BAB 2
LANDASAN TEORI
2.1 Ergonomi
2.1.1
Definisi
Menurut Nurmianto
(1996,
p1)
istilah ergonomi
berasal
dari
bahasa
latin
yaitu
Ergon
yang
berarti
kerja
dan
Nomos
yang
berarti
hukum alam,
sehingga
ergonomi
dapat
didefinisikan
sebagai
studi tentang
aspek-aspek
manusia
dalam
lingkungan kerjanya
yang
ditinjau
secara
anatomi,
fisiologi,
psikologi,
teknik,
manajemen dan perancangan. Ergonomi disebut juga
human factors, karena
didalam
ergonomi
dibutuhkan
studi
tentang
system dimana
manusia,
fasilitas
kerja
dan lingkungannya saling berinteraksi dengan tujuan utama
yaitu menyesuaikan
suasana kerja dengan manusianya.
Tujuan utama dari ergonomi adalah upaya memperbaiki performan kerja
manusia seperti keselamatan kerja disamping untuk mengurangi energi kerja yang
berlebihan
serta
mengurangi
datangnya kelelahan
yang
terlalu
cepat
dan
menghasilkan suatu produk yang nyaman, enak di pakai oleh pemakainya. Disamping
itu diharapkan juga
mampu
memperbaiki pendayagunaan sumber daya
manusia dan
meminimalkan
kerusakan
peralatan
yang disebabkan kesalahan manusia (human
errors).
|
19
Penerapan ergonomi pada umumnya merupakan aktifitas rancang bangun
ataupun
rancang
ulang.
Hal
ini
dapat
meliputi
perangkat keras
seperti
misalnya
perkakas kerja, bangku kerja, platform, kursi, pegangan alat, dan lain-lain. Ergonomi
dapat berperan pula sebagai desain pekerjaan pada suatu organisasi dan juga sebagai
desain perangkat lunak.
Selain
itu
ergonomi
juga
memberikan peranan penting dalam meningkatkan
faktor keselamatan dan kesehatan kerja, seperti mengurangi rasa nyeri dan ngilu dan
mengurangi ketidaknyamanan visual dan postur kerja serta kelelahan yang dialami
pekerja. Penerapan faktor ergonomi yang tidak kalah penting adalah untuk desain dan
evolusi
produk.
Produk-produk
ini
haruslah dapat
dengan
mudah
diterapkan
dan
dimengerti pada
sejumlah populasi
masyarakat tertentu tanpa
mengakibatkan resiko
dan bahaya dalam penggunaannya.
Terdapat
dua
pendekatan
umum
yang
dapat
dilakukan
dalam
menghadapi
suatu permasalahan yang berhubungan dengan ergonomi. Pendekatan tersebut adalah:
-
Preventif
:
menerapkan
ergonomi
sejak
awal,
mulai
dari
proses
desain
hingga pada pelaksanaan operasionalnya secara berkelanjutan. Pendekatan
ini
sangat
baik
karena
dapat
mengurangi
biaya
dan
juga performa
yang
dihasilkan sudah baik dari awal.
-
Korektif
:
melibatkan ergonomi,
ketika
masalah telah
ditemukan
seperti
kelelahan
operator ketika melakukan kerja secara terus menerus,
kecelakaan kerja, dsb.
|
20
2.1.2
Dasar Keilmuan Ergonomi
Banyak penerapan ergonomi
yang hanya berdasarkan sekedar
common
sense
(dianggap suatu
hal
yang
sudah
biasa
terjadi),
hal
ini biasanya
merupakan
kasus dimana ergonomi belum dapat diterima sepenuhnya sebagai alat
untuk proses
desain, akan tetapi masih banyak aspek ergonomi
yang tidak dipahami
oleh
masyarakat awam. Agar mendapatkan suatu perancangan pekerjaan maupun produk
yang
optimum membutuhkan
pendekatan
ilmiah
daripada
hanya
dengan
menggunakan trial and error. Menurut
numianto (1996, p5) dasar keilmuan dari
ergonomi dibagi menjadi :
-
Kinesiologi :
mekanika pergerekan manusia.
-
Biomekanika :
aplikasi ilmu mekanika teknik untuk analisis system kerangka-otot
manusia.
-
Antropometri :
kalibrasi tubuh manusia.
Ergonomi dikelompokan dalam empat bidang penyelidikan, yaitu :
-
Penyelidikan tentang tampilan :
Tampilan merupakan suatu perangkat
untuk
menyajikan
informasi
tentang
lingkungan
dan
dikomunikasikan
ke
manusia
dalam bentuk
lambang, angka, tanda-tanda, dsb.
-
Penyelidikan tentang kekuatan fisik manusia :
|
21
Mengukur kekuatan dan kelelahan yang terjadi pada manusia ketika
melakukan suatu pekerjaan.
-
Penyelidikan tentang ukuran tempat kerja :
Hal ini berguna untuk mendapatkan tempat kerja yang sesuai dengan
dimensi tubuh manusia.
