9
Bab 2
Landasan Teori
2.1 Konsep Psikologi Gangguan Kepribadian
Kepribadian dapat didefinisikan sebagai gabungan emosi dan tingkah laku yang
membuat individu memiliki karakteristik tertentu untuk menghadapi kehidupan sehari-
hari.   Kepribadian   individu   relatif   stabil   dan   memungkinkan   orang   lain   untuk
memprediksi pola pikir atau tindakan yang akan diambilnya. Dan latar belakang
kepribadian
seseorang
dapat
terganggu
oleh berbagai
faktor
eksternal
dan
internal,
gangguan
yang
timbul
dari
faktor
lingkungan
yang
buruk atau
dari
truma
masa
lalu
dapat membuat kepribadian seseorang terganggu secara fisik maupun mental. Gangguan
kepribadian 
merupakan  salah 
satu  bagian 
dalam 
ilmu  psikologi, 
studi 
mengenai
psikologi abnormal atau menyimpang menghadapkan seseorang pada berbagai perilaku,
pikiran, dan perasaan
yang
tidak biasa
terjadi atau tidak normal. Pengertian
gangguan
kepribadian menurut Larsen (2005: 173) adalah sebagai berikut :
Personality  disorder  is  an  enduring  pattern  of  experience  and  behaviour  that
differs  greatly  from  the  expectations  of  the  individual’s  culture.  Traits  are
patterns
of
experiencing, thinking about, and interacting with oneself and the
world. Traits are observerd
in a wide
range of social and personal
situations.
A
personality disorder is usually manifest in more than one of the following areas :
in how people think,
in
how they
feel,
in
how
they
get along with others, or
in
their ability to control their own behaviour. The pattern is rigid and is displayed
across a variety of situations, leading to distress or problems in important areas in
life, such as at work or in relationships.
Terjemahan :
Gangguan kepribadian adalah suatu bentuk perilaku kebiasaan yang sangat jauh
berbeda dengan kebiasaan seseorang pada umumnya. Perbedaan bentuk karakter
penderita gangguan kepribadian dapat dilihat dari cara mereka memandang
sesuatu, cara mereka berpikir, dan cara
mereka berinteraksi dengan orang lain.
Karakter  penderita  gangguan  kepribadian  tercermin  dalam  banyak  aspek  di
  
10
kehidupan sosial maupun kehidupan kepribadian penderitanya. Gangguan
kepribadian biasanya
muncul dalam salah satu aspek berikut: dalam bagaimana
mereka berpikir, dalam bagaimana mereka merasakan sesuatu, dalam bagaimana
mereka berhubungan dengan orang lain dan dalam kemampuan mereka
mengendalikan
kebiasaan
mereka.
Bentuknya jelas
dan
terlihat
di
sepanjang
situasi yang berbeda-beda, yang menyebabkan stress dan banyak permasalahan
dalam aspek
penting
kehidupan,
seperti
dalam pekerjaan
dan
hubungan
antar
sesama.
Individu
dikatakan mengalami
gangguan kepribadian apabila
ciri
kepribadiannya
menampakkan pola perilaku lama (biasanya sejak masa kanak-kanak). Pola tersebut
muncul pada setiap situasi serta menganggu fungsi kehidupannya sehari-hari misalnya
dalam relasi
sosial
dan
pekerjaan.
Dibandingkan
dengan
individu
yang
mengalami
gangguan
kecemasan,
depresi, dan
obsesif-kompulsif,
individu
dengan
gangguan
kepribadian lebih tidak menyadari masalah
mereka.
Biasanya
mereka
menolak
unutk
mendapatkan pertolongan dari terapis dan menolak atau menyangkal bahwa dirinya
memiliki suatu masalah , Widury (2007: 142).
Mengatasi kenakalan remaja, berarti menata kembali emosi remaja yang tercabik-
cabik.
Emosi dan perasaan
mereka rusak karena
mereka merasa ditolak oleh keluarga,
orang
tua,
teman-teman,
maupun
lingkungannya sejak kecil, dan gagalnya proses
perkembangan jiwa remaja tersebut, Kuntjoro (2006:32).
Dalam hal ini,
gangguan
kepribadian
dalam diri
seseorang
juga
merupakan cikal-
bakal
yang
membuahkan
perilaku-perilaku
menyimpang
pada
penderita,
dengan
kata
lain keduanya saling berkaitan erat satu dengan yang lain. Seseorang yang menderita
gangguan
kepribadian
akan
mudah
sekali
mengekspresikan emosi terdalamnya,
bergantung pada tipe gangguan kepribadian yang dideritanya.
  
