang fonemik, terdapat
empat jenis gejala interferensi, yaitu:
1)
Pembedaan fonem yang berkekurangan
Interferensi yang terjadi jika dua buah bunyi yang berpasangan dibedakan dalam
sistem bunyi
bahasa
kedua/
bahasa
sasaran,
namun
tidak
bunyi
tersebut
tidak
dibedakan dalam sistem bunyi bahasa pertama/ bahasa ibu.
Misalnya: fonem /r/ dan /l/ tidak dibedakan dalam bahasa Jepang tetapi dalam bahasa
Indonesia keduanya dibedakan.
2)
Pembedaan fonem yang berkelebihan
Interferensi yang
terjadi
jika
sistem
fonemik
bahasa
pertama/
bahasa
ibu
diterapkan kepada
bunyi
pada
bahasa
kedua/
bahasa
sasaran
yang
tidak
memerlukannya.
|
11
3)
Penafsiran kembali terhadap perbedaan
Interferensi
yang terjadi
jika penutur
membedakan
fonem-fonem
sistem
bahasa
kedua/
bahasa
sasaran
berdasarkan ciri-ciri
yang
diabaikan
dalam
bahasa
kedua
namun penting dalam bahasa pertama.
4)
Penggantian bunyi
Interferensi
yang
terjadi
jika
fonem-fonem dalam
kedua
bahasa
tampak
sama,
tetapi pengucapannya berbeda, oleh penutur diucapkan seperti ucapan
fonem
tersebut dalam bahasa pertama.
2.3. Konsonan Dalam Bahasa Indonesia dan Bahasa Jepang
Ditinjau
dari
terjadinya interferensi
bahasa,
sekarang
sudah
semakin
jelas
bahwa
terdapat
perbedaan antara
bahasa
Indonesia
dan
bahasa
Jepang. Di
sini,
lebih
disoroti
mengenai perbedaan kelompok konsonan antara bahasa Indonesia dengan bahasa Jepang
dilihat dari segi artikulatorisnya.
Menurut
Rahyono
dalam Kushartanti
(2005:38),
secara
garis besar,
ada
tujuh
jenis
artikulasi. Perbedaan
dari
cara-cara artikulasi
tersebut
ditentukan oleh
jenis
hambatan
dan
tempat
artikulasi
dilakukan, dan
jenis-jenis hambatan
artikulasi
berperan
dalam
penamaan bunyi yang dihasilkan. Jenis hambatan tersebut adalah sebagai berikut:
1)
Letupan (plosive/stop)
Artikulasi yang dilakukan dengan cara menghambat total aliran udara oleh artikulator
aktif
dan
melepaskan
secara
meletup.
Bunyi-bunyi letupan
yang
dihasilkan
dengan
artikulasi ini antara lain adalah [p], [b], [t], [d], [k], [g], dan [
?
].
|
12
2)
Geseran (fricative)
Artikulasi
yang
dilakukan
dengan
cara
menghambat
aliran
udara
sebagian
(tidak
total).
Udara tetap dapat
mengalir melalui
celah sempit
yang dibentuk oleh artikulator
aktif dan artikulator pasif. Bunyi geseran yang dihasilkan antara lain [?], [ð], [s], [z], [?],
dan [?].
3)
Paduan (affricate)
Artikulasi yang merupakan paduan antara artikulasi letupan dan geseran. Aliran udara
yang dihambat secara total diletupkan
melalui celah
sempit yang dibentuk oleh
artikulator aktif dan artikulator pasif. Bunyi paduan yang dihasilkan antara lain [c] dan
[j].
4)
Sengau (nasal)
Artikulasi yang dilakukan dengan cara menghambat secara total aliran udara melalui
rongga mulut oleh artikulator dan membuka jalur
aliran udara
menuju rongga
hidung.
Bunyi nasal yang dihasilkan antara lain [m], [n], [?], dan [ñ].
5)
Getaran (trill)
Artikulasi yang dilakukan dengan cara menyentuhkan artikulator aktif ke artikulator
pasif
secara
beruntun sehingga
membentuk seperti
getaran.
Dalam
bahasa Indonesia,
bunyi getaran yang dihasilkan adalah bunyi [r].
