BAB 2
DATA & ANALISA
2.1. Literatur
Semua data dan informasi yang dipakai sebagai dasar acuan pembuatan proyek
Tugas Akhir ini diperoleh dari:
1. Media berupa buku, majalah, koran, dan brosur
2. Survei ke restoran vegetarian
3. Survei ke perpustakaan BPS (Badan Pusat Statistik) di Jakarta
4. Berbagai website
5. Forum diskusi online
6. E-book yang disebarkan melalui internet
7. Tanya jawab via e-mail
2.2. Hasil Survei
2.2.1. Fakta Seputar Peternakan
Pada November
2006 FAO
dari
PBB
telah
merilis laporan
mengejutkan (Livestocks Long Shadow) yang berhasil membuka mata
dunia bahwa ternyata 18% dari emisi gas rumah kaca dunia datang dari
aktifitas
pemeliharaan
ayam, sapi,
babi,
dan
hewan-hewan ternak
lainnya.
Di sisi
lain,
mobil, sepeda
motor, truk besar, pesawat terbang, dan semua
sarana transportasi lainnya hanya menyumbang 13% emisi gas rumah kaca.
5
|
6
Berikut ini adalah beberapa fakta dari sektor peternakan yang menjadi
penyumbang pemanasan global:
a. Pemeliharaan hewan ternak memerlukan energi listrik untuk lampu-
lampu dan peralatan pendukung peternakan, mulai dari penghangat
ruangan,
mesin pemotong, dll. Salah satu inefisiensi listrik terbesar
adalah dari mesin-mesin pendingin untuk penyimpanan daging. Baik
yang
ada
di
peternakan
maupun
yang
ada di titik-titik perhentian
distributor,
pengecer,
rumah
makan,
pasar,
dll)
sebelum daging
tersebut
tiba
di
rumah/piring
makan kita. Kita tentu tahu bahwa
mesin-mesin pendingin adalah peralatan elektronik
yang sangat
boros listrik/energi.
b. Transportasi yang digunakan, baik untuk mengangkut ternak,
makanan ternak, sampai dengan elemen pendukung peternakan
lainnya
(obat-obatan
dll)
menghasilkan
emisi
karbon
yang
signifikan.
c. Peternakan menyedot begitu banyak sumber daya pendukung
lainnya, mulai dari pakan ternak hingga obat-obatan dan hormon
untuk mempercepat pertumbuhan. Sebagai informasi, 90% biji-
bijian,
85%
jagung,
dan
80%
kedelai
yang
ditanam di
Amerika
Serikat digunakan untuk makanan ternak.
d. Peternakan
membutuhkan
lahan
yang
tidak
sedikit.
Demi
pembukaan lahan peternakan, begitu banyak hutan hujan yang
dikorbankan. Hal ini masih diperparah lagi dengan banyaknya hutan
|
7
yang
juga
dirusak
untuk
menanam pakan ternak
tersebut
(gandum,
rumput, dll). Setiap 1 acre (4047 meter persegi) hutan hujan di
Amerika Serikat ditebang/dibuka demi menyediakan tanah pertanian
bagi produksi daging dan susu.
e.
Hewan-hewan ternak seperti sapi adalah polutan metana yang
signifikan. Sapi secara alamiah akan
melepaskan
metana dari dalam
perutnya
selama
proses
mencerna makanan (kita kenal dengan
bersendawa). Metana adalah gas dengan emisi rumah kaca yang 23
kali lebih buruk dari CO2. Dan miliaran hewan-hewan ternak di
seluruh
dunia
setiap
harinya
melakukan
proses
ini
yang pada
akhirnya menjadi polutan gas rumah kaca yang signifikan. Tidak
kurang dari 100 milliar ton metana dihasilkan sektor peternakan
setiap tahunnya!
2.2.2. Di Balik Enaknya Daging
Kita tentu tahu betapa enaknya daging itu. Makan tanpa daging
rasanya ada yang kurang dan mengganjal. Padahal sebenarnya di balik rasa
enak dari daging itu tersimpan penyakit yang siap menyerang kita jika kita
tidak mengkonsumsinya dengan benar. Meski sudah tahu bahaya dari
daging, namun kita tetap suka mengkonsumsinya. Namun bagaimana jika
diungkap fakta baru bahwa daging juga ternyata menyumbang emisi gas
rumah kaca yang tidak kecil dan turut memperparah pemanasan global?
