BAB 2
LANDASAN TEORI
2.1
Pengertian Kualitas
Kualitas
merupakan sebuah kata yang sering dipakai oleh masyarakat untuk
mengungkapkan suatu standar
yang
mereka berikan pada suatu
jasa atau produk. Kata
kualitas memiliki banyak sekali definisi yang dikemukakan oleh beberapa ahli. Definisi-
definisi tersebut sebenarnya
memiliki pengertian
yang
hampir
sama antara satu dengan
yang lainnya.
Ada
beberapa
ahli
yang
mengemukakan
definisi
dari kualitas.
Juran
(1974),
mendefinisikan pengertian
kualitas
yaitu Quality
is
fitness
for
use.
Definisi
ini
menekankan pada poin penting yaitu pengendali di balik penentuan
level kualitas
yang
harus dipenuhi oleh produk atau jasa yaitu konsumen.
Akibatnya,
apabila
keinginan
konsumen berubah maka kualitas
yang ditetapkan juga berubah. Hal
ini menunjukkan
bahwa terdapat beberapa elemen yang menentukan level dari kualitas produk atau jasa
yang dinamakan karakteristik kualitas.
Ahli
lainnya yang
mendefiniskan
arti
kualitas adalah Crosby.
Definisi
kualitas
menurut Crosby
(2003,
p8)
adalah
conformance
to
requirements
or
specifications,
yang diartikan bahwa kualitas adalah suatu kesesuaian untuk memenuhi persyaratan atau
spesifikasi.
Sedangkan
menurut
Feigenbaum (1991),
kualitas
merupakan
keseluruhan
karakteristik
produk
dan
jasa
dalam proses
produksi
yang
meliputi
marketing,
engineering, manufacture,dan maintainance di mana produk dan jasa tersebut dalam
pemakaiannya akan sesuai dengan kebutuhan dan harapan pelanggan.
|
17
Kualitas
juga didefinisikan oleh institusi yang
memiliki standar yaitu ISO 8402
atau quality vocabulary. Menurut badan ini, kualitas didefinisikan sebagai
totalitas dari
karakteristik suatu produk yang menunjang kemampuannya untuk memuaskan
kebutuhan yang dispesifikasikan atau ditetapkan. Kualitas seringkali diartikan
sebagai
kepuasan pelanggan (customer satisfaction) atau kesesuaian terhadap
kebutuhan
atau
persyaratan (conformance to the requirement).
Sedangkan
menurut
Gaspersz (1998),
terminologi
kualitas
dalam konteks
pembahasan tentang pengendalian proses statistical adalah konsistensi peningkatan atau
perbaikan dan penurunan variasi karakteristik dari suatu produk (barang atau jasa) yang
dihasilkan,
agar memenuhi
kebutuhan
yang
telah
dispesifikasikan,
guna
meningkatkan
kepuasan
pelanggan
internal
maupun
eksternal.
Gaspersz juga
mengungkapkan
bahwa
kualitas konteks dalam pengendalian proses statistikal adalah bagaimana baiknya
suatu
output (barang/jasa) itu memenuhi spesifikasi dan toleransi yang ditetapkan oleh bagian
desain
dari
suatu
perusahaan.
Spesifikasi
dan
toleransi
yang
ditetapkan
oleh
bagian
desain produk harus berorientasi kepada kebutuhan atau keinginan konsumen (orientasi
pasar) ( Gaspersz, 1998, p1-2).
Menurut
Russel (1996),
apabila diutarakan secara rinci, kualitas
memiliki
dua
perspektif, yaitu perspektif produsen dan perspektif konsumen, di mana bila kedua hal
tersebut disatukan maka akan tercapai kesesuaian antara kedua sisi tersebut yang dikenal
sebagai fitness for consumer use (kesesuaian untuk digunakan oleh konsumen). Hal ini
dapat digambarkan seperti pada Gambar 3.1. (Ariani, 1999, p7).
Pada
gambar terlihat bahwa kedua perspektif
tersebut akan
bertemu
pada satu
kata
yaitu fitness for consumer use. Kesesuaian tersebut merupakan kesesuaian antara
|
![]() 18
konsumen dengan produsen sehingga dapat membuat suatu standar yang disepakati
bersama dan dapat memenuhi kebutuhan dan harapan kedua belah pihak.
Gambar 2.1. Dua Perspektif Kualitas
Dari sekian banyak definisi yang dikemukakan para
ahli tersebut, semuanya
merujuk pada
suatu pengertian
umum.
Dapat
dikatakan
definisi
kualitas
secara
garis
besar
adalah
kemampuan
suatu
produk
untuk
memberikan kepuasan
dan
memenuhi
harapan para pengguna produk.
2.2
DMAIC dan Tahapannya
DMAIC
(Define Measure Analyze
Improve
Control)
merupakan
sebuah
komponen dasar dari metodologi Six Sigma, yang digunakan untuk meningkatkan
kinerja suatu proses dengan mengeliminasi defect. DMAIC dikembangkan oleh Edwards
Deming dan berguna untuk
memperbaiki sebuah proses bisnis untuk
mengurangi cacat
produksi. Adapun fase-fase dari DMAIC adalah sebagai berikut (Breyfogle., 2003, p45):
|
19
QuickTime and a
decompressor
are needed to see this picture.
Gambar 2.2 Fase-fase DMAIC
-
Tahap Define
Hal-hal penting
yang
harus didefinisikan pada tahap ini adalah suara pelanggan
(Voice of Costumer) yang selanjutnya ditransformasi menjadi karakteristik yang
penting
terhadap
kualitas, ruang
lingkup
proyek,
prioritas
sebab
akibat
dan
perencanaan proyek. Berikut adalah langkah-langkah untuk menyelesaikan tahap
define:
-
Mendefinisikan
masalah.
Sebuah
permasalahan
harus
bersumber
dari
data
yang
ada,
dapat
diukur,
dan
lepas
dari
asumsi
tentang penyebab atau
penyelesaian masalah yang diperkirakan. Oleh karena itu, masalah harus
spesifik dan tujuannya dapat dicapai.
-
Mengidentifikasi pelanggan.
Hal
ini dibutuhkan pada
proses
analisa
awal.
Fokus disini
adalah
mengidentifikasi
seberapa banyak
pihak
yang
terkena
dampak akibat kualitas yang buruk.
|
20
-
Mengidentifikasi karakteristik
Critical
to
Quality.
Identifikasi
karakteristik
CTQ memastikan bagaimana sebuah spesifikasi produk dihadapkan dengan
ekspektasi pelanggan.
-
Memetakan
proses.
Pemetaan
proses
dalam
tahap
define
tidak
lebih
dari
representasi
visual
sebuah
aliran proses
untuk
pemenuhan
identifikasi
karakteristik CTQ. Peta proses sangat berguna sebagai:
o
Metode
segmentasi
proses
yang
rumit
ke
dalam
bagian-bagian
yang dapat dikelola
o
Jalan untuk mengidentifikasi masukan dan keluaran proses
o
Teknik untuk mengidentifikasi wilayah perbaikan
o
Cara untuk
mengidentifikasi penyumbat
(bottleneck),
kerusakan
dan proses yang tidak menambah nilai (non value added).
-
Tahap Measure
Tahap
kedua
ini
dilakukan
ketika
memulai
pengumpulan data
tentang kinerja
saat ini. Selama
penyelesaian tahap ini, perencanaan
pengumpulan data
disesuaikan dengan tipe data dan pengumpulannya, sistem pengukuran yang
valid
menjamin
akurasi
dan
konsistensi, kecukupan
data
untuk
analisis,
dan
sebuah gambaran analisis awal untuk mengarahkan proyek.
Fokus
pada tahap
measure
adalah
mengembangkan perencanaan
pengumpulan
data,
mengidentifikasi
variabel kunci
masukan proses, menampilkan variasi
dengan diagram pareto, histogram, run chart, dan acuan ukuran kapabilitas
proses dan tingkat sigma sebuah proses. Langkah-langkah yang dilakukan dalam
tahap ini adalah:
|
21
-
Mengidentifikasi pengukuran dan variasi. Identifikasi yang dimaksud
meliputi:
o
Tipe dan sumber variasi serta dampaknya terhadap kinerja proses.
o
Tipe pengukuran yang berbeda untuk masing-masing variasi dan
kinerja pengukuran proses yang benar
o
Tipe
data
yang
dikumpulkan
dan
karakteristik
yang
penting
untuk
setiap data.
Ada dua jenis variasi yang harus didefinisikan:
o
Sebab umum. Kondisi penyebab variasi ini berasal dari interaksi
faktor
mesin, material, metode, manusia, pengukuran, dan
lingkungan
(Man,
Machine, Method, Material,
Measurement,
Environment atau 5M + 1E)
o
Sebab
khusus.
Sebab khusus tidak
dapat diprediksi dan tidak selalu
muncul, tidak selalu mempengaruhi operator yang bekerja pada
proses tersebut dan tidak selalu mempengaruhi hasil keluaran.
-
Menentukan tipe data. Tipe data yang dapat dikumpulkan melalui
pengumpulan data adalah:
o
Data Atribut
Data atribut adalah data yang dikumpulkan dengan menghitung
frekuensi
kejadian sebuah
karakteristik proses seperti
jumlah
cacat
produk.
Jenis
data
ini
mengkualifikasikan suatu proses atau produk
menjadi cacat atau tidak cacat. Data atribut tidak dapat dibagi lagi ke
dalam ukuran presisi dan diskrit secara alami.
|
22
o
Data Variabel
Data variabel adalah data yang menggambarkan karakteristik proses
dalam ukuran berat, panjang, waktu dan
lain-lain.
Dengan tipe data
seperti ini, skala pengukuran yang dilakukan adalah
berkesinambungan dan dapat dibagi dalam ukuran presisi.
-
Mengembangkan rencana pengumpulan data
-
Melakukan analisis sistem pengukuran dan mengumpulkan data.
-
Tahap Analyze
Pada tahap analyze , fokus terhadap permasalahan sudah harus jelas. Dengan kata
lain, pada tahap ini sudah dapat dilakukan kemungkinana perbaikan dengan
melihat data yang telah diolah. Aspek penting tahap ini adalah mulai mengajukan
sebuah
uji hipotesa terhadap data atribut. Sehingga tahap analyze dapat
mencari
akar
penyebab
masalah
dan
kemungkinan
perbaikan
yang
akan
diambil.
Beberapa spesifik pekerjaan yang harus dilakukan dalam tahap ini antara lain:
-
Memilih alat analisa untuk mengungkapkan secara detail kinerja proses dan
variasi
-
Menerapkan
alat
analisa
yang
meliputi
teknik penerapan alat
analisa
terhadap data untuk menghasilkan indikator kinerja.
