BAB 2
TINJAUAN PUSTAKA
2.1.
Perilaku Pembebanan Gempa
Beban
gempa
nilainya
ditentukan oleh
3
hal,
yaitu oleh
besarnya probabilitas
beban, saat dilampaui dalam kurun waktu tertentu, oleh tingkat daktilitas struktur saat
memperoleh
gaya
gempa 
dan
oleh
kekuatan
lebih
yang
terkandung di dalam
struktur
tersebut.
Menurut
SNI
03
1726
-2002
2002
mengenai ”Tata
Cara
Perencanaan
Ketahanan  Gempa  untuk  Bangunan  Gedung”  peluang  dilampauinya
beban  tersebut
dalam kurun waktu umur gedung 50 tahun adalah 10 % dan gempa yang disebabkannya
adalah
gempa
rencana
(dengan
periode
ulang
500
tahun),
tingkat
daktilitas struktur
gedung dapat ditetapkan sesuai dengan kebutuhan, sedangkan faktor kuat lebih
f1
untuk
struktur gedung secara umum nilainya adalah 1,6.
Dengan demikian, beban gempa nominal
adalah beban akibat pengaruh
gempa
rencana
yang
menyebabkan terjadinya
pelelehan
pertama
di
dalam
sturktur
gedung,
kemudian direduksi dengan
faktor kuat lebih f1
Faktor daktilitas sturktur gedung (
µ
)
adalah  rasio  antar  simpangan  maksimum  struktur  gedung  akibat  pengaruh  gempa
rencana pada saat mencapai kondisi di ambang keruntuhan (
d
m
)
dan simpangan struktur
gedung pada saat terjadinya pelelehan pertama (
d
y
).
Apabila  V
m
adalah
pembebanan
maksimum
akibat pengaruh
gempa
rencana
yang  dapat  diserap  oleh  struktur  gedung  elastik  penuh  dalam  kondisi  di  ambang
keruntuhan dan V
y
adalah pembebanan yang menyebabkan pelelehan pertama di dalam
struktur gedung, maka dengan asumsi bahwa struktur gedung daktil dan struktur gedung
  
7
elastik penuh akibat pengaruh gempa rencana menunjukkan simpangan maksimum d
m
yang  sama  dalam  kondisi  di  ambang  keruntuhan.
Vn
adalah  pembebanan  gempa
nominal akibat pengaruh gempa rencana.
Struktur gedung daktil dan stuktur gedung elastik penuh akibat pengaruh Gempa
Rencana menunjukkan simpangan maksimum d
m
yang sama dalam kondisi di ambang
keruntuhan. Agar
terdapat
hubungan
yang
sederhana antara V
y
dan
V
m
melalui  µ
,
yaitu  dengan 
mengasumsikan 
bahwa 
sesungguhnya 
struktur 
gedung 
yang  daktil
memiliki
d
m
yang relatif lebih besar dari pada struktur gedung yang elastik, sehingga
memiliki 
µ 
yang lebih lebih besar dari pada yang diamsumsikan. Hal ini dapat
divisualisasikan dalam diagram beban – simpangan yang ditunjukan dalam gambar 2.1
Gambar 2.1. Diagram beban-simpangan (diagram V-d ) struktur gedung
  
8
2.2.
Beban Gempa
2.2.1.   Kategori Gedung
Pengaruh
gempa
rencana
terhadap
probabilitas
terjadinya
keruntuhan
struktur
bangunan harus dikalikan dengan suatu faktor kerutamaan I menurut persamaan :
I  =
I
1
I2
(2.1)
dengan :
I1
=
Faktor keutamaan untuk
menyesuaikan perioda ulang gempa berkaitan dengan
penyesuaian probabilitas terjadinya gempa itu selama umur
gedung
I2
=
Faktor keutamaan untuk
menyesuaikan perioda ulang gempa berkaitan dengan
penyesuaian umur gedung tersebut.
Tabel 2.1. Faktor keutamaan I untuk berbagai katergori gedung dan bangunan
Kategori gedung
Faktor Keutamaan
I1
I2
I
Gedung
umum seperti
untuk penghunian, perniagaan
dan perkantoran
1,0
1,0
1,0
Monumen dan bangunan monumental
1,0
1,6
1,6
Gedung penting pasca gempa
seperti rumah
sakit,
instalasi
air
bersih,
pembangkit
tenaga
listrik, pusat
penyelamatan  dalam  keadaan  darurat,  fasilitas  radio
dan televisi.
1,4
1,0
1,4
Gedung  untuk 
menyimpan  bahan  berbahaya  seperti
gas, produk minyak bumi, asam, bahan beracun.
1,6
1,0
1,6
Cerobong, tangki di atas menara
1,5
1,0
1,5
(Sumber :
SNI 03-1726-2002 )
Catatan :
Untuk 
semua 
struktur 
bangunan 
gedung 
yang 
ijin 
penggunaannya 
diterbitkan 
sebelum
berlakunya Standar ini maka Faktor Keutamaan I, dapat dikalikan 80%.
  