11
Berdasarkan
Diagnostic
and
Statistical
Manual of Mental Disorders
(DSM-IV),
Widury (2007:143) gangguan kepribadian dibagi ke dalam tiga bagian, yaitu :
3.   Gangguan kepribadian schizoid
Secara umum individu pada gangguan ini memiliki masalah seumur hidup mereka,
terutama berkaitan dengan kehidupannya dalam berelasi dengan orang lain.
4.   Gangguan kepribadian border-line
Individu pada gangguan ini umumnya mengarah kepada gangguan depresi yang
dilatarbelakangi trauma atau berbagai bentuk penolakkan.
5.   Gangguan kepribadian avoidant
Individu dengan gangguan kepribadian ini memiliki keinginan untuk berinteraksi
dengan lingkungan sosial tetapi berbeda dengan gangguan kepribadian skizoid yang
memang ingin sendirian.
Dalam bagian
ini, penulis
akan
berusaha
menjabarkan
satu
persatu
kelompok
klasifikasi
gangguan
kepribadian
yang
masih
menjadi
satu
kesatuan
dalam ilmu
psikologi, 
berikut 
epidemiologi, 
diagnosis, 
banding, 
dan 
prognosis 
untuk 
setiap
gangguan :
2.1.1 Gangguan Kepribadian Schizoid (Schizoid Personality Disorder)
Individu dengan
gangguan
kepribadian
schizoid,
penderita
gangguan
ini
biasanya
menampilkan perilaku atau pola menarik diri
dan
biasanya
telah
berlangsung
dalam
jangka waktu yang lama. Mereka merasa tidak nyaman berinteraksi dengan orang lain,
  
12
cenderung introvert, dan afek mereka pun terbatas. Individu dengan gangguan ini
seringkali
dilihat
oleh
orang
lain
sebagai individu
yang
eksentrik,
terkucil,
dan
penyendiri.
Biasa
dalam kebanyakkan
kasus,
individu
dengan
gangguan
kepribadian
schizoid biasanya memberikan tampilan bahwa mereka “dingin” dan penyendiri, Fausiah
(2007:146).
Mereka pun
sangat sedikit
terlibat
dengan
kejadian
sehari-hari dan tidak
menaruh
perhatian pada orang lain. Hal ini terjadi karena mereka memiliki kebutuhan yang sangat
rendah untuk berhubungan secara emosional dengan orang lain. Penderita gangguan ini
pun
memiliki
kecenderungan
untuk
hidup
hanya
dalam zona
nyaman
(comfort zone)
bersama orang-orang tertentu. Awal munculnya gangguan ini biasanya timbul pada masa
kanak-kanak awal dan berlangsung dalam jangka
waktu yang
lama tetapi belum tentu
seumur hidup mereka, simtom utama gangguan kepribadian schizoid ialah tidak tertarik
kepada
orang-orang
lain
atau
hubungan
sosial. Orang yang mengalami gangguan
kepribadian
ini
juga memperlihatkan emosi
yang
sangat sedikit, dan dengan demikian
mereka   kelihatannya   menjauhkan   diri,   tanpa   humor,   emosinya   tumpul,   Semiun
(2006:20).
Individu dengan
gangguan
ini
memiliki
kecenderungan
menjadi
penderita
schizofrenia, namun tidak dapat dipastikan persentase kemungkinannya karena mereka
tidak mengalami kehilangan kesadaran secara permanen. Penderita pada gangguan ini
adalah  orang  yang  menyendiri,  tidak  mampu  memasuki  hubungan-hubungan  antar
pribadi yang hangat. Mereka menghindari kontak langsung dengan kehidupan, dan
mencari kompensasi dan kepuasan dalam fantasi-fantasi tentang kejayaan dan kekuasaan
yang besar, Semiun (2006:20). Gangguan ini juga memiliki kemiripan dengan gangguan
  