-
Mengidentifikasi sumber
variasi. Maksudnya
yaitu
mengidentifikasi sumber
variasi selama
studi proses dengan menggunakan alat statistik sehingga
variasi yang signifikan dapat diidentifikasi dan dieliminasi.
|
23
Sebagai hasil keluaran dari tahap analyze adalah pemahaman terhadap
faktor-faktor yang mempengaruhi masalah yang sedang diteliti yang
meliputi key process input variables dan sumber variasi.
-
Tahap Improve
Tahap keempat ini
merupakan
tahap
untuk
menghasilkan ide, desain, dan
implementasi perbaikan serta validasi perbaikan. Hal yang paling penting dalam
tahap
improve
ini
adalah
proses brainstorming, pengembangan peta proses ,
meninjau ulang Failure Mode and Effect Analysis, analisa awal cost/benefit, dan
rekomendasi
perbaikan. Alat-alat
lain
seperti
Design of Experiment adalah
metodologi efektif yang dapat digunakan pada tahap analyze dan improve, tetapi
DOE sulit dilakukan dan dimonitor setiap saat. Langkah-langkah yang dilakukan
pada tahap improve adalah:
-
Menghasilkan alternatif perbaikan.
-
Mengidentifikasi kriteria perbaikan.
-
Menghasilkan perbaikan yang paling mungkin dilakukan.
-
Mengevaluasi perbaikan dan memilih pilihan terbaik.
-
Tahap Control
Tahap control
merupakan
tahap
terakhir
dalam pendekatan
DMAIC,
dimana
dalam tahap
ini dilakukan pengorganisasian
proses
atau perbaikan produk
dan
pemantauan
kinerja
yang
sedang
berjalan.
Selain
itu,
pada
tahap control
juga
terdapat
peralihan dari
perbaikan
menuju pengendalian proses dan
memastikan
bahwa perbaikan yang baru dapat dilakukan. Kesuksesan peralihan ini
bergantung pada rencana pengendalian yang efektif dan rinci.
Tujuan dari
|
24
rencana pengendalian adalah
mendokumentasikan semua informasi yang
berhubungan dengan siapa yang bertanggung
jawab
untuk
memantau
dan
mengendalikan
proses
ini
seterusnya,
apa
yang
diukur
serta parameter kinerja
dan pengukuran yang benar.
2.3
Alat-alat Kualitas
Alat-alat yang digunakan pada setiap tahapan DMAIC hampir sama dengan alat-
alat
yang
digunakan
pada
strategi
peningkatan
kualitas
lain. Namun
DMAIC
lebih
menekankan
aplikasi
alat-alat
tersebut
dalam cara
yang
lebih
sistematis
untuk
dapat
memperoleh terobosan dalam perbaikan kualitas, sehingga dapat diterapkan baik dalam
industri
manufaktur
maupun jasa.
Dalam peneerapannya, penggunaan alat-alat kualitas
disesuaikan dengan
tahapan
model
DMAIC.
Alat-alat
kualitas
yang
digunakan
antara
lain (Breyfogle., 2003, p45) :
-
Tahap Define
Beberapa alat yang biasa digunakan pada tahap ini antara lain histogram,
diagram Pareto, CTQ, dan diagram SIPOC.
-
Tahap Measure
Beberapa alat yang biasa digunakan pada
tahap
ini adalah diagram Pareto,
Control
Chart,
Capability
Study,
Perhitungan
Level
sigma
dan
nilai
yield
(e
-defect per total opportunity
).
-
Tahap Analyze
Beberapa alat yang biasa digunakan pada tahap ini adalah Cause and Effect
Diagram, Impact/Effort Diagram, Improve Checklist, DOE.
-
Tahap Control
|
25
Alat yang biasa digunakan pada tahap ini adalah SOP dari FMEA yang
dibuat.
2.4
Peta Proses Operasi
Untuk
mengetahui
proses
yang
terjadi sekarang
secara keseluruhan digunakan
Peta
Proses
Operasi
(Operation
Process
Chart).
Apabila
kita perhatikan
suatu
peta
operasi,
maka
dapat
dikatakan
bahwa
peta
ini
merupakan
suatu
diagram yang
menggambarkan langkah-langkah proses yang akan dialami bahan-bahan baku
mengenai urutan-urutan operasi dan pemeriksaan. Sejak dari awal sampai menjadi
produk jadi utuh maupun sebagai komponen, dan juga memuat informasi-informasi yang
diperlukan
untuk
analisa
lebih
lanjut,
seperti:
waktu yang dihabiskan,
material yang
digunakan, dan tempat atau alat atau mesin yang dipakai. Jadi dalam suatu Peta Proses
Operasi, yang dicatat hanyalah kegiatan-kegiatan operasi dan pemeriksaan saja, kadang-
kadang pada akhir proses dicatat tentang penyimpanan.
Dengan adanya
informasi-informasi
yang bisa dicatat
melalui Peta Proses
Operasi, kita bisa memperoleh banyak manfaat diantaranya:
-
Dapat mengetahui kebutuhan akan mesin dan penganggarannya.
-
Dapat
memperkirakan
kebutuhan
akan
bahan
baku
(dengan
memperhitungkan efisiensi ditiap operasi/pemeriksaan).
-
Sebagai alat untuk menentukan tata letak pabrik.
-
Sebagai alat untuk melakukan perbaikan cara kerja yang sedang dipakai.
-
Sebagai alat untuk latihan kerja.
2.5
Diagram Pareto
|
26
Diagram Pareto
adalah
alat
yang
digunakan
untuk
mengidentifikasi
dan
memprioritaskan masalah untuk mendapatkan solusi. Alat ini merupakan hasil
pertemuan
seorang ekonom Italia
yang bernama Vilfredo Pareto (1848-1923). Vilfredo
Pareto
menunjukkan bahwa distribusi pendapatan penduduk dunia tidak sempurna
dimana bagian terbesar pendapatan atau kesejahteraan hanya dinikmati oleh sekelompok
kecil penduduk. Beberapa ahli dan peneliti telah
mempopulerkan pendekatan
ini untuk
memprioritaskan penyelesaian
masalah,
terutama Joseph
Juran
dan
Alan
Lakelin
(Gitlow et al., 1997, p366). Lakelin
merumuskan sebuah aturan
yang
terkenal dengan
nama 80-20 Rule berdasarkan aplikasi Prinsip
Pareto. Aturan ini
mengatakan bahwa
sekitar
80%
biaya
berasal
dari
20%
elemen.
Diagram Pareto
adalah
diagram
bar
sederhana dengan setiap bar-nya merepresentasikan frekuensi jumlah setiap masalah dan
disusun dari kiri ke kanan. Contoh Diagram Pareto dapat dilihat pada gambar di bawah
ini.
|
![]() 27
Gambar 2.3 Contoh Diagram Pareto
2.6
Critical To Quality (CTQ)
CTQ adalah sebuah kunci yang dari karakteristik produk atau proses yang dapat
diukur
dimana
performa
standar
maupun
batas
spesifikasi harus
ditentukan
untuk
memuaskan pelanggan. Mereka
mendesain
dan
mengembangkan
produk
sesuai
kebutuhan pelanggan.
CTQ
mewakili
karakteristik
produk
maupun
service yang
ditentukan
oleh
pelanggan (secara internal maupun eksternal). Dengan memasukkan batas atas dan
bawah
maupun faktor-faktor lain yang berhubungan dengan produk tersebut. Sebuah
CTQ biasanya diinterpretasikan dari pernyataan pelanggan hingga spesifikasi kuantitatif
bisnis.
|
28
Tujuannya
adalah untuk
mengelompokkan ide
atau
masalah
besar
ke
dalam
komponen
lebih
kecil,
membuat
ide
semakin
mudah dipahami
dan
membuat
masalah
menjadi lebih mudah diatasi.
2.7
Diagram SIPOC (Supplier-Input-Process-Output-Customer)
SIPOC (Supplier, Input, Process, Output, Costumer)
digunakan
untuk
menunjukkan aktivitas utama, atau subproses dalam sebuah proses bisnis, bersama-sama
dengan
kerangka
kerja
dari
proses,
yang
disajikan
dalam Supplier,
Input,
Process,
Output, Costumer. Dalam
mendefinisikan proses-proses kunci beserta
pelanggan
yang
terlibat
dalam suatu
proses
yang
dievaluasi
dapat
didekati
dengan
model
SIPOC
(Supplier-Inputs-
Process-
Output-Costumer).
Model SIPOC adalah paling banyak
digunakan
manajemen
dalam
peningkatan
proses.
Nama
SIPOC
merupakan
akronim
dari lima elemen utama dalam sistem kualitas, yaitu:
-
Suppliers adalah orang atau kelompok orang yang memberikan informasi
kunci, material, atau sumber daya lain kepada proses. Jika suatu proses terdiri
dari beberapa sub proses, maka sub proses sebelumnya dapat dianggap sebgai
petunjuk pemasok internal (internal suppliers).
-
Inputs adalah segala sesuatu yang diberikan oleh pemasok (suppliers) kepada
proses.
-
Process
adalah
sekumpulan
langkah
yang
mentransformasi-dan
secara
ideal
menambah
nilai
kepada inputs
(proses
trnasformasi
nilai
tambah
kepada
inputs). Suatu proses biasanya terdiri dari beberapa sub-proses.
-
Outputs
adalah produk
(barang atau
jasa)
dari
suatu
proses.
Dalam
industri
manufaktur
ouputs
dapat
berupa barang
setengah
jadi
maupun
barang
jadi
|
29
(final product). Termasuk kedalam outputs adalah
informasi-informasi kunci
dari proses.
-
Customers adalah orang atau kelompok orang, atau sub proses yang menerima
outputs. Jika suatu proses terdiri dari beberapa sub proses, maka sub proses
sesudahnya dapat dianggap sebagai pelanggan internal (internal customers).
Diagram SIPOC
dapat
membantu
dalam hal
informasi
bisnis
dari
perspektif
proses. Berikut merupakan beberapa manfaat penerapan Diagram SIPOC: (Pande, 2000,
p.168)
-
Menampilkan sekumpulan aktivitas lintas fungsional dalam satu diagram
sederhana
-
Menggunakan kerangka kerja yang dapat diterapkan pada proses dengan
semua ukuran bahkan organisasi keseluruhan
-
Membantu
memelihara perspektif
gambar besar, yant
untuk
itu detail
tambahan dapat diperinci lebih dalam.
2.8
Peta Kendali (Control Chart)
Peta kendali merupakan sebuah metode grafis untuk mengevaluasi sebuah proses
produksi
dan menggolongkan
apakah
proses
tersebut
terkendali
secara
statistik
atau
tidak.
