BAB2
DATA DAN ANALISA
2.1
Somber Data
Sumber data
dan informasi untuk
mendukung
proyek Tugas Akhir ini
diperoleh
dari sumber-sumber sebagai
berikut :
1.
Literatur
Pencarian
data melalui
buku,
catatan,
artikel
di
website
yang
ada
hubungannya dengan
materi
yang
diangkat,
yaitu
mengenai
sejarah
dan
perkembangan angklung
di Indonesia
khususnya
di Jawa Barat.
2. Observasi
Melihat
secara
langsung
proses pembuatan
angklung,
menonton
pertunjukan
angklung di Saung
Angklung
Udjo,
Padasuka, Bandung
dan
memotret untuk
mengambil gambar-gambar yang diperlukan.
3.
Wawancara
Wawancara
dengan
narasumber
dari
pihak
terkait
yang
mengerti
dan paham
tentang
angklung.
Untuk
pencarian data-data
dengan
metode
wawancara,
data yang
diperoleh hanya
merupakan data kuantitatif, bukan
kualitatif,
hanya
merupakan pendapat pribadi,
opini,
dan pengalaman dari
perorangan,
tidak bersifat ilmiah.
|
Setelah
data
terkumpul
dilakukan
pengolahan
data,
yaitu
melalui
proses
pengeditan
dan
analisa
Pada
proses
pengeditan,
data
yang
sudah
terkumpul
diperiksa
kembali
untuk
disesuaikan. dan
dipisahkan
mana
data
yang
dapat
dipergunakan
untuk
mendukung
proyek
tugas
akhir.
Proses
selanjutnya
menganalisa,
yaitu
data
sudah
terpilih
kemudian
diolah
dan
diambil
kesimpulan
yang
berkaitan dengan
masalah
yang
dihadapi sebagai dasar
dalam
mengambil keputusan.
Hasil
rangkuman pencarian data
adalah sebagai berikut :
2.1.1
Pengertian Istilah
a.
Kamus Basa Sunda
Angklung
adalah serupa tatabeuhan
tina
awi nu
sorana ngurulung
sun
digedag-gedagkeun.
"Angklung
adalah
alat
tabuh yang
terbuat
dari
bambu,
suaranya
nyaring
dimainkan dengan
digoyang-goyangkan."
((1980).
Kamus
Umum Basa Sunda.
Tarate, Bandung. Hal19)
b.
Menurut pengertian umum
masyarakat, angklung adalah karawitan
yang
terbuat
dari
bambu
baik
itu angklung
tradisional
(pentatonis)
ataupun
angklung
nontradisional
(diatonis),
membunyikannya
dengan
cara
digoyang-goyangkan.
(Atmadibrata,
Atik
Soepardi BA,
Enoch
(1977).
Khasanah
Kesenian
Jawa Barat PT.
Pelita
Masa, BandUng.
Hal14)
|
2.1.2
Pengertian Karawitan dan
Waditra
Karawitan
adalah seni
musik
tradisional
yang
terdapat
di
seluruh
wilayah
etnik
Indonesia
Sedangkan
waditra
adalah
sebutan
untuk
alat
alat
bunyi
yang
lazim
dipergunakan
sebagai alat
musik
tradisional
pengiring
karawitan.
Waditra
biasa
disebut
alat
tetabuhan
atau
iustrumen.
Dalam
pengertian
ini,
terbatas
pada
alat-alat bunyi
yang
biasa
dipergunakan
sebagai alat
musik
tradisional
Sunda.
Untuk
mengenal
waditra,
dapat
dilihat
dari
fungsi
dan
kegunaannya,
yaitu
dengan
mengenal
proses pembentukan, permainan
dan
penyajiannya.
Setiap
jenis
waditra
mempunyai
nama-nama
tersendiri. Yang
disebut
waditra
antara
lain:
Kecapi,
Suling,
Terompet,
Rehab, Tarawangsa,
Kendang,
Dogdog,
Rebana,
Goong,
Angklung,
Calung, Saron,
Bonang,
Gamelan Degung,
Gamelan Salendro Pelog.