13
antisocial, namun bedanya pada penderita schizoid ia tidak menarik diri secara ekstrim
dengan mengucilkan dirinya sama sekali dari lingkungannya.
2.1.2 Gangguan Kepribadian Border-line (Border-line Personality Disorder)
Gangguan ini berada di perbatasan antara gangguan neurotik dan psikotik dengan
gejala-gejala afek,
mood,
tingkah
laku
dan self-image
tidak
stabil
yang
sangat
berat
dalam tingkah
laku,
emosi,
identitas,
dan
hubungan-hubungan
antarpribadi,
Semiun
(2006:22). Penderita ini biasanya ditandai dengan mood yang selalu berubah-ubah, pada
suatu 
waktu 
ia  dapat 
begitu 
banyak 
memberikan 
pendapat 
(secara 
positif), 
lalu
mendadak tampak depresi, kemudian di waktu yang lain tiba-tiba dia mengeluh tentang
perasaannya. Individu ini juga tidak tahan atau tidak dapat hidup apabila berada
sendirian, emosi marahnya berdaya kuat dan bersifat destruktif sehingga dalam tekanan
keadaan tertentu, menyakiti diri sendiri adalah cara untuk mengekspresikan kesepian dan
keputusasaan
dalam jiwanya,
Gunadi
(2002:253).
Pada
umumnya
orang
dengan
kepribadian
borderline
dibesarkan oleh
orangtua
yang
kurang
memberikan
kehangatan
kasih sayang yang berkesinambungan, mereka hanya
menerima perintah
yang
bersifat
otoriter dan hal ini yang menyebabkan ketika mereka memiliki relasi dengan orang lain,
mereka akan cenderung menuntut sesuatu yang tidak pernah mereka dapatkan yaitu
pengertian dan kasih sayang yang porsinya tidak wajar.
Secara
umum dapat
dijelaskan bahwa
individu
dengan
gangguan
kepribadian
borderline   menampilkan   perasaan   kesepian   yang   kronis,   impulsifitas,   self-abuse
tindakan menyakiti diri sendiri seperti memotong
urat
nadi
sendiri,
meminum
racun,
hingga percobaan
bunuh diri
yang
manipulatif
dan
sangat
menuntut
keterlibatan
dari
  
14
orang-orang
terdekatnya, Widury
(2007:155). Perbedaan antara gangguan kepribadian
borderline dan skizofrenia adalah, pada individu
borderline tidak memiliki episode
psikotik yang berkepanjangan dan tidak mengalami gangguan berpikir.
Menghiraukan banyak orang tetapi memiliki kecenderungan untuk berbicara hanya
dengan orang tertentu, seperti keluarga, atau pribadi yang memiliki pengaruh terhadap
apa yang dialaminya, Fausiah (2007:151). Walaupun penampilan luarnya tampak positif,
namun apabila menelusuri riwayat kehidupannya, biasanya dipenuhi dengan perilaku
berbohong,  membolos,  kabur  dari  rumah,  mencuri,  menjahili,  berkelahi,  pemakaian
obat-obatan dan lainnya yang biasanya telah dimulai sejak masa kanak-kanak. Gangguan
ini tidak dapat disamakan dengan gangguan keterbelakangan mental schizofrenia, karena
pada gangguan ini penderita tidak mengalami delusi atau kehilangan kesadaran secara
permanen.
2.1.3 Gangguan Kepribadian Avoidant (Avoidant Personality Disorder)
Penderita
gangguan kepribadian
avoidant
ini
sangat
sensitif
terhadap
penolakkan,
sehingga  akhirnya  yang  tampak  adalah  tingkah  laku  menarik  diri.  Karena  mereka
berpikir tentang penolakkan, maka individu-individu ini menghindari hubungan dengan
orang-orang lain kecuali kalau ada jaminan bahwa
mereka akan diterima tanpa dicela,
Semiun
(2006:25).
Mereka
sebenarnya
sangat ingin
berelasi
dengan
orang
lain
dan
membutuhkan kehangatan serta perlindungan, namun
mereka
malu.
Biasanya
mereka
memiliki
perasaan rendah
diri
(inferiority
complex), tidak
percaya diri.
Mereka selalu
berusaha untuk mencari orang dimana mereka dapat bergantung dan biasanya hubungan
  