Peta
kendali
dapat
digolongkan
dalam
berbagai
macam jenis
dan
kegunaan.
Walaupun kegunaan dan cara pembuatannya berbeda-beda, namun secara umum semua
peta kendali memiliki garis tengah (center line), batas spesifikasi atas (UCL), dan batas
spesifikasi bawah (LCL). Berikut adalah contoh dari sebuah peta kontrol
|
![]() 30
Gambar 2.4 Peta Kontrol
Karakteristik yang dimiliki oleh sebuah peta kendali bisa berupa rata-rata
kualitas,
jangkauan, persen
kerusakan
dan
jumlah
kerusakan
per-unit
sesuai
tujuan
pembuatannya. Peta kendali
membutuhkan data-data sampel
yang diambil dalam
periode waktu tertentu. Jika semua nilai sampel berada dalam batas-batas kendali, hal ini
menunjukkan bahwa proses terkendali. Sementara jika salah satu sampel berada di luar
batas kendali baik atas
maupun bawah
menunjukkan bahwa proses
tidak
terkendali
(Gaspersz., 1998, p149),.
Diantara tujuan penggunaan peta kendali adalah:
-
Menentukan kemampuan aktual dari proses produksi
-
Membantu usaha peningkatan kualitas output
-
Memonitor output
Jenis peta kendali adalah:
-
Peta Kontrol X (Mean Chart)
Disebut juga peta rata-rata dan digunakan untuk mendeteksi perubahan
tingkat kualitas output dari suatu proses produksi.
|
31
-
Peta Kontrol R (Range Chart)
Peta Kontrol ini digunakan untuk mendeteksi perubahan variasi dalam suatu
proses produksi.
-
Peta Kontrol P (Percent Defective chart)
Disebut juga peta proporsi
rusak dan digunakan
untuk
memantau proporsi
produk cacat yang dihasilkan oleh suatu proses produksi.
-
Peta Kontrol C
Dibuat untuk mengendalikan jumlah cacat dalam tiap unit produksi.
2.9
Peta Kontrol X
Menurut
Gaspersz (1998,
p149),
Peta kontrol
x
digunakan
untuk
mengukur
proporsi ketidaksesuaian (penyimpangan atau sering disebut cacat) dari item-item dalam
kelompok yang sedang diinspeksi.
Dengan
demikian
peta
kontrol x digunakan untuk
mengendalikan proporsi atau item-item yang tidak memenuhi syarat spesifikasi kualitas
atau proporsi dari produk cacat yang dihasilkan dalam suatu proses. Proporsi yang tidak
memenuhi syarat didefinisikan sebagai rasio banyaknya item yang tidak memenuhi
syarat dalam suatu kelompok terhadap total banyaknya item dalam kelompok itu.
Item-item
itu dapat
mempunyai
beberapa
karakteristik kualitas
yang
diperiksa
atau diuji secara simultan oleh pemeriksa. Jika item-item tersebut tidak memenuhi
standar
pada satu
atau
lebih
karakteristik
kualitas
yang
diperiksa
, item-item itu
digolongkan
sebagai
tidak
memenuhi
syarat
spesifikasi atau
cacat.
Proporsi
sering
diungkapkan dalam bentuk desimal,
misalnya: jika ada 30 unit produk yang cacat dari
100 unit
produk
yang
diperiksa,
dikatakan
bahwa
proporsi
dari
produk cacat adalah
sebesar 30/100 = 0.30. Apabila
nilai proporsi
ini dikalikan dengan 100%, dapat
|
![]() 32
dinyatakan dalam persen, sehingga dikatakan bahwa presentase dari produk cacat adalah
sebesar (0.30)(100%) = 30%.
Pembuatan peta kontrol x dapat dilakukan mengikuti beberapa langkah berikut:
-
Tentukan ukuran contoh yang cukup besar (n>30)
-
Kumpulkan 20-25 set contoh
-
Hitung nilai proporsi cacat, yaitu x-bar =
total cacat
total inspeksi
-
Hitung nilai r-bar =
n
?
Rj
j
=1
n
-
Hitung batas kontrol 3-sigma dengan rumus:
CL
=
n
?
x
j
j
=1
n
UCL = CL + A2
®
LCL = CL - A2 R
Plot atau sebarkan data proporsi cacat dan lakukan pengamatan apakah data
itu berada dalam pengendalian statistikal.
Apabila data pengamatan
menunjukkan bahwa proses berada dalam
pengendalian
statistikal, tentukan
kapabilitas
proses
menghasilkan
produk
yang sesuai (tidak cacat) sebesar: (1 - x) atau (100% -x,%), hal ini serupa
dengan proses menghasilkan produk cacat sebesar x.
2.12.1 Apabila data pengamatan
menunjukkan bahwa proses berada dalam
pengendalian statistikal,
gunakan
peta
kontrol
x untuk
memantau
proses
terus-menerus. Tetapi apabila data pengamatan menunjukkan bahwa proses
|
33
tidak berada dalam pengendalian
statistikal, pross itu
harus diperbaiki
terlebih dahulu sebelum menggunakan peta kontrol itu untuk pengendalian
produk terus-menerus.
2.10
Diagram Sebab Akibat (Cause and Effect Diagram)
Cause and Effect Diagram dikenal
juga
dengan
nama Fishbone
Diagram atau
Diagram Ishikawa sesuai nama penemunya. Diagram sebab akibat merupakan alat bantu
untuk mengidentifikasi, mengklasifikasi dan menampilkan penyebab yang mungkin dari
sebuah
masalah
spesifik
atau
karakteristik
kualitas.
Diagram ini
menggambarkan
hubungan
antara sebuah
pernyataan
outcome
dan
segala
faktor yang
mempengaruhi
outcome tersebut. Diagram ini dapat digunakan untuk:
-
Mengidentifikasi akar-akar penyebab
masalah
yang
mungkin
untuk akibat,
masalah atau kondisi yang spesifik.
-
Mengklasifikasi
atau
menghubungkan
interaksi
antar
faktor
yang
mempengaruhi khususnya proses atau akibat.
-
Menganalisa
masalah
yang
ada
sehungga
tindakan
perbaikan
dapat
diputuskan.
Manfaat lain yang didapat dengan menggunakan diagram sebab-akibat adalah:
-
Membantu
menentukan
akar penyebab
masalah atau
karakteristik kualitas
menggunakan pendekatan yang terstruktur.
-
Mendorong partisipasi
sebuah
tim
dan
memanfaatkan
pengtahuan tim
terhadap proses.
-
Format diagram dapat dibaca dan dimengerti dengan mudah.
-
Mengindikasikan penyebab variasi proses yang mungkin terjadi.
|
34
-
Meningkatkan
pengetahuan
proses setiap
anggota
tim dengan
mempelajari
lebih banyak tentang faktor-faktor kerja dan hubungannya.
-
Mengidentifikasi di area mana seharusnya data diambil untuk penelitian
lebih lanjut.
Ketika akan mengembangkan sebuah digram sebab-akibat, terlebih dahulu harus
dibangun sebuah struktur gambaran daftar penyebab yang terorganisir untuk
menunjukkan hubungan pada aktivitas yang spesifik. Langkah-langkah untuk membuat
dan menganalisa diagram sebab-akibat adalah sebagai berikut:
-
Mengidentifikasi dan mendefinisikan dengan jelas outcome atau akibat
untuk dianalisa.
-
Tempatkanlah posisi diagram sebab-akibat sehingga setiap anggota tim
dapat melihatnya, gambarlah sebuah garis inti dan kotak untuk akibat.
-
Mengidentifikasi penyebab utama
yang
berkontribusi
terhadap
akibat
yang
sedang diteliti. Hal ini disebut label untuk percabangan utama diagram dan
menjadi kategori dimana data penyebab berkaitan dengan kategori yang
sama.
-
Untuk
percabangan
utama,
identifikasi
faktor
spesifik
yang
lain
yang
mungkin menjadi penyebab sebuah akibat.
-
Menelusuri lebih detail tingkatan sebab-sebab dan mengorganisir sebab-
sebab tersebut dengan kategori masing-masing. Langkah ini dapat dilakukan
dengan bantuan alat 5W+1H.
-
Menganalisa diagram untuk membantu mengidentifikasi penyebab yang
menjadi investigasi lebih lanjut.
|
![]() 35
Diagram sebab
akibat
hanya
mengidentifikasi
sebab
yang
mungkin
saja
dan
selanjutnya
dapat
digunakan
D
iagram
P
areto
untuk
menentukan
sebab
yang
sedang
diteliti. Berikut adalah contoh skema Diagram Fishbone:
Gambar 2.5 Diagram Fishbone
2.11
AHP (Analytic Hierarchy Process)
Menurut
Marimin
(2008,
p76),
Analytical
Hierarchy
Process
(AHP)
dikembangakan oleh Dr. Thomas L. Saaty dari Wharton School of Business pada tahun
1970-an
untuk
mengorganisasikan
informasi
dan judgement
dalam memilih
alternatif
yang paling disukai. Dengan menggunakan AHP, suatu persoalan yang akan dipecahkan
dalam suatu
kerangka
berpikir
yang
terorganisir,
sehingga
memungkinkan
dapat
diekspresikan untuk mengambil keputusan yang efektif atas permasalahan tersebut.
|
36
Permasalahan yang kompleks dapat disederhanakan dan dipercepat proses pengambilan
keputusannya.
Prinsip kerja AHP ialah penyederhanaan suatu
persoalan
kompleks yang tidak
terstruktur, stratejik, dan dinamik
menjadi bagian-bagiannya, serta
menata dalam suatu
hierarki.
Kemudian
tingkat
kepentingan
setiap
variabel diberi nilai numerik
secara
subjektif
tentang
arti penting
variabel
tersebut
secara
relatif
dibandingkan
dengan
variabel lain. Dari berbagai pertimbangan tersebut kemudian
dilakukan
sintesa
untuk
menetapkan
variabel yang
memiliki prioritas tinggi dan berperan
untuk mempengaruhi
hasil pada sistem tersebut.
AHP memungkinkan pengguna untuk
memberikan nilai bobot relatif dari suatu
kriteria
majemuk (atau alternatif majemuk terhadap suatu kriteria) secara intuitif,
yaitu
dengan
melakukan perbandingan berpasangan (pairwise comparison). Dr. Thomas
Saaty, pembuat AHP, kemudian menentukan cara yang konsisten
untuk
mengubah
perbandingan berpasangan,
menjadi suatu himpunan bilangan yang merepresentasikan
prioritas relatif dari setiap kriteria dan alternatif. Secara grafis, persoalan keputusan AHP
dapat
dikonstruksikan
sebagai
diagram
bertingkat,
yang
dimulai
dengan
goal/sasaran,
lalu kriteria level pertama, subkriteria dan akhirnya alternatif seperti pada gambar
berikut.
