8
Bab 2
Landasan Teori
2.1 Konsep Ie
Dalam tradisi
masyarakat Jepang
hubungan sosial tidak hanya dilatarbelakangi oleh
nilai-nilai yang
memperhitungkan
untung-rugi,
melainkan
diikat
dengan
oleh
sifat
shinzoku teki ( ikatan kekerabatan semu dalam kehidupan berkelompok ). Hubungan ini
tidak harus
berdasarkan pertalian
darah,
tetapi lebih
didasarkan pada kebersamaan
menanggung kehidupan sehari-hari.
Toda seorang ahli sosiologi Jepang
memberikan
pengertian kazoku yang dikutip oleh Aruga dalam Tobing ( 2006:74) :
?????????????????????????????????
?????????????????????????????????
?????????????????????????????????
Terjemahannya :
Ie adalah kebiasaan
yang khas di Jepang dan berbeda dari arti kazoku dalam arti
budaya yang
lazim.
Ie
merupakan
kelompok
yang
menjalankan
usaha
dan
kekayaan keluarga,yang dalam hal ini sebagai satuan kehidupan dalam masyarakat,
yang
ada
karena
eksistensi
atau
keberadaannya
yang
melampaui
hidup dan
mati
dan sebagai sasaran kesinambungan.
Salah satu kelompok sosial yang mendasar dalam sistem keluarga yang ada di dalam
masyarakat
tradisional
Jepang
adalah
Ie.
Sistem Ie
inilah
yang
mengatur
kehidupan
keluarga di Jepang. Ie dapat diterjemahkan sebagai family dalam bahasa Inggris, akan
tetapi maknanya tidak sama dengan family baik secara budaya, ekonomi, ataupun sosial
meskipun dalam Ie sendiri terdapat bentuk keluarga pada umumnya ( ayah, ibu, anak). Ie
adalah tempat berkumpul anggota keluarga dan tempat mereka melaksanakan kehidupan
|
9
sosial
mereka
bersama. Ie ada dalam
masyarakat Jepang tradisional
merupakan suatu
wadah bagi masyarakat Jepang untuk menyelenggarakan kehidupan. Menurut Aruga dan
Kitano dalam Tobing (2006:3) :
Hubungan
yang terjadi antara keluarga-keluarga Jepang didasarkan pada adanya
ikatan Ie yang diturunkan dari generasi ke
generasi. Menurut pandangan
mereka,
keluarga Jepang
mempunyai struktur
dan fungsi kekerabatan
yang tidak bisa
disamakan dengan konsep family yang ada di negara barat.
Ikatan
yang
telah
ada
secara
turun-temurun
itu
akan
diteruskan
ke
generasi yang
selanjutnya dan tiap generasi akan
mempelajari
hal tersebut. Sehingga dalam diri tiap
individu yang
menjadi bagian
ikatan Ie akan semakin dalam rasa
tanggung jawab dan
kesadaran akan
eksistensi
Ie nya. Berbeda
dengan
konsep
family yang
ada
di
negara
barat, hubungan yang terjadi dalam Ie sangat erat. Struktur yanga ada di dalam Ie tidak
sekedar hubungan darah saja.
Menurut Kitano dalam Tobing (2006: 67) terdapat 2 (dua)
faktor
yang
melahirkan
sistem Ie, yaitu kesatuan keluarga yang bersifat patrilineal dan kesatuan shinzoku yang
berpusat pada
suami
istri. Shinzoku
adalah
hubungan
kekerabatan
yang
terjadi
dalam
masyarakat Jepang antara ego
dengan kerabat-kerabat
lainnya,
baik
bersifat
ketsuzoku
(hubungan
darah
yang
sama)
dan
hubungan
bersifat
inzoku
(
hubungan
darah
yang
terjadi antara ego dengan kerabat pasangannya). Berikut ini adalah bagan
mengenai
hubungan shinzoku.
|
![]() 10
Gambar 2.1 Hubungan Shinzoku
( ayah ego)
( ego )
Sumber : Tobing (2006:88)
Torigoe dalam Tobing (2006:77) menegaskan bahwa ada 3 (tiga) karakteristik utama
dalam
sistem
Ie :
1. Mempunyai harta warisan (kazan) sebagai harta kekayaan (zaisan).
2. Menekankan pada pemujuaan terhadap arwah leluhur yang merupakan pendahulu
garis keturunan mereka.
