BAB 2
LANDASAN TEORI
2.1
Pengantar tentang Supply Chain Management
Tantangan yang dihadapi dunia manufaktur berubah dan semakin berat dari masa
ke masa. Tahun 70 –
80-an persaingan dunia
manufaktur
meningkat
seiring
dengan
munculnya perusahaan-perusahaan baru. Keunggulan bersaing pada era ini tidak hanya
ditentukan  oleh  kemampuan  sebuah  industri  untuk  menciptakan  banyak  output  per
satuan waktu atau sering kali disebut dengan produktivitas. Produktivitas memang tetap
penting tetapi tidak cukup sebagai bekal untuk bersaing di
pasar.
Praktisi
industri,
konsultan mauppun akademisi kemudian mulai
ramai
membicarakan
cara-cara
untuk
meningkatkan kualitas produk. Pengendalian kualitas tidak lagi cukup hanya dilakukan
dengan model inspeksi produk, tetapi lebih fundamental dengan melihat proses. Bahkan
orang mulai sadar bahwa kualitas produk juga tidak lepas dari kualitas bahan baku yang
dikirim oleh supplier.
Muncullah kemudian konsep
dan
teknik
pengendalian
kualitas
seperti statistical process control (SPC) dan total quality management (TQM).
Seiring dengan pasar yang semakin meng-global, pelaku industripun mulai sadar
bahwa
untuk
menyediakan
produk
yang
murah, berkualitas, dan cepat,
perbaikan
di
internal
sebuah
perusahaan
manufaktur
tidaklah
cukup.
Segala aspek
tersebut
membutuhkan peran serta semua pihak mulai dari supplier yang mengolah bahan baku
menjadi komponen, perusahaan transportasi yang mengirimkan bahan baku dari supplier
ke pabrik, serta jaringan distribusi yang
akan
menyampaikan
produk
ke
tangan
pelanggan. Kesadaran akan pentingnya peran semua pihak dalam
menciptakan produk
  
14
yang murah, berkualitas, dan cepat inilah yang kemudian melahirkan konsep baru tahun
1990-an yaitu supply chain management (SCM).
2.1.1
Supply Chain dan Supply Chain Management
Menurut Chopra dan Meindl (2001) supply chain terdiri
dari segala pihak yang
terlibat secara
langsung maupun tidak, dalam memenuhi permintaan konsumen. Supply
chain tidak
hanya
meliputi
produsen
dan
pemasok,
tetapi
juga
pengusaha,
gudang,
pengecer, dan pelanggan itu sendiri.
Menurut Pujawan (2005, p5)
supply chain
adalah
jaringan
perusahaan-
perusahaan yang secara bersama-sama bekerja untuk menciptakan dan menghantarkan
suatu
produk
ke
tangan
pemakai
akhir.
Perusahaan-perusahaan tersebut biasanya
termasuk supplier, pabrik, distributor, toko atau ritel, serta perusahaan-perusahaan
pendukung seperti perusahaan jasa logistik.
Pada
suatu supply
chain
biasanya
ada
3
macam
aliran
yang
harus
dikelola.
Pertama adalah aliran barang yang mengalir dari hulu (upstream) ke hilir (downstream).
Misalnya bahan baku yang dikirim dari supplier ke pabrik. Setelah produk selesai
diproduksi,
mereka
dikirim ke
distributor,
lalu
ke
pengecer
atau
ritel,
kemudian
ke
pemakai akhir. Kedua, aliran uang dan sejenisnya yang mengalir dari hilir ke hulu. Yang
ketiga adalah aliran informasi yang bisa terjadi dari
hulu ke hilir ataupun sebaliknya.
Misalnya
informasi
tentang
persediaan produk
yang
masih
ada
di
masing-masing
supermarket sering dibutuhkan oleh distributor maupun pabrik. Perusahaan harus
membagi informasi seperti ini supaya pihak-pihak yang berkepentingan bisa memonitor
untuk kepentingan perencanaan yang lebih akurat.
  
15
Istilah  supply  chain  management pertama  kali  dikemukakan  oleh  Oliver  &
Weber pada tahun 1982 (Oliver & Weber, 1982; Lambert et al. 1998). Bila supply chain
adalah jaringan fisiknya, yakni perusahaan-perusahaan
yang
terlibat dalam memasok
bahan baku, memproduksi barang, maupun mengirimkannya ke pemakai akhir, maka
SCM adalah metode, alat, atau pendekatan pengelolaannya. Namun perlu ditekankan
bahwa
SCM
menghendaki
pendekatan
atau
metode
yang
terintegrasi dengan dasar
semangat kolaborasi.
SCM
menurut
Martin
Christopher (1998) adalah jaringan organisasi yang
melibatkan  hubungan  upstream dan  downstream dalam  proses  dan  aktivitas  yang
berbeda
yang
memberi
nilai
dalam bentuk produk
dan
jasa
pada pelanggan.
Contoh
:
pabrik pembuat kemeja adalah 2 bagian supply chain
yang
menghubungkan upstream
(melalui
pengusaha
kain
kepada
pengusaha
serat
/
kapas)
dan downstream
(melalui
distributor dan retail pada pelanggan akhir).
Menurut Simchi-Levi et al. (1999, p.l) SCM merupakan serangkaian pendekatan
yang diterapkan untuk mengintegrasikan supplier, pengusaha,
gudang (warehouse) dan
tempat
penyimpanan
lainnya
secara
efisien sehingga produk dihasilkan dan
didistribusikan
dengan
kuantitas
yang
tepat, lokasi
tepat
dan
waktu
tepat
untuk
memperkecil biaya dan memuaskan kebutuhan pelanggan.
Menurut Schonsleben (2003, p84) supply chain management adalah strategi dan
hubungan
jangka
panjang
yang
terkoordinasi
diantara seluruh jaringan logistik
perusahaan
dalam hal
pengembangan,
produksi,
pembelian
maupun
inovasi.
Setiap
perusahaan tersebut secara aktif berkompetensi
pada bidangnya
masing-masing
untuk
mendistribusikan produknya dengan waktu sesingkat mungkin sehingga berpengaruh
pada jaringan supply chain secara keseluruhan.
  
16
Jadi,
supply chain management tidak hanya berorientasi pada urusan internal
sebuah  perusahaan, 
melainkan  juga  urusan  eksternal 
yang 
menyangkut 
hubungan
dengan perusahaan-perusahaan partner. Diperlukan koordinasi dan kolaborasi antar
perusahaan pada
supply
chain
karena
perusahaan-perusahaan
yang
berada
pada
suatu
supply chain pada
intinya
ingin
memuaskan konsumen akhir
yang
sama, mereka
harus
bekerja sama untuk
membuat produk yang murah, mengirimkannya tepat waktu, dan
dengan  kualitas  yang  bagus.  Hanya  dengan  kerja  sama  antara  elemen-elemen  pada
supply chain tujuan tersebut akan bisa dicapai. Maka banyak orang berpendapat bahwa
persaingan dewasa ini bukan lagi antara satu perusahaan dengan perusahaan yang lain,
tetapi antara supply chain yang satu dengan supply chain yang lain. Sebuah pabrik yang
sehat dan efisien tidak akan banyak berarti apabila supplier-nya tidak mampu memenuhi
pengiriman
tepat
waktu.
Tujuan
utama SCM
adalah
mengurangi
atau
bahkan
menghilangkan persediaan buffer yang terlibat antara beberapa departemen dalam satu
rantai dengan cara saling membagi informasi mengenai demand dan persediaan yang ada
sekarang. Ada benarnya perkataan orang bahwa ”a
supply
chain
is
as
strong
as
its
weakest link”. Jadi
dalam supply
chain,
pabrik
perlu
memberikan bantuan
teknis
dan
manajerial
terhadap
para supplier-nya
karena
pada
akhirnya
ini
akan
menciptakan
kemampuan bersaing keseluruhan supply chain.
Dari definisi diatas juga dapat dilihat bahwa semangat kolaborasi dan koordinasi
pada supply chain tidak mesti (dan tidak boleh) mengorbankan kepentingan tiap individu
perusahaan. SCM yang baik bisa meningkatkan kemampuan bersaing bagi supply chain
secara
keseluruhan,
namun
tidak menyebabkan
satu pihak
berkorban dalam jangka
panjang.
Hubungan
jangka
panjang
memungkinkan semua pihak untuk menciptakan
kepercayaan
yang
lebih baik serta menciptakan efisiensi. Efisiensi bisa tercipta karena
  
17
hubungan jangka panjang, dan berarti mengurangi ongkos-ongkos untuk mendapatkan
perusahaan partner baru. Dalam banyak kasus, ongkos yang terlibat dalam mengevaluasi
calon-calon perusahaan partner bisa cukup besar. Oleh karena itu diperlukan pengertian,
kepercayaan,
dan
aturan
main
yang
jelas. Misalnya,
ketika
suatu
perusahaan
mau
membagi
informasi
secara
transparan,
perusahaan
partner
harus menjaga
informasi
tersebut
dari
pihak-pihak
yang
bisa menyalahgunakannya.
Namun
orientasi
jangka
panjang
dalam konteks supply chain
di
lapangan
harus
tetap diinterpretasikan
secara
fleksibel 
dan 
ukuran 
jangka 
panjang 
tersebut 
berlaku 
sangat 
relatif, 
mengingat
lingkungan bisnis yang semakin dinamis dewasa ini.
2.1.2    Tantangan dalam Mengelola Supply Chain
Supply chain melibatkan sangat banyak pihak di dalam maupun di luar
sebuah
perusahaan serta menangani cakupan kegiatan yang sangat luas. Dengan berbagai
ketidakpastian yang ada di sepanjang supply chain serta semakin tingginya persaingan di
pasar, supply chain management membutuhkan pendekatan dan model pengelolaan yang
tangguh untuk bisa tetap bertahan dalam dunia bisnis. Hal tersebut ditambah lagi dengan
berbagai aturan atau tuntutan dari pemerintah maupun masyarakat untuk menjaga aspek
lingkungan dalam kegiatan supply chain. Beberapa tantangan yang harus dihadapi dalam
mengelola supply chain yaitu :
Tantangan 1. Kompleksitas struktur supply chain
Suatu supply chain umumnya sangat kompleks karena melibatkan banyak pihak
di
dalam maupun
di
luar
perusahaan
yang
sering
kali
memiliki
kepentingan
yang
berbeda-beda,  bahkan  seringkali  bertentangan  (conflicting)  antara  satu  dengan  yang
  
18
lainnya.  Di  dalam  perusahaan  sendiripun  (antara  divisi  satu  dengan  yang  lainnya)
perbedaan kepentingan tersebut sering muncul.
Tantangan 2. Ketidakpastian
Ketidakpastian
merupakan
sumber
utama
kesulitan
pengelolaan
suatu supply
chain. Ketidakpastian menimbulkan ketidakpercayaan diri terhadap rencana yang sudah
dibuat, sebagai akibatnya perusahaan sering menciptakan pengaman di sepanjang supply
chain. Pengaman tersebut bisa berupa persediaan (safety stock), waktu (safety time),
ataupun kapasitas produksi ataupun transportasi.
Berdasarkan sumbernya, ada
tiga klasifikasi
utama ketidak pastian pada supply
chain. Pertama adalah ketidakpastian permintaan. Misalnya pabrik mengalami
ketidakpastian pesanan dari
distributor. Semakin ke hulu ketidakpastian permintaan
biasanya semakin meningkat. Peningkatan ketidakpastian atau variasi permintaan dari
hilir ke hulu pada suatu supply chain dinamakan bullwhip effect.
Ketidakpastian  kedua  berasal  dari  arah  supplier
yang 
dapat 
berupa
ketidakpastian pada lead time pengiriman, harga bahan baku atau komponen,
ketidakpastian kualitas, serta kuantitas material yang dikirim. Sedangkan ketidakpastian
ketiga  adalah  ketidakpastian  internal  yang  bisa  diakibatkan  oleh  kerusakan  mesin,
kinerja mesin yang tidak sempurna, ketidakpastian tenaga kerja, serta ketidakpastian
waktu maupun kualitas produksi. Besarnya ketidakpastian yang dihadapi tiap-tiap supply
chain berbeda-beda. Gambar 2.1 memberikan ilustrasi ketidakpastian pada supply chain.
  
19
WIP
Produk
akhir
Produk
akhir
Ketidakpastian
pasokan
Ketidakpastian
pasokan
Ketidakpastian
pasokan
Gambar 2.1  Ketidakpastian  pada  Supply Chain Menimbulkan  Persediaan  Pengaman
Dimanapun
Sumber : Supply Chain Management, I Nyoman Pujawan
2.2       Permintaan dan Perencanaan Produksi
Menurut Pujawan (2005, p85-90)
permintaan terhadap
barang atau
jasa
adalah
awal
dari semua
kegiatan supply
chain.
Kegiatan
produksi, pengiriman,
perancangan
produk dan pembelian material dilaksanakan dengan tujuan untuk memenuhi kebutuhan
atau permintaan terhadap barang atau jasa dari pihak pelanggan.
Pada hampir semua situasi riil, besar dan waktu permintaan terhadap barang atau
jasa
tidak
mudah
diketahui sebelum
terjadi.
Disisi
lain,
banyak
aktivitas
yang
sudah
harus
dikerjakan
sebelum
permintaan
atau kebutuhan
dari
pelanggan
teridentifikasi
dengan pasti.
Beberapa  jenis  produksi  berdasarkan  tingkatan  persediaannya  (Schonsleben,
2003
p160),
antara
lain
sistem make
to
stock
yang
digunakan
perusahaan
dalam
memproduksi dan menyimpan persediaan sampai pada tahap produk jadi (end product),
dan
pengiriman
dilakukan
berdasarkan
pesanan
dari
konsumen.
Sedangkan
make
to
order meliputi kegiatan menyimpan persediaan sampai pada tahap produk setengah jadi
atau berupa produk bahan baku untuk dilakukan proses produksi kembali. Barang jadi
kemudian baru akan lanjut diproduksi apabila terdapat pesanan dari konsumen.
  