Gambar 2.6 Struktur Hierarki dalam AHP
|
![]() 37
2.11.1 Prinsip Kerja AHP
1. Penyusunan Hierarki
Persoalan yang akan diselesaiakan, diuraikan menjadi unsur - unsurnya,
yaitu kriteria dan alternatif, kemudian disusun menjadi struktur hierarki
seperti pada gambar diatas.
2. Penilaian Kriteria dan Alternatif
Kriteria dan
alternatif dinilai
melalui perbandingan berpasangan. Menurut
Saaty
(1983), untuk berbagai
persoalan,
skala
1
s/d
9
adalah skala terbaik
dalam mengekspresikan pendapat. Nilai dan definisi pendapat kualitatif dari
skala perbandingan Saaty dapat dilihat pada tabel berikut.
Tabel 2.1 Tabel Penilaian Kriteria dan Alternatif
Nilai
Keterangan
1
Kriteria/Alternatif A sama penting dengan kriteria/alternatif B
3
A sedikit lebih penting dari B
5
A jelas lebih penting dari B
7
A sangat jelas lebih penting dari B
9
Mutlak lebih penting dari B
2,4,6,8
Apabila ragu-ragu antara dua nilai yang berdekatan
Nilai perbandingan A dan B adalah 1 (satu) dibagi dengan nilai
perbandingan B dengan A.
3. Penentuan Prioritas
Untuk setiap kriteria dan alternatif, perlu dilakukan perbandingan-
perbandingan berpasangan. Nilai-nilai perbandingan relatif kemudian diolah
untuk menentukan peringkat relatif dari seluruh alternatif. Baik kriteria
kualitatif, maupun kriteria kuantitatif, dapat dibandingkan sesuai dengan
|
38
judgement
yang telah ditentukan untuk menghasilkan
bobot
dan
prioritas.
Bobot atau prioritas dihitung dengan manipulasi matriks atau melalui
penyelesaian persamaan matematik.
4. Konsistensi Logis
Semua elemen dikelompokkan secara logis dan diperingatkan secara
konsisten sesuai dengan kriteria yang logis.
1.
2.11.2 Penggunaan Metode AHP Dalam Sistem Pengelolaan Kinerja
Kaidah pembobotan menyatakan bahwa:
1.
Nilai bobot Kriteria berkisar antara 0 - 1 atau antara 0% - 100%
jika kita
menggunakan prosentase.
2.
Jumlah total bobot semua Kriteria harus bernilai 1 (100%)
3.
Tidak ada bobot yang bernilai negatif (-).
Berikut
ini
adalah
langkah-langkah
yang
digunakan
dalam
menentukan
bobot
Kriteria dengan menggunakan AHP:
Menentukan nilai prioritas Kriteria.
Selanjutnya adalah membuat tabel perbandingan prioritas
setiap Kriteria dengan membandingkan
masing-masing
Kriteria.
Sebagai
contoh:
Jika kita
mempunyai
4
Kriteria,
maka kita membuat
matriks perbandingan ke-4 Kriteria
tersebut.
Selanjutnya adalah
menentukan bobot pada
tiap Kriteria,
nilai bobot
ini
berkisar antara 0 - 1. dan total bobot untuk setiap kolom adalah 1.
Selanjutnya adalah mencari nilai bobot untuk masing-masing Kriteria.
|
39
2.12
FMEA (Failure Mode and Effect Analysis)
2.12.1 Sejarah dan Definisi FMEA
Walaupun cara berfikir FMEA sudah digunakan sejak ratusan tahun yang lalu.
Namun FMEA pertama
kali dirumuskan pada industri pesawat terbang tahun 1960an
ketika mengerjakan
program
Apollo.
Industri
otomotif
mengadopsi metode
ini
pada
tahun 1970an dalam bidang keamanan (safety) dan berkembang sampai saat ini.
FMEA
merupakan
suatu
teknik
yang bertujuan untuk
menemukan kelemahan
pada suatu desain, proses atau sistem sebelum direalisasikan baik dalam fase prototype
atau produksi (Stamatis, 2003, p294)
Definisi
lain
FMEA
adalah
suatu
metode sistematis
yang
digunakan
untuk
menganalisa,
mengidentifikasi
dan
mencegah
permasalahan
suatu
produk,
proses
dan
jasa sebelum
masalah
itu
timbul
(Robin
et
al.,
1992,
p1).
FMEA
merupakan
metode
yang berguna untuk (Stamatis, 2003, p294):
-
Membantu
mendefinisikan,
mengidentifikasi,
memprioritaskan
dan
mengeliminasi kegagalan yang diketahui dan berpengaruh dalam sistem,
desain dan proses manufaktur sebelum sampai ke tangan pelanggan.
-
Memfasilitasi komunikasi inter-departemen.
-
Merupakan dokumentasi dari produk dan proses terbaru.
-
Membantu mencegah terjadinya permasalahan.
-
Mengidentifikasi bentuk kegagalan produk atau proses sebelum terjadi.
-
Menentukan akibat dan keseriusan kegagalan atau kerusakan tersebut.
-
Mengidentifikasi penyebab dan kemungkinan terjadinya kerusakan.
|
40
-
Mengidentifikasi cara pengontrolan dan keefektifan pengontrolan tersebut.
-
Menghitung dan
memprioritaskan
resiko
berkaitan
dengan
kerusakan
yang
terjadi.
-
Menyusun tindakan yang akan dilakukan untuk mengurangi resiko.
2.12.2 Manfaat Penerapan FMEA
Dengan menerapkan FMEA, manfaat yang didapat antara lain adalah:
-
Pengetahuan terhadap produk menjadi lebih baik.
-
Menghemat
waktu
apabila
penyebab
modus
kesalahan
dapat
diidentifikasi
sebelum part
prototype
dirakit
daripada
melakukan
desain
ulang part
tersebut.
-
Menghemat biaya dengan alasan yang sama pada poin di atas.
-
Mengurangi jaminan
pengembalian
produk
yang
telah
dipasarkan sehingga
kredibilitas perusahaan tetap dapat terjaga.
-
Meningkatkan kualitas produk.
-
Mencegah terjadinya kesalahan yang sama di waktu yang akan datang
karena adanya dokumentasi FMEA pada
kasus
sebelumnya.
Hal
ini
juga
membantu dalam perubahan desain.
Penggunaan FMEA untuk jangka pendek adalah untuk
mengidentifikasi kondisi
kritis dan
bahaya,
mengidentifikasi kecenderungan kegagalan potensial,
mengidentifikasi pengaruh suatu kegagalan. Sementara penggunaan FMEA untuk jangka
panjang adalah untuk membantu membuat diagram balok analisis kehandalan,
membantu dalam membauat tabel diagnosis
untuk tujuan perbaikan, membantu dalam
|
41
membuat handbook
perawatan,
membantu
dalam membuat
desain
terpadu,
deteksi
kegagalan dan kelebihan, analisa kemampuan uji, untuk menyimpan catatan formal dari
keselamatan
dan
analisis kehandalan
yang
akan
digunakan
sebagai
petunjuk
dalam
keputusan keamanan produk.
2.12.3 Langkah-langkah Pembuatan FMEA
Menurut Stamatis (2003, p134), berikut adalah langkah-langkah dalam membuat
FMEA dan contoh umum tabel FMEA:
-
Mendefinisikan
ruang
lingkup
analisis.
Menentukan
tingkatan
sistem
yang
tepat
untuk
melakukan
FMEA
(apakah
subsistem, assembly, subassembly,
komponen, part atau lainnya)
-
Menyusun diagram balok untuk menggambarkan hubungan sebab akibat
-
Mengidentifikasi
modus
kegagalan
yang
mungkin
untuk
setiap
komponen
dengan mengajukan pertanyaan-pertanyaan berikut:
o
Apakah yang menjadi modus kegagalan sebuah komponen?
o
Bagaimana kegagalan dapat terjadi?
o
Apa efek dari modus kegagalan?
o
Analisis modus kegagalan dapat dilakukan secara komprehensif
bersama six sigma.
|
![]() 42
Gambar 2.7 Contoh Tabel FMEA
2.12.4 Hasil Keluaran FMEA
Ada beberapa keluaran yang dihasilkan dari penerapan FMEA seperti cause and
failure mode effect, dan tiga evaluasi yang memperlihatkan penilaian
untuk keseriusan
efek
tersebut,
tingkat
frekuensi kejadian dari
modus kesalahan dan kegagalan dan
keefektifan kontrol yang ada.
Hal yang paling penting dari keluaran FMEA adalah daftar Risk Priority
Number.
Daftar
tersebut
memberikan
tingkat
keseriusan dari
modus
kesalahan
atau
kegagalan.
Berdasarkan daftar
ini,
perencanaan
perbaikan
atau
koreksi
dibuat
untuk
menangani permasalahan yang paling serius pertama kali dan paling ringan untuk
terakhir dipecahkan.
Penerapan FMEA secara tepat dan benar akan
memberikan informasi yang
berguna bagi pemakainya dalam mengurangi beban resiko pekerjaan dalam suatu sistem,
|
43
desain, proses dan
jasa dikarenakan FMEA adalah
metode analisa potensial kegagalan
yang
logis dan progresif. Penerapan FMEA
merupakan sebuah tindakan preventif yang
paling
penting
dimana
kegagalan
dan
kesalahan
akan
dicegah
sebelum terjadi
dan
mencapai pelanggan dan kemudian dipelajari penyebab-penyebabnya beserta akibat atau
efeknya.
FMEA akan mengidentifiksai kebutuhan akan tindakan koreksi untuk mencegah
kegagalan
sebelum
mencapai pelanggan
dengan
menjamin
daya tahan,
kualitas
dan
kehandalan yang tinggi dari sebuah produk atau jasa. Hasil yang didapat dari penerapan
FMEA:
-
Daftar potensial dari modus kesalahan atau kegagalan yang dirangking
berdasarkan Risk Priority Number.
-
Daftar potensial dari fungsi sistem yang dapat mendeteksi modus kesalahan atau
kegagalan, permasalahan keselamatan dan mengurangi tingkat kejadian.
-
Daftar potensial dari parameter-parameter untuk
melakukan metode pengujian,
inspeksi dan pendeteksian.
-
Daftar potensial dari fungsi sistem yang dapat mendeteksi modus kesalahan atau
kegagalan potensial.
-
Daftar potensial dari karakteristik yang kritis dan signifikan.