-
Penyelidikan tentang lingkungan kerja :
Dengan cara menyelidiki kondisi lingkungan fisik dan fasilitas kerja.
2.1.3
Faktor-faktor dalam Ergonomi
Dalam penerapan ergonomi, penting untuk secara langsung mengikutsertakan
pembahasan
tentang system dan
faktor-faktor
yang
berpengaruh
secara
menyeluruh
agar tidak perlu adanya studi lanjut. Faktor-faktor tersebut adalah:
-
Acces : masalah utama untuk desain alat transportasi.
-
Restraint : pemasangan sabuk pengaman.
-
Visibility : untuk para pejalan kaki.
-
Seating :
memberikan penyangga punggung, lengan, beban merata
untuk
distribusi berat tubuh.
-
Display : hal penting antara lain adalah visibility, lighting, clarity.
-
Controls : mudah dijangkau dan mudah diidentifikasi.
-
Lingkungan : cukup ventilasi, hindari pengaruh panas langsung yang
berlebihan dan hindari bentuk yang meruncing.
|
![]() 22
Aspek-aspek ergonomis yang harus dipertimbangkan adalah sebagai berikut:
Sikap dan Posisi Kerja
Untuk
menghindari
sikap
dan
posisi
kerja
yang
kurang favourable,
diperlukan beberapa pertimbangan, yaitu :
-
Mengurangi keharusan operator untuk bekerja dengan sikap dan posisi
membungkuk dengan frekuensi kegiatan yang sering atau jangka
waktu lama.
-
Operator
tidak
seharusnya
menggunakan
jarak
jangkauan
maksimum
yang bisa dilakukan.
-
Operator tidak seharusnya duduk atau berdiri pada
saat bekerja untuk
waktu lama dengan kepala,
leher, dada
atau kaki berada dalam sikap
atau dalam posisi miring.
-
Operator
tidak
seharusnya
dipaksa
bekerja
dalam periode
yang
lama
dengan tangan atau
lengan
berada
dalam posisi
di
atas
tingkat siku
yang normal.
Anthropometri dan Dimensi Ruang Kerja
Anthropometri pada dasarnya akan menyangkut ukuran fisik atau
fungsi dari tubuh manusia. Data anthropometri akan sangat bermanfaat
dalam perencanaan peralatan kerja atau fasilitas-fasilitas kerja.
Dimensi
ruang
kerja
akan dipengaruhi
oleh dua
hal
pokok
yaitu
situasi
fisik dan situasi kerja yang ada. Didalam menentukan dimensi ruang kerja
|
23
perlu diperhatikan antara lain jarak jangkau yang bisa dilakukan operator,
batasan ruang yang cukup untuk ruang gerak operator dan kebutuhan area
minimum yang harus dipenuhi untuk kegiatan-kegiatan tertentu.
Kondisi Lingkungan Kerja
Situasi
dan
lingkungan
kerja
bervariasi,
di
antaranya
dalam hal
temperatur, kelembaban, getaran, kebisingan
dan
lain-lain;
akan
tetapi
stress akibat kondisi lingkungan fisik kerja akan terus berkumulasi dan
secara tiba-tiba dapat menyebabkan hal yang fatal. Oleh karena itu, sangat
penting mempertimbangkan seluruh aspek lingkungan fisik kerja yang
memiliki potensial bahaya.
Efisiensi Ekonomi Gerakan dan Pengaturan Fasilitas Kerja
Perancangan
sistem kerja
harus
memperhatikan
prosedur-prosedur
untuk mengekonomikasikan gerakan-gerakan kerja sehingga dapat
memperbaiki efisiensi dan mengurangi kelelahan kerja.
Energi Kerja yang Dikonsumsikan
Energi kerja yang dikonsumsikan pada saat seseorang melaksanakan
kegiatan merupakan faktor yang kurang diperhatikan, karena dianggap
tidak penting bila mana dikaitkan dengan performans kerja yang
ditunjukkan. Meskipun enersi dalam jumlah besar harus dikeluarkan untuk
periode yang lama bisa menimbulkan kelelahan fisik, akan tetapi bahaya
yang lebih besar justru kalau kelelahan menimpa pada mental manusia.
|
![]() 24
2.1.4
Faktor-faktor yang Mempengaruhi Aktivitas Kerja
Faktor-faktor yang mempengaruhi aktivitas kerja manusia bisa berasal dari
dirinya sendiri (intern) atau mungkin dari pengaruh
luar (extern). Salah
satu faktor
yang berasal dari luar adalah kondisi lingkungan kerja, yaitu:
Temperatur
Tubuh manusia akan selalu berusaha mempertahankan keadaan normal
dengan
suatu sistem tubuh
yang sempurna sehingga dapat
menyesuaikan
diri dengan perubahan-perubahan yang terjadi di luar tubuh.
Produktivitas kerja manusia akan mencapai tingkat yang paling tinggi
pada temperatur sekitar 24-27 derajat celcius.