9
2.2.2.   Struktur Gedung Beraturan dan Tidak Beraturan
Struktur gedung ditetapkan sebagai struktur gedung beraturan, apabila memenuhi
ketentuan SNI 03-1726-2002 tentang ”Tata cara Perencanaan Ketahanan Gempa Untuk
Bangunan Gedung” sebagai berikut :
Tinggi struktur gedung diukur dari taraf penjepitan lateral tidak lebih dari 10 tingkat
atau 40 m.
Denah 
struktur 
gedung 
adalah  persegi  panjang 
tanpa 
tonjolan 
dan 
kalaupun
mempunyai tonjolan, panjang tonjolan tersebut
tidak
lebih
dari
25%
dari
ukuran
terbesar denah struktur gedung dalam arah tonjolan tersebut.
Sistem
struktur
gedung
terbentuk
oleh
subsistem-subsistem
penahan beban
lateral
yang arahnya saling
tegak
lurus dan sejajar dengan sumbu-sumbu utama ortogonal
denah struktur gedung secara keseluruhan.
Sistem
struktur
gedung
tidak
menunjukkan
loncatan
bidang
muka
dan
kalaupun
mempunyai loncatan bidang
muka, ukuran dari
denah struktur bagian
gedung
yang
menjulang dalam masing-masing arah, tidak kurang dari 75 % dari
ukuran terbesar
denah struktur bagian gedung sebelah bawahnya.
Sistem
struktur
gedung
memiliki
kekakuan
lateral
yang
beraturan,
tanpa
adanya
tingkat
lunak. Yang
dimaksud dengan
tingkat
lunak
adalah
suatu
tingkat,
di
mana
kekakuan lateralnya adalah kurang dari 70% kekakuan lateral tingkat di atasnya atau
kurang dari 80% kekakuan lateral rata-rata 3 tingkat di atasnya. Dalam hal ini, yang
dimaksud dengan kekakuan lateral suatu tingkat adalah gaya geser yang bila bekerja
di tingkat itu menyebabkan satu satuan simpangan antar-tingkat.
  
10
Sistem struktur gedung
memiliki berat
lantai
tingkat yang beraturan, artinya setiap
lantai
tingkat
memiliki berat yang tidak lebih dari 150% dari berat
lantai
tingkat di
atasnya
atau
di
bawahnya. Berat
atap
atau
rumah
atap
tidak
perlu
memenuhi
ketentuan ini.
Sistem
struktur
gedung
memiliki
unsur-unsur
vertikal
dari
sistem
penahan
beban
lateral
yang
menerus,
tanpa
perpindahan titik
beratnya,
kecuali
bila
perpindahan
tersebut tidak lebih dari setengah ukuran unsur dalam arah perpindahan tersebut.
Sistem
struktur
gedung
memiliki
lantai
tingkat
yang
menerus,
tanpa
lubang
atau
bukaan yang luasnya lebih dari 50% luas seluruh lantai tingkat. Kalaupun ada lantai
tingkat dengan lubang atau bukaan seperti itu, jumlahnya tidak boleh melebihi 20%
dari jumlah lantai tingkat seluruhnya.
Untuk struktur gedung beraturan, pengaruh gempa rencana dapat ditinjau sebagai
pengaruh beban gempa statik ekuivalen, sehingga menurut standar ini analisisnya dapat
dilakukan berdasarkan analisis statik ekuivalen. Struktur gedung
yang tidak memenuhi
ketentuan
menurut
ditetapkan
sebagai
struktur
gedung
tidak
beraturan. Untuk
struktur
gedung
tidak
beraturan, pengaruh
gempa
rencana
harus
ditinjau
sebagai
pengaruh
pembebanan gempa dinamik, sehingga analisisnya harus dilakukan berdasarkan analisis
respons dinamik.
  
11
2.2.3.   Wilayah Gempa dan Respon Spectrum
Indonesia
ditetapkan terbagi
dalam
6
wilayah
gempa
seperti
ditunjukan oleh
gambar 2.2, dimana wilayah gempa 1 adalah wilayah dengan kegempaan paling rendah
dan  wilayah  gempa  6  dengan  kegempaan  yang  paling  tinggi.  Pembagian  wilayah
gempah
ini
didasarkan
atas
percepatan puncak
batuan
dasar
akibat
pengaruh
gempa
rencana dengan periode ulang 500 tahun, yang nilainya ditetapkan dalam tabel 2.2.
Tabel 2.2.
Percepatan puncak batuan dasar dan percepatan puncak
muka tanah
untuk
masing masing wilayah gempa Indonesia
Wilayah
Gempa
Percepatan
puncak
batuan dasar
(‘g’)
Percepatan puncak muka tanah A
o
(‘g’)
Tanah
Keras
Tanah
Sedang
Tanah
Lunak
Tanah
Khusus
1
2
3
4
5
6
0,03
0,10
0,15
0,20
0,25
0,30
0,04
0,12
0,18
0,24
0,28
0,33
0,05
0,15
0,23
0,28
0,32
0,36
0,08
0,20
0,30
0,34
0,36
0,38
Diperlukan
evaluasi
khusus di
setiap lokasi
(Sumber :
SNI 03-1726-2002 )
Mengingat
pada kisaran
waktu
getar alami pendek
0
<
T
<
0,2 detik
terdapat
ketidak-pastian, baik dalam karakteristik gerakan tanah maupun dalam tingkat daktilitas
strukturnya, maka
dalam
kisaran
waktu
getar
alami
pendek
tersebut,
nilainya
tidak
diambil kurang dari
nilai
maksimumnya untuk jenis tanah yang bersangkutan. Dengan
  
12
menetapkan
A
0  
sebagai  percepatan
puncak  batuan  dasar  dan  muka  tanah  sehingga
didapat percepatan respons maksimum A
m
sebesar
A
m
=
2,5  A
o
(2.2)
Pada
waktu    getar
alami sudut
Tc
sebesar 0,5
detik, 0,6
detik
dan
1,0
detik
untuk jenis tanah berturut-turut tanah keras, tanah sedang dan tanah lunak, maka faktor
respons gempa C ditentukan oleh persamaan-persamaan sebagai berikut :
untuk T
<
Tc
:
C
=
A
m
(2.3)
untuk T > Tc
:
C
=  
A
r
(2.4)
T
dengan
Ar =
A
m
Tc
(2.5)
Dalam Tabel 2.3,
nilai-nilai A
m
dan Ar disajikan untuk masing-masing wilayah
gempa dan masing-masing jenis tanah.
  