Jejak
emisi
gas
rumah
kaca daging sudah
terukur dengan
jelas.
Dr.
Rajendra
K. Pacahuri,
ketua IPCC
(Intergovernmental
Panel on
Climate
|
8
Change),
memberikan
sebuah
ilustrasi konversi energi untuk memelihara
sampai menghasilkan sepotong daging, domba, atau babi sama besar
dengan energi yang dibutuhkan untuk menyalakan lampu 100 watt selama
3
minggu. Satu kilogram daging menyumbang 36,4 kg CO2,
tidak heran
bila data dari film documenter
Meat the
Truth
menyebutkan bila emisi
CO2 seekor sapi selama setahun sama dengan mengendarai kendaraan
sejauh 70,000 km.
Penelitian paling baru yang dilakukan oleh Prof. Gidon Eshel dan
Pamela A. Martin (Diet, Energy, and Global Warming) merunut
kontribusi setiap potongan daging terhadap emisi karbon. Penelitian ini
diakui secara ilmiah dan dipublikasikan dalam jurnal bergengsi para
ilmuwan Earth Interaction Vol. 10 (Maret 2006). Jumlah
gas rumah kaca
yang diemisikan oleh daging merah, ikan, unggas, susu, dan telur jika
dibandingkan dengan diet murni nabati/vegan, ternyata jika satu orang
dalam setahun
mau
mengganti
diet
hewani
mereka
ke
diet
nabati/vegan
makan
itu
akan
mencegah
emisi
CO2 sebesar 1,5 ton. Hal itu 50% lebih
efektif daripada upaya mengganti mobil Toyota
Camry
ke
mobil
Toyota
Prius hybrid sekalipun yang ternyata
hanya
mampu mencegah 1 ton emisi
CO2.
Objektivitas akan
menuntun kita
untuk
mengakui pola konsumsi
daging sebagai kontributor emisi gas rumah kaca yang besar. Pilihan kita
tidak
banyak,
mengingat
tenggat
waktu
yang
demikian
sempit
di
mana
alam semakin
menunjukkan
tanda-tanda kehancuran. Mengutip tulisan
|
9
Senator
Queensland,
Andrew
Barlett, bahwa
seluruh
dunia
tidak
mesti
menjadi vegetarian atau vegan untuk menyelamatkan planet kita, tapi kita
harus
mengakui
fakta-fakta
ilmiah
ini, bahwa
jika
kita
tidak
mengurangi
konsumsi produk hewani, kesempatan kita untuk menghentikan perubahan
iklim
adalah
nihil. Menurut Barlett, tidak ada
langkah
yang
lebih
murah,
lebih mudah, dan lebih cepat untuk dilakukan yang dapat mengurangi
kontribusi tiap individu terhadap emisi
gas rumah kaca selain memangkas
jumlah konsumsi daging dan produk susu serta olahannya.
2.2.3. Konsumsi Daging di Indonesia Sudah Berlebihan?
Mungkin banyak dari kita yang bertanya apakah tingkat konsumsi
daging di Indonesia sudah amat tinggi sehingga sudah selayaknya
dikurangi demi mengurangi pemanasan global? Jawabannya adalah belum.
Data penelitian menunjukkan kalau konsumsi daging di Indonesia sebagai
negara
yang
masih
berkembang
masih
kurang
dibandingkan
negara
lainnya, apalagi negara maju. Namun itu bukan berarti kita malah
seharusnya memperbanyak konsumsi daging secara signifikan.
Masalahnya bukan pada apakah konsumsi daging kita kurang, cukup,
atau berlebih, melainkan bagaimana pola
makan daging
itu saat
ini sudah
tidak
sustainable
dan
sangat
menghancurkan planet kita. Dengan tingkat
konsumsi daging yang rendah saja pemerintah Indonesia masih harus
mengimpor lebih dari 50,000 ton daging dari luar setiap tahunnya, apalagi
jika
konsumsi
daging
kita
semakin
meningkat.
Bisa dibayangkan
berapa
|
![]() 10
banyak emisi gas yang harus dikeluarkan untuk mendatangkan daging-
daging itu dari luar.
Yang perlu kita lakukan sekarang adalah
menekan
permintaan
akan
daging,
sehingga
nantinya
pemerintah tidak
akan
lagi
mengimpor
daging
dari luar dan peternak lokal bisa semakin
berkembang
sampai
akhirnya
Indonesia
bisa
swasembada
daging sendiri.
