6
BAB II
GAMBARAN UMUM OBJEK
2.1
Objek Penelitian
Rumah Sakit Umum Daerah Arifin Achmad merupakan salah satu dari rumah
sakit
umum terbesar di daerah Pekanbaru, Riau. Rumah Sakit ini berada di Jalan
Diponegoro no. 2, tidak jauh dari pusat kota.Rumah
Sakit
ini
juga
baru
saja
menyelesaikan proyek bangunan yang baru dan
telah
diresmikan
oleh
pemerintah.
Bagunan baru ini diharapkan bisa menampung lebih banyak pasien dan bisa memberikan
pelayanan yang lebih baik lagi untuk kedepannya.
2.2
Definisi
Demam tifoid
(dalam bahasa
Inggris:
Typhoid
fever)
atau Tifus
abdominalis
adalah   penyakit   yang   disebabkan   oleh   bakteri   Salmonella  enterica,   khususnya
turunannya
yaitu Salmonella
Typhi.
Disebut sebagai demam tifoid karena penyakit ini
menyerupai Tifus (tifoid: menyerupai Tifus). Penyakit ini dapat ditemukan di seluruh
dunia, dan disebarkan melaui
makanan dan minuman yang telah tercemar oleh tinja.
(Juwono, 1996)
  
7
2.3
Epidemiologi
Demam tifoid merupakan salah satu penyakit endemik di Indonesia. Penyakit ini
termasuk menular yang tercantum dalam Undang Undang Nomor 6 Tahun 1962 tentang
wabah.
Walaupun
demam
tifoid
tercantum dalam
Undang
Undang
wabah
dan
wajib
dilaporkan, namun data
yang lengkap belum ada, sehingga gambaran epidemiologinya
belum diketahui
secara
pasti.
Di
Indonesia
demam tifoid
jarang
dijumpai
secara
epidemik,
tetapi
lebih
sering
bersifat
sporadik terpencar-pencar
di
suatu
daerah,
dan
jarang menimbulkan lebih dari satu kasus pada orang-orang serumah. (Juwono, 1996)
Ada dua sumber penularan Salmonella typhi yaitu pasien dengan demam tifoid
yang lebih sering disebut carrier. Carrier adalah orang yang sembuh dari demam tifoid
dan
masih terus mengekskresi S.typhi dalam tinja dan air kemih selama
lebih dari satu
tahun. (Juwono, 1996)
Berdasarkan penelitian epidemiologi
yang intensif dan
longitudinal dari demam
tifoid yang dilakukan di Paseh, Jawa Barat yang diselenggarakan dengan bantuan dana
dari WHO, terungkap bahwa
insidensi
demam tifoid pada
masyarakat
di
daerah
semi
urban
ialah 357,6 kasus per 100.000 penduduk per tahun. Ternyata S.typhi ditemukan
juga pada anak usia 0-3 tahun (morbiditas : 263/10³
/tahun) dengan usia termuda adalah
  
8
2,5 tahun. Kenyataan ini merupakan informasi baru, karena selama ini dianggap bahwa
demam tifoid hanya terdapat pada anak yang lebih besar dan orang dewasa. Akan tetapi
ternyata  77%  pasien  demam  tifoid  terdapat  pada  usia  3-19  tahun  dengan  puncak
tertinggi       pada       usia       10-15       tahun       (morbiditas       :       687,9/10
3
/tahun)
2.4     
Distribusi
2.4.1  
Geografi
Demam
tifoid  terdapat  di  seluruh  dunia  dan  penyebarannya  tergantung  pada
iklim, tetapi lebih banyak dijumpai di negara-negara yang sedang berkembang di daerah
tropis.
2.4.2  
Musim
Di
Indonesia,
demam tifoid
dapat
ditemukan
sepanjang
tahun.
Tidak
ada
kesesuaian
faham mengenai
hubungan
antara
musim dan
peningkatan
jumlah
kasus
demam tifoid.
  
