BAB 2
LANDASAN TEORI
2.1.
Supply Chain Management (SCM)
Supply chain adalah jaringan perusahaan-perusahaan yang secara bersama-sama
bekerja
untuk
menciptakan dan
menghantarkan suatu produk ke
tangan pemakai akhir
(dalam hal
ini konsumen). Perusahaan-perusahaan tersebut biasanya termasuk supplier,
pabrik, distributor, toko atau pengecer, serta perusahaan-perusahaan pendukung seperti
perusahaan jasa logistik.
Pada suatu supply chain biasanya ada
tiga
macam aliran yang harus dikelola,
seperti yang terlihat pada Gambar 2.1. Pertama adalah aliran barang yang mengalir dari
hulu (upstream) ke hilir (downstream). Contohnya adalah bahan baku yang dikirim dari
supplier ke pabrik. Setelah produk selesai diproduksi, mereka dikirim ke distributor, lalu
ke pengecer atau retailer, kemudian ke pemakai akhir. Yang kedua adalah aliran
uang
dan
sejenisnya
yang
mengalir
dari
hilir
ke
hulu.
Yang
ketiga adalah aliran
informasi
yang dapat terjadi dari hulu ke hilir ataupun sebaliknya.
|
![]() 7
Informasi
tentang persediaan
produk
yang
masih
ada
di
masing-masing
supermarket
sering dibutuhkan
oleh
distributor
maupun
pabrik.
Informasi
tentang
ketersediaan kapasitas produksi yang dimiliki oleh supplier juga sering dibutuhkan oleh
pabrik.
Informasi
tentang status
pengiriman
bahan
baku
sering dibutuhkan
oleh
perusahaan yang mengirim maupun yang akan menerima. Perusahaan pengapalan harus
membagi informasi seperti ini supaya pihak-pihak yang berkepentingan dapat
memonitor untuk kepentingan perencanaan yang lebih akurat.
Finansial
: invoice, temp pembayaran
Material : bahan baku, komponen, produk jadi
Informasi : kapasitas, status pengiriman, quotation
Supplier
Tier 2
Supplier
Tier 1
Manufacturer
Distributor
Ritel /
Toko
Finansial
: pembayaran
Material
: retur, recycle, repair
Informasi
: order, ramalan, RFQ / RFP
Gambar 2.1. Simplifikasi Model Supply Chain dan Tiga Macam Aliran yang
Dikelola
Seperti
yang terlihat
pada
Gambar
2.2,
supply
chain
management
adalah
serangkaian pendekatan yang digunakan untuk mengintegrasikan supplier secara efisien,
manufaktur,
gudang dan
toko-toko,
sehingga
barang-barang dapat
diproduksi
dan
didistribusikan dengan
jumlah yang tepat, ke
lokasi yang tepat, dan waktu yang tepat
juga, dengan maksud menimimalkan keseluruhan sistem. Jadi supply chain management
|
8
tidak hanya berorientasi pada urusan internal sebuah perusahaan, melainkan juga urusan
eksternal
yang menyangkut
hubungan
dengan
perusahaan-perusahaan
partner.
Kolaborasi
dan
koordinasi antar
perusahaan
dibutuhkan
karena
perusahaan-perusahaan
berada
pada suatu
supply
chain
yang
pada
intinya
ingin
memuaskan konsumen
akhir
yang sama,
mereka
harus
bekerjasama
untuk
membuat
produk yang murah,
mengirimkannya tepat waktu, dan dengan kualitas yang bagus.
Berdasarkan pendapat
Turban,
Rainer, Porter (2004, p321), terdapat
tiga
macam komponen dalam supply chain, yaitu :
1. Rantai Persediaan Hulu (Upstream Supply Chain)
Bagian hulu (upstream) dari supply chain meliputi aktivitas dari suatu perusahaan
manufaktur dengan para penyalurannya (dapat berupa manufaktur, assembler, dan
atau kedua-duanya) dan koneksi
mereka kepada para
penyalur
mereka
(penyalur
second-tier).
Hubungan para penyalur dapat diperluas kepada beberapa strata, semua jalan dari
asal material (contohnya : bijih tambang, pertumbuhan tanaman). Di dalam rantai
persediaan hulu (upstream supply chain), aktivitas yang utama adalah pengadaan.
2.
Manajemen Rantai Persediaan Internal (Internal Supply Chain Management)
Bagian
internal
dari
supply
chain
meliputi semua
proses
pemasukan
barang
ke
gudang yang digunakan dalam mentransformasikan masukan dari hilir ke hulu. Di
dalam manajemen rantai persediaan internal, perhatian utamanya antara lain:
produksi, pabrikasi, dan pengendalian persediaan.
3. Rantai Persediaan Hilir (Downstream Supply Chain)
|
![]() 9
Hilir
(downstream)
supply
chain
meliputi
semua
aktivitas
yang melibatkan
pengiriman
produk
kepada pelanggan
akhir.
Di
dalam
rantai
persediaan
hilir,
perhatian
utamanya diarahkan
pada
distribusi,
pergudangan,
transportasi,
dan
pelayanan.
Gambar 2.2. Aliran Barang dan Informasi dalam Supply chain
2.2.
Supply Chain Management dan Logistics Management
Menurut perkembangan
logistik
tradisional, biasanya
terbatas pada
satu
perusahaan atau
organisasi dalam upaya
mengkoordinasikan semua
kegiatan
yang
diperlukan dalam
pengiriman
produk
ke pasar.
Kegiatan-kegiatan
tersebut
meliputi
pengadaan (procurement), ditribusi
(distribution), pemeliharaan (maintenance) dan
manajemen (management), seperti yang terlihat pada Tabel 2.1.
Berikut penjelasan terperinci mengenai persamaan antara
supply
chain
management dengan logistics management :
Keduanya menyangkut pengelolaan arus barang atau jasa.
Keduanya
menyangkut
pengelolaan
mengenai
pembelian,
pergerakan,
penyimpanan, pengangkutan, administrasi dan penyaluran barang.
Keduanya menyangkut usaha untuk meningkatkan efisiensi dan efektivitas
pengelolaan barang.
|
![]() 10
Disamping persamaan-persamaan
tersebut,
ada
beberapa perbedaan
mendasar
diantara keduanya, antara lain dapat disebutkan sebagai berikut :
Tabel 2.1.
Perbedaan Mendasar Manajemen Logistik dan Manajemen Rantai
Persediaan
MANAJEMEN LOGISTIK
(Logistics Management)
MANAJEMEN RANTAI PERSEDIAAN
(Supply chain Management)
Mengutamakan pengelolaan, termasuk arus
barang dalam perusahaan.
Mengutamakan
arus
barang
antar
perusahaan,
dari paling hulu sampai paling hilir.
Berorientasi pada perencanaan dan kerangka
kerja
yang
menghasilkan
rencana
tunggal arus
barang dan informasi diseluruh perusahaan.
Atas
dasar
kerangka
kerja
ini,
mengusahakan
hubungan
dan
koordinasi antar
proses
dari
perusahaan-perusahaan
lain
dalam business
pipelines, mulai
dari
supplier
sampai
kepada
pelanggan.
Seperti yang terlihat pada Gambar 2.3, manajemen logistik secara umum dapat
didefinisikan sebagai berikut :
Manajemen logistik sebagai proses yang secara strategik mengatur pengadaan
bahan
(procurement), perpindahan
dan
penyimpanan
bahan,
komponen
dan
penyimpangan
barang
jadi
(dan
informasi
terkait) melalui
organisasi
dan
jaringan pemasarannya dengan cara tertentu sehingga keuntungan dapat
dimaksimalkan baik untuk jangka waktu
sekarang maupun waktu mendatang
melalui pemenuhan pesanan
dengan
biaya yang
efektif
(Martin Christopher,
1998).
Sedangkan definisi
manajemen rantai persediaan
itu sendiri kurang lebih
sebagai berikut :
Supply chain
management
adalah
jaringan
organisasi
yang melibatkan
hubungan upstream dan downstream dalam proses dan aktivitas yang berbeda
|
11
yang
memberi
nilai
dalam bentuk
produk
dan
jasa pada
pelanggan
(Martin
Christopher, 1998).
Karena itu,
seperti
dijelaskan
dan
digambarkan
sebelumnya,
maka
pada
hakikatnya suatu supply chain adalah juga suatu jaringan. Maka, dalam mengembangkan
ide ini, supply chain juga dapat didefinisikan sebagai berikut :
Supply chain
is
a network of
connected
and
interdependent
organization
mutually and cooperatively working together to control, manage and improve
the flow of materials and information from suppliers to end user (J. Aitken).
|
![]() 12
----------------------------------
Infonualion flow
Keterangan :
MRP
=
MaterialResources Planning
MPS
=
Master Production Scheduling
DRP
=
Dristribution Resorces Planing
ning
EDI
=
Electronic DataInterchange
--------------Cuomerrelationshipmanagement ------------,
Customer service
management
----
[
o_e_m_a_n_d_man_age m_e_n_t
------------
Order
-
-
-
f
u
-
lfillment
-
-
-
--------------
Manuf actured
flow management
-----------,
Procum bent
Prod uct
development
and
commercialization
--------
Returns chan
-
ne
-
l
------------
------------
Perfom
-
-
-
ance m
-
-
-
etrics
-
-
------------
Gambar
2.3. Logistics Mallagemellt
(::1Jmber:
The International Center for Cbmpetitive Excellence, UniversityofNorth
Florida)
|
13
2.2.1.
Area Utama pada Supply Chain
Berdasarkan
pendapat Hugos
(Essential
of
SCM,2003),
terdapat
banyak
kegiatan
umum
di
sepanjang supply
chain.
Kegiatan
umum
ini
memungkinkan
untuk
menhasilkan
model
dasar
yang memungkinkan
berbagai
jenis
supply
chain
untuk
memuaskan tuntutan pasar yang unik dan memenangkannya, hal ini seperti terlihat pada
Gambar 2.4.
Model dasar ini meliputi pengambilan keputusan berikut daerah-daerah dimana
semua unsur dalam supply chain
harus
membuat keputusan secara individu atau
bersama-sama:
1.
Production
Tujuannya
adalah
menghasilkan
apa
keinginan
pasar,
pada
waktu
yang tepat
dengan
dengan
volume
produksi
yang cukup.