(R, Drs.
Ubun
Kubarsah. (1994).
Waditra Mengenal Alat-Alat Kesenian
Daerah Jawa Barat.
CV.
Beringin Sakti,
Bandung. Hall)
2.1.3
Sejarah Angklung
Sejak
kapan
angklung
mulai
ada
atau
digunakan
oleh
masyarakat
sebagai
alat
musik
dalam
kehidupan
mereka
di
tanah
Pasundan
agaknya
sulit
untuk
mendapatkan jawabannya
yang
menunjuk
angka
tahun
secara
pasti.
Sehubungan
dengan
minimnya
sumber
tertulis
mengenai
hal
itu.
Bisa
kita
analogikan saja bahwa angklung telah
digunakan seusia dengan
|
sehari-hari.
Penggunaan
bambu bagi
sebagian besar
masyarakat
kita
sudah
menjadi
bagian
yang tidak
dapat
dipisahkan
dengan
kehidupan
sehari-hari karena
keserbagunaannya.
2.1.3.1 Bambu
Indonesia
negara tercinta adalah
sebuah
negara
dimana
bambu tumbuh dimana-mana, mulai
dari
Sabang di
sebelah barat
hingga
Merauke
di sebelah timur. Untuk
itu tidak aneh apabila
dikatakan bambu tidak dapat dipisahkan
dari kehidupan
kita
sehari-hari.
Pemah
suatu ketika seorang
asing
yang
pemah
mengunjungi berbagai tempat di
Indonesia berkata bahwa
bangsa
Indonesia
merupakan
bangsa
yang
aneh
karena
mereka
membangun
rumah mereka dari
bambu, mulai
dari
lantai,
dinding, atap, tiang, peralatan
dapur, dan kebutuhan
sehari-hari
semua
dari
bambu,
bahkao
makanan
pun,
mereka
makan
dari
bambu
pula
(rebung).
Bahkao dalam
merebut,
membela
dan
mempertahankan
negara dari
tangan
penjajah,
"bambu"
berperan andil
(bambu
runcing)
dan
malah
sampai
meninggal
pun bambu
masih
berperan
penting
sebagai
usungan
jenazah.
Hal
lain yang
menarik,
bahwa
Indonesia
pun pandai
membuat alat
musik sendiri
terbuat
dari
bambu
(suling, calung,
gunsang, celempung, rengkong, angklung,
|
2.1.3.2
Masa Lalu
Musik
Angklung
Sejak kapan timbulnya
alat musik angklung
yang dibuat
dari bambu
di Indonesia
tidak
terdapat keterangan
yang
jelas.
Beberapa ahli, seperti
J. Kunst (Mr. J dan C.J. A Kunst
''Musical
Exploration
in the Indian Archipelago"
dalam
Asiatic
Review,
Oktober 1936, hal.
814
dan Will G.
Gilbert Muziek uit
Oost-en
West, Inleiding tot de Inhemsche Muziek
van Nederlandsch Oost
en West India,
(tidak
bertahun hal. 9-10)
berpendapat,
bahwa
beberapa bentuk alat
musik
bambu
berasal
dari masa
sebelum
adanya
pengaruh Hindu.
Manusia sebagai
makhluk
yang
berakal,
bagaimanapun
juga
sederhananya,
dalam
mencukupi
hajat
kebutuhannya,
nenek
moyang bangsa
Indonesia
sejak
zaman
purba
telah
memanfaatkan
bahan
yang
mudah
didapat
dan dibuat
alat,
yaitu bambu.
Perubahan
bentuk dan peningkatan
mutu alat-alat
musik
dari
bambu tampak sangat lamban, bahkan ada
yang
sama
sekali
tidak
mengalami
perubahan.Di beberapa
daerah dewasa
ini
masih
terdapat alat
musik dari
bambu
yang
hanya
berupa
ruasan
bambu
yang dibunyikan
dengan
cara
ditumbuk-tumbukkan
pada sebuah
papan,
seperti
Garantang di Tohpati Kasiman,
Bali. Ada pula
yang
ditabuhnya
dengan dipukul dengan pemukul dari kayu,
seperti
Guyonbulon di Banjaran, Bandung Selatan.