20
Pada
perusahaan-perusahaan
yang
berproduksi
dengan
sistem make
to
stock,
kegiatan produksi, pembelian material, dan
pengiriman
produk
ke
toko
atau
tempat
penjualan dilakukan sebelum perusahaan tahu
berapa
produk
akan
terjual
di
masing-
masing
toko
atau
tempat
penjualan.
Pada
sistem produksi
make
to
order,
beberapa
aktivitas seperti perakitan akhir dan pembuatan komponen memang bisa ditunda sampai
ada permintaan definitif, namun
tetap sebagian aktivitas seperti penyediaan bahan baku
dan kapasitas dilakukan atas dasar perkiraan
atau peramalan.
Dengan demikian, boleh
dikatakan tidak ada perusahaan yang bisa menghindar dari kegiatan memperkirakan atau
meramalkan
permintaan
untuk
keperluan
perencanaan aktivitas-aktivitas yang harus
dilakukan sebelum permintaan definitif datang dari pelanggan.
Pada banyak kasus, pola permintaan tidak mudah untuk dipenuhi secara efektif
oleh supply chain. Sebagai contoh, permintaan yang sifatnya musiman menyebabkan
sebagian dari permintaan tersebut terpaksa tidak bisa dipenuhi atau bisa dipenuhi dengan
biaya-biaya yang lebih tinggi. Oleh karena
itu perusahaan harus sering kali secara
proaktif mengelola permintaan sehingga menjadi lebih mudah dipenuhi.
2.2.1
Peramalan Permintaan dan Pengelolaan Permintaan
Peramalan permintaan adalah kegiatan untuk mengestimasi besarnya permintaan
terhadap barang atau jasa tertentu pada suatu periode dan wilayah pemasaran tertentu.
Ramalan yang tidak akurat bisa menimbulkan berbagai permasalahan pada supply chain.
Kelebihan
pasokan
produk
ke
satu
wilayah
sementara
kekurangan di wilayah lain,
kelebihan di suatu periode tetapi kekurangan di wilayah lain, atau kelebihan di produk A
sementara kekurangan
produk
B,
dan
sebagainya
membuat service
level
yang
rendah
maupun
ongkos-ongkos
persediaan
yang
tinggi.
Oleh
karena
itu
untuk
meningkatkan
  
21
efisiensi
maupun
efektifitas pada supply
chain diperlukan
cara-cara
yang tepat
untuk
meningkatkan 
akurasi  peramalan  permintaan. 
Peningkatan  akurasi 
bisa 
dilakukan
dengan menggunakan metode peramalan yang lebih baik, mencari data yang lebih
komprehensif,
melakukan kolaborasi dengan pihak-pihak
lain pada supply chain,
serta
memilih tingkat agregasi yang tepat untuk tiga dimensi yang disebutkan diatas (wilayah,
waktu dan produk).
Kegiatan peramalan memiliki peran yang sangat kritis pada supply chain. Hanya
saja, walaupun ramalan dilakukan dengan baik dan hasilnya akurat, supply chain tidak
dijamin bisa memenuhinya dengan efektif dan efisien. Hal ini terutama terjadi kalau
permintaan memiliki pola yang fluktuatif. Walaupun fluktuasinya bisa diprediksi dengan
baik, biaya-biaya yang muncul pada supply chain bisa cukup besar bila fluktuasinya
tinggi.
Oleh
karena
itu,
disamping
upaya
untuk
secara reaktif
meramalkan
permintaan
dan merespon hasil ramalan apapun polanya, supply chain harus lebih proaktif mencoba
membuat pola permintaan tersebut lebih stabil sehingga mudah untuk dipenuhi.
Pengelolaan permintaan (demand management)
adalah
upaya
untuk
membuat
permintaan lebih mudah dipenuhi oleh supply chain. Secara lebih spesifik bisa dikatakan
bahwa demand management adalah upaya
untuk
secara aktif
meyakinkan bahwa profil
permintaan
pelanggan
memiliki
pola
yang halus
sehingga
mudah
dan
efisien
untuk
dipenuhi.
Dengan
kata
lain, kalau
peramalan
hanya
melihat
permintaan
sebagai input
yang
sudah ”given”, demand management
melihat bahwa input tersebut
harus diubah
polanya
terlebih
dahulu
sebelum masuk
ke
proses
peramalan,
perencanaan
produksi,
pengadaan bahan baku, produksi, dan pengiriman
ke
pelanggan.
Gambar
2.2
mengilustrasikan bahwa pola permintaan yang asli sangat fluktuatif.
  
22
Demand Management
Demand
Forecasting
Production
Planning
Production
Delivery
Pemenuhan Pesanan
Gambar 2.2 Ilustrasi Demand Management dan Order Fulfillment
Sumber : Supply Chain Management, I Nyoman Pujawan
Perusahaan  tidak  langsung  menggunakan  permintaan  tersebut  sebagai  input
dalam kegiatan pemenuhan pesanan (mulai dari peramalan sampai pengiriman barang),
namun terlebih dahulu dipengaruhi sedemikian rupa sehingga lebih stabil polanya.
2.2.2
Instrumen untuk Mengelola Permintaan
Mengelola  permintaan  berarti  mengubah  pola  permintaan  sehingga  memiliki
pola yang lebih menguntungkan bagi supply chain. Seperti halnya dengan pemasaran,
pemasaran tidak hanya berhubungan dengan mencari dan meningkatkan permintaan,
tetapi juga mengubah atau bahkan menurunkan permintaan (demarketing). Tujuan
demarketing (Kotler dan Armstrong, 2001,
p18) bukanlah
menghilangkan permintaan,
tetapi hanya mengurangi atau memindahkannya baik sementara maupun selamanya.
  
23
Ada beberapa cara yang dapat digunakan oleh supply chain untuk mempengaruhi
pola permintaan, antara lain:
Promosi
Kegiatan promosi bisa dilakukan dengan bebagai cara, misalnya melalui iklan di
media
cetak
maupun
media
elektronik.
Kegiatan
promosi
sudah
teruji
efektifitasnya
untuk meningkatkan volume penjualan selama periode tertentu. Promosi pada saat-saat
tertentu
membuat volume permintaan
meningkat baik segera setelah pada saat promosi
dilakukan ataupun secara perlahan dan tejadi beberapa lama setelah periode promosi
berakhir.
Bagi supply chain, kegiatan promosi bisa membuat pola permintaan lebih mudah
atau lebih sulit untuk dipenuhi. Kalau promosi dilakukan pada saat-saat permintaan lesu
dan
efek
promosi
relatif
cepat
terhadap
reaksi
pasar
maka supply
chain
akan
mendapatkan 
pola 
permintaan 
yang 
lebih  rata.  Sebaliknya 
kalau  promosi 
justru
dilakukan pada saat-saat permintaan memang tinggi, supply chain justru
akan
menghadapi permintaan yang lebih fluktuatif.
Pricing
Kebijakan harga sebenarnya juga bisa diklasifikasikan
sebagai
bagian
dari
instrumen
promosi.
Namun
sebenarnya
kebijakan
pricing
bisa
memiliki
tujuan
yang
lebih luas dari sekedar promosi. Sebagai contoh, tarif telepon yang lebih mahal di siang
hari dibandingkan dengan waktu malam hari adalah cara untuk
memindahkan sebagian
beban jaringan yang memang sibuk pada siang hari ke malam hari. Ada banyak kegiatan
pemakaian   telepon,   terutama   untuk   keperluan   bisnis   /   kantor   yang   tidak   bisa
dipindahkan  ke 
malam 
hari, 
namun  bagi  mereka 
yang  punya 
fleksibilitas 
waktu
  
24
menelpon akan
cenderung
melakukannya pada
malam
hari
untuk
mendapatkan
harga
yang lebih murah.
Shelf management
Posisi dan cara penempatan suatu barang di supermarket sering kali berpengaruh
terhadap penjualan barang tersebut. Barang yang letaknya tersembunyi, walaupun
sebenarnya menarik bagi banyak konsumen, tidak akan banyak laku karena tidak terlihat
oleh calon-calon pembeli. Oleh karena itu, produk yang baru diluncurkan atau yang
sedang punya
program
peningkatan
penjualan,
biasanya
ditempatkan
di
tempat-tempat
yang terlihat jelas oleh para pengunjung toko atau supermarket.
Deal structure
Deal structure ini meliputi persetujuan jual beli seperti boleh tidaknya produk
dikembalikan,
term pembayaran,
perlindungan
harga,
garansi, dan sebagainya. Bisa
tidaknya
produk
dikembalikan
apabila
tidak sesuai
dengan
keinginan
pembeli
akan
meningkatkan volume penjualan, namun penjual akan menanggung biaya pengembalian
yang   lebih   tinggi.   Term   pembayaran   juga   mempengaruhi   keputusan   pembeli.
Pembayaran yang bisa ditunda beberapa lama setelah barang diambil tentu akan lebih
menarik dibandingkan dengan persyaratan pembayaran langsung ketika barang diambil
oleh pembeli.
Selain
iklan,
terdapat
alat
promosi massal
lainnya,
yakni
promosi
penjualan.
Promosi penjualan
terdiri
dari
insentif jangka pendek
untuk
mendorong
pembelanjaan
atau penjualan produk atau jasa. Kalau iklan menyodorkan alasan untuk membeli suatu
produk atau jasa, maka promosi penjualan menekankan alasan mengapa konsumen harus
membeli  sekarang  juga.  Alat  promosi  ini  dapat  membujuk  pengecer  atau  pedagang
  
25
grosir untuk menjual sebuah merk, memberinya ruangan rak, mempromosikan dan
menyodorkan ke konsumen, oleh karena itu perusahaan sering kali harus menawarkan
pengurangan harga, keringanan, garansi beli-kembali, atau barang gratis untuk pengecer
dan pedagang grosir. Keringanan merupakan uang promosi yang dibayarkan perusahaan
kepada pengecer sebagai imbalan atas persetujuannya untuk menampilkan produk pabrik
dalam suatu
cara.
Pengurangan
harga
(diskon)
atau termasuk
juga pricing
merupakan
pengurangan
langsung
dari
harga
barang pada pembelian selama suatu
periode
waktu
yang dinyatakan. Perusahaan juga dapat memberikan pengecer barang promosi khusus
yang mencantumkan nama perusahaan seperti pena, kalender, memo dan sebagainya.
Instrumen demand management
tersebut hanya akan efektif digunakan apabila
perusahaan  memahami 
dengan  baik  perilaku  pembeli  /  pelanggan  terhadap
pemberlakuan
masing-masing instrumen tersebut. Misalnya perusahaan harus memiliki
pengetahuan,
berdasarkan
pengalaman
masa lalu,
efektifitas
suatu
promosi
dalam
menggeser atau
menaikkan
volume penjualan. Demikian juga, pengaruh deal structure
dan instrumen-instrumen lain terhadap perilaku calon-calon pembeli mestinya diketahui
dengan baik. Di samping itu yang juga perlu diketahui adalah pengaruh reaksi pelanggan
yang berbeda terhadap ongkos-ongkos yang terjadi pada supply chain. Misalnya, apabila
promosi ternyata justru meningkatkan variabilitas permintaan dari waktu ke waktu maka
pengaruhnya   terhadap   biaya-biaya   persediaan   dan   biaya-biaya   kekurangan   stok
(stockout costs) harus bisa dievaluasi.
  
26
2.3
Peramalan
Setiap
saat, perusahaan membuat keputusan tanpa mengetahui apa yang akan
terjadi di masa yang akan datang, dan pihak perusahaan selalu berusaha untuk
mengurangi ketidakpastian tersebut dan selalu berusaha membuat perkiraan yang lebih
baik untuk apa yang terjadi di masa mendatang. Hal tersebut yang menjadi fungsi dari
sebuah peramalan.
Banyak
metode
yang
dapat
digunakan untuk
meramalkan
kondisi
yang
akan
datang. Pada beberapa perusahaan umumnya perusahaan kecil, kegiatan peramalan
tersebut dilakukan secara subjektif berdasarkan intuisi dan pengalaman selama bertahun-
tahun. Selain
itu
juga terdapat beberapa
metode peramalan secara kuantitatif. Gambar
2.3 menunjukkan beberapa metode peramalan yang umum digunakan.
Gambar 2.3 Tipe-Tipe Peramalan
Sumber : Quantitative Analysis for Management, Barry Render
Time Series Models
Model tersebut memprediksi ramalan yang akan datang dengan menggunakan
data historis dan mengasumsikan bahwa apa yang akan terjadi di masa yang akan datang
  
27
merupakan fungsi dari kondisi yang telah terjadi di masa lalu. Dengan kata lain, metode
time series
melihat kembali kondisi
yang terjadi pada periode
waktu tertentu di
masa
lalu dan menggunakan deretan data-data tersebut untuk membuat peramalannya.
•      
Causal Models
Model tersebut mengembangkan suatu sebab akibat antara variabel seperti
pemintaan yang diramalkan dengan variabel-variabel lain yang mungkin mempengaruhi
peramalan
dan
menjadikannya
suatu
model peramalan. Data dari variabel-variabel
tersebut dikumpulkan dan di analisis untuk menentukan kevaliditasan dari metode
peramalan
yang diusulkan. Model kausal juga
menggunakan data
historis
seperti pada
model time series, tetapi faktor-faktor lainnya juga akan diperhitungkan.
•      
Qualitative Models
Model
time series
dan causal
menggunakan
data
kuantitatif sedangkan
model
kualitatif menggunakan pengambilan keputusan
atau faktor subjektif pada model
peramalannya. Antara
lain pendapat
dari para ahli, pengalaman
dan
keputusan
secara
personal, dan faktor-faktor subjektif lainnya. Model tersebut akan sangat berguna ketika
faktor
subjektif
sangat
berperan
atau
ketika keakuratan data secara kuantitatif sulit
digunakan.
2.3.1    Teknik Peramalan untuk Data Musiman
Seasonal
series
(Hanke
and
Wichern,
2005
p76)
didefinisikan sebagai
model
time series dengan pola berulang yang terjadi dari tahun ke tahun. Salah satu cara untuk
mengembangkan
peramalan seasonal
(musiman)
dengan
metode
dekomposisi,
lalu
memperkirakan  indeks 
musiman  yang  didapaatkan  dari  deretan  data-data  historis.
  