Untuk
mencapai
tujuan,
perlu
dipertimbangkan
keterbatasan
yang sesuai
seperti
kapasitas dan
tingkat
kualitas
yang
diinginkan
serta
memperhitungkan
fungsi-fungsi
penting lainnya
seperti
kapasitas beban kerja, pemeliharaan peralatan, dan sebagainya.
2.
Inventory
Apa saja level persediaan dari berbagai SKU harus ditebar dalam berbagai tahap di
seluruh supply
chain?
Tingkat persediaan
bertindak sebagai
buffer
dan
mengamankan bisnis dari fluktuasi permintaan.
3.
Location
Merupakan sepanjang supply chain yang akan menjadi berbagai macam
fasilitas.
Mengenai pengambilan keputusan penting lainnya akan menjadi lokasi yang
|
14
optimal untuk
berbagai
fasilitas, gudang, dan penyimpanan. Keputusan
lainnya
terkait tentang mendirikan fasilitas baru.
4.
Transportasi
Kebutuhan untuk memindahkan inventori dari satu titik ke titik yang lain di
seluruh supply chain merupakan salah satu fungsi penting dalam manajemen
supply
chain
yang membutuhkan
isu
penting lainnya
dalam
pengambilan
keputusan. Pertanyaannya adalah bagaimana barang harus dipindahkan dan jenis
transportasi
apa
yang
harus
dipilih?
Jawabannya
dapat
berbeda-beda
untuk
berbagai
jenis produk, dan juga jenis pasar (yang terseleksi secara
geografis dan
berbeda menurut perlengkapan infrastuktur).
5.
Informasi
Bagian
ini
lebih
menekankan
pada pengambilan
keputusan
tentang
kebutuhkan
level
dalam pengumpulan
data
dan
pembagian
data.
Terdapat
hal-hal
yang baik
dalam
pembuatan pembagian
informasi
tetapi juga menghasilkan
banyak
resiko
terkait.
Hal
ini
juga berlaku
mengenai
pengumpulan data,
database
yang
besar
yang
mengarah
kepada
pembuatan
keputusan
yang lebih
tepat
tetapi
juga dapat
menjadi mahal.
|
![]() 15
Gambar 2.4. Lima Faktor Kendali Supply Chain
2.2.2.
Tujuan Supply Chain Management
Manajemen rantai pasok bertanggung jawab dalam penyediaan aliran material
dengan
kecepatan
tinggi
dan
informasi
yang relevan
yang membuat
supply
chain
transparan
dan
efisien
untuk
menghasilkan
produk atau
jasa
tanpa
ada
interupsi
dan
tentu
saja
pada
waktu
yang tepat.
Di
sisi
lain,
berbagai
jenis
fluktuasi
permintaan
mengacaukan proses bisnis yang
membuat kekacauan
untuk pelaksanaan SCM. Untuk
membuat
supply
chain
yang
efisien
sebagai
tujuan
utama,
SCM
bertanggung
jawab
untuk
mengurangi
total
biaya
supply chain.
Sebagai
biaya holistik
dapat
menjadi
komposisi unsur-unsur berikut :
Biaya akuisisi dan bahan baku
|
![]() 16
Biaya investasi fasilitas
Biaya produksi langsung dan tidak langsung
Biaya distribusi pusat langsung dan tidak langsung
2.2.3.
Ketidakpastian dalam Supply Chain Management
Salah satu
isu
penting
yang
berdampak
pada
efektifitas dalam supply
chain
adalah ketidakpastian.
Ketidakpastian
dapat
muncul
di
kedua sisi
permintaan
dan
pemesanan,
dan
sebagai
akibatnya mempengaruhi
fungsi
produksi
dari
kedua belah
pihak.
Pada Gambar
2.5
(supply chain complexity triangle) memberikan
penjelasan
untuk
tentang kesetimbangan perilaku
dan
memberikan
wawasan dalam
supply
chain.
Ketidapastian dalam supply chain maka dapat digambarkan dalam tiga interaksi dengan
efek bebas. Efek ini sangat memperkuat ketidakpastian dalam sistem supply chain. Efek
ini
disebut
dengan
amplifikasi
permintaan
(demand amplification), interaksi
paralel
(parralel interaction), dan kekacauan deterministik (deterministic chaos). Gambar 2.5
menggambarkan efek ketiganya beserta interaksinya.
|
![]() 17
Gambar 2.5. Supply Chain Complexity Triangle
Interaksi paralel (parralel interaction) : disini menekankan pada interaksi yang
terjadi antara perusahaan-perusahaan dan aktor-aktor yang bertindak dalam tingkat
eselon
yang sama. Misalnya
supplier
tidak
hanya
mempengaruhi
aktivitas pelanggan
tetapi identik dengan supplier lain.
2.2.4.
Kekacauan Deterministik dalam Supply Chain
Berdasarkan pendapat Kaplan dan Glass (1995, p. 27) serta Abarbanel (1996,
p. 15), kekacauan didefinisikan hal yang tidak periodik (aperiodic), melompat dinamika
(bounded) dalam
sistem
deterministik
dengan ketergantungan sensitivitas (sensitivity
dependence) pada kondisi awal, dan memiliki struktur dalam fase ruang.
Istilah-istilah tersebut diatas didefinisikan sebagai berikut :
Aperiodic
:
keadaan
yang sama,
situasi
atau
kegiatan
tidak
pernah
di
ulang
dua
kali.
|
![]() 18
Bounded : melalui pengulangan keadaan tetap terbatas dan tidak dapat mengadopsi
nilai yang tidak terbatas.
Deterministic
: kondisi
ini termasuk sifat
acak dari
definisi
tersebut, yang
berdampak pada lingkungan dinamis.
Sensitivity dependence to initial condition : dua point yang berdekatan yang
menemukan jarak sebagai proses waktu
Structure in phase space: Sistem non-linier digambarkan dengan cara vektor
multidimensional.
Ruang dimana
vektor
ini
terletak
disebut
dengan
ruang
fase
(phase space).
Berdasarkan
pendapat
(Albabel,
1996),
dimensi
ruang
fase
merupakan
integer. Para ilmuwan dan peneliti
memperhatikan bahwa sistem yang
kacau
memperlihatkan
pola
yang
jelas
dan
berbeda.
Stacey (1993a,
p.228)
menekankan hal ini dengan mendefinisikan kekacauan sebagai pola (perilaku
acak).
2.2.5.
Kekacauan Dihasilkan dari Pengambilan Keputusan dalam Supply Chain
Beer
game
adalah
nama
untuk
sebuah
permainan
manajemen
yang telah
berkembang sekitar tiga dekade yang lalu untuk menggambarkan perilaku dinamis
dalam
supply chain.
Meskipun
permainan terjadi
dalam
sistem
bisnis
yang
sangat
sederhana, hal ini menunjukkan bagaimana putaran umpan balik antara mitra bisnis yang
berbeda
membawa komplektisitas
ke dalam
supply chain.
Permainan
ini
biasanya
dilakukan
dengan
empat
tim
yang masing-masingnya
bertindak
sebagai
mitra
usaha
mandiri, yang biasanya adalah pengecer, grosir, distributor dan pabrik.
|
19
2.3.
Bullwhip effect
Bullwhip
effect
adalah pembesaran
fluktuasi
permintaan,
bukan
pembesaran
permintaan.
Bullwhip
effect jelas pada supply chain ketika permintaan
meningkat atau
menurun.
Efeknya
adalah
bahwa peningkatan
atau
penurunan berlebihan
pada
supply
chain.
Inti
dari
bullwhip
effect adalah pemesan
kepada
supplier
cenderung memiliki
varians
yang lebih besar daripada
penjualan
ke
pembeli.
Semakin
mengikat
di
dalam
supply chain, menjadi lebih kompleks masalah tersebut.
2.3.1.
Definisi Bullwhip effect
Definisi berdasarkan pendapat Chen et al. dan Le et al.
Bullwhip effect menunjukkan bahwa suatu variasi permintaan
meningkat
sebagai salah satu pergerakan dalam supply chain.
Fenomena dimana pemesan
ke
supplier
cenderung
untuk
memiliki
varians
yang lebih besar dibandingkan penjual ke pembeli (seperti demand distortion)
dan distorsi mempropagasikan hulu dalam bentuk amplifikasi
2.3.2.
Penyebab Bullwhip effect
Ada
banyak
yang menjadi
sebab
dari
bullwhip
effect.
Lee
at
al
(1997)
mengidentifikasi adanya empat penyebab utama dari bullwhip effect yaitu pembaharuan
ramalan permintaan (demands forecast updating),
order
batching,
fluktuasi
harga, dan
rationing & shortage gaming.
|
20
2.3.2.1. Demand Forecast Updating (Forrester effect)
Peramalan
permintaan dilakukan
oleh
hampir
setiap
perusahaan
karena
tidak
ada perusahaan
yang dapat
mengetahui dengan pasti berapa produk
yang akan diminta
oleh pelanggan pada
suatu periode tertentu.
Ramalan
yang
ini diperlukan
untuk
membuat
keputusan
jangka panjang,
jangka menengah
dan
jangka pendek.
Tingkat
akurasi
ramalan
biasanya
semakin
meningkat
mendekati
periode
yang diramalkan
dikarenakan informasi seperti order dari pelanggan, situasi pasar, dan sebagainya
menjadi semakin jelas. Untuk mengakomodasikan informasi dan pengetahuan terbaru ke
dalam ramalan, setiap saat perusahaan harus melakukan pembaharuan terhadap ramalan
tersebut.
Ketika pengecer
memesan
ke pusat
distribusi,
ukuran
pesanan
ditentukan
berdasarkan
ramalan
tersebut.
Apabila perusahaan
menggunakan
kebijakan
persediaan
reorder
point
atau
order-up-to level
(ada batas persediaan
maksimum
dan
minimum),
parameter-parameter persediaan
seperti
pengamanan
terhadap
persediaan,
inventory
maximum,
reorder
point
dan
sebagainya juga
berubah
dengan
adanya
pembaharuan
ramalan permintaan.