Tongtong atau
|
daerah
Sumenep,
Madura,
Tuk-tuk
biasa dignnakan
sebagai
bunyi-bunyian
pengiring
karapan Sapi, dilengkapi
dengan
Sronen,
semacam
terompet
yang
tabungnya
dibuat
dari
bambu
pula.
Tennong di Pangkajene,
Sulawesi,
adalah
sebuah alat
musik
bambu sederhana
pula, berbentuk bilahan bambu sebanyak
4
(empat)
buah,
dijajarkan
di
atas
paha pemainnya.
Dalam
hal
ini
paha berfungsi
sebagai penyangga
dan sekaligus
menjadi
resonator.
Alat musik
dari bambu
yang
mengalarni perkembangan
yang
wajar
adalah
suling.
Hampir
setiap
suku
bangsa
di
Indonesia
mengenal
dan
memiliki
suling dengan berbagai bentuk
dan
jenis,
serta
fungsi.
Contohnya
di Pasundan
terdapat semacam suling
yang
disebut
Surilit,
Taleot,
Hatong,
Hatong
Renteng,
Hatong
Sekaran, Elet, Calintu dan
Bangsing. Alat musik bambu
lainnya
yang mengalarni
berbagai pasang surut dalam perkembangannya
adalah
angklung.
2.1.3.3
Pasang Surut Angklung
Sejak
kapan
Angklung muncul
dan
berkembang,
merupakan pertanyaan
yang
tidak
dapat
dijawab
dengan
pasti.
Menurnt perkiraan
Dr.
Groneman,
sebelum
berkembangnya
pengaruh
Hindu di Indonesia
Angklung sudah
merupakan
alat
|
Jogjakarta,
Letterkundige Vehaldingen
der
Koninkl",
Akademi,
Jilid
XIX,
hal
4). Sebagai
alat
musik
pra
Hindu,
angklung
tidak
digambarkan pada
candi
Borobudur dan Prambanan.
Dalam
literatur kuno
pun
Daeng
Sutigna
tidak
menemukan.
Kekawin
Atjunawiwaha
yang
diperkirakan ditulis
sekitar tahun
1040
hanya
menyebut-nyebut
Sundari (semacam
erofon yang di Jawa
Barat dikenal
dengan
sebutan
Sondari,
di
Bali : Sundaren).
Calung yang
dewasa ini
terdapat di Jawa
Barat
dan Jawa Tengah,
disebut-sebut
dalam Inskripsi
Buwahan yang
diperkirakan dibuat
sekitar
tahun
1181.
Guntang,
alat
musik bambu
berdawai
yang penyebarannya
meliputi
Asia Tenggara sampai
Madagaskar, dan sampai
sekarang
di Bali tetap disebut
Guntang,
terdapat dalam Kekawin
Kidung
Sunda
yang diperkirakan
ditulis tidak lama setelah
tahun 1357.
Alat yang di Priangan disebut
Pancurendang,
di Jawa
Tengah
disebut
Bluntak, dan
di Bali
disebut Taluktak,
disebut-sebut
dalam Kekawin
Bharata Yuda.
Tongtong
atau kentongan bambu
disebut-sebut
dalam
Sundharmala
dengan
Pulkul,
dalam
Smaradhana
disebut Titiran, dan dalam
Bharata
Yudha
disebut
Kukulan. Baru dalam tulisan-tulisan kemudian seperti dalam
Serat Cebolang, angklung
disebut-sebut,
yaitu
waktu
melukiskan
saat
Mas
Cebolang
mempertunjukkan
keahliannya
menyanyi dan
|
(Anonim, 2007, Angldung Padaeng - disampaikan pada Seminar
Nasional Angklung di ITB, 26 Oktober 1989. www.angklung-web
institute.com)
2.1.4
Fungsi Angklung
Angklung
memiliki
peranan .dalam
masyarakat
Selain
untuk
mendukuug karawitan
tradisional,
berperan
pula
sebagai waditra
yang
mendukuug karawitan non tradisional.
