9
Bab 2
Landasan Teori
Dalam bab
dua
ini penulis
akan
membahas tentang
teori-teori
yang akan
digunakan
dalam penelitian kali
ini.
Teori tersebut
mencangkup teori semantik dan teori pengkajian
puisi. Teori tersebut digunakan untuk mendukung analisis pemaknaan lagu yang digunakan
oleh penulis dalam penelitian ini.
2.1  Teori Semantik
Dalam upaya
menemukan
makna
lirik
lagu, penulis
harus
memiliki
dasar
dalam
pengertian makna lagu tersebut dalam penganalisaannya. Teori semantik adalah salah satu
teori
tentang
pemahaman
makna
tersebut yang dapat digunakan sebagai landasan
penganalisaan yang akan dilaksanakan oleh penulis.
Semantik merupakan salah satu cabang linguistik yang mempelajari tentang makna.
Kata semantik yang berasal dari bahasa Yunani ‘sema’ (kata benda) yang berarti ‘tanda’
atau  
‘lambang’.   Kata  
kerjanya  
adalah  
semiano  
yang  
berarti  
‘menandai’  
atau
‘melambangkan’. Ichiro (1990:1-3) dalam Widjojo (2009), seorang ahli semantik modern,
mengemukakan bahwa semantik adalah ilmu yang mempelajari makna dari kata, frase dan
kalimat.
Selain
itu,
bila
melihat
sebuah
makna dengan sudut pandang secara objektif
ataupun secara fisik, banyak hal yang berbeda dan tidak sesuai. Melihat sebuah makna
dalam kondisi seperti itu , lebih baik menggunakan sudut pandang secara subjektif. Hal ini
karena kata atau kalimatmerupakan sesuatu yang digunakan oleh manusiadalam kehidupan
sehari-hari
dan
dari setiap
individu
akan
lahir
makna-makna
yang
berbeda
antara
satu
  
10
dengan
yang
lainnya.
Menurut
Saussure
dalam Parera
(1991:10)
dalam tanda
lingustik
terdiri dari dua komponen yaitu komponen yang menggantikan, yang berwujud bunyi
bahasa  dan  komponen  yang  diartikan  atau  makna  dari  komponen  pertama.  Kedua
komponen ini adalah tanda atau lambang, dan sedangkan yang ditandai atau dilambangkan
adalah sesuatu yang berada di luar bahasa, atau yang lazim disebut sebagai referent, Jadi,
Ilmu Semantik adalah ilmu yang mempelajari hubungan antara tanda-tanda linguistik
dengan hal-hal yang ditandainya atau Ilmu tentang makna atau arti.
Selain
semantik
kita
juga
akan
mengenal
istilah yang
lain
yaitu
semantik
general.
Menurut Parera (1991:13) kita perlu membedakan antara semantik dan semantik general,
karena mereka
memiliki pengertian dan fungsi
yang berbeda. Dalam buku
teori semantik
karya parera (1991:13), menurut Korzybski, semantik general ialah studi tentang
kemampuan manusia untuk menyimpan pengalaman dan pengetahuan lewat fungsi bahasa
sebagai
penghubung
waktu;
bahasa
mengikat waktu
dan
umur
manusia
bersama.
Dan
menurut M.Breal semantik
merupakan salah satu cabang studi di
linguistik general, oleh
karena itu semantik adalah salah satu studi tentang makna-makna linguistik.
2.2  Teori Medan Makna
Dalam  mencari  makna  yang  terdapat  dibalik  lirik  lagu  yang  akan  diteliti  penulis,
penulis
akan
membagi
morfem
ataupun
frase
dalam lirik
tersebut
dan
mencari
makna
referensialnya dengan teori analisis medan makna.
Pada awal analisis
linguistik struktural para
linguis sangat dipengaruhi oleh psikologi
asosianistik dalam pendekatan terhadap makna, para linguis dengan intuisi mereka sendiri
menyimpulkan  hubungan  antara  seperangkat  kata.  Dengan  demikian  konsep  asosiasi
  
