BAB 2
LANDASAN TEORI
2.1
Pengertian Sistem Informasi Akuntansi
2.1.1 Pengertian Sistem Informasi
Menurut O’Brien (2003, p7), sistem informasi adalah kombinasi dari orang,
perangkat keras, piranti lunak, jaringan komunikasi dan sumber data yang diatur
sedemikian rupa untuk mengumpulkan, mengubah dan menyebarkan informasi dalam
sebuah organisasi.
Menurut
Whitten, Jeffery
L.,
Bentley,
Lonnie D.,
Dittman,
Kevin
C.
(2004, p12),
sistem informasi adalah suatu pengaturan dari orang-orang, data, proses, dan teknologi
informasi yang saling berinteraksi untuk mengumpulkan, memproses, menyimpan, dan
menyediakan informasi yang dibutuhkan untuk mendukung organisasi.
Jadi dapat disimpulkan bahwa sistem informasi adalah sebuah kombinasi dari
orang, perangkat keras, perangkat lunak, jaringan komunikasi dan sumber-sumber data
yang
saling
berinteraksi
untuk
mengumpulkan, memproses, menyimpan, dan
mendistribusikan informasi dalam sebuah organisasi.
2.1.2 Pengertian Akuntansi
Menurut
Horngren,
Charles
T.,
Walter
T.
Harrison,
dan
Linda
S.
Bamber
(2002,
p5),
akuntansi
adalah
sebuah
sistem yang
mengukur
aktivitas-aktivitas
bisnis,
memproses
informasi
menjadi
laporan-laporan, dan mengkomunikasikan hasil-hasil
tersebut kepada para pembuat keputusan.
  
10
Menurut
Wilkinson,
J.W.,
M.J.
Cerullo,
V.
Raval,
dan
B.
Wong-On-Wing
(2000,
p5), akuntansi memiliki beberapa sisi. Pertama, akuntansi
mencakup pencatatan data
ekonomi
(koleksi
data),
pemeliharaan data yang
disimpan
(pemeliharaan data),
dan
menyajikan
informasi
kuantitatif
dalam istilah-istilah
finansial
(information
generation). Kedua, akuntansi merupakan “bahasa bisnis” yang mengekspresikan dan
meringkas peristiwa-peristiwa penting pada perusahaan bisnis. Terakhir, akuntansi
dipandang  sebagai  suatu  informasi  keuangan  yang  diperlukan  untuk  keseluruhan
fungsi dari suatu entitas (seperti perusahaan bisnis). Informasi keuangan tertentu,
misalnya, merefleksikan
hasil-hasil operasi selama periode akuntansi serta status dari
aset  dan  modal  pada  akhir  periode  akuntansi.  Berbagai  jenis  pemakai,  baik  yang
berada  di  dalam  maupun  di  luar  perusahaan,  menggunakan  informasi  ini  untuk
berbagai macam tujuan.
Jadi  dapat  disimpulkan  bahwa  akuntansi  adalah  suatu  sistem  yang
mengumpulkan dan
mencatat data ekonomi dari aktivitas-aktivitas bisnis perusahaan
dan kemudian memprosesnya menjadi sebuah laporan yang berguna dalam pembuatan
keputusan berbagai pihak pemakai, baik dari dalam ataupun luar perusahaan.
2.1.3 Pengertian Sistem Informasi Akuntansi
Menurut Jones dan Rama (2006, p4), sistem informasi akuntansi
adalah sebuah
subsistem dari
sistem informasi
manajemen
yang
menyediakan
informasi akuntansi,
keuangan dan informasi lainnya yang diperoleh dalam proses rutin transaksi akuntansi.
Menurut
Romney dan Steinbart
(2006,
p6),
sistem informasi
akuntansi
adalah
sistem yang
mengumpulkan,
mencatat,
menyimpan
dan
memproses
data
untuk
menghasilkan informasi untuk pengambilan keputusan.
  
11
Menurut
Gelinas
dan
Dull
(2008,
p14),
sistem informasi
akuntansi
adalah
subsistem khusus
dari
sistem informasi
yang
berfungsi
untuk
mengumpulkan,
memproses,
dan
melaporkan
informasi
yang berkaitan dengan aspek keuangan dari
sebuah kejadian bisnis.
Jadi dapat
disimpulkan
bahwa
sistem informasi
akuntansi
adalah
suatu
sistem
informasi yang berfungsi untuk mengumpulkan, mencatat, menyimpan dan memproses
data
yang
diperoleh
dari
transaksi
akuntansi rutin perusahaan untuk kemudian
digunakan untuk melakukan pelaporan atas informasi kepada para stakeholders.
2.1.4 Komponen Sistem Informasi Akuntansi
Menurut Romney dan Steinbart (2006, p6-7) dapat disimpulkan bahwa, Sistem
Informasi Akuntansi terdiri dari enam komponen, yaitu:
1.
People, yang mengoperasikan sistem dan menampilkan berbagai fungsi.
2.
Procedures  and  instructions,  baik manual maupun otomatis termasuk dalam
kegiatan
pengumpulan,
pemrosesan,
dan
penyimpanan data tentang kegiatan
organisasi.
3.
Data, tentang organisasi dan proses bisnis organisasi.
4.
Software, digunakan untuk memproses data organisasi.
5.
Information
technology
infrastructure,
termasuk
komputer,
peripheral
devices,
dan peralatan jaringan komunikasi
yang digunakan untuk mengumpulkan,
memproses, menyimpan dan mentransformasikan data dan informasi.
6.
Internal
control
and
security
measures,
yang
menjaga
keamanan
data
dalam
Sistem Informasi Akuntansi.
  
12
Menurut Romney dan Steinbart (2006, p7), keenam komponen tersebut saling
bekerja
sama
sehingga
memungkinkan
sistem informasi
akuntansi
memenuhi
tiga
fungsi bisnis yang utama yaitu:
1.
Mengumpulkan dan menyimpan
mengenai aktivitas organisasi, sumber daya dan
personel.
2.
Mengubah data
menjadi
informasi
yang berguna
untuk pengambilan keputusan
sehingga manajemen dapat merencanakan, melaksanakan, mengendalikan, dan
mengevaluasi aktivitas, sumber daya dan personel.
3.
Menyediakan  pengendalian  yang  memadai  untuk  melindungi  aset  organisasi,
termasuk data, untuk
menjamin bahwa aset dan data
tersedia secara
akurat dan
dapat diandalkan ketika dibutuhkan.
2.1.5 Tujuan dan Kegunaan Sistem Informasi Akuntansi
Menurut Jones
dan
Rama
(2003,
p6-7), tujuan
dan
kegunaan
sistem informasi
akuntansi ada lima yaitu:
1.
Menghasilkan laporan eksternal
Sistem informasi akuntansi
mampu
menghasilkan laporan-laporan khusus untuk
memenuhi 
kebutuhan 
informasi 
yang 
dibutuhkan 
oleh 
pihak  eksternal
perusahaan. Laporan-laporan tersebut mencakup financial statement, tax returns,
dan laporan lainnya yang dibutuhkan oleh perwakilan pihak-pihak yang terkait.
2.
Mendukung aktivitas yang rutin
Mampu
mendukung
manajer
dalam
menangani
aktivitas-aktivitas operasional
yang bersifat rutin selama siklus operasi perusahaan.
3.
Mendukung keputusan
  
13
Informasi juga dibutuhkan untuk pengambilan keputusan yang bersifat non-rutin
yang terdapat pada organisasi atau perusahaan.
4.
Perencanaan dan pengawasan
Sebuah
sistem informasi
sangat
dibutuhkan
untuk
kegiatan
perencanaan
dan
pengawasan.
Informasi
mengenai
anggaran dan biaya-biaya standar disimpan
dalam sistem
informasi
dan
laporan
digunakan
untuk
membandingkan
antara
anggaran yang ditetapkan dengan jumlah yang sebenarnya.
5.
Implementasi pengendalian internal
Pengendalian
internal
meliputi
kebijakan, prosedur
dan
sistem
informasi
yang
digunakan untuk melindungi asset perusahaan dari kehilangan atau penggelapan
dan
untuk menjaga keakuratan data keuangan. Hal tersebut dapat berhasil yaitu
dengan membangun suatu sistem informasi akuntansi yang terkomputerisasi.
Menurut Romney dan Steinbart (2006, p12), sebuah sistem
informasi akuntansi
yang dirancang dengan baik dapat memberikan kegunaan, sebagai berikut :
1.
Meningkatkan kualitas dan menurunkan biaya dari barang dan jasa.
2.
Meningkatkan efisiensi
3.
Berbagi pengetahuan
4.
Meningkatkan efisiensi dan efektivitas dari supply chainnya
5.
Meningkatkan struktur pengendalian internal
6.
Meningkatkan kemudahan pembuatan keputusan
2.1.6 Siklus Pada Sistem Informasi Akuntansi
Menurut 
pendapat 
Romney 
dan 
Steinbart 
(2006, 
p30), 
siklus 
pemrosesan
transaksi
pada
sistem
adalah
suatu
rangkaian
aktivitas
yang
dilakukan
perusahaan
  
14
dalam melakukan bisnisnya, mulai dari proses pembelian, produksi, hingga penjualan
barang
atau
jasa.
Siklus
transaksi
pada
perusahaan
dapat
dibagi
ke
dalam lima
subsistem yaitu:
1.
Revenue
cycle
(Siklus
Pendapatan),
yang
terdiri
dari
transaksi
penjualan
dan
penerimaan kas.
2.
Expenditure
Cycle
(Siklus
Pengeluaran),
yang
terdiri
dari
peristiwa
pembelian
dan pengeluaran kas.
3.
Human Resource/Payroll Cycle (Siklus Sumber Daya Manusia), yang terdiri dari
peristiwa  yang  berhubungan  dengan  perekrutan  dan  pembayaran  atas  tenaga
kerja.
4.
Production  
Cycle   (Siklus  Produksi), 
yang   terdiri  
dari  
peristiwa   yang
berhubungan dengan pengubahan bahan mentah menjadi produk / jasa yang siap
dipasarkan.
5.
Financing Cycle (Siklus Keuangan Perusahaan), yang terdiri dari peristiwa yang
berhubungan dengan penerimaan modal dari investor dan kreditor.
Menurut Hall (2001, p50), siklus pemrosesan transaksi yang terdapat pada
kebanyakan  aktivitas  ekonomis  sebuah  perusahaan  baik  profit  maupun  non-profit
terdiri dari aktivitas:
1.
Expenditure
cycle , yang terdiri dari peristiwa perolehan bahan baku, aset, dan
tenaga
kerja
dan
sebagai
gantinya terjadi pengeluaran kas. 
Dari
sisi
sistem,
transaksi
ini
terdapat
dua
bagian
yaitu:
pysical
component
(perolehan
barang)
dan  financial component  (pengeluaran  kas  untuk  pembayaran  ke  supplier).
Dalam siklus pengeluaran akan dibahas purchase/acccount payable system, cash
disbursement system, payroll system, fixed asset system.
  
15
2.
Conversion  cycle, terdiri dari
sistem  produksi  dan  sistem  akuntansi  biaya.
Sistem produksi
meliputi
perencanaan,
penjadwalan
dan
pengendalian
produk
fisik
yang terjadi
selama proses
manufaktur.
Sistem akuntansi biaya
meliputi
aliran informasi biaya terkait produksi dan menghasilkan informasi yang
digunakan 
untuk 
penilaian 
persediaan, 
penganggaran, 
pengendalian 
biaya,
laporan kinerja dan pengambilan keputusan manajemen.
3.
Revenue cycle, terdiri dari proses penjualan secara tunai, penjualan secara kredit,
dan penerimaan kas akibat penjualan.
2.2
Konsep Pembelian, Persediaan dan Utang Usaha
2.2.1 Konsep Pembelian dan Utang Usaha dalam Siklus Pengeluaran
2.2.1.1 Pengertian Pembelian
Menurut Bodnar dan Hopwood (2001, h266), pembelian adalah kegiatan yang
dilakukan oleh perusahaan dengan membeli barang secara tunai atau kredit atau
membeli aktiva produksi untuk digunakan dalam kegiatan perusahaan atau membeli
barang dan jasa yang berhubungan dengan kegiatan perusahaan.
Menurut
Gelinas
dan
Dull
(2008,
p420), proses
pembelian
adalah
sebuah
struktur interaksi antara
orang-orang,
peralatan,
metode-metode
dan
pengendalian
yang didesain untuk mencapai fungsi-fungsi utama berikut:
1.
Menangani rutinitas pekerjaan yang berulang-ulang dari departeman pembelian
dan departemen penerimaan.
2.
Mendukung
kebutuhan
pengambilan
keputusan
dari
orang-orang
yang
mengatur departemen pembelian dan penerimaan.
3.
Membantu dalam penyiapan laporan internal dan eksternal.
  