15
di antara mereka terganggu oleh kebutuhan individu ini untuk selalu dekat dengan teman
mereka.
Kerap  kali  dalam  relasi  sosial  mereka  memiliki  keterbatasan  untuk  mengatakan
bahwa
yang
mereka inginkan hanyalah
untuk mendapatkan sebuah bentuk penerimaan
sederhana, mereka juga banyak mendapatkan penyiksaan baik secara fisik dan mental
karena mereka tidak dapat membela diri sendiri, Fausiah (2007:130). Mereka
menginginkan
keakraban dan
penerimaan
dari orang
lain,
tetapi
mereka
menghindari
hubungan yang dapat memuaskan kebutuhan-kebutuhan tersebut karena kebutuhan
mereka
yang kuat
untuk
mempertahankan diri
terhadap penolakkan. Dengan kata lain,
penghindaran adalah suatu pertahanan dan bila mereka tidak berusaha berteman dengan
orang  lain,  maka  mereka  tidak  akan  mengalami  risiko  ditolak,  Semiun  (2006:25).
Bentuk
self-acceptance
sangat
dibutuhkan
pada
individu-individu yang menderita
gangguan kepribadian avoidant.
Penderita gangguan ini pun rentan terkena major depressive disorder apabila individu
kehilangan seseorang tempatnya bergantung. Dan apabila dukungan sosial tersebut
menghilang ataupun tidak sesuai dengan harapan,
mereka dapat mengalami kecemasan,
dan
juga
kemarahan.
Individu
biasanya
memiliki
sejarah fobia
sosial
atau
malahan
menjadi fobia sosial dalam perjalanan gangguannya.
2.1.4 Teori Kecemasan Menurut Sigmund Freud
Kecemasan dalam Sigmund
Freud
dalam Semiun (2006:26)
adalah
suatu
keadaan
perasaan afektif yang tidak menyenangkan disertai dengan sensasi fisik yang
memperingatkan 
orang 
terhadap  bahaya 
yang  akan  datang.  Keadaan 
yang  tidak
  
16
menyenangkan
itu sering kabur dan sulit
menunjuk dengan tepat, tetapi kecemasan itu
sendiri selalu dirasakan. Kecemasan berfungsi mekanisme yang
melndungi ego, karena
kecemasan memberi sinyal kepada kita bahwa ada bahaya dan kalau tidak dilakukan
tindakan 
yang 
tepat 
maka 
bahaya 
itu 
akan 
meningkat 
sampai 
ego 
dikalahkan.
Kecemasan
yang
tidak
dapat
ditanggulangi dengan
tindakan
yang afektif
disebut
traumatik.  Ia  menjadikan  individu  dalam  keadaan  tak  berdaya.  Model  neurologis
awalnya
tentang
Project
for
Scientific
Pschylogy”,
Freud
dalam Semiun
(2006:33),
mengemukakan gagasan bahwa kecemasan disebabkan oleh perasaan tidak berdaya yang
luar biasa.
2.2 Teori Psikologi Remaja
Di
banyak
negara, anak
yang
dijadikan
sebagai
objek
dan
diperlakukan
dengan
sewenang-wenang masih terjadi sampai sekarang. Sampai abad ke 19, anak masih
dianggap sebagai ‘tanah liat’ yang dapat dibentuk sesuka hati orang tua.
G.R,  Adams  dalam  Youth  Psychology  (2003:96)  menyatakan  bahwa  di  negara-
negara Barat bahwa konsep tentang anak-anak sebagai suatu hal yang berbeda dari orang
dewasa, belum
dikenal sampai dengan abad pertengahan.
Begitu
anak dapat berfungsi
sendiri tanpa bantuan orang tua, sering dijadikan hanya sebagai objek. Jika ada kesulitan
ekonomi, anak dijual, atau dimasukkan ke rumah miskin. Bahkan, secara langsung atau
tidak dibunuh.
Masa remaja
adalah
masa
yang pasti dialami
oleh setiap
orang.
Pada
tahapan
ini
seorang
remaja
adalah orang
yang
sangat
peka
terhadap
perubahan
yang
terjadi
pada
dirinya secara
biologis
maupun
dengan sesuatu yang berhubungan dengan lingkungan
sekitarnya. Remaja sebagaimana manusia lain adalah makhluk monodualis, yang berarti
  