11
makna yang dipelopori oleh Saussure. Salah seorang murid Saussure, memasukan konsep
medan asosiatif
dan
menganalisisnya
secara
mendetail
dan terperinci.
Ia
melihat
medan
asosiatif  sebagai  satu  lingkaran  yang  mengelilingi  satu  kata  dan  muncul  ke  dalam
kehidupan
leksikalnya. Seperti misalnya ia menggunakan contoh dengan menggambarkan
kata
ox (kerbau)
yang akan
menyebabkan
seseorang
akan
berpikir atau
mengaitkannya
dengan kata cow (sapi),
lalu semakin jauh hingga seseorang akan
mengaitkannya dengan
strengh 
(kekuatan). 
Jadi 
medan 
makna 
adalah 
satu 
jaringan 
asosiasi 
yang 
rumit
berdasarkan kepada
similiaritas
atau
kesamaan,
kontak
atau
hubungan,
dan
hubungan-
hubungan asosiatif dengan penyebutan satu kata (Parera,1991:67-68).
Selain itu teori medan makna ini juga dikembangkan oleh seorang linguis bernama J.
Trier. Bagi J. Trier dalam Parera (1991:69), buah pikiran dari Saussure dan muridnya, dan
juga buah pikiran dari W. Van Humboldt, Weisgerber, dan R. M. Meyer telah menjadi
inspirasi
utama baginya
dalam
pengembangan
Teori
Medan Makna. Trier
dalam
Parera
(1991:69) melukiskan kosa kata dari sebuah bahasa tersusun rapi dalam medan dan dalam
medan itu setiap unsur
yang berbeda didefinisikan dan diberi
batas
yang jelas sehingga
tidak ada tumpang tindih antar sesama makna. Ia juga menyatakan bahwa medan makna itu
tersusun sebagai satu mosaik, dan setiap medan makna itu akan selalu tercocokan antar
sesama
medan, sehingga membentuk suatu keutuhan bahasa yang tidak tumapng tindih
(Parera,1991:69). 
Seperti 
dalam 
contoh 
yang 
ditampilkan 
oleh 
Trier 
dalam 
Parera
(1991:69) :
  
12
Bagan 2.1 Contoh Medan Makna ‘Cerdik’
cerdik
terpelajar
terdidik
Cerdik
bijak
berpengalaman
cendekiawan
Sumber: Trier dalam Parera (1991:69)
Medan 
makna 
yang  diungkapkan 
oleh 
Trier 
dalam 
Parera 
(1991:69) 
ini 
juga
sebenarnya bertentangan dengan medan asosiatif makna, karena medan asosiatif makna
sendiri
menuntut
asosias
antara
kata
yang menjadi
pusat
dan
beberapa
kemungkinan
kolokasinya. Sebaliknya pendekatan
medan
makna
memandang bahasa sebagai satu
keseluruhan yang tertata yang dapat dipenggal atas bagian-bagian yang saling berhubungan
teratur. Sehingga setiap kata dapat dikelompokan sesuai dengan medan maknanya. Akan
tetapi, bahwa pembedaan medan makna tidak sama untuk setiap bahasa.
2.3  Teori Makna Kata
Seperti yang telah dijelaskan sebelumnya, semantik adalah ilmu yang mempelajari
tentang
makna. Dan untuk
memahami makna dalam komunikasi (Keraf, 2007:25), secara
garis  besarnya  makna  sendiri  terbagi  menjadi  dua
macam,  yaitu  makna  denotatif  dan
makna konotatif.
a.   Makna denotatif
Makna  denotatif  adalah  makna  dari  kata  atau  frase  yang  tidak  memiliki  makna
perasaan-perasaan tambahan.
Makna
denotatif sendiri
disebut
juga
dengan
beberapa
istilah (Keraf,2007:27-28) yaitu makna denotasional, makna kognitif, makna
konsepsual, makna ideasional, makna referensial ataupun makna proposional. Disebut
  
13
sebagai makna denotasional, referensial, konsepsual, atau ideasional, karena makna itu
menunjuk (detonate) pada referen, konsep atau ide tertentu dari suatu referen. Disebut
sebagai makna kognitif dikarenakan makna itu bertalian dengan kesadaran atau
pengetahuan. 
Dan 
disebut 
dengan 
makna 
proposional 
karena 
bertalian 
dengan
informasi dan pernyataan yang bersifat faktual. Makna ini merupakan makna yang
paling  dasar  dari  sebuah  kata.  Bagi  seorang  penulis 
yang 
ingin  menyampaikan
informasi
misalnya,
dalam
bidang
ilmiah, akan lebih menggunakan kata-kata yang
mermakna denotatif agar tidak menimbulkan keambiguan makna atau hal yang
disampaikan ataupun interpretasi tambahan.
b.   Makna Konotatif
Makna
konotatif
adalah
makna
dari
kata atau
frase
yang
memiliki
arti
tambahan,
perasaan tambahan ataupun suatu nilai tertentu,  diluar makna dasarnya sendiri. Makna
konotatif sebagian
terjadi karena pembicara ingin
menimbulkan perasaan setuju-tidak
setuju,  senang-tidak 
senang,dan 
sebagainya  pada 
pihak  pendengar,di 
lain 
pihak
katakata yang dipilih itu memperlihatkan
bahwa
pembicaranya
juga
memendam
perasaan yang sama (Keraf,2007:29). Makna ini biasanya akan digunakan penulis atau
pembicara untuk menyampaikan emosi-emosi tambahan yang diharapkan akan
ditangkap oleh pembaca maupun pendengar.
2.4 Teori majas
Sebuah
makna
konotasi
dan
makna
denotasi berhubungan erat dengan penggunaan
majas. Menurut Keraf (2007:113) mendefinisikan gaya bahasa atau majas sebagai cara
mengungkapkan  pikiran 
melalui  bahasa  secara  khas  yang 
memperlihatkan  jiwa  dan
  