16
Modul Purchasing terdiri
dari program untuk
menangani vendor
quotations,
permintaan
pembelian,
purchase
orders, dan penerimaan barang. Modul ini
digunakan
untuk mencatat dan
menelusuri permintaan atas pembelian material dan
penerimaan barang. Modul ini dirancang untuk mendukung otomatisasi pemesanan
yang
berulang-ulang
dan
untuk
mendukung manual
order
entry
untuk pembelian
yang tidak rutin. (Purchasing Order (PO) Module,
Jadi dapat disimpulkan bahwa pembelian merupakan suatu
proses perolehan
barang dan jasa, baik secara tunai maupun kredit yang terjadi secara berulang-ulang.
Prosesnya antara lain meliputi
hal
seleksi
supplier melalui vendor quotation, proses
penanganan permintaan pembelian, proses pembuatan purchase order dan proses
penerimaan barang.
2.2.1.2 Pengertian Utang Usaha
Menurut Horngren et al. (2002, p425), ”accounts payable are amount owed to
suppliers for products or services purchased on open account.”, yang berarti utang
usaha
merupakan sejumlah uang
yang
terhutang kepada pemasok atas produk dan
jasa yang dibeli.
Menurut  Schaeffer,  Mary  S.  (2002, 
p2), 
utang  usaha  di  dalam 
laporan
keuangan  setiap  perusahaan  menggambarkan  tagihan-tagihan  yang  belum
dibayarkan oleh perusahaan. Utang usaha adalah sejumlah uang yang terhutang oleh
perusahaan
kepada
para
suppliernya dan kreditornya. Biasanya
utang
usaha
dikategorikan sebagai utang lancar yaitu utang yang harus dilunasi kurang dari satu
tahun.
  
17
Modul
Accounts Payable (AP) terdiri dari program-program
untuk
menangani
invoices,
voucher,
check
printing,
check
maintenance. Modul
ini
digunakan
memproses tagihan vendor dan pembayaran kepada vendor, mencakup three-way-
match (purchase order, purchase receipt, dan invoice). (Account payable
module,
Jadi, dapat disimpulkan bahwa utang usaha adalah tagihan-tagihan yang belum
dibayar oleh perusahaan kepada pihak supplier yang timbul akibat pembelian barang
dan jasa dan tergolong utang yang harus dilunasi pembayarannya dalam kurun waktu
kurang dari setahun. Prosesnya meliputi hal penanganan invoice, pembuatan voucher
pembayaran dan pengaturan cek dan giro.
2.2.1.3 Hubungan
Pembelian
dan
Utang
Usaha
di
Siklus
Pengeluaran
(Expenditure cycle)
Menurut Romney dan Steinbart (2006, p415-416), siklus pengeluaran
(expenditure cycle)  adalah  sekumpulan  aktivitas-aktivitas  bisnis  dan  pemrosesan
data yang berhubungan dengan pembelian dan pembayaran barang dan jasa.
  
18
Gambar 2.1 Data Flow Diagram level 0 dalam expenditure cycle
(Sumber: Romney dan Steinbart, 2006, p411)
Menurut Hall
(2001,
p50),
Expenditure cycle terdiri
dari
peristiwa
perolehan
bahan baku, aset, dan tenaga kerja dan sebagai gantinya terjadi pengeluaran kas. Dari
sisi
sistem,
transaksi
ini
terdapat dua
bagian yaitu:
pysical component (perolehan
barang) dan financial component (pengeluaran kas untuk pembayaran ke supplier).
Menurut Bodnar dan Hopwood (2001, h266), siklus pengeluaran (expenditure
cycle) meliputi aktivitas-aktivitas yang berhubungan dengan proses perolehan barang
dan jasa
yang digunakan perusahaan dalam rangka menjalankan operasi bisnisnya,
perolehan
personel,
dan
perolehan aset dan peralatan. Siklus
pengeluaran
meliputi
aktivitas seleksi vendor, aktivitas permintaan barang, aktivitas pembelian, aktivitas
penerimaan, utang usaha dan akuntansi penggajian.
Dengan
demikian,
siklus
pengeluaran
(expenditure
cycle) merupakan
siklus
transaksi akuntansi
yang
melibatkan proses pembelian, proses penerimaan barang,
  
19
proses pencatatan timbulnya utang usaha, dan proses pengeluaran kas dalam rangka
pembayaran atas utang usaha.
2.2.1.4 Tujuan Siklus Pengeluaran (Expenditure Cycle)
Menurut Wilkinson et al (2000, p469), tujuan utama dari siklus pengeluaran
adalah
untuk
memfasilitasi
pertukaran
antara
kas
dengan
suplier
(vendor) untuk
barang dan jasa yang dibutuhkan. Tujuan dalam lingkup yang lebih luas adalah:
1.
Untuk  menjamin  bahwa  semua  barang  dan  jasa  yang  telah  dipesan  sesuai
dengan yang dibutuhkan.
2.
Menerima semua barang
yang dipesan dan menjamin bahwa barang tersebut
berada dalam kondisi yang baik.
3.
Untuk mengamankan barang sampai dibutuhkan.
4.
Menentukan bahwa invoice yang berkaitan dengan barang dan jasa adalah valid
dan benar.
5.
Merecord dan mengklasifikasikan pengeluaran secara benar dan tepat.
6.
Memasukkan
kewajiban
dan
pengeluaran
kas ke
dalam akun supplier
yang
tepat dalam account payable ledger.
7.
Menjamin
bahwa
semua
pengeluaran
kas
berhubungan
dengan
pengeluaran
yang telah diotorisasi.
2.2.1.5 Fungsi-fungsi yang terkait dengan Siklus Pengeluaran (Expenditure
Cycle)
Menurut
Wilkinson
et
al
(2000,
p470),
unit-unit
yang
terkait
dalam siklus
pengeluaran adalah:
  
20
1.
Inventory management/logistics
Manajemen
persediaan
atau logistic bertanggung
jawab
untuk
mengatur
persediaan yang dimiliki perusahaan. Selain itu, manajemen persediaan juga
mencakup
unit pembelian, penerimaan dan penyimpanan. Pembelian terutama
berfokus pada pemilihan pemasok yang dari mana persediaan itu nantinya akan
dibeli. Pemilihan pemasok harus memperhatikan beberapa faktor seperti harga
yang ditawarkan, kualitas dari barang atau jasa yang ditawarkan, jangka waktu
pengiriman yang dijanjikan, dan apakah pemasok itu dapat dipercaya.
Unit 
Penerimaan 
bertanggung 
jawab 
dalam 
menerima 
barang 
yang
dipesan oleh perusahaan, memeriksa jumlah dan kondisi barang tersebut. dan
memindahkannya ke gudang.
Unit Penyimpanan bertanggung jawab dalam melindungi barang tersebut
dari   pencurian,   kehilangan,   dan   menyerahkan   tepat   waktu   ketika   ada
permintaan akan kebutuhan barang tersebut.
2.
Finance / Accounting
Fungsi  dari  unit  finance/accounting berhubungan  dengan  perencanaan
dan pengendalian atas sumber daya, data-data dan informasi tentang pembelian
dan hutang ke
supplier. Untuk
expenditure cycle, financial/accounting
mencakup:
a)
Fungsi pengeluaran kas, yaitu bertanggung jawab untuk menyiapkan cek
untuk pengeluaran dan
memelihara data-data
yang berhubungan dengan
pengeluaran kas.
b)
Fungsi  pengendalian  persediaan,  yang  bertanggung  jawab  memelihara
data-data persediaan dan mengajukan permintaan pembelian.
  
21
c)
Fungsi  utang  usaha,  bertanggung  jawab 
memelihara  data-data 
utang
pemasok dan menyetujui faktor pemasok untuk pembayaran.
d)
Fungsi
jurnal
umum, bertanggung jawab
untuk
memelihara
akun-akun
asset, ekuitas, beban dan pendapatan.
2.2.1.6 Prosedur-Prosedur terkait di Siklus Pengeluaran (Expenditure Cycle)
Menurut  Romney  dan  Steinbart  (2006,  p416),  terdapat  tiga  kegiatan  kerja
dalam siklus pengeluaran diantaranya sebagai berikut, yaitu:
1.
Ordering goods, supplies, and services (proses pemesanan barang)
2.
Receiving and storing goods, supplies, and services
3.
Paying for goods, supplies, and services
2.2.1.6.1 Proses Pemesanan Barang
Menurut Romney dan Steinbart (2006, p.418-423) dapat disimpulkan bahwa,
kegiatan  siklus  pengeluaran  dimulai  dari  pemesanan  barang  kepada  supplier.
Proses pemesanan barang ke supplier terdiri dari tiga tahap yaitu antara lain:
1.
Mengecek ketersediaan persediaan di gudang
Tahap pertama adalah dengan mengecek ketersedian barang di gudang
apakah masih menunjang proses bisnis perusahaan.
2.
Menerima permintaan pembelian
Permintaan  pembelian  muncul  ketika  bagian  pengendali  persediaan
atau
adanya
karyawan
departemen
tertentu menyadari bahwa persediaan
barang
yang dibutuhkannya telah mencapai titik minimum. Kebutuhan akan
adanya   pembelian   barang   ke   supplier   akan   dicatat   dalam   purchase
requisition. Purchase  requisition  berisi informasi
mengenai  pihak  yang
  
22
mengajukan
permintaan
pembelian,
spesifikasi
bagian
yang
membutuhkan
dan tanggal dibutuhkan, identifikasi jumlah kuantitas dan detail barang yang
dibutuhkan, bisa juga merekomendasikan supplier dan informasi harga yang
diinginkan.
3.
Pembuatan purchase orders
Tahap
ini
dimulai
dengan
proses
pemilihan
supplier.
Dalam proses
pemilihan supplier ada beberapa faktor yang harus diperhatikan, bukan hanya
harga murah dan kuantitas. Faktor-faktor yang harus diperhatikan antara lain
: harga, kualitas bahan baku, dan konsistensi supplier dalam hal pengiriman
tepat waktu dan jumlah yang tepat.
Setelah itu pesanan pembelian kepada supplier dicatat dalam purchase
order  berisi sejumlah informasi mengenai nama supplier dan
purchasing
staff,  pesanan  dan  tanggal  barang  harus  dikirimkan,  lokasi  pengiriman,
metode
pengiriman, dan
informasi
mengenai
barang
yang
dipesan. Blanket
purchase order adalah komitmen untuk membeli barang-barang tertentu pada
tingkat harga yang telah ditentukan dan supplier tertentu dalam jangka waktu
tertentu  biasanya  setahun.  Kegunaan  blanket purchase order   ini  adalah
untuk  mengurangi  resiko  ketidakmampuan  supplier  menyediakan  barang
yang  diperlukan  dan  membantu  supplier  merencanakan  kapasitas  barang
yang dimiliki dan pengiriman barangnya.
  
