BAB2
DATA DAN  ANALISA
2.1 
Somber Data
Sumber  data
dan  informasi untuk
mendukung 
proyek  Tugas  Akhir  ini
diperoleh
dari sumber-sumber sebagai
berikut :
1.  
Literatur
Pencarian 
data  melalui 
buku, 
catatan, 
artikel 
di
website 
yang 
ada
hubungannya dengan
materi
yang
diangkat,
yaitu
mengenai
sejarah
dan
perkembangan angklung
di Indonesia
khususnya
di Jawa Barat.
2.   Observasi
Melihat
secara
langsung
proses pembuatan
angklung,
menonton
pertunjukan
angklung  di Saung
Angklung
Udjo,
Padasuka,  Bandung
dan
memotret  untuk
mengambil  gambar-gambar yang diperlukan.
3.
Wawancara
Wawancara
dengan
narasumber
dari
pihak
terkait
yang
mengerti
dan paham
tentang 
angklung. 
Untuk 
pencarian   data-data 
dengan 
metode 
wawancara,
data  yang 
diperoleh   hanya 
merupakan   data  kuantitatif,   bukan 
kualitatif,
hanya
merupakan pendapat  pribadi,
opini,
dan pengalaman  dari
perorangan,
tidak bersifat ilmiah.
  
Setelah 
data  
terkumpul 
dilakukan 
pengolahan 
data,  
yaitu   
melalui 
proses
pengeditan
dan 
analisa
Pada 
proses
pengeditan,
data 
yang 
sudah
terkumpul
diperiksa
kembali
untuk
disesuaikan. dan 
dipisahkan
mana 
data 
yang 
dapat 
dipergunakan
untuk
mendukung 
proyek 
tugas 
akhir.
Proses 
selanjutnya 
menganalisa, 
yaitu  
data  
sudah
terpilih
kemudian
diolah
dan 
diambil
kesimpulan
yang 
berkaitan dengan
masalah
yang
dihadapi sebagai dasar 
dalam
mengambil keputusan.
Hasil 
rangkuman pencarian data
adalah sebagai berikut :
2.1.1
Pengertian Istilah
a. 
Kamus Basa Sunda
Angklung
adalah  serupa  tatabeuhan
tina
awi  nu
sorana  ngurulung 
sun
digedag-gedagkeun.
"Angklung
adalah
alat
tabuh yang 
terbuat
dari 
bambu,
suaranya
nyaring
dimainkan dengan
digoyang-goyangkan."
((1980).
Kamus
Umum  Basa Sunda.
Tarate, Bandung. Hal19)
b.  
Menurut  pengertian  umum
masyarakat,  angklung adalah karawitan
yang  
terbuat 
dari  
bambu 
baik  
itu   angklung 
tradisional 
(pentatonis)
ataupun 
angklung
nontradisional
(diatonis),
membunyikannya
dengan
cara
digoyang-goyangkan.
(Atmadibrata,
Atik 
Soepardi   BA, 
Enoch 
(1977).
Khasanah
Kesenian
Jawa  Barat PT.
Pelita
Masa, BandUng.
Hal14)
  
2.1.2 
Pengertian Karawitan dan
Waditra
Karawitan
adalah seni 
musik
tradisional
yang 
terdapat
di
seluruh
wilayah
etnik 
Indonesia 
Sedangkan
waditra
adalah
sebutan
untuk
alat­
alat 
bunyi 
yang 
lazim
dipergunakan
sebagai alat 
musik
tradisional
pengiring
karawitan.
Waditra
biasa 
disebut
alat
tetabuhan
atau 
iustrumen.
Dalam   
pengertian  
ini,  
terbatas 
pada  
alat-alat   bunyi   
yang   
biasa
dipergunakan 
sebagai  alat  
musik
tradisional
Sunda.
Untuk
mengenal
waditra, 
dapat 
dilihat 
dari  
fungsi 
dan 
kegunaannya, 
yaitu   
dengan
mengenal
proses pembentukan, permainan
dan
penyajiannya.
Setiap
jenis
waditra
mempunyai
nama-nama
tersendiri. Yang 
disebut
waditra
antara
lain:
Kecapi,
Suling,
Terompet,
Rehab, Tarawangsa,
Kendang,
Dogdog,
Rebana,
Goong,
Angklung,
Calung, Saron,
Bonang,
Gamelan Degung,
Gamelan Salendro Pelog.
(R, Drs.
Ubun
Kubarsah. (1994).
Waditra Mengenal Alat-Alat Kesenian
Daerah Jawa Barat.
CV.
Beringin Sakti,
Bandung. Hall)
2.1.3 
Sejarah Angklung
Sejak
kapan
angklung
mulai 
ada
atau 
digunakan
oleh 
masyarakat
sebagai
alat 
musik
dalam
kehidupan
mereka
di
tanah
Pasundan
agaknya
sulit 
untuk
mendapatkan jawabannya
yang 
menunjuk
angka
tahun
secara
pasti.
Sehubungan
dengan
minimnya
sumber
tertulis
mengenai
hal 
itu.
Bisa
kita
analogikan saja  bahwa angklung telah 
digunakan seusia dengan
  