Model
ramalan
yang digunakan
juga
dapat
berpengaruh
terhadap
intensitas
bullwhip effect. Berdasarkan studi yang dilakukan oleh Chen at al. (1998), menunjukkan
bahwa untuk permintaan yang bersifat acak dengan distribusi yang identik (independent
identically distributed), bullwhip effect dapat
lebih besar jika pengecer
menggunakan
model peramalan exponential smoothing dibandingkan dengan moving average. Mereka
juga mengemukakan bahwa ramalan yang lebih halus dapat mengurangi bullwhip effect.
Jadi, kalau misalnya perusahaan menggunakan model peramalan exponential smoothing,
|
21
koefisien alpha yang lebih kecil (yang berarti bahwa permintaan terkini diberikan bobot
yang kecil) dapat mengurangi bullwhip effect.
2.3.2.2. Order Batching (Burbidge Effect)
Order batching diperlukan karena proses produksi dan pengiriman produk tidak
akan ekonomis
dapat
dilakukan dalam ukuran
kecil.
Dengan
contoh,
pengecer
yang
menjual rata-rata enam unit suatu produk tertentu tidak akan memesan tiap hari dengan
rata-rata enam unit ke pusat distribusi.
2.3.2.3. Fluktuasi Harga (Price Fluktuation)
Pada perusahaan, dapat dilihat dalam berbagai
macam diskon, seperti: diskon
harga, diskon jumlah, kupon atau spesial promosi untuk produk-produk tertentu.
Pastilah customer akan membeli lebih banyak dari
ukuran pesanan
normal. Fenomena
seperti
ini sangat banyak terjadi. Pengecer atau toko
melakukan forward buying
(membeli lebih awal) sebagai tanggapan terhadap penurunan
harga
yang bersifat
sementara.
Reaksi dari tokotoko dan pengecer ini sering kali mengakibatkan
volume
penjualan
meningkat bahkan
tidak
jarang melebihi prediksi pusat distribusi. Akibatnya
pusat
distribusi
akan
memesan
dengan
jumlah
yang lebih
besar
ke
pabrik.
Pabrik
merespon kebutuhan ini dengan
meningkatkan aktivitas produksi, dapat dengan
lembur
atau dengan memesan ke sub kontraktor. Pabrik dapat saja tidak memiliki cukup bahan
baku untuk mengantisipasi kenaikan secara tiba-tiba ini dan mereka memesan tambahan
ke supplier.
|
22
Apa
yang terjadi?
Pada
saat
material
akan
dikirim
dari
supplier
ke
pabrik,
penuruan harga sudah berakhir dan pengecer maupun toko-toko sekarang memiliki stok
yang
cukup
banyak.
Mereka
tidak
akan
memesan
lagi
dalam
waktu dua sampai
tiga
bulan karena permintaan konsumen akhir sebenarnya tidak berubah. Pabrik yang sudah
melakukan
lembur dan supplier
yang
sudah mengirim
bahan baku dengan biaya extra
sekarang
tidak
akan
menerima pesanan
selama
dua atau tiga
bulan.
Akibatnya stok
menumpuk dan ongkos-ongkos produksi
meningkat akibat
lembur maupun pengiriman
cepat.
2.3.2.4. Rationing & Shortage Gaming (Houlihan effect)
Seperti yang terlihat pada Gambar 2.6, efek ini dipercaya terkait dengan
strategi pemesanan si konsumen ketika diprediksikan akan terjadi kekurangan stok.
Jika terjadi
kekurangan
produk,
hal
ini
mengarah
pada pemesanan
sejak
kosumen ingin tetap berada pada sisi yang aman dan mengamankan diri dari kekurangan
yang akan datang. Sesuai dengan distorsi permintaan dan variasi diharapkan pada dua
cara. Pertama, peramalan yang dibuat oleh pihak hulu yang didasarkan pada permintaan
yang lebih
besar.
Kedua,
kelebihan
pesanan
menyebabkan
lebih
banyak
kekurangan,
sehingga terjadi peningkatan stok sebagai konsekuensinya.
|
![]() 23
Increasing
Capacity
Shortage
Demand
Distortion
Over
Ordering
Increasing
Safety
Stock
Unreliable
Delivery
Gambar 2.6. Houlihan Flows
Cara ini akan merusakan
informasi pasar pada supply chain. Pemain
yang ada
di bagian
hulu tidak akan pernah
mendapatkan
informasi pasar yang
mendekati
kenyataan sebagai akibat dari motif gaming
dan spekulatif
yang dilakukan oleh
pelanggan mereka.
Pabrik dan pemain
hulu
lainnya
tidak akan dengan
mudah
membedakan
antara
kenaikan
pesanan yang
bermotif spekulatif
dan peningkatan
pesanan yang murni merefleksikan peningkatan permintaan dari pelanggan akhir.
2.3.3.
Hasil Bullwhip
Pada
masa
lalu, bullwhip effect dapat diterima sebagai
fenomena normal. Dan
pada
faktanya,
menjadi
bagian
yang tidak
terpisahkan
dari
proses
order-to-delivery.
Namun, efek negatif pada kinerja bisnis sering ditemukan dalam kelebihan persediaan,
masalah
jumlah,
biaya bahan baku
yang
lebih
tinggi,
biaya
lembur
dan biaya
pengiriman.
Berikut
efek-efek
yang
tidak
diinginkan karena
berdampak
negatif
terhadap
kinerja operasi.
|
![]() 24
Kenaikan variabilitas jadwal
Kelebihan beban dan / kekurangan kapasitas
Waktu siklus yang panjang
Peningkatan total biaya
Level pelayanan pelanggan yang rendah
Penjualan dan profit yang rendah
2.3.4.
Cara Mengurangi Bullwhip Effect
Dalam
rangka
meperkecil
bullwhip effect,
langkah
pertama
penting untuk
memahami
renacana
apa
yang mendorong permintaan pelanggan
dan konsumsi
persediaan ketika mereka memicu kebutuhan
untuk penambahan jumlah pesanan untuk
beberapa titik dalam supply chain. Proses yang paling efektif untuk
mengurangi osilasi
bullwhip effect dikenalkan pengetahuan tentang pelanggan dan supplier dimana mereka
dapat
memahami
apa
yang mendorong pola
permintaan
dan
pemesanan
serta
kelanjutannya,
usaha kooperatif
dan
pembuatan
keputusan
untuk
peningkatan
presisi
informasi, dan kualitas serta penekanan pada siklus dalam keseluruhan proses.
Disamping
semua
kegiatan
yang dapat
mengurangi
bullwhip
effect,
dapat
diyakini bahwa,
ditemukan kesempatan untuk perbaikan dengan
menerapkan beberapa
atau semua langkah-langkah
berikut
untuk
meminimalkan
bullwhip
effect
dan
menigkatkan kinerja proses bisnis :
1.
Mengurangi waktu
suatu
siklus
yang diperlukan
untuk
menerima permintaan
informasi yang actual dan diproyeksikan.
|
25
2.
Mengenali dan memahami pola permintaan produk di masing-masing dan
setiap tahap dalam supply chain.
3.
Meningkatkan
frekuensi dan kualitas
kerjasama yang
dapat
dilakukan
melalui
berbagi informasi terutama informasi mengenai permintaan.
4.
Mengurangi atau menghilangkan antrian
informasi yang menyebabkan
penundaan arus informasi.
5.
Hilangkan
metode
pengirisian
kembali
inventori
dan
kebijakan
yang
muncul
atas benjolan permintaan pada supply chain.
6.
Hilangkan motivasi bagi pelanggan yang mengarah pada akumulasi permintaan
dan pemanggungan pemesanan sebelum permintaan pengisian, misalnya diskon
volume transportasi.
7.
Meminimalkan promosi yang menggoda
yang menyebabkan pelanggan
menunda pesanan dan akibatnya menggangu kelancaran pola arus.
8.
Harga yang konsisten dan wajar untuk meminimalkan lonjakan pembelian yang
biasa nya dibuat oleh diskon promosi sementara.
9.
Mengidentifikasi, jika
mungkin, menghilangkan semua penyebab
yang
mengarah kepada pengurangan atau pembatalan pemesanan konsumen.
10.
Menawarkan
pelayanan
Vendor-Managed
Inventory
(VMI)
oleh
perencanaan
inventori
secara
kolaboratif
dengan
pelanggangan
yang disesuaikan
dengan
proyeksi
permintaan
end-user
kemudian,
memantau permintaan
actual
untuk
mensinkronkan dan menyesuaikan tinggkat VMI.
(Catatan
:
VMI dapat
meningkatkan
penjualan
dan
laba
khususnya
pada
industry dimana pembeli dapat pergi ke sumber alternatif jika distributor sedang berada
dalam kondisi stok-out).
|
26
2.
Mengenali dan memahami pola permintaan produk di masing-masing dan
semua
lonceng dan atribut,
tidak dapat
menghentikan bullwhip effect. Ini adalah proses
manajemen permintaan dengan semua fiturnya dan aspek-aspek yang luas karena sering
meliputi kebijakan,
sistem pengukuran, dalam
beberapa
kasus,
dimana
setiap
ini dari
nilai
suatu
organisasi
dan
sistem
kepercayaan
yang telah
ada.
Namun,
tingkat
efek
berbahanya dapat memiliki penjualan, pangsa pasar, biaya dan pendapat yang
membesar.
2.3.5. Lima Rute Pengetahuan Bullwhip
Supply
chain
menunjukkan
bullwhip
yang
adalah
kekacauan
dalam artian
bahwa
masalah yang harus diselesaikan harus
diabstrasikan dari situasi dalam
pemesanan yang solusinya diajukan (Russell Ackoff , 1999).
Sekarang mari
memisalkan
bahwa
telah
dimiliki
apa
yang
disebut
dengan
kekacauan, di dunia
nyata
masalah yang
diidentifikasikan
memiliki
tingkah laku
bullwhip.
Masalah
yang
muncul
disini adalah bagaimana
dan
dimana pendekatan agar
dapat
mempersiapkan
solusi
alternatif
untuk masalah
seperti
itu.
Lima
pendekatan
ditunjukan oleh Gambar 2.7.
1.
Teori OR (OR Theory)
Dalam pendekatan ini, diangkat suatu persamaan dari masalah dan menentukan
variabel-variabel. Berdasarkan
pendapat
(Deziel
and
Eilon),
pada
situasi
operasi
kondisi
tertentu
cenderung
meminimalkan
fungsi
biaya.