23
2.2.1.6.2 Proses Penerimaan dan Penyimpanan Barang
Menurut Romney dan Steinbart (2006, p.424-426), dapat disimpulkan bahwa
kegiatan
utama
kedua
dalam siklus
pengeluaran
adalah
proses
penerimaan
dan
penyimpanan barang.
Pada
tahap ini,
ketika barang
dikirimkan
oleh
supplier,
unit
penerimaan
barang
akan
melakukan
pengecekan
pada
barang
yang
dikirim oleh
supplier,
meliputi:
apakah
kuantitas
barang
yang
dikirimkan
telah benar
sesuai
dengan
purchase order; apakah ada barang rusak yang diterima; dan apakah barang yang
diterima sesuai kualitas dan spesifikasinya pemesanan. Penerimaan barang yang
tepat akan mempengaruhi ketepatan update atas persediaan dan utang yang harus
dibayar.
Jika telah benar maka akan diterbitkan receiving report, yang berisi informasi
mengenai
pengiriman
(
tanggal
penerimaan,
pengirim, supplier, purchase
order
number ), informasi barang diterima (kode barang, deskripsi, jumlah barang) , dan
informasi
mengenai penerima. Setelah
itu barang akan dikirimkan ke gudang dan
diupdate ke catatan persediaan.
Jika barang yang diterima ada yang rusak atau tidak sesuai kualitasnya, maka
akan
diterbitkan
debit memo
setelah
supplier
setuju
untuk
retur
barang
dan
pengurangan
utang.
Debit
memo dibuat
dua
rangkap
dimana
rangkap
kedua
dikirimkan ke supplier bersama pengiriman barang retur. Kemudian supplier akan
mengeluarkan
credit
memo
yang
akan dikirimkan
ke perusahaan dan digunakan
sebagai bukti pengurangan utang.
  
24
2.2.1.6.3 Proses pembayaran utang kepada supplier
Menurut Romney dan Steinbart (2006, p.426-429) dapat disimpulkan bahwa
aktivitas
terakhir
dalam siklus
pengeluaran berkaitan
dengan proses
pembayaran
kepada supplier. Proses pembayaran utang ke supplier terdiri dari dua tahap yaitu:
1.
Penyetujuan pembayaran atas Supplier Invoice
Kewajiban membayar supplier timbul pada
saat
barang diterima.Tapi
pada praktiknya, kebanyakan perusahaan mencatat hutang ketika mereka
menerima tagihan/invoice dari supplier. Inti dari tahap ini
adalah
mengotorisasi bahwa pembayaran dilakukan hanya untuk barang atau jasa
yang sudah benar-benar dipesan dan diterima dengan cara mencocokkan
purchase order dengan
receiving report. Ada dua cara untuk memproses
tagihan pelanggan yaitu:
Nonvoucher System
Setiap tagihan yang disetujui diposting ke data masing-masing supplier
dalam file utang dan disimpan sebagai open-invoice file dan ketika cek
dikeluarkan untuk pembayaran invoice, maka invoice akan dihapus dari
open-invoice file dengan ditandai sudah bayar dan akan disimpan dalam
paid-invoice file.
Voucher System
Terdapat sebuah dokumen bernama disbursement voucher, yang
merupakan
dokumen
bukti
pengeluaran kas untuk pelunasan utang
kepada supplier. Isinya mengenai informasi supplier yang akan dibayar,
list  outstanding invoices, dan  jumlah 
nominal 
yang  harus  dibayar
  
25
setelah
dikurangi
diskon
dan
retur.
Keuntungan
adanya
disbursement
voucher adalah:
a.
mereka
dapat
mengurangi
jumlah
cek
yang
harus
ditulis
karena
beberapa invoice dapat disatukan dalam satu voucher.
b.
Karena
disbursement
voucher
adalah
dokumen
yang
digenerate
sehingga dokumennya terurut dan memudahkan penelusuran
semua hutang.
c.
Voucher  menyediakan  catatan  bahwa  tagihan  pelanggan  telah
disetujui untuk pembayaran sehingga memungkinkan pemisahan
waktu
dari
invoice
approval
sampai
dengan
waktu invoice
payment. Hal ini memudahkan penjadwalan kedua aktivitas untuk
meningkatkan efektivitas.
2.
Pembayaran Supplier Invoice yang sudah disetujui
Tahap
ini
merupakan
tahap
terakhir
dalam siklus
pengeluaran
yaitu
pembayaran tagihan yang sudah disetujui, biasanya dilakukan oleh unit kasir
dan dibedakan dari divisi pencatatan (pembelian dan utang) dan unit
penerimaan barang. Pada tahap ini, semua tagihan yang telah dicocokkan dan
disetujui akan dikeluarkan voucher pembayarannya. Inti dari tahap ini adalah
bagaimana menentukan waktu pembayaran agar bisa mengambil keuntungan
dari adanya diskon yang ditawarkan dari pembayaran
utang dan penyediaan
kas untuk pembayaran ketika utang jatuh tempo. Jika utang telah dilunasi
maka catatan account payable akan di-upudate.
  
26
2.2.1.7 Dokumen-Dokumen pada Siklus Pengeluaran (Expenditure Cycle)
Menurut Wilkinson et al. (2000, p472), dokumen-dokumen yang terkait kepada
siklus pengeluaran (expenditure cycle) adalah:
1.
Purchase Requisition (Permintaan Pembelian)
Yaitu dokumen yang berisi daftar permintaan pembelian barang atau jasa.
dokumen ini akan menjadi dokumen paling dasar, yang memulai siklus
pembelian dalam sistem.
2.
Purchase Order (Pemesanan Pembelian)
Yaitu dokumen pesanan pembelian barang atau jasa
ynag dibuat berdasarkan
purchase requisition yang telah diotorisasi. Dokumen ini disiapkan untuk
melakukan pemesanan barang kepada pemasok.
3.
Receiving order (Penerimaan Pesanan)
Yaitu dokumen yang mencatat penerimaan barang.
4.
Supplier’s or Vendor’s Invoice
Yaitu dokumen penagihan dari pemasok atas pembelian barang atau jasa.
5.
Disbursement voucher
Yaitu dokumen yang berupa bukti pengeluaran kas untuk pelunasan utang
kepada pemasok.
6.
Disbursement check
Yaitu dokumen akhir untuk melakukan pembayaran kepada pemasok.
7.
Debit memorandum
Yaitu dokumen yang mengotorisasi pengembalian atau retur pembelian.
8.
New Supplier (Vendor) Form
  
27
Yaitu
dokumen
yang
digunakan dalam pemilihan
pemasok
baru,
yang
menampilkan data mengenai harga, tipe barang atau jasa yang disediakan,
pengalaman, status kredit dan referensi pihak lain.
9.
Request for Proposal (or Quotation)
Yaitu
dokumen
yang
digunakan
dalam prosedur
tawar
menawar
di
antara
pemasok,
menampilkan produk
yang dibutuhkan, perbandingan harga, jangka
waktu pembayaran, dan lain sebagainya.
2.2.1.8 Laporan yang Terkait dalam Siklus Pengeluaran (Expenditure Cycle)
Menurut Wilkinson, et al. (2000, p487-p493), output informasi yang dihasilkan
dari expenditure cycle (siklus pembelian) antara lain adalah :
1.
Laporan dan daftar kegiatan operasional
Invoice atau
voucher register
:
merupakan
daftar invoice
yang
diterima
dari pemasok atau laporan voucher yang disiapkan dari faktur.
•    
Check register : merupakan daftar semua cek yang telah ditulis.
Open purchase order report : merupakan laporan yang menampilkan data
pembelian yang mana invoice-nya belum disetujui untuk pembayaran.
Open
invoice
report
atau
open
payable
report
atau
cash
requirements
report : merupakan laporan semua
invoice yang telah disetujui tetapi
belum dibayar.
Inventory  status  report  : merupakan laporan yang memuat kuantitas
barang yang diterima, kuantitas barang
yang
sedang
dikirimkan
dan
kuantitas di tangan.
  
28
Overdue
deliveries
report
:
merupakan
laporan
yang
memuat
transaksi
pembelian 
yang 
telah  melewati  waktu 
pengiriman 
barang 
yang
diinginkan perusahaan dari pemasok.
2.
Inquiry display screens
:
merupakan
layar
yang menampilkan
informasi yang
diminta seperti :
status dari order pembelian tertentu
invoice untuk pemasok tertentu
ringkasan atas open purchase order
3.
Laporan manajerial periodik, contohnya :
Payables aging report
:
merupakan
laporan yang
menggambarkan status
invoice atau voucher yang belum dibayar
yang dapat disebabkan karena
masalah atau pertanyaan dengan pemasok yang belum terselesaikan.
Purchase  analysis  :  merupakan  laporan  yang
menggambarkan
tingkat
aktivitas
pembelian
untuk
setiap
pemasok,
setiap
item persediaan
dan
setiap pihak peminta barang (internal perusahaan).
Vendor performance
report
:
merupakan
laporan
yang
menggambarkan
kinerja pemasok dalam bentuk pengiriman
tepat waktu, kualitas barang,
harga unit barang, tingkat pelayanan dan kondisi barang yang dikirimkan
pemasok.
Critical factors report :
merupakan
laporan
yang
memuat ukuran-ukuran
kinerja seperti jumlah potongan pembelian yang terlewatkan.
  
29
4.
Demand managerial reports : laporan-laporan yang tidak terjadwal
yang berisi
informasi yang digunakan untuk pengambilan keputusan dan pengendalian
manajerial.
2.2.1.9 Manajemen Pembelian
Menurut Render dan Heizer (2001, h420), manajemen pembelian
mempertimbangkan berbagai faktor, seperti biaya persediaan dan transportasi,
ketersediaan pasokan, kinerja pengiriman, dan mutu pemasok. Suatu perusahaan
mungkin
memiliki
kemampuan
di
semua bidang manajemen pembelian dan
kemampuan
luar biasa di bidang-bidang tertentu. Walaupun begitu,
fungsi operasi
yang luar biasa memerlukan adanya hubungan pemasok (vendor) yang sempurna.
Hubungan
penjual
yang
efektif
mengharuskan
pembelian
dilakukan
dalam
proses
tiga tahap, yaitu:
1.
Evaluasi penjual
Tahap pertama, evaluasi penjual, mencakup pencarian penjual potensial,
dan penentuan kemungkinan penjual tersebut menjadi pemasok yang baik. Fase
ini menuntut agar dilakukan evaluasi kriteria. Pilihan pemasok yang kompeten
merupakan sesuatu yang sangat penting. Bila yang dipilih bukan pemasok yang
baik, semua usaha pembelian lainnya akan menjadi sia-sia.
2.
Pengembangan penjual
Pembelian memastikan bahwa penjualnya
menghargai
kebutuhan
akan
mutu dan kebijakan perolehan bahan baku. Pengembangan penjual dapat
mencakup
semuanya,
mulai
dari
pelatihan sampai ke bantuan rekayasa dan
produksi, sampai ke format untuk transfer informasi elektronik.
  
30
3.
Negosiasi
Strategi
negosiasi
terdiri
dari
tiga
jenis klasik
yaitu:
model
harga
berdasarkan biaya (cost-based price model),
model harga berdasarkan pasar
(market-based price model) dan perebutan tender (competitive bidding).
2.2.2 Konsep Persediaan
2.2.2.1 Pengertian Persediaan
Menurut
Chase,
Richard B.,
F.
Roberts
Jacobs,
dan
Nicholas
J. Aquilano.
(2004,
p545), persediaan adalah stok dari item atau sumber daya apapun
yang digunakan
dalam sebuah perusahaan.
Menurut
Handoko
(2001,
p333-334),
persediaan
adalah
suatu
istilah
umum
yang menunjukkan segala sesuatu atau sumber daya-sumber daya organisasi yang
disimpan dalam antisipasinya terhadap pemenuhan permintaan.
Menurut PSAK 14
tahun
2007, persediaan
adalah
asset
yang tersedia untuk
dijual
dalam kegiatan
usaha
normal,
baik
barang
dagangan
dalam usaha
dagang
maupun  barang  jadi  untuk  manufacture,  berada  dalam  proses  produksi  (barang
dalam proses manufacture dan pekerjaan dalam proses untuk kontraktor) dan dalam
bentuk bahan baku atau perlengkapan (bahan pembantu) untuk digunakan dalam
proses produksi atau pemberian jasa.
Jadi,  dapat  disimpulkan  bahwa  persediaan  merupakan  sumber  daya-sumber
daya organisasi yang disimpan dalam antisipasinya terhadap pemenuhan permintaan
di 
perusahaan. 
Sistem  persediaan 
adalah 
serangkaian 
kebijaksanaan 
dan
pengendalian
yang
memonitor
tingkat persediaan
yang
bertujuan
untuk
meminimumkan biaya total.
  