14
kepribadian  penulis.  Majas 
memungkinkan 
kita 
dapat 
menilai 
pribadi, 
watak, 
dan
kemampuan seseorang yang mempergunakan bahasa itu.
Menurut Pateda (2001:233) dijelaskan pengertian majas sebagai berikut
1.
Pemanfaatan atas kekayaan bahasa oleh seseorang dalam bertutur atau menulis
2.
Pemakaian ragam tertentu untuk memperoleh efek tertentu
3.
Keseluruhan ciri bahasa sekelompok penulis sastra
4.
Cara khas dalam menyatakan pikiran dan perasaan dalam bentuk tulisan atau lisan.
2.4.1 Teori Majas Metafora
Metafora berasal dari bahasa Yunani ‘metaphora’yang berarti ‘memindahkan’. Istilah
tersebut memiliki kata dasar meta yang berarti diatas;
melebihi dan pherein
yang berarti
yang berarti membawa. Sebagai perbandingan langsung metafora tidak menggunakan kata-
kata
yang
menyatakan
persamaan
secara
eksplisit
.
Sehingga
di
dalam metafora,
tidak
terdapat  kata-kata  seperti,  ibarat,  bak,  sebagai,  umpama,  laksana  sebagaimana  halnya
simile (Keraf,2007:139). Struktur dasar
metafora
yaitu ada sesuatu
yang dibicarakan dan
ada sesuatu yang dipakai sebagai perbandingan. Itu sebabnya Badudu (2007:70)
mengatakan
bahwa
majas
metafora
adalah majas yang memperbandingkan suatu benda
dengan benda lain.
2.5  Teori Pengkajian Puisi
Sebelum memulai pembahasan
mengenai teori pengkajian puisi, penulis akan
terlebih
dahulu memberikan penjelasan tentang puisi dan hubungannya dengan lirik lagu terlebih
dahulu
dikerenakan
penulis akan
menggunakan
lirik
lagu
sebagai sumber
analisis data.
  
15
Lalu
kemudian,
penulis
akan
membahas
teori pengkajian
puisi
yang
menjadi
landasan
dalam melakukan analisis lirik lagu yang digunakan oleh penulis.
2.5.1  Sekilas Mengenai Puisi dan Lirik Lagu
Penulis akan menjelaskan terlebih dahulu mengenai puisi dan lirik. Menurut Waluyo
(1995:1) puisi adalah bentuk kesusastraan
yang
paling
tua, dan puisi tidak hanya
dipergunakan   untuk   penulisan   karya   besar   saja   namun   ternyata   puisi   juga   erat
hubungannya
dengan kehidupan
kita
sehari-hari.
Puisi
inilah
yang
biasanya kita dengar
dari
lagu-lagu atau
nyanyian
yang tidak
semata kita dengarkan
atau
kita
nikmati
hanya
karena musik atau melodi yang indah, 
tetapi juga didukung oleh isi puisi atau lirik yang
mampu menghibur . Puisi atau lirik lagu telah banyak diciptakan dan didendangkan oleh
banyak penyanyi dari berbagai kurun waktu yang lama dan tetap menarik perhatian
minatnya, hal itu dikarenakan oleh puisi tersebut akan selalu diperbaharui oleh penyairnya
(dalam hal ini adalah penulis
lirik
lagu tersebut). Nyanyian
yang yang banyak dilagukan
adalah  contoh  puisi  yang  populer  (Waluyo,1995:2).  Bahasa  yang  digunakan  haruslah
bahasa
yang mudah dipahami karena pendengar 
harus cepat
memahami
is lagu tersebut
sementara  lagu  didendangkan.  Konsentrasi  bahasa 
yang  digunakan  dalam  nyanyian
tersebut kurang intens dibandingkan dengan puisi.
Dalam puisi konsentrasi bahasa
lebih
intens daripada prosa. Majas, rima, ritma, dan diksi disusun secara lebih seksama
dibandingkan dengan lirik lagu populer.
Puisi   sendiri   diciptakan   dalam   suasana   perasaan   yang   intens   yang   menuntut
pengucapan jiwa yang spontan dan padat. Dalam puisi lirik lagu akan berbicara tentang
jiwanya
sendiri
yang
dimana
secara
tidak
langsung
akan
mengungkap
dirinya
sendiri.
  