13
Tabel 2.3.  Spektrum respons gempa rencana
Wilayah Gempa
Tanah Keras
Tc
= 0,5 det.
Tanah Sedang
Tc
= 0,6 det.
Tanah Lunak
Tc = 1,0 det.
A
m
Ar
A
m
Ar
A
m
Ar
1
2
3
4
5
6
0,10
0,30
0,45
0,60
0,70
0,83
0,05
0,15
0,23
0,30
0,35
0,42
0,13
0,38
0,55
0,70
0,83
0,90
0,08
0,23
0,33
0,42
0,50
0,54
0,20
0,50
0,75
0,85
0,90
0,95
0,20
0,50
0,75
0,85
0,90
0,95
(Sumber :
SNI 03-1726-2002 )
Sehingga
dapat
digambarkan respon
spectrum
gempa
rencana
untuk
masing-
masing
wilayah
gempa.
Dalam gambar
tersebut
C
adalah
faktor
respons
gempa
dinyatakan dalam percepatan gravitasi dan T adalah waktu getar alami struktur gedung
dinyatakan dalam detik. Untuk T = 0 nilai C tersebut menjadi sama dengan A
0
.
  
 C
14
C
Wilayah Gempa 1
0.50
Wilayah Gempa 2
C
=
0.50
(Tanah lunak)
T
C
0.20
0.13
0.10
0.08
0.05
0.04
C
=
0.20
(Tanah lunak)
T
C
=
0.08 
(T nah sedang)
anah sedang)
T
C
=
0.05
(Tanah keras)
T
0.38
0.30
C
0.20
0.15
0.12
C
=
0.23
T
C
=
(T nah sedang)
anah sedang)
0.15
(Tanah keras)
T
0   0.2
0.5 0.6
1.0 
2.0 
3.0
T
0   0.2
0.5 0.6
1.0 
2.0 
3.0
T
0.75
Wilayah Gempa 3
0.85
Wilayah Gempa 4
C
=
0.85
C
=
0.75 
(T nah lunak)
anah lunak)
T
0.70
(Tanah lunak)
T
0.55
C
=
0.33
T
(T
anah sedang)
0.60
C
=
0.42
T
(T nah sedang)
anah sedang)
0.45
C
0.30
0.23
0.18
C
=
0.23
T
(Tanah keras)
C
0.34
0.28
0.24
C
=
0.30
T
(Tanah keras)
0   0.2
0.5 0.6
1.0 
2.0 
3.0
T
0   0.2
0.5 0.6
1.0 
2.0 
3.0
T
0.90
0.83
Wilayah Gempa 5
C
=
0.90 
(Tanah lun ak)
0.95
0.90
0.83
Wilayah Gempa 6
0.95
T
C
=
T
(Tanah lun ak)
0.70
0.50
C
=
(Tanah sedang)
T
C
=
0.54 
(Tanah
sedang)
T
C =
0.42
C
=
0.35 
(Tanah keras)
T
(Tanah
keras)
T
0.36
0.32
0.28
0.38
0.36
0.33
0   0.2
0.5 0.6
1.0 
2.0 
3.0
T
0   0.2
0.5 0.6
1.0 
2.0 
3.0
T
Gambar 2.2. Respon Spectrum Gempa Rencana
(Sumber :
SNI 03-1726-2002 )
  
           3 o
4
15
94
o
96
o
98
o
100
o
102
o
104
o
106
o
108
o
110
o
112
o
114
o
116
o
118
o
120
o
122
o
124
o
126
o
128
o
130
o
132
o
134
o
136
o
138
o
140
o
10
o
10
o
0    80
8
o
200
400
8
o
Kilometer
6
o
6
o
Banda Ac
eh
4
o
1
2
3
4    
5
6         
5    
4      3      2      
1
4
o
2
o
2
o
Manado
Pekanbaru
Ternate
0
o
2
o
5
3  
4
2
1
Padang
3
4
5
6
1
2
Jambi
Palemban
Palangkaraya
Banjarmasin
Sama inda
rinda
Palu
   
 
 
Sorong
Manokwari
 
Bia
k
1
 
2
3      
 
  
  
4
 
 
    
5
6
5
0
o
 
 
 
 
2
o
Jayapura
Bengkulu
4
o
6
o
Bandarlampung
 
Jakarta
Bandung
1
Makasar
2
  
  
 
Kendari
  
 
Ambo
n
o
4
3
Tual
2
6
o
1
Sukabumi
Garut      
S
ema ang
rang
Surabaya
Tasikmalaya         
Solo
 
Jogjakarta
8
o
Cilacap
Blitar 
Malang                           
                        
     
 