31
2.2.2.2 Metode Pencatatan dan Penilaian Persediaan
Menurut Assauri (2008, p244), cara-cara penentuan jumlah persediaan terbagi
atas dua sistem yang umum dikenal yaitu dengan:
1.
Periodic System, yaitu pada setiap akhir periode dilakukan perhitungan secara
fisik dalam menentukan jumlah persediaan akhir.
2.
Perpetual System atau juga disebut Book Inventories, yaitu dalam hal ini dibuat
catatan administrasi
persediaan. Setiap mutasi dari persediaan sebagai akibat
dari pembelian ataupun penjualan dicatat atau dilihat dalam kartu administrasi
persediaannya.
Bila
metode
ini
yang dipakai,
maka
perhitungan
fisik
hanya
dilakukan paling tidak setahun sekali yang biasanya dilakukan untuk keperluan
counterchecking
antara
jumlah
persediaan menurut
fisik
dengan
menuntut
catatan dalam kartu administrasi persediannya.
Menurut 
Assauri 
(2008, 
p244), 
metode 
penilaian 
persediaan 
terdiri 
dari
beberapa cara, yaitu:
1.
Metode First-in, First Out (FIFO-Method)
Metode  ini  didasarkan  atas  asumsi  bahwa  harga  barang  yang  sudah
terjual dinilai menurut harga pembelian barang yang terlebih dulu masuk.
Dengan demikian persediaan akhir dinilai menurut harga pembelian barang
akhir yang masuk.
2.
Metode rata-rata ditimbang (Weighted Average Method)
Metode ini didasarkan
pada harga rata-rata dimana harga tersebut
dipengaruhi oleh jumlah barang yang diperoleh pada masing-masing harganya.
3.
Metode Last-In, First Out (LIFO-Method)
  
32
Metode  ini  didasarkan  pada  asumsi  bahwa  barang  yang  telah  terjual
dinilai
berdasarkan
harga
pembelian barang
yang
terakhir
masuk.
Sehingga
persediaan
yang
masih
ada
stok,
dinilai berdasarkan
harga
pembelian
barang
yang terdahulu.
2.2.2.3 Metode Pengendalian Persediaan
Adapun
metodenya
antara lain adalah Reorder point (ROP). Menurut Render
dan 
Heizer 
(2001, 
p324),  reorder
point 
merupakan 
titik  dimana  pemesanan
dilakukan ketika persediaan yang ada telah mencapai suatu titik atau tingkat tertentu.
Hal-hal
yang
mempengaruhi
ROP antara lain adalah lead time, permintaan per
hari
dan safety stock. Safety stock
itu sendiri adalah unit tambahan di persediaan yang
digunakan   sebagai   stok   pengaman   sebelum   mencapai   tahap   reorder  point.
Sedangkan lead
time
menurut
Assauri(2008,
h264)
adalah
lamanya
waktu
antara
mulai dilakukannya pemesanan bahan-bahan sampai dengan kedatangan bahan-
bahan yang dipesan tersebut dan diterima di
gudang persediaan. Perhitungan ROP
menggunakan rumus sebagai berikut:
ROP = (d x L) + safety stock
Dimana:
d = jumlah permintaan (unit), atau daily quantity required
L = lead time atau waktu pengiriman pesanan (dalam hari)
Permintaan perhari (d) dapat dicari dengan membagi permintaan tahunan (D) dengan
jumlah hari kerja per tahun sebagai berikut:
d = D / jumlah hari kerja per tahun
  
33
2.2.2.4 Dokumen-Dokumen dalam Persediaan
Menurut  Assauri  (2008,  p283),  pencatatan  dalam  pengawasan  persediaan
adalah semua pencatatan atau pembukuan mengenai penerimaan, persediaan di
gudang, dan pengeluran bahan baku dan lain-lainnya serta hasil produksi suatu
perusahaan.  Pencatatan-  pencatatan  tersebut  diperlukan  untuk  menjamin  bahan-
bahan
dipergunakan
secara efisien dan perusahaan
dapat
mengikuti
perkembangan
persediaannya dengan baik.
Menurut Assauri (2008, p284), pada dasarnya terdapat lima catatan yang paling
penting atau utama dalam sistem pengawasan persediaan, yaitu :
1.
Permintaan pembelian (purchase requisition)
Dokumen  ini 
merupakan  permintaan  dari  bagian  persediaan  kepada
bagian pembelian untuk membeli bahan-bahan atau barang-barang yang sesuai
dengan
jenis
dan
jumlah
tertentu seperti
yang
dinyatakan
dalam
surat
permintaan itu. Permintaan itu diadakan untuk menjamin adanya persediaan
yang cukup dari bahan-bahan / barang-barang tersebut atau mengisi kembali
persediaan bila persediaan bahan-bahan tertentu yang ada akan mendekati titik
yang terendah yang telah ditentukan terlebih dahulu. Biasanya daftar atau form
ini dibuat rangkap tiga oleh bagian persediaan. Rangkap aslinya dikirim kepada
bagian pembelian untuk memungkinkan bagian ini memperoleh wewenang
untuk
membeli
bahan-bahan
tersebut, rangkap
dua
digunakan
oleh
bagian
pembelian untuk menggambarkan pesanan dan menyelesaikannya, dan rangkap
ketiga
dipegang
oleh
bagian
pemesanan
(order) sebagai
catatan
untuk
menggambarkan permintaannya akan bahan-bahan ini.
2.
Laporan penerimaan (receiving report)
  
34
Dokumen
ini penting
karena
satu
copy
/ rangkap
dari
laporan ini akan
memberikan informasi bahwa penjaga gudang telah menerima bahan-bahan
yang dipesan ini di pabrik. Apabila bahan-bahan perlu digunakan segera maka
bahan-bahan itu dapat dengan segera
diinspeksi,
walaupun
ada
ketentuan-
ketentuan yang harus diikuti. Pada waktu penerimaan bahan-bahan di gudang,
copy / rangkap laporan penerimaan yang menyertai bahan-bahan itu terinci dan
akan memberikan rincian bahan-bahan tersebut dan jika telah disetujui (OK)
oleh petugas yang melakukan inspeksi, maka berarti bahan-bahan tersebut telah
sesuai dengan standar dan spesifikasi yang diperlukan. Dengan demikian maka
petugas/penjaga
gudang
dapat
mengisi kembali
bahan-bahan
tersebut
untuk
menggantikan bahan-bahan yang sama yang telah dikeluarkan dari perusahaan.
3.
Catatan persediaan (balance of stores record)
Dokumen
ini
merupakan catatan
yang paling penting dalam pengawasan
persediaan. Dokumen/daftar ini merupakan dasar atau titik
pangkal dari
pelaksanaan
sistem
pengawasan
persediaan
dan
memberikan
informasi
baik
bagi pabrik maupun bagi bagian accounting. Daftar ini seringkali dipergunakan
dengan  nama  yang  berbeda  seperti:  perpetual
inventory  card,  stock  record
card, stock ledger sheet, balance of
stores form, stores balance sheet
dan
material ledger sheet. Dengan balance of stores card ini manajemen mungkin
dapat mencapai
tujuan
untuk
mempunyai bahan-bahan
yang tepat dan
tempat
yang tepat, serta investasi yang minimum. Daftar ini juga membantu pimpinan
produksi untuk menentukan delivery schedule barang yang dibutuhkan.
  
35
Informasi
atau keterangan
bahan-bahan
yang
terdapat
dalam balace
of
stores
card berbeda-beda
tergantung dari perusahaan
yang
menggunakannya.
Akan tetapi data minimum yang biasanya terdapat dalam daftar ini adalah :
Gambaran atau deskripsi lengkap dari bahan-bahan tersebut.
Jumlah dari bahan-bahan yang tersedia di gudang, yang dipesan dan yang
dialokasikan untuk produksi.
Jumlah bahan-bahan yang akan atau harus dibeli bila waktunya telah tiba
untuk mengadakan pemesanan baru.
Harga bahan-bahan itu per unit.
Jumlah yang dipakai selama suatu periode atau jangka waktu tertentu.
Nilai dari persediaan yang ada.
4.
Daftar permintaan bahan (material requisition form)
Merupakan formulir yang dibuat oleh
petugas yang dipergunakan oleh
bagian pembelian dalam mengadakan pesanan. Daftar
ini
juga penting dalam
pengawasan persediaan karena dapat menunjukkan bahan-bahan yang perlu
segera dibeli untuk pengisian kembali persediaan gudang.
5.
Perkiraan pengawasan (control accounting)
Catatan yang digunakan oleh bagian
akuntansi untuk mengawasi setiap
pencatatan
mutasi
persediaan
yang dilakukan
oleh
bagian
gudang.
Semua
pembelian akan didebit dan semua pemakaian akan dikredit dalam
perkiraan
ini. Saldo perkiraan pengawasan harus sama dengan saldo yang terdapat pada
perpetua inventory  card”.  Tidak   sesuainya   saldo   diantara   keduanya
mengharuskan diadakannya penyelidikan selanjutnya.
  
36
2.2.2.5 Manajemen Persediaan
Menurut Hall (2001, p21-22), tujuan dari manajemen bahan baku adalah untuk
merencanakan dan mengontrol persediaan bahan baku perusahaan. Sebuah
perusahaan harus memiliki persediaan
yang
cukup dan
harus
menghindari
tingkat
persediaan
yang
berlebih.
Idealnya, sebuah
perusahaan
akan
mengkoordinasi
persediaan yang datang dari pemasok sedemikian sehingga mereka langsung
dipindahkan ke proses produksi. Namun
demikian,
semata-mata
agar
praktis,
kebanyakan organsasi mempertahankan persediaan pengaman untuk menyimpan
persediaan itu selama waktu tunggu, antara waktu pesanan persediaan dengan waktu
datangnya persediaan.
Kita  dapat  melihat  bahwa  manajemen
persediaan  memiliki  tiga  sub
fungsi
yaitu:
1.
Pembelian
bertanggung
jawab
untuk
memesan
persediaan
dari
para pemasok
ketika
tingkat
persediaan
mencapai
titik
pemesanan
kembali
(reorder point).
Hakekatnya tugas ini bervariasi diantara organisasi. Pada sebagian kasus
pembelian tidak lebih dari sekedar mengirimkan pemesanan pembelian ke
pemasok yang ditunjuk. Pada kasus lainnya, tugas ini juga meliputi pengajuan
penawaran harga diantara para pemasok yang berkompetisi.
2.
Penerimaan adalah tugas untuk menerima persediaan yang sebelumnya dipesan
oleh bagian pembelian. Aktivitas penerimaan ini meliputi perhitungan dan
pengecekkan
kondisi  
fisik  
item-item  
tersebut.  
Kegiatan   ini  
mungkin
merupakan
kesempatan
pertama
perusahaan, mungkin hanya satu-satunya,
untuk
mendeteksi
pengiriman
yang
tidak
lengkap
dan
barang
dagang
yang
rusak sebelum mereka dipindahkan ke proses produksi.
  