sehari-hari.
Penggunaan 
bambu   bagi 
sebagian   besar 
masyarakat
kita
sudah 
menjadi 
bagian 
yang  tidak 
dapat 
dipisahkan
dengan 
kehidupan
sehari-hari karena
keserbagunaannya.
2.1.3.1 Bambu
Indonesia
negara   tercinta   adalah 
sebuah 
negara 
dimana
bambu  tumbuh  dimana-mana, mulai
dari
Sabang  di
sebelah  barat
hingga 
Merauke
di  sebelah  timur.  Untuk 
itu  tidak  aneh  apabila
dikatakan  bambu   tidak   dapat   dipisahkan 
dari   kehidupan
kita
sehari-hari. 
Pemah 
suatu   ketika   seorang  
asing  
yang  
pemah
mengunjungi berbagai  tempat  di
Indonesia berkata  bahwa
bangsa
Indonesia 
merupakan
bangsa 
yang 
aneh 
karena 
mereka
membangun 
rumah    mereka    dari  
bambu,    mulai  
dari  
lantai,
dinding,  atap,  tiang,  peralatan 
dapur,  dan  kebutuhan
sehari-hari
semua 
dari 
bambu, 
bahkao 
makanan
pun, 
mereka 
makan 
dari
bambu
pula
(rebung).
Bahkao dalam 
merebut, 
membela 
dan
mempertahankan
negara   dari 
tangan  
penjajah,
"bambu"
berperan   andil 
(bambu
runcing)
dan
malah
sampai
meninggal
pun bambu
masih
berperan
penting
sebagai
usungan
jenazah.
Hal
lain yang
menarik,
bahwa
Indonesia
pun  pandai 
membuat   alat 
musik  sendiri 
terbuat 
dari
bambu
(suling,  calung,
gunsang,  celempung, rengkong,  angklung,
  
2.1.3.2
Masa Lalu
Musik
Angklung
Sejak  kapan  timbulnya
alat  musik  angklung 
yang  dibuat
dari  bambu 
di  Indonesia
tidak 
terdapat   keterangan
yang 
jelas.
Beberapa ahli, seperti
J. Kunst  (Mr. J dan C.J. A Kunst
''Musical
Exploration
in  the  Indian  Archipelago"
dalam 
Asiatic 
Review,
Oktober  1936,  hal.
814
dan  Will  G.
Gilbert  Muziek  uit
Oost-en
West, Inleiding  tot de Inhemsche Muziek
van Nederlandsch Oost­
en  West  India, 
(tidak 
bertahun   hal.  9-10) 
berpendapat,
bahwa
beberapa   bentuk  alat 
musik 
bambu 
berasal 
dari  masa 
sebelum
adanya
pengaruh Hindu.
Manusia   sebagai 
makhluk  
yang 
berakal, 
bagaimanapun
juga
sederhananya,
dalam 
mencukupi
hajat
kebutuhannya,
nenek
moyang  bangsa
Indonesia
sejak
zaman
purba
telah
memanfaatkan
bahan
yang
mudah
didapat
dan dibuat
alat,
yaitu bambu.
Perubahan
bentuk  dan  peningkatan
mutu  alat-alat 
musik
dari
bambu  tampak  sangat  lamban,  bahkan  ada
yang
sama
sekali
tidak
mengalami
perubahan.Di beberapa
daerah dewasa
ini
masih
terdapat  alat
musik  dari
bambu 
yang
hanya
berupa
ruasan
bambu
yang  dibunyikan
dengan 
cara
ditumbuk-tumbukkan
pada  sebuah
papan, 
seperti 
Garantang   di  Tohpati   Kasiman,
Bali.  Ada  pula
yang 
ditabuhnya
dengan   dipukul   dengan   pemukul   dari  kayu,
seperti
Guyonbulon di Banjaran, Bandung  Selatan.
Tongtong  atau
  