2.1.4.1 Peranan
Angklung
dalam
Kehidupan
Tradisional
yaitu
Sebagai Sarana Upacara Merangkap
Sarana Hiburan.
a.
Bagi masyarakat agraris di
pedesaan yang masih memegang
teguh
tradisi leluhurnya
sampai sekarang
masih
menyelenggarakan
upacara-upacara
adat, di antaranya
"ngareueus pare"
yaitu
suatu
upacara
penaburan
benih di
ladang.
Sebelum
penaburan benih
tersebut
selalu
dilakukan
pesta
penghormatan
kepada
Dewi
Pohaci
(Dewi Padi).
Dalam
perayaan
itu
lazimnya
menampilkan
kesenian
yang disebut
angklung.
Seperti
yang
terdapat
eli Ciusul Banten.
b. Fungsi kesenian
angklung
sebagai sarana hiburan terlihat antara
lain
dalam pesta khitan,
perkawinan dan untuk
memeriahkan hari
ulang tahun kemerdekaan. Dalam kesempatan
itu angklung tidak
|
lainnya. Misalnya adu
angklung
yaitu
mengadu
kek:uatan dengan
jalan
saling
menabrakan
badannya
sambil
tidak
berhenti
menabub
dan
bagi yang
k:uat itulah
yang
menang.
2.1.4.2
Peranan Kesenian Angklung dalam
Kehidupan Modem
Saat ini angklung tidak hanya berfungsi
sebagai
alat
upacara saja,
melainkan
berfungsi
sebagai
alat
pertunjukan
seperti
angklung
Pa
Daeng
(angklung
diatonis).
Demikian
pula
dengan
angklung
lain (angklung
gubrak
dan dogdog lojor)
yang tidak
hanya
berfungsi
sebagai alat
upacara tradisional
tapi
juga
sebagai
sarana
hiburan dan
protokoler.
Sedangkan
fungsi angklung
dalam
karawitan adalah
sebagai
alat
untuk
memainkan gending.
(Subita, Adang.
(1985).
Skripsi : Tinjauan Deskriptif
Tentang
Cara Pembuatan
Angklung. Akademi Seni Tari Indonesia.
Bandung. Hal
10-11)
2.1.5
Tokoh
yang
Berpengaruh
2.1.5.1 Daeng
Sutigna
Beliau adalah
tokoh
angklung
modem
dari
tatar
Sunda.
Daeng Sutigna
membuat
angklung
diatonis yang
digubalmya
dari
angklung
pentatonis yang
tumbub dan
berkembang di
Indonesia.
Angklung
diatonis
dibuat oleh Daeng
Sutigna
pada tahun 1938.
|
pengemis
yang datang
ke
rumah Daeng di
Kabupaten
Kuningan
kemudian
memainkan
angk:lung
pentatonis.
Hati
Daeng Sutigna
tergetar
lalu
dibelilah
dna angklung
yang
menarik
perhatiannya
itu
dan
mengubahnya
menjadi
diatonis.
Namun
karena
Daeng
Sutigna
tidak mengerti
teknis membuat
angklung
maka dia
belajar
kepada
seorang
pakar angklung,
Djaya
Angklung diatonis berhasil dikreasikan oleh Daeng
Sutigna
ketika masih
menjadi pengajar
SMP di
Kuningan.
Permainan
musik
angklung
diatonis pertama
kalinya
diperkenalkan
Daeng
di
kalangan
anaka-anak pramuka
asuhannya.
Ketika beliau
pindah ke
Bandung, Daeng Sutigna
membuat
konser
angklung
yang
dikreasikannya dalam
acara
Konferensi
Asia-Afrika
tahun
1966 di Gedung Merdeka,
Bandung.