Dengan
maksud untuk mencoba untuk mempertimbangkan kinerja dinamis dari masalah
oleh solusi matematikanya.
|
![]() 27
2.
Teori Penyaringan (Filter Theory)
Seperti
yang diungkapkan
oleh
(Towill
and
Vecchio,
1994),
masalahnya
dipersiapkan
pada
frekuensi
domain
dimana
penilaian
dibuat
pada
spektrum
dari
pesan, dan
kebisingan, atau gangguan. Menggunakan
kontrol hukum
dari
17 solusi
seharusnya diperoleh dengan
membentuk sistem respon
untuk
rangkaian persyaratan dari pengguna.
3.
Theori Kontrol (Control Theory)
Towill,
menjelaskan
masalah
ini
dalam
bentuk :
fungsi
sistem
transfer
dan
berfokus
pada struktur sistem,
pada awalnya untuk
menjamin kestabilan
dan
kemudian
membentuk
tanggapan
yang diinginkan.
Sebuah
data
dasar
yang
penting dari kemungkinan supply chain tersedia, terutama dari sistem hardware
analog.
Gambar 2.7. Lima Rute Pengurangan Bullwhip (Dari Masalah Real ke Solusi Real)
|
28
4.
Simulasi What if (What if Simulation)
Berdasarkan
pendekatan Lyneis,
penggunaan pendekatan
ini
untuk
pemodelan
bullwhip
effect. Difokuskan pada sifat dinamis dari peristiwa dimana diagram
lingkaran
adalah
simulasi
dari
dipelajari
oleh tes permintaan
semaunya
(menguji perilaku acak pola permintaan).
5.
Ad-hocacy
Disebutkan oleh Mitchell
(1923), atau bahkan
Devons
(1950)
serta Sterman
(1989), bahwa
mungkin bagi
seorang
manager
berpengalaman atau pengamat
untuk
mendapatkan
permikiran
yang baik
terhadap
apa
yang menyebabkan
kekacauan, pendekatan ini memiliki dasar dalam kenyataan bahwa pengalaman
memberikan pengetahuan nyata dan manajer yang sudah veteran atau pengamat
dapat
membuat
keputusan
yang tepat
dengan
hanya
mengandalkan
apa
yang
mereka rasakan.
2.4.
Deret Waktu dan Peramalan (Times Series and Forecasting)
Pada point ini akan dibahas
literatur terkait mengenai deret waktu dan metode
peramalan.
2.4.1.
Peramalan (Forecasting)
Untuk
tercapainya
suatu keputusan
yang efisien,
memerlukan suatu cara yang
tepat, sistematis dan dapat dipertanggungjawabkan. Salah satu alat yang diperlukan dan
merupakan
bagian integral
dari
proses pengambilan keputusan
adalah dengan
menggunakan peramalan.
|
29
Peramalan sebagai alat vital dalam peralatan manajemen. Dengan peramalan,
user mencoba untuk mengestimasi bagaimana urutan observasi yang terus berlanjut pada
masa mendatang.
Peramalan adalah prediksi
nilai
dari
variabel
yang didasarkan pada
nilai-nilai
masa lalu atau variabel terkait lainnya. Peramalan juga didasarkan pada penilaian akhir,
yang pada gilirannya didasarkan pada data historis dan pengalaman.
Terdapat banyak alat dan
metode dalam peramalan, dibagi dalam empat
kategori, antara lain :
1.
Metode Penghakiman (Judgement Methods)
Metode ini mencoba untuk mengumpulkan data dan menganalisa pendapat ahli
secara sistematis dan cara logis seperti metode deplhi. Metode ini adalah teknik
terstruktur untuk mencapai sebuah konsensus dengan
sebuah panel ahli
tanpa
mengumpulkan mereka disatu lokasi.
2.
Metode Penelitian Pasar (Market Research Methods)
Survei
pasar
adalah
alat
yang berguna
untuk
mengembangkan
perkiraan,
terutama untuk produksi baru. Saran atau
masukan dari pelanggan
melalui
via
telepon,
wawancara atau survei
tertulis
adalah sinyal
utama untuk
memperkirakan permintaan produk.
3.
Metode Akibat (Casual Methods)
Dengan
metode ini
diasumsikan
bahwa
variabel
yang diinginkan
untuk
meramalkan korelasi tinggi dengan beberapa bagian data yang
lain. Misalnya,
|
30
perkiraan penjualan untuk satu bulan berikutnya adalah fungsi dari PDB, cuaca,
atau laju import.
4.
Metode Deret Waktu (Times Series Methods)
Dalam metode
deret
waktu,
digunakan
berbagai
data
masa
lalu
untuk
memperkirakan
data masa depan.
Ada beberapa
teknik
dalam
metode deret
waktu untuk memperkirakan dan meramalkan,
sebagian
diantaranya adalah
sederhana
yaitu
rata-rata
bergerak
(moving
average), pemulusan
eksponensial
(exponential smoothing),
holt winters dan
beberapanya komplek
yaitu
box
&
jenkins, kalman filter, dan neural network.
Berikut pembahasan lanjut mengenai deret waktu dan peramalan.
2.4.2.
Deret Waktu (Times Series)
Dalam statistik, deret waktu adalah titik-titik data, biasanya diukur dalam
selang waktu yang beragam. Times series terdiri dari metode analisis untuk menganalisa
data times series
untuk mengekstrak statistik bermakna atau karakteristik data
lainnya.
Peramalan times series
dengan menggunakan sebuah model untuk peramalan kejadian
masa depan
dengan
menggunakan
kejadian masa lalu, seperti:
untuk
memprediksikan
titik data
sebelum
diukur. Contoh
peramalan
deret
waktu
dalam
ekonometrika adalah
memprediksi harga saham berdasarkan kinerja masa lalu.
Times series yang terbaik digambarkan dalam bentuk scater plot. Nilai seri
X
digambarkan pada sumbu
vertikal dan
waktu t pada sumbu
horizontal. Waktu disebut
dengan variabel bebas (dalam hal ini, kondisi dimana Anda memiliki kontrol).
|
31
Ada dua jenis data times series, antara lain:
1.
Berkelanjutan (Continoues)
Dimana data
memiliki
sebuah
pengamatan
di
setiap
instan
waktu,
misalnya
detektor kebohongan.
Dinyatakan
dengan
menggunakan
pengamatan X
pada
waktu t, X(t).
2.
Diksrit (Discrete)
Dimana
data
memiliki sebuah
pengamatan
(biasanya
secara
teratur)
spasi
interval. Dinyatakan dalam Xt.
Times
series
bervariasi
karena adanya komponen-komponen
trend,
siklis,
musiman dan komponen yang tidak teratur di dalamnya.
2.4.2.1. Komponen Tren (Trend Component)
Seperti terlihat pada
Gambar 2.8, tren adalah
gerakan jangka panjang dalam
kurun waktu tertentu. Hal ini mendasari arah (ke atas atau ke bawah kecenderungan) dan
laju
perubahan
dalam
suatu
kurun waktu,
ketika kelonggaran
telah
dibuat
untuk
komponen lainnya.
Cara sederhana
untuk
mendeteksi
tren
dalam
data
musiman
adalah
dengan
mengambil
rata-rata selama jangka waktu
tertentu.
Jika rata-rata ini
berubah
seiring
dengan waktu, dapat dikatakan bahwa ada bukti dari sebuah tren dalam urutan. Ada
juga
tes
yang lebih
formal
yang memungkinkan
mendeteksi
tren
dalam
suatu
jangka
waktu tertentu.
|
![]() 32
Gambar 2.8. Grafik Komponen Tren
2.4.2.2. Komponen Siklis (Cycical Component)
Salah
satu fitur
yang mengakibatnya times series bervariasi adalah
komponen
siklis.
Teknik deskritif dapat diperpanjang untuk
meramalkan (memprediksi)
nilai-nilai
masa depan.
Dalam data mingguan atau bulanan, komponen siklis menggambarkan fluktuasi
regular,
seperti
yang
terlihat
pada
Gambar
2.9.
Ini
adalah
komponen
non-musiman
yang bervariasi dalam suatu siklus yang dikenali.
Gambar 2.9. Grafik Komponen Siklis
|
![]() 33
2.4.2.3. Komponen Musiman (Seasonal Component)
Fitur lainnya adalah komponen musiman. Dalam data mingguan atau bulanan,
komponen musiman, adalah komponen variasi dalam suatu kurun yang tergantung pada
waktu dalam tahun. Ini
menggambarkan
fluktuasi
regular dalam jangka
waktu kurang
dari satu
tahun, seperti dapat
dilihat pada Gambar 2.10.
Sebagai
contoh, biaya dari
berbagai jenis
buah-buahan dan sayuran, angka
pengganguran dan curah
hujan harian
rata-rata, semua menunjukkan variasi musiman.
Gambar 2.10. Grafik Komponen Musiman
2.4.2.4. Komponen Tak Beraturan (Irregular Component)
Komponen
tak beraturan
terjadi
ketika komponen-komponen lainnya
telah
diperhitungkan,
contoh
:
terhambatnya produksi
tekstil
selama satu
bulan karena
terbakarnya pabrik. Gambar 2.11 menunjukkan komponen tak beraturan.
|
![]() 34
?
?
=
Gambar 2.11. Grafik Komponen Tak Beraturan
2.4.3.
Metode Peramalan Umum
Metode peramalan disini menggunakan deret waktu (times series) sebagai dasar
peramalan.
2.4.3.1. Rata-rata Bergerak (Moving Average)
Rata-rata bergerak adalah salah satu metode peramalan umum dan mudah untuk
menggunakan
alat-alat
yang tersedia
untuk
analisis
teknis. Rata-rata
bergerak
menyediakan
metode sederhana untuk
pemulusan data masa lalu.
Metode ini
hanya
berguna
untuk peramalan ketika tidak terjadi tren. Jika terdapat tren, gunakan estimasi
berbeda untuk
mempertimbangkannya. Hal
ini
disebut
dengan,
bergerak karena
sebagai data baru yang tersedia, data yang tertua tidak digunakan lagi.
Rata-rata bergerak dihitung dengan rumus sebagai berikut :
1
=1
?
-
?