28
Beberapa  teknik  peramalan  untuk  data  musiman  meliputi  classical decomposition,
Winter’s exponential smoothing, dan seasonal variations.
Exponential Smoothing: Winter’s Method
Menurut Hanke (2005, p126) metode Winters’ yang merupakan penerapan
lanjutan dari metode Holt’s, terdapat tambahan satu perhitungan yang digunakan dengan
tujuan
untuk
memperkirakan
faktor
musiman,
yang
ditunjukkan
pada
rumus
dibawah
ini:
1.
The exponentially smoothed series or level estimate:
L
=
a
Y
t
S
t
-
s
+ 1 -
(1 -
a
)(L
t
-1
+
T
t
-1
)
2.
The trend estimate:
T
=
ß
(L
-
L
t
-1
)
+
(1 -
ß
)T
t
-1
3.
The seasonality estimate:
Y
t
S
=
?
L
t
+
(1 -
?
)S
t
-
s
4.
Forecast p periods into the future:
?
t
+
=
(L
+
pT
t
)S
t
-
s
+
p
Keterangan :
L
t
= Nilai pemulusan baru
a
=
Pemulusan tetap untuk tingkatan tersebut
Y
t
=
Nilai aktual untuk periode t (new observation)
ß
=
Pemulusan tetap untuk perkiraan tren
T
t
=
Perkiraan tren
  
29
?
=
Pemulusan tetap untuk perkiraan musiman
S
t
=
Perkiraan musiman
p
=
Jumlah periode yang akan diramalkan pada masa mendatang
s
=
Panjang musiman
?
t
+
p
= Peramalan untuk periode p pada masa yang akan datang
Perkiraan  musiman  ditunjukkan  sebagai  seasonal index  dan  dihitung  dengan
rumus  perkiraan  musiman,
S
t
.  Pada  rumus  tersebut,
Y
t    
dibagi  dengan 
L
t
untuk
menciptakan 
indeks  (rasio) 
yang  dapat  digunakan 
untuk 
menyesuaikan  peramalan
dengan karakteristik musiman (naik dan turunnya permintaan pada periode tertentu).
Untuk  memulai  perhitungan  rumus  pertama,  nilai  dari
L
t
T
t
dan 
S
t
harus
ditentukan. Salah satu pendekatan yang
dapat
dilakukan
yaitu
dengan
menentukan
perkiraan awal dari tingkat pemulusan sama dengan data pertama.
Lalu tetapkan
perkiraan tren awal sama
dengan
nol
dan
musiman
ditetapkan 1.0. Metode Winters’
memudahkan perhitungan untuk data musiman ketika data yang ingin diramalkan
memiliki pola musiman.
•      
Decomposition
Metode dekomposisi memiliki karakteristik yang memisahkan komponen dari
pola dasar yang cenderung mencirikan deret data. Proyeksi dari masing-masing
komponen dapat digabung untuk membuat peramalan time series masa
mendatang.
Metode   tersebut   digunakan   untuk   peramalan   jangka   pendek   maupun   panjang.
Komponen
time
series tersebut
adalah
komponen
trend,
siklus
(cyclical),
musiman
(seasonal), dan acak (irregular/ random).
  
30
Trend merupakan komponen yang mewakili pertumbuhan (maupun penurunan
ataupun
tidak
berubah)
dalam time
series.
Trend
dapat
timbul,
sebagai
contoh
dari
perubahan
populasi,
inflasi, perubahan teknologi,
dan
kenaikkan produktivitas. Trend
dilambangkan dengan T.
Komponen siklus merupakan deretan fluktuasi yang menyerupai gelombang.
Perubahan kondisi ekonomi umumnya akan menciptakan siklus tersebut. Komponen ini
dilambangkan dengan C. akan tetapi komponen ini seringkali tidak dapat dipisahkan dari
komponen trend, dan sering dilambangkan menjadi T.
Fluktuasi musiman umumnya memiliki panjang yang konstan, ditemukan dalam
kuartal,  bulanan  atau  data  mingguan  dan  berulang  tahun  demi  tahun.  Pola  tersebut
muncul
akibat pengaruh
cuaca,
libur nasional dan event
lainnya. Komponen
musiman
dilambangkan dengan S.
Komponen
irregular atau tidak beraturan terdiri dari fluktuasi yang acak atau
sukar diprediksi. Komponen irregular dilambangkan dengan I.
Dua buah
model
yang berhubungan antara komponen
nilai observasi
(
Y
t
)
dari
time  series  dengan trend  (
T
t
), 
musiman  (
S
t
),  dan  irregular (
I
t
)  adalah 
model
komponen
additive
Y
=
T
+
S
+
I
t
dan
model
komponen
multiplicative
Y
=
T
×
S
×
I
t
.
Model  komponen  additive terbaik  digunakan  apabila  deret  waktu  memiliki
variabilitas (kelainan dari waktu maupun panjang musim) yang konstan selama panjang
deret
tersebut.
Sedangkan multiplicative digunakan
ketika
deret
waktu
semakin
mengalami kenaikkan variabilitas seiring dengan tingkatannya.
  
31
Seasonal Variations
Metode seasonal variations (Render, Stair and Hanna, 2006 p165) memiliki ciri
mencari indeks musiman pada tahap awal, dengan cara mengatur data observasi (aktual)
agar setiap periode memiliki pola musiman yang serupa. Sebagai contoh data bulan
pertama
pada
tahun
ini
disejajarkan
dengan
data
bulan pertama
tahun
sebelumnya.
Setelah sejajar, kemudian di rata-rata kan pada masing-masing bulan.
salesY1 + salesY 2
2
Setelah memperoleh data average year demand setiap bulan, lalu cari average
monthly demand =
Saverage year demand
12
Akhirnya  average seasonal index setiap  bulan  didapatkan  dengan  membagi
masing-masing
average
year
demand
dengan
average
monthly
demand
=
average year demand (t)
average monthly demand
2.3.2
Statistik Ketepatan Peramalan
Menurut Render et al. (2006, p154) untuk mengetahui suatu metode peramalan
lebih baik dibandingkan dengan metode yang lain, data yang diramalkan dibandingkan
dengan data aktual (kenyataan). Kesalahan peramalan (atau deviasi) dijelaskan sebagai
berikut :
Kesalahan peramalan = nilai aktual – nilai yang diramalkan
Salah  satu  pengujian  ketepatan  peramalan  adalah  mean absolute deviation
(MAD). Pengujian tersebut dihitung dengan menjumlahkan nilai absolut dari kesalahan
peramalan (error) dan membaginya dengan jumlah kesalahan (n):
  
32
2
MAD =
S
forecast error
n
Suatu cara
lain
untuk
menguji
ketepatan
peramalan
yaitu
mean squared
error
(MSE) dimana merupakan rerata dari squared errors:
MSE =
S(error)
n
Selain
MAD
dan
MSE,
terdapat
mean
absolute
percent
error
(MAPE),
yang
merupakan
rerata dari
nilai
kesalahan
(error) absolut
yang ditunjukkan
dalam persen
dari nilai aktual:
MAPE =
S
error
actual
×100%
n
2.4
Manajemen Transportasi dan Distribusi
Pada
kebanyakan
produk
yang
kita
gunakan, peran jaringan distribusi dan
transportasi  sangatlah  vital.  Jaringan  distribusi  dan  transportasi  ini  memungkinkan
produk
pindah
dari
lokasi dimana
mereka diproduksi
ke
lokasi
konsumen /
pemakai
yang sering kali dibatasi oleh jarak yang sangat jauh. Kemampuan untuk mengirimkan
produk ke pelanggan secara tepat waktu, dalam jumlah
yang sesuai dan dalam kondisi
yang baik sangat menentukan apakah produk tersebut pada akhirnya akan kompetitif di
pasar.
Kemampuan
untuk
mengelola
jaringan distribusi dewasa ini merupakan satu
komponen keunggulan kompetitif yang sangat penting bagi kebanyakan industri.
Untuk menciptakan keunggulan berkompetisi, perusahaan tidak lagi bisa
mengandalkan
cara-cara
tradisional
dalam mendistribusikan
produk-produk
mereka.
Perkembangan 
teknologi  dan  inovasi  dalam 
manajemen  distribusi 
memungkinkan
  
33
perusahaan untuk menciptakan kecepatan waktu kirim serta efisiensi yang tinggi dalam
jaringan distribusi mereka, sesuatu yang sangat dipentingkan oleh pelanggan dewasa ini.
Tekanan kompetisi serta kebutuhan pelanggan yang tinggi memaksa perusahaan-
perusahaan
untuk
melakukan
berbagai perbaikan dalam kegiatan distribusi dan
transportasi. Dewasa
ini,
jaringan distribusi
tidak
lagi
dipandang
hanya
sebagai
serangkaian fasilitas
yang
mengerjakan
fungsi-fungsi
fisik
seperti
pengangkutan
dan
penyimpanan,  tetapi  merupakan  bagian  integral  dari  kegiatan  supply chain secara
holistik dan
memiliki peran strategis
sebagai
titik penyalur produk
maupun
informasi
dan juga sebagai wahana untuk menciptakan nilai tambah.
Kegiatan transportasi dan distribusi menjadi semakin penting artinya bagi supply
chain dewasa ini dengan semakin banyaknya perusahaan yang harus melakukan
pengiriman langsung ke pelanggan. Kegiatan transportasi dan distribusi bisa dilakukan
oleh 
perusahaan 
manufaktur 
dengan 
membentuk 
bagian 
distribusi 
transportasi
tersendiri atau diserahkan ke pihak ketiga.
2.4.1
Fungsi-fungsi Dasar Manajemen Distribusi dan Transportasi
Secara tradisional kita mengenal
manajemen
distribusi
dan transportasi dengan
berbagai sebutan. Sebagian perusahaan menggunakan istilah manajemen logistik,
sebagian lagi menggunakan
istilah
distribusi
fisik
(physical
distribution).
Apapun
istilahnya,
secara
umum fungsi
distribusi
dan
transportasi
pada
dasarnya
adalah
mengantarkan produk dari lokasi dimana produk tersebut diproduksi sampai dimana
mereka akan digunakan. Manajemen transportasi dan distribusi mencakup baik aktivitas
fisik  yang  secara  kasat  mata  bisa  kita  saksikan,  seperti  menyimpan  dan  mengirim
produk,  maupun  fungsi  non-fisik  yang  berupa  aktivitas  pengolahan  informasi  dan
  
34
pelayanan kepada pelanggan. Pada prinsipnya, fungsi ini bertujuan untuk menciptakan
pelayanan
yang
tinggi
ke
pelanggan
yang bisa dilihat dari
tingkat
service level
yang
dicapai, kecepatan pengiriman, kesempurnaan barang sampai ke tangan pelanggan, serta
pelayanan purna jual yang memuaskan.
Kegiatan transportasi dan distribusi bisa dilakukan oleh perusahaan
manufaktur
dengan membentuk bagian distribusi/transportasi tersendiri atau diserahkan ke pihak
ketiga.
Dalam
upayanya
untuk
memenuhi
tujuan-tujuan diatas, siapapun yang
melaksanakan (internal perusahaan atau mitra pihak ketiga), manajemen distribusi dan
transportasi pada umumnya melakukan sejumlah fungsi dasar yang terdiri dari :
1.         Melakukan segmentasi dan menentukan target service level.
Segmentasi
pelanggan perlu dilakukan karena kontribusi
mereka
pada revenue
perusahaan bisa sangat bervariasi dan karakteristik tiap pelanggan bisa sangat berbeda
antara satu dengan lainnya.
Dari segi
revenue, sering kali hukum pareto 20/80 berlaku
disini. Artinya, hanya sekitar 20% dari pelanggan atau area penjualan menyumbangkan
sejumlah 80% dari pendapatan yang diperoleh perusahaan. Perusahaan tidak bisa
menomorsatukan semua pelanggan. Dengan memahami
perbedaan karakteristik dan
kontribusi tiap pelanggan atau area distribusi, perusahaan bisa mengoptimalkan alokasi
persediaan maupun
kecepatan
pelayanan. Misalnya, pelanggan kelas
1,
yang
menyumbangkan
pendapatan
terbesar,
memiliki
target service
level yang
lebih tinggi
dibandingkan
dengan
pelanggan
kelas
2
atau kelas
3
yang
kontribusinya
jauh
lebih
rendah.
2.         Menentukan mode transportasi yang akan digunakan.
Tiap
mode
transportasi memiliki
karakteristik yang
berbeda
dan
mempunyai
keunggulan  serta  kelemahan 
yang  berbeda  juga.  Sebagai  contoh,  transportasi  laut
  