Sejak
itulah
pertunjukkan angklung
Daeng
Sutigna
melanglang
buana
Beliau
meninggal pada
8
April 1984
dan
mempunyai banyak
murid. Salah
satunya adalah
Udjo
Ngalagena.
2.1.5.2 Udjo
Ngalagena
Udjo Ngalagena
bercita-cita
untuk
melestarikan
kesenian
khas
daerah
Jawa
Barat,
alam
dan
lingkungannya Dengan
gotong
royong
sesama
warga
desa,
beliau
merintis Saung
Angklung Udjo
di desa Padasuka, Bandung,
tahun 1966. Di tempat
yang
|
bergembira
dengan
aneka
permainan
desa,
belajar
kesenian
daerah
dibawah
birnbingan
Udjo
Ngalagena.
Mang
Udjo-begitu
dia
biasa
dipanggil-tidak hanya
menguasai teknik
bermain
angklung,
tapi
juga
teknik
bermain
kecapi,
gamelan,
dan
lagu
Sunda.
Saung
Angklung
Udjo
memadukan
lingkungan
alam,
masyarakat,
anak-anak
dan
kesenian menjadi
satu
paket
kunjungan
wisata
budaya
yang
berdaya tarik
tinggi.
Saung
Angklung
Udjo
ibarat
"Monumen
Hidup".
Berbagai
jenis keseian
daerah
yang
di
daerah
asalnya
sudah
pudar
tertelan
jaman,
justru
di
Saung
Angklung
Udjo bisa
kita
saksikan
oleh
berbagai
kalangan setiap pertunjukan sore.
Mang Udjo
meninggal
pada
3
Mei
2001.
Saung Angklung
Udjo
kemudian
diteruskan
oleh
anak-anaknya
Visi
Saung
Angklung
Udjo
yaitu
sebagai
objek
Pariwisata
Seni
dan
Budaya
yang
memiliki
kepedulian dalam
pembinaan
dan
pelestarian seni
bersama
komunitas seniman Jawa
Barat,
khususnya
kesenian
angklung.
Disamping
itu
juga
menjadi
pusat
kajian,
pelatihan,
pagelaran
dari
industri
seni
musik
angklung
di
Indonesia.
Misi
Saung Angklung Udjo yaitu turut
berperan
aktif
secara bergotong
royong
dengan
masyarakat
sekitar
dan
komunitas
seniman
budayawan
Jawa
Barat dalam
mengembangkan
dan melestarikan
|
2.1.6
Jenis-jenis Angklung
1.
Angklung
Dogdog
Lojor
2.
Angklung
Badeng
3.
Angklung Badud
4.
Angklung Buncis
5.
Angklung
Sunda!Indonesia
2.2
Pemilihan Media
Media
yang
dipilih
sebagai
penunjang
proyek
Tugas
Akhir
kali
ini,
yaitu
berupa
buku.
Dalam
Kamus
Bahasa
Indonesia Kontemporer,
buku
adalah
lembar
kertas
yang
berjilid,
berisi
tulisan,
gambar,
atau
kosong.
Fungsi
buku
menurut
Surianto
Rustan
(Rustan
S.Sn,
Surianto.
(2008).
Layout :
Dasar
dan
Penerapannya.
PT.
Gramedia
Pustaka
Utama,
Jakarta.)
adalah
menyampaikan informasi
berupa
cerita,
pengetahuan,
laporan,
dll.
Buku
dapat
menampung
banyak
sekali
informasi, tergantung
jumlah
halaman yang dimilikinya.
|
![]() Anatomi Buku
\
·-...
\
.......
..--
I
ll
i
I
I
Anatomi
buku
secara umum :
front
rover··--
-
····
..........
·····-
\
rover:
doth. p pc'ror
prlntd pap«
tlntLssJu dto
theoutslck-oflh.:
book!UM Ilrlt
Is theume lm.:tSt"
.u
the dustj"kct
.....