Kelembaban (Humidity)
Yang dimaksud kelembaban di sini adalah banyaknya air yang
terkandung
dalam udara
(dinyatakan
dalam
%).
Kelembaban
ini
akan
sangat dipengaruhi oleh temperatur udaranya.
Siklus Udara (Ventilation)
Udara
di
sekitar
kita
dikatakan
kotor
apabila
kadar
oksigen
dalam
udara tersebut telah berkurang dan terus bercampur dengan gas atau bau-
bauan
yang
berbahaya
bagi
kesehatan
tubuh.
Kotornya
udara
di
sekitar
kita dapat dirasakan juga dengan sesaknya pernafasan kita dan tidak boleh
dibiarkan
terlalu
lama
karena mempengaruhi
kesehatan
tubuh
dan
mempercepat proses kelelahan.
|
![]() 25
Sirkulasi
udara
dengan memberikan
ventilasi
yang
cukup
(melalui
jendela) akan menggantikan udara yang kotor dengan yang bersih.
Pencahayaan (Lighting)
Pencahayaan sangat mempengaruhi manusia untuk melihat obyek-
obyek secara jelas, cepat tanpa menimbulkan kesalahan. Pencahayaan
yang kurang akan mengakibatkan mata pekerja menjadi cepat lelah.
Kebisingan (Noise)
Kebisingan
merupakan
salah
satu bentuk
kebisingan
bunyi-bunyian
yang tidak dikehendaki oleh telinga kita.
Bau-bauan
Adanya bau-bauan juga dipertimbangkan sebagai polusi akan dapat
mengganggu konsentrasi orang bekerja.
Getaran Mekanis (Mechanical Vibration)
Getaran mekanis dapat
diartikan sebagai
getaran-getaran
yang
ditimbulkan oleh alat-alat
mekanis
yang sebagian dari
getaran ini sampai
ke tubuh dan dapat menimbulkan akibat-akibat yang tidak diinginkan pada
tubuh kita. Besarnya getaran ini ditentukan
oleh
intensitas,
frekuensi
getaran dan lamanya getaran itu berlangsung. Anggota tubuh manusia juga
memiliki frekuensi alami di
mana apabila
frekuansi
ini beresonansi
dengan frekuansi getaran akan menimbulkan gangguan-gangguan antara
lain:
|
![]() 26
Mempengaruhi konsentrasi kerja
Mempercepat datangnya kelelahan
Gangguan-gangguan pada anggota tubuh, seperti mata, syaraf,
otot-otot dan lain-lain.
Warna
Yang dimaksud di sini adalah untuk tembok ruangan dan interior yang
ada
di
sekitar
tempat
kerja.
Warna
ini
selain berpengaruh
terhadap
kemampuan
mata
untuk
melihat obyek, juga memberikan pengaruh yang
lain pula terhadap manusia seperti:
Warna merah bersifat merangsang
Warna kuning memberikan kesan luas terang dan leluasa
Warna gelap memberikan kesan leluasa dan lain-lain.
2.2 Rapid Entire Body Assessment (REBA)
Postur kerja merupakan pengaturan sikap tubuh saat bekerja. Sikap kerja yang
berbeda akan menghasilkan kekuatan yang berbeda pula. Pada saat bekerja sebaiknya
postur dilakukan secara alamiah sehingga dapat meminimalisasi timbulnya cidera
dalam bekerja.
Kenyamanan
tercipta apabila
pekerja
telah
melakukan
postur
kerja
yang baik dan aman. Postur kerja yang baik sangat ditentukan oleh pergerakan organ
tubuh
saat
bekerja.
Terdapat banyak
metode
dalam analisa
postur
dan
pergerakan
kerja,
salah
satunya
adalah
dengan
metode
REBA
atau
Rapid
Entire
Body
Assessment.
|
27
Rapid Entire Body Assessment merupakan suatu metode yang ditemukan oleh
Dr. Sue Hignett dan Dr. Lynn McAtamney , seorang ahli ergonomi yang berasal dari
Inggris, yaitu sebuah metode untuk menilai postur tubuh seseorang akan resiko sikap
tubuh seseorang ketika melakukan pekerjaannya (Cuergo.web,2002).
Berdasarkan Nexgen Ergonomic, inc (Web, 2002) metode Rapid Entire Body
Assessment (REBA)
telah
dikembangkan
untuk
memenuhi
kebutuhan
akan
suatu
metode
yang
secara
spesifik
didesain untuk menganalisa
postur
tubuh
pekerja
khususnya dibidang kesehatan dan industri. REBA didesain untuk mengevaluasi
suatu pekerjaan yang
menyebabkan
ketidaknyamanan
anggota tubuh
dalam bekerja
(punggung, leher, pundak, lengan atas, lengn bawah, pergelangan tangan, kaki).