(2.1)
|
![]() 35
?=
2.4.3.2. Pemulusan Eksponensial (Exponential Smoothing)
Metode exponential smoothing ini cocok untuk series yang bergerak acak
keatas dan kebawah secara terus menerus bearti tidak ada tren maupun pola musiman.
Series pemulusan ?
?
terhadap ?
?
, dihitung rekursif, dengan:
?
?
=
?
?
+
(1 -
)?
?
-1
(2.2)
Dimana 0
<
a
<
1
adalah
faktor pemulusan. Semakin
kecil
nilai
a, semakin
mulus suatu series. Dengan pengulangan subtitusi, dapat dituliskan persamaan rekursif
sebagai :
?
?
=
?
-1
(1 -
)
?
?
?
-?
(2.3)
Ini
menunjukkan
mengapa
metode
ini
disebut dengan
pemulusan eksponential,
peramalan
terhadap
?
?
adalah
rata-rata
tertimbang dari
nilai-nilai
masa
lalu, dimana
penurunan bobot seacara eksponential terhadap waktu.
Peramalan dari exponential smoothing adalah konstan untuk
semua peramalan
masa depan. Konstan diberikan sebagai :
?
+
=
?
untuk semua k >0
(2.4)
dimana T adalah estimasi sampel terakhir.
2.4.3.3. Ketepatan Metode Peramalan
Makridakis
et
al.
(1999,p57) mengatakan
bahwa dalam
banyak
hal,
kata
ketepatan
(a©curacy),
menunjuk
ke
kebaikan
sesuai,
yang pada
akhirnya
penunjukan seberapa
jauh
model
peramalan tersebut
mampu
mereproduksi
data
yang
|
![]() 36
n
n
telah
diketahui.
Dalam
permodelan deret berkala, sebagian
data
yang diketahui dapat
digunakan untuk meramalkan sisa data berikutnya, sehingga memungkinkan orang
untuk
mempelajari
ketepatan
ramalan
secara lebih
langsung.
Bagi
pembuat
model,
kebaikan sesuai model untuk fakta yang diketahui harus diperhatikan.
Jika X
t
merupakan data aktual
untuk periode t dan F
t
merupakan ramalan
untuk
periode yang sama, maka kesalahan didefinisikan sebagai :
E
t
=
X
t
-
F
t
(2.5)
Jika terdapat
nilai pengamatan dan ramalan
untuk
n
periode waktu,
maka akan
terdapat
n
buah
galat
dan
ukuran
statistik
yang dapat
didefinisikan
sebagai
berikut
(Makridakis, 1999, p61):
Nilai Tengah Galat Absolut (Mean Absolute Error)
1
n
MAE =
e
t
i
1
(2.6)
Nilai Tengah Galat Kuadrat (Mean Squared Error)
MSE =
n
i
1
e
2
/
n
(2.7)
X
F
Galat Persentase (Percentage Error)
PE =
t
t
x100%
X
t
(2.8)
1
n
Nilai Tengah Galat Persentase Absolut
MAPE =
PE
t
i
1
(2.9)
|
37
2.5.
Kebijakan Persediaan dan Metode Peramalan pada Bullwhip Effect
Point ini menyajikan teori-teori dasar dalam persediaan yang berkaitan dengan
kebijakan metode peramalan, setelah
itu mengukur bullwhip effect dan menginvestigasi
analisis sensitifitas dari efek tersebut dalam dua tahap dalam supply chain.
2.5.1.
Peranan Persediaan
Persediaan dijaga
untuk
memenuhi
permintaan
pelanggan yang tidak
terduga
selama pengiriman lead time atau
untuk
mencapai tinggat pelayanan
yang
diinginkan.
Memiliki
terlalu
banyak persediaan justru
menghasilkan biaya persediaan
yang
tinggi,
sementara
memiliki
persediaan
yang terlalu
sedikit
menyebabkan
kekurangan. Jumlah
yang tepat
dari
keseimbangan
persediaan dapat
meminimalkan
total biaya
operasional
persediaan.
Kunci
untuk
biaya
perencanaan
yang efektif
adalah
mengerti
tentang
ketidakpastian selama
permintaan
lead-time
(lead-time demand).
Untuk setiap
pengulangan
periodik
tanpa biaya pemesanan tetap, kebijangan
kontrol standar adalah
tipe order-up-to-level.
Dibawah
pengongtrolan,
pemesanan
dibuat
untuk
mencapai
penentuan posisi persediaan oleh antisipasi dan stok pengamanan.
Pengantisipasian stok
dijaga untuk
terus
dapat
memenuhi
permintaan
yang
diharapkan selama waktu lead-time dan pengamanan stok dijaga utuk mencapai taksiran
tingkat dari
resiko stock-out. Ketika
terdapat
dua
stok
yang terdapat pada
level
yang
tepat, biaya persediaan dapat diminimalisasikan (Silver, Peterson, dan Pyke 1998;
Zipkin 2000).
|
38
2.5.2.
Kebijakan Persediaan
Keputusan tentang persediaan
beresiko
dan
berdampak
tinggi
dari perspektif
logistik dan operasi
supply chain. Pelaksanan
persediaan itu beresiko dikarenakan
penanaman modal dan potensi untuk usang.
Kebijakan persediaan
terdiri dari pedoman mengenai pembelian dan produksi,
kapan
harus harus mengambil
tindakan,
dan
dalam
kuantitas.
Itu
juga
masih
belum
mengenai keputusan dalam posisi persediaan dan penempatannya pada pabrik dan pusat
distribusi.
Kebijakan tentang persediaan dapat dibedakan menjadi dua tipe, yaitu :
1.
Continuous Review Policy
Dimana persediaan ditinjau setiap hari dan keputusan dibuat tentang jenis dan
jumlah pesanan.
2.
Periodic Review Policy
Dimana
tipe
ini
melakukan
kontrol
pada
setiap interval
waktu
tertentu dan
pasti. Jumlah pemesanan pun dilakukan setiap melakukan kontrol.
2.6.
Mengukur Bullwhip Effect pada Supply Chain Sederhana
Bullwhip effect dapat ditentukan dengan persamaan berikut :
Bullwhip = Variance of Orders / Varians of Demand
=
Var(Q)/Var(D)
(2.10)
Sebuah bullwhip yang mempunyai nilai lebih besar dari satu
mengindikasikan
bahwa terdapat bullwhip effect, sedangkan sebuah bullwhip yang bernilai lebih kecil satu
|
39
memunjukkan
pemulusan
skenario, yang
berarti
pemesanan
(kurang
bervariasi)
lebih
halus dibandingkan dengan pola permintaan.
Ketika pengecer tidak
mengetahui
permintaan
secara
riil,
pengecer
dapat
menggunakan
metode sederhana untuk
meramalkan
permintaan,
misalnya exponential
smoothing atau moving average. Dengan cara ini perkiraan kebutuhan masa depan akan
terus menerus diperbaharui dalam menghadapi realisasi permintaan yang baru. Perkiraan
ini kemudian digunakan untuk menentukan urutan berdasarkan kebijakan persediaan.
2.7.
Ekonometrik dan Model Volatile
Subbab
ini
difokuskan pada
literatur dari
ekonometrika
dan teori-teori dasar
yang diperlukan
untuk
kerangka
pada
model
berikutnya,
dan
pada
akhirnya
membandingkan
pengaruh
berbagai
metode peramalan
pada
bullwhip
effect
oleh
percobaan numerik.
2.7.1.
Definisi Ekonometrika
Secara
harafiah, ekonometrika dapat
diartikan
sebagai
pengukuran
ekonomi.
Meskipun pengukuran merupakan salah satu bagian yang penting dalam ekonometrika,
tetapi ruang
lingkup ekonometrika
lebih
luas dari pada
itu, seperti pendapat beberapa
pakar berikut ini.
Ekonometrika didefinisikan sebagai aplikasi matematika statistik untuk data
ekonomi untuk memberikan dukungan empiris untuk model-model ekonomi
yang dibangun oleh matematika ekonomi dan untuk mendapatkan perkiraan
numerik (Samuelson et al., 1954,pp.141-6).
|
![]() 40
memunjukkan
pemulusan
skenario, yang
berarti
pemesanan
(kurang
bervariasi)
lebih
ekonomi (H.Theil, 171,p1.).
2.7.2.
Metodologi dalam Ekonometrika
Bagaimana para ekonometrikawan dapat memproses analisis mereka terhadap
masalah ekonomi? Yaitu, Apa metodologi mereka ? Untuk mengilustrasikan langkah-
langkah metodologi, dapat dilihat pada Gambar 2.12.
Gambar 2.12. Anatomi Ekonometrika (Src: Gujarati)
Sebuah
model
ekonomi
terdiri
dari
persamaan
matematika
yang menjelaskan
berbagai hubungan. Salah satu
metode dasar statistik yang digunakan oleh pakar
|
41
ekonometrika adalah analisis regresi. Upaya
model regresi
untuk
meminimalkan jarak
yang diukur secara vertikal antara titik pengamatan dan model garis (atau kurva).
Secara umum,
tahapan
metodologi
terdiri
atas
6
(enam)
tahapan.
Pertama,
dengan mengacu kepada
teori, mengajukan
suatu hipotesis atau
pertanyaan. Kedua,
untuk
menjawab
pertanyaan
atau
hipotesis
yang diajukan
pada
tahap
pertama,
mengajukan
model ekonometrika
yang
dapat digunakan
untuk melakukan
tes terhadap
hipotesis.
Ketiga,
setelah
modelnya sudah
terbangun,
parameter dari
model
tersebut
diestimasi dengan suatu software
computer. Keempat, hasil dari estimasi paramater
perlu
diverifikasi
terlebih
dahulu
apakah
hasilnya sesuai
dengan
model
atau
tidak.
Kelima, jika dari hasil verifikasi mengatakan model yang telah terestimasi sudah layak,
maka model
tersebut digunakan untuk
memprediksi pergerakan atau
memprediksi
nilai
suatu variabel.
Keenam,
akhirnya,
prediksi
tersebut
dapat
digunakan
sebagai
bahan
pertimbangan dalam pengambilan suatu keputusan atau suatu kebijakan.