37
3.
Penyimpanan
meliputi
pengawasan
fisik
atas
persediaan
yang
diterima
dan
mengeluarkan persediaan tersebut ke proses produksi sesuai kebutuhan.
2.3
Sistem Pengendalian Internal
2.3.1 Pengertian Sistem Pengendalian Internal
Menurut
Gelinas
dan
Dull
(2008, p216)
yang
terdapat
dalam Committee
of
Sponsoring Organization
(COSO),
pengendalian
internal
didefinisikan
sebagai
suatu
proses yang dipengaruhi oleh suatu dewan direksi, manajemen, dan pihak personal
lainnya
dalam suatu
entitas,
yang
dirancang
untuk
menyediakan
jaminan
atau
keyakinan
yang
layak
atau
memadai
berkenaan dengan pencapaian tujuan dengan
kategori
sebagai
berikut:
efektivitas
dan efisiensi
operasi,
kehandalan
laporan
keuangan, dan kesesuaian dengan hukum dan peraturan yang berlaku.
Menurut
Moscove,
Stephen  A.,
Simkin,  Mark
G.,  Bagranoff,  Nancy  A. 
(2001,
p210), 
sebuah 
pengendalian 
internal 
terdiri 
dari  berbagai 
macam 
metode  dan
rancangan
pengukuran
serta
implementasi
ke
dalam keseluruhan
sistem
organisasi
untuk mencapai empat tujuan perlindungan aset, melakukan pengecekan terhadap
ketepatan dan keandalan
dari data akuntansi,
peningkatan efisiensi operasional
dan
mendorong ketaatan terhadap peraturan manajerial yang berlaku.
Jadi dapat disimpulkan bahwa pengendalian internal adalah suatu sistem
pengendalian
yang
berupa
aturan,
kebijakan,
prosedur
dan
sistem informasi
yang
dirancang
untuk
memastikan
bahwa
aset
dapat
terlindungi
dengan
baik,
informasi
yang
dihasilkan
juga
akurat
dan
dapat
diandalkan, tingkat efektivitas dan efisiensi
operasional, serta memastikan bahwa segala kebijakan dan peraturan yang ada dapat
dipatuhi sebagaiman mestinya.
  
38
2.3.2 Komponen Sistem Pengendalian Internal
Menurut Jones dan Rama (2006, p105), komponen-komponen yang berhubungan
dengan pengendalian internal terdiri dari lima komponen yaitu:
1.
Control environment
Berhubungan dengan beberapa faktor yang disusun oleh organisasi untuk
mengendalikan 
kesadaran 
para 
karyawannya. 
Faktor  tersebut 
berhubungan
dengan integritas, nilai etika, filosofi manajemen dan gaya operasional.Termasuk
didalamnya cara manajemen menetapkan otoritas dan tanggung jawab, mengatur,
dan
mengembangkan
sumber
daya
manusia serta perhatian dan petunjuk dari
board of directors.
2.
Risk assesment
Merupakan proses identifikasi dan analisis terhadap resiko yang dapat
menghambat pencapaian tujuan pengendalian internal.
3.
Control activities
Merupakan kebijakan dan prosedur yang dikembangkan oleh organisasi untuk
menangani resiko-resiko yang mungkin dan telah ada. Control activities
mencakup:
a.
Performance reviews, kegiatan yang berhubungan dengan analisis terhadap
kinerja, misalnya dengan membandingkan hasil yang didapat dengan
anggaran, standard perhitungan, dan data pada periode sebelumnya.
b.
Segregation 
of 
duties, 
terdiri 
dari 
penetapan  tanggung 
jawab 
untuk
mengotorisasi transaksi, melakukan transaksi, mencatat transaksi, dan
menjaga aset yang dilakukan oleh karyawan yang berbeda.
  
39
c.
Application   control,   berhubungan  dengan  aplikasi  sistem  informasi
akuntansi.
d.
General
control, berhubungan dengan
pengawasan
yang
lebih
luas
yang
berhubungan dengan berbagai aplikasi.
4.
Information and communication
Sistem informasi
perusahaan
adalah
kumpulan
dari
prosedur
(baik
otomatis
maupun
manual)
dan
pencatatan
dalam memulai,
mencatat,
memproses
dan
melaporkan
kejadian
atas
proses-proses
yang
terjadi
dalam organisasi.
Dan
komunikasi berhubungan dengan
menyediakan
pemahaman
atas peraturan
dan
tanggung jawab tertentu.
5.
Monitoring
Manajemen
harus
mengawasi
pengendalian internal
untuk
memastikan
bahwa
pengendalian internal organisasi berjalan sesuai tujuan yang diharapkan.
2.3.3 Aktivitas Sistem Pengendalian Internal
Menurut Wilkinson, et al. (2000, p500), aktivitas pengendalian internal meliputi:
1.
General Controls, yang terdiri dari :
•    
Organizational Controls
Dalam
organisasi,
harus
dilakukan
pemisahan
fungsi
antara
pihak
yang
melakukan operasional dengan bagian yang menangani pencatatan.
•    
Documentation Controls
Dokumentasi yang ada harus lengkap dan selalu bersifat up-to-date.
•    
Asset Accountability Controls
  
40
Buku besar pembantu utang harus direkonsiliasi secara berkala dengan
rekening control utang yang ada di buku besar. Demikian juga dengan
catatan
persediaan
dan
keseimbangan
atas
saldo
bank
dan
kas
di
buku
besar.
Management Practices Controls
Karyawan,
termasuk
programmer
dan akuntan harus diberikan pelatihan;
perkembangan
sistem dan
perubahannya
harus
mengikuti
prosedur
yang
jelas; audit harus dilakukan terhadap kebijakan pembelian dan pengeluaran
kas.
Manajer
harus
melakukan
review
terhadap
analisis periodik
dan
laporan-laporan mengenai kegiatan akuntansi dan transaksi yang disahkan
melalui komputer.
Data Center Operation Controls
Staf  TI dan akuntansi harus diawasi, serta kinerja mereka di-review dengan
bantuan laporan kontrol proses komputer dan pencatatan akses.
Authorization Control
Transaksi penjualan kredit harus diotorisasi oleh manajer yang telah
ditetapkan.
Access Controls
Menggunakan password, terminal yang khusus untuk fungsi yang
bersangkutan, melakukan log terhadap semua transaksi pembelian dan
pengeluaran
kas
pada
saat
di-entry
ke
dalam sistem,
melakukan
back-up
terhadap file utang dan persediaan ke dalam media penyimpanan lain.
2.
Application Controls
  
41
Tujuan  dari  application  controls untuk  membantu  memastikan  bahwa
semua  transaksi  diotorisasi 
secara  sah 
dan 
tepat, 
dicatat, 
dikelompokkan,
diproses, dan dilaporkan. Application controls terdiri dari:
Input controls
Transaksi-transaksi harus dicatat secara akurat, lengkap dan tepat.
Processing Controls
Untuk memastikan bahwa data diproses dengan tepat dan lengkap, tidak
termasuk
transaksi
yang
tidak
diotorisasi,
hanya
file
dan
program
yang
benar   dimasukkan,   sehingga   semua   transaksi   dapat   dengan   mudah
ditelusuri.
Output Controls
Outputs menyediakan sebuah sistem informasi yang lengkap dan dapat
diandalkan serta disampaikan kepada penerima informasi yang tepat.
2.3.4 Pengendalian Internal pada Sistem Pembelian, Persediaan dan Utang Usaha
Menurut Romney dan Steinbart (2006, p425), prosedur pengendalian yang dapat
diterapkan dalam berbagai ancaman utama dalam expenditure cycle dapat dilihat pada
tabel 2.1.
Tabel 2.1 Ancaman dan prosedur pengendalian dalam kegiatan pembelian
Proses/
Aktivitas
Ancaman
Prosedur 
pengendalian 
yang 
dapat
diterapkan
Pemesanan
barang
1
Mencegah kehabisan stok
atau
persediaan
yang
berlebihan.
Sistem
pengendalian
persediaan,
catatan
persediaan secara perpetual, teknologi
barcode, perhitungan periodik atas
persediaan.
2
Memesan
item
yang
tidak diperlukan
Catatan persediaan perpetual yang akurat,
persetujuan permintaan pembelian.
  
42
3
Pembelian   barang   pada
saat inflasi
Membuat penawaran bersaing,
menggunakan pemasok yang telah
disetujui, persetujuan order pembelian,
pengendalian anggaran.
4
Pembelian barang dengan
kualitas yang rendah
Menggunakan   
pemasok   
yang   
telah
disetujui, persetujuan pesanan pembelian,
mengawasi  kinerja  pemasok,
pengendalian anggaran.
5
Membeli   dari   pemasok
yang tidak sah
Persetujuan      pemesanan      pembelian,
pembatasan  akses  ke 
master  file
pemasok, pembatasan atas penggunaan
kartu procurement.
6
Kickbacks
Kebijakan yang menentang penerimaan
hadiah 
dari 
pemasok,  training,
penggiliran kerja, menyelenggarakan
liburan untuk agen penjualan,
mengharuskan pegawai pembelian untuk
menyertakan keterkaitan finansial dengan
pemasok, audit pemasok.
Penerimaan
dan
penyimpanan
barang
7
Menerima   barang   yang
tidak dipesan
Bagian
penerimaan
memverifikasi
keberadaan pesanan pembelian yang sah
8
Membuat
kesalahan
perhitungan
Menggunakan
teknologi
barcode,
dokumen
kinerja
karyawan,
insentif
untuk perhitungan yang benar.
9
Pencurian persediaan
Pengendalian  akses  fisik,  penghitungan
periodik atas persediaan dan rekonsiliasi
perhitungan
fisik ke catatan,
mendokumentasikan semua transfer
persediaan, pemisahan tanggung jawab.
Menyetujui
dan membayar
faktur dari
pemasok
10 Gagal
mendeteksi
kesalahan   dalam   faktur
pemasok
Pengecekan   dua   kali   atas   keakuratan
faktur, pelatihan pada staf utang usaha.
11 Membayar  untuk  barang
yang tidak diterima
Hanya
membayar
faktur
yang
didukung
oleh laporan penerimaan asli,
menggunakan ERS, pengendalian
anggaran.
12 Gagal  untuk
menggunakan diskon
pembelian yang tersedia
Pengisian yang benar, anggaran arus kas.
13 Membayar
faktur
yang
sama sebanyak dua kali
Hanya
membayar
faktur
yang
didukung
paket voucher asli, pembatalan paket
voucher selama
pembayaran,
menggunakan  ERS,  pengendalian  akses
ke master file pemasok.
  
43
14 Pencatatan   dan   posting
kesalahan dalam utang
Pengendalian entry data dan edit data.
15 Menggelapkan 
kas, 
cek
atau EFTs.
Akses  yang  terbatas  pada  cek  kosong,
mesin   penanda   cek,   terminal   transfer
EFT, pemisahan tanggung jawab utang
dan kasir, rekonsiliasi
akun
bank
oleh
seseorang yang independen dari proses
pengeluaran  kas,  pengukuran
perlindungan kas, pengukuran
perlindungan cek
termasuk possitive pay,
review regular dari transaksi EFT.
Isu
pengendalian
umum
16 Kehilangan, penggantian,
atau
penelusuran
yang
tidak sah atas data.
Label file, rencana back-up dan pemuihan
dari  bencana,  pengendalian  akses 
fisik
dan logis, konfigurasi
dari sistem ERP
untuk menyelenggarakan pemisahan
tanggung jawab yang benar, enkripsi,
pengendalian transmisi data.
17 Performa yang buruk.
Mengembangkan   dan   review  periodik
atas laporan performa yang tepat.
(Sumber : Romney dan Steinbart, 2006, p425)
2.4
Konsep Pajak Pertambahan Nilai (PPN)
Menurut Mardiasmo (2003, p.225-242), Pajak Pertambahan Nilai merupakan : (1)
Pajak
tidak
langsung
,
(2)
Pajak
atas
konsumsi
dalam negeri.
Dasar
Hukum yang
mengatur Pajak Pertambahan Nilai adalah Undang-Undang Nomor 18 Tahun 2000. Tarif
Pajak Pertambahan Nilai (PPN) yang berlaku saat ini adalah 10%.
Menurut
Erly
(2002,
p.277),
Subjek
Pajak
Pertambahan
Nilai
adalah
Pengusaha
ena Pajak (PKP). Pengusaha Kena Pajak adalah pengusaha yang melakukan penyerahan
Barang
Kena
Pajak
dan/atau
Jasa
Kena
Pajak.
Sedangkan Objek
Pajak
Pertambahan
Nilai adalah :
a.
Penyerahan
Barang
Kena
Pajak
di
dalam
Daerah
Pabean
yang
dilakukan
oleh
Pengusaha;
  