Untuk mendapatkan hasil yang terbaik sebaiknya kita menggunakan software
REBA daripada menghitung nilai REBA dengan manual. oftware ini akan
mengintegrasikan
proses
analisa postur
dan pergerakan kerja mulai
dari
proses
perhitungan sudut, proses penentuan range sudut, coupling, beban yang diangkat
sampai ke level resiko dan tindakan perbaikan.
Selain
itu
juga
terdapat
fasilitas
database untuk menyimpan postur yang telah dihitung dan juga fasilitas cetak.
2.2.1
Kelebihan metode REBA
Berdasarkan Nexgen Ergonomi, Inc (Web, 2002) metode REBA ini memiliki
kelebihan-kelebihan yaitu :
-
Dapat digunakan untuk menganalisa postur tubuh yang stabil ataupun
yang tidak stabil.
|
28
-
Metode
yang
cepat
untuk
menganalisa
postur
tubuh
pekerja yang
menyebabkan ketidaknyamanan.
-
Merupakan metode analisa yang peka terhadap resiko kerangka otot dalam
berbagai pekerjaan.
-
Skor akhir REBA (Grand score) dapat digunakan untuk menganalisa
stasiun kerja yang membutuhkan perbaikan dengan segera.
-
Teknik
penilaian
dengan
membagi-bagi
tubuh
kedalam
segmen-segmen
yang spesifik dengan memberi kode secara individual, dengan mengacu
pada bidang pergerakan.
2.2.2
Langkah-langkah melakukan metode REBA
Langkah-langkah sistematis untuk melakukan metode REBA adalah :
-
Pengambilan data postur tubuh pekerja dengan menggunakan video.
-
Penentuan sudut-sudut dari postur tubuh pekerja.
Postur tubuh pekerja dibagi menjadi dua, yaitu :
-
Bagian A yang terdiri dari batang tubuh, leher, dan kaki
-
Bagian B yang terdiri dari lengan atas, lengan bawah, dan
pergelangan tangan.
-
Penentuan berat benda yang diangkat
-
Perhitungan nilai REBA
|
![]() 29
2.2.3
Perhitungan REBA
Pada
prinsipnya
perhitungan
REBA
dilakukan
dengan
cara
menjumlahkan
nilai yang telah dihitung pada bagian A dan juga pada bagian B sehingga didapatkan
nilai
C,
nilai
pad
bagian
C
kemudian ditambahkan
dengan
aktivitas
yang
lainnya
sehingga mendapatkan nilai akhir REBA.
Gambar 2.1 REBA Scoring
Sumber : Cornell REBA.pdf
(Web, 2002)
|
![]() 30
-
Bagian A
Batang Tubuh / Punggung
Batang tubuh atau punggung dapat melakukan gerakan berputar, menekuk,
keseamping,
dan
juga
membentuk
sudut
<-20
o
sampai
dengan
>60
o
ketika
melakukan pekerjaan. Namun gerakan yang terbaik dengan ditandai nilai REBA
terkecil adalah ketika posisi batang tubuh netral, seperti yang terlihat pada gambar
dibawah ini.
Gambar 2.2 Pergerakan Batang Tubuh
Sumber : Nexgen Ergonomic, Inc (Web, 2002)
Gambar 2.3 Nilai Pergerakan Batang Tubuh
Sumber : Cornell REBA.pdf
(Web, 2002)
|
![]() 31
Leher
Leher dapat melakukan pergerakan memutar kesamping, menunduk dan
membentuk sudut <-20
o
hingga 20
o
ketika melakukan pekerjaan. Namun posisi
leher yang terbaik dengan ditandai nilai REBA terkecil adalah ketika posisi leher
membentuk sudut 0
o
-
20
o
,
seperti yang terlihat pada gambar dibawah ini.
Gambar 2.4 Pergerakan Leher
Sumber : Nexgen Ergonomic, Inc (Web, 2002)
Gambar 2.5 NIilai Pergerakan Leher
Sumber : Cornell REBA.pdf
(Web, 2002)
|
![]() 32
Sumber : Cornell REBA.pdf
(Web, 2002)
Kaki
Kaki dapat melakukan pergerakan stabil, tidak satabil, membentuk sudut
antara 30
o
hingga 60
o
dan juga
lebih dari 60
o
ketika
melakukan suatu pekerjaan.
pergerakan kaki stabil apabila kedua kaki
mendapatkan
tumpuan yang baik, dan
dikatakan
tidak
stabil
apabila salah satu
kaki
atau
bahkan kedua
kaku tidak
mendapatkan tumpuan yang baik. Seperti yang terlihat pada gambar dibawah ini.
Gambar 2.6 Pergerakan kaki
Sumber : Nexgen Ergonomic, Inc (Web, 2002)
Gambar 2.7 Nilai Pergerakan Kaki
|
![]() 33
Sumber : Cornell REBA.pdf
(Web, 2002)
-
Bagian B
Lengan Atas
Lengan atas dapat membentuk sudut <-20
o
sampai dengan >+20
o
ketika
melakukan pekerjaan, selain itu lengan atas juga dapat terangkat dan disangga
dengan baik. Namun posisi lengan atas
terbaik dengan ditandai nilai REBA
terkecil
ketika
lengan
tidak
terangkat dan
disangga
dengan
baik,
seperti
yang
terlihat pada gambar dibawah ini.