35
memiliki
keunggulan
dari
segi
biaya
yang lebih
rendah,
namun
lebih
lambat
dibandingkan dengan transportasi udara. Manajemen transportasi harus bisa menentukan
mode apa yang akan digunakan dalam mengirimkan produk-produk mereka ke
pelanggan. Kombinasi dua atau lebih mode transportasi tentu bisa atau bahkan harus
dilakukan tergantung pada situasi yang dihadapi.
3.         Melakukan konsolidasi informasi dan pengiriman.
Konsolidasi
merupakan
kata
kunci
yang
sangat penting dewasa
ini.
Tekanan
untuk melakukan pengiriman cepat namun murah menjadi pendorong utama perlunya
melakukan
konsolidasi informasi
maupun
pengiriman.
Salah
satu
contoh
konsolidasi
informasi adalah konsolidasi data permintaan dari berbagai regional distribution center
oleh central warehouse
untuk keperluan pembuatan jadwal pengiriman.
Sedangkan
konsolidasi
pengiriman
dilakukan
misalnya dengan
menyatukan
permintaan
beberapa
toko
atau
retail
yang
berbeda
dalam sebuah
truk.
Dengan
cara
ini,
truk bisa
berjalan
lebih sering tanpa harus membebankan biaya lebih kepada pelanggan / klien yang
mengirimkan produk tersebut.
4.         Melakukan penjadwalan dan penentuan rute pengiriman
Salah satu kegiatan operasional yang
dilakukan oleh gudang atau distributor
adalah menentukan kapan sebuah truk harus  berangkat dan rute mana yang harus dilalui
untuk 
memenuhi  permintaan  dari  sejumlah  pelanggan.  Apabila  jumlah  pelanggan
sedikit, keputusan ini bisa diambil dengan relatif mudah.
Namun perusahaan yang
memiliki
ribuan
atau
puluhan
ribu
toko
atau tempat-tempat
penjualan
yang
harus
dikunjungi, penjadwalan dan penentuan rute pengiriman adalah pekerjaan
yang sangat
sulit
dan
kekurangtepatan
dalam mengambil
dua
keputusan
tersebut
bisa
berimplikasi
pada biaya pengiriman dan penyimpanan yang tinggi.
  
36
5.
Memberikan pelayanan nilai tambah.
Disamping  mengirimkan  produk  ke  pelanggan,  jaringan  distribusi  semakin
banyak  dipercaya  untuk  melakukan  proses  nilai  tambah.  Kebanyakan  proses  nilai
tambah yang bisa dikerjakan oleh pabrik. Beberapa proses nilai tambah yang bisa
dikerjakan oleh distributor adalah pengepakan (packaging), pelabelan
harga, pemberian
barcode, dan sebagainya. Untuk mengakomodasikan kebutuhan lokal dengan lebih baik,
beberapa
industri,
seperti
industri printer, memindahkan
proses konfigurasi akhir dari
produknya ke distributor di tiap-tiap Negara. Ini meningkatkan fleksibilitas produk
sehingga mengurangi kelebihan stok di suatu negara dan kekurangan di negara lain.
6.
Menyimpan persediaan.
Jaringan distribusi selalu melibatkan proses penyimpanan produk baik di suatu
gudang
pusat
atau
gudang regional,
maupun
di toko dimana produk tersebut dipajang
untuk dijual. Oleh karena itu manajemen distribusi tidak bisa dilepaskan dari manajemen
pergudangan.
7.
Menangani pengembalian (return)
Manajemen distribusi juga punya tanggung jawab untuk melaksanakan kegiatan
pengembalian
produk
dari
hilir
ke
hulu
dalam
supply
chain.
Pengembalian
ini
bisa
karena produk rusak atau tidak terjual sampai batas waktu penjualannya habis, seperti
produk-produk makanan, sayur, buah, dan sebagainya. Kegiatan pengembalian juga bisa
terjadi pada produk-produk kemasan, seperti botol, yang akan digunakan kembali dalam
proses produksi atau yang harus diolah lebih
lanjut
untuk
menghindari
pencemaran
lingkungan. Proses pengembalian produk atau kemasan ini lumrah dengan sebutan
reverse logistics.
  
37
2.4.2
Penentuan Rute dan Jadwal Pengiriman
Menurut Pujawan (2005, p179) salah satu keputusan operasional yang sangat
penting dalam manajemen distribusi adalah penentuan jadwal serta rute pengiriman dari
satu lokasi ke beberapa lokasi tujuan. Keputusan seperti ini sangat penting bagi mereka
yang harus mengirimkan barang dari satu lokasi (misalnya gudang regional) ke berbagai
toko
yang tersebar di
sebuah kota. Contoh rute pengiriman ditunjukkan pada Gambar
2.4. Keputusan jadwal pengiriman serta rute yang akan ditempuh oleh
tiap kendaraan
akan sangat berpengaruh terhadap biaya-biaya pengiriman.
Gambar 2.4 Pola Rute Pengiriman dari Gudang ke Beberapa Titik Tujuan
Sumber : Business Logistics Management, Ronald H. Ballou
Namun  demikian,  biaya  bukanlah  satu-satunya  faktor  yang  perlu
dipertimbangkan
dalam proses pengiriman.
Mungkin perusahaan juga memiliki
target
bahwa tiap pelanggan di sebuah tempat harus sudah mendapatkan pesanannya selambat-
lambatnya dalam batas waktu tertentu. Dengan kata lain, ada constraint (kendala) waktu
  
38
yang
sering dinamakan time window. Di samping
itu,
jadwal dan rute sering kali juga
harus
mempertimbangkan
kendala
lain
seperti
kapasitas kendaraan atau armada
pengangkutan.
Secara
umum
permasalahan
penjadwalan dan penentuan rute pengiriman bisa
memiliki beberapa tujuan yang ingin dicapai seperti tujuan untuk meminimumkan biaya
pengiriman,
meminimumkan waktu, atau meminimumkan jarak tempuh. Dalam bahasa
pemrogramann matematis, salah satu dari tujuan tersebut bisa menjadi fungsi tujuan
(objective function) dan yang lainnya menjadi kendala (constraint). Misalnya, fungsi
tujuannya adalah
meminimumkan biaya
pengiriman,
namun
ada
kendala
time
window
dan kendala maksimum jarak tempuh tiap kendaraan, di samping kendala lain seperti
kapasitas kendaraan atau kendala lainnya.
Dalam penentuan
rute
pengiriman,
pekerjaan
pertama
yang
harus
dilakukan
adalah menentukan alokasi kendaraan, sebagai contoh digunakan truk sebagai alat
pengiriman.  Artinya,  perlu  diketahui  truk  mana  yang  akan  mengunjungi  toko  yang
mana. Tahap kedua nantinya adalah menentukan rute perjalanan masing-masing truk.
Menurut Ballou (1999, p199) penentuan rute dan jadwal pengiriman yang baik
seharusnya menerapkan 8 buah prinsip, yang terdiri dari :
1.
Sebaiknya
muatan
dimulai
dari
titik
tujuan
dengan
derajat
kedekatan
terdekat
antara satu dengan yang lainnya. Kelompok
rute
pengangkutan
(truk)
harus
dibentuk dengan titik tujuan yang saling berdekatan satu dengan lainnya dengan
tujuan meminimasi adanya pemberhentian akibat jarak yang terlalu jauh. Dengan
begitu, hal tersebut juga akan meminimalkan total waktu perjalanan pada rute di
kelompok  tersebut.  Gambar  2.5(a)  menunjukkan  tipe  pengelompokkan  yang
  
39
perlu
dihindari.
Gambar
2.5(b)
menunjukkan
tipe
pengelompokkan
yang
lebih
baik.
Gambar 2.5 Pengelompokkan Rute Kendaraan Pengangkut Menuju Titik-Titik Tujuan
Sumber : Business Logistics Management, Ronald H. Ballou
2.
Pengiriman  harus  diatur  dengan  baik  dengan  cara  dilakukan  pada  hari  yang
berbeda untuk menghasilkan pengelompokkan rute yang optimum. Pengiriman
dapat dilakukan dengan melakukan pembagian
waktu pada
hari
yang berlainan,
dengan
tujuan
untuk
menghindari
adanya
overlapping
atau
terjadinya
aliran
rute yang ”menyilang” pada suatu kelompok dan meminimasi lamanya waktu
perjalanan dan jarak yang lebih
jauh.
Gambar
2.6
menunjukkan
contoh
pengelompokkan yang baik dan buruk.
  
40
Gambar 2.6 Pengelompokkan Rute yang Diatur Berdasarkan Pembagian Waktu
Sumber : Business Logistics Management, Ronald H. Ballou
3.
Buatlah rute dimulai dari titik tujuan terjauh dari gudang (depot). Penentuan rute
yang  efisien  dapat  dimulai  dari  pengelompokkan  pada  titik  tujuan  terjauh.
Setelah titik tujuan terjauh teridentifikasi, pengiriman dilakukan hingga
mencukupi  sesuai  dengan  kapasitas  pada  truk.  Lalu  identifikasi  titik  tujuan
terjauh  kedua  yang  berbeda  dengan  kelompok  pada  rute  pertama.  Lakukan
sisanya pada titik-titik tujuan yang lain hingga pengiriman selesai.
4.
Urutan  pengiriman  pada  titik-titik  tujuan  harus  membentuk  pola  ”teardrop”.
Tujuan
harus
diurutkan
sehingga
rute
jalur
yang
dilalui
tidak bersilangan
dan
pola rute harus terlihat membentuk pola air mata (teardrop) seperti yang
ditunjukkan pada gambar 2.7.
  
41
(a) Poor routing – paths cross
(b) Good routing – no paths cross
D
D
Depot
Depot
Gambar 2.7 Pola Pengiriman Bentuk Teardrop Pattern yang Buruk dan Baik
Sumber : Business Logistics Management, Ronald H. Ballou
5.
Penentuan  rute  yang  paling  efisien  dibuat  dengan 
menggunakan  kapasitas
muatan kendaraan terbesar yang tersedia. Idealnya, apabila digunakan kendaraan
pengangkut berkapasitas besar untuk mengangkut
semua
muatan
ke
titik-titik
tujuan dalam satu rute akan meminimasi total jarak maupun waktu dalam sekali
perjalanan.
6.
Jika  memungkinkan  pengangkutan  barang  dilakukan  bersamaan  dengan  saat
dilakukannya pengiriman barang ke titik-titik tujuan rute. Tujuan dilakukannya
hal
tersebut
yaitu
untuk
meminimasi jalur
bersilangan
yang
terjadi
apabila
pengiriman dan pengangkutan dilakukan pada rute yang terpisah.
7.
Titik  tujuan  yang  tidak  diutamakan  dari  penentuan  rute  dapat  menggunakan
pengiriman
alternatif
(subkontrak
pada
pihak ketiga). Titik tujuan yang tidak
dimasukkan dalam rute pengiriman utama, khususnya dengan pesanan yang tidak
  
42
terlalu banyak dapat diatur pengirimannya dengan menggunakan kendaraan
dengan kapasitas muatan lebih rendah ataupun dengan menggunakan jasa
pengiriman sebagai alternatif karena lebih ekonomis.
8.
Hindari
pengiriman
yang dilakukan pada
waktu
yang
berdekatan.
Hal
tersebut
dapat menyebabkan pola urutan rute yang menjadi berantakan dan menjadi tidak
ideal.
Prinsip-prinsip  tersebut  dapat  diterapkan  dengan  mudah  agar  penentuan  rute
yang dihasilkan menjadi lebih baik sebagai solusi masalah mengenai rute yang dihadapi.
2.4.3
Metode untuk Penentuan Rute dan Jadwal Pengiriman
Terdapat dua buah metode yang diperkenalkan (Ballou, 1999 p 204) sebagai
pendekatan terhadap masalah penentuan rute dan jadwal pengiriman, antara lain adalah
the sweep method dan the savings method, dengan penjelasan yaitu sebagai berikut :
The sweep
method (Ballou,
1999
p
204) cukup
sederhana
dalam penyelesaian
masalah penentuan rute, akan tetapi
metode sweep
ini
memiliki kekurangan dalam hal
arah rute
yang
terbentuk dan
total
waktu yang dihasilkan pada setiap rute tidak selalu
optimal. Sebagai gambaran, metode sweep dapat dilihat pada Gambar 2.8
  
43
Gambar 2.8 Penentuan Rute Dengan Menggunakan The ”SweepMethod
Sumber : Business Logistics Management, Ronald H. Ballou
Langkah-langkah penentuan rute dengan menggunakan metode sweep yaitu :
1.
Tentukanlah titik-titik tujuan pengiriman pada suatu pemetaan.
2.
Tariklah satu garis lurus dari gudang pengiriman secara bebas ke suatu arah. Lalu
sesuai atau berlawanan dengan perputaran
jarum jam,
jumlahkan
muatan
yang
akan
dikirim ke
titik
tujuan
sampai
tidak
melebihi
kapasitas
truk
/
kendaraan
pengirim.
Tarik
kembali
garis
kedua
setelah
batas
titik
kapasitas
truk
pertama
dan ulangi kembali dengan menjumlahkan muatan sampai tidak melebihi
kapasitas truk kedua, dan seterusnya
sampai
setiap
titik
tujuan
terbentuk
kelompok rute pengiriman.
3.
Diantara    setiap    kelompok    rute,    hubungkan    titik-titik    tujuan    dengan
memperhatikan jarak minimum.
Metode
savings
matrix
(Pujawan, 2005 p180) pada hakekatnya adalah metode
untuk 
meminimumkan 
jarak 
atau 
waktu 
atau 
ongkos 
dengan 
mempertimbangkan
kendala-kendala  yang  ada.  Digunakan  jarak  sebagai  fungsi  tujuan  apabila  diketahui
  