3. Menekankan eksistensi keturunan langsung dari generasi ke generasi yang
|
11
memandang penting kemakmuran bersama.
Sebagai warisan leluhur, Ie mempunyai harta warisan (kazan) sebagai harta kekayaan
(zaisan) yang
harus dipertahankan dan dilestarikan keberadaannya. Sebagai tanda
hormat kepada para
leluhur yang telah
mewariskan Ie, anggota-anggota
Ie
melakukan
pemujaan terhadap arwah leluhur mereka. Selain itu, dalam Ie juga penting menekankan
eksistensi
keturunan
langsung
yang
mementingkan
kemakmuran
bersama, sehingga Ie
yang
telah
diwariskan
itu
dapat terus
bertahan
keberadaanya dan
tercipta kehidupan
bersama dalam Ie tersebut.
Aruga dalam Tobing (2006:78) menjelaskan bahwa sifat Ie keluarga Jepang sebelum
Perang
Dunia
II
tidak
hanya
didasarkan
pada
adanya hubungan
darah
saja, tapi
lebih
diikat
oleh
faktor
budaya,
yaitu
faktor
kepercayaan
yang
terwujud
dalam upacara
penyembahan
leluhur, faktor ekonomi, yaitu pekerjaan yang sama, hukum adat, moral
yang didasari oleh ajaran konfusius, dan
lain-lain. Ie dilandasi oleh adanya kerja sama
dan dipimpin oleh seorang kachou.
Sepintas sistem Ie sama seperti sistem keluarga pada umumnya, terdiri dari orang tua
(kakek-nenek), anak mereka, istrinya serta cucu. Dalam sistem Ie terdapat suatu
ideologi sesuai pemikiran
masyarakat Jepang,
seperti
yang
dijelaskan
oleh
Hendry
(2003:26)
bahwa
keluarga
Jepang terlihat seperti keluarga pada umumnya,
tetapi
sebenarnya
terdapat
perbedaan
dalam hal
ideologi
keluarga
tersebut,
keluarga
dapat
diartikan lebih dalam lagi. Aruga dalam Tobing (2006:76) mengungkapkan bahwa :
??????????????????????????????
????????????????????????????????
??????
????????????????·???????
?????????? ???????????????
???????????????????????????????
|
12
??????????????????????????????
????????????????????????????????
???????????????????????????????
???????????????????????????????
?????????????????????????????????
??????? ???
Terjemahannya :
Ie dikatakan sebagai
sesuatu
yang khas yang
terlihat sebagai
seikatsu
shuudan
(kehidupan kelompok) atau seikatsu kyoudoutai (kehidupan bersama). Di dalam Ie,
walaupun
bagian yang
menjadi
dasar
penyatuannya
adalah
suami
istri,
untuk
mempertahankan atau melestarikan Ie
itu, orang-orang yang berpartisipasi dalam
kehidupan
Ie,
walaupun
tidak
ada
hubungan
darah
dengan
anggota
keluarga
Ie
akan dianggap keluarga.
Dengan demikian yang
menjadi anggota dalam Ie tidak
hanya oran-orang yang
mempunyai kaitan hubungan darah. Syarat utama sebagai
anggota Ie adalah bekerja sama mengelola
usaha Ie. Kazoku ishiki atau kesadaran
keluarga dalam Ie adalah seikatsu shuudan atau kesadaran kehidupan bersama dan
kesadaran
mempertahankan
atau
melestarikan Ie
sebagai
kehidupan
bersama.
Takeda dalam Tobing (2006:91) menjelaskan ada 4 (empat) prinsip dasar yang sering
dipakai
untuk
mengidentifikasikan
dan menggolongkan orang-orang
yang
dianggap
kerabat :
1. Hubungan kerabat sedarah dihitung secara patrilineal (fukei seidou) yang termasuk
dalam fukei
seido
adalah
kakek,
nenek, anak
laki-laki
sulung
beserta
istrinya
cucu
laki-laki beserta
istriya
dan
lain-lain
yang
merupakan
anggota
kerabat
langsung.