2.7.2.1. Gaussian, Standart, atau Model Klasik Regresi Linier
Dalam statistik dan ekonometrik,
OLS adalah
teknik untuk meramalkan
parameter yang
tidak diketahui dalam
model analisis
linier. Metode
ini meminimalkan
jumlah kuadrat jarak antara tanggapan yang diamati dalam suatu kumpulan data. Teknik
metode linier kuadrat
terkecil
menyediakan
ekspresi
sederhana untuk
mengestimasi
parameter
dalam
analisis
OLS,
dan
dengan
demikian
untuk
nilai-nilai statistik
yang
terkait seperti kesalahan standar parameter.
|
42
2.7.2.2. Asumsi Dasar dari Metode OLS
1.
Diasumsikan bahwa terdapat parameter linier, yang berarti
model regresi
linier
di dalam parameter. Dengan kata lain, dapat dinyatakan dalam bentuk :
Y
=
ß
0
+
ß¹
X
+
u
i
,
dimana
ß0
adalah
pemotong,
ß¹ adalah
kemiringan
fungsi,
dimana
ui
merepresentasikan
gangguan yang
berisi
semua
faktor
yang
mempengaruhi
Y
selain yang ditentukan oleh variabel independen.
2.
Menjadi suatu keharusan intuitif sampel yang akan dianalisis harus terdiri dari
sampel acak dari populasi yang relevan untuk memberi hasil tidak bias.
3.
Diasumsikan kondisi mean adalah
nol. Bahwa model
linier akan
menjadi satu
baris
yang meminimalkan
jumlah
dari
semua
kesalahan
rata-rata
positif
dan
negatif. Mengasumsikan bahwa nilai mean
ui, te®gantung pada xi yang diberikan
adalah nol. Hal ini dapat disempurnakan ke dalam asumsi bahwa nilai rata-rata
X
tidak tergantung pada
nilai dari X
untuk setiap
nilai
rata-rata X akan sama
dengan nilai rata-rata dari
e
dalam keseluruhan populasi, yaitu 0. Secara
teknikal, nilai rata-rata kondisional dari
u
i
adalah 0. Secara simbolik, dituangkan
dalam :
E(ui | x) = E(u
i
) = 0
, untuk semua i
(
2.11)
4.
Tidak ada autokorelasi antara gangguan. Diberikan dua nilai X, Xi dan Xj (i
?
j
), korelasi antara setiap dua Ui dan Uj (i
?
j
) adalah nol. Disimbolkan,
Cov(Ui,Uj|Xi,Xj) = E {[Ui-E(Ui)]|
Xi} {[Uj-E(Uj)]| Xj} =
E(Ui|Xi)(Uj|Xj)=0
(2.12)
|
43
Dimana i dan j adalah dua pengamatan yang berbeda dan dimana Cov adalah
kovarians.
5.
Mengasumsikan
homocedasticity,
atau sama
(homo) yang tersebar
(scadasticity), atau
sama
dengan
varian,
untuk
mendapatkan
hasil
yang
konsisten.
Asumsi
ini
menyatakan bahwa nilai
varians
kesalahan
Ui
bersyarat
pada variabel
independen X
adalah
konstan. Dengan
kata
lain,
pola
distribusi
error
pada
setiap nilai
X
akan
menunjukkan
distribusi yang
sama dengan rata-rata
sampel sekitar nya ßn
X.
Disimbolkan,
Var (ui |
x) =s2
(2.13)
Perlu
ditekankan,
di
dalam
dunia
nyata,
lima
asumsi
yang disebutkan
sebelumnya
hampir selalu dilanggar.
Di
dalam
supply chain,
varians
dari
pemesanan
biasanya lebih besar daripada penjualan. Distorsi ini cenderung meningkat sebagai salah
satu pergerakan hulu dari grosir ke pengecer. Konsekuensinya, asumsi heterocedasticity
tampak lebih tepat sebagai karakteristik yang berhubungan dengan bullwhip effect.
2.7.3.
Distribusi Probabilitas
Asumsi dalam distribusi probabilitas akan sangat berpengaruh
dalam
perhitungan ordinary least square untuk error dari model.
|
![]() 44
2.7.3.1. Karakteristik dalam Distribusi Probabilitas
Ada beberapa karakteristik dalam distribusi probabilitas, antara lain :
a. Nilai Harapan
?
=
8
-8
?
?
?
(2.14)
Nilai
harapan atau mean,
merupakan rata-rata dari suatu kumpulan data
(Anonim1).
b. Varians
Var(x) =
2
=
E(
-
)
2
(2.15)
Berdasarkan pendapat Anonim2, varians merupakan ukuran yang menunjukkan
dispersi statistik (sejauh mana data tersebar di sekitar rata-rata).
c. Konvarians
??
?, ?
=
?
-
?
(? -
?
)
(2.16)
Kovarians
adalah
ukuran
yang
menyatakan
seberapa besar dua variabel
bervariasi sama (Anonim3). Jika dua variabel bervariasi sama, misalkan ketika
kedua nilai variabel berada di atas mean, maka kovarians antara kedua variabel
tersebut akan positif, dan begitu sebaliknya.
2.7.3.2. Jenis-jenis Distribusi
Berikut merupakan jenis distribusi yang digunakan dalam penulisan ini, antara
lain :
|
![]() 45
?=
1.
Distribusi Normal
Distribusi normal memiliki fungsi pdf sebagai berikut :
?
?
=
?
??? -
?
(?-
)
?
?
?
(2.17)
dengan -8 < x
<
8
Sedangkan fungsi lognya adalah :
?
??
?
=
-
?
?
?
?
?
+
?
?
+
?
?(?
)
?
(2.18)
Gambar 2.13 merupakan kurva distribusi normal.
Gambar 2.13. Kurva Distribusi Normal
2.
Distribusi T-student
Distribusi ini memiliki fungsi pdf sebagai berikut :
?
?
?; ?
=
(?+?)/?
(2.19)
?
/?
?+
?
/
(
+?)/?
Sedangkan fungsi lognya sebagai berikut :
|
![]() 46
?
+?
?
?
?[?
?
]
=
?=?
???
-
?
?
-
?
- ?
-
?
?
?
?
?
-
+?
?
? +
(2.20)
?
?
(
-?
Gambar 2.14 merupakan kurva distribusi T-student.
Gambar 2.14. Kurva Distribusi T-student
2.7.3.3. Kurtosis
Kurtosis
merupakan
ukuran
luas dimana data observasi jatuh di
sekitar pusat
distribusi atau pada ekor. Dapat diukur dengan rumus berikut :
=
?
?=?
?
?
-?
(2.21)
dimana
berdasarkan penduga bias untuk varians.
Kurtosis pada distribusi normal adalah tiga (3) yang disebut juga dengan
distribusi
mesokurtic.
Jika
kurtosis
lebih
besar daripada
tiga
(3)
maka
distribusi
ini
disebut dengan distribusi leptokurtic dimana memiliki puncak yang tinggi, rentang
tengah yang sempit dan fat failed. Sedangkan jika kurtosis kurang dari tiga (3) disebut
|
![]() 47
juga
dengan
distribusi
platykurtic dimana
distribusi
ini
memiliki puncak
yang
rendah
dan
rentang
tengah
yang luas. Bentuk dari
macam-macam distribusi dapat diliat pada
Gambar 2.15.
Gambar 2.15. Variasi Kurtosis
2.7.4. Auto-Regresive (AR)
AR
merupakan
suatu
model
peramalan
yang memperhitungkan
pengamatan
pada masa lalu terhadap variabel dependen. Salah satu contoh AR adalah sebagai
berikut:
?
?
=
?
?
?
?-?
+
?
(2.22)
Model ini menyatakan bahwa peramalan akan nilai Y pada waktu t didapat dari
proposi (
?
?
)
dari nilainya pada waktu (t-1) ditambah dengan sebuah random shock pada
waktu t.
|
48
2.7.5.
Stationer
Sebagaimana diketahui
bahwa data
times series
merupakan
sekumpulan
nilai
suatu variabel
yang diambil pada waktu yang berbeda. Setiap data dikumpulkan secara
berkala pada interval waltu tertentu.
Dalam berbagai studi ekonometrika, data times series sangat banyak digunakan.
Namun dibalik begitu pentingnya data tersebut, ternyata data time series menyimpan?
berbagai permasalahan. Salah satunya adalah otokorelasi. Otokorelasi sendiri merupakan
penyebab
yang mengakibatkan data
menjadi
tidak
stasioner, sehingga
bila
data dapat
distasionerkan
maka otokorelasi
akan
hilang
dengan
sendirinya,
karena
metode
transformasi
data
untuk
membuat
data
yang tidak
stasioner
menjadi
stasioner
sama
dengan transformasi data untuk menghilangkan otokorelasi.
Sekumpulan data dinyatakan stasioner jika rata-rata dan
varian dari data times
series
tersebut
tidak
mengalami
perubahan
secara sistematik
sepanjang
waktu,
atau
sebagian ahli menyatakan rata-rata variansnya konstan.
Salah satu cara untuk menguji stasioneritas adalah dengan uji unit root. Uji ini
merupakan
pengujian
yang
sangat
populer,
dan
dikenalkan
oleh
David
Dickey dan
Wayne
Fuller.
Untuk memudahkan pengertian
mengenai unit
root, perhatikan model
berikut :
Y
t
=
?Y
t-1
+µ
t
|
![]() 49
2.7.6.
Model ARCH dan GARCH
Model
ARCH/GARCH
mengganggap
variance
yang tidak
konstan
(heteroskedastisitas) bukan sebagai
suatu masalah tetapi justru dapat
digunakan untuk
modeling
dan
peramalan
(forecasting). Terdapat
beberapa alasan
mengapa ingin
memodelkan dan
meramalkan
volatilitas.
Pertama, mungkin
memerlukan
volatilitas
untuk
menganalisis
risiko
memegang aset dari
investasi
pilihan.
Kedua,
meramalkan
interval keyakinan
mungkin akan time-varying sehingga
interval yang lebih
tepat dapat
diperoleh dengan memodelkan varians error. Ketiga, estimator yang lebih efisien dapat
diperoleh bila heterokedastisitas dalam error diperlakukan dengan tepat.
2.7.6.1. ARCH (Auto Regressive Conditional Heterocedasticity)
Saat ini semakin fokus pada pentingnya volatilitas, yang diterminasi dan
efeknya pada nilai mean. Pemodelan volatilitas dari waktu ke waktu dapat meningkatkan
efisiensi dalam estimasi parameter dan keakuratan dalam inteval peramalan.