..
..-····
-···· guttl.'l'·lhe nterorfokl
v. onu.ld<! /
:
--
I
.....
_
·---
pread: ,
two
r !ide by ski<!
..
-··
boddlap
(aathor Info)
I
bod:cover
ij
frontc:owr
I
I
II
I
dustjod
t! folduround book
·-
front nap
(l;ook ..ynopsis)
... end pap«:
ctn
Nplain, wloNdor printed
/at thebqinnllli'
and omd of the book 1 U$td to hold tile
piiGI in the book
Gambar2.1
Case cover
:
Sampul
buku,
terdiri
dari
sampul
depan
(front cover)
dan
sampul
belakang
(back
cover)
Spine
Gutter
Endpaper
:
Punggung buku
:
Lipatan tengah buku
:
Terdapat
diawal
dan
diakhir
halaman
buku.
Berfungsi
untuk
estetika dan
memisabkan sampul
dengan halaman isi
Dust jacket
:
Pelapis
cover
untuk
melindungi buku
dari
debu. Sisi
paling
kiri
flap
|
Sejarah Buku
Buku
merupakan salah
satu
penemuan
terbesar
umat
manusia
sehingga
gagasan
atau
ide
penting,
penemuan
baru,
dan
catatan sejarah
dapat
dijumpai
di
dalam
buku,
dan
catatan
sejarah
dapat
dijumpai
didalam
buku.
Sejarah
buku
telah
ada sejak
45
abad
yang
lalu.
Pada
awalnya
buku
terbuat
dari
bahan
sederhana,
seperti
daun
papyrus
dan
kulit
binatang. (Fidler,
Roger.
(2003).
Mediamorfosis.
Bentang
Budaya,
Jakarta. Hal
94)
Akan
tetapi buku
saat
ini
terbuat dari
bahan
kertas yang
melalui proses pencetakkan dan
penjilidan seperti
yang
telah kita
kenai.
Penemuan
buku
menyebabkan
peradaban
manusia
semakin
maju,
karena
media
ini
praktis dan
relatif
teljangkau,
dan
sangat
efektif
untuk
menyebarluaskan
serta
melestarikan
ilmu
pengetahuan
dan
catatan
sejarah
masa
lampau
dengan
jelas
dari
generasi ke
generasi.
JenisBuku
Media
buku
terdiri
dari
beragam
jenis,
diantaranya
jenis
fiksi
dan
non
fiksi.
Buku
fiksi
adalah
buku
yang
isinya
tidak
benar
teljadi
atau
hanya
karangan
belaka,
misalnya
komik,
novel,
buku
dongeng.
Sedangkan
buku
non
fiksi
adalah
buku
yang
isinya
benar
teljadi
sesuai
data
yang
otentik
dapat
dipertanggungjawabkan
penulisnya,
misalnya buku
pelajaran,
kamus, ensiklopedia,
buku
pengetahuan, dan lain
sebagainya.
Tahap
membuat buku
Pembuatan buku
biasanya
melalui beberapa
tahapan, yaitu
:
|
Menyunting
naskah (editing)
Menata naskah (layout)
-
Mencetak naskah
Menjilid buku
Naskah
dari
pengarang
atau
penulis
yang
telah
dikumpulkan
selanjutuya
akan
disunting
(proses
editing)
oleh
editor
(penyunting),
terutama
dari
segi
tata
bahasanya
Peran
editor
dalam
proses
penyuntingan
buku
sangat
penting.
Selain
memperbaiki
struktur
dan
tata
bahasa
naskah
dari
penulis,
editor
dapat
berperan
sebagai
korektor,
temtama
yang
menyangkut
kebenaran
atau
ketelitian
dalam
penyajian
data
atau
informasi
lain.
Tahap
selanjutuya
adalah
menata
naskah
sesuai
dengan
format
buku
yang
dikehendaki.