6)
Sampingan (lateral)
Artikulasi yang dilakukan dengan cara menghambat aliran udara di bagian tengah dan
memberikan jalan aliran udara melalui samping-samping lidah. Dalam bahasa Indonesia,
bunyi sampingan yang dihasilkan adalah bunyi [l].
|
![]() 13
7)
Hampiran (approximant)
Artikulasi
yang dilakukan dengan cara
mempersempit aliran
udara di
rongga mulut
tanpa
menghasilkan geseran. Artikulator
aktif
bergerak
ke
arah
artikulator
pasif
dan
kemudian
bergerak
menjauh
kembali
di
saat
udara
mengalir
keluar.
Bunyi
hampiran
yang dihasilkan antara lain [w] dan [j].
Dari setiap jenis konsonan tersebut, dapat dibagi lagi jenisnya menurut artikulator dan
titik
artikulasi
yang
bekerja
dalam
pembentukan suatu
konsonan.
Tjandra
(2004:21)
membagi jenis atau sebutan untuk konsonan yang dihasilkan menjadi:
Tabel 2.1
Artikulator dan Titik Artikulasi
Artikulator
Titik Artikulasi
Konsonan
Bibir bawah
Bibir atas
Bilabial
Bibir bawah
Gigi atas
Labio-dental
Ujung lidah
Gigi atas
Dental
Ujung lidah/lidah depan
Alveolum
Alveolar
Lidah tengah
Palatum
Palatal
Lidah belakang
Velum
Velar
Lidah belakang
Uvulum
Uvular
Pita suara
Pita suara
Glotal
Sumber: Tjandra (2004:21)
Dalam
menghasilkan bunyi konsonan yang diinginkan harus ada kerja sama antara
artikulator dan titik artikulasi. Tjandra (2004:21) mengungkapkan:
|
![]() 14
Artikulator dan titik artikulasi bekerja sama dalam memproses pembentukan
hambatan yang pada gilirannya menghasilkan bunyi bahasa.
Adapun
yang
dimaksud
dengan
artikulator adalah
alat
ucap
yang
bertumpu
pada
rahang bawah dan dapat digerakkan. Artikulator-artikulator tersebut adalah semua
bagian
lidah, yaitu
ujung
lidah, lidah depan,
lidah tengah, dan
lidah belakang.
Sedangkan artikulator lainnya adalah bibir bawah, gigi bawah, dan uvulum.
Dan
yang
dimaksud
dengan titik
artikulasi
adalah
alat
ucap
yang
bertumpu
pada
rahang
atas,
tidak
dapat digerakkan,
dan
merupakan
tempat
bersandarnya artikulator
untuk membentuk bunyi tertentu.
Agar dapat lebih jelas melihat bagaimana dan di
mana artikulator dan titik artikulasi
berada, gambar berikut ini dapat menjelaskannya.
Gambar 2.1. Gambar Penampang Alat Ucap Manusia
Sumber: Imada (1999:6)
|
![]() 15
Keterangan:
1)
Lidah bagian atas (chuuzetsumen)
11) Rongga hidung (bikou)
2)
Lidah bagian depan (zenzetsumen)
12) Anak tekak/ uvulum (koogaihan)
3)
Langit-langit/ palatum (kookoogai)
13) Langit-langit lunak/ velum (nankoogai)
4)
Gusi/ alveolum (haguki)
14) Rongga mulut (kookoo)
5)
Bibir (kooshin)
15) Kerongkongan/ faring (intoo)
6)
Gigi (ha)
16) Lidah bagian dalam (koozetsumen)
7)
Ujung lidah (shitasaki)
17) Pangkal lidah (zekkon)
8)
Rahang bawah (kagaku/ kotsu)
18) Lidah (shita)
9)
Pita suara/ selaput suara (seitai)
19) Tenggorokan (koutou)
10
Pembuluh nafas (kikan)
20) Celah suara/ glotis (seimon)
2.3.1. Klasifikasi Konsonan Bahasa Jepang
Menurut Iwabuchi
dalam
Sudjianto (2004:33-36),
dalam
bahasa
Jepang, klasifikasi
konsonan
dibagi
menjadi
dua
macam,
yaitu
klasifikasi
konsonan
berdasarkan jenis
hambatan,
rintangan,
halangan,
atau
gangguan alat
ucap
serta
klasifikasi konsonan
berdasarkan cara keluarnya arus udara pernafasan.