17
selain sebagai makhluk individu mereka juga
makhluk
sosial
yang
mau
tidak
mau
membutuhkan orang lain, yang juga dipengaruhi oleh keadaan sosial yang ada di
sekelilingnya. Hal ini disebabkan karena usia remaja sangat rentan terhadap lingkungan
sosialnya,
dalam pengertian
yang
sederhana
adalah
mereka
mudah
terbawa
arus
pergaulan. Minimnya perhatian dari orang tua, ditambah dengan berbagai macam bentuk
penolakkan dalam lingkungan
sosial
akan
secara
langsung
berdampak
kepada kondisi
kejiwaan seorang remaja, yang notabene menjadikannya seseorang yang cenderung
melakukan tindakan brutal atau perilaku menyimpang kelak.
Perilaku
menyimpang
lahir
dari
berbagai
macam
pola
asuh,
remaja
yang
dididik
secara ‘militer’ oleh orang tuanya akan mendambakan kebebasan yang tidak pernah
didapatnya
ketika
remaja.
Perilaku
remaja
dalam arti
kenakalan
anak
(juvenile
delinquency),
adalah
tindakan
seseorang
yang
belum dewasa
yang
sengaja
melanggar
hukum dan
yang diketahui
oleh anak
itu
sendiri
bahwa
jika
perbuatannya
itu sempat
diketahui oleh petugas hukum ia bisa dikenai hukuman, Petronio (1990:497). Konsep ini
menjelaskan secara gamblang bahwa remaja yang
mendapatkan pola didik
yang benar
pun tidak menjamin bahwa ia dapat tumbuh dewasa menjadi pribadi yang siap untuk
bersatu dalam masyarakat luas.
Masa 
remaja 
dianggap 
sebagai 
periode 
badai 
dan 
tekanan, 
suatu 
masa  saat
ketegangan emosi
meninggi akibat perubahan fisik dan kelenjar. Meningginya emosi
disebabkan remaja berada dibawah tekanan sosial, dan
selama
masa kanak-kanak,
ia
kurang mempersiapkan diri untuk menghadapi keadaan itu. Sehingga mereka mengalami
ketidakstabilan emosi
sebagai dampak dari penyesuaian diri terhadap pola perilaku dan
lingkungan sosial yang baru, Grebb (1994:127).
  
18
Remaja
di
berbagai
belahan dunia
juga
memiliki
keunikkan
tersendiri, oleh karena
berbagai
faktor
yang
mempengaruhi
mental dan pola
pikir
mereka
di
tempat
mereka
tumbuh dewasa. Khususnya para remaja di Jepang yang terkenal dengan berbagai
fenomena hidup yang khas, masyarakat yang homogen membuat anak muda Jepang juga
memiliki ciri-ciri yang hampir sama seperti kebanyakkan anak muda lainnya.
Dalam
??????
(2005:60), anak muda diartikan sebagai berikut :
??????????????????????????????
?????????????????????????????
Terjemahan :
Anak muda biasanya kurang memiliki pengalaman, tetapi bertingkah seperti tahu
segalanya. Orang yang mendengarnya bisa menjadi jengkel.
Dalam kehidupan sehari-hari, memahami orang lain bukanlah suatu hal yang mudah
dilakukan, bahkan untuk perilaku yang sederhana atau biasa-biasa saja. Seperti yang
diterangkan
di
atas
remaja
Jepang
secara
umum
digambarkan
sebagai
tipikal pribadi
yang kurang berpengalaman, di lain sisi mereka juga sangat ingin mencoba berbagai hal
baru  yang  belum  mereka  ketahui  resikonya,  dari  pernyataan  diatas  juga  tergambar
bahwa
mereka
cenderung
bertindak
menurut
apa
yang
mereka
anggap
benar.
Tidak
heran bahwa pemberontakkan akan sangat mungkin terjadi di rumah, ataupun di sekolah.
Berbagai  bentuk  kenakalan  remaja  biasanya  dilakukan  oleh  remaja-remaja  yang
gagal dalam menjalani proses-proses perkembangan jiwanya, baik pada saat remaja
maupun pada masa kanak-kanaknya. Masa kanak-kanak dan masa remaja berlangsung
begitu singkat, dengan perkembangan fisik, psikis, dan emosi yang begitu cepat. Secara
psikologis, kenakalan remaja merupakan
wujud
dari
konflik-konflik
yang
tidak
terselesaikan dengan baik pada masa kanak-kanak maupun remaja para pelakunya.
  