daerah  
Sumenep, 
Madura,  
Tuk-tuk  
biasa   dignnakan 
sebagai
bunyi-bunyian  
pengiring  
karapan     Sapi,    dilengkapi   
dengan
Sronen, 
semacam 
terompet 
yang 
tabungnya
dibuat 
dari 
bambu
pula.
Tennong  di Pangkajene,
Sulawesi,
adalah
sebuah  alat
musik
bambu   sederhana 
pula,   berbentuk   bilahan   bambu   sebanyak
4
(empat) 
buah, 
dijajarkan
di
atas
paha  pemainnya.
Dalam 
hal
ini
paha    berfungsi  
sebagai    penyangga  
dan    sekaligus  
menjadi
resonator.
Alat  musik 
dari  bambu 
yang 
mengalarni   perkembangan
yang
wajar
adalah
suling.
Hampir
setiap
suku
bangsa
di
Indonesia
mengenal
dan
memiliki 
suling  dengan  berbagai  bentuk
dan
jenis,
serta 
fungsi. 
Contohnya
di  Pasundan
terdapat   semacam   suling
yang 
disebut 
Surilit, 
Taleot, 
Hatong, 
Hatong 
Renteng, 
Hatong
Sekaran,  Elet,  Calintu  dan
Bangsing.  Alat  musik  bambu 
lainnya
yang  mengalarni
berbagai  pasang  surut  dalam  perkembangannya
adalah
angklung.
2.1.3.3
Pasang Surut Angklung
Sejak 
kapan 
Angklung   muncul 
dan 
berkembang,
merupakan pertanyaan
yang
tidak
dapat
dijawab 
dengan
pasti.
Menurnt    perkiraan 
Dr.  
Groneman, 
sebelum  
berkembangnya
pengaruh
Hindu  di  Indonesia
Angklung   sudah 
merupakan
alat
  
Jogjakarta,
Letterkundige Vehaldingen
der
Koninkl",
Akademi,
Jilid
XIX,
hal
4). Sebagai
alat
musik
pra
Hindu,
angklung
tidak
digambarkan pada
candi
Borobudur dan Prambanan.
Dalam 
literatur   kuno 
pun 
Daeng  
Sutigna 
tidak
menemukan.
Kekawin 
Atjunawiwaha
yang
diperkirakan ditulis
sekitar   tahun 
1040 
hanya 
menyebut-nyebut
Sundari   (semacam
erofon  yang  di  Jawa 
Barat  dikenal 
dengan 
sebutan 
Sondari, 
di
Bali : Sundaren).
Calung  yang
dewasa  ini
terdapat  di Jawa
Barat
dan  Jawa  Tengah, 
disebut-sebut
dalam  Inskripsi 
Buwahan  yang
diperkirakan dibuat
sekitar
tahun
1181.
Guntang,
alat
musik bambu
berdawai
yang penyebarannya
meliputi
Asia Tenggara sampai
Madagaskar, dan sampai
sekarang
di  Bali  tetap  disebut 
Guntang, 
terdapat  dalam  Kekawin 
Kidung
Sunda 
yang  diperkirakan
ditulis  tidak  lama  setelah 
tahun  1357.
Alat  yang  di  Priangan   disebut 
Pancurendang,
di  Jawa 
Tengah
disebut  
Bluntak,   dan 
di   Bali 
disebut   Taluktak, 
disebut-sebut
dalam  Kekawin 
Bharata  Yuda.
Tongtong
atau  kentongan  bambu
disebut-sebut
dalam 
Sundharmala
dengan 
Pulkul, 
dalam
Smaradhana
disebut  Titiran,  dan  dalam 
Bharata 
Yudha 
disebut
Kukulan.   Baru   dalam   tulisan-tulisan  kemudian   seperti   dalam
Serat  Cebolang,  angklung
disebut-sebut,
yaitu
waktu
melukiskan
saat
Mas
Cebolang
mempertunjukkan
keahliannya
menyanyi  dan
  