2.3.1.1. Klasifikasi Konsonan Berdasarkan Jenis Hambatan, Rintangan, Halangan,
Atau Gangguan dari Alat Ucap
2.3.1.1.1. Ryooshinon (Bilabial)
Bunyi
suara
yang
dikeluarkan
dengan
menggunakan bibir
atas
dan
bawah.
Yang
termasuk kelompok konsonan ini adalah [m], [p], [b], dan [?].
2.3.1.1.2. Ha-Hagukion Atau Shikeion (Dental-Alveolar)
|
16
Bunyi
yang
dikeluarkan
dengan
menggunakan alat
ucap
antara
gigi
atas
dan
gusi
(alveolum) dengan ujung lidah. Yang termasuk kelompok konsonan ini adalah [s], [dz],
[
?
], [n], [t], [ts], dan [d].
2.3.1.1.3. Shikei Kookoogaion (Alveolar-Palatal)
Bunyi
yang dikeluarkan dengan
menggunakan alat ucap
antara
gusi
(alveolum) dan
langit-langit keras
(palatum)
dengan
lidah
bagian
depan.
Yang
termasuk
kelompok
konsonan ini adalah [
?
], [d?], dan [t
?
].
2.3.1.1.4. Kookoogaion (Palatal)
Bunyi
yang dikeluarkan
dengan
menggunakan langit-langit keras (palatum) dengan
lidah bagian tengah. Yang termasuk kelompok konsonan ini adalah [ç] dan [
?
].
2.3.1.1.5. Nankoogaion (Velar)
Bunyi
yang
dikeluarkan
dengan
menggunakan langit-langit
lunak
(velum)
dengan
lidah
bagian belakang.
Yang
termasuk
kelompok konsonan
ini
adalah
[k],
[g],
[?],
serta
konsonan [
?
]
yang dibunyikan dengan cara lidah bagian belakang lebih mendekati anak
tekak (uvulum).
2.3.1.1.6. Seimonon (Glotal)
Bunyi yang
keluar dari celah
yang sempit di antara kedua
pita
suara
(bunyi yang
keluar dari celah suara atau
glotis
yang menyempit). Yang
tersmasuk kelompok
konsonan ini adalah [h].
Adapun
agar
daerah
artikulasi tersebut
di
atas
dapat
lebih
jelas
letaknya, penulis
|
17
mengambil gambar daerah artikulasi dari Kushartanti (2005:34).
|
![]() 18
Gambar 2.2
Daerah Artikulasi
Sumber: Kushartanti (2005:34)
Keterangan nomor:
1)
Bilabial
2)
Labiodental
3)
Dental dan interdental
4)
Alveolar
5)
Post-alveolar:
a)
Retrofleks
b)
Palatoalveolar
6)
Palatal
7)
Velar
8)
Uvular
9)
Faringal
10) Glotal
|
19
2.3.1.2.Klasifikasi Konsonan Berdasarkan Cara Keluarnya Arus Udara Pernafasan
Penggolongan konsonan akan diterangkan pada sub bab berikut ini.
2.3.1.2.1. Haretsuon/ Heisaon (Konsonan Hambat/ Letup)
Bunyi
konsonan
yang
dihasilkan
dengan
cara
menahan
atau
menghambat
sejenak
arus
udara pernafasan yang keluar dari paru-paru pada suatu bagian alat
ucap
tertentu.
Lalu
arus udara pernafasan
yang
tertahan
itu
dikeluarkan secara
tiba-tiba
dengan cara
membuka alat ucap yang menghambatnya.
Yang termasuk kelompok konsonan ini
adalah [p],[b], [t], [d], [k], dan [
g
].
2.3.1.2.2. Bion (Konsonan Nasal/ Sengau)
Bunyi
konsonan
yang dihasilkan karena terjadi
penutupan
rongga
mulut
oleh
suatu
bagian alat
ucap, sehingga arus
udara pernafasan yang keluar dari paru-paru tidak bisa
keluar bebas melalui rongga
mulut, dan arus
udara pernafasan ini
akan keluar melalui
rongga
hidung.
Yang termasuk
kelompok konsonan ini
adalah
[m],
[n], [
?
],
[?],
dan
[
?
].