-
Daftar
potensial dari
rancangan
tindakan
untuk
mengurangi
modus
kesalahan
atau kegagalan, permasalahan keselamatan dan mengurangi tingkat kejadian
-
Sebuah daftar potensial dari rekomendasi tindakan atau karakteristik yang kritis
dan signifikan.
2.12.5 Interpretasi FMEA
|
![]() 44
Kegagalan
terjadi
ketika
suatu produk atau proses tidak
bekerja sebagaimana
mestinya atau beberapa bagiannya tidak berfungsi saat penggunaan. Sesederhana apapun
suatu produk atau proses tetap mempunyai peluang untuk
mengalami
kegagalan.
Kemungkinan suatu produk atau proses dapat gagal disebut
kecenderungan gagal
(Failure
Mode). Setiap kecenderungan
kegagalan
memiliki
efek
yang
potensial,
dan
beberapa efek lebih sering terjadi dibanding yang lainnya.
Prinsip dasar FMEA adalah mengidentifikasi dan mencegah kegagalan potensial
sampai ke tangan pelanggan.
Untuk
melakukannya diperlukan beberapa asumsi yang
membantu dalam memprioritaskan tindakan korektif terhadap proses
atau design demi
mencegah kegagalan. Prioritas suatu kegagalan dan efeknya ditentukan oleh tiga faktor :
-
Severity (keseriusan) .
-
Occurence (keseringan) .
-
Detection (pendeteksian).
-
Severity (keseriusan),
yaitu konsekuensi dari suatu kegagalan
yang seharusnya
terjadi.
Tabel 2.2 Rating Severity
Ranking
Kriteria Verbal
1
Neglible Severity,
kita
tidak
perlu
memikirkan akibat
ini akan
berdampak pada kinerja produk. Pengguna akhir
tidak akan
memperhatikan kecacatan atau kegagalan ini.
2
3
Mild Severity, akibat yang ditimbulkan hanya bersifat ringan,
pengguna akhir tidak merasakan perubahan kinerja.
|
![]() 45
4
5
6
Moderate Severity, pengguna akhir akan merasakan akibat penurunan
kinerja atau penampilan namun masih berada dalam batas toleransi.
7
8
High Severity, pengguna akhir akan merasakan akibat buruk yang
tidak dapat diterima, berada di luar batas toleransi.
9
10
Potential Safety Problem, akibat yang ditimbulkan adalah sangat
berbahaya dan bertentangan dengan hukum.
Catatan : Tingkat severity berbeda beda tiap produk, oleh karena itu pembuatan
rating disesuaikan dengan proses dan berdasarkan pengalaman dan pertimbangan
rekayasa (engineering judgement)
-
Occurence (keseringan),
yaitu frekuensi terjadinya kegagalan
untuk tiap modus
kesalahan.
Tabel 2.3 Rating Occurrence
Ranking
Kriteria Verbal
Probablitas Kegagalan
1
Tidak mungkin penyebab ini
mengakibatkan kegagalan
1
dalam 1000000
2
3
Kegagalan akan jarang terjadi
1 dalam 20000
1
dalam 4000
4
5
6
Kegagalan agak mungkin terjadi
1 dalam 1000
1
dalam 400
1
dalam 80
|
![]() 46
7
8
Kegagalan adalah sangat mungkin
terjadi
1
dalam 40
1
dalam 20
9
10
Dipastikan bahwa kegagalan akan
terjadi
1
dalam 8
1
dalam 2
Catatan : probabilitas kegagalan berbeda beda tiap produk, oleh karena itu
pembuatan rating disesuaikan dengan proses dan berdasarkan pengalaman dan
pertimbangan rekayasa (engineering judgement)
-
Detection (pendeteksian), yaitu probabilitas dari kegagalan yang dapat di deteksi
sebelum dampak dari efeknya terjadi dan disadari.
Tabel 2.4 Rating Detectability
Ranking
Kriteria Verbal
Tingkat Kejadian
Penyebab
1
Metode pencegahan atau deteksi sangat
efektif. Tidak ada kesempatan bahwa
penyebab akan muncul lagi.
1
dalam 1000000
2
3
Kemungkinan bahwa penyebab itu terjadi
adalah sangat rendah.
1
dalam 20000
1
dalam 4000
4
5
6
Kemungkinan penyebab bersifat moderat,
Metode deteksi masih memungkinkan
kadang kadang penyebab itu terjadi.
1
dalam 1000
1
dalam 400
1
dalam 80
7
8
Kemungkinan bahwa penyebab itu masih
tinggi. Metode pencegahan atau deteksi
1
dalam 40
1
dalam 20
|
![]() 47
kurang efektif, karena penyebab masih
berulang lagi
9
10
Kemungkinan bahwa penyebab itu terjadi
sangat tinggi. Metode deteksi tidak
efektif. Penyebab akan selalu terjadi
1
dalam 8
1
dalam 2
Catatan : tingkat kejadian penyebab berbeda beda tiap produk, oleh karena itu
pembuatan rating disesuaikan dengan proses dan berdasarkan pengalaman dan
pertimbangan rekayasa (engineering judgement)
Cara untuk menentukan komponen tersebut berdasarkan pedoman kriteria resiko,
dimana
pendekatan
secara
kualitatif
dan
kuantitatif.
Pendekatan
secara kualitatif
dilakukan berdasarkan
perilaku komponen teoritis (yang diharapkan). Pedoman
secara
kuantitatif banyak digunakan karena lebih tepat dan spesifik karena menggunakan data
aktual,
data statistical
process
control (SPC),
data
historis atau
data pengganti
untuk
evaluasinya. Berikut adalah tabel pedoman kriteria penilaian proses
menurut Stamatis
(2003, p173):
|
![]() 48
Tabel 2.5 Pedoman Kriteria Untuk Penilaian Proses
Jika
Maka digunakan
Pilihan
Proses dalam pengawasan
SPC
Data statistik: data
kehandalan, process
capability, distribusi
aktual, model matematis,
simulasi
Data aktual atau CPK
Proses sama dengan yang
lainnya atau terdapat data
historis
Data statistik dari salah
satu system pengganti:
distribusi aktual. Data
kehandalan, proses
capability, model
matematis, simulasi
Data aktual atau CPK
Tabel 2.6 Pedoman Kriteria Untuk Penilaian Proses (lanjutan)
Jika
Maka digunakan
Pilihan
Sejarah kegagalan tersedia
dalam desainnya atau part
penggantinya
Data historis didasarkan
pada kehandalan, proses
aktual, distribusi aktual,
modek matematika,
simulasi, data kumulatif
Data aktual dan jumlah
kumulatif dari
kesalahan
Proses masih baru dan tidak
tersedia perhitungan tipe
data
Keputusan tim
Kriteria subjektif,
penggunaan konsensus
tim yang konservatif
Pengurusan
kriteria
bisa
beragam dan
tidak
ada
standar
baku
dalam
penggunaannya. Beberapa organisasi yang telah menerapkan FMEA menyesuaikan
skala
FMEA
dengan
kondisi
yang
ada.
Ada
dua
macam
pengurutan
peringkat
yang
umum digunakan saat
ini
yaitu
skala
1-5
dan
skala
1-10.
Skala
1-5
bersifat
terbatas,
|
49
kurang
sensitif
dan
akurat
untuk
jumlah yang
spesifik
dan
biasanya
digunakan
untuk
service FMEA. Skala 1-10 paling banyak dianjurkan karena
mudah dalam interpretasi,
akurat
dan
presisi
terhadap
jumlah
data. Dengan
menggunakan data dan pengetahuan
tentang proses atau produk, setiap kecenderungan kegagalan potensial dan efeknya
masing-masing
dirata-ratakan dalam
tiga faktor
tersebut
(Severity,
Occurence,
Detection) dengan skala 1-10.
RPN atau Risk Priority Number, didapatkan dengan
mengalikan rata-rata ketiga
faktor tersebut (S x O x D). RPN biasa digunakan untuk
mengurutkan kebutuhan akan
tindakan
perbaikan
untk
menghilangkan
atau
mengurangi kecenderungan kegagalan
potensial. Kecenderungan kegagalan
dengan
RPN
tertinggi harus
mendapat perhatian
lebih dulu, meskipun perhatian khusus juga harus diberikan disaat derajat keseriusannya
suatu fungsi juga tinggi (9 atau 10).
Disaat tindakan rekomendasi telah diambil
atau diimplementasikan,
maka
RPN
yang
baru
ditentukan
dengan
mengevaluasi
ulang
urutan
Severity, Occurence
dan
Detection.
Nilai
RPN yang baru
ini disebut Resulting
RPN.
Tindakan
perbaikan
dan
peningkatan harus dilakukan berkesinambungan sampai hasil RPN merupakan keluaran
dengan
tingkat
yang
dapat
diterima
untuk semua
kecenderungan kegagalan
potensial.
Prinsip
dan
langkah-langkah
yang
mendasari semua
jenis
FMEA
adalah
sama
secara
umum meskipun tujuannya berbeda.
|
50
2.13
Sistem Informasi
2.13.1
Pengertian Sistem Informasi
Sistem menurut
Mathiassen
et
al.
(2000, p9)
adalah
sekumpulan elemen
yang
mengimplementasikan kebutuhan
dari
model,
functions
dan
interfaces.
Elemen-elemen
ini
bekerja
sama
untuk
mencapai
suatu
tujuan
bersama
dengan
menerima input
dan
memproduksi output dalam proses transformasi yang terorganisasikan.
Pada sistem, dari elemen-elemen tersebut ada tiga komponen dasar yang saling
berinteraksi yaitu :
-
Input : mencakup komponen atau elemen yang akan masuk ke sistem untuk
diproses. Contohnya mencakup bahan mentah, data, usaha manusia.
-
Proses
:
mencakup proses transformasi
yang
mengubah input
menjadi
output. Contohnya mencakup proses manufaktur, perhitungan matematis,
dan lain sebagainya.
-
Output :
mencakup elemen
yang telah
melalui proses transformasi. Contoh
mencakup jasa, produk, dan informasi.
Selain dari
ketiga
komponen
dasar
tersebut,
terdapat dua
lagi
komponen
tambahan yaitu :
-
Feedback : data mengenai performa sistem.
-
Control : mecakup pengawasan dan evaluasi dari feedback untuk mengetahui
bila sistem bergerak menuju tujuan yang telah ditetapkan.