Gambar 2.8 Pergerakan Lengan Atas
Sumber : Nexgen Ergonomic, Inc (Web, 2002)
Gambar 2.9 Nilai Pergerakan Lengan Atas
|
![]() 34
Lengan Bawah
Lengan bawah dapat membentuk sudut 0
o
sampai dengan 100
o
ketika
melakukan
pekerjaan,
semakin
kecil
sudut yang dibentuk maka
posisi lengan
bawah
semakin
baik
dengan ditandai
nilai REBA
terkecil. seperti
yang
terlihat
pada gambar dibawah ini.
Gambar 2.10 Pergerakan Lengan Bawah
Sumber : Nexgen Ergonomic, Inc (Web, 2002)
Gambar 2.11 Nilai Pergerakan lengan bawah
Sumber : Cornell REBA.pdf
(Web, 2002)
|
![]() 35
Pergelangan Tangan
Pergelangan tangan dapat membentuk sudut <-15
o
sampai dengan >+15
o
ketika melakukan pekerjaan, selain itu lengan atas juga dapat melekuk dan
berputar. Namun posisi pergelangan tangan terbaik dengan ditandai nilai
REBA
terkecil
ketika
lengan
tidak
berputar ketika
melakukan pekerjaan,
seperti
yang
terlihat pada gambar dibawah ini.
Gambar 2.12 Pergerakan Pergelangan Tangan
Sumber : Nexgen Ergonomic, Inc (Web, 2002)
Gambar 2.13 Nilai Pergerakan Pergelangan Tangan
Sumber : Cornell REBA.pdf
(Web, 2002)
|
![]() 36
-
Bagian C
untuk nilai bagian A, setelah menentukan besarnya nilai dari pergerakan
masing-masing
bagian
tubuh
yang
sesuai (batang
tubuh,
leher,
dan
juga
kaki)
ditambahkan berat benda yang bervariasi antara 0 kg sampai dengan >10 kg. Untuk
Besarnya nilai ditunjukan pada tabel dibawah ini.
Tabel 2.1 Perhitungan Nilai Bagian A
Sumber : Cornell REBA.pdf
(Web, 2002)
Untuk nilai bagian B, setelah menentukan besarnya nilai dari pergerakan
masing-masing bagian tubuh yang sesuai (lengan atas, lengana bawah, dab
pergelangan
tangan) ditambahkan dengan
pegangan
atau
coupling
yang bervariasi
|
![]() 37
mulai dari good sampai acceptable, untuk besarnya nilai ditunjukan pada tabel
dibawah ini.
Tabel 2.2 Perhitungan Nilai Bagian B
Sumber : Cornell REBA.pdf
(Web, 2002)
Nilai
pada
bagian
C
didapatkan dengan
menjumlahkan
nilai
bagian
A
dan
nilai bagian B. Nilai bagian C yang telah didapat dijumlahkan kembali dengan
activity
score untuk
mendapatkan
nilai grand
score.
Grand
score
inilah
yang
dipergunakan
untuk
melihat
apakah
stasiun
kerja
tersebut
perlu
diperbaiki segeraa
atau tidak.Untuk besarnya nilai ditunjukan pada tabel dibawah ini.
|
![]() 38
Tabel 2.3 Perhitungan Nilai Bagian C
Sumber : Cornell REBA.pdf
(Web, 2002)
Tabel 2.4 Nilai Total REBA
Sumber : Cornell REBA.pdf
(Web, 2002)
|
![]() 39
2.3 Anthropometri
2.3.1
Pengertian Anthropometri
Istilah Anthropometri berasal dari kata anthro yang berarti manusia dan
metriyang
berarti
ukuran. Menurut Nurmianto
(1996,
p50),
Anthropometri
adalah
satu kumpulan
data
numerik
yang
berhubungan dengan karakteristik ukuran tubuh
manusia,
bentuk
dan
kekuatan
serta
penerapan dari ata tersebut untuk penangan
masalah desain.
Manusia
pada
dasarnya akan
memiliki
bentuk, ukuran
(tinggi,
lebar, dan
sebagainya) berat dan lain-lain yang berbeda antara satu dengan lainnya. Secara luas,
antropometri
akan
digunakan sebagai
pertimbangan-pertimbangan
ergonomis
dalam
memerlukan interaksi manusia. Data
Anthropometri akan diaplikasikan secara luas
antara lain dalam hal :
Perancangan area kerja.
Perancangan peralatan kerja.
Perancangan produk konsumtif.
Perancangan lingkungan kerja fisik.