Pada
proses
ini
ditetapkan jenis
dan
ukuran
humf
dan
tata
perwajahannya
seperti
ilustrasi, gambar, grafik,
peta,
dan
foto.
Lalu
naskah dicetak
dan
dijilid. Dalam hal
ini
penulis melakukan proses pembuatan
buku
secara keseluruhan.
Bentuk, Ukuran,
dan
Proporsi Buku
Menurut
David
Dabner
dalam
buku beJjudul
"Desain
&
Layout :
Understanding
&
Using Graphics"
dalam
pemilihan
bentuk
&
ukuran
area
desain
yang
akan
dicetak,
serta
fungsi
ekonomis
dipengaruhi
pula
oleh
bentuk
dan
ukurannya
Sebuah
potongan
melengkung
yang
tidak
biasa
atau
bentuk-bentuk lainnya
yang
tidak
praktis
tentunya
akan
meningkatkan
biaya
produksi.
Selain
pertimbangan
ekonomis
ukuran
kertas,
fleksibilitas
mesin
cetak
hingga
akhir
harga
buku; ukuran
buku
juga
|
serta untuk
siapa ditujukan.
Penjilidan
Penjilidan
buku
mendukung
nilai
fungsi dan
dramatisasi
penampilan
keseluruhan
dari
suatu
buku, serta
mempengaruhi
harga
jual
buku.
Macam-macam
penjilidan :
1. Perfect
binding
(Jilid
!em)
2.
Saddle-stitch binding
(Jilid
kawat tengah)
3. Case
binding
(Jilid
hardcover)
4. Side-stitch binding
(Jilid kawat samping)
5. Screw
and post binding
(Jilid
baut)
6. Tape
binding
7.
Plastic
comb
binding
8. Ring
binding
9.
Spiral &
double-loop wire
binding
2.3
Khalayak Sasaran
2.3.1
Sasaran Primer
Yang
menjadi
target audience
dari
buku
angklung
ini
adalah :
1.
Demografi
-
Laki-laki dan
perempuan
Umur
21
keatas (dewasa)
|
kehidupannya sudah
mencukupi.
2. Geografi
Tinggal
di
kota
besar
di
Indonesia (Bandung,
Jakarta,
Surabaya,
Yogyakarta,
Denpasar, Medan,
Batam,
Padang,
Palembang,
Samarinda, Manado,
Makassar)
3. Psikografi
Laki-laki/perempuan
mandiri yang senang dan
memiliki kepedulian
terhadap kebudayaan tradisional Indonesia.
2.3.2
Sasaran Sekunder
Pengunjung Saung
Angklung
Udjo
di
Padasuka,
Bandung, yang
ingin
membawa
cinderamata
yang bisa menjadi
sarana edukasi untuk dirinya
dan keluarganya.
|
![]() 2.4
Buku Pembanding
1.
Gambar2.2
Judul
Penulis
Penerbit
:
WADITRA Mengenal Alat-Alat Kesenian
Daerah Jawa Barat
:
Drs. Ubun
Kubarsah
:
CV. Beringin Sakti,
Bandung
Tahun
Terbit : 1994
Harga
:
Rp 15.000,-
(loak)
Buku ini membahas tentang 20 alat-alat
kesenian
Jawa Barat, termasuk
angklung.
Pada
pembahasan
mengenai angklung di
halaman 58,
uraiannya sangat
singkat dan kurang mendalam.
Kertas dari buku tersebut sudah menguning dan
visualnya kurang
menarik. Namun
secara
keseluruhan cukup
informatif.
|
![]() 2.
Judul
Penulis
Penerbit
Gambar2.3
:
Angklung di Jawa Barat,
Sebuah
Perbandingan
:
Juju Masunah,
Rita Milyartini, Oya Yukarya, Uus Karwati,
Deni
Hermawan
:
Pusat
Penelitian
dan
Pengembangan
Pendidikan
Seni
Tradisional Universitas Pendidikan Indonesia, Bandung
Tahun
Terbit : 2003
Harga
:
Rp
200.000,-
Buku
ini
membahas
tentang angklung secara
dalam dan terperinci karena sudah
melalui penelitian yang cukup lama bekerja sama dengan Ford Foundation
dan
Pusat
Penelitian dan
Pengembangan
Pendidikan Seni
Tradisional
Universitas Pendidikan
Indonesia (P4ST UPI) Bandung.