19
2.3 Konsep Ijime
Ijime mengalami perubahan sejalan dengan perkembangan waktu. Dilihat dari segi
makna, secara makna leksikal kata ijime termasuk jenis kata benda dalam bahasa Jepang
yang
berasal
dari
kata
kerja ijimeru yang
berarti
“mengusik”,
“menggoda”,
“mempermainkan”,
atau “menganiaya”,
dan
juga
“menyakiti”
secara
mental
atau
fisik
orang lain terutama menyusahkan seseorang yang lemah kedudukannya, tanpa alasan
yang wajar untuk menikmati rasa puas, Overina (2006:52).
Dalam
Gakken
Japanese
Dictionary (2002) ijimeru
adalah
?????????
??
yang berarti menyiksa sesuatu yang lemah, dan ijime berarti:
?????????????????????????????????
???????
Terjemahan:
Hal perbuatan menyiksa. Seseorang yang telah ditetapkan dalam sebuah kelompok
disiksa baik secara mental maupun fisik secara terus menerus.
Ijime berbeda dengan perkelahian karena perkelahian tidak berlanjut terus menerus
sedangkan  ijime dilakukan  secara  berkesinambungan.  Hal  ini  juga  disebutkan  oleh
Nojuu (1989:13) dibawah ini:
?????????????????????????????????
?????????????????????????????????
?????????????????????????????????
?????????????????????????????????
?????????????????????????????????
????????????????????????
Terjemahan:
Ijime merupakan suatu tindakan serangan sepihak yang dilakukan oleh pihak yang
lebih unggul dan ijime berbeda dengan perkelahian. Pihak yang kuat melakukan
tindak penindasan terhadap pihak yang lebih lemah baik pada fisik maupun mental,
dan juga ia senang melihat pihak
yang
lemah
menderita atau kesal. Ijime adalah
memberi serangan
secara sepihak
terhadap
orang
yang
lebih
rendah atau
lemah
  
20
dari
dirinya,
namun
tidak
seperti
perkelahian,
ijime
memiliki
ciri
khusus
yaitu
terjadi dalam waktu yang berkepanjangan.
Sesuai dengan yang dikemukakan oleh Nojuu, tindakan ijime bisa berbuah
perkelahian yang dapat merugikan fisik atau menimbulkan korban, juga dapat cenderung
mengarah
kepada
tindak
kriminal. Karena sebenarnya tindak
ijime hanya
sebatas
perlakuan yang tidak wajar terhadap seseorang yang memiliki sikap atau kebiasaan yang
berbeda dari kelompoknya, perlakuan itu namun lama kelamaan menjadi berkelanjutan.
Tindakan
’membuli’
ini
juga
memiliki
banyak bentuk,
klasifikasi
bentuk
ijime
ini
juga memiliki ciri khusus dalam setiap bentuknya yaitu yang dibagi 
menjadi 2 bentuk
dasar ijime yaitu Ijime yang beralasan dan Ijime yang tidak beralasan yang dibagi lagi ke
bentuk yang lebih kecil.
Berdasarkan  bentuknya  ,  Minoru  (1992:61)  membagi  Shuudan ijime menjadi  8
bentuk antara lain :
1.   Zannin na ijime (
?????
)
Sasaran ijime
ini biasanya pada fisik dan mental seseorang dan dilakukan di depan
kelompoknya (teman-teman sekelas) oleh kelompok ijimekko. Biasanya korban dari
zannin na ijime ini pasti akan mengalami cidera.
2.   Inshitsu na ijime (
?????
)
Ini adalah ijime yang dilakukan secara sembunyi-sembunyi.
Tujuannya adalah agar
tidak   terlihat   atau   ketahuan   oleh   anggota   kelompok   maupun   yang   bukan
kelompoknya bahwa dialah pelaku dari tindak ijime ini dan biasanya sifat dari tindak
ijime ini sangat kejam dan dalam waktu yang berkelanjutan. Perlakuan ini dilakukan
kepada  ijimerarekko yang 
menurutnya  memiliki  kondisi 
yang  berbeda  dengan
  