Banyuwangi
8
Denpasar     Mataram         
4              
 
 
5
Merauke
10
o
Wilayah  
1
:  0,03 g
6
5
   
 
4
  
      
     
3
Kupang
10
o
12
o
14
o
Wilayah  
2
Wilayah  
3
Wilayah  
4
Wilayah  
5
Wilayah  
6
2
 
:  0,10 g
1
:  0,15 g
:  0,20 g
:  0,25 g
:  0,30 g
12
o
14
o
16
o
94
o
96
o
98
o
100
o
102
o
104
o
106
o
108
o
110
o
112
o
114
o
116
o
118
o
120
o
122
o
124
o
126
o
128
o
130
o
132
o
134
o
136
o
138
o
140
o
16
o
Gambar 2.3. Wilayah gempa Indonesia dengan percepatan puncak batuan dasar dengan periode ulang 500 tahun
(Sumber :
SNI 03-1726-2002 )
  
16
2.2.4.   Beban Gempa Nominal
Struktur
gedung
dapat
direncanakan terhadap
pembebanan
gempa
nominal,
dimana gempa nominal tersebut dipengaruhi oleh gempa rencana dalam masing-masing
sumbu
utama
denah struktur.
Apabila
kategori
gedung
beraturan dan
memiliki
Faktor
Keutamaan I
menurut
Tabel
2.1,
arah
pembebanan Gempa
Rencana
memiliki
faktor
reduksi
gempa
R  dan  waktu  getar  alami  fundamental
T
1
,  maka  beban  geser  dasar
nominal
statik
ekuivalen V
n
yang
terjadi
di
tingkat
dasar
dapat
dihitung
menurut
persamaan :
V
=
C1
W
R
t
(2.6)
Di
mana
C1
adalah
nilai Faktor
Respons
Gempa yang
didapat dari
Spektrum
Respons Gempa Rencana menurut Gambar 2.2 untuk waktu getar alami fundamental T1,
sedangkan W
t
adalah berat total gedung, termasuk beban hidup yang sesuai.
2.3.
Daktilitas dan Faktor Reduksi Gempa
Daktilitas
adalah
kemampuan suatu
struktur
atau
komponen
struktur
untuk
berdeformasi melampaui
batas
elastisnya,
yang
biasanya
dinyatakan
dengan
leleh
pertama,
tanpa
adanya
penurunan
kekuatan
dan kekakuan
yang berlebihan, sehingga
struktur gedung tersebut tetap berdiri, walaupun sudah berada dalam kondisi di ambang
keruntuhan. Tingkatan daktilitas terbagi menjadi 2 yaitu :
  
17
Daktil penuh
Suatu
tingkat daktilitas
struktur
gedung, dimana
strukturnya mampu berdeformasi
melampaui batas elatisnya
pada saat
mencapai kondisi
diambang
keruntuhan yang
paling besar, yaitu dengan mencapai nilai faktor daktilitas sebesar 5,3.
Daktil parsial
Seluruh tingkat
daktilitas struktur gedung
dengan
nilai
faktor
daktilitas di
antara
untuk struktur gedung yang elastik penuh sebesar 1 dan untuk struktur gedung yang
daktail penuh sebesar 5,3.
Faktor
daktilitas
struktur
yang
umumnya dipakai
dalam
praktek
perencanaan
adalah daktilitas
yang ditinjau dari
hubungan beban dan perpindahan. Nilai daktilitas (
µ
)
struktur didefinisikan sebagai perbandingan antara perpindahan maksimum struktur
(
d
m
)
dengan perpindahan pada saat terjadinya leleh pertama pada struktur yang ditinjau
(
d
y
).
µ
=
d
m
d
y
(2.7)
dengan :
µ
=
faktor daktilitas
d
m
=
simpangan maksimum
d
y
=
simpangan saat leleh pertama
Jika
f1
adalah
faktor
kuat
lebih
beban
dan
bahan
yang
terkandung
di
dalam
struktur gedung dan
nilainya ditetapkan sebesar f1 = 1.6, dan R disebut faktor reduksi
gempa, sehingga didapat persamaan :
  
18
1,6 =
R
=
µ
f1
=
R
m
(2.8)
Dalam tabel 2.4. dicantumkan nilai faktor reduksi gempa (R) untuk berbagai nilai
faktor daktilitas (
µ
)
yang bersangkutan dengan ketentuan bahwa
nilai 
µ
dan
nilai
R
tidak dapat melampaui nilai maksimumnya.
Tabel 2.4. Parameter daktilitas struktur gedung
Taraf kinerja struktur
gedung
µ
R
pers.( 6)
Elastik penuh
1,0
1,6
Daktail parsial
1,5
2,4
2,0
3,2
2,5
4,0
3,0
4,8
3,5
5,6
4,0
6,4
4,5
7,2
5,0
8,0
Daktail penuh
5,3
8,5
Dalam
tabel 2.5 ditetapkan nilai
µ
m
yang dapat dikerahkan oleh beberapa jenis
sistem
dan
subsistem struktur
gedung,
berikut
faktor
reduksi
maksimun
R
m
yang
bersangkutan.
  