44
b.
Impor Barang Kena Pajak;
c.
Penyerahan  Jasa  Kena  Pajak  di  dalam  Daerah  Pabean  yang  dilakukan  oleh
Pengusaha;
d.
Pemanfaatan Barang Kena Pajak tidak berwujud dari luar Daerah Pabean di dalam
Daerah Pabean;
e.
Pemanfaatan Jasa Kena Pajak dari luar Daerah Pabean di dalam Daerah Pabean;
f.
Ekspor Barang Kena Pajak oleh Pengusaha Kena Pajak;
g.
Kegiatan
membangun
sendiri
yang
tidak
dilakukan
dalam
kegiatan
usaha
atau
pekerjaan oleh orang pribadi atau badan.
h.
Penyerahan aktiva oleh pengusaha kena pajak
yang menurut tujuan semula aktiva
tersebut tidak untuk diperjualbelikan, sepanjang Pajak Pertambahan Nilai yang
dibayar pada saat perolehannya dapat dikreditkan.
Mekanisme Kredit Pajak:
Pembeli BKP wajib membayar PPN dan berhak menerima bukti pungutan pajak.
PPN yang seharusnya sudah dibayar
tersebut merupakan Pajak
Masukan bagi pembeli
BKP
yang
berstatus PKP.
Pajak
Masukan
yang
wajib
dibayar oleh
Pengusaha
Kena
Pajak dapat dikreditkan dengan Pajak Keluaran yang dipungutnya dalam Masa Pajak
yang
sama.
Pajak
masukan
yang
dapat
dikreditkan
tetapi
belum
dikreditkan
dengan
Pajak Keluaran pada Masa Pajak yang sama, dapat dikreditkan pada Masa Pajak
berikutnya paling lambat 3(Tiga) bulan setelah berakhirnya Masa Pajak yang
bersangkutan
sepanjang
belum dibebankan
sebagai
biaya
dan
belum dilakukan
pemeriksaan. Dalam hal belum ada Pajak Keluaran dalam suatu Masa Pajak, maka Pajak
Masukan tetap dapat dikreditkan. Pajak Masukan yang dbayar untuk perolehan BKP
dikreditkan  dengan  Pajak  Keluaran  di  tempat  Pengusaha  Kena  Pajak  dikukuhkan.
  
45
Apabila dalam suatu Masa Pajak, Pajak Keluaran
lebih besar daripada Pajak Masukan
yang
dapat dikreditkan,
maka
selisihnya
merupakan
PPN
yang
harus
disetorkan
oleh
PKP ke Kas Negara. Sedangkan apabila dalam suatu Masa Pajak, Pajak Masukan yang
dapat dikreditkan lebih besar daripada Pajak Keluarannya, maka selisihnya merupakan
kelebihan pajak yang dapat dimintakan kembali (restitusi) atau dikompensasikan pada
Masa Pajak berikutnya.
2.5    Konsep Analisis dan Perancangan Berorientasi Objek
2.5.1 Pengertian  Metode Analisis dan Perancangan Berorientasi Objek
Menurut
Mathiassen,
L.,
A.
Munk-Madsen,
P.
A.
Nielsen,
dan
Jan
Stage.
(2000,
p4),  Objek  merupakan  dasar  dalam  object  oriented  analysis  and  design  (OOAD).
Objek
adalah
an
entitiy
with
identity,
state
dan
behaviour”. Setiap objek
tidak
digambarkan sendiri-sendiri, melainkan menggunakan istilah kelas untuk
menggambarkan kumpulan objek-objek.
Analisis
lebih
menekankan
pada
investigasi
dari
suatu
masalah daripada
mendefinisikan masalah tersebut, sedangkan desain menekankan pada logical solution
dan bagaimana suatu sistem dapat memenuhi kebutuhan yang ada. Metode analisis dan
perancangan berorientasi objek menekankan bagaimana mengidentifikasi masalah dan
merancang
solusi
dari
masalah
tersebut dari perspektif objek untuk memenuhi
kebutuhan user.
Keuntungan
yang
didapat
dari
penggunaan metode
analisis
dan
perancangan
berorientasi objek (OOAD) adalah:
1.
Menyediakan informasi yang jelas mengenai konteks sistem
  
46
2.
Ada hubungan yang erat antara object-oriented analysis, object-oriented design,
object-oriented interface, dan object-oriented programming.
3.
Dapat   digunakan   untuk   memodel   hampir   semua   phenomena   dan   dapat
dinyatakan dalam bahasa umum (natural language)
Noun menjadi object atau class
Verb menjadi behaviour
Adjective menjadi attributes
4.
Mengurangi biaya maintenance
Memudahkan untuk mencari hal yang akan diubah
Membuat
perubahan
menjadi
local,
tidak
bepengaruh
pada
modul
yang
lainnya
Metode 
analisis 
dan 
perancangan 
berorientasi 
objek 
(OOAD) 
memiliki  4
aktivitas
utama
yaitu problem domain analysis, application
domain
analysis,
architectural design, dan component design yang diilustrasikan sebagai berikut:
Gambar 2.2 Kegiatan utama dan hasilnya dalam OOA&D
(Sumber Mathiassen et al., 2000, p.15)
  
47
2.5.2 Rich Picture
Menurut Mathiassen et al. (2000, p25), 
rich picture
adalah sebuah gambaran
informal
yang
digunakan
oleh
pengembang
sistem untuk
menyatakan
pemahaman
mereka terhadap situasi dari sistem yang sedang berlangsung.  Rich picture digunakan
untuk  memfasilitasi  komunikasi  yang  baik  antara  pengguna  dengan  sistem.  Rich
picture
fokus pada aspek-aspek penting dari
sistem dengan
mengunjungi perusahaan
untuk melihat bagaimana perusahaan tersebut beroperasi, berbicara dengan banyak
orang
untuk
mengetahui apa
yang
harus terjadi atau seharusnya terjadi dan mungkin
melakukan beberapa wawancara formal.
2.5.3 System Definition
Menurut  Mathiassen  et  al.  (2000,  p37),    system definition adalah  deskripsi
ringkas dari sistem terkomputerisasi yang diekspresikan dalam bahasa natural. Tujuan
system definition  adalah untuk memilih sistem aktual yang akan dikembangkan yang
dilakukan dengan mengklarifikasikan interpretasi, kemungkinan dan konsekuensi dari
beberapa solusi alternative secara sistematis.
2.5.4 FACTOR Criterion
Menurut Mathiassen et al. (2000, p39), 
FACTOR Criterion 
terdiri dari enam
elemen:
1.
Functionalit,  yaitu
fungsi 
sistem 
yang 
mendukung 
tugas-tugas 
application
domain.
2.
Application Domain, yaitu bagian organisasi yang mengadministrasi, memonitor,
dan mengontrol problem domain.
  
48
3.
Condition, yaitu kondisi dimana sistem akan dikembangkan dan digunakan.
4.
Technology, mencakup
teknologi yang akan digunakan untuk
mengembangkan
sistem dan teknologi dimana sistem akan dijalankan.
5.
Objects, yaitu objek utama dari problem domain.
6.
Responbility, yaitu tanggung jawab keseluruhan dari sistem dalam hubungannya
dengan konteks.
2.5.5 Problem Domain Analysis
Menurut
Mathiassen
et
al.
(2000,
p45),
problem
domain adalah
bagian
dari
konteks  yang  diatur,  dimonitor  atau  dikendalikan  oleh  sistem.  Analisis  problem
domain
memfokuskan
pada
informasi
yang
harus
ditangani
oleh
sistem (system
definition) dan
menghasilkan
sebuah
model
yang
merupakan
gambaran
dari
class,
object, struktur dan perilaku (behaviour) yang ada dalam problem domain. Tiga
aktivitas utama dalam analisis problem domain dapat terlihat di tabel 2.2.
Tabel 2.2 Aktivitas – aktivitas dalam problem domain analysis
Kegiatan
Isi
Konsep
Class
Object  dan
event  mana yang merupakan
bagian problem domain
Class, object, event
Structure
Bagaimana  class dan  object saling  terkait
satu sama lain secara konseptual
Generalisasi, agregasi,
asosiasi, dan cluster
Behaviour
Properti dinamik mana yang dimiliki object
Event trace,
behavioural
pattern, dan atribut
(Sumber : Mathiassen et al., 2000, p48)
2.5.5.1 Class
Menurut Mathiassen et al. (2000, p53), class adalah sekumpulan
objek
yang
memiliki kesamaan structure, behavioral pattern, dan atribut yang sama. Kegiatan
class merupakan kegiatan yang pertama dilakukan didalam analisis problem domain.
  
49
Ada beberapa tugas utama dalam kegiatan ini yaitu: abstraksi fenomena dari problem
domain dalam objek dan event; klasifikasi objek dan event; seleksi class dan event
yang akan dipelihara informasinya oleh sistem.
Menurut
Mathiassen
et
al.
(2000,
p51),
object adalah
sebuah
entitas
yang
memiliki identitas, status, dan perilaku(behaviour), sedangkan event adalah kejadian
yang terjadi seketika melibatkan satu atau lebih object.
Pemilihan class
bertujuan
untuk
mendefinisikan
dan
membatasi problem
domain,
sedangkan
pemilihan
kumpulan
event
yang dilakukan oleh satu atau lebih
object
bertujuan untuk
membedakan
tiap-tiap
kelas
dalam problem
domain.
Kegiatan
class
akan
menghasilkan sebuah event table yang terlihat seperti di tabel 2.3.
Tabel 2.3 Contoh Event Table
Event
Class
Customer
Assistant
Apprentice
Appointment
Plan
Reserved
v
v
v
v
Cancelled
v
v
v
Treated
v
v
Employed
v
v
Resigned
v
v
Graduated
v
Agreed
v
v
v
(Sumber : Mathiassen et al., 2000, p50)
2.5.5.2 Structure
Menurut Mathiassen et al. (2000, p69), pembuatan structure
bertujuan untuk
mencari 
hubungan  struktural 
yang  abstrak  dan 
umum  antara  class-class serta
mencari
hubungan
yang
konkrit
dan
spesifik
antara
objek-objek
dalam problem
domain. Object oriented structure dapat dibagi menjadi dua yaitu :
  
50
1.
Class Structures yang mengekspresikan hubungan konseptual yang status antar
class. Hubungan yang statis ini
tidak
akan
berubah
sampai
kita
merubah
deskripsinya. Class structures terdiri dari:
a.
Generalization
adalah
hubungan
antara
dua
atau
lebih
class
yang
lebih
spesialisasi (sub class) dengan class yang lebih umum (superclass). Super
class  akan  mendeskripsikan  properti  umum  dari  sub  class.  Hubungan
spesialisasi tersebut dapat dinyatakan dengan rumus ”is a”.
Passenger Car
Taxi
Private Car
Gambar 2.3 Struktur Generalization
(Sumber Mathiassen et al., 2000, p73)
b.
Cluster   adalah  kumpulan  class  yang  saling  berhubungan.  Cluster
digambarkan
dengan
notasi file
folder
yang
mencakup
class-class
di
dalamnya.
Class
dalam cluster
yang
sama
dihubungkan
dengan
generalization
ataupun
aggregation sedangkan
class
yang
berada
pada
cluster yang berbeda dihubungkan edengan association.
Gambar 2.4 Contoh Cluster Structure
(Sumber Mathiassen et al., p75)
  
51
2.
Object Structures yang
mengekspresikan
hubungan
yang
dinamis dan konkrit
antar object. Hubungan ini dapat berubah secara dinamis tanpa mempengaruhi
perubahan pada class description. Object Structures terdiri dari:
a.
Aggregation 
adalah 
objek 
superior 
(keseluruhan) 
yang 
terdiri 
dari
sejumlah objek inferior (bagian). Hubungan ini dapat dinyatakan dengan
rumus ”has a” atau ”is part of”.
Gambar 2.5 Contoh Aggregation Structure
(Sumber Mathiassen et al., p76)
Terdapat 3 struktur agregasi yaitu:
Whole-part
dimana  
objek   superior  
merupakan  
penjumlahan
container   untuk  objek  inferior.   Jika  objek  inferior   tersebut
ditambah atau dihilangkan untuk mengubah total objek superior.
Container-content,
dimana
objek
superior
adalah
container
untuk
objek inferior. Objek superior tidak akan berubah jika terjadi
penambahan atau penghapusan objek inferior.
Union-member,  dimana objek superior merupakan kesatuan dari
anggota-anggota   (objek   inferior).   Objek   superior   tidak   akan
  