9
2.4.3
Umur
Di   daerah   endemik   demam   tifoid,  
insidensi   tertinggi   pada   anak-anak.
Orang-orang dewasa sering mengalami infeksi ringan yang sembuh sendiri dan menjadi
kebal. Insidensi tertinggi pada pasien yang berumur 12 tahun keatas, sedangkan 70-80%
pasien
berumur 12
dan
30
tahun,
10-20% antara
30 dan 40
tahun
dan
hanya
5-10%
diatas 40 tahun. (Juwono, 1996)
2.5
Etiologi
Etiologi atau penyebab demam tifoid
adalah infeksi yang disebabkan oleh
bakteri Salmonella
typhi. Epidemik
tifoid
biasanya
disebabkan oleh penularan dari
pembawa (carrier) yang pekerjaannya berjualan makanan dimana tidak mencuci tangan
sesudah dari kamar mandi atau pada waktu menyiapkan hidangan. Selain itu, disebabkan
juga
oleh
lalat,
kecoa
dan
tikus
juga bisa
menyebarkan
demam
tifoid
dengan
cara
membawa bakteri dari air seni/kotoran yang terinfeksi ke makanan. (Flora dkk, 2000)
2.6
Patagenesis
1. S.typhi  :   penularan   terjadi   lewat   oral   (makanan   atau   minuman   yang
terkontaminasi S.typhi)
  
10
a.  
melewati barrier asam lambung (menurunnya
derajat keasaman asam
lambung)
b.
melewati barrier
usus
halus,
(menurunnya
gerakan
peristaltic
usus)
dan
gangguan produksi atau fungsi IgA mukosa usus.
c.
menempel
dan
masuk
ke
dalam
sel
epitel
usus
halus, bergerak
kearah
baso lateral, keluar dari sel epitel usus halus, masuk ke lamina propia.
d.
Difagositosis 
oleh 
sel 
makrofag, 
tetapi 
mampu 
tetap 
dapat 
hidup
didalamnya,
ikut
terbawa
ke
kelenjar getah
bening
mensentrika,
kemudian
lewat
ductus
thoraticus masuk
ke
peredaran
darah
umum/sirkulasi,
(timbul
bakteremia I yang tidak menunjukkan gejala klinis (asimtomatik)).
2. Selain melalui
lapisan sel epitel usus
halus, S.typhi dapat masuk lewat sel-M
yang berada di atas Plaque de Peyer usus halus, difagositosis oleh makrofag, terbawa ke
kelenjar getah bening mensentrika dan akhirnya masuk ke peredaran darah umum
(sirkulasi).
3. Bakteria I ini terjadi 24-72 jam setelah infeksi.
  
11
4.
Sebagian
S.typhi
di
dalam
mikrofag
keluar
dari
sirkulasi
masuk
ke
dalam
jaringan organ non-limfoid dan berkembang biak didalamnya.
5. S.typhi
yang
ada
di
dalam
mikrofag
dapat bertahan
hidup
dan
berkembang
biak di dalam fagosom makrofag. Sel akhirnya akan mengalami lisis, S.typhi keluar dari
peredaran
darah
umum,
terjadi
bakterimia II,
yang
disertai
dengan
gejala
klinis
(simtomatis), nyeri kepala, otot sendi, dll. (Soewandono, 2002)
2.7
Diagnosis
Biakan darah positif memastikan demam tifoid, tetapi biakan darah negatif tidak
menyingkirkan
demam
tifoid.
Biakan
tinja positif
menyokong diagnosis
klinis demam
tifoid. Peningkatan titer Widal
empat
kali
selama
2
sampai
3
minggu
memastikan
diagnosis demam tifoid.
Reaksi Widal tunggal dengan titer antibody O 1:320 atau titer antibody H 1:640
menyokong diagnose demam tifoid dengan gambaran klinis yang khas. Aglutinin O oleh
tubuh dibuat karena rangsangan antigen O (berasal dari tubuh kuman), sedangkan
aglutinin H karena rangsangan antigen H (berasal
dari flagella kuman). Makin tinggi
titernya, makin besar kemungkinan pasien menderita demam tifoid. (Juwono, 1996)
  
12
2.8
Gambaran Klinis
Demam
tifoid
pada
umumnya
menyerang
kelompok
umur 5-30
tahun.
Jarang
pada umur di bawah 2
tahun maupun
di atas 60 tahun.
Masa
inkubasi
umumnya 3-60
hari. Biasanya pada anamnesis, saat masuk rumah sakit didapatkan keluhan utamanya
adalah demam, yang diderita  ±5-7 hari, yang tidak berhasil diobati dengan antipiretika.
Demam tinggi dari 39-40 derajat celcius dan meningkat setiap hari (step ladder),
disertai dengan lemah badan (lesu), malas, nyeri kepala, nyeri otot punggung dan sendi,
perut kembung dan kadang-kadang nyeri, obstipasi, kadang-kadang diare, mual, muntah
dan batuk dan pada kasus tertentu muncul penyebaran flek merah muda (rose spots)
(Soewandono, 2002)
2.9
Tata Laksana Demam Tifoid
Tifus
dapat
berakibat
fatal.
Antibiotika,
seperti ampicillin,
kloramfenikol,
trimethoprim-sulfamethoxazole,
dan
ciproloxacin sering
digunakan
untuk
merawat
demam tifoid di negara-negara barat.
Bila tak
terawat,
demam tifoid
dapat
berlangsung selama
tiga
minggu
sampai
sebulan. Kematian
terjadi
antara 10% dan 30% dari kasus
yang tidak terawat.
Vaksin
  