2. Hubungan kerabat sedarah ( ketsuzoku) kerabat hubungan darah seketurunan beserta
keluarga mereka seperti saudara kandung laki-laki dengan istrinya, kemenakan
laki-
laki dengan istrinya dan lain-lain.
3. Hubungan kerabat karena perkawinan (inzoku). Mereka yang menjadi anggota Ie tidak
mempunyai
hubungan
darah
baik
dari
garis
keturunan
langsung
maupun
tidak
langsung. Mereka ini adalah hokonin, yaitu pembantu atau pekerja yang sudah lama
|
![]() 13
pembantu
bekerja
atau
mengabdi pada Ie. Mereka dapat diangkat
menjadi anggota
Ie beserta
dengan keluarganya secara turun-temurun.
4.
Hubungan
kerabat
fiktif
seketurunan yang tidak
ada
hubungan
darah
langsung
Misalnya mukoyoshi,
menantu yang
meneruskan
nama
keluarga
istri,
beserta
keluarga yang diangkat menjadi anggota Ie.
Dalam sistem Ie
juga
terdapat
bentuk
kekerabatan
yang
kompleks,
yaitu
dengan
masuknya mukoyoshi maupun yoshi (anak laki-laki sebagai calon kachou). Diangkat dari
anak laki-laki yang masih
mempunyai hubungan darah dengan kachou) ataupun
diangkatnya hokonin
menjadi
anggota
Ie.
Berikut
adalah
bagan
hubungan
sistem
kekerabatan yang ada dalam Ie.
Gambar 2.2 Hubungan Sistem Kekerabatan Dalam Ie
Kachou lama yang telah meninggal
Kachou yang sudah undur diri
(inkyou)
-----------------------------------
kachou
Generasi penerus
Sumber : Tobing (2006:93)
Dari
bagan diatas,
terlihat ada penyerahan status
kedudukan kepada
chounan
yang
kemudian
berstatus
sebagai
kachou.
Penyerahan
kedudukan
kachou
kepada
chounan
pada
prinsipnya
merupakan penerusan
hak
dan
kewajiban
yang
dihubungkan
dengan
|
14
status dan peranan chounan sebagai kachou yang baru, termasuk di dalamnya kewajiban
untuk menyelenggarakan pemujaan terhadap roh nenek moyang.
Menurut Toshiyue dalam Tobing (2006:7) Ie dapat terbentuk tidak berdasarkan
ikatan perkawinan. Tetapi sebagai kelompok sosial yang menyelenggarakan kehidupan
sosial dan
ekonomi
bersama
(seikatsu
kyoudotai)
yang
diwujudkan
dalam kerja
sama
untuk
mengelola
usaha
Ie.
Anggota
Ie
diikat
dengan
adanya kesadaran
berkeluarga
(kazoku ishiki) untuk mempertahankan Ie sebagai kehidupan bersama. Dengan demikian
sifat
keanggotaan
Ie
bukanlah
hanya
didasarkan
pada ikatan
hubungan
darah.
Syarat
utama
untuk
menjadi
anggota
Ie
adalah
kerjasama
fungsional
dalam berbagai
bidang
kehidupan Ie. Oleh karena itu, kerabat yang tidak
memiliki
hubungan darah seperti
pembantu bisa diangkat menjadi anggota Ie.
Pendapat
diatas juga
diperkuat
dengan
pernyataan
Aruga
dalam Tobing
(2006:76)
yang
menyebutkan bahwa kehidupan
suami
istri
adalah
sumber
Ie,
maka
anggota Ie
tersebut adalah anggota-anggota
yang
memiliki
hubungan darah. Tetapi untuk
menjaga
kelestarian Ie anggota Ie yang tidak memiliki hubungan darah pun bisa ikut serta. Begitu
pula
dengan
seikatsu
shuudan
dan
seikatsu
kyoudotai juga
didukung
oleh
anggota-
anggota
Ie
yang tidak terikat
hubungan
darah.