Dengan
ini,
dapat
disimpulkan bahwa data
anthropometri akan
menentukan
bentuk, ukuran, dan dimensi yang tepat berkaitan dengan produk yang dirancang dan
manusia yang akan mengoperasikan atau menggunakan produk tersebut. Dengan ini,
maka perancang produk harus
mampu
mengakomodasikan dimensi tubuh dari
populasi terbesar yang akan menggunakan produk hasil rancangannya tersebut.
|
![]() 40
Secara umum, sekurang-kurangnya 90% : 95% dari populasi yang menjadi
target dalam kelompok pemakai suatu produk haruslah mampu menggunakannya
dengan selayaknya. Contohnya adalah kursi
mobil, di mana
dirancang secara
fleksibel, dapat digerakkan
maju-mundur dan sudut
sandarannya dapat pula dirubah
untuk menciptakan posisi yang nyaman.
Pada dasarnya peralatan yang dibuat dengan mengambil referensi dimensi
tubuh tertentu jarang sekali bisa mengakomodasikan seluruh range ukuran tubuh dari
populasi yang akan memakainya. Kemampuan penyesuaian (adjustability) suatu
produk
merupakan satu
prasyarat
yang
amat
penting
dalam proses
perancangannya
terutama untuk produk-produk yang berorientasi ekspor.
2.3.2
Data Anthropometri
Pada umumnya ukuran dan dimensi tubuh manusia berbeda-beda, hal ini
dikarenakan terdapat beberapa faktor yang mempengaruhi ukuran tubuh manusia,
menurut Nurmianto (1996, p48) faktor-faktor tersebut adalah :
Jenis Kelamin
Dimensi
ukuran
tubuh
laki-laki pada
umumnya
akan
lebih
besar
dibandingkan dengan wanita, kecuali untuk bagian-bagian tertentu seperti
pinggul dan lain sebagainya.
|
![]() 41
Suku/ bangsa (ethnic)
Variasi diantara beberapa kelompok
suku
bangsa
telah
menjadi
hal
yang tidak kalah pentingnya terutama karena meningkatnya jumlah angka
migrasi dari satu negara ke negara lainnya.
Umur
Ukuran tubuh manusia berbeda-beda menurut usia, semakin
bertambah dewasa, semakin bertambah pula ukurannya sampai batas usia
dewasa. Namun setelah menginjak usia dewasa, tinggi badan manusia
mempunyai kecendrungan menurun, antara lain disebabkan karena
berkurangnya elastisitas tulang belakang.
Jenis Pekerjaan
Beberapa jenis pekerjaan tertentu menuntut adanya persyaratan
khusus, seperti : buruh pelabuhan harus memiliki postur tubuh yang
relative besar dibandingkan dengan buruh pabrik pada umumnya.
Pakaian
Jenis pakaian juga berdasarkan iklim atau musim yang berbeda tiap
tempat terutama daerah yang memiliki empat musim.
Kehamilan
Faktor ini jelas mmepunyai pengaruh perbedaan yang berarti
dibandingkan
wanita
yang
tidak
hamil, terutama
yang
berkaitan dengan
anailisis perancangan produk dab analisis perancangan kerja.
|
![]() 42
Cacat Tubuh
Suatu perkembangan yang menggembirakan yaitu dengan
diberikannya skala prioritas pada rancang bangun fasilitas akomodasi
untuk penderita cacat sehingga mereka ikut merasakan kesamaan dalam
penggunaan jasa dari hasil ilmu ergonomic dalam masyarakat.
Posisi tubuh (posture)
Posisi tubuh (posture) berpengaruh terhadap ukuran tubuh, oleh sebab
itu posisi tubuh standar harus diterapkan untuk survei pengukuran. Ada 2
cara pengukuran tubuh yaitu:
Pengukuran dimensi struktur tubuh (structural body dimension)
Pada pengukuran ini, tubuh diukur dalam berbagai posisi standar
dan
tidak
bergerak
(tetap
tegak
sempurna).
Istilah
lain
dari
pengukuran tubuh dengan cara ini adalah static anthropometry.
Dimensi tubuh yang diukur dengan posisi tetap antara lain meliputi
berat badan, tinggi tubuh dalam posisi berdiri maupun duduk,
ukuran kepala, tinggi/ panjang lutut pada saat berdiri/ duduk,
panjang lengan dan sebagainya. Ukuran dalam hal ini diambil
dengan percentile tertentu seperti 5-th dan 95 th percentile.
|
![]() 43
Pengukuran
Dimensi
Fungsional
Tubuh
(Functional
Body
Dimensions)
Pada pengukuran ini dilakukan terhadap posisi tubuh pada saat
berfungsi melakukan gerakan-gerakan tertentu yang berkaitan
dengan kegiatan yang harus diselesaikan. Cara pengukuran
semacam ini
akan
menghasilkan
data
dynamic
anthropometry.
Anthropometri dalam posisi
tubuh
melaksanakan
fungsinya
yang
dinamis
akan
banyak
diaplikasikan
dalam proses
perancangan
fasilitas ataupun ruang kerja.