21
kelompok
yang
ada.
Maksudnya
kelompok
yang
ada
dalam
hal
ini
adalah
teman
sekelas maupun kelompok bermainnya.
3.   Tsukai passiri no ijime (
?????????)
Tsukai
passiri
sendiri
memiliki
arti
”pesuruh”.
Umumnya
tindak ijime
ini
dilakukan secara tersembunyi dan biasanya tidak hanya dilakukan dalam bentuk
perintah dan juga dengan kata-kata kasar namun juga dengan tindakan yang
menyakitkan seperti pemaksaan untuk melakukan sesuatu.
4.   Baikin ijime (
?????)
Baikin
berarti
kuman
atau bakteri. Ijime
yang
dilakukan
oleh
ijimekko
karena
mereka menganggap ijimerarekko membawa kuman atau virus pada mereka atau
teman sekelasnya.
5.   Fuzake no ijime (
??????)
Disebut
fuzake
karena
ijime
ini
dilakukan
dalam bentuk
sebuah
permainan
kelompok. Biasanya korbannya adalah anak yang sama dalam setiap permainan
dan permainan ini akan terus berlanjut sampai selesai.
6.   Mushisuru ijime (
??????)
Disebut mushisuru
karena mereka mengabaikan dan tidak memperdulikan
temannya.
Namun
ijime ini tidak dibarengi dengan penyerangan fisik karena
mereka
mengabaikan keberadaan
ijimekko
serta
mereka
akan
mengeluarkan
ejekan dan sindiran-sindiran pada dirinya.
7.   Hikosei no ijime (
??????)
  
22
Ijime
ini
sudah
menjurus
kearah
tindak
kriminal
yaitu
pemerasan. Ijime
ini
termasuk
dalam tindak
kenakalan
karena
bentuk
ijime
ini
juga
berupa
penyerangan terhadap fisik.
8.   Nidandate ijime (
???????)
Ijime
ini dilakukan oleh tsuppari
group pada
salah
seorang
anggota
kelompok
atau beberapa anggota kelompok sendiri. Mereka
membuat kelompok baru dan
mereka pun mulai
melakukan tindak ijime lagi pada salah seorang anggota atau
sebagian kecil anggotanya sebagai tindak balasan atas apa yang pernah
dialaminya.
Tetapi dalam penulisan ini, penulis hanya akan menghubungkan dua dari 8 bentuk-
bentuk ijime yang
tertera diatas yaitu, Zannin
na
ijime
(
?????
)
dan Inshitsu na
ijime (
?????
)
2.4 Teknik Montase
Istilah montase berasal dari perfilman, yang berarti memilah-milah, memotong-
motong, serta menyambung-nyambung (pengambilan)
gambar
sehingga
menjadi
satu
keutuhan. Alat mendasar dalam perfilman adalah teknik montase, dalam teknik tersebut
teknik montase mengacu pada kelompok unsur yang digunakan untuk memperlihatkan
antar hubungan atau asosiasi gagasan, misalnya pengalihan imaji yang mendadak atau
imaji yang tumpah-tindih satu dan lainnya, Minderop (2005:150).
Terdapat
beragam teknik
yang
terdapat
dalam prinsip
montase,
salah
satunya
digunakan untuk menciptakan suasana melalui serangkaian impresi dan observasi yang
diatur
secara
tepat.
Teknik
tersebut
digunakan dalam penyajian
eja-cakap
kedalaman
karena pikiran-pikiran yang susul-menyusul di dalamnya terkadang
tidak selalu berada
  