  2
44
2
koordinat tujuan pengiriman, lalu jarak yang akan ditempuh oleh semua kendaraan akan
diminimumkan. Langkah-langkah yang harus dikerjakan adalah sebagai berikut :
1.
Mengidentifikasi matrik jarak
Pada langkah ini perlu diketahui jarak antara gudang ke masing-masing toko dan
jarak antar toko. Dengan mengetahui koordinat masing-masing lokasi maka jarak antar
dua  lokasi  dapat  dihitung  dengan  menggunakan  rumus  jarak  standar.  Misalkan  dua
lokasi masing-masing diketahui dengan koordinat
(
x
1
,
y
1
)
dan
(
x
2
,
y
2
)
maka jarak antara
dua lokasi tersebut adalah :
J 1,2) =
(1,2) =
(
x
1
-
x
2
)
+
(
y
1
-
y
2
)
Apabila jarak riil antar lokasi diketahui, maka jarak riil tersebut lebih baik
digunakan dibandingkan jarak teoritis yang dihasilkan melalui rumus tersebut. Dengan
rumus  tersebut 
dapat  diketahui  jarak 
antara 
gudang 
dengan 
masing-masing  toko
danantara toko yang satu dengan toko yang lainnya. Hasil perhitungan jarak tersebut
kemudian akan digunakan untuk menentukan matrik penghematan (savings matrix) yang
akan dikerjakan pada langkah berikutnya.
2.
Mengidentifikasi matrik penghematan (savings matrix)
Pada awal langkah ini diasumsikan bahwa setiap toko akan dikunjungi oleh satu
truk secara eksklusif. Maka akan ada penghematan
yang akan diperoleh jika dua atau
lebih rute bila digabungkan
menjadi
satu
rute. Savings
matrix
merepresentasikan
penghematan yang bisa direalisasikan dengan menggabungkan dua toko / pelanggan ke
dalam satu rute.
Apabila masing-masing toko 1 dan toko 2 dikunjungi secara terpisah maka jarak
yang  dilalui  adalah  jarak  dari  gudang  ke  toko  1  dan  dari  toko  1  balik  ke  gudang
  
45
ditambah dengan jarak dari gudang ke toko 2 dan kemudian balik ke gudang. Misalkan
toko 1 dan
toko 2 digabungkan ke dalam satu rute
maka jarak
yang dikunjungi adalah
dari gudang ke toko 1 kemudian ke toko 2 dan dari toko 2 balik ke gudang. Gambar 2.9
mengilustrasikan perubahan tersebut.
Gambar 2.9  Perubahan
yang
Terjadi
Dengan Mengkonsolidasikan Toko 1 dan
Toko 2
ke Dalam Satu Rute
Sumber : Supply Chain Management, I Nyoman Pujawan
Melalui Gambar 2.9 dapat dilihat bahwa perubahan jarak (penghematan) adalah
sebesar total jarak kiri dikurangi total jarak kanan yang besarnya adalah :
2
J
(G,1) + 2 J (G,2) - [ J (G,1) + J (1,2) + J (2, G)]
=
J
(G,1) + J (G,2) - J 1,2)
(1,2)
Hasil ini diperoleh dengan asumsi bahwa jarak (x, y) sama dengan jarak (y, x).
Hasil di atas bisa digeneralisasikan sebagai berikut :
S
(
x, y) = J (G, x) + J (G, y) - J ( x, y)
Dimana
S
(
x, y)
adalah  penghematan  jarak  (savings)  yang  diperoleh  dengan
menggabungkan
rute
x
dan
y
menjadi
satu.
Dengan
menggunakan
formula
tersebut
maka
matrik
penghematan
jarak
bisa
dihitung untuk semua toko dan hasilnya dapat
dibuat dalam suatu tabel matrik penghematan jarak.
  
46
3.
Mengalokasikan toko ke kendaraan atau rute
Dengan berbekal tabel penghematan, dapat dilakukan alokasi toko ke kendaraan
atau
rute.
Toko-toko
yang
digabungkan
ke
dalam satu
rute
pengiriman
akan
layak
digabungkan sampai pada batas kapasitas truk
yang ada. Penggabungan akan dimulai
dari  nilai  penghematan  terbesar  karena  diupayakan  untuk  memaksimumkan
penghematan.
4.
Mengurutkan toko (tujuan) dalam rute yang sudah terdefinisi
Setelah alokasi
toko
ke rute dilakukan,
langkah
berikutnya adalah
menentukan
urutan kunjungan. Terdapat beberapa metode yang dapat digunakan untuk menentukan
urutan kunjungan tersebut, diantaranya adalah metode nearest insert dan metode nearest
neighbor.
Pada
prinsipnya,
tujuan
dari
pengurutan
ini
adalah
untuk
meminimumkan
jarak perjalanan truk.
Metode
nearest insert menggunakan
prinsip memilih
toko
yang apabila
dimasukkan 
ke 
dalam 
rute 
yang 
sudah 
ada 
menghasilkan  tambahan 
jarak  yang
minimum. Sedangkan
metode nearest neighbor memiliki prinsip dengan menambahkan
toko yang jaraknya paling dekat dengan toko yang telah dikunjungi terakhir.
2.5
Formulasi Strategi
Manajemen strategis (David, 2006 p5) dapat didefinisikan sebagai seni dan ilmu
untuk  memformulasi,  mengimplementasi,  dan  mengevaluasi  keputusan  lintas  fungsi
yang
memungkinkan organisasi dapat
mencapai tujuannya. Proses
manajemen strategis
terdiri
atas
tiga tahap:
formulasi
strategi, implementasi
strategi, dan
evaluasi
strategi.
Formulasi
strategi
termasuk
mengembangkan
visi
dan
misi,
mengidentifikasi
peluang
dan  ancaman  eksternal  perusahaan,  menentukan  kekuatan  dan  kelemahan  internal,
  
47
menetapkan tujuan jangka panjang, merumuskan alternatif strategi dan memilih strategi
tertentu yang akan dilaksanakan.
Implementasi strategi termasuk mengembangkan budaya yang mendukung
strategi,   menciptakan   struktur   organisasi   yang   efektif   dan   mengarahkan   usaha
pemasaran, menyiapkan anggaran, mengembangkan dan memberdayakan sistem
informasi, dan menghubungkan kinerja karyawan dengan kinerja organisasi.
Evaluasi strategi
adalah tahap
final dalam
manajemen
strategis
dan
merupakan
alat utama untuk mendapatkan informasi mengenai strategi yang dijalankan telah sesuai
dengan harapan.
Teknik perumusan strategi yang penting dapat diintegrasikan ke dalam kerangka
kerja
pengambilan
keputusan
tiga
tahap. Tahap
1
dalam
kerangka
kerja
perumusan
strategi
terdiri atas
matriks
EFE,
matriks
IFE, dan CPM (competitive profile matrix)
yang
disebut
dengan
tahap
input.
Tahap
1 tersebut
meringkas
informasi
dasar
yang
dibutuhkan untuk merumuskan strategi.
Tahap 2, disebut tahap pencocokan, berfokus pada menciptakan alternatif strategi
yang layak dengan mencocokan faktor internal dan eksternal kunci. Teknik tahap 2
mencakup
matriks
SWOT
(strength-weakness-opportunities-threats), matriks SPACE
(Strategic Position and Action Evaluation), Matriks BCG (Boston Consulting Group),
Matriks IE (Internal External), dan Matriks Grand Strategy.
Tahap
3,
disebut
tahap
keputusan,
melibatkan
strategi
tunggal,
yaitu
matriks
QSPM (Quantitative Strategic Planning Matrix). QSPM menggunakan input dari tahap
1
untuk mengevaluasi secara objektif alternatif-alternatif strategi yang layak dan dengan
demikian memberikan dasar tujuan untuk memilih strategi yang spesifik.
  
48
2.5.1
Matriks Kekuatan-Kelemahan-Peluang-Ancaman (SWOT)
Matriks Kekuatan-Kelemahan-Peluang-Ancaman (SWOT
Matrix) adalah alat
untuk mencocokan faktor penting yang membantu manajer mengembangkan empat tipe
strategi:
SO
(strengths-opportunities),
WO
(weaknesses-opportunities), ST
(strengths-
threats), WT (weaknesses-threats). Mencocokan faktor eksternal dan internal kunci
adalah
bagian
yang
paling
sulit
dalam mengembangkan
Matriks
SWOT
dan
membutuhkan penilaian yang baik dan tidak ada pencocokan yang terbaik.
Strategi
SO menggunakan
kekuatan
internal
perusahan
untuk
memanfaatkan
peluang eksternal. Organisasi pada
umumnya akan
menjalankan strategi WO, ST, atau
WT agar dapat mencapai situasi di mana mereka dapat menerapkan strategi SO. Ketika
suatu perusahan memiliki kelemahan utama, ia akan berusaha mengatasinya dan
menjadikannya kekuatan. Ketika sebuah organisasi menghadapi ancaman utama, ia akan
berusaha menghindarinya untuk berkonsentrasi pada peluang.
Strategi WO bertujuan untuk memperbaiki
kelemahan
internal
dengan
memanfaatkan  peluang  eksternal.  Kadang-kadang  terdapat  peluang  eksternal  kunci
tetapi
perusahaan
memiliki
kelemahan
internal
yang menghambatnya
untuk
mengeksploitasi peluang tersebut.
Strategi ST
menggunakan kekuatan perusahaan untuk menghindari atau
mengurangi
pengaruh
dari ancaman
eksternal. Ini
tidak
berarti
bahwa
organisasi
yang
kuat harus selalu menghadapi ancaman di lingkungan eksternalnya secara langsung.
Strategi   WT   adalah   taktik   defensive   yang   diarahkan   pada   pengurangan
kelemahan internal dan menghindari ancaman eksternal. Sebuah organisasi menghadapi
berbagai ancaman eksternal dan kelemahan internal akan berada pada posisi yang tidak
aman. Matriks SWOT terdiri atas sembilan sel, ada empat sel
faktor kunci, empat
sel
  
49
strategi, dan satu sel yang selalu dibiarkan kosong. Empat sel strategi, yang diberi nama
SO, WO, ST, dan
WT,
dikembangkan
setelah menyelesaikan empat sel faktor kunci,
diberi nama S, W, O, dan T. Ada delapan langkah yang terlibat dalam membuat Matriks
SWOT:
1.         Tuliskan peluang eksternal kunci perusahaan.
2.         Tuliskan ancaman eksternal kunci perusahaan.
3.         Tuliskan kekuatan internal kunci perusahaan.
4.         Tuliskan kelemahan internal kunci perusahaan.
5.         Cocokan kekuatan internal dengan peluang eksternal, dan catat hasil Strategi SO
dalam sel yang ditentukan.
6.         Cocokan kelemahan
internal dengan peluang eksternal, dan catat
hasil Strategi
WO dalam sel yang ditentukan.\
7.         Cocokan kekuatan internal dengan ancaman eksternal, dan catat hasil Strategi ST
dalam sel uang ditentukan.
8.         Cocokan kelenahan
internal dengan ancaman
eksternal, dan catat
hasil Strategi
WT dalam sel yang ditentukan
Tujuan dari masing-masing alat pencocokan di Tahap 2 adalah untuk
menghasilkan alternatif strategi yang layak, bukan untuk memilih strategi mana yang
terbaik.
Tidak semua
strategi
yang dikembangkan dalam Matriks
SWOT
akan
dipilih
untuk implementasi.
2.5.2    Quantitative Strategic Planning Matrix – QSPM
Matriks 
Perencanaan 
Strategi 
Kuantitatif 
(Quantitative
Strategic 
Planning
Matrix QSPM), yang termasuk dalam Tahap 3 dari kerangka kerja analisis perusahaan-
  
50
strategi.  Teknik  ini  secara  objektif  mengindikasikan  alternatif  strategi  mana  yang
terbaik. QSPM menggunakan imput dari analisis Tahap 1 dan hasil pencocokan dari
analisis
Tahap 2
untuk
menentukan secara objektif di antara alternatif strategi. QSPM
adalah alat yang memungkinkan penyusunan strategi
untuk
mengevaluasi
alternatif
strategi
secara
objektif,
berdasarkan
faktor
keberhasilan
kunci
internal
dan
eksternal
yang telah diindentifikasi sebelumnya. Seperti alat analisis perumusan-strategi lainnya,
QSPM membutuhkan penilaian intuitif yang
baik. Alat pencocokan ini biasanya
menghasilkan alternatif strategi yang mirip. Tetapi, tidak semua strategi yang disarankan
oleh
teknik
pencocokan
harus
dievaluasi
dalam QSPM.
Penyusunan
strategi
harus
menggunakan penilaian intuitif yang bagus untuk memilih strategi yang akan dimasukan
dalam QSPM.
Secara konsep, QSPM menentukan daya tarik relatif dari berbagai strategi
berdasarkan seberapa jauh faktor keberhasilan kunci internal dan eksternal dimanfaatkan
atau diperbaiki. Daya tarik
relatif dari masing-masing strategi dalam satu set alternatif
dihitung dengan menggunakan pengaruh kumulatif dari masing-masing faktor
keberhasilan
kunci eksternal
dan
internal.
Semua
komponen dalam QSPM:
Alternatif
strategi, Faktor kunci, Bobot, Nilai Daya Tarik (Attractiveness Scores – As), Total Nilai
Daya Tarik (Total Attractiveness Scores – TAS) dan Penjualan
Total Nilai Data
Tarik
(Sum Total Attractivess Scores – STAS).
Langkah 1 Membuat daftar peluang dan ancaman eksternal, kekuatan dan
kelemahan internal kunci perusahaan pada kolom kiri dalam QSPM.
Langkah 2 Berikan bobot untuk masing-masing faktor internal dan eksternal.
Bobot ini identik dengan yang ada pada Matriks EFE dan IFE. Bobot disajikan dalam
kolom persis di samping kanan faktor keberhasilan kunci eksternal dan internal.
  