Data anthropometri baru dapat ditentukan apabila tersedia nilai rata-rata dan
jug standar deviasi yang berdistribusi normal. Untuk nilai persentil dapat dilihat pada
tabel dibawah ini :
Tabel 2.5 Perhitungan persentil
Sumber : Nurmianto (1996, p51)
|
44
2.3.3
Prinsip Perancangan dengan Data Anthropometri
Agar rancangan suatu produk nantinya dapat sesuai dengan ukuran tubuh
manusia
yang
akan
mengoperasikannya,
maka diperlukan
prinsip-prinsip
yang
diambil dalam aplikasi data anthropometri, yaitu antara lain:
a. Prinsip Perancangan Produk Bagi Individu Dengan Ukuran Yang Ekstrim
Pada
prinsip
ini,
rancangan
produk dibuat
agar
dapat
memenuhi 2
sasaran
produk, antara lain :
Dapat sesuai
untuk
ukuran tubuh
manusia
yang
mengikuti klasifikasi
ekstrim dalam arti
terlalu besar atau kecil
apabila dibandingkan
dengan rata-ratanya.
Tetap bisa
digunakan
untuk
memenuhi
ukuran
tubuh
yang
lain
(mayoritas dari populasi yang ada).
Agar
dapat
memenuhi
sasaran
pokok
tersebut,
maka
ukuran
yang
diaplikasikan ditetapkan dengan cara :
Untuk dimensi
minimum
yang
harus
ditetapkan dari suatu rancangan
produk
umumnya didasarkan pada nilai percentile
yang terbesar
seperti 90-th, 95-th atau 99-th percentile.
Untuk dimensi
maksimum
yang
harus
ditetapkan adalah berdasarkan
nilai percentile yang paling rendah (1-th, 5-th,10-th
percentile)
dari
distribusi data anthropometri yang ada.
|
![]() 45
Secara
umum,
aplikasi
data
anthropometri
untuk
perancangan
produk atau
fasilitas
kerja
akan
menetapkan
nilai
5-th
percentile
untuk
dimensi
maksimum
dan 95-th percentile untuk dimensi minimum.
b. Prinsip Perancangan Produk Yang Bisa Dioperasikan Di Antara Rentang Ukuran
Tertentu
Pada
prinsip
ini,
rancangan
dapat diubah-ubah ukurannya sehingga cukup
fleksibel dioperasikan oleh setiap orang yang memiliki berbagai macam ukuran
tubuh. Contoh yang paling umum
dijumpai adalah perancangan kursi mobil
dimana dalam hal ini letaknya dapat digeser maju/ mundur dan sudut sandarannya
dapat berubah-ubah sesuai dengan yang diinginkan.
c. Prinsip Perancangan Produk Dengan Ukuran Rata-rata
Pada prinsip ini, rancangan produk didasarkan terhadap rata-rata ukuran
manusia. Produk dirancang dan dibuat untuk mereka yang beukuran sekitar rata-
rata,
sedangkan
bagi
mereka
yang
memiliki
ukuran
ekstrim akan
dibuatkan
rancangan sendiri.
Langkah-langkah
yang
harus
dilakukan
dalam
mengumpulkan
data
anthropometri
adalah :
Tetapkan anggota tubuh yang akan melakukan perancangan yang akan
dilakukan.
Tentukan dimensi tubuh yang penting dalam proses perancangan
tersebut.
|
![]() 46
Tentukan
populasi
terbesar
yang
harus
diantisipasi,
diakomodasikan
dan menjadi target utama pemakai rancangan produk tersebut.
Terapkan prinsip
ukuran
yang harus diikuti (misal: apakan rancangan
tersebut untuk ukuran individual yang ekstrim, rentang ukuran yang
fleksibel ataukah ukuran rata-rata).
Tentukan persentil
yang akan digunakan untuk perancangan dan nilai
ukurannya dari tabel data anthropometri yang sesuai.
2.3.4
Metoda Pengukuran Anthropometri
Metoda Ukur Dengan Anthropometer
Dalam metoda
ini,
pengukuran
dilakukan
dengan
mengunakan
data
anthropometri, dimana ketika kita akan merancang produk, digunakan
perhitungan yang sudah baku yaitu dengan menggunakan
percentile, baik
percentile besar
(90-th,
95-th,
99-th)
maupun
percentile kecil
(5-th,10-th)
tergantung dengan produk yang akan kita desain. Contoh: Mendesain sebuah
pintu. Data rata-rata tinggi orang Indonesia sudah tersedia sehingga kita
tinggal menghitungnya saja yaitu dengan menggunakan percentile besar (95-
th) sehingga orang
yang memiliki tinggi di atas rata-rata pun dapat melewati
tinggi pintu tersebut apalagi untuk orang yang pendek.
|
![]() 47
Metoda Ukur Tukang Jahit
Dalam metoda
ini,
pengukuran
dilakukan
dengan
mengukur
satu
persatu sumber data,
setelah itu baru kita olah menjadi data yang dapat
digunakan sebagai patokan untuk membandingkan sesuatu. Setelah diolah
menjadi
data,
ukuran
dari
sumber
data tersebut
tidak
dapat
digunakan
lagi
untuk membuat fasilitas kerja yang sama di tempat yang lain.