Dengan
begitu
permintaan
daging
di
luar
pun
akan
turut
menurun sehingga pada akhirnya akan
menurunkan
jumlah
hewan
yang diternakkan
di seluruh dunia
yang
menjadi sumber emisi gas.
2.2.4. Sehari Seminggu
Seberapa banyak kah jumlah daging yang harus kita kurangi untuk
dikonsumsi? Penelitian di Belanda (www.partijvourdedie.en.el) telah
mengungkapkan jika seminggu sekali saja kita membebaskan piring makan
dari daging, itu masih 7,6 kali lebih cepat dibandingkan gerakan hemat
energi skala rumah tangga dalam setahun. Bagaimanakah dengan di
Indonesia? Mengingat bahwa tingkat konsumsi daging di Indonesia masih
rendah, tidaklah berat jika dikatakan setidak-tidaknya kita harus puasa
daging 1 hari saja setiap minggunya, yang kemudian bisa kita tingkatkan
dari situ.
Seberapa efektifnya kah jika kita hanya berpuasa daging 1 hari setiap
minggunya?
Untuk menjawab hal tersebut,
penulis telah mengadakan
penghitungan sederhana berdasarkan data-data yang ada. Menurut data dari
pemerintah, tingkat konsumsi daging sapi orang Indonesia per harinya
|
![]() 11
hanya sekitar 5 gram/orang (jika diasumsikan semua masyarakat memakan
daging sapi, tidak ada yang tidak). Jika 100 juta orang saja dari 240 juta
masyarakat Indonesia ikut puasa makan daging sapi selama 1 hari, maka
dalam sehari
Indonesia telah menghemat 500 ton daging sapi atau kurang
lebih sekitar 3000 sapi (1 sapi bisa menghasilkan 100-150kg daging).
Untuk memproduksi 1 kg daging sapi dibutuhkan sekitar 0,27 galon bensin,
100.000 liter air, dan menghasilkan 7,3 kg emisi CO2. Jika 1 hari saja 100
juta warga Indonesia berpuasa daging,
maka kita bisa
menghemat 135.000
galon
bensin,
50
milyar
liter
air,
dan
mengurangi
emisi
CO2
sebanyak
3.650 ton. Bagaimanakah jika sudah berjalan 1 bulan, 1 tahun, atau lebih?
Partisipan: 100 juta jiwa
Lama Berpuasa
Jumlah daging
yang dihemat
Jumlah sapi
yang dihemat
Jumlah bensin
yang dihemat
Jumlah air
yang dihemat
Jumlah CO2
yang dikurangi
1
minggu (1x)
500,000 kg
3000 ekor
135,000 galon
50 milyar liter
3,650 ton
1
bulan (4x)
2,000,000 kg
12000 ekor
540,000 galon
200 milyar liter
14,600 ton
1
tahun (52x)
26,000,000 kg
156000 ekor
7,020,000 gal.
2,6 trilyun liter
189,800 ton
Berdasarkan hasil di
atas, sudah
terbukti jika
hanya dengan berpuasa
makan daging selama 1 hari, kita sudah bisa turut mengurangi dampak
global warming. Itu pun belum termasuk hitungan konsumsi daging lain
selain sapi, belum lagi jika semua warga Indonesia bahkan dunia turut
berpartisipasi, belum lagi jika dihitung berdasarkan gas metana yang dapat
dihemat dari jumlah sapi yang bisa dikurangi, dan sebagainya.
2.2.5. 1 Hari Berbeda untuk Setiap Orang
Setiap orang
mengkonsumsi daging dalam jumlah
yang berbeda-beda.
Biarpun
data
mengatakan bahwa orang
Indonesia
mengkonsumsi
daging
|
12
hanya
sekitar
5
gram per
hari,
jumlah
itu hanyalah
rata-rata. Bisa
dilihat
berapa
banyak
masyarakat
Indonesia yang berada di bawah garis
kemiskinan, tentu daging adalah makanan mewah bagi mereka. Belum lagi
mereka yang murni vegetarian, sehingga sudah pasti mereka tidak
mengkonsumsi daging.
Melihat hal itu, tentu cara mempraktekkan kurangi konsumsi daging 1
hari seminggu bagi tiap orang akan berbeda-beda. Berikut ini beberapa
contoh yang dapat penulis sarankan. Bagi mereka yang:
a. Pecinta daging (makan daging setiap hari, pagi, siang, malam)
Pilih 1 hari tertentu dalam setiap minggu.