51
Langkah 3 Evaluasi matriks Tahap 2 (pencocokan), dan identifikasi alternatif
strategi yang harus dipertimbangkan organisasi untuk diimplementasikan. Catat strategi-
strategi tersebut pada baris atas dari QSPM.
Langkah 4 Tentukan Nilai Daya Tarik (Attractiveness Scores – As) didefinisikan
sebagai  angka  yang  mengindikasikan  daya  tarik  relatif  dari  masing-masing  strategi
dalam set alternatif tertentu. Nilai Daya Tarik (Attractive Scores - As) ditentukan dengan
mengevaluasi masing-masing faktor internal atau eksternal kunci. Jangkauan untuk Nilai
Daya Tarik adalah 1 = tidak menarik, 2 = agak menarik, 3 = cukup menarik, 4 = sangat
menarik. Faktor kunci tersebut tidak memiliki dampak terhadap pilihan spesifik yang
dibuat, dengan demikian tidak perlu berikan bobot terhadap strategi dalam set tersebut.
Gunakan tanda minus untuk mengindikasikan bahwa faktor utama tersebut tidak
memengaruhi pilihan strategi yang dibuat. Jika Anda memberikan nilai daya tarik (AS)
untuk satu strategi, kemudian berikan nilai AS untuk yang lainnya. Dalam kata lain, jika
satu strategi mendapat minus, maka yang lainnya pada baris yang sama harus mendapat
nilai minus juga.
Langkah 5 Hitung Total Nilai Daya Tarik (Total Attractiveness Scores –TAS)
didefinisikan sebagai hasil
dari pengalian bobot (Langkah
2)
dengan
Daya
Tarik
(Langkah 4) dalam masing-masing baris. Total Nilai Daya Tarik mengindikasikan daya
tarik relatif dari masing-masing alternatif strategi, dengan hanya mempertimbangkan
pengaruh faktor keberhasilan kunci internal dan eksternal yang terdekat. Semakin tinggi
Total Nilai Daya Tarik, semakin menarik alternatif strategi tersebut (dengan hanya
mempertimbangkan faktor keberhasilan kunci terdekat).
Langkah 6
Hitung
Penjualan
Total Nilai
Daya
Tarik.
Tambahkan Total Nilai
Daya Tarik dalam masing-masing kolom strategi dari QSPM. Penjumlahan Total Nilai
  
52
Daya Tarik (STAS) mengungkapkan strategi mana yang paling menarik dari setiap set
alternatif.
Nilai
yang lebih tinggi
mengindikasikan
strategi  
yang
lebih
menarik,
mempertimbangkan semua faktor internal dan eksternal yang relevan yang dapat
memengaruhi
keputusan
strategis.
Tingkat
perbedaan
antara Penjumlahan
Total
Nilai
Daya Tarik dari set alternatif strategi tertentu mengindikasikan tingkat kesukaran relatif
dari satu strategi di atas yang lainnya. Kemudian hindari memberikan nilai daya tarik
yang sama untuk masing-masing strategi.
Keunggulan 
lainnya  dari  QSPM  adalah  bahwa 
ia 
membutuhkan  penyusun
strategi untuk mengintegrasikan faktor internal dan eksternal yang relevan ke dalam
proses keputusan. Mengembangkan QSPM
membuat kecil kemungkinan suatu faktor
kunci akan
terabaikan
atau
diberi
bobot yang
tidak
sesuai.
QSPM
menarik
perhatian
kepada hubungan penting yang memengaruhi keputusan strategi. Walaupun
mengembangkan QSPM membutuhkan sejumlah keputusan subjektif, membuat
keputusan
kecil
di
sepanjang
proses memperbesar
kemungkinan
bahwa
keputusan
strategis
yang
final
adalah
yang
terbaik
bagi
organisasi.
QSPM
dapat
diadaptasikan
untuk
digunakan
oleh
organisasi
kecil,
besar,
berorientasi
laba,
maupun
nirlaba
dan
dapat diaplikasikan untuk hampir semua tipe organisasi. QSPM khususnya dapat
memperbaiki  pilihan  strategi  dalam  perusahaan  multinasional  karena  banyak  faktor
kunci dan strategi dapat dipertimbangkan bersama-sama. Metode ini juga telah berhasil
digunakan oleh sejumlah bisnis kecil.
QSPM bukannya tanpa keterbatasan. Pertama, ia selalu membutuhkan penilaian
intuitif 
dan  asumsi 
yang 
berdasar. 
Peringkat  dan 
nilai 
daya 
tarik  membutuhkan
keputusan   yang   penuh   pertimbangan,   walaupun   mereka   selalu   didasarkan   pada
informasi  yang  objektif.  Diskusi  antara  penyusun  strategi,  manajer,  dan  karyawan
  
53
sepanjang proses perumusan-strategi, termasuk
pengembangan
QSPM,
merupakan
hal
yang konstruktif dan dapat memperbaiki keputusan strategis. Diskusi yang konstruktif
sepanjang analisis
dan
pilihan
strategi
dapat
muncul karena perbedaan mendasar dari
interpretasi atas informasi dan
pendapat
yang berbeda-beda.
Keterbatasan
lainnya dari
QSPM adalah bahwa ia hanya dapat bermanfaat sebagai informasi pendahuluan dan
analisis pencocokan yang mendasari penyusunannya.
2.6       Strategi Supply Chain Management
2.6.1    Elemen pada Supply Chain Management
Supply chain management terdiri atas 3 elemen (Miranda, 2001 p87) yang saling
terikat satu sama lain, yaitu :
1.         Struktur jaringan supply chain
Jaringan kerja anggota dan hubungan dengan anggota supply chain lainnya.
2.         Proses bisnis supply chain
Aktivitas-aktivitas yang menghasilkan nilai keluaran tertentu bagi pelanggan.
3.         Komponen manajemen supply chain
Variabel-variabel
manajerial
dimana proses
bisnis
disatukan
dan
disusun
sepanjang supply chain.
Pelaksanaan  supply  chain  management  meliputi  pengenalan  anggota  supply
chain dengan hubungan dilakukan, proses apa yang perlu dihubungkan dengan tiap
anggota inti dan jenis penggabungan apa yang diterapkan pada tiap proses hubungan
tersebut.
  
54
Tujuannya adalah memaksimalkan persaingan dan keuntungan bagi perusahaan
dan seluruh anggotanya, termasuk pelanggan akhir. Gambar 2.10 menunjukkan elemen-
elemen dan keputusan penting pada supply chain.
Gambar 2.10   Kerangka  Kerja  Supply Chain Management:  Elemen  dan  Keputusan
Penting
Sumber : Manajemen Logistik dan Supply Chain Management, Miranda
1.
Struktur Jaringan Supply Chain
Mengidentifikasi
anggota supply chain
:
anggota supply chain
meliputi semua
perusahaan dan organisasi yang berhubungan baik secara langsung maupun tidak
langsung melalui supplier atau pelanggannya.
Primary
members
(anggota
primer)
:
semua
perusahaan /
unit
bisnis
strategik
yang benar-benar menjalankan aktivitas operasional dan manajerial dalam proses bisnis
yang dirancang untuk menghasilkan keluaran tertentu bagi pelanggan atau pasar.
Secondary members
(anggota sekunder) : perusahaan-perusahaan yang
menyediakan sumber daya, pengetahuan, utilitas atau aset-aset bagi anggota primer di
supply chain. Misalnya semua anggota
yang tidak secara
langsung berpartisipasi
atau
  
55
memberi 
nilai 
tambah 
proses 
dari 
perubahan 
masukan 
menjadi 
keluaran 
untuk
pelanggan akhir.
2.
Proses Bisnis Supply Chain
Bila dua perusahaan membina hubungan, aktivitas-aktivitas internal mereka akan
terhubung
dan
tersusun
bersama
diantara keduanya.
Dengan
demikian,
keberhasilan
supply chain management memerlukan perusahaan dari fungsi individual untuk
menyatukan
aktivitas-aktivitas
pada
proses
bisnis
inti supply
chain
dan
mengkoordinasikannya. Proses-proses bisnis inti supply chain management antara lain :
Customer Relationship Management (CRM)
Langkah pertama supply chain management adalah mengidentifikasi pelanggan
utama
atau
pelanggan
yang
kritis
dengan
misi dagang perusahaan. Tim pelayanan
pelanggan
(customer
service)
membuat dan
melaksanakan
program-program bersama,
persetujuan produk dan jasa ditetapkan pada tingkat kinerja tertentu untuk memenuhi
kebutuhan pelanggan. Kembangkan komunikasi
dan
prediksi
yang
lebih
baik
atas
Demand
pelanggan.
Lalu
tim customer
service
bekerjasama
dengan
pelanggan
mengidentifikasi dan menghilangkan sumber-sumber variabilitas Demand. Dan terakhir
para manajer mempelajari eveluasi-evaluasi tersebut untuk menganalisa pelayanan yang
akan diberikan pada pelanggan tersebut juga keuntungan yang diperoleh.
Customer Service Management (CSM)
Sumber
tunggal
informasi
pelanggan
yang
mengurus
persetujuan
produk
dan
jasa. Customer service memberitahukan pelanggan informasi mengenai tanggal
pengiriman dan ketersediaan produk melalui hubungannya dengan bagian produksi dan
  
56
distribusi. Pelayanan setelah penjualan juga diperlukan, seperti secara efisien membantu
pelanggan mengenai aplikasi dan rekomendasi produk.
Demand Management
Proses dilakukan dengan menyeimbangkan kebutuhan pelanggan dengan
kemampuan supply perusahaan, menentukan apa dan kapan waktu akan dibeli pelanggan
dan menggunakan data “inti” untuk mengurangi ketidakpastian.
Customer Order Fulfillment
Proses
penyelesaian
pesanan
ini
secara
efektif
memerlukan
integrasi
rencana
kerja antara produksi, distribusi dan transportasi. Hubungan dengan rekan kerja yakni
anggota primer
supply
chain dan anggota sekunder diperlukan untuk memenuhi
kebutuhan pelanggan dan mengurangi total biaya kirim ke pelanggan.
Manufacturing Flow Management
Produk dihasilkan untuk memenuhi jadwal produksi. Seringkali produk yang
salah mengakibatkan persediaan yang tidak perlu, meningkatkan biaya penanganan /
penyimpanan
dan
pengiriman
produk
terhambat.
Dengan supply
chain
management,
produk 
dihasilkan 
berdasarkan 
kebutuhan 
pelanggan. 
Jadi  barang 
produksi 
harus
fleksibel
dengan
perubahan
pasar.
Untuk
itu
diperlukan
kemampuan
berubah
secara
cepat untuk menyesuaikannya dengan variasi kebutuhan massal. Untuk mencapai proses
produksi tepat waktu dengan ukuran lot minimum,
manager
harus befokus pada biaya-
biaya setup / perubahan yang rendah termasuk merekayasa ulang proses, perubahan
dalam desain produk dan perhatian pada rangkaian produk.
  
57
Procurement
Membina
hubungan
jengka
panjang
dengan
sekelompok
supplier
dalam arti
hubungan
win-win
relationship akan
mengubah
sistem
beli
tradisional.
Untuk
mempercepat transfer data dan komunikasi, purchasing dapat menggunakan fasilitas
electronic data interchange (EDI).
Pengembangan produk dan Komersialisasi
Pelanggan  dan  supplier  diikut  sertakan  dalam  proses  pengembangan  produk
untuk 
mengurangi  waktu 
masuknya  produk  ke  pangsa  pasar.  Bila  siklus  produk
termasuk singkat maka produk yang tepat harus dikembangkan dan dilaunching pada
waktu yang singkat dan tepat agar perusahaan kuat bersaing.
Manager  pengembangan  produk  dan 
komersialisasi 
sebaiknya
mengkoordinasikan dengan pihak CRM untuk
mengidentifikasi kebutuhan-kebutuhan
pelanggan, 
memilih 
material  dan 
supplier 
yang 
berhubungan  dengan 
bagian
procurement dan
mengintegrasikan kemampuan teknologi produksi dan aliran produksi
pada aliran supply chain terbaik.
Retur
Proses
manajemen
retur
yang
efektif memungkinkan
untuk
mengidentifikasi
kesempatan dan menerobos proyek-proyek agar dapat bersaing. Ketersediaan retur
(return to available) adalah pengukuran waktu siklus yang diperlukan untuk mencapai
pengembalian aset (return on aset) pada status yang digunakan. Pengukuran ini penting
bagi pelanggan yang memerlukan produk pengganti dalam waktu singkat apabila terjadi
produk gagal.
  
58
Selain itu keberhasilan SCM juga memerlukan :
Dukungan sumber daya manusia, kepemimpinan dan komitmen untuk berubah
Memahami sejauh mana perubahan yang diperlukan
Menyetujui visi dan proses inti supply chain management
Komitmen
pada
perlunya
sumber
daya
dan
kekuasaan
atau
wewenang
untuk
mencapai tujuan yang telah ditetapkan.
3.
Komponen-komponen Manajemen SCM
Komponen-komponen
manajemen
bersikap kritis
dan
fundamental
bagi
keberhasilan SCM karena dibutuhkan untuk menunjukkan dan
menentukan bagaimana
setiap
jaringan proses disatukan dan disusun.
Tiap komponen dapat
memiliki beberapa
subkomponen dimana kepentingannya dapat berubah-ubah sesuai dengan proses yang
sedang disusun. Komponen-komponen utamanya adalah :
Metode perencanaan dan pengendalian
Perencanaan dan pengendalian operasi
merupakan
kunci
untuk
menuntun
organisasi
atau
supply chain
ke
arah
yang
diinginkan.
Dengan
adanya
perencanaan,
pelaksanaan supply
chain
akan
tetap
mengarah
pada
tujuan
walaupun
komponen-
komponen
lainnya turut
berperan penting,
aspek pengendalian pun berfungsi sebagai
kinerja pengukuran terbaik untuk mengukur keberhasilan supply chain.
Struktur aliran kerja / aktivitas kerja
Struktur aliran kerja menunjukkan bagaimana perusahaan menyampaikan tugas-
tugas
dan
aktivitasnya.
Tingkat
integrasi
proses-proses
yang
melalui supply
chain
merupakan pengukuran struktur organisasi.
  