19
Tabel 2.5. Faktor daktilitas maksimum, faktor reduksi gempa maksimum, faktor tahanan
lebih struktur dan faktor tahanan lebih total beberapa jenis sistem dan
subsistem struktur gedung
Sistem dan subsistem struktur
gedung
Uraian sistem pemikul beban gempa
µ
m
R
m
f
1. Sistem dinding penumpu
(Sistem struktur yang tidak
memiliki rangka ruang pemikul
beban gravitasi secara lengkap.
Dinding penumpu
atau sistem
bresing memikul hampir semua
beban gravitasi. Beban lateral
dipikul dinding geser atau rangka
bresing).
1. Dinding geser beton bertulang
2,7
4,5
2,8
2. Dinding penumpu dengan rangka baja ringan dan
bresing tarik
1,8
2,8
2,2
3. Rangka
bresing  di  mana
bresingnya
memikul
beban
gravitasi
a. Baja
2,8
4,4
2,2
b. Beton bertulang (tidak untuk Wilayah 5 & 6)
1,8
2,8
2,2
2. Sistem rangka gedung
(Sistem struktur yang pada dasarnya
memiliki rangka ruang pemikul
beban gravitasi secara lengkap.
Beban lateral dipikul dinding geser
atau rangka bresing).
1. Rangka bresing eksentris baja (RBE)
4,3
7,0
2,8
2. Dinding geser beton bertulang
3,3
5,5
2,8
3. Rangka bresing biasa
a. Baja
3,6
5,6
2,2
b. Beton bertulang (tidak untuk Wilayah 5 & 6)
3,6
5,6
2,2
4. Rangka bresing konsentrik khusus
a. Baja
4,1
6,4
2,2
5. Dinding geser beton bertulang berangkai daktail
4,0
6,5
2,8
6. Dinding geser beton bertulang kantilever daktail penuh
3,6
6,0
2,8
7. Dinding geser beton bertulang kantilever daktail parsial
3,3
5,5
2,8
3. Sistem rangka pemikul momen
(Sistem struktur yang pada dasarnya
memiliki rangka ruang pemikul
beban gravitasi secara lengkap.
Beban lateral dipikul rangka
pemikul momen terutama melalui
mekanisme
lentur)
1. Rangka pemikul momen khusus (SRPMK)
a. Baja
5,2
8,5
2,8
b. Beton bertulang
5,2
8,5
2,8
2. Rangka pemikul momen menengah beton (SRPMM)
3,3
5,5
2,8
3. Rangka pemikul momen biasa (SRPMB)
a. Baja
2,7
4,5
2,8
b. Beton bertulang
2,1
3,5
2,8
4. Rangka batang baja pemikul momen khusus(SRBPMK)
4,0
6,5
2,8
  
20
Sistem dan subsistem struktur
gedung
Uraian sistem pemikul beban gempa
µ
m
R
m
f
4. Sistem ganda
(Terdiri dari: 1) rangka ruang yang
memikul seluruh beban gravitasi; 2)
pemikul beban lateral berupa
dinding geser atau rangka bresing
dengan rangka pemikul momen.
Rangka pemikul momen harus
direncanakan secara terpisah
mampu memikul sekurang-
kurangnya 25% dari seluruh beban
lateral; 3) kedua sistem harus
direncanakan untuk memikul secara
bersama-sama seluruh beban lateral
dengan memperhatikan interaksi
/sistem ganda)
1. Dinding geser
a. Beton bertulang dengan SRPMK beton bertulang
5,2
8,5
2,8
b. Beton bertulang dengan SRPMB baja
2,6
4,2
2,8
c. Beton bertulang dengan SRPMM beton bertulang
4,0
6,5
2,8
2. RBE baja
a. Dengan SRPMK baja
5,2
8,5
2,8
b. Dengan SRPMB baja
2,6
4,2
2,8
3. Rangka bresing biasa
a.
Baja dengan SRPMK baja
4,0
6,5
2,8
b
.
Baja dengan SRPMB baja
2,6
4,2
2,8
c. Beton bertulang dengan SRPMK beton bertulang
(tidak untuk Wilayah 5 & 6)
4,0
6,5
2,8
d. Beton bertulang dengan SRPMM beton bertulang
(tidak untuk Wilayah 5 & 6)
2,6
4,2
2,8
4. Rangka bresing konsentrik khusus
a. Baja dengan SRPMK baja
4,6
7,5
2,8
b. Baja dengan SRPMB baja
2,6
4,2
2,8
5.Sistem
struktur
gedung
kolom
kantilever: (Sistem
struktur yang
memanfaatkan
kolom
kantilever
untuk memikul beban lateral)
Sistem struktur kolom kantilever
1,4
2,2
2
6.Sistem interaksi dinding geser
dengan rangka
Beton bertulang biasa (tidak untuk Wilayah 3, 4, 5 & 6)
3,4
5,5
2,8
7. Subsistem tunggal
(Subsistem struktur bidang yang
membentuk struktur gedung secara
keseluruhan)
1. Rangka terbuka baja
5,2
8,5
2,8
2. Rangka terbuka beton bertulang
5,2
8,5
2,8
3. Rangka terbuka beton bertulang dengan balok beton
pratekan (bergantung pada indeks baja total)
3,3
5,5
2,8
4. Dinding geser beton bertulang berangkai daktail penuh.
4,0
6,5
2,8
5. Dinding geser beton bertulang kantilever daktail parsial
3,3
5,5
2,8
(Sumber :
SNI 03-1726-2002 )
  