Sistem yang memiliki tiga elemen control, feedback loop dan tujuan (objective
element) adalah sistem yang dapat melakukan kontrol terhadap kegiatannya sendiri dan
disebut sebagai closed-loop system. Model dari
sistem ini dideskripsikan pada Gambar
2.8 berikut.
|
![]() 51
Objectives
Control Mechanism
Input
Transformation
Output
Gambar 2.8 Model Closed-Loop System
Sumber : McLeod, 2001, p12
Di samping itu,
sistem
tanpa ketiga elemen tersebut disebut sebagai open-loop
system. Elemen-elemen dalam sistem tersebut dapat dilihat pada Gambar 2.9berikut.
Input
Transformation
Output
Gambar 2.9 Model Open-Loop System
Sumber : McLeod, 2001, p12
Berdasarkan
pada
hubungan sistem dengan
lingkungannya,
terdapat
2
jenis
sistem.
Sistem terbuka
atau
open
system
adalah
sistem
yang
terhubung
dengan
lingkungannya
oleh
karena
aliran
sumber
daya
antara
sistem dan
lingkungannya.
Sedangkan
sistem yang
tidak
terhubung
dengan
lingkungannya
disebut
dengan
sistem
tertutup atau closed system.
Berdasarkan bentuk
sumber
daya
yang
membentuk
sistem,
sistem terbagi
menjadi 2 jenis, yaitu :
1. Sistem fisik (physical system), yaitu sistem yang terbentuk dari sumber daya
fisik. Perusahaan adalah salah satu contoh sistem fisik.
|
52
2. Sistem konsep (conceptual system), yaitu sistem
yang
menggunakan sumber
daya konsep untuk menggambarkan sistem fisik. Sumber daya konsep terdiri
dari informasi dan data.
Menurut OBrien
(2002, p7) Sistem
Informasi adalah kombinasi
dari
sumber
daya manusia, perangkat keras, perangkat lunak, jaringan komunikasi, dan sumber data
yang
mengumpulkan,
merubah,
dan
menyebarkan
informasi
dalam sebuah
organisasi.
Pengertian
lainnya dari
sistem
informasi adalah
sebagai
suatu
sistem
yang
menerima
data sebagai input dan kemudian mengolahnya menjadi informasi sebagai outputnya.
Computer Based Information System
(CBIS)
adalah sistem informasi
berbasis
komputer dimana sistem disini menyangkut kombinasi dari perangkat keras, perangkat
lunak, sumber daya manusia, jaringan dan data yang berfungsi untuk melakukan
kegiatan input, proses, output, penyimpanan dan kontrol yang mengubah sumber daya
data menjadi produk berupa informasi.
CBIS mempunyai lima sistem atau aplikasi yang menggunakan komputer dalam
information processes, yaitu:
-
AIS (Accounting Information System), yaitu sistem yang melakukan
pemrosesan terhadap data-data perusahaan.
-
MIS
(Management
Information
System),
yaitu
sistem
computer
yang
diimplementasikan bagi tujuan utama
untuk
menghasilkan
informasi
manajemen.
-
DSS (Decision Support System), yaitu sistem penghasil informasi yang
bertujuan
memberikan dukungan
bagi
pemecahan
masalah,
serta
bagi
pengambilan keputusan oleh manajer.
|
![]() 53
-
Virtual Office, yaitu sistem pengaturan modern bagi pekerjaan di perusahaan
yang dapat dilakukan dengan muda menggunakan otomatisasi kantor (office
automation) dan aplikasi elektronik lainnya.
-
Knowledge-based system, yaitu sistem yang mencakup ragam system dengan
tujuan
mengaplikasikan
intelejensi
buatan
(Artificial
Intelegence) untuk
kepentingan dalam pengambilan keputusan.
Output yang
dihasilkan oleh
CBIS akan
menjadi
informasi
bagi
pengambilan
keputusan. Model CBIS ini dapat dilihat pada Gambar 2.10 berikut ini.
Gambar 2.10 Model Computer Based Information System (CBIS)
Sumber : McLeod, 2001, p18
|
54
Sumber daya sistem informasi menurut OBrien (2003, p11-14) mencakup :
Sumber Daya Manusia (SDM)
Sumber daya manusia mencakup pengguna akhir dan spesialis IS. Pengguna
akhir
adalah
semua
orang
yang
menggunakan
sistem informasi
dalam
melaksanakan kegiatan dan tugas mereka. Spesialis IS mencakup system
analyst, pengembang
software
dan
orang
yang
mengoperasikan
sistem
tersebut.
Sumber Daya Perangkat Keras (hardware)
Hardware
mencakup
semua
peralatan
fisik
dan
material yang
digunakan
dalam
mengolah
informasi
termasuk
di dalamnya
mesin
seperti
komputer
(baik
itu
merupakan
komputer desktop,
laptop,
mainframe,
dan
lain
sebagainya) serta semua perlengkapan
lainnya seperti
media penyimpanan,
media untuk input dan output.
Sumber Daya Perangkat Lunak (software)
Software
mencakup
program dan
prosedur.
Program
adalah
serangkaian
perintah yang
mengontrol jalannya
hardware. Prosedur adalah serangkaian
instruksi untuk
mengolah informasi seperti prosedur input data, prosedur
untuk mengoreksi kesalahan.
Sumber Daya Data
Data disini mencakup semua bentuk data termasuk data berupa angka, alfabet
maupun karakter
lain
yang
mendeskripsikan
transaksi bisnis
dan
kejadian
|
55
lainnya. Termasuk juga di dalamnya adalah konsep penyimpanan data seperti
database.
Sumber Daya Jaringan
Sumber
daya jaringan
mencakup
media
komunikasi
seperti
teknologi
komunikasi wireless, microwave kabel
serat optik dan
lain sebagainya serta
dukungan untuk jaringan seperti modem
2.14
Object-Oriented Analysis and Design
Objek
merupakan sebuah entitas
yang
memiliki
identitas,
status,
dan
perilaku
(Mathiassen et al., 2000,p4). Contoh dari objek
misalnya, karyawan dan pelanggan.
Keduanya
memiliki
identitas
yang berbeda-beda,
memiliki
status,
dan
perilaku
yang
berbeda pula. Sedangkan class merupakan kumpulan objek yang memiliki struktur, pola
perilaku,
dan
atribut
yang
sama
(Mathiassen
et
al., 2000,p4).
Untuk
dapat
lebih
memahami objek, biasanya objek-objek tersebut sering digambarkan dalam bentuk
class.
(Mathiassen
et
al.,
2000,
p5-6)
menyebutkan bahwa terdapat
keuntungan
menggunakan OOAD diantaranya adalah:
1. OOAD
memberikan
informasi
yang
jelas
mengenai
context
sistem,
|
56
2. Tidak hanya dapat mengatur data dalam jumlah yang besar tetapi
juga dapat mendistribusikan seragaman
data
ke
seluruh
bagian
organisasi.
3. Berhubungan erat dengan analisa berorientasi objek, perancangan
berorientasi
objek, user
interface berorientasi objek,
dan
pemrograman berorientasi objek.
(Mathiassen et al., 2000, p14-15) menjelaskan empat buah aktivitas utama dalam
analisa dan
perancangan berorientasi objek
yang
digambarkan
dalam
Gambar
2.11
berikut ini.
|
![]() 57
Analisis
Problem
Domain
Kebutuhan
penggunaan
Analisis
Application
Domain
Component Design
Model
Spesifikasi
komponen
Spesifikasi
arsitektur
Architectural
Design
Gambar 2.11 Siklus Pengembangan dengan OOAD
Sumber : Mathiassen et al, 2000, p15
OOAD mencakupi empat perspektif
melalui empat aktifitas utama, seperti pada
Gambar 2.8. Hubungan keempat aktifitas yang penting dan bertahap dapat berubah dari
satu proyek ke proyek lainnya.
Sebagai
notasi,
akan
digunakan Unified
Modeling
Language (UML). Terdapat dua keuntungan dengan
menggunakan UML, yaitu UML
dapat membangun suatu divisi di antara proses dan notasi dan UML memberikan akses
kepada
pasar
yang
lebih
luas
dalam pengembangannya.
Langkah
awal
yaitu
dengan
memilih sistem.
|
58
2.15
Pemilihan Sistem
Pemilihan sistem didasarkan pada tiga aktifitas menurut Mathiassen et al. (2000).
Aktifitas pertama berfokus pada tantangan: untuk mendapatkan kilasan mengenai situasi
dan
cara
orang
dalam
menginterpretasikan
tantangan
tersebut.
Yang
kedua,
membuat
dan
mengevaluasi ide untuk perancangan
sistem.
Situasi
bisnis proses digambarkan
melalui
rich
picture. Rich
picture
merupakan
sebuah
penggambaran
informal
yang
mewakili pengertian ilustrator dari sebuah proses bisnis dalam sebuah perusahaan. Rich
picture digunakan untuk
menggambarkan secara grafis proses bisnis, baik itu proses
bisnis yang sedang berjalan,
maupun yang akan diusulkan dapat dituangkan dalam
gambaran berupa Rich Picture. Setelah itu sistem diformulasikan dan dibuatlah definisi
sistem yang
akan
dibuat,
dengan
mendeskripsikan
kemampuan
sistem yang
akan
dikembangkan tersebut sesuai dengan yang dibutuhkan oleh perusahaan.
Sistem definisi dengan menggunakan FACTOR adalah:
-
Functionality: Fungsi sistem yang mendukung tugas application-domain.
-
Application domain: Bagian dari suatu organisasi yang berhubungan dengan
administrasi, monitor, atau mengendalikan problem domain.
-
Conditions: Dengan kondisi yang bagaimana sistem akan dikembangkan dan
digunakan.
-
Technology: Semua teknologi
yang digunakan untuk
mengembangkan
dan
menjalankan sistem.
-
Objects: object yang utama didalam problem domain.
-
Responsibility: tanggung jawab sistem (kegunaan) secara keseluruhan dalam
hubungannya dengan konteks sistem.
|
![]() 59
2.16
Problem Domain Analysis
Problem
domain
analysis
merupakan
salah
satu
aktivitas
utama
dalam
analisa
dan
perancangan
berorientasi
objek.
Problem
domain
merupakan
bagian
dari
situasi
yang diatur, diawasi, dan dikendalikan oleh sistem. Tujuan melakukan analisis problem
domain adalah mengidentifikasi dan memodelkan problem domain.
Analisis problem domain terbagi menjadi
tiga aktivitas
yang dapat dilihat pada
Gambar 2.11 (Mathiassen. 2000. p46) yaitu :
Memilih objek, class, dan event yang akan menjadi elemen model problem domain.
Membangun model dengan memusatkan perhatian pada relasi struktural antara class
dan objek.
Mendeskripsikan properti dinamis dan atribut untuk setiap class.