(Anonim, 2007, Angldung Padaeng - disampaikan pada Seminar
Nasional Angklung di ITB, 26 Oktober 1989. www.angklung-web­
institute.com)
2.1.4 
Fungsi Angklung
Angklung 
memiliki
peranan .dalam
masyarakat
Selain
untuk
mendukuug karawitan
tradisional,
berperan 
pula
sebagai  waditra
yang
mendukuug karawitan non tradisional.
2.1.4.1 Peranan 
Angklung 
dalam
Kehidupan 
Tradisional  
yaitu
Sebagai Sarana Upacara Merangkap
Sarana Hiburan.
a.  
Bagi   masyarakat  agraris   di 
pedesaan   yang   masih   memegang
teguh 
tradisi        leluhurnya     
sampai        sekarang       
masih
menyelenggarakan 
upacara-upacara    
adat,      di      antaranya
"ngareueus pare"
yaitu
suatu
upacara
penaburan
benih di
ladang.
Sebelum
penaburan benih
tersebut 
selalu
dilakukan 
pesta
penghormatan
kepada
Dewi
Pohaci
(Dewi  Padi).
Dalam
perayaan
itu  
lazimnya 
menampilkan 
kesenian  
yang   disebut  
angklung.
Seperti
yang
terdapat
eli Ciusul Banten.
b.   Fungsi  kesenian 
angklung
sebagai  sarana  hiburan  terlihat  antara
lain
dalam  pesta khitan,
perkawinan dan untuk
memeriahkan hari
ulang  tahun  kemerdekaan. Dalam  kesempatan
itu angklung tidak
  
lainnya.  Misalnya  adu
angklung
yaitu 
mengadu
kek:uatan dengan
jalan
saling
menabrakan
badannya
sambil
tidak
berhenti 
menabub
dan
bagi yang
k:uat itulah
yang
menang.
2.1.4.2
Peranan Kesenian Angklung dalam
Kehidupan Modem
Saat   ini angklung tidak   hanya   berfungsi  
sebagai  
alat
upacara  saja,
melainkan
berfungsi
sebagai
alat
pertunjukan
seperti
angklung
Pa
Daeng 
(angklung
diatonis).
Demikian
pula 
dengan
angklung
lain  (angklung
gubrak 
dan  dogdog   lojor) 
yang  tidak
hanya
berfungsi
sebagai  alat
upacara  tradisional
tapi
juga
sebagai
sarana
hiburan  dan
protokoler.
Sedangkan
fungsi  angklung
dalam
karawitan adalah
sebagai
alat
untuk
memainkan gending.
(Subita,   Adang. 
(1985). 
Skripsi  :  Tinjauan  Deskriptif 
Tentang
Cara   Pembuatan  
Angklung.   Akademi   Seni    Tari   Indonesia.
Bandung. Hal
10-11)
2.1.5 
Tokoh
yang
Berpengaruh
2.1.5.1 Daeng
Sutigna
Beliau  adalah 
tokoh 
angklung
modem
dari 
tatar 
Sunda.
Daeng  Sutigna
membuat
angklung
diatonis  yang
digubalmya
dari
angklung
pentatonis yang
tumbub dan
berkembang di
Indonesia.
Angklung
diatonis
dibuat  oleh  Daeng 
Sutigna
pada  tahun  1938.
  