Tidak konsumsi daging sama sekali di hari tersebut (disarankan)
Hanya 1x konsumsi daging di hari tersebut, misalkan hanya
makan siang saja
b.
Makan daging setiap hari, tapi hanya makan pagi/siang/malam
saja
Pilih 1 hari tertentu dalam setiap minggu.
Tidak konsumsi daging sama sekali di hari tersebut (disarankan)
Mengurangi porsi daging di menu makan hari itu
c. Makan daging 2-3 hari sekali
Jadikan
makan daging seminggu sekali, tanpa
menambah porsi
daging (disarankan)
Kurangi porsi daging selama 1 hari ketika mengkonsumsi daging
d.
Makan daging seminggu sekali
|
13
Kurangi porsi daging setiap kali makan
e. Tidak tentu
Kurangi porsi daging setiap kali makan
f.
Dan sebagainya...
Semua
cara di
atas
tidak
akan
berguna jika
setelah
mengurangi
konsumsi daging di satu hari tetapi malah menambah porsi daging yang
dikonsumsi di
hari
lain. Selain
itu, jika kita bisa
lebih sering mengurangi
konsumsi daging maka sudah pasti lebih baik lagi (tidak hanya 1 kali sehari
dalam seminggu).
2.2.6. Tingkat Awareness Masyarakat Masih Kurang
Setelah melihat hal-hal di atas, sudah sangat jelas bahwa sektor
peternakan menyumbang peranan yang amat besar terhadap isu pemanasan
global dan cara paling mudah yang dapat dilakukan per individu untuk
mengeremnya adalah dengan mengurangi konsumsi makan daging
setidaknya
1
hari
setiap
minggu.
Sayangnya, fakta-fakta tersebut belum
tersosialisasi dengan luas. Masih banyak masyarakat yang belum
mengetahui dampak buruk dari sektor peternakan serta manfaat lain dari
pengurangan konsumsi daging selain dari segi kesehatan.
Lebih ironis lagi ketika masyarakat sudah mengetahui tentang hal
tersebut, malah terjadi kontroversi dan berbagai sanggahan. Pada umumnya
sanggahan yang diberikan muncul dikarenakan pengetahuan masyarakat
yang masih minim. Masyarakat malah terlalu banyak mengandai-andai
dampak buruk yang bisa saja terjadi jika konsumsi daging dikurangi secara
|
14
global, bukan dampak positif yang bisa ditimbulkan bagi planet kita dan
kelangsungan hidup kita sendiri.
2.3. Data Pendukung
2.3.1. Pemanasan Global
Pemanasan global adalah adanya proses
peningkatan
suhu
rata-rata
atmosfer, laut, dan daratan Bumi. Suhu rata-rata global pada permukaan
Bumi telah meningkat 0.74 ± 0.18 °C (1.33 ± 0.32 °F) selama seratus tahun
terakhir. Intergovernmental
Panel
on
Climate
Change (IPCC)
menyimpulkan bahwa, "sebagian besar
peningkatan suhu rata-rata global
sejak pertengahan abad ke-20 kemungkinan besar disebabkan oleh
meningkatnya
konsentrasi
gas-gas
rumah kaca akibat aktivitas manusia"
melalui efek rumah kaca. Kesimpulan dasar ini telah dikemukakan oleh
setidaknya 30 badan ilmiah dan akademik. Akan tetapi, masih terdapat
beberapa
ilmuwan
yang
tidak
setuju dengan
beberapa
kesimpulan
yang
dikemukakan IPCC tersebut.
Model
iklim
yang
dijadikan
acuan
oleh
projek
IPCC
menunjukkan
suhu permukaan global akan meningkat 1.1 hingga 6.4 °C (2.0 hingga 11.5
°F) antara tahun 1990 dan 2100. Perbedaan angka perkiraan itu disebabkan
oleh penggunaan skenario-skenario berbeda mengenai emisi gas-gas rumah
kaca di masa mendatang, serta model-model sensitivitas iklim yang berbeda.
Walaupun
sebagian
besar
penelitian terfokus
pada
periode
hingga
2100,
pemanasan
dan
kenaikan
muka
air
laut diperkirakan
akan
terus
berlanjut
|
15
selama lebih dari seribu tahun walaupun tingkat emisi gas rumah kaca telah
stabil. Ini mencerminkan besarnya kapasitas panas dari lautan.