2.3.1.2.3. Masatsuon (Konsonan Frikatif)
Bunyi
konsonan
yang terjadi karena
arus
udara
pernafasan keluar
melewati
celah-
celah
jalannya
pernafasan
(pada
alat
ucap)
yang
menyempit,
sehingga
menimbulkan
suara desis. Yang termasuk kelompok konsonan ini adalah [s], [
?
], [h], [ç], [?], serta [dz]
dan [d?] yang diucapkan pada bagian tengah kata.
|
20
2.3.1.2.4. Hasatsuon (Konsonan Hambat Frikatif Atau Afrikat)
Bunyi konsonan yang
terjadi berdasarkan dua cara
keluarnya arus
udara pernafasan,
yakni seperti yang terjadi pada haretsuon (konsonan hambat) dan masatsuon (konsonan
frikatif). Bunyi konsonan
ini
dihasilkan dengan cara
memulai pengucapan seperti pada
waktu
mengucapkan
haretsuon,
setelah
itu
langsung
dilanjutkan
dengan
cara
seperti
pada waktu mengucapkan masatsuon. Yang termasuk kelompok konsonan ini adalah [t
?
],
[ts], serta [dz] dan [d?] yang diucapkan pada bagian awal kata.
2.3.1.2.5. Hajikion (Konsonan Jentikan)
Bunyi konsonan yang dihasilkan dengan cara merapatkan ujung lidah di sekitar gusi
(alveolum),
lalu
dengan
ringan
menjentikkan ujung
lidah
ke
arah
sekitar
gigi.
Yang
termasuk kelompok konsonan ini adalah [
?
].
2.3.2.
Tabel Konsonan
Setiap
bahasa
tidak
menghasilkan konsonan
yang
sama.
Lain
bahasa,
lain
pula
konsonan
yang
dihasilkan.
Hal
ini
disebabkan karena
setiap
bahasa
memiliki
proses
artikulasi
yang
unik
dan
berbeda-beda yang
menghasilkan
kekhasan
bunyi
bahasa
tersebut.
Sama
halnya
antara
bahasa
Indonesia dan
bahasa
Jepang
memiliki
bunyi
konsonan
yang
berbeda.
Oleh
karena
itu,
bunyi bahasa Indonesia dan bahasa
Jepang
memiliki perbedaan
yang
mendasar.
Hal
ini
disebabkan karena ada beberapa konsonan
bahasa Indonesia
yang
tidak terdapat dalam khazanah konsonan bahasa
Jepang, begitu
pula sebaliknya.
Berikut ini ditampilkan tabel konsonan bahasa Indonesia:
|
![]() 21
Tabel 2.2
Konsonan Bahasa Indonesia
Sumber: Kushartanti (2005 : 41)
Sedangkan tabel konsonan bahasa Jepang dapat dilihat pada tabel berikut ini:
Tabel 2.3
Konsonan Bahasa Jepang
Bilabial
Dental-
alveolar
Alveolar-
palatal
Palatal
Velar
Glotal
Letupan
p b
t
d
k
g
?
Nasal
m
n
?
?
Frikatif
F/?
s z
?
?
ç
h
Afrikat
ts dz
t
?
d?
Jentikan
?
Aproksiman
w
j
Sumber: Sudjianto (2004 : 37) [Modifikasi]
|
22
Melalui tabel di atas, dapat dilihat bahwa banyak terdapat perbedaan jenis konsonan
pada
bahasa
Indonesia
dan
bahasa
Jepang.
Oleh sebab
itu, dalam
mengucapkan suatu
konsonan
dari
masing-masing bahasa,
sangatlah
penting
untuk
memperhatikan titik
artikulasi yang benar agar konsonan yang diucapkan dapat dilafalkan dengan benar.
Melalui tabel-tabel tersebut, dapat pula diketahui bunyi konsonan bahasa Jepang apa
saja
yang
tidak
ada
dalam
konsonan
bahasa
Indonesia.
Konsonan-konsonan
tersebut
antara lain pada bahasa Indonesia tidak terdapat bunyi [?], [
?
], [?], [ç], [ts], [dz], [t
?
], [d?],
dan [
?
]. Sebaliknya, bahasa Jepang tidak memiliki bunyi [l]. Maka jelaslah bahwa dilihat
dari jumlah perbedaan konsonannya, orang Indonesia akan sangat sulit untuk melafalkan
beberapa kata bahasa Jepang yang disebabkan oleh sedikitnya jumlah variasi konsonan.
|