pengemis
yang  datang 
ke
rumah  Daeng  di
Kabupaten
Kuningan
kemudian
memainkan
angk:lung
pentatonis.
Hati 
Daeng  Sutigna
tergetar 
lalu 
dibelilah
dna  angklung
yang 
menarik 
perhatiannya
itu 
dan 
mengubahnya
menjadi 
diatonis.
Namun 
karena 
Daeng
Sutigna 
tidak   mengerti  
teknis   membuat  
angklung  
maka   dia
belajar
kepada
seorang
pakar angklung,
Djaya
Angklung   diatonis    berhasil    dikreasikan   oleh    Daeng
Sutigna    
ketika   masih  
menjadi   pengajar  
SMP   di 
Kuningan.
Permainan  
musik  
angklung  
diatonis   pertama  
kalinya
diperkenalkan 
Daeng  
di 
kalangan  
anaka-anak  pramuka
asuhannya.
Ketika   beliau 
pindah   ke 
Bandung,   Daeng   Sutigna
membuat 
konser 
angklung
yang
dikreasikannya dalam 
acara
Konferensi  
Asia-Afrika  
tahun   
1966    di    Gedung    Merdeka,
Bandung.
Sejak
itulah
pertunjukkan angklung
Daeng
Sutigna
melanglang
buana 
Beliau  
meninggal  pada 
8
April   1984 
dan
mempunyai banyak
murid. Salah
satunya adalah
Udjo
Ngalagena.
2.1.5.2 Udjo 
Ngalagena
Udjo  Ngalagena
bercita-cita
untuk 
melestarikan
kesenian
khas
daerah
Jawa
Barat,
alam
dan
lingkungannya Dengan
gotong
royong
sesama
warga
desa,
beliau
merintis Saung
Angklung Udjo
di   desa   Padasuka,    Bandung, 
tahun    1966.   Di   tempat  
yang
  
bergembira 
dengan 
aneka 
permainan 
desa,   
belajar   
kesenian
daerah
dibawah
birnbingan
Udjo 
Ngalagena.
Mang
Udjo-begitu
dia  
biasa  
dipanggil-tidak   hanya
menguasai teknik
bermain
angklung,
tapi 
juga 
teknik
bermain
kecapi,
gamelan,
dan 
lagu
Sunda.
Saung   
Angklung 
Udjo  
memadukan 
lingkungan 
alam,
masyarakat, 
anak-anak 
dan  
kesenian  menjadi 
satu 
paket
kunjungan
wisata
budaya
yang 
berdaya tarik
tinggi.
Saung
Angklung
Udjo 
ibarat
"Monumen
Hidup".
Berbagai
jenis  keseian
daerah
yang 
di
daerah
asalnya
sudah
pudar
tertelan
jaman,
justru
di  
Saung 
Angklung 
Udjo    bisa  
kita  
saksikan 
oleh  
berbagai
kalangan setiap pertunjukan sore.
Mang  Udjo
meninggal
pada
3
Mei
2001.
Saung Angklung
Udjo   
kemudian 
diteruskan 
oleh   
anak-anaknya
Visi 
Saung
Angklung
Udjo 
yaitu 
sebagai
objek 
Pariwisata
Seni 
dan 
Budaya
yang 
memiliki
kepedulian dalam
pembinaan
dan 
pelestarian seni
bersama 
komunitas  seniman  Jawa  
Barat, 
khususnya 
kesenian
angklung.
Disamping
itu 
juga  
menjadi
pusat  
kajian,  
pelatihan,
pagelaran
dari 
industri
seni
musik
angklung
di 
Indonesia.
Misi
Saung Angklung Udjo  yaitu  turut 
berperan
aktif
secara bergotong
royong  
dengan 
masyarakat
sekitar 
dan  
komunitas 
seniman
budayawan
Jawa 
Barat dalam 
mengembangkan
dan  melestarikan
  
2.1.6
Jenis-jenis Angklung
1.  
Angklung
Dogdog
Lojor
2.
Angklung
Badeng
3.
Angklung Badud
4.
Angklung Buncis
5.  
Angklung
Sunda!Indonesia
2.2
Pemilihan Media
Media
yang 
dipilih
sebagai
penunjang
proyek
Tugas
Akhir
kali 
ini,
yaitu 
berupa
buku.
Dalam
Kamus 
Bahasa 
Indonesia  Kontemporer,
buku 
adalah
lembar
kertas
yang
berjilid,
berisi  
tulisan,
gambar,
atau  
kosong.
Fungsi
buku  
menurut
Surianto
Rustan
(Rustan
S.Sn,
Surianto.
(2008).
Layout   :
Dasar 
dan 
Penerapannya.
PT. 
Gramedia
Pustaka
Utama,
Jakarta.)
adalah
menyampaikan informasi
berupa
cerita,
pengetahuan,
laporan, 
dll.  
Buku 
dapat  
menampung 
banyak 
sekali  
informasi,  tergantung
jumlah
halaman yang  dimilikinya.
  
Anatomi Buku
\
·-...
\
.......
..--
I
ll 
i
I
I
Anatomi
buku 
secara umum :
front
rover··--••••••• 
-
····
..........
·····-
\
rover:
doth. p pc'ror
prlntd pap«
tlntLssJu dto
theoutslck-oflh.:
book!UM •Ilrlt
Is theume lm.:tSt"
.u
the dustj"kct
.....
 