Anggota
Ie
membiasakan diri mereka
dengan segala sesuatu
sebagai uchi no mono
yang berarti
milik
rumah
mereka. Peran
dan status kachou dalam kenyataan yang ada kelihatan dalam
manajemen
usaha yang
dipegang oleh pemilik usaha itu, yang nantinya akan diwariskan kepada chounan nya.
Menurut
Nakane
dalam Tobing
(2006:99),
kesinambungan
Ie
dapat
berlangsung
melalui perkawinan anak laki-laki sulung (chounan) atau
perkawinan anak perempuan
sulung (choujou)
yang bersuamikan dengan seseorang dari Ie
lain,
yang disebut
|
15
mukoyoshi
(menantu
laki-laki
yang
diadopsi
untuk
meneruskan
Ie pihak
istrinya).
Dengannya adanya suatu perkawinan, maka Ie akan mendapatkan penerusnya. Sehingga
Ie tersebut dapat dilestarikan dan akan terus diturunkan kepada generasi selanjutnya.
Wanita
yang
menjadi
istri
kachou
diharapkan
untuk dapat
memberikan
keturunan
agar kelangsungan
Ie dapat dipertahankan. Dengan adanya perkawinan,
maka
garis
keturunan keluarga dapat tetap terjaga dan dapat bertahan. Semua keturunan itu kelak
akan diajarkan bagaimana
menjadi anggota
Ie
yang memiliki perannya masing-masing
dalam
mempertahankan Ie nya.
Setiap
anggota keluarga
memiliki
tugas
dan
kewajibannya
masing-masing,
namun
tujuan semuanya itu adalah untuk melestarikan Ie nya. Meskipun telah memiliki
keluarga
masing-masing, namun
sejak
kecil
tiap
individu
telah
diajarkan untuk
mempertahankan Ie nya. Mereka dituntut
memiliki kesadaran kehidupan bersama
sebagai
anggota
Ie
meskipun tidak
memiliki
hubungan
darah. Selain
itu, ada
hal
lain
yang
dipertahankan
dalam Ie
selain
nama
baik
keluarga,
juga
harta
warisan
leluhur
(kazan). Hal ini banyak terdapat dalam keluarga petani, pedagang atau pun nelayan.
Pewarisan
kazan
dalam
hubungannya
dengan struktur,
Torigoe
dalam
Tobing
(2006:94) menjelaskan pengertian kazan :
????????????????????????????????
?????????????????????????????????
????????????????????????????
Terjemahannya :
Ie merupakan harta warisan (kazan) sebagai zaisan (harta kekayaan). Berdasarkan
kazan (harta
warisan) mengelola kagyou (pekerjaan Ie) dalam satu satuan bentuk
manajemen.
Misalnya, petani
mempunyai harta kekayaan
berupa lahan (tanah).
Karena
itu
pengelola
atau
manajemen
petani berdasarkan
pada harta kekayaan
berupa tanah.
|
16
Nama keluarga
atau
pun
usaha yang
dijalankan
oleh
masing-masing Ie
harus
dilestarikan oleh para penerus Ie. Karena baik nama atau usaha Ie adalah warisan leluhur
yang harus dijalani dan dihormati. Karena tanpa usaha para leluhur
mereka tidak akan
bisa hidup sampai saat ini.
Menurut
Takeda
dan
Aruga
dalam Ie
setiap
anggotanya
juga
dituntut
untuk
saling
mendukung dalam menjaga kelestarian Ie. Meskipun dalam Ie ada struktur yang terdiri
dari suami sebagai sebagai kepala keluarga,
istri dan anak-anaknya, namun keberadaan
anggota Ie
yang
lain seperti saudara-saudara kandung kachou, mukoyoshi atau hokonin
sangat berarti dalam pelestarian Ie. Jadi, untuk mendukung kehidupan bersama, Ie juga
menarik
anggota
keluarga yang
tidak
mempunyai
hubungan
darah.
Hal
yang
perlu
ditekankan
dalam pola
keluarga
tradisional
ini
adalah
partisipasi
atau
dari
anggota-
anggota
keluarga
demi
melangsungkan
kehidupan
bersama dan
mempertahankan
harta
kekaayaan keluarga warisan leluhur.