Pemodelan volatilitas dapat dilakukan dalam berbagai macam cara. Robert
Engel (1982) menggunakan teknik MA (Moving Average) untuk memodelkan volatilitas
yang bervariasi
waktu
dalam times series
dan
mengusulkan
apa
yang disebut dengan
Autoregressive Conditional Heterocedasticity atau ARCH.
Bentuk umum persamaan regresi univariat sebagai berikut :
?
?
=
?
?
+
?
(2.23)
Model conditional heterocedastic yang di usulkan oleh Engle sebagai berikut :
?
=
?
?
?
?
(2.24)
|
![]() 50
?-
?-
?
Dimana :
Rata-rata
?
?
adalah
nol
(E(
?
?
)=0);
variance
?
?
adalah
satu
(
?
?
= 1);
dan
?
?
mengikuti proses white noise.
?
?
merupakan faktor skala. Dalam kesempatan itu, bagaimana set up
?
?
menjadi penting dan dapat menghasilkan beberapa kemungkinan yang berbeda.
Bentuk umum
?
?
sebagai berikut :
?
?
?
?
=
?
+
?=?
?
?
?-?
(2.25)
Hal itu diebut model ARCH (q).
Apabila ?
?
terbentuk
?
?
=
?
?
+
?
?
?
Maka bentuk tersebut dikenal dengan model ARCH (1). Dengan model ARCH
(1), persamaan (1 ) menjadi :
?
?
= ??
?
+
?
?
?
?
+ ?
?
?
(2.26)
Unconditional long run variancedari galat
?
adalah :
?
?
?
Var (
?
) = E (?
?
) E (?
?
) =
?-
?
(2.27)
Agar variance menjadi positif (var (
?
)
>0), perlu dibuat restriksi terhadap nilai
?
?
dan
?
?
,
yaitu
?
?
>
0
dan 0 <
?
?
<
1
.
Intuisi dibalik model ARCH (1) sebagai berikut.
1.
Error process
dapat
digunakan
untuk
memodelkan
periode
volatilitas
dalam
kerangka univariate.
|
![]() 51
2.
Conditional shoft run variance (volatilitas) dari
series merupakan fungsi nilai
masa
lalu galar
kuadra.
Artinya,
efek
setiap shock
baru
?
tergantung
pada
ukuran shock masa lalunya.
Shock
yang besar pada periode t akan
meningkatkan pengaruh (terhadap y) pada periode t+1, t+2 dan sebagainya.
2.7.6.2. GARCH (General Auto Regressive Conditional Heterocedasticity)
Sejak penemuan metode ARCH pada tahun 1982, model ARCH telah menjadi
industri, dengan
segala
macam
variasi
modelnya. Salah
satunya
yang popular
adalah
model autoregresif
umum heteroskedastisitas (Generalized Autoregressive
Heterocedasticity atau GARCH), awalnya diusulkan oleh Bollerslev (1986).
Yang mengatakan
bahwa kondisi
varians
U
pada
waktu
t
bergantung tidak
hanya pada kesalahan kuadrat pada waktu sebelumnya tetapi
juga pada kondisi varians
pada periode waktu sebelumnya. Model ini dapat digeneralisasi ke model GARCH (p,q)
dimana terdapat p dari segi error dan q dari segi varians.
Dengan error process yang sama dengan persamaan 2 :
?
=
?
?
?
(2.28)
Rata-rata ?
?
adalah
nol
(E
(?
?
)
=
0);
variance
?
?
adalah
1
(
?
?
= 1);
dan
?
?
mengikuti proses white noise
independen dari
realisasi
masa
lalu dari
?-?
maka conditional means
dan unconditional means
dari
?
akan sama dengan
nol.
?
merupakan faktor skala. Bentuk umum
?
?
adalah
?
?
?
?
?
=
?
+
?=?
?
?
?-?
+
?=?
?
?
?
?-?
(2.29)
|
![]() 52
Hal ini yang
disebut model GARCH
(p,q). Model GARCH
(p,q)
itu
?
berkemungkinan terdapat komponen autoregressive maupun moving average di dalam
heterocedastic
variance.
Keuntungan
model
GARCH adalah
lebih
mudah
diestimasi
untuk
kasus
ARCH
model
dengan
ordo
tinggi.
Karakteristik
utama GARCH
model
adalah bahwa conditional variance dari sequence [y
t
]
membentuk ARCH process.
2.7.6.3. Pengukuran Model Fit
Untuk membandingkan
keakuratan dan kesesuaian suatu model terhadap data
yang dimodelkan, dibutuhkan suatu pengukuran. Pengukuran ini dapat dilakukan dengan
banyak cara. Berikut ini akan dijelaskan dua macam contoh cara yang dapat digunakan
dan yang akan diterapkan dalam skripsi ini.
a.
Akaike Information Criterion (AIC)
= ?
??/?
?
?
?
=
?
??/?
???
?
dimana k
merupakan jumlah dari regressor (termasuk intercept) dan
n
adalah
jumlah dari observasi. Untuk kemudahan dalam penghitungan, biasanya bentuk
AIC ditulis sebagai berikut :
ln AIC =
??
?
+
??
???
?
dimana ln AIC merupakan natural log dari AIC dan 2k/n adalah faktor penalty.
Berdasarkan pendapat
Gujarati (2003, p537)
AIC ini
dapat
diterapkan pada
peramalan
in-sample
maupun out-of-sample
dari sebuah
model
regresi.
Peramalan
in-sample
menjelaskan
bagaimana
sebuah
model
fit
dengan data
|
![]() 53
?
yang
ada pada sampel,
sedangkan
peramalan
out-of-sample
menyatakan
bagaimana sebuah
model
meramal
nilai refressand
yang akan datang dengan
memasukkan nilai-nilai regressornya.
Semakin kecil nilai AIC menyatakan model yang digunakan semakin fit.
b.
Schwarz Information Criterion (SIC)
?
= ?
?/?
?
?
?
=
?
?/?
???
?
dimana k
merupakan jumlah dari regressor (termasuk intercept) dan
n
adalah
jumlah dari observasi. Untuk kemudahan dalam penghitungan, biasanya bentuk
SIC ditulis sebagai berikut :
ln SIC =
??
?
?
?
+
??
???
?
dimana ln SIC merupakan
natural log dari AIC
dan
(k/n) ln n
adalah
faktor
penalty.
Seperti
AIC,
Semakin
kecil
nilai
SIC
menyatakan
model
yang digunakan
semakin fit. SIC juga dapat digunakan untuk peramalan in-sample maupun out-
of-sample.
2.8.
Rekayasa Perangkat Lunak
Berdasarkan pendapat Presman
(2001, p19), rekayasa
perangkat
lunak
adalah
pengembangan
dan
penggunaan
prinsip
pengembangan
suara untuk
memperoleh
perangkat lunak secara ekonomis yang terpecaya dan bekerja secara efisien pada mesin
nyata.
|
54
Berdasarkan pendapat Presman (2001, p19), rekayasa perangkat
lunak terbagi
menjadi tiga lapisan yang mampu mengontrol kualitas perangkat lunak, yaitu :
a.
Proses
Proses-proses
rekayasa
perangkat
lunak
adalah
perekat
yang menyatukan
lapisan-lapisan dan
memungkinkan perkembangan perangkat
lunak yang tepat
waktu
dan
rasional.
Lapisan
proses ini
membentuk
dasar bagi
kontrol
manajemen proyek perangkat
lunak serta membangun konteks dimana metode
teknis diaplikasikan, produk
usaha (modul, dokumen, data,
laporan,
form dan
lain-lain) dihasilkan,
fondasi dibangun, kualitas dijamin, dan perubahan diatur
secara rapi.
b.
Metode
Metode rekayasa
perangkat
lunak
memberikan
teknik
untuk membangun
perangkat lunak yang mencakup serangkaian tugas yang luas yang menyangkut
analisis kebutuhan, konstruksi program, desain, pengujian, dan pemeliharaan.
c.
Alat bantu
Alat bantu
rekayasa
perangkat lunak memberikan topangan
yang otomatis
ataupun
semi-otomatis pada
proses-proses dan
metode-metode
yang
ada. Alat
bantu ini contohnya adalah CASE (Computer-Aided Software Engineering) dan
CAD (Computer-Aided Design).
Berdasarkan
pendapat
Presman (2001, p28),
dalam perancangan perangkat
lunak, dikenal model sekuensial linier atau yang sering disebut clasic life cycle
|
![]() 55
atau waterfall model. Model ini
mengusulkan pendekatan pada pengembangan
perengkat lunak
yang sistematis dan sekuensial
melalui aktivitas-aktivitas
seperti yang terlihat pada Gambar 2.16 berikut :
Gambar 2.16. Model Sekuensial Linier
a.
Rekayasa dan pemodelan sistem
Proses pencarian kebutuhan difokuskan pada software. Untuk mengetahui sifat
dari
program
yang
akan
dibuat,
maka para software
engineer
harus
mengerti
tentang domain informasi dari software, misalnya fungsi yang dibutuhkan, user
interface dan lain-lain. Dari dua aktivitas tersebut (pencarian kebutuhan sistem
dan software) harus didokumentasikan dan ditunjukkan kepada pelanggan.
|
56
b.
Analisis kebutuhan perangkat lunak
Untuk dapat memahami sifat program yang dibangun, perekayasa perangkat
lunak harus memahami domain informasi, tingkah laku, cara kerja, dan
interface yang dibutuhkan.
c.
Perancangan
Perancangan perangkat lunak adalah proses yang berfokus pada empat atribut
sebuah program yang berbeda, yaitu struktur data, arsitektur perangkat lunak,
representasi tampilan, dan algoritma prosedural. Perancangan menerjemahkan
kebutuhan ke dalam suatu representasi perangkat lunak yang dilakukan sebelum
pengkodean.
d.
Pengkodean
Untuk dapat dimengerti oleh mesin, dalam hal ini adalah komputer, maka
desain tadi harus diubah bentuknya menjadi bentuk yang dapat dimengerti oleh
mesin, yaitu ke dalam bahasa pemrograman
melalui proses coding. Tahap ini
merupakan
implementasi
dari
tahap
desain
yang
secara teknis
nantinya
dikerjakan oleh programmer.
e.