..
..-····
••-····  guttl.'l'·lhe nterorfokl
v. onu.ld<! /
:
--
.....
_
·---
••••    •pread:  ,•••
two
r•• !ide by ski<!
..
-··
boddlap
••
(aathor Info)
I
bod:cover
ij
frontc:owr
I
I
II
I
dustjod
t! folduround book
·- 
front nap
(l;ook ..ynopsis)
...      end pap«:
ctn
Nplain, wloNdor printed
/at thebqinnllli'
and omd of the book 1 U$td to hold tile
piiGI in the book
Gambar2.1
Case cover 
:
Sampul 
buku,  
terdiri 
dari  
sampul 
depan 
(front   cover)  
dan
sampul
belakang
(back
cover)
Spine
Gutter
Endpaper
:
Punggung buku
:
Lipatan tengah buku
:
Terdapat
diawal
dan 
diakhir
halaman
buku.
Berfungsi
untuk
estetika dan
memisabkan sampul
dengan halaman isi
Dust jacket 
:
Pelapis
cover
untuk
melindungi buku 
dari
debu. Sisi 
paling
kiri
flap
  
Sejarah Buku
Buku
merupakan salah 
satu 
penemuan
terbesar
umat 
manusia
sehingga
gagasan
atau
ide
penting,
penemuan
baru,
dan
catatan sejarah
dapat
dijumpai
di
dalam
buku,
dan
catatan
sejarah
dapat
dijumpai
didalam
buku.
Sejarah
buku
telah 
ada sejak
45
abad
yang
lalu. 
Pada 
awalnya
buku 
terbuat
dari 
bahan
sederhana,
seperti
daun 
papyrus
dan 
kulit
binatang. (Fidler,
Roger.
(2003).
Mediamorfosis.
Bentang 
Budaya,
Jakarta.  Hal 
94)
Akan 
tetapi buku 
saat
ini
terbuat dari 
bahan 
kertas yang
melalui proses pencetakkan dan
penjilidan seperti
yang
telah kita
kenai.
Penemuan
buku 
menyebabkan
peradaban
manusia
semakin
maju,
karena
media
ini
praktis dan  
relatif 
teljangkau, 
dan  
sangat 
efektif
untuk
menyebarluaskan
serta
melestarikan
ilmu  
pengetahuan
dan 
catatan
sejarah
masa
lampau
dengan
jelas  
dari
generasi ke
generasi.
JenisBuku
Media
buku 
terdiri
dari 
beragam
jenis,
diantaranya
jenis 
fiksi 
dan 
non 
fiksi.
Buku
fiksi 
adalah
buku 
yang 
isinya
tidak
benar 
teljadi 
atau 
hanya
karangan
belaka,
misalnya
komik,
novel,
buku
dongeng.
Sedangkan
buku 
non 
fiksi 
adalah
buku 
yang
isinya
benar 
teljadi
sesuai
data 
yang 
otentik
dapat 
dipertanggungjawabkan
penulisnya,
misalnya buku 
pelajaran,
kamus, ensiklopedia,
buku 
pengetahuan, dan  lain
sebagainya.
Tahap
membuat buku
Pembuatan buku 
biasanya
melalui beberapa
tahapan, yaitu
:
  