Kitano
dalam
Tobing
(2006:63)
mengatakan
bahwa
sistem Ie
di
Jepang
memang
mengikuti
sistem patrilineal
dimana
pewarisan
dari
ayahnya
ke
anak
laki-lakinya.
Chounan
memiliki hak untuk
meneruskan
nama keluarga, dan
harta kekayaan sebagai
prinsip utama dan sebagai ahli waris chounan memiliki kewajiban untuk tinggal bersama
mantan-mantan kachou yang
masih hidup, yaitu kakek nenek buyut, kakek
nenek, dan
orang tuanya. Dalam keluarga tradisional Jepang, suksesi
hanya diberikan kepada anak
laki-laki sulung atau anak
laki-laki tunggal sebagai penerus
nama keluarga yang kelak
akan
meneruskan tugas ayahnya memelihara harta kekayaan keluarga. Keluarga
tradisional dengan sistem patrilineal ini, seluruh anggota keluarga harus mematuhi
|
17
aturan-aturan yang ditetapkan dengan ketat dan mengikat. Keluarga tradisional mengikat
anggota-anggotanya dalam hal kebebasan
individu. Ketidakadilan pun terjadi diantara
mereka. Hendry
(2003:27-28)
mengungkapkan
bahwa dampak negatif dalam
keanggotaan
pun
sistem Ie
sangat
terikat
dengan
usia,
kelamin
dan
posisi
masing-
masing anggotanya. Kawashima dalam
Davies (2002:122)
mengungkapkan bahwa
sistem Ie
yang
bersifat
patrilineal
sangat
ketat,
kepala
keluarga
(kachou)
memiliki
kekuatan dan harus ditaati oleh anggota Ie.
Dari teori-teori serta pendapat yang
telah dipaparkan diatas,
dapat
dilihat
terdapat
beberapa dampak positif dan negatif dari sistem Ie. Dalam sistem Ie, sangat kuat ikatan
yang terjadi diantara anggota-anggotanya. Sehingga menumbuhkan sikap solidaritas dan
kedekatan antar sesamanya dalam membina suatu kelompok kehidupan. Selain itu setiap
anggota juga turut serta dalam pelestarian Ie, sehingga Ie tersebut bukanlah milik
seorang saja, namun milik seluruh anggotanya.
Tetapi, dibalik kokohnya sistem Ie tersebut, terdapat dampak
negatif
yang
muncul.
Menurut
Weber
dalam
Tobing
(2006:58)
sifat
sistem keluarga
tradisional
ini
sangat
mengikat sehingga kebebasan tiap individu nyaris tidak ada. Setiap orang harus lebih
mementingkan
kepentingan Ie
daripada hal lainnya.
Hal ini lebih
terasa bagi yang
mendapatkan
posisi
sebagai
chounan.
Kawashima
dalam Davies
(2002:120)
mengungkapkan sistem keluarga
tradisional bersifat patrilineal yang kuat. Sebagai
chounan,
kelak
harus
melanjutkan posisi ayahnya sebagai
kepala keluarga dan
meneruskan segala kewajibannya sebagai seorang kachou. Selain itu, otoritas seorang
kachou
yang terlalu besar
juga dapat
menimbulkan
tekanan bagi
anggota
Ie
lainnya.
Keterikatan suatu Ie kepada kachou nya
juga dapat
menimbulkan
masalah jika terjadi
|
18
hal buruk seperti kehilangan kachou secara mendadak
dan chounan belum siap
menggantikan ayahnya, Ie dapat mengalami krisis jika sampai tidak memiliki kachou.
2.2 Teori Penokohan
Tokoh adalah individu rekaan yang
mengalami peristiwa atau perlakuan di dalam
berbagai peristiwa
cerita. Menurut
Jones dalam
Nurgiyantoro (2005: 165) Penokohan
adalah pelukisan gambaran yang jelas tentang seseorang yang ditampilkan dalam sebuah
cerita.