21
2.4.
Faktor Kuat Lebih
2.4.1.   Faktor Kuat Lebih Bahan (f
1
)
Faktor kuat lebih bahan
yang terkandung didalam suatu struktur
gedung akibat
selalu adanya pembebanan dan dimensi penampang serta kekuatan bahan terpasang yang
berlebihan.
Menurut
SNI
03-1726-2002
tentang
Tata
Cara
Perencanaan Ketahanan
Gempa
untuk
Bangunan Gedung,
nilai
faktor
kuat
lebih
beban
dan
bahan
yang
terkandung di
dalam struktur
gedung nilainya ditetapkan sebesar 1,6.
Nilai
faktor kuat
lebih bahan dapat ditentukan dengan formulasi sebagai berikut :
V
y
f
=
(2.9)
V
n
dengan :
f
1
=
faktor kuat lebih bahan
V
y
=
beban saat leleh pertama
V
n
=
beban geser gempa nominal
2.4.2.   Faktor Kuat Lebih Struktur (f2)
Faktor kuat lebih struktur merupakan faktor kuat lebih akibat kekakuaan struktur
gedung
yang
menyebabkan terjadinya redistribusi
gaya-gaya oleh
proses pembentukan
sendi
plastis
yang
tidak
bersamaan.
Faktor
kuat
lebih
struktur
(f2)
didapat
dari
rasio
antara beban gempa maksimum (V
m
)
akibat pengaruh gempa rencana yang dapat diserap
oleh
struktur
gedung
pada
saat
mencapai
kondisi
di
ambang
keruntuhan
dan
beban
gempa pada saat terjadinya kelelehan pertama (V
y
).
  
22
2
f   =
V
m
(2.10)
V
y
dengan :
f
2
=
faktor kuat lebih struktur
V
m
=
beban geser gempa maksimum
V
y
=
beban saat leleh pertama
2.4.3.   Faktor Kuat Lebih Total
Faktor kuat lebih total yang terdapat di dalam struktur gedung ditetapkan dengan
formulasi sebagai berikut :
f  = f
x
f
2
(2.11)
dengan :
f
=
faktor kuat lebih total
f1
=
faktor kuat lebih bahan
f2
=
faktor kuat lebih struktur
2.5.
Perencanaan Tahan Gempa Berbasis Kinerja
Perencanaan
tahan
gempa
berbasis
kinerja
(performance-based
seismic design)
merupakan
proses
yang
dapat
digunakan
untuk
perencanaan bangunan
baru
maupun
perkuatan
(upgrade)
bangunan
yang
sudah
ada,  
dengan pemahaman yang
realistik
terhadap resiko keselamatan (life), kesiapan pakai (occupancy) dan kerugian harta benda
(economic loss) yang mungkin terjadi akibat gempa yang akan datang.
  
23
Proses  perencanaan  tahan  gempa  berbasis  kinerja  dimulai  dengan  membuat
model
rencana
bangunan
kemudian
melakukan simulasi
kinerjanya terhadap berbagai
kejadian
gempa.
Setiap
simulasi
memberikan informasi
tingkat
kerusakan
(level
of
damage), ketahanan struktur, sehingga dapat
memperkirakan berapa
besar keselamatan
(life), kesiapan pakai (occupancy) dan kerugian harta benda (economic loss) yang akan
terjadi.
Gambar 2.4. Ilustrasi Rekayasa Gempa Berbasis Kinerja
(Sumber :
FEMA 273)
Hal
penting dari
perencanaan berbasis kinerja adalah sasaran kinerja bangunan
terhadap
gempa
dinyatakan secara
jelas,
sehingga
pemilik,
penyewa,
asuransi,
pemerintahan atau penyandang dana mempunyai kesempatan untuk menetapkan kondisi
  
24
apa yang dipilih, selanjutnya ketetapan tersebut digunakan insinyur perencana sebagai
pedomannya.
Sasaran kinerja terdiri dari kejadian gempa rencana yang ditentukan (earthquake
hazard) , dan taraf kerusakan yang diijinkan atau level kinerja (performance level) dari
bangunan terhadap kejadian gempa tersebut. Kategori level kinerja struktur berdasarkan
perencanaan berbasis kinerja, adalah :
Tabel 2.6. Level Kinerja Struktur
Level Kinerja
Penjelasan
Operational
Tak ada kerusakan berarti pada strutur dan non strutur, bangunan tetap
berfungsi
Immediate
Occupancy
Tidak ada kerusakan yang berarti pada struktur, dimana kekuatan dan
kekakuannya kira-kira hampir sama dengan kondisi sebelum gempa.
Komponen non-struktur masih berada ditempatnya dan sebagian besar
masih berfungsi jika utilitasnya tersedia. Bangunan dapat tetap
berfungsi dan tidak terganggu dengan masalah perbaikan.
Life Safety
Terjadi kerusakan komponen struktur, kekakuan berkurang, tetapi masih
mempunyai ambang yang cukup terhadap keruntuhan. Komponen non-
struktur masih ada tetapi tidak berfungsi. Dapat dipakai lagi jika sudah
dilakukan perbaikan.
Collapse
Prevetion
Kerusakan yang berarti pada komponen struktur dan non-struktur.
Kekuatan struktur dan kekakuannya berkurang banyak, hampir runtuh.
Kecelakaan akibat kejatuhan material bangunan yang rusak sangat
mungkin terjadi
  