Namun sayang, dari
segi
visual cukup membosankan
|
institusi pendidikan,
dan peneliti.
Buku ini
banya bisa
didapatkan
di
P4ST UPI
Bandung.
Dijual dalam bentuk: paketan yang
terdiri dari: 2 (dua) buah buku
(Angklung
di
Jawa
Barat;
Metodologi
Pengajaran
Angklung),
1
(satu) buah CD Lagu-lagu
yang
dibawakan
dengan angklung,
1 (satu) buah
VCD pertunjukan
angklung,
dan 3
(tiga)
paket kartu
pos
untuk: pengajaran
di kelas yang
berisi
visual
fungsi dan
macam-macam
angklung.
2.5
Analisa
SWOT
o
Strength
-
Angklung
merupakan
alat musik
yang
mudah
untuk:
dimainkan,
asalkan
si
pemain
mau berkonsentrasi
mengikuti
panduan
komando dirijen.
-
Bermain angklung
memupuk
rasa kebersamaan
dan
membentuk:
rasa kepedulian
sosial kareua
memainkan
angklung harus beramai-ramai.
-
Memperoleh angklung
tidak sulit, kareua bahan bakunya
(bambu) tersebar
dimana-mana
o
Weakness
-
Angklung mudah terkena
hama jika jarang dimainkan
yang
dapat
mempengaruhi kualitas
suara
Gadi sumbang).
-
Sedikit literatur
yang membahas
tentang angklung
secara
dalam
dan terperinci.
|
visual kurang menarik karena buku
tua.
Sedikitnya saung-saung tempat
pelatihan angklung. Kurangnya
tokoh-tokoh
yang
mengerti
angklung
secara
dalam. Jika
pun
ada
tokoh
tersebut
bersifat lokal.
o
Opportunity
Mudahnya
permainan
angklung
memberi
peluang
bagi
siapa
saja
untnk
bisa
memainkannya
Bisa
juga
menjadi
ajang
diplomasi budaya dan
pariwisata ke
luar
negeri.
Sedikitnya
literatur
tentang
angklung
di
pasaran
bebas
memberi
peluang
bagi siapa
saja
untnk
menerbitkan
literatur
yang
lebih lengkap
dan
disukai publik.
Angklung
dapat
dijadikan
daya
tarik
bagi
turis
asing
mengenal
kesenian
Jawa
Barat sehingga Indonesia
tidak
dikenal
dengan Bali
saja
o
Threat
-
Kurangnya minat generasi muda terhadap seni
angklung.
Angklung
yang
banyak
beredar sekarang
adalah
angklung
modifikasi
(diatonis)
dikhawatirkan justru
akan
menggerus
angklung tradisional
(pentatonis).
-
Angklung bermula dari tanaman
bambu yang
banyak terdapat
di
Asia
Tenggara
Jika
tidak
segera
dibuat
database
kebudayaan
Jawa
Barat
dikhawatirkan
akan
di
akui
sebagai
|
![]() 2.6
Data
penerbit
R
&
W
Publishing
Gambar2.4
Red
&
White
Publishing
adalah
penerbit
lokal
yang
memiliki
jaringan
intemasional
yang
fokus
terhadap
penerbitan
buku
visual khnsusnya
mengenai
tema
lokal
Indonesia.
Red
&
White
membawa semangat 'merah-putih'
ke dunia
intemasional
untuk
mempromosikan
tentang
sejarah dan
kebudayaan
Indonesia.
R
&
W dikenal
sebagai
penerbit
buku
dengan
kualitas
yang
memuaskan,
baik
dari
segi
isi
buku,
desain,
dan produksi.
|