Apabila kita
mengukur dengan menggunakan metode ini, ketika kita mendesain sesuatu
produk harus sesuai dengan pengguna produk tersebut (pemakainya).
2.4 Kuisioner Nordic Body Map
Kuisioner Nordic merupakan kuisioner yang paling sering digunakan untuk
mengetahui ketidaknyamanan atau kesakitan pada tubuh. Kuisioner ini dikembangkan
oleh
Kuorinka
(1987)
dan
Dickinson (1992).
Kuisioner
ini
menggunakan
gambar
tubuh manusia yang sudah dibagi menjadi 9 bagian utama yaitu :
-Leher
-
Punggung bagian bawah
-Bahu
-
Tangan & Pergelangan tangan
-Punggung bagian atas
-
Pantat & Pinggang
-Siku
-
Lutut
-Tumit & kaki
Responden yang mengisi kuisioner diminta untuk memberikan tanda ada
tidaknya gangguan pada bagian-bagian tubuh tersebut.
|
![]() 48
2.5 Prinsip Desain Tempat Kerja
Menentukan ketinggian permukaan kerja berdasarkan ketinggian siku.
Ketinggian permukaan
kerja
seharusnya
berdasarkan
kenyamanan
pekerja
ketika
melakukan kerja. Lengan atas bergantung kebawah secara natural dan siku
membentuk sudut 90
o
sehingga lengan depan paralel dengan lantai. Apabila
permukaan
kerja
terlalu
tinggi
maka
akan
menyebabkan
bahu
mengalami
cidera.
Dan apabila permukaan kerja terlalu rendah maka akan menyebabkan punggung
mengalami cidera.
Gambar 2.14 Menentukan Ketinggian Permukaan Kerja
Sumber : Niebel (2003, p187)
Sesuaikan ketinggian permukaan kerja berdasarkan performa kerja.
Untuk perakitan yang melibatkan pengangkatan komponen berat, sebaiknya
apabila menurunkan permukaan kerja sebesar 8 inch (20cm) agar otot punggung
lebih kuat. Dan untuk perakitan yang melibatkan pengamatan yang lebih detail,
sebaiknya apabila meninggikan permukaan kerja sebesar 8 inch (20cm) agar benda
|
![]() 49
lebih dekat kepada garis optimum pandangan sebesar 15
o
. Seperti yang terlihat pada
gambar dibawah ini.
Gambar 2.15 Rekomendasi Dimensi Stasiun Kerja Berdiri
Sumber : Niebel (2003, p188)
Menyediakan kursi yang nyaman bagi operator.
Posisi duduk yang salah
menyebabkan beban statis pada kaki dan akibatnya
energi yang dikeluarkan tidak sedikit. Pada saat duduk, pelvis memutar kebelakang
sehingga beban pada lumbar bertambah. Maka dari itu penting untuk menyediakan
sandaran pada kursi untuk mensuport lumbar. Cara lain untuk mengurangi beban
adalah
menjaga
sudut
yang
dibentuk
antara
pinggul dan
paha agar
tidak
terlalu
besar.
|
![]() 50
Gambar 2.16 Six Basic Seating Postures
Sumber : Niebel (2003, p187)
Melengkapi kursi yang dapat disesuaikan
Sebaiknya
kursi
dilengkapi
pengatur, agar
pekerja
dapat
mengatur
sendiri
ketinggian kursi yang sesuai dengan ukuran tubuh mereka. Kursi yang terlalu tinggi
menyebabkan ketidaknyamanan pada bagian paha. Sedangkan kursi yang terlalu
rendah menyebabkan lutut tidak nyaman, dan membuat
sudut yang dibentuk
punggung bertambah.
|
![]() 51
Gambar 2.17 Postur Tulang Belakang Berdiri dan Duduk
Sumber : Niebel (2003, p190)
Membuat stasiun kerja lebih fleksibel
Stasiun kerja sebaiknya
didesain
agar dapat digunakan
dalam
posisi
duduk
dan berdiri. Dikarenakan postur tubuh manusia tidak di desain untuk duduk dalam
waktu yang lama. Postur tubuh yang kaku juga mengurangi aliran darah ke otot
sehingga menyebabkan fatique.
Menempatkan seluruh alat dan material dalam area kerja yang normal
Pada setiap gerakan, jarak sangat berpengaruh. Semakin besar jarak yang
ditempuh, semakin besar tenaga, waktu dan kontrol yang dikeluarkan. Maka dari itu
penting
untuk mengurangi jarak. Selain itu ada baiknya seluruh alat dan material
|
![]() 52
ditempatkan
pada
tempat
yang
pasti
agar
dapat
mengurangi
waktu
mencari alat
teresebut.
Gambar 2.18 Jarak Normal dan Maksimum Area Kerja
Sumber : Niebel (2003, p194)
|