23
dalam urutan
logis.
Kebingungan
dan
kekesalan
yang
mungkin
timbul
dalam diri
pembaca
dapat
merasakan
kekacauan
dalam diri
tokoh.
Teknik
montase
juga
dapat
menyajikan
kesibukan
latar,
misalnya
hiruk pikuk kota besar atau suatu kekalutan
misalnya kekalutan pikiran, atau aneka tugas seorang tokoh secara simultan dan dinamis.
Melalui
teknik
ini
dapat direkam sikap
kaotis
yang
menguasai
kehidupan
kota
besar
yang dirasakan oleh penghuninya.
Fungsi utama teknik
montase yakni untuk menggambarkan dua kehidupan tokoh
dalam suatu
kisahan,
yaitu
kehidupan
jasmani
dan
rohani.
Agar
pembaca
dapat
memahami dengan baik setiap situasi yang diputus atau disambung pada situasi tertentu,
pembaca
harus kembali menelusuri alur untuk kembali ke latar dan
memposisikan diri
pembaca pada keadaan yang sebenarnya.
2.5 Teori Penokohan
Dalam
sebuah
karya
sastra
baik
tertulis
maupun
visual
terdapat
berbagai
macam
unsur yang
mendukung terbentuknya sebuah karya yang baik. Contohnya dalam sebuah
karya sastra berbentuk cerita baik yang tertulis seperti novel,
maupun
yang dimainkan
oleh para aktor, agar dapat dinikmati dengan baik diperlukannya unsur-unsur seperti plot,
latar, dan salah satunya adalah tokoh.
Istilah
”penokohan” berarti perwatakan daripada
tokoh
yang sedang dimainkan oleh
orang-orang dalam sebuah cerita yang juga seperti dijelaskan Nugriyantoro (2002: 165),
penokohan merupakan pelukisan gambaran yang jelas tentang seseorang yang
ditampilkan  dalam  sebuah  cerita.  Penokohan  mengandung  dua  aspek  yaitu  isi  dan
bentuk. Karena itu penokohan memiliki pengertian yang lebih luas daripada tokoh dan
perwatakan.  Hal  ini  disebabkan  penokohan  sekaligus  mencakup  siapa  tokoh  cerita,
  
24
bagaimana  perwatakannya  dan  pelukisannya  dalam  sebuah  cerita  sehingga  sanggup
memberikan gambaran yang jelas kepada para penikmatnya.
Dalam 
kasus 
kepribadian 
tokoh, 
pemaknaan 
dilakukan 
berdasarkan 
kata-kata
(verbal) dan tingkah laku lain (non verbal).
1.   Metode verbal (dialog dan percakapan)
Nugriyantoro (2002: 201) menjelaskan bahwa percakapan yang dilakukan oleh
tokoh cerita dimaksudkan untuk menggambarkan sifat tokoh yang bersangkutan.
Tidak semua percakapan menunjukkan sikap tokoh, namun percakapan yang
efektif  dan  baik  adalah
percakapan  yang  menunjukkan  sifat  atau  watak  dari
tokoh pelakunya.
Fenanie (2000: 90) mengatakan dengan adanya dialog-dialog yang dikemukakan
pengarang,
pembaca
dapat
mengetahui
sejauh mana
moralitas,
mentalitas,
pemikiran, dan watak tokohnya.
2.   Metode non verbal (deskripsi perbuatan)
Metode non verbal menggambarkan watak atau karakter tokoh cerita dengan cara
mendeskripsi tindak tanduk atau perbuatan yang dilakukan
oleh tokoh cerita.
Mido (1994: 28) juga menjelaskan
bahwa
non
verbal
merupakan
cara
penyampaian informasi tanpa menggunakan bahasa, dan cara penyampaian ini
sampai kepada kita melalui saluran yang terlihat, termasuk perilaku ekspresi,
seperti
ekspresi
wajah,
isyarat, postur,
dan
penampilan.
Selain
itu, metode
ini
adalah metode yang paling efektif
untuk menunjukkan unsur-unsur karakter
seorang tokoh.