52
berubah jika terjadi penambahan
atau penghapusan objek inferior,
namun tetap memiliki batasan.
b.
Association adalah hubungan antara sejumlah objek yang memiliki artian
dimana objek-objek yang saling berhubungan tersebut bukan merupakan
bagian dari objek yang lainnya.
Car
0..*
1..*
Person
Gambar 2.6 Contoh Association Structure
(Sumber Mathiassen et al., 2000, p77)
Hasil 
akhir
dari
kegiatan structure
adalah
class
diagram,
yakni
ringkasan
model problem domain yang jelas dengan menggambarkan semua struktur hubungan
statik antar class dan objek yang ada dalam model dari sistem yang berubah-rubah.
2.5.5.3 Behaviour
Menurut
Mathiassen
et
al. (2000, p89), kegiatan
behaviour
bertujuan untuk
memodelkan
apa
yang
terjadi
(perilaku
dinamis)
dalam problem
domain
sistem
sepanjang  waktu.  Tugas  utama  dari  kegiatan  ini  adalah  menggambarkan  pola
perilaku (behavioural pattern) dan atribut dari setiap class. Hasil akhir dari kegiatan
ini adalah statechart diagram.
Gambar 2.7 Contoh Statechart Diagram
(Sumber Mathiassen et al., 2000, p90)
  
53
Perilaku dari suatu objek ditentukan oleh urutan event-event (event trace) yang
harus dilewati oleh objek tertentu tersebut sepanjang waktu. Contohnya kelas
pelanggan
diatas
harus
selalu
melalui
event
trace:
account opened
account
deposited   –   account   withdrawn   –account   closed”.   Tiga   jenis   notasi   untuk
behavioural pattern yaitu:
Sequence, dimana event  terjadi stu perstu secara berurutan, dilambangkan
dengan notasinya ”+”.
Selection,
dimana 
satu 
event 
dipilih 
dari 
sekumpulan 
event 
yang 
ada,
dilambangkan dengan notasi ”|”
Iteration,  dimana  sebuah  event 
muncul  sebanyak  nol  atau  beberapa  kali,
dilambangkan dengan notasi ”*”.
Contoh  behavioural  pattern  dari  kelas  pelanggan:  ”account opened +( account
deposited| account withdrawn )*+ account closed”.
2.5.6 Application Domain Analysis
Menurut Mathiassen et al. (2000, p.115), application domain adalah organisasi
yang mengatur, memonitor, atau mengendalikan problem domain. Application domain
analysis memfokuskan
pada
bagaimana
target
sistem akan
digunakan
dengan
menentukan
requirement
atas
usage,
function
dan
interface. Aktivitas
dalam
application domain analysis dapat terlihat di tabel 2.4.
Tabel 2.4 Aktivitas – aktivitas dalam application domain analysis
Kegiatan
Isi
Konsep
Usage
Bagaimana sistem berinteraksi dengan
orang lain dan sistem lain dalam
konteks
Use case dan actor
  
54
Function
Bagaimana kemampuan
sistem dalam
memproses informasi
Function
Interface
Kebutuhan
antarmuka
dari
sistem
target
Interface,  user  interface,  dan
interface system
(Sumber : Mathiassen et al., p117)
2.5.6.1 Usage
Menurut Mathiassen et al. (2000, p119), kegiatan usage
bertujuan untuk
menentukan
bagaimana
aktor-aktor
yang
merupakan
pengguna
atau
sistem lain
berinteraksi dengan sistem yang dituju. Interaksi antara aktor dengan sistem tersebut
dinyatakan dalam use case. Hasil dari
analisis kegiatan usage
ini adalah deskripsi
lengkap dari semua use case dan aktor yang ada digambarkan dalam actor table dan
use case diagram.
Menurut Mathiassen et al. (2000, p.126), actor specification memiliki 3 bagian
yaitu: tujuan, karakteristik, dan contoh dari aktor tersebut. Tujuan
merupakan peran
dari aktor dalam sistem target, sedangkan karakteristik menggambarkan aspek-aspek
yang
penting
dari
aktor.
Actor
harus
didefinisikan
dengan
jelas
dalam use
case,
karena actor akan mengaktifkan function dalam system.
Use
case
dapat
digambarkan
dengan
menggunakan
spesifikasi use
case,
berdasarkan  Mathiassen  et  al.  (2000,  p128),  dimana  use  case  dijelaskan  secara
singkat namun jelas dan dapat disertai dengan keterangan objek sistem yang terlibat
dan function dari use case tersebut atau dengan diagram statechart karena use case
adalah sebuah fenomena yang dinamik.
  
55
Gambar 2.8 Contoh Usecase Diagram
(Sumber Mathiassen et al., 2000, p122)
2.5.6.1.1 Sequence Diagram
Menurut
Bennet
S.,
McRobb
S., Farmer
R.
(2006,
p252-253),
sequence
diagram
ekuivalen
secara
semantic dengan
diagram komunikasi
untuk
interaksi
yang
sederhana.
Sebuah
sequence
diagram
menunjukkan
interaksi
antara
objek
yang disusun dalam satu sequence.
Sequence
diagram dapat
digambar
pada
tingkat
detail
mana
saja
untuk
mencapai 
berbagai 
tujuan 
pada 
beberapa  tahapan  pada  siklus  hidup
pengembangan.
Aplikasi
sequence
diagram yang
paling
umum
adalah
untuk
merepresentasikaan interaksi
objek secara
detail
untuk
satu
use
case atau
satu
operation. Ketika
sequence
diagram
digunakan
untuk
menggambarkan
model
behaviour 
use 
case 
yang  dinamis, 
sequence  diagram 
dapat 
dilhat 
sebagai
spesifikasi detail dari use case.
Menurut Mathiassen et al. (2000, p340), sequence diagram
menjelaskan
tentang interaksi di antara beberapa objek dalam jangka waktu tertentu. Sequence
  
56
diagram
melengkapi
class
diagram,
yang
menjelaskan
situasi
yang
umum dan
statis.
Sebuah
sequence
diagram dapat
mengumpulkan
rincian  
situasi
yang
kompleks
dan
dinamis
melibatkan
beberapa
dari
kebanyakan object
yang
digeneralisasikan dari class pada class diagram.
2.5.6.2 Function
Menurut Mathiassen et al. (2000, p137), kegiatan function berfokus pada
bagaimana cara sebuah sistem dapat membantu actor dalam melaksanakan pekerjaan
mereka.
Tujuan
dari function adalah
untuk
menentukan
kemampuan
sistem
memproses
informasi.
Hasil
dari
kegiatan
ini
adalah
daftar function-function
yang
hanya
merinci
function-function
yang
kompleks.
Daftar function
harus
lengkap,
karena menyatakan kebutuhan kolektif dari pelanggan dan aktor dan harus konsisten
dengan use case.
Function memiliki empat tipe yang berbeda yaitu:
1.
Update, function ini disebabkan oleh event problem domain dan menghasilkan
perubahan dalam state model tersebut.
2.
Signal, function ini disebabkan oleh
perubahan
keadaan
atau state
dari
model
yang 
dapat 
menghasilkan 
reaksi  pada  konteks. 
Reaksi 
ini  dapat 
berupa
tampilan bagi aktor dalam application domain, atau intervensi langsung dalam
problem domain.
3.
Read, function ini disebabkan oleh kebutuhan
informasi dalam pekerjaan aktor
dan
mengakibatkan
sistem menampilkan
bagian
yang
berhubungan
dengan
informasi dalam model.
  
57
4.
Compute, function ini disebabkan oleh kebutuhan
informasi dalam pekerjaan
aktor dan berisi perhitungan yang melibatkan
informasi
yang disediakan oleh
aktor atau model, hasil dari function ini adalah tampilan dari hasil komputasi.
Cara  untuk 
mengidentifikasikan  function adalah  dengan 
melihat  deskripsi
problem domain
yang
ditampilkan
oleh
class
dan
event,
dan
melihat
deskripsi
application
domain
yang
ditampilkan
dalam use
case.
Class
dapat
menyebabkan
munculnya function read
dan
update.
Event memungkinkan
munculnya kebutuhan
terhadap function update. Sementara use case dapat menyebabkan munculnya semua
jenis function.
2.5.6.3 Interface
Menurut Mathiassen et al. (2000, p151), interface digunakan oleh aktor untuk
berinteraksi dengan sistem. Tiga konsep interface yaitu:
1.
Interface, 
yaitu 
fasilitas 
yang 
membuat 
model 
sistem  dan 
fungsi 
dapat
digunakan oleh aktor.
2.      User Interface, yaitu interface yang menghubungkan user dengan sistem.
3.
System  Interface,  yaitu  interface  yang menghubungkan sistem
satu  dengan
sistem lain.
Sebuah user interface yang baik harus dapat beradaptasi dengan pekerjaan dan
pemahaman user terhadap sistem. Kualitas user interface ditentukan oleh kegunaan
atau
usability
interface
tersebut
bagi
pengguna.
Usability
bergantung
pada
siapa
yang enggunakan
dansituasi
pada
saat
sistem tersebut
digunakan.
Oleh sebab
itu,
usability bukan sebuah ukuran yang asti dan objektif.
  
58
Menurut Mathiassen et al. (2000, p154), terdapat empat jenis pola dialog yang
penting dalam menentukan user interface yaitu:
1.
Menu-selection yang menampilkan pilihan-pilihan menu dalam user interface.
2.
Form fill-in yang merupakan pola klasik untuk entri data.
3.
Command-language  dimana
user 
memasukkan 
dan 
mengaktifkan 
format
perintah sendiri.
4.
Direct
manipulation
dimana
user
memilih
objek dan
melaksanakan
function
atas objek dan melihat hasil dari interaksi mereka tersebut.
Kegiatan  analisis  user interface ini  berdasarkan  pada  hasil  dari  kegiatan
analisis
lainnya
yaitu
model
problem domain, kebutuhan functional
dan
use
case.
Hasil
dari
kegiatan
ini
adalah
sebuah
deskripsi
elemen-elemen user
interface
dan
system
interface yang
lengkap,
dimana
kelengkapan menunjukkan pemenuhan
kebutuhan pengguna. Hasil dari kegiatan user
interface berupa form presentasi dan
dialogue style, diagram window terpilih dan diagram navigasi. Sedangkan hasil dari
system interface berupa class diagram untuk peralatan dan protocol eksternal untuk
berinteraksi dengan sistem yang lain.
2.5.7 Architecture Design
Menurut
Mathiassen et
al.
(2000, p173), keberhasilan
suatu sistem
ditentukan
oleh kekuatan arsitekturalnya. Arsitektur membentuk sistem sesuai dengan fungsi
sistem 
tersebut 
dan  dengan 
memenuhi  kriteria 
desain  tertentu. 
Arsitektur 
juga
berfungsi
sebagai
kerangka
untuk
kegiatan pengembangan
yang
selanjutnya.
Desain
arsitektur terdiri dari tiga aktivitas yang dapat terlihat pada tabel 2.5.
  