Gambar 2.12 Aktifitas dalam Analisa Problem Domain
Pada aktivitas classes, langkah awal yang dilakukan adalah mendefinisikan
objek, classes
kemudian
menentukan
event
dan
memasukkan
event
tersebut kedalam
event table. Yang dapat membantu menentukan event-event dari tiap class yang ada:
-
Object
: Entitas yang memiliki identitas, state, dan behavior.
|
![]() 60
Taxi
Private Car
Service
-
Event
:
Insiden
yang
terjadi
seketika
yang
melibatkan
satu
atau
lebih
object.
-
Class
:
Deskripsi
dari sekumpulan
objek
yang
saling berbagi
struktur,
behavioral pattern, dan attributes.
Hasil
dari
aktivitas
ini
adalah
sebuah
statechart
diagram yang
menunjukkan
perubahan status dari
masing-masing class yang dikarenakan oleh event tertentu mulai
dari initial state sampai dengan final state.
Kandidat dari struktur class terbagi 3 :
-
Generalisasi
Dalam hubungan generalisasi, terdapat dua jenis class, yaitu class supertype
dan class
subtype.
Class
supertype atau class
induk
memiliki
atribut
dan
behavior
yang
umum dari
hirarki tersebut. Class
subtype atau
class
anak
memiliki
atribut
dan
behavior yang unik dan juga
memiliki
atribut
dan
behavior milik class induknya.
Passenger Car
Account
Bank book
Checking
Loan
Person
Customer
Employee
Gambar 2.13 Hubungan Generalisasi
|
![]() 61
-
Agregasi
Agregasi merupakan hubungan yang unik dimana sebuah objek
merupakan
bagian dari objek lain. Hubungan agregasi tidak simetris dimana jika objek
B
merupakan bagian dari objek A, namun objek A bukan merupakan bagian
dari objek B.
Car
1
1
1
1
1
4..*
Body
Engin
Wheel
1
1..*
1
2..*
Cam Shaft
Cylinder
Gambar 2.14 Hubungan Agregasi
-
Asosiasi
Asosiasi
merupakan
hubungan statis antar dua objek atau
class. Hubungan
ini
menggambarkan
apa
yang perlu diketahui
oleh sebuah class
mengenai
class lainnya. Hubungan ini
memungkinkan sebuah
objek
atau class
mereferensikan objek atau class lain dan saling mengirimkan pesan.
0..*
Car
Person
1..*
|
![]() 62
Gambar 2.15 Hubungan Asosiasi
2.17
Application Domain Analysis
Sama seperti analisis problem domain, analisis application domain juga terdiri
dari beberapa aktivitas antara lain:
a.
Menentukan penggunaan sistem dan bagaimana sistem berinteraksi dengan
user.
b.
Menentukan fungsi dan kemampuan sistem dalam mengolah informasi.
c.
Menentukan kebutuhan interface sistem dan merancang interface.
Berikut
ini
merupakan
gambaran
aktivitas-aktivitas
yang
dilakukan
pada
saat
melakukan analisis application domain.
Gambar 2.16 Aktivitas Analisis Application Domain.
Dalam aktivitas usage, hal pertama yang harus dilakukan adalah membuat actor
table
yang dapat
membantu
menentukan
actor
dan
use
case
yang berkaitan. Langkah
selanjutnya adalah
membuat
use
case diagram
sehingga
terlihat
lebih
jelas
interaksi
|
![]() 63
antara actor dengan masing-masing use case. Setelah use case dibuat, use case tersebut
dijabarkan dalam use case spasification untuk penjelasan mengenai use case lebih
lanjut.
Function
merupakan
fasilitas
sistem
yang
menjadikan
sistem
tersebut berguna
bagi actor. Terdapat empat jenis function (Mathiassen et al., 2000, p231), antara lain:
Update
Fungsi update diaktifkan oleh event problem domain dan menghasilkan
perubahan status model.
AD
*
PD
*
I
F
M
U
pdat e
Gambar 2.17 Fungsi: Update
Signal
Fungsi signal diaktifkan oleh perubahan status model dan menghasilkan
reaksi di dalam context.
I
F
M
AD
*
PD
S
ig n a l
Gambar 2.18 Fungsi: Signal
|
![]() 64
Read
Fungsi
read
diaktifkan
oleh
kebutuhan
actor
akan
informasi
dan
menghasilkan tampilan model sistem yang relevan.
I
F
M
AD
*
PD
Re a d
Gambar 2.19 Fungsi: Read
Compute
Fungsi compute diaktifkan oleh kebutuhan actor akan
informasi dan berisi
perhitungan yang dilakukan baik oleh actor
maupun
oleh
model.
Hasilnya
adalah tampilan dari hasil perhitungan yang dilakukan.
I
F
M
AD
*
PD
C
o
m
put e
Gambar 2.20 Fungsi: Compute
Spesifikasi dari function adalah:
Simple: function yang mudah dilakukan, misalnya membuat data baru.
Medium: function yang
memerlukan keterjelasan data,
misalnya
membuat
janji.
Complex: function yang
membutuhkan data
yang
lengkap dan detail,
misalnya memberikan daftar janji yang mungkin dilakukan.
|
![]() 65
Very complex: function yang mempunyai beberapa function di dalamnya,
misalnya membuat jadwal.
Setelah
function
dari setiap
use
case
di
identifikasi
maka
function-function
tersebut
dimasukkan
kedalam
sequence
diagram dan
dilanjutkan
dalam
pembuatan
navigation diagram yang merupakan skema untuk menggambarkan hubungan tiap form
dari aplikasi yang akan dibuat.
Interface adalah
fasilitas
yang membuat model sistem dan function dapat
berinteraksi dengan actors, yang dilakukan dalam tahap Interface adalah (Gambar 2.20):
Function
list
Class
diagram
Explore
patterns
Determine
interface
elements
Describe interface
elements
Use cases
Evaluate interface
elements
Descriptio
n
of
interfaces
Gambar 2.21 Aktifitas dalam Tahap Interface
User interface harus dapat mewakili hubungan model dan function dengan user
secara jelsa dan mudah dimengerti.
Interface yang baik dilandaskan akan kebutuhan user dan bagaimana sistem akan
digunakan.
|
![]() 66
Analisis harus dilakukan berdasarkan deskripsi yang jelas tentang user dengan
elemen-elemen yang terkait
2.18
Architectural Design
Architectural
design
berfungsi
sebagai
kerangka
kerja
dalam aktivitas
pengembangan sistem dan
menghasilkan
struktur
komponen
dan
proses
sistem.
Tujuannya adalah untuk menstrukturisasi sebuah sistem yang terkomputerisasi.
Tahap
architectural
design
terdiri dari tiga
aktivitas
yaitu
criteria,
component
architecture, dan process architecture seperti yang digambarkan pada Gambar 2.22.
Gambar 2.22 Aktivitas Architectural Design
1.
Criteria merupakan properti
yang diinginkan dari sebuah arsitektur. Criteria
yang
telah
ditentukan
oleh
para peneliti
untuk
menentukan
kualitas
dari
sebuah software akan dijabarkan dibawah ini.
Usable
adalah
kemampuan
sistem
untuk beradapatasi
dengan situasi
organisasi, tugas dan hal hal teknis.
Secure adalah kemampuan untuk melakukan pencegahan terhadap
akses yang tidak berwenang.
Efficient
adalah penggunaan secara ekonomis
terhadap
fasilitas
technical platform.
|
67
Correct adalah sesuai dengan kebutuhan.,
Reliable adalah ketepatan dalam melakukan suatu fungsi.
Maintainable adalah kemampuan untuk perbaikan sistem yang rusak.
Testable
adalah
tingkat
kemudahan
dalam
melakukan
pengujian
sistem.
Flexible adalah kemampuan untuk modifikasi sistem yang berjalan.
Comprehensible adalah usaha
yang diperlukan
untuk memperoleh
pengertian akan suatu sistem.
Reusable adalah potensi untuk
menggunakan sistem pada bagian
sistem lain yang saling berhubungan.
Portable adalah kemampuan sistem
untuk dapat
dipindahkan
ke
technical platform yang lain.
Interoperable
adalah
kemampuan
untuk
merangkai sistem ke dalam
sistem yang lain.
2. Component Architecture Menurut Mathiassen et al. (2000, p189), tujuan dari
components
adalah
untuk
menciptakan
sistem yang
comprehensible
dan
flexible.
Component
architecture
adalah
sebuah
struktur
sistem dari
components yang saling berhubungan. Aktifitas yang terjadi ditunjukkan
pada Gambar 2.23.
|
![]() 68
Gambar 2.23 Aktifitas dalam Desain Arsitektur-Component
Keterangan:
1. Komponen adalah server dan beberapa dari client.
2. Server memberikan kumpulan dari operation (atau services) pada client.
3. Client menggunakan server secara independent.
4. Arsitektur yang baik untuk mendistribusikan system secara geografis.
5.
Bentuk distribusi dari bagian sistem harus diputuskan antara client dan
server.
Pada Tabel 2.7 akan diperlihatkan macam-macam distribusi untuk Client/Server.
Tabel 2.7
Lima Macam Distribusi Client/Server
Client
Server
Arsitektur
U
U + F + M
Distributed Presentation
U
F
+ M
Local Presentation
U + F
F + M
Distributed Functionality
U + F
M
Centralised Data
U + F + M
M
Distributed Data
U + F + M
U + F + M
Decentralised Data
3. Process
atau
lebih
kita
kenal
dengan
deployment
diagram.
Menurut
Mathiassen et al. (2000, p209), tujuan process adalah untuk mendefinisikan
|
![]() 69
struktur program
secara
fisik. Aktifitas
yang dilakukan diperlihatkan pada
Gambar 2.24.
Class diagram and
component specifications
Identify
shared
Deployment
diagram
Distribute
program
Select
coordination
mechanisms
Explore distribution
patterns
Explore coordination
patterns
Gambar 2.24 Aktifitas dalam Desain Arsitektur-Process
Keterangan:
Komponen yang berbeda perlu ditempatkan pada prosesor yang berbeda.
Pertama, pisahkan objek yang aktif dari komponen program yang pasif.
Kedua, tenutkan prosesor yang tersedia.
Distribusikan komponen program dan objek aktif kepada prosesor tersebut.
|
70
2.19
Component Design
Menurut Mathiassen, et al. (2000, p231) Component design bertujuan
untuk menentukan implementasi kebutuhan di dalam kerangka kerja arsitektural.
Kegiatan component design bermula dari spesifikasi arsitektural dan kebutuhan
sistem. Hasilnya adalah
deskripsi
mengenai komponen-komponen yang saling
berhubungan dengan sistem. Component design terdiri dari tiga aktivitas, yaitu:
Model component
Menurut
Mathiassen,
et
al
(2000,
p235)
Model
component adalah
bagian
dari
sistem yang
mengimplementasikan
model
problem
domain.