Menurut Stanton dalam Nurgiyantoro (2005: 165) karakter (character) sendiri
dalam berbagai
literatur bahasa Inggris tertuju pada dua pengertian yang berbeda, yaitu
sebagai tokoh-tokoh cerita yang ditampilkan, dan berbagai sikap, ketertarikan, keinginan,
emosi dan prinsip moral yang dimiliki tokoh-tokoh tersebut.
Menurut
Abrams dalam Nurgiyantoro
(2005: 165)
tokoh cerita
(character)
adalah
orang
yang
ditampilkan
dalam suatu
karya
naratif
atau
drama,
yang
oleh
pembaca
ditafsirkan
memiliki kualitas
moral
dan
kecenderungan
tertentu
seperti
yang
diekspresikan dalam ucapan dan yang dilakukan dengan tindakan.
Kepribadian tokoh dilakukan berdasarkan kata-kata (verbal) dan tingkah laku lain
(non verbal). Tokoh cerita menempati posisi strategis sebagai pembawa dan
penyampai pesan, amanat, moral, atau sesuatu yang sengaja ingin disampaikan kepada
pembaca. Seorang tokoh cerita dikatakan wajar, relevan, jika
mencerminkan dan
mempunyai kemiripan dengan kehidupan
manusia sesungguhnya ( Nurgiyantoro 2005:
166).
|
19
Berdasarkan
fungsi
tokoh atau
tingkat pentingnya tokoh dalam sebuah cerita, tokoh
dapat dibedakan menjadi tokoh utama (central character) dan tokoh bawahan
(peripheral
character).
Tokoh
utama
adalah
tokoh
yang memegang
peranan
penting
dalam perkembangan
jalan
cerita
dan
diutamakan
penceritaannya.
Kriteria
yang
digunakan
untuk
menentukan
tokoh
utama
bukan
frekuensi
kemunculan
tokoh
itu
di
dalm cerita,
melainkan
intensitas keterlibatan tokoh di dalam peristiwa-peristiwa
yang
membangun cerita.
Menurut
Nurgiyantoro
(2005:
177) tokoh
utama
adalah
tokoh
yang
diutamakan
penceritaannya dalam novel yang bersangkutan. Merupakan
tokoh
yang paling banyak
diceritakan, baik sebagai pelaku kejadian
maupun yang dikenai kejadian. Tokoh
utama
sangat
menentukan perkembangan plot, tidak selalu
muncul di setiap kejadian.
Pemunculan
tokoh-tokoh
tambahan
dalam keseluruhan
cerita
lebih
sedikit,
tidak
dipentingkan,
dan
kehadirannya
hanya
ada jika
ada
kaitannya
dengan
tokoh
utama,
secara langsung ataupun tidak langsung. Dilihat dari fungsi penampilan
tokoh, tokoh
dapat dibedakan
atas
protagonis dan antagonis. Tokoh protagonist adalah tokoh
yang
dikagumi, tokoh yang merupakan pengejawantahan norma-norma, nilai-nilai yang
ideal
bagi
pembaca.
Tokoh
antagonis
adalah
tokoh
penyebab
terjadinya konflik.
Tokoh
antagonis beraposisi dengan tokoh protagonis secara langsung maupun tidak langsung
dan baik yang bersifat batin maupun fisik.
Berdasarkan cara menampilakan tokoh dalam cerita, dapat dibedakan menjadi tokoh
datar
(simple
atau
flat
character) dan
tokoh
bulat
(complex
atau
round
character).
Tokoh datar adalah tokoh yang hanya
memiliki satu kualitas pribadi tertentu, satu sifat
atau watak tertentu saja. Tidak memiliki sifat dan tingkah laku yang dapat memberikan
|
20
kejutan bagi pembaca. Sifat dan tingkah laku bersifat datar, monoton, hanya
mencerminkan
satu
watak
tertentu.
Tokoh
bulat
adalah
tokoh yang
memiliki
dan
diungkap berbagai kemungkinan sisi kehidupannya, sisi kepribadian dan jati dirinya.
Memiliki watak tertentu yang dapat di formulasikan, namun dapat
pula
menampilkan
watak dan tingkah laku yang bermacam-macam, bahkan mungkin bertentangan dan sulit
diduga. Wataknya sulit dideskripsikan.
|