13
untuk demam tifoid tersedia dan dianjurkan untuk orang yang melakukan perjalanan ke
wilayah penyakit ini biasanya berjangkit (terutama di Asia, Afrika, dan Amerika Latin).
Pengobatan demam tifoid terdiri atas 3 bagian :
1.   Perawatan
Pasien demam tifoid perlu dirawat di rumah sakit untuk isolasi, observasi dan
pengobatan. Pasien harus tirah baring absolute minimal 7 hari bebas demam atau
kurang
lebih
selama
14
hari.
Maksud
tirah baring adalah untuk mencegah
terjadinya komplikasi pendarahan usus atau perforasi usus. Mobilisasi pasien
dilakukan secara bertahap sesuai dengan pulihnya kekuatan pasien.
2.   Diet
Di
masa
lampau, pasien
demam
tifoid
diberi
bubur
saring kemudian bubur
kasar dan akhirnya nasi sesuai dengan tingkat kesembuhan pasien. Pemberian
bubur saring
tersebut dimaksudkan untuk menghindari komplikasi pendarahan
usus atau perforasi usus, karena ada pendapat bahwa usus perlu diistirahatkan.
  
14
Beberapa peneliti menunjukkan bahwa pemberian makanan padat dini, yaitu
nasi
dengan
lauk
pauk
rendah
selulosa
(pantang
sayuran
dengan
serat
kasar)
dapat diberikan dengan aman pada pasien demam tifoid.
3.   Obat
Obat-obatan  antimikroba  yang  sering  dipergunakan  seperti  kloramfenikol,
tiamfenikol, ko-trioksazol, ampisilin dan amoksilin. (Juwono, 1996)
2.10
Komplikasi
Komplikasi demam tifoid dapat dibagi dalam:
1.   Komplikasi intestinal
a.   Pendarahan usus
b.   Perforasi usus
c.   Ileus paralitik
2.   Komplikasi ektraintestinal
a.
Komplikasi kardiovaskuler : kegagalan sirkulasi perifer (renjatan, sepsis),
miokarditis, thrombosis dan tromboflebitis
  
15
b.   Komplikasi  
darah  
:  
anemia  
hemolitik,  
trombositopenia  
dan/atau
koagulasi intravaskular diseminata, dan sindroma uremia hemolitik
c.   Komplikasi paru : pneumonia, epiema dan pleuritis
d.   Komplikasi ginjal : glomerulonefritis, pielonefritis dan perinefritis
e.   Komplikasi tulang : osteomielitis, periositis, spondilitis dan artitis
f.
Komplikasi    neuropsikiatrik   :    delirium,    meningismus,    meningitis,
polyneuritis perifer, sindrom Guillan-Barie, psikosis dan sindroma katotonic.
(Soewandono, 2002)
2.11
Prognosis
Pronogsis demam tifoid tergantung dari umur, keadaan umum, derajat kekebalan
tubuh, jumlah salmonella dan cepat atau tepatnya pengobatan. (Selamihardja, 2005)
Banyak penderita yang tidak dapat dirawat di rumah sakit dapat merupakan
sumber
penularan
yang
potensial
bagi
orang lain. Apalagi penderita
sering
datang
terlambat
berobat ke fasilitas kesehatan. Rata-rata mereka baru datang berobat setelah
demam 3-5 hari (69%), bahkan ada
yang baru datang setelah demam 20
hari. Makin
  
16
lama
tenggang
waktu
antara
mulai
sakit hingga
datang
berobat akan memungkinkan
penyebaran kuman penyebab demam tifoid
ke sekitarnya menjadi lebih besar (
Berdasarkan  hasil  penelitian  faktor-faktor  yang  mempengaruhi  lama  tinggal
pasien demam tifoid di RSUD Nganjuk oleh Harlitasari (2002) didapatkan kesimpulan :
1. Faktor   karakteristik   pasien   yang   terdiri   dari   jenis   kelamin   dan   umur
mempunyai pengaruh yang signifikan
2. Tidak ada pengaruh tingkat pengetahuan terhadap kondisi MRS pasien demam
tifoid di RS
3. Ada  pengaruh  kepatuhan  pasien  dalam  mengkonsumsi  obat,  makanan  dan
beristirahat terhadap lama tinggal pasien demam tifoid