25
Gambar
2.2.   menjelaskan secara
kualitatif
level
kinerja (performance
levels)
FEMA 273 yang digambarkan bersama dengan suatu kurva hubungan gaya-perpindahan
yang
menunjukkan perilaku struktur secara
menyeluruh
(global)
terhadap pembebanan
lateral.
Kurva
tersebut
dihasilkan dari
analisa
statik
non-linier khusus
yang
dikenal
sebagai analisa pushover, sehingga disebut juga sebagai kurva pushover. Sedangkan titik
kinerja
(performance
point)
merupakan
besarnya
perpindahan titik
pada
bagian
atas
struktur saat mengalami gempa rencana.
2.6.
Analisa Statik Nonlinier (Pushover)
Analisa statik
nonlinier merupakan prosedur analisa untuk
mengetahui perilaku
keruntuhan  suatu  bangunan  terhadap  gempa.  Analisa  statik nonlinier juga  dikenal
sebagai analisa pushover atau analisa beban dorong
statik.
Analisa pushover
dilakukan
dengan memberikan suatu pola beban lateral statik pada struktur, yang kemudian secara
bertahap ditingkatkan dengan faktor pengali sampai satu
target perpindahan lateral dari
suatu titik acuan tercapai. Biasanya titik tersebut adalah titik pada struktur bagian atas.
Analisa
pushover
menghasilkan kurva
kapasitas
(Gambar
2.2),
kurva
yang
menggambarkan hubungan antara gaya geser dasar (V) terhadap perpindahan titik acuan
pada
struktur bagian
atas
(D)
.
Pada
proses
pushover,
struktur
didorong sampai
mengalami leleh
disatu
atau
lebih
lokasi
di
struktur
tersebut.
Kurva
kapasitas
akan
memperlihatkan suatu
kondisi
linier
sebelum
mencapai
kondisi
leleh
dan
selanjutnya
berperilaku non-linier.
Kurva
pushover
dipengaruhi oleh pola
distribusi
gaya
lateral
yang
digunakan
sebagai
beban
dorong.
Tujuan
analisa
pushover
adalah
untuk
memperkirakan gaya
maksimum dan deformasi yang terjadi serta untuk memperoleh informasi bagian mana
  
   Gaya geser dasar (kg)
26
saja
yang
kritis.
Selanjutnya
dapat
diidentifikasi
bagian-bagian yang
memerlukan
perhatian khusus untuk pendetailan atau stabilitasnya. Cukup banyak studi menunjukkan
bahwa analisa statik pushover dapat memberikan hasil mencukupi (ketika dibandingkan
dengan hasil analisa dinamik nonlinier) untuk bangunan regular dan tidak tinggi.
Untuk
mendapatkan nilai leleh pertama serta beban puncak dalam menggunakan
analisa dengan peraturan FEMA 356 dimana
nilai beban
leleh pertam (Vy) dan beban
maksimum langsung
ditentukan
melalui
penarikan
garis
yang
memotong
kurva
perpindahan
hubungan
antara
gaya
geser dasar (V) terhadap perpindahan
titik acuan
pada struktur bagian atas (D).
Perpindahan
(m)
Gambar 2.5. Definisi Leleh Pertama (Vy) dan Leleh Maksimum (Vt)
(Sumber :
FEMA 356)
  
27
2.7.
Properti Sendi (Hinge Properties)
Pemodelan
sendi
digunakan
untuk
mendefinisikan perilaku
nonlinier
force-
displacement atau
momen-rotasi yang dapat ditempatkan pada beberapa tempat berbeda
disepanjang bentang balok atau
kolom. Pemodelan sendi plastis adalah rigid dan
tidak
memiliki efek pada perilaku linier pada elemen balok atau kolom.
Dalam studi ini hanya elemen balok yang dimodelkan, maka untuk elemen balok
menggunakan tipe sendi default-M3 dengan pertimbangan bahwa balok efektif menahan
momen
dalam
arah
sumbu
kuat
(sumbu-3),
sehingga
diharapkan
sendi
plastis
terjadi
pada balok. Sendi platis berpotensi terjadi disepanjang daerah dua kali tinggi balok
pada
kedua sisi dari suatu penampang.
Gambar 2.6. Kurva Beban – Perpindahan Umum
(Sumber :
FEMA 356)
  
28
Gambar 2.7. Definisi Perputaran Sudut
(Sumber :
FEMA 356)
Dimana, Q adalah gaya pada komponen dan QCE adalah kekuatan yang tersedia
dari komponen. Pada balok dan kolom, ? adalah rotasi elastis - plastis
total dari balok
atau kolom, ?y adalah rotasi pada saat leleh, ? adalah perpindahan elastis - plastis total,
dan
?y
adalah
perpindahan saat
leleh.
Pada
daerah
panel,
?y
adalah sudut
deformasi
geser dalam radian.
2.8.
Sendi Plastis
Sendi plastis
merupakan
perubahan bentuk
sendi
jepit
pada
joint
balok
kolom
menjadi
bentuk
sendi,
akibat
pembebanan dan
gaya
gempa
yang
terus
meningkat.
Perubahan bentuk ini dapat terjadi jika kolom dan balok memiliki prilaku daktil. Lokasi
sendi plastis biasanya terjadi di daerah sepanjang 2 kali tinggi balok.
  