59
Tabel 2.5 Aktivitas – aktivitas dalam architecure design
Kegiatan
Isi
Konsep
Criteria
Kondisi dan kriteria untuk mendesain
Criterion
Components
Bagaimana
sistem
dibentuk
menjadi
komponen-komponen
Component architecture
dan component
Processes
Bagaimana  proses  sistem  didistribusikan
dan dikoordinasikan
Process architecture
dan
process
(Sumber : Mathiassen et al., 2000, p176)
2.5.7.1 Criteria
Menurut
Mathiassen
et
al.
(2000,
p177),
untuk
menciptakan
sebuah
desain
yang
baik
diperlukan
pertimbangan
mengenai
kondisi-kondisi
dari
setiap
proyek
yang dapat mempengaruhi kegiatan desain yaitu:
Technical, yang terdiri dari pertimbangan: penggunaan hardware, software dan
sistem
lain
yang
telah
dimiliki
dan dikembangkan;
pengaruh
kemungkinan
penggabungan 
pola-pola 
umum 
da 
komponen 
yang 
telah 
ada 
terhadap
arsitektur dan kemungkinan pembelian komponen standar.
Conceptual, yang terdiri dari pertimbangan: perjanjian kontrak, rencana untuk
pengembangan lanjutan, pembagian kerja antara pengembang.
Human,
yang
terdiri
dari pertimbangan: keahlian dan pengalaman
orang
yang
terlibat dalam kegiatan pengembangan dengan sisitem yang serupa dan dengan
platform teknis yang akan didesain.
Karena  tidak  ada  cara-cara  tertentu  atau  mudah  untuk  menghasilkansuatu
desain  yang  baik,  banyak  perusahaan  menciptakan  suatu  standard  dan  prosedur
untuk  memberikan  jaminan  terhadap  kualitas  sistem.  Disinilah  kegiatan  kriteria
dapat membantu dengan menetapkan prioritas desain untuk setiap proyek tertentu.
  
60
Menurut Mathiassen et al. (2000, p186),  sebuah desain yang baik memiliki 3
ciri-ciri yaitu:
Tidak memiliki kelemahan
Sebuah
system yang
baik
harus
bisa
menghilangkan
semua
keraguan
yang
penting. Syarat ini menekankan pada evaluasi dan kualitas system berdasarkan
review dan eksperimen dan membantu dalam menentukan prioritas dari criteria
yang akan
menentukan aktivitas desain. Kriteria
umum dalam kegiatan desain
antara lain terlihat pada tabel 2.6.
Tabel 2.6 Kriteria umum kualitas software
Criterion
Dasar Pengukuran
Usable
Kemampuan   system 
untuk   menyesuaikan   diri   dengan
konteks  organisasi,  pekerjaan  yang  terkait,  dan  konteks
teknis.
Secure
Ukuran keamanan
system
dalam
menghadapi
akses
yang
tidak terotorisasi terhadap data dan fasilitas.
Efficient
Eksploitasi ekonomis terhadap fasilitas platform teknis
Correct
Pemenuhan dari kebutuhan
Reliable
Pemenuhan
ketepatan
yang
dibutuhkan
untuk
melaksanakan fungsi
Maintainable
Biaya 
untuk 
menemukan 
dan 
memperbaiki 
kerusakan
sistem
Testable
Biaya 
untuk 
memastikan  bahwa  sistem 
yang  dibentuk
dapat melaksanakan fungsi yang diinginkan
Flexible
Biaya untuk mengubah sistem yang dibentuk
Comprehensible
Usaha  yang  diperlukan  untuk  mendapatkan  pemahaman
terhadap sistem
Reusable
Kemungkinan 
untuk 
menggunakan  bagian  sistem  pada
yang lain yang berhubungan
Portable
Biaya untuk memindahkan sistem ke platform teknis yang
berbeda
Interoperable
Biaya untuk mmenggabungkan sistem ke sistem yang lain
(Sumber : Mathiassen et al., 2000, p178, terjemahan penulis)
Menyeimbangkan beberapa kriteria
  
61
Dalam menentukan
kriteria
sering
terjadi
konflik.
Oleh
karena
itu,
untuk
menentukan kriteria mana yang akan diutamakan dan bagaimana cara untuk
menyeimbangkannya
dengan
kriteria-kriteria lain bergantung pada situasi
tertentu.
Usable, flexible, dan comprehensible
Kriteria ini memiliki validasi umum sehingga dapat diterapkan pada hampir
semua proyek pengembangan sistem.
2.5.7.2 Component Architecture
Menurut  Mathiassen  et  al.  (2000,  p190),    component architecture adalah
sebuah
struktur
system
yang
tediri
dari komponen-komponen
yang
saling
berhubungan. Component architecture membuat system lebih mudah untuk
dimengerti, menyederhanakan desain, dan mencerminkan kestabilan system. Hal ini
karena komponen merupakan subsistem dari sebuah sistem.
Beberapa pola umum dalam desain komponen arsitektur:
1.
Layerd-architecture pattern
Sebuah layerd-architecture terdiri dari beberapa komponen yang dibentuk
menjadi lapisan-lapisan dimana lapisan yang berada diatas bergantung kepada
lapisan
yang ada dibawahnya. Perubahan yang terjadi pada satu
lapisan
akan
mempengaruhi lapisan diatasnya.
  
62
Gambar 2.9 Layerd Architecture Pattern
(Sumber Mathiassen et al., 2000, p193)
2.
Generic-architecture pattern
Pola
ini
digunakan
unuk
merinci
sistem dasar
yang
terdiri
dari
komponen
interface,
function,
dan model dimana
kompnen
model terletak
pada
lapisan
yang
paling
bawah
kemudian
dilanjutkan
dengan
function
layer dan paling
atasnya komponen interface.
Gambar 2.10 Generic-architecture Pattern
(Sumber Mathiassen et al., 2000, p196)
  
63
3.
Client-server architecture pattern
Pola
ini
awalnya
dikembangkan
untuk
mengatasi
masalah
sistem yang
terdistribusi
di
antara beberapa
prosesor
yang
tersebar
secara
geografis.
Komponen
pada
arsitektur
ini
adalah
sebuah
server
dan
beberapa client.
Tanggung jawab daripada server adalah untuk menyediakan database dan
resource  yang dapat disebarkan kepada  client  melalui jaringan. Sementara
client  memiliki tanggung jawab untuk menyediakan  interface  local untuk
setiap
user-nya.
Identifikasi
komponen,
di
dalam perancangan
sistem
atau
subsistem, pada umumnya dimulai dengan layer architecture dan client server
architecture  di  mana  keduanya  merupakan  dua  layer  yang  berbeda,  tetapi
saling melengkapi.
Gambar 2.11 Client-server architecture Pattern
(Sumber Mathiassen et al., 2000, p197)
Menurut Mathiassen et al. (2000, p200),  beberapa jenis distribusi dalam
arsitektur client-server dapat terlihat pada table 2.7 berikut.
Tabel 2.7 Jenis Arsitektur client-server
Client
Server
Architecture
U
U+F+M
Distributed Presentation
U
F+M
Local Presentation
  
64
U+F
F+M
Distributed Functionality
U+F
M
Centralized Data
U+F+M
M
Distributed Data
(Sumber : Mathiassen et al., 2000, p200)
2.5.7.3 Process Architecture
Menurut Mathiassen et al. (2000, p209),  process architecture adalah struktur
dari  eksekusis  sistem 
yang 
terdiri  dari  proses-proses  yang  saling  bergantung.
Hasilnya berupa sebuah
deployment diagram. Menurut
Mathiassen
et
al.
(2000,
p.215),  terdapat tiga jenis pola distribusi yaitu:
1.
Centralized Pattern
Pola
ini
menyimpan
semua
data
pada server pusat
dan
user
interface
saja.
Keuntungannya
adalah
dapat
diimplementasikan
pada client secara murah,
semua data konsisten karena hanya berada di satu tempat, strukturnya mudah
dimengerti dan diimplemntasikan, dan kemacetan jaringannya jarang terjadi.
Gambar 2.12 Centralized Pattern
(Sumber Mathiassen et al., 2000, p216)
  
65
2.
Distributed Pattern
Pada pola ini semua data terdistribusi ke user atau client dan server hanya
menyebarkan 
model  yang  telah  diupdate diantara  client. Keuntungannya
adalah
waktu
akses
yang rendah,
kinerja
lebih
maksimal, dan banyak backup
data. Kerugiannya adalah redudansi data seingga konsistensi data terancam,
kemacetan jaringan tinggi, arsitektur sulit dipahami dan diimplementasikan.
Gambar 2.13 Distributed Pattern
(Sumber Mathiassen et al., 2000, p217)
3.
Decentralized Pattern
Pola ini berada di antara kedua pola di atas. Di sini client memiliki data
tersendiri sehingga data
umum hanya berada pada server. Server menyimpan
data
umum dan
fungsi atas
data-data tersebut, sedangkan
client
menyimpan
data
milik application domain client. Keuntungannya adalah konsistensi data,
tidak
ada
duplikasi
data,
lalu
lintas jaringan
jarang
karena
jaringan
hanya
digunakan  data 
umum  di  server diupdate. Kekurangannya  adalah  semua
  
66
prosesor  harus  mampu  melakukan  fungsi  yang  kompleks  dan  memelihara
model dalam jumlah besar sehingga meningkatkan biaya hardware.
Gambar 2.14 Decentralized Pattern
(Sumber Mathiassen et al., 2000, p219)
2.5.8 Component Design
Tujuan component design adalah untuk menentukan implementasi kebutuhan
dalam kerangka arsitektural. Langkah awal untuk component design adalah spesifikasi
arsitektural dan kebutuhan sistem. Hasil dari aktivitas ini adalah spesifikasi dari
komponen yang saling berhubungan. Aktivitas dalam component design adalah seperti
yang terlihat pada tabel 2.8.
Tabel 2.8 Aktivitas-aktivitas dalam component design
Kegiatan
Isi
Konsep
Model
Component
Bagaimana
suatu
model
digambarkan
sebagai kelas dalam sebuah sistem
Model   componenet   dan
attribute
Function
Component
Bagaimana
suatu
function
diimplementasikaan
Function component dan
operation
Connecting
Component
Bagaimana
komponen-komponen
dihubungkan
Component
dan
connection
(Sumber : Mathiassen et al., 2000, p232)
  
67
2.5.8.1 Model Component
Menurut Mathiassen et al. (2000, p236),  model component adalah bagian dari
sistem  yang  mengimplementasikan  model  problem domain. Hasil  dari  aktivitas
model componenti adalah revisi cloass diagram dari aktivitas analaisis yang terdiri
dari penambahan class baru, atribut, dan struktur yang mewakili event.
Revised class dapat terjadi pada:
Generalization, jika terdapat dua class dengan atribut yang sama,
maka dapat
dibentuk class baru (revised class).
Association, jika terdapat hubungan many to many
Embeded  iterations, 
merupakan 
embedded 
di 
dalam 
statechart 
diagram.
Misalnya jika sebuah class
terdapat statechart diagram yang mempunyai tiga
iterated events, maka kita dapat membentuk tiga class di dalam perancangan
model.
2.5.8.2 Function Component
Menurut Mathiassen et al. (2000, p252),   function
component
adalah
bagian
dari sistem yang mengimplementasikan kebutuhan
fungsional. Tujuan dari function
component  adalah untuk memberikan akses bagi  user  interface  dan komponen
sistem lainnya ke model sehingga menunjukkan pengimplementasian dari function.
Hasil   dari   aktivitas   ini   adalah   class  diagram  dengan   operation  dan
specification dari operation
yang kompleks. Sub aktivitas dari function component
menghasilkan kumpulan operasi yang dapat mengimplementasikan fungsi sistem
seperti ditentukan dalam analysis problem domain dan function list.
  
68
Berikut ini sub aktivitas dalam function component:
Merancang function sebagai operation
Menelusuri
pola
yang dpat
membantu
dalam
implementasi
function
sebagai
operation.
Spesifikasikan operation yang kompleks.
2.5.8.3 Connecting Component
Menurut   Mathiassen   et   al.   (2000,   p271-p281),   connecting   component
digunakan untuk menghubungkan komponen-komponen sistem. Pada connecting
component ada dua konsep, yaitu:
Coupling, 
adalah 
ukuran 
yang 
digunakan 
untuk 
menentukan  bagaimana
dekatnya hubungan antara dua class atau component.
Cohesion, adalah
ukuran
seberapa
kuatnya
keterkaitan dari
suatu
class
atau
component.
Sub aktivitas yang terdapat dalam connecting component adalah:
Menghubungkan kelas-kelas
Eksplorasi pola
Evaluasi terhadap hubungan-hubungan yang ada.