59
Struktur organisasi
Struktur
organisasi
dapat
berdasarkan perusahaan individu dan supply chain.
Dengan  pendekatan  tim  cross-functional
memungkinkan  supply chain
yang 
lebih
bersatu.
Struktur fasilitas aliran komunikasi dan informasi
Struktur  fasilitas  aliran  informasi  memiliki  pengaruh  kuat  pada  keefisienan
supply chain dan
merupakan komponen utama
yang menyatukan sebagian atau seluruh
supply chain.
Struktur fasilitas aliran produk
Struktur fasilitas aliran produk berhubungan dengan jaringan struktur sourcing,
produksi dan distribusi dan distribusi supply chain. Dengan pengurangan persediaan,
lebih
sedikit
gudang
yang
akan
dibutuhkan. Persediaan
memang
dibutuhkan
dalam
sistem,
tetapi
penyimpanan
sejumlah
persediaan
pada
bagian
tertentu
kadang-kadang
bisa tidak proporsional.
Bila
persediaan
barang
belum
jadi
atau
barang
setengah
jadi
lebih
murah
daripada
persediaan barang jadi, anggota-anggota upstream akan
lebih
banyak terbebani. Rasionalnya, jaringan supply chain telah melibatkan seluruh anggota.
Metode manajemen
Metode manajemen meliputi filosofi perusahaan dan teknik manajemen. Sulit
untuk
menyatukan
struktur
organisasi top-down
dengan
struktur
bottom-up.
Tingkat
keterlibatan
manajemen
dalam operasi sehari-hari
dapat berbeda
antar
anggota
supply
chain.
  
60
Struktur wewenang (power) dan kepemimpinan (leadership)
Struktur 
wewenang 
dan 
kepemimpinan 
melalui  supply  chain
akan
mempengaruhi formatnya. Suatu kepemimpinan yang kuat
akan mengendalikan arah
supply chain dan tingkat komitmen dari anggota supply chain lainnya.
Sharing risiko dan reward
Antisipasi dari sharing resiko dan reward
melalui
supply chain akan
mempengaruhi komitmen jangka panjang anggota-anggotanya.
Budaya dan sikap
Menghubungkan budaya dan sikap-sikap individu memerlukan waktu, juga
diperlukan beberapa tingkat supply chain sebagai jaringan yang terkoordinasi.
Gambar 2.11 Komponen-Komponen Manajemen Fundamental
Sumber : Manajemen Logistik dan Supply Chain Management, Miranda
  
61
Gambar
2.11
menunjukkan
bagaimana komponen-komponen
manajemen dapat
dibagi menjadi dua kelompok yaitu :
Kelompok 1 : Kelompok fisik dan teknik,
meliputi komponen-komponen yang
berwujud, nyata, dapat diukur dan mudah diubah komponennya. Banyak sumber
menunjukkan bahwa bila kelompok komponen
manajemen ini hanya mendapat pusat
perhatian pihak manajerial, pelaksanaan supply chain mungkin akan gagal.
Kelompok 2 : Komponen-komponen manajerial dan perilaku umumnya kurang
nyata
dan
seringkali
sulit
untuk
dinilai
dan
diubah. Komponen
tersebut
menetapkan
sikap organisasi dan berpengaruh pada bagaimana implementasi komponen-komponen
manajemen fisik dan teknik. Jika komponen manajerial kurang dapat mengendalikan dan
memperkuat sikap organisasi yang mendukung operasi dan tujuan supply chain,
kemungkinan supply chain tersebut akan kurang kompetitif dan menguntungkan.
Sedangkan apabila satu atau
lebih komponen dalam kelompok fisik dan teknik diubah,
maka komponen-komponen manajerial dan perilaku dapat dan lebih mudah diatur ulang.
Umumnya, manajer-manajer tidak mengerti komponen manajerial dan perilaku sehingga
mengalami
banyak
kesulitan
dalam
pelaksanaannya
dibandingkan
dengan
komponen
fisik dan teknik. Maka dasar untuk keberhasilan SCM adalah pemahaman pada tiap
komponen manajemen dan ketergantungannya satu sama lain.
2.6.2
Tujuan Strategis pada Supply chain
Setiap perusahaan yang ingin menang atau bertahan dalam persaingan harus
memiliki strategi
yang tepat. Strategi
akan mengarahkan jalannya organisasi ke tujuan
jangka
panjang
yang
ingin
dicapai.
Definisi
strategi
disini
adalah kumpulan berbagai
keputusan dan aksi yang dilakukan oleh suatu organisasi atau oleh beberapa organisasi
  
62
secara bersama-sama. Dengan didukung keputusan-keputusan jangka pendek, tujuan
strategis
inilah
yang
diharapkan
akan
tercapai. Tujuan-tujuan
strategis
tersebut
perlu
dicapai
untuk
membuat supply chain unggul dalam persaingan pasar.
Untuk
itu supply
chain harus bisa menyediakan produk yang murah, berkualitas, tepat waktu dan
bervariasi.
Keempat tujuan strategis tersebut (Pujawan, 2005 p29) sangat penting di mata
pelanggan,
untuk
mencapai
tujuan-tujuan
tersebut
maka
supply
chain harus
mampu
menerapkannya pada sumber daya yang dimiliki, kemampuan tersebut antara lain
kemampuan untuk:
1.         Beroperasi secara efisien
2.         Menciptakan kualitas
3.         Cepat
4.         Fleksibel
5.         Inovatif
Gambar  2.12 
mengilustrasikan 
hubungan  antara  empat  aspirasi 
pelanggan
dengan lima kemampuan strategis yang harus dimiliki oleh supply chain.
Gambar 2.12 Aspirasi Pelanggan dan Kemampuan Strategis Supply Chain
Sumber : Supply Chain Management, I Nyoman Pujawan
  
63
Tingkat kepentingan dari empat aspirasi pasar yang telah dibahas pada
gambar
2.12 tersebut tentu tidak sama untuk tiap produk dan tiap segmen pasar. Banyak produk
yang  dibeli  oleh  pelanggan  karena  fungsinya  sehingga  harga  dan  kualitas  menjadi
kriteria
penting
bagi
pelanggan. Di
sisi
lain
banyak
produk
yang
laku
karena
supply
chain bisa membuat variasi yang beragam. Pelanggan mau membayar lebih mahal untuk
mendapatkan
produk
yang
inovatif dan
spesifik
seperti
halnya
pada
produk-produk
dengan
perkembangan
teknologi
yang
cepat yaitu
kamera
digital
ataupun
telepon
genggam,   kecepatan   dalam   memunculkan   variasi   baru   menjadi   penting   dalam
persaingan.
Menurut Fisher (1997) produk dibagi
menjadi dua kategori yaitu produk
fungsional
dan
produk
inovatif.
Produk
fungsional
adalah produk
dengan
konfigurasi
standar dan siklus
hidup panjang. Produk fungsional biasanya
memiliki sedikit variasi.
Kebutuhan pelanggan dari waktu ke waktu relatif tidak berubah. Karena konfigurasinya
standar,
variasinya
sedikit,
dan
siklus
hidupnya
panjang maka
permintaan
terhadap
produk-produk
seperti
ini
relatif
stabil
dari waktu
ke
waktu
sehingga
mudah
untuk
diramalkan. Metode-metode ramalan sederhana bisa digunakan dan bisa menghasilkan
tingkat akurasi yang relatif tinggi.
Produk inovatif memiliki sifat-sifat yang sebaliknya. Setiap kelompok produk
inovatif memiliki variasi sampai ratusan atau ribuan. Tiap produk hanyak akan bertahan
sebentar di pasar dan akan digantikan oleh variasi produk lain yang baru dikembangkan.
Perkembangan  teknologi  yang  cepat  (seperti  pada  industri  komputer  dan  beberapa
produk elektronik lainnya) serta selera pasar yang cepat berubah (seperti pada industri
garmen)  menyebabkan  pendeknya  siklus  hidup  produk-produk  inovatif  seperti  ini.
Karena karakteristiknya yang demikian, meramalkan permintaan produk-produk inovatif
  
64
adalah pekerjaan yang sangat sulit. Kesalahan ramalannya biasanya jauh lebih besar
dibandingkan
produk-produk
fungsional.
Sebagai konsekuensinya, baik kekurangan
produk (stockout) maupun kelebihan persediaan sama-sama sering terjadi. Kelebihan
produk akan
memaksa perusahaan
melakukan penurunan
harga secara besar-besaran di
akhir musim jual. Sedangkan kekurangan produk akan membuat pelanggan kecewa dan
kehilangan
kesempatan
untuk
mendapatkan
keuntungan
(opportunity
loss). Tabel 2.1
menggambarkan secara singkat perbedaan antara produk fungsional dan produk inovatif.
Tabel 2.1 Perbedaan Karakteristik Produk Fungsional dan Inovatif
Aspek
Fungsional
Inovatif
Siklus hidup
Panjang, bisa lebih dari
2 tahun
Pendek, antara 3 bulan
sampai 1 tahun
Variasi per kategori
Sedikit, 10 - 20 variasi
Banyak, bisa
mencapai ribuan
Volume per SKU
Tinggi
Rendah
Peramalan permintaan
Relatif murah, akurasi
tinggi
Sangat sulit, kesalahan
ramalan tinggi
Tingkat kekurangan produk
(stockout rate)
Hanya 1% - 2%
Bisa mencapai 10% -
40%
Kelebihan persediaan di akhir
musim jual
Jarang karena musim
jual sangat panjang
Sering terjadi
Biaya penurunan harga jual
(markdown)
Mendekati 0%
10 - 25%
Marjin keuntungan per unit yang
terjual dengan harga normal
Rendah
Tinggi
Sumber : Supply Chain Management, I Nyoman Pujawan
Karakteristik yang berbeda antara produk fungsional dan inovatif menyebabkan
keduanya
membutuhkan strategi supply chain yang berbeda. Karena sifat-sifatnya
yang
sudah diuraikan diatas, supply chain management untuk produk fungsional seharusnya
berfokus pada upaya untuk meminimumkan ongkos-ongkos fisik di sepanjang
supply
chain. Investasi besar untuk meningkatkan inovasi dan fleksibilitas tidak akan banyak
membantu produk
fungsional untuk bersaing di pasar. Bahkan, investasi
tersebut bisa
jadi akan
menyebabkan produk menjadi tidak kompetitif karena
harga produk menjadi
  
65
mahal, padahal pelanggan tidak mementingkan variasi produk yang beragam.
Dengan
demikian, aktivitas-aktivitas mediasi pasar tidak perlu banyak dilakukan sehingga
ongkos-ongkos yang dominan adalah ongkos-ongkos kegiatan fisik.
Sebaliknya pendekatan untuk menciptakan efisiensi tidak akan cocok untuk
produk-produk
inovatif.
Komponen
ongkos-ongkos
mediasi
pasar
pada supply
chain
produk-produk inovatif sangat besar sehingga penurunan beberapa persen saja dari
ongkos-ongkos ini bisa sangat berarti bagi keseluruhan supply chain. Dengan kata lain,
supply chain harus mampu mengurangi ongkos akibat memproduksi terlalu banyak atau
terlalu
sedikit pada
suatu
musim
jual. Ini bisa dilakukan dengan
memperbaiki metode
peramalan dan meningkatkan kemampuan untuk lebih responsif pada pasar. Lebih
responsif pada pasar bisa berarti melakukan riset pasar dengan lebih baik sehingga bisa
menangkap apa yang diinginkan oleh pasar, meningkatkan kemampuan inovasi sehingga
bisa memunculkan produk-produk baru
yang memang disukai pelanggan, atau dengan
memperpendek time to market sehingga efek kesalahan menangkap aspirasi pasar pada
suatu musim jual bisa cepat direspon dengan terlebih dahulu membaca signal awal dari
pasar pada suatu musim jual.
Menciptakan kesesuaian antara karakteristik produk (atau pasar) dengan strategi
supply chain sangatlah penting. Kesesuaian
ini, yang disebut juga sebagai strategic fit,
akan
menyebabkan
supply
chain bertahan
atau
unggul
di
pasaran.
Gambar
2.13
menunjukkan   area   strategic  fit   yakni   daerah   dimana   terjadi   kesesuaian   antara
karakteristik produk / pasar dengan strategi supply chain.
  