Menyunting
naskah (editing)
Menata naskah (layout)
-
Mencetak naskah
Menjilid buku
Naskah
dari
pengarang
atau 
penulis
yang 
telah 
dikumpulkan 
selanjutuya
akan
disunting
(proses
editing)
oleh 
editor
(penyunting),
terutama
dari
segi 
tata 
bahasanya
Peran
editor  
dalam
proses 
penyuntingan
buku  
sangat 
penting.
Selain 
memperbaiki
struktur
dan 
tata 
bahasa
naskah
dari
penulis,
editor
dapat 
berperan
sebagai
korektor,
temtama 
yang  
menyangkut 
kebenaran 
atau  
ketelitian 
dalam 
penyajian 
data  
atau
informasi
lain. 
Tahap
selanjutuya
adalah
menata
naskah
sesuai
dengan
format
buku
yang  
dikehendaki.
Pada  
proses
ini
ditetapkan jenis 
dan  
ukuran
humf  
dan 
tata
perwajahannya
seperti
ilustrasi, gambar, grafik,
peta,
dan
foto.
Lalu 
naskah dicetak
dan
dijilid. Dalam hal
ini
penulis melakukan proses pembuatan
buku
secara keseluruhan.
Bentuk, Ukuran,
dan
Proporsi  Buku
Menurut  
David   
Dabner   
dalam  
buku     beJjudul
"Desain
Layout :
Understanding
&
Using  Graphics"
dalam
pemilihan
bentuk
&
ukuran
area 
desain
yang
akan  
dicetak,
serta
fungsi 
ekonomis
dipengaruhi
pula 
oleh  
bentuk
dan  
ukurannya
Sebuah
potongan
melengkung
yang 
tidak
biasa 
atau 
bentuk-bentuk lainnya
yang 
tidak
praktis
tentunya
akan
meningkatkan
biaya 
produksi.
Selain
pertimbangan
ekonomis
ukuran
kertas,
fleksibilitas
mesin
cetak  
hingga
akhir 
harga
buku;   ukuran
buku 
juga
  
serta  untuk 
siapa ditujukan.
Penjilidan
Penjilidan 
buku  
mendukung 
nilai  
fungsi  dan 
dramatisasi 
penampilan
keseluruhan
dari  
suatu  
buku,   serta  
mempengaruhi
harga
jual  
buku.
Macam-macam
penjilidan :
1.   Perfect
binding
(Jilid
!em)
2.  
Saddle-stitch binding
(Jilid 
kawat tengah)
3.   Case
binding
(Jilid 
hardcover)
4.   Side-stitch binding
(Jilid  kawat samping)
5.   Screw
and post binding
(Jilid 
baut)
6.   Tape
binding
7. 
Plastic
comb
binding
8.   Ring
binding
9.  
Spiral &
double-loop wire
binding
2.3 
Khalayak Sasaran
2.3.1 
Sasaran Primer
Yang 
menjadi
target audience
dari
buku 
angklung
ini
adalah :
1.  
Demografi
-
Laki-laki dan
perempuan
Umur
21
keatas (dewasa)
  
kehidupannya sudah
mencukupi.
2.   Geografi
Tinggal 
di
kota
besar
di
Indonesia (Bandung, 
Jakarta, 
Surabaya,
Yogyakarta, 
Denpasar,  Medan,  
Batam,  
Padang,  
Palembang,
Samarinda, Manado,
Makassar)
3.   Psikografi
Laki-laki/perempuan
mandiri  yang  senang  dan
memiliki  kepedulian
terhadap kebudayaan tradisional Indonesia.
2.3.2 
Sasaran Sekunder
Pengunjung Saung
Angklung 
Udjo
di
Padasuka, 
Bandung,  yang
ingin
membawa
cinderamata
yang  bisa  menjadi 
sarana  edukasi  untuk  dirinya
dan keluarganya.
  
2.4 
Buku Pembanding
1.
Gambar2.2
Judul
Penulis
Penerbit
:
WADITRA Mengenal  Alat-Alat  Kesenian
Daerah Jawa Barat
:
Drs. Ubun
Kubarsah
:
CV. Beringin  Sakti,
Bandung
Tahun
Terbit    : 1994
Harga 
:
Rp 15.000,-
(loak)
Buku   ini membahas tentang   20   alat-alat  
kesenian  
Jawa   Barat,   termasuk
angklung. 
Pada 
pembahasan 
mengenai   angklung   di 
halaman   58, 
uraiannya   sangat
singkat   dan kurang   mendalam.
Kertas   dari   buku   tersebut   sudah   menguning  dan
visualnya kurang
menarik. Namun
secara
keseluruhan cukup
informatif.
  