Meningkatnya suhu global diperkirakan
akan
menyebabkan
perubahan-perubahan yang lain seperti naiknya permukaan air laut,
meningkatnya intensitas fenomena
cuaca yang ekstrim, serta perubahan
jumlah dan pola presipitasi. Akibat-akibat pemanasan global yang lain
adalah terpengaruhnya hasil pertanian, hilangnya gletser, dan punahnya
berbagai jenis hewan.
Beberapa hal-hal yang masih diragukan para ilmuwan adalah
mengenai jumlah pemanasan yang diperkirakan akan terjadi di masa depan,
dan bagaimana pemanasan serta perubahan-perubahan yang terjadi tersebut
akan bervariasi dari satu daerah ke daerah yang lain. Hingga saat ini masih
terjadi perdebatan politik dan publik di dunia mengenai apa, jika ada,
tindakan yang harus dilakukan untuk mengurangi atau membalikkan
pemanasan
lebih
lanjut
atau
untuk beradaptasi terhadap konsekuensi-
konsekuensi yang ada.
|
![]() 16
2.3.2. Tabel dan Data Statistik
Gambar 2.1
|
![]() 17
Gambar 2.2
Gambar 2.3
|
![]() 18
Tabel 2.1
Tabel 2.2
Tabel 2.3
|
![]() 19
Tabel 2.5
Tabel 2.4
|
![]() 20
Tabel2.6
INTERNET TOP 20 COUNTRIES
With
Highest Number of
Users
China .
United States
Japan
[!]
94.0
220.J
253.0
India
Germany
Brazil
t!}
.,....
60.0
United
Kingdom
france
U
Korea,South
Italy
U
Russia -
Canada
1:1
Turkey
Ill
Spain
C
Mexico
El
Iran
::E:)
Vietnam
II
Indonesia
Pakistan
[1!!1
Australia
34.8
34.7
28.i
T
26.5
20.0
0
50
100
150
Millions
of Users
200
250
300
Source:www.internetworldstats.com/top20.htm- June 30, 2008
Copyright© 2008,
Miniwatts Marketing Group
|
21
2.4. Target Pasar
Target dari kampanye sosial ini adalah masyarakat golongan menengah ke atas
yang berpikiran terbuka dan pengguna internet yang berdomisili di Jakarta dan
sekitarnya.
2.5. SWOT
2.5.1. Strength
a.
Ada dukungan dari komunitas pecinta lingkungan hidup dan vegetarian.
b. Sudah ada banyak penelitian yang memberikan data-data aktual dan
terpercaya tentang pemanasan global.
c.
Dibanding
kampanye
sosial
lain
tentang
pemanasan
global,
kampanye
ini tergolong cukup mudah untuk diikuti sebab hanya mengurangi
konsumsi daging yang seharusnya semua orang bisa melakukannya jika
ada kesadaran dari diri sendiri.
2.5.2. Weakness
a. Kampanye
sosial
ini
hanya
mencakup
Jakarta
saja,
padahal
masalah
pemanasan global adalah permasalahan yang universal di mana seluruh
dunia terlibat.
b. Kampanye ini hanya mencakup golongan menengah ke atas saja.
2.5.3. Opportunities
a.
Dunia sedang dilanda krisis keuangan sehingga banyak orang berpikir
dengan mengurangi konsumsi daging juga bisa menghemat pengeluaran.
|
22
b. Banyak orang
yang
sudah
peka
dan
sadar
akan
seriusnya
pemanasan
global.
c.
Informasi yang
diberikan
dapat
dibilang
masih
baru
dan
memang
perlu
disebarluaskan lagi.
d. Internet sudah
mulai
meluas dan
masyarakat Indonesia sudah
semakin
melek internet sehingga pemberian informasi melalui media internet
akan menjadi lebih efektif.
2.5.4. Threat
a. Konsumsi daging sudah sangat
melekat di kehidupan
masyarakat
walaupun sebagian
masyarakat
Indonesia
masih belum mengkonsumsi
daging.
b. Selera makan setiap orang berbeda-beda, oleh karena
itu
ada
golongan
masyarakat yang mengutamakan pilihan makanan berupa daging.
c. Kampanye
tentang
permasalahan
pemanasan
global sudah banyak
dilakukan.
|