Konsep
utama
dalam desain
komponen
model
adalah
struktur.
Dalam aktivitas
ini
dihasilkan sebuah
class
diagram
yang
telah direvisi.
Function component
Menurut Mathiassen, et al (2000, p251) komponen function adalah
bagian dari sistem yang mengimplementasikan kebutuhan fungsional.
Tujuan
dari
function
komponen adalah
memberikan
akses bagi usr
interface dan komponen sistem lainnya ke model.
Connecting component
Merupakan desain hubungan antar komponen untuk
memperoleh
rancangan yang fleksibel dan mudah dimengerti. Hasilnya adalah
class diagram yang berhubungan dengan komponen-komponen
sistem. Gambar 2.25 berikut
ini menggambarkan aktivitas-aktivitas
yang terdapat dalam component design.
|
![]() 71
Gambar 2.25 Aktivitas Component Design
Sumber: Mathiassen (2000, p232)
2.20
Unified Modeling Language (UML)
2.20.1 Sejarah UML
Pada
akhir
tahun
80-an
dan
awal tahun
90-an, sudah banyak terdapat
metode
pemodelan berorientasi objek yang digunakan pada industri-industri, diantaranya Booch
Method, Object Modeling Technique (OMT) yang diperkenalkan oleh James Rumbaugh,
dan Object-Oriented Software Engineering (OOSE) yang diperkenalkan
oleh Ivar
Jacobson. Keberadaan berbagai
metode tersebut
justru
menjadi
masalah
utama
dalam
pengembangan sistem berorientasi objek, karena dengan banyaknya
metode pemodelan
objek yang digunakan akan membatasi kemampuan untuk berbagi
model antar proyek
dan
antar
tim pengembang. Hal
tersebut
disebabkan
oleh berbedanya konsep
masing-
masing metode pemodelan objek sehingga menghambat komunikasi antara anggota tim
dengan
user
yang
berujung
pada
banyaknya
kesalahan atau
error
pada
proyek.
|
72
Dikarenakan
masalah-masalah
tersebut,
maka diperlukanlah
suatu
standarisasi
penggunaan bahasa pemodelan.
Pada
tahun
1994,
Grady
Booch dan James
Rumbaugh bekerja sama
dan
menyatukan
metode pengembangan
berorientasi objek
mereka
dengan
tujuan
untuk
menciptakan sebuah sistem pengembangan berorientasi objek yang standar. Pada tahun
1995 Ivar Jacobson ikut bergabung dengan mereka dan ketiganya memusatkan perhatian
untuk
menciptakan sebuah bahasa pemodelan objek yang standar, bukan lagi
berkonsentrasi pada
metode atau pendekatan berorientasi objek. Berdasarkan pemikiran
ketiga tokoh tersebut, maka akhirnya pada tahun 1997 bahasa pemodelan objek standar
Unified Modeling Language (UML)
versi 1.0 mulai diperkenalkan kepada
masyarakat
luas.
UML bukan merupakan metode untuk mengembangkan sistem, melainkan hanya
berupa notasi yang kemudian
pada saat
ini
diterima
dengan
luas
sebagai
bahasa
pemodelan objek yang standar. Object Management Group (OMG)
mengadopsi UML
pada bulan November 1997 dan sejak saat itu terus
mengembangkannya berdasarkan
pada kebutuhan dunia industri. Pada tahun 2004, telah diluncurkan UML versi 1.4 dan
pada saat itu juga OMG telah mulai merencanakan pengembangan UML versi 2.0.
2.20.2 Notasi UML
Notasi (Mathiassen et al, 2000, p237) adalah bahasa textual dan graphical untuk
menggambarkan
sebuah
sistem dan konteksnya yang diformalisasikan
secara terpisah.
Tujuannya adalah untuk menyederhanakan komunikasi dan dokumentasi.
2.20.3 Class Diagram
Class Diagram menggambarkan struktur objek dari sistem. Class diagram
menunjukkan
class
objek
yang
membentuk
sistem
dan
hubungan
struktural
diantara
|
![]() 73
class objek tersebut (Mathiassen et al., 2000, p336). Terdapat tiga jenis hubungan antar
class
yang
biasa
digunakan
dalam class diagram
(Whitten et al., 2004, p455-459).
Ketiga jenis hubungan tersebut antara lain:
-
Asosiasi
Asosiasi merupakan
hubungan statis antar dua objek atau class. Hubungan ini
menggambarkan apa yang perlu diketahui oleh sebuah class
mengenai class
lainnya. Hubungan ini memungkinkan sebuah objek atau class mereferensikan
objek atau class lain dan saling mengirimkan pesan.
Gambar 2.26 Contoh Hubungan Asosiasi
-
Generalisasi (atau Spesialisasi)
Dalam
hubungan generalisasi,
terdapat dua jenis class,
yaitu class
supertype
dan class
subtype.
Class
supertype
atau class
induk
memiliki
atribut
dan
behavior yang umum dari hirarki tersebut. Class subtype atau class anak
memiliki atribut dan behavior yang unik dan juga memiliki atribut dan
behavior milik class induknya. Class induk
merupakan generalisasi dari class
anaknya, sedangkan class anak merupakan spesialisai dari class induknya.
Gambar 2.27 Contoh Hubungan Generalisasi
|
![]() 74
-
Agregasi
Agregasi
merupakan hubungan yang unik dimana sebuah objek
merupakan
bagian dari objek lain.
Hubungan agregasi tidak simetris dimana jika objek
B
merupakan bagian dari objek A, namun objek A bukan merupakan bagian dari
objek
B.
Pada
hubungan
ini, objek
yang
menjadi
bagian
dari objek
tertentu
tidak akan memiliki atribut atau behavior dari objek tersebut.
Gambar 2.28 Contoh Hubungan Agregasi
Statechart Diagram
Statechart Diagram digunakan untuk memodelkan perilaku dinamis dari sebuah
objek dalam sebuah class yang spesifik dan berisi state dan transition (Mathiassen et al.,
2000,
p341).
Statechart diagram
mengilustrasikan
siklus
objek
hidup
yaitu
berbagai
status yang dapat dimiliki objek dan event yang
menyebabkan status
objek
berubah
menjadi status lain (Whitten et al., 2004, p700).
Statechart diagram dibuat dengan langkah-langkah sebagai berikut
(Whitten et
al., 2004, p700):
Mengidentifikasi initial dan final state.
Mengidentifikasi status objek selama masa hidup objek tersebut.
Mengidentifikasi event pemicu perubahan status objek.
Mengidentifikasi jalur perubahan status.
|
![]() 75
Gambar 2.29 Contoh Statechart Diagram
Sumber: Mathiassen et al. (2000, p425)
2.20.4 Use Case Diagram
Use case diagram mendeskripsikan secara grafis hubungan antara actors dan use
case
(Mathiassen
et
al.,
2000,
p343).
Penjelasan
use
case biasa
ditambahkan
untuk
menjelaskan langkah-langkah interaksi.
|
![]() 76
Library System
Visitor
Apply for
membership
Search library
inventory
Check out books
Patron
Gambar 2.30 Contoh Use Case Diagram
Sequence Diagram
Bennet
et
al.
(2006,
p253)
mengemukakan
bahwa sequence
diagram
menunjukkan interaksi antar objek yang diatur berdasarkan
urutan
waktu. Sequence
diagram
dapat
digambarkan
dalam
berbagai
level
of
detail yang
berbeda
untuk
memenuhi
tujuan
yang
berbeda-beda
pula
dalam daur
hidup
pengembangan
sistem.
Aplikasi sequence diagram yang paling umum adalah untuk menggambarkan interaksi
antar objek yang terjadi pada sebuah use case atau sebuah operation.
Bennet
et
al.
(2006,
pp253-254)
menyatakan
bahwa
setiap
sequence diagram
harus diberikan frame
yang
memiliki heading
dengan
menggunakan
notasi sd yang
merupakan kependekan dari sequence diagram.
|
![]() 77
Gambar 2.31 Contoh Sequence Diagram
2.20.5 Navigation Diagram
Navigation Diagram merupakan statechart diagram khusus
yang berfokus pada
user
interface
(Mathiassen
et
al.,
2000,
p344).
Diagram ini
menunjukkan
window-
window dan transisi diantara window-window tersebut.
Sebuah window dapat digambarkan sebagai sebuah state. State ini memiliki
nama dan berisi gambar
miniatur
window. Transisi
antar state
dipicu oleh
ditekannya
sebuah tombol yang menghubungkan dua window.
|
![]() 78
2.20.6 Component Diagram
Component Diagram
merupakan
diagram implementasi
yang
digunakan
untuk
menggambarkan
arsitektur
fisik
dari
software sistem. Diagram ini dapat menunjukkan
bagaimana
coding pemrograman terbagi
menjadi komponen-komponen dan juga
menunjukkan ketergantungan antar komponen tersebut (Whitten et al., 2004, p442).
Sebuah komponen digambarkan dalam UML sebagai
sebuah kotak dengan dua
kotak kecil di sebelah kirinya. Ketergantungan antar dua komponen menunjukkan
bagaimana kedua komponen tersebut saling berkomunikasi.
Gambar 2.32 Contoh Component Diagram
Sumber: Mathiassen et al. (2000, p201)
2.20.7 Deployment Diagram
Deployment
Diagram,
sama
seperti
component
diagram,
juga
merupakan
diagram implementasi
yang
menggambarkan
arsitektur
fisik
sistem.
Perbedaannya,
deployment
diagram
tidak
hanya
menggambarkan
arsitektur
fisik
software
saja,
|
![]() 79
melainkan
software
dan
hardware. Diagram ini
menggambarkan komponen
software,
processor, dan peralatan
lain yang
melengkapi arsitektur sistem
(Whitten et al., 2004,
p442).
Menurut
Mathiassen
et
al.
(2000,
p340), deployment
diagram
menunjukkan
konfigurasi sistem dalam bentuk processor dan objek yang terhubung dengan processor
tersebut.
Setiap
kotak
dalam deployment
diagram
menggambarkan
sebuah
node
yang
menunjukkan
sebuah
hardware.
Hardware dapat
berupa
PC,
mainframe,
printer, atau
bahkan
sensor.
Software
yang
terdapat
di
dalam node
digambarkan
dengan
simbol
komponen. Garis yang menghubungkan node menunjukkan jalur komunikasi antar
device. Gambar 2.33 berikut ini menunjukkan sebuah contoh deployment diagram.
Gambar 2.33 Contoh Deployment Diagram
Sumber: Mathiassen et al. (2000, p217)
|