Pengujian
Sesuatu
yang dibuat
haruslah diujicobakan.
Demikian
juga
dengan
software.
Semua fungsi-fungsi
software
harus diujicobakan,
agar
software
bebas
dari
error,
dan
hasilnya harus
benar-benar sesuai dengan
kebutuhan
yang
sudah
didefinisikan sebelumnya.
|
![]() 57
f.
Pemeliharaan
Digunakan untuk
mengantisipasi kesalahan-kesalahan
akibat
perubahan-
perubahan
dalam
lingkungan
eksternalnya
atau adanya
kebutuhan
untuk
pengembangan
fungsional
maupun
cara kerja.
Diagram
alir
menggunakan
simbol-simbol yang sudah distandarisasikan.
2.8.1.
Diagram Alir (Flowchart)
Berdasarkan pendapat
Hansen (2005), diagram
alir merupakan representasi
grafis
dari
serangkaian aktifitas
operasi,
pergerakan,
inspeksi,
penundaan,
keputusan,
dan penyimpanan dari sebuah proses.
Berikut adalah simbol-simbol yang digunakan
untuk menggambarkan diagram
alir :
Tabel 2.2.
Simbol-Simbol dalam Diagram Alir
Notasi
Arti Notasi
Proses
Predefined Proses
Operasi input / output
Decision,
berupa
pertanyaan
atau
penentuan suatu keputusan
|
![]() 58
Terminal, untuk menandai awal dan akhir
program
Panah,
sebagai
penghubung
antar
komponen dan penunjuk arah
Manual input, input dari pengguna
On-page connector, sebagai
penghubung
dalam satu halaman
Off-page connector, sebagai penghubung
antar halaman yang bersedia
2.8.2.
State Transition Diagram (STD)
Berdasarkan
pendapat
Whitten,
et.al.
(2004, pp673-674),
STD
merupakan
diagram yang digunakan untuk menggambarkan urutan dan variasi dari layar yang
terjadi ketika pengguna sistem berada di terminal. Ada beberapa notasi yang digunakan
dalam memberikut suatu STD, yaitu:
a.
Kotak
Lambang kotak digunakan
untuk mewakili
layar tampilan. Lambang ini
hanya
menggambarkan sesuatu yang mungkin tampil selama dialog.
b.
Panah
Panah digunakan
untuk mewakili kontrol aliran dan event yang
memicu
aktifnya sebuah layar. Arah panah mengindikasi
urutuan dimana layar
tersebut tampil.
|
59
2.8.3. Kerangka Pikir
Penulisan
ini terdiri dari dua bagian, yaitu perancangan program dan analisis.
Perancangan program dimaksudkan untuk membuat sebuah tampilan yang mudah
dipakai
dibandingkan
dengan
langsung
menggunakan
perangkat
lunak statistik.
Sedangkan analisis dilakukan pada bidang statistik, khususnya dalam perbandingan yang
akan dilakukan.
2.9. United Modelling Language (UML)
2.9.1. Sejarah UML
UML adalah
sebuah
bahasa
yang telah
menjadi
standar
dalam
industri
untuk
menvisualisasi,
menspesifikasi,
merancang dan
mendokumentasi
sistem piranti
lunak
(Booch et al, 1999, p14). UML memberikan standar penulisan sebuah sistem blue print,
yang
meliputi konsep
bisnis proses, penulisan kelas-kelas dalam bahasa program
yang
spesifik,
skema
database,
dan
komponen-komponen
yang diperlukan
dalam
sistem
software.
Pendekatan analisa dan rancangan dengan menggunakan model Object
Oriented
(OO) mulai
diperkenalkan
sekitar
pertengahan
1970
hingga akhir
1980
dikarenakan pada saat itu aplikasi software sudah meningkat dan mulai kompleks.
Jumlah
yang
menggunakaan
metode
OO mulai diujicobakan dan diaplikasikan
antara
1989 hingga 1994, seperti halnya oleh Grady Booch dengan metode yang dikenal
dengan
OOSE
(Object-Oriented
Software
Engineering),
serta James
Rumbaugh
dari
General Electric, dikenal dengan OMT (Object Modelling Technique).
|
60
Kelemahan saat itu disadari oleh Booch maupun Rumbaugh adalah tidak
adanya standar penggunaan model yang berbasis OO, kemudian Booch, Rumbaugh dan
Jacobson
mulai mendiskusikan
untuk
mengadopsi
masing-masing pendekatan
metoda
OO
untuk
membuat
suatu
model
bahasa
yang
seragam
yang disebut
UML (Unified
Modeling Language) dan dapat digunakan oleh seluruh dunia.
2.9.2.
Bagian UML
2.9.2.1. Class Diagram
Class
diagram
adalah
diagram
yang
menunjukkan
sekumpulan
dari
kelas-
kelas, interfaces, dan kolaborasi-kolaborasi serta hubungannya (Booch et al, 1999,
p107).
Class
diagram digunakan
untuk
memvisualisasikan,
menspesifikasikan,
mendokumentasikan
model
struktural
dan
juga
membangun
sistem
yang dapat
dieksekusi.
Pada class diagram terdapat simbol-simbol :
1.
Simbol + untuk menandakan
public.
2.
Simbol - untuk menandakan
private.
3.
Simbol # untuk menandakan
protected.
Class
diagram
direpresentasikan
dalam
bentuk
kotak
yang terbagi
atas
tiga
bagian
yaitu
nama
class,
atribut,
dan perilaku
(behavior),
seperti
terlihat pada
Gambar 2.17.
|
![]() 61
Class Name
Attribute
:
Type
=
Initial Value
Operation
(
arg list
): r
eturn type
Gambar 2.17. Contoh Class Diagram
2.9.2.2. Use Case Diagram
Use case diagram
menggambarkan
sekumpulan
use case
dan
aktor
serta
hubungannya (Booch et al, 1999, p234). Use Case Diagram memvisualisasikan tingkah
laku dari
suatu
sistem
dan
menggambarkan
interaksi
antara
aktor
dengan
sistem.
Di
bawah ini dijelaskan bagian use case diagram:
1.
Actor
Sebuah aktor mewakili sekumpulan peranan yang saling berhubungan di dalam
sistem dimana aktor tersebut berinteraksi dengan
use case (Booch et al, 1999,
p221). Aktor dapat berupa orang ataupun sistem yang otomatis berjalan. Notasi
aktor dengan nama aktor tersebut dibawahnya:
Actor
2.
Use Case
Sebuah use case
menjelaskan sekumpulan dari sequence, dimana setiap
sequence mewakili interaksi dari hal-hal di luar sistem (aktornya) dengan
|
![]() 62
sistem
itu sendiri (Booch et al, 1999, p220). Sehingga sebuah use case
menunjukkan sebuah keperluan fungsional dari keseluruhan sistem.
Notasi use case :
Untuk menghubungkan
antara
aktor dengan
use
case digunakan simbol
garis
yang disebut sebagai relationship.
Suatu use case dapat memiliki deskripsi teknik, yaitu: extends, dan include.
Extends
berarti
memperluas
use case
dasar dengan
menambah
behavior-
behavior baru
tanpa
mengubah use case
dasar
itu sendiri.
Titik
di
mana
use
case diperluas disebut sebagai extension point.
Sebuah use
case
dapat
menginclude
fungsionalitas dari
use case
lain
sebagai
bagian
dari
proses
dalam dirinya.
Secara umum
diasumsikan bahwa use
case
yang
diinclude akan dipanggil setiap kali use
case yang
menginclude
dieksekusi secara normal.
Dengan
adanya
use case diagram
maka akan
membantu
dalam
menyusun
kebutuhan sebuah sistem dan mengkomunikasikannya dengan klien.
2.9.2.3. Sequence Diagram
Sequence
diagram
menggambarkan
sekumpulan objek dan
interaksinya,
termasuk pesan yang dikirim terhadap urutan waktu (Booch et al, 1999, p245). Sequence
diagram
menunjukkan
sekumpulan objek
dan
pesan
yang
dikirim
dan
diterima
oleh
objek tersebut. Sequence diagram memiliki dua buah karakteristik yaitu :
|
![]() 63
1.
Setiap objek memiliki lifeline yang digambarkan dengan garis putus-putus
vertikal dan garis ini menunjukkan daur hidup dari sebuah objek.
2.
Terdapat fokus kontrol yang digambarkan dengan sebuah persegi panjang yang
tipis dan tinggi. Fokus kontrol
ini
menunjukkan periode waktu selama sebuah
objek melakukan sebuah event.
2.9.2.4. Activity Diagram
Activity diagram memodelkan aliran dari suatu aktivitas ke aktivitas berikutnya
dalam suatu proses (Booch et al, 1999, p258). Komponen utama dalam activity diagram
adalah:
Table 2.3.
Komponen Utama dalam Activity Diagram
Initial state, yaitu menyatakan awal dimulainya
suatu aktivitas.
Final state, yaitu menyatakan berakhirnya suatu
aktivitas.
State, menggambarkan aktivitas yang
merepresentasikan kinerja dari suatu operasi.
Control Flow, menyatakan relationship diantara 2
state. Control flow mengidentifikansi kontrol yang
dikirim dari state pertama ke state kedua setelah
aktivitas pada state pertama selesai dijalankan.
Decision, menggambarkan kontrol dari aliran yang
bersifat kondisional.
Gambar 2.18 merupakan contoh penggunaan Activity Diagram:
|
![]() 64
Gambar 2.18. Contoh Activity Diagram
Activity Diagram
menekankan
aliran kontrol
dari
suatu
aktivitas
ke aktivitas
yang lain. Sehingga activity diagram dapat digunakan
untuk
menunjukkan aliran
aktivitas sistem yang dirancang dari awal hingga aliran berakhir.
2.9.2.5. Component Diagram
Component
Diagram menunjukkan organisasi dan hubungan ketergantungan
antara satu
set
komponen
dalam
sebuah
sistem
(Booch
et
al,
1999,
p393).
Dengan
component
diagram,
dapat
digambarkan
hubungan
statis
antara komponen-komponen
fisik dan menspesifikasikan detailnya untuk membangun sebuah sistem.
|