2.
Judul
Penulis
Penerbit
Gambar2.3
:
Angklung  di Jawa Barat,
Sebuah
Perbandingan
:
Juju Masunah,
Rita Milyartini, Oya Yukarya,  Uus Karwati,
Deni
Hermawan
:
Pusat 
Penelitian 
dan 
Pengembangan
Pendidikan
Seni
Tradisional Universitas Pendidikan Indonesia,  Bandung
Tahun
Terbit    : 2003
Harga
:
Rp
200.000,-
Buku
ini
membahas
tentang  angklung  secara
dalam  dan terperinci  karena  sudah
melalui  penelitian  yang  cukup  lama  bekerja  sama  dengan  Ford Foundation
dan
Pusat
Penelitian  dan 
Pengembangan 
Pendidikan  Seni 
Tradisional 
Universitas  Pendidikan
Indonesia (P4ST  UPI)  Bandung.
Namun  sayang,  dari
segi
visual  cukup  membosankan
  
institusi   pendidikan, 
dan   peneliti. 
Buku   ini
banya   bisa 
didapatkan 
di 
P4ST   UPI
Bandung.
Dijual  dalam  bentuk: paketan  yang
terdiri  dari: 2 (dua) buah buku
(Angklung
di
Jawa 
Barat; 
Metodologi
Pengajaran
Angklung),
1
(satu)  buah  CD  Lagu-lagu
yang
dibawakan
dengan  angklung,
1  (satu)  buah 
VCD  pertunjukan
angklung,
dan  3
(tiga)
paket  kartu
pos
untuk: pengajaran
di kelas  yang
berisi
visual 
fungsi  dan
macam-macam
angklung.
2.5      
Analisa
SWOT
o
Strength
-
Angklung 
merupakan 
alat    musik   
yang   
mudah   
untuk:
dimainkan,
asalkan 
si
pemain 
mau  berkonsentrasi
mengikuti
panduan
komando dirijen.
-
Bermain     angklung    
memupuk   
rasa     kebersamaan    
dan
membentuk: 
rasa    kepedulian  
sosial    kareua   
memainkan
angklung harus beramai-ramai.
-
Memperoleh angklung
tidak   sulit,   kareua   bahan   bakunya
(bambu)  tersebar
dimana-mana
o
Weakness
-
Angklung mudah  terkena 
hama  jika  jarang  dimainkan
yang
dapat
mempengaruhi kualitas
suara
Gadi sumbang).
-
Sedikit   literatur  
yang   membahas 
tentang   angklung 
secara
dalam
dan terperinci.
  
visual kurang menarik karena  buku
tua.
Sedikitnya saung-saung tempat
pelatihan angklung. Kurangnya  
tokoh-tokoh 
yang   
mengerti
angklung 
secara
dalam. Jika
pun
ada
tokoh
tersebut
bersifat lokal.
o
Opportunity
Mudahnya
permainan
angklung
memberi
peluang
bagi 
siapa
saja  
untnk 
bisa  
memainkannya 
Bisa  
juga  
menjadi 
ajang
diplomasi budaya dan
pariwisata ke
luar
negeri.
Sedikitnya 
literatur  
tentang  
angklung  
di  
pasaran 
bebas
memberi
peluang
bagi  siapa 
saja 
untnk 
menerbitkan
literatur
yang 
lebih  lengkap
dan
disukai publik.
Angklung  
dapat  
dijadikan  
daya   
tarik  
bagi   
turis   
asing
mengenal 
kesenian 
Jawa  
Barat    sehingga  Indonesia 
tidak
dikenal
dengan Bali
saja
o
Threat
-
Kurangnya minat generasi muda  terhadap seni
angklung.
Angklung 
yang  
banyak 
beredar  sekarang 
adalah
angklung
modifikasi
(diatonis)
dikhawatirkan justru
akan 
menggerus
angklung tradisional
(pentatonis).
-
Angklung bermula dari  tanaman
bambu yang 
banyak terdapat
di 
Asia 
Tenggara
Jika 
tidak
segera
dibuat
database
kebudayaan
Jawa 
Barat 
dikhawatirkan
akan 
di 
akui 
sebagai
  
2.6
Data 
penerbit
R
&
W
Publishing
Gambar2.4
Red 
&
White 
Publishing 
adalah 
penerbit 
lokal 
yang 
memiliki 
jaringan
intemasional
yang 
fokus 
terhadap 
penerbitan
buku 
visual  khnsusnya
mengenai 
tema
lokal
Indonesia. 
Red
&
White
membawa  semangat  'merah-putih'
ke dunia
intemasional
untuk 
mempromosikan
tentang 
sejarah   dan
kebudayaan
Indonesia.
&
W  dikenal
sebagai
penerbit
buku
dengan
kualitas
yang
memuaskan,
baik
dari
segi
isi
buku,
desain,
dan produksi.