29
Gambar 2.8.
Diagram gaya
moment (a) saat berprilaku sendi
jepit dan diagram
gaya
momen (b) saat berprilaku sendi plastis.
2.9.
Metode Spektrum Kapasitas ( Capacity Spectrum Method )
Dalam metode spektrum kapasitas (Capacity spectrum method) dimulai dengan
menyajikan  secara  grafis  dua  buah  grafik  yang  disebut  spektrum,  yaitu  spektrum
kapasitas (capacity spectrum) yang menggambarkan kapasitas struktur berupa hubungan
gaya dorong total (base shear) dan perpindahan lateral struktur (biasanya ditetapkan di
puncak  bangunan),  dan  spektrum  demand yang  menggambarkan  besarnya  demand
(tuntutan kinerja) akibat gempa dengan periode ulang tertentu (Gambar 2).
S
a
Demand spectrum
Titik kinerja (perfo®mance point)
Capacity spectrum
S
d
Gambar 2.9. Performance Point pada Capacity Spectrum Method
(Sumber :
FEMA 356)
  
30
Spektrum kapasitas
didapatkan
dari
kurva
kapasitas
(capacity
curve)
yang
diperoleh
dari analisis
pushover.
Karena
kurva
kapasitas
merupakan
hubungan
antara
gaya dorong total yang diberikan ke suatu struktur berderajat kebebasan banyak (multi-
degree-of-freedom-system, MDOF) terhadap perpindahan yang dipilih sebagai referensi
(umumnya puncak bangunan) sedangkan spektrum demand dibuat untuk struktur dengan
kebebasan satu (single-degree-of-freedom-system, SDOF), maka kurva kapasitas dengan
cara tertentu harus diubah menjadi spektrum kapasitas dengan satuan yang sama dengan
spektrum
demand.
Spektrum
demand
didapatkan
dengan
mengubah spektrum
respons
yang biasanya dinyatakan dalam spektral kecepatan, S
a,
dan Periode, T
,
menjadi
format
spektral
percepatan,
S
a
,
dan
spektral
perpindahan, S
d.
Format
yang
baru
ini
disebut
Acceleration-Displacemet
Response Spectra
(ADRS). Kurva
kapasitas yang
merupakan
produk  dari  pushover dinyatakan  dalam  satuan  gaya  (kg)  dan  perpindahan  (m),
sedangkan
demand
spectrum
memiliki
satuan percepatan
(m/detik
2
)
dan perpindahan
(m).
Satuan
dari
kedua
kurva
tersebut perlu
diubah
dalam
format
yang
sama,
yaitu
spektral percepatan, S
a,
dan spektral perpindahan, S
d
,
agar dapat ditampilkan dalam satu
tampilan.
Titik
kinerja
merupakan perpotongan antara
spektrum kapasitas dan
spektrum
demand. Dengan demikian titik kinerja merupakan representasi dari dua kondisi, yaitu:
1)
Terletak  pada  spektrum  kapasitas,  merupakan  representasi  kekuatan  struktur
pada suatu nilai perpindahan tertentu
2)
Terletak  pada  kurva  demand, menunjukkan  bahwa  kekuatan  struktur  dapat
memenuhi demand beban yang diberikan.
  
31
S
a
Beberapa titik
kinerja
Beberapa
Spectrum kapasitas
Demand spectrum
S
d
Gambar 2.10.  Beberapa titik kinerja dalam satu grafik dalam CSM
(Sumber :
FEMA 356)
2.10.
ETABS ver.9
ETABS
(Extended Three
Dimensional Analysis
of
Building
Systems)
adalah
salah
satu
program analisis struktur
yang
telah
dikenal
luas di
kalangan
teknik
sipil.
Seiring dengan berkembangnya perangkat keras komputer, Computer and Structure, INC
dari Barkeley, pembuat ETABS,
mengeluarkan seri
program ETABS
yang
merupakan
perangkat
lunak
untuk
analisis dan desain struktur
yang
menggunakan
sistem operasi
windows.
ETABS
menggunakan program aplikasi analisa struktur dengan
metoda elemen
hingga (FEM) sebagai pendekatan yang baik dalam memprediksi perilaku struktural dan
juga
dapat
menyelesaikan masalah struktural
yang
rumit
(jika
pengguna
mempunyai
kemampuan). ETABS
juga
mampu
melakukan
analisa
struktur
linear
elastik
dengan
Element Truss,
Beam/Frame, Plane Stress/Strain, Plate, Shell atau Brick/Solid bahkan
sampai 
memperhitungakan  pengaruh 
nonlinearitas  bahan  dan 
geometrinya.  Salah
satunya
perhitungan analysis
static
nonlinier,
atau
yang
biasa
dikenal dengan
analysis
pushover.
  
32
Dalam
analysis
pushover,
ETABS
mampu
secara
sistematis dan
otomatis
memberikan intensitas pembebanan lateral yang ditingkatkan sampai komponen struktur
yang
paling
lemah berdeformasi, sehingga
menyebabkan kekakuannya
berubah secara
signifikan (terjadi
leleh
dari
penampang). Gaya
dan
deformasi
untuk
semua
tahapan
beban
sebelumnya
akan
terakumulasi
untuk
menghasilkan gaya
dan
deformasi
total
(elastis dan plastis) dari semua komponen pada semua tahap pembebanan. Untuk setiap
tahapan beban,
gaya dalam dan deformasi elastis maupun
plastis dihitung dan direkam
oleh  ETABS  dan  dapat  ditampilkan,
sehingga  pengguna
dapat  mengetahui
bagian-
bagian yang mengalami sendi plastis dan daerah yang mengalami sendi plastis.