66
Gambar 2.13 Strategic Fit pada Supply Chain
Sumber : Supply Chain Management, I Nyoman Pujawan
Gambar tersebut memperlihatkan bahwa strategi efisiensi cocok untuk produk
fungsional sedangkan strategi responsif cocok untuk produk inovatif. Area strategic fit
ada di tengah-tengah untuk menunjukkan bahwa tidak semua produk ada pada kategori
murni
fungsional atau
murni inovatif, sehingga strategi supply
chain juga tidak selalu
harus murni berfokus pada efisiensi atau kecepatan respon.
2.6.3
Kesesuaian Antara Strategi Supply Chain dengan Kebijakan Taktis
Terdapat tiga langkah yang digunakan dalam menyesuaikan supply chain dengan
strategi bisnis perusahaan (Chopra dan Meindl, p32). Ketiga langkah tersebut dilakukan
sebelum   masuk   pada   penentuan   langkah   kebijakan   atau   keputusan   taktis   yang
mendukung strategi supply chain. Langkah pertama adalah dengan memahami
pasar
dimana perusahaan melayani dan meluncurkan produk. Langkah kedua adalah dengan
menentukan kekuatan atau kompetensi perusahaan serta strategi perusahaan pada pasar
  
67
yang  dilayani.  Langkah  terakhir  yaitu  dengan  mengembangkan  kemampuan  supply
chain untuk mendukung strategi perusahaan yang telah ditentukan.
1.
Memahami pasar perusahaan
Dimulai dengan mengetahui siapa konsumen perusahaan. Jenis konsumen seperti
apa yang dilayani oleh perusahaan. Perusahaan termasuk dalam jenis supply chain yang
seperti
apa.
Jawaban
untuk
pertanyaan
tersebut
akan
mengidentifikasikan
jenis supply
chain
yang
dilayani
oleh
perusahaan,
apakah responsif
ataukah
efisiensi.
Terdapat
beberapa atribut 
yang dapat membantu mengidentifikasi jenis konsumen yang dilayani
perusahaan, yaitu sebagai berikut :
Jumlah produk yang dipesan pada setiap kali pemesanan
Waktu  respon  yang  diinginkan  konsumen,  apakah  mengharapkan  kecepatan
pelayanan atau masih memberi toleransi yang lebih lama terhadap waktu.
Keragaman (variasi) produk yang diinginkan
Tingkat pelayanan yang diinginkan, termasuk kecepatan pengiriman
Harga jual produk, beberapa pelanggan akan membayar lebih untuk kenyamanan
atau  tingkat  pelayanan  sementara    beberapa  pelanggan  membeli  berdasarkan
harga terendah yang mereka dapat.
Tingkat inovasi produk yang diinginkan, seberapa cepat produk baru muncul di
pasaran atau berapa lama umur produk yang telah tersedia.
2.
Menentukan kekuatan atau kompetensi perusahaan
Langkah selanjutnya yaitu dengan menentukan strategi perusahaan pada supply
chain 
tersebut. 
Posisi 
perusahaan 
pada 
supply  chain,
apakah 
sebagai 
produsen,
  
68
distributor, retailer ataukah penyedia jasa pelayanan. Identifikasi kekuatan yang dimiliki
perusahaan terhadap konsumen maupun anggota supply chain lainnya.
Perlu diperhatikan bahwa perusahaan dapat melayani beberapa pasar dan
berpartisipasi di beberapa supply
chain. Ketika
melayani
lebih dari satu segmen pasar,
perusahaan harus mencari cara untuk meningkatkan keunggulan dan kompetensinya.
3.
Mengembangkan kemampuan supply chain
Setelah 
jenis 
pasar 
yang 
dilayani  telah 
diketahui 
dan 
strategi 
yang  akan
digunakan dalam supply chain pada pasar tersebut, maka tahap selanjutnya yaitu dengan
mengembangkan
kemampuan
supply
chain untuk
mendukung
strategi
perusahaan.
Pengembangan
tersebut
didasarkan
pada
keputusan
taktis
pengendali supply
chain.
Masing-masing pengendali tersebut dapat dikembangkan dan dikelola menuju responsif
ataupun efisiensi tergantung pada kebutuhan bisnis.
Setelah ketiga langkah tersebut dilakukan, maka dilakukan penentuan keputusan
taktis dan
strategi
supply
chain.
Menurut
Pujawan
(2005,
p34)
strategi supply chain
harus tercermin pada kebijakan atau keputusan taktis supply chain. Kebijakan atau
keputusan mengenai di mana fasilitas
lokasi akan didirikan, bagaimana cara
mengatur
dan mengendalikan sistem produksi, bagaimana kebijakan-kebijakan tentang persediaan
dan mengenai pengembangan produk harus bersinergi dengan strategi
supply chain.
Apabila  suatu  supply chain
memilih  efisiensi 
fisik 
sebagai 
strategi 
maka  semua
keputusan pada sub bidang tersebut harus mendukung. Tabel 2.2 mempresentasikan
ringkasan kebijakan atau keputusan taktis yang mendukung strategi supply chain.
  
69
Tabel 2.2 Keputusan Taktis dan Strategi Supply Chain
Keputusan
taktis
Efisien
Responsif
Lokasi
fasilitas
Tempatkan pabrik di negara
yang ongkos tenaga kerjanya
murah
Cari lokasi yang dekat pasar, punya
akses tenaga terampil dan teknologi
yang memadai
Sistem
produksi
Tingkat utilitas sistem produksi
harus tinggi
Sistem produksi harus fleksibel dan ada
kapasitas ekstra
Persediaan
Perlu upaya meminimasi
tingkat persediaan
Diperlukan persediaan pengaman yang
cukup di lokasi yang tepat
Transpor-
tasi
Pengiriman truck load /
container load atau
subkontrakkan ke pihak ketiga
Diperlukan transportasi cepat. Bila perlu
tetapkan less than truck load / less than
container load
Pasokan
Pilih supplier dengan harga dan
kualitas sebagai kriteria utama
Pilih supplier berdasarkan kecepatan,
fleksibilitas, dan kualitas
Pengem-
bangan
produk
Fokus ke minimasi ongkos
Gunakan modular design dan tunda
diferensiasi produk sebisa mungkin
(postponement)
Sumber : Supply Chain Management, I Nyoman Pujawan
Kebijakan
tentang
lokasi
fasilitas
berpengaruh
besar
terhadap
ongkos-ongkos
fisik
maupun
kecepatan
respon
suatu
supply
chain.
Oleh
karena
itu
kebijakan
lokasi
tentu
berbeda
pada
supply
chain
yang
memilih
strategi
efisiensi
fisik dengan
supply
chain yang fokusnya pada responsiveness. Supply chain yang mementingkan efisiensi
fisik akan memilih mendirikan pabrik di tempat-tempat yang tenaga kerjanya murah atau
dekat dengan bahan baku. Model focused factory (pemusatan kegiatan produksi ke satu
wilayah) juga sering diasosiasikan dengan strategi efisiensi.
Konfigurasi dan pengelolaan sistem produksi juga menentukan efisiensi maupun
kecepatan respon suatu supply chain. Sistem produksi yang memiliki konfigurasi relatif
tetap, diatur dengan tipe product layout,
memiliki
fasilitas-fasilitas
yang spesialis akan
mudah mendukung strategi untuk efisiensi fisik, tetapi tidak akan mendukung strategi
responsiveness.  Kecepatan  respon  akan  dicapai  kalau sistem  produksinya  fleksibel.
Untuk menciptakan efisiensi fisik, utilitas sistem produksi harus tinggi. Konsep-konsep
  
70
seperti lean manufacturing dan just in time (JIT) akan sangat relevan untuk menciptakan
efisiensi di lantai produksi. Produksi dapat menjadi sangat responsif dengan mengelola
pabrik
sehingga
memiliki
kapasitas produksi
yang
besar
dan
teknik
manufaktur
yang
fleksibel untuk memproduksi produk yang beragam. Untuk lebih responsif, perusahaan
dapat melakukan produksinya dengan mendirikan banyak pabrik-pabrik yang lebih kecil
namun tersebar, sehingga waktu pengiriman akan lebih singkat. Jika efisiensi yang
diutamakan, maka perusahaan dapat melakukan fokus pada kapasitas pabrik yang besar
dan memiliki produksi optimal dengan keragaman produk terbatas.
Strategi
persediaan
juga
sangat
besar pengaruhnya
terhadap
efisiensi
fisik
dan
kecepatan merespon pasar. Efisiensi pada supply chain bisa dicapai apabila ada upaya
untuk meminimumkan persediaan secara terus menerus. Salah satu ukuran kinerja yang
penting diukur adalah tingkat perputaran persediaan (inventory turn over rate).
Sebaliknya, perubahan permintaan yang terjadi secara tiba-tiba pada produk-produk
inovatif
membutuhkan supply
chain
untuk
menyimpan
cadangan persediaan
ekstra
di
tempat-tempat
tertentu.
Dimana
dan
dalam bentuk
apa
persediaan
pada
suatu
supply
chain harus disimpan untuk menciptakan kecepatan merespon pasar dengan optimal
adalah
dua
masalah
pokok
yang
membutuhkan
analisis
seksama
pada
setiap
supply
chain. Responsif bisa didapatkan dengan cara menyimpan persediaan yang tinggi untuk
beragam produk.
Cara
lain
yaitu
dengan
menyediakan
persediaan
secara
tersebar
di
beberapa
lokasi
sehingga
persediaan
dapat
dengan
segera
dikirim ke
konsumen.
Sedangkan efisiensi dalam manajemen persediaan berarti mengurangi biaya persediaan
secara maksimal, juga dengan menyimpan persediaan pada satu lokasi sehingga biaya
dapat diminimalkan.
  
71
Keputusan lain pada supply chain terkait dengan transportasi. Keputusan tentang
alat
transportasi
(transportation
mode)
yang
akan digunakan
dan cara pengirimannya
berpengaruh
langsung terhadap efisiensi
maupun kecepatan respon pada supply
chain.
Demikian juga halnya dengan keputusan untuk melakukan sendiri kegiatan transportasi
atau mensubkontrakkannya ke pihak ketiga. Sering kali perusahaan jasa logistik bisa
melakukan pengiriman dengan
lebih
murah karena mereka bisa menggabungkan beban
dari beberapa pelanggan dalam satu kontainer
atau
satu truk
mereka. Responsif dapat
dicapai dengan metode transportasi yang cepat dan fleksibel. Sedangkan efisiensi dapat
dicapai dengan melakukan pengiriman dengan kapasitas muatan yang besar dan aktivitas
pengiriman
muatan
diatur
agar
tidak
sering
terjadi
(banyak
tujuan
dalam sekali
pengiriman).
Dalam  memilih 
supplier, strategi efisiensi
harus  didukung  dengan  melihat
ongkos
sebagai
kriteria
utama
dalam memilih
maupun
mengevaluasi
kinerja
supplier.
Sebaliknya, kalau
supply chain
ingin
responsif terhadap pasar,
memilih
supplier
yang
paling murah tidak akan menciptakan sinergi. Di sini, kriteria fleksibilitas dan kecepatan
harus diberikan prioritas yang lebih tinggi dibandingkan dengan kriteria harga. Oleh
karena
itu,
untuk
menciptakan sinergi, fokus pengembangan produk pada supply chain
yang ingin responsif harus didukung dengan kemampuan ini.
2.6.4
Perancangan dan Implementasi Supply Chain Terintegrasi
Manajemen suatu perusahaan seharusnya terlibat dalam proses rancangan supply
chain saat
sedang
memperkenalkan
produk
baru atau
ketika keberadaan supply chain
kurang berhasil. Menurut Miranda (2001, p103) proses rancangan supply chain memiliki
tahap-tahap sebagai berikut :
  
72
1.
Membuat tujuan supply chain.
2.
Merumuskan strategi supply chain.
3.
Menentukan alternatif struktur supply chain.
4.
Mengevaluasi alternatif struktur supply chain.
5.
Memilih struktur supply chain.
6.
Menentukan alternatif untuk anggota-anggota individu supply chain.
7.
Mengevaluasi dan memilih anggota-anggota individu supply chain.
8.
Mengukur dan mengevaluasi hasil supply chain.
9.
Mengevaluasi  alternatif  supply chain bila  kinerja  tujuan  tidak  tercapai  atau
terdapat pilihan-pilihan baru yang lebih menarik.
Untuk
implementasi
manajemen
supply
chain terintegrasi,
pelaksanaan
SCM
membutuhkan
perubahan
fokus
organisasi dari
fungsi
ke
proses.
Gambar
2.14
mengilustrasikan bagaimana masing-masing enam fungsi inti ini dipetakan dengan tujuh
proses inti.
Sebagai
contoh, dalam proses
manajemen
hubungan
pelanggan,
penjualan
dan
pemasaran menyediakan keahlian perhitungan manajemen, engineering memberikan
spesifikasi yang mendefinisikan kebutuhannya, logistik menyediakan informasi
kebutuhan pelayanan pelanggan, produksi
menyediakan strategi produksi, purchasing
menyediakan
strategi
sourcing,
dan
keuangan
serta
akuntansi memberikan laporan
profitabilitas pelanggan. Kebutuhan-kebutuhan
Customer Service harus digunakan
sebagai masukan-masukan produksi, sourcing dan strategi logistik.
  
73
Gambar 2.14 Implementasi SCM
Sumber : Manajemen Logistik dan Supply Chain Management, Miranda
Jika mekanisme koordinasi yang pantas tidak ditempatkan melalui berbagai
fungsi, proses tersebut akan menjadi tidak efektif atau tidak efisien. Dengan berfokus
pada proses, semua
fungsi yang menyentuh produk atau menyediakan informasi harus
bekerja sama. Sebagai contoh, data penjualan atau pemasaran didapatkan melalui jadwal
produksi yang digunakan untuk menilai tingkat pesanan spesifik dan pengaturan waktu
dari kebutuhan. Pesanan-pesanan ini menjalankan kebutuhan produksi yang pada
gilirannya adalah meneruskan upstream ke supplier.
Peningkatan kegunaan
outsourcing telah mempercepat kebutuhan untuk
mengkoordinasi proses-proses supply chain. Oleh karena organisasi menjadi lebih
tergantung pada
supplier
luar,
mekanisme
koordinasi
harus
dikembangkan
dalam
organisasi.