16
Setiap puisi pasti berhubungan dengan penyairnya, karena puisi diciptakan dengan
mengungkapkan diri penyair sendiri (Waluyo,1995:2). Dalam puisi, aku lirik memberikan
tema, nada, perasaan dan amanat. Rahasia dibalik majas, diksi, imaji, kata konkret, dan
versifikasi  akan 
dapat  dinilai 
dengan 
tepat 
jika 
kita  berusaha 
memahami 
rahasia
penyairnya. Kenyataan sejarah yang melatarbelakangi proses penciptaan puisi, mempunyai
peranan
yang
penting
dalam
memberikan
makna
puisi
itu
(Waluyo,1995:3).
Penafsiran
puisi yang mengacu pada kenyataan sejarah akan lebih konkret dan mendekati maksud
penyair yang sebenarnya. Disamping itu penulis juga berusaha memberikan nilai dari
sebuah puisi sesuai dengan jaman terciptanya dan norma estetika yang berlaku pada masa
pembuatan puisi tersebut.
Dalam menghadapi puisi, kita tidak hanya dihadapkan dengan unsur kebahasaan yang
meliputi
serangkaian
kata
indah,
tetapi
juga merupakan suatu bentuk pemikiran atau
struktur makna yang hendak disampaikan oleh penulisnya. Menurut Waluyo (1995:4) pada
dasarnya puisi dibentuk dari dua unsur pokok, yaitu struktur fisik yang berupa bahasa yang
digunakan
dan
struktur
batin atau
struktur
makna,
yaitu
pikiran
atau
perasaan
yang
disampaikan oleh penyair. Puisi adalah karya sastra , dan karya sastra bersifat imajinatif.
Sastra
bersifat
konotatif karena banyak menggunakan makna
kiasan
dan
majas,
dibandingkan
dengan
semua
jenis
karya
sastra
lainnya, puisi lebih
bersifat
konotatif.
Struktur batin puisi sendiri terdiri dari tema, nada, perasaan dan amanat. Sedangkan unsur
fisik puisi terdiri dari diksi, pengimajian, kata konkre, majas, ferifikasi, dan tipografi puisi
(Waluyo,1995:28). Sementara itu, menurut Pradopo (2005:7), ada tiga unsur yang
membentuk puisi, yang pertama adalah ide, pemikiran atau emosi. Yang kedua adalah
bentuk
dan
yang
ketiga
adalah
keasliannya.
Jadi,
puisi
membangkitkan
perasaan
yang
  
17
menimbulkan imajinasipanca indra dalam susunan yang berirama.semua itu akan direkam
atau   diekspresikan,   dinyatakan   dengan   menarik   dan   memberi   kesan.puisi   sendiri
merupakan  rekaman  dan  interpretasi  pengalaman  manusia  yang  penting,  dan  digubah
dalam bentuk yang mengesankan
Untuk memberikan pengertian puisi secara memuaskan akan cukup sulit. Menurut
Waluyo (1995:25) yang dimaksud dengan puisi tidak dapat dirangkum dalam satu kalimat
saja, beberapa pengertian yang dapat diuraikan adalah
a) 
Dalam 
puisi   terjadi   pengkonsentrasian   atau   pemadatan   segala   unsur
kekuatan bahasa;
b)  Dalam penyusunannya, unsur-unsur bahasa itu dirapikan, diperbagus, diatur
sebaik-baiknya dengan memperhatikan irama dan bunyi;
c) 
Puisi adalah ungkapan pikiran dan perasaan penyair yang berdasarkan mood
atau pengalaman jiwa dan bersifat imajinatif;
d)  Bahasa yang dipergunakan bersifat konotatif; hal ini ditandai dengan kata
konkret lewat pengimajian, pelambangan, dan pengiasan, atau dengan kata
lain dengan kata konkret atau bahasa figuratif;
e) 
Bentuk fisik dan bentuk batin puisi merupakan suatu bentuk kesatuan yang
bulat dan utuh menyaturaga tidak dapat dipisahkan dan merupakan kesatuan
yang padu. Bentuk fisik dan bentuk batin itu dapat ditelaah unsur-unsurnya
hanya  dalam  kaitannya  dengan  keseluruhan.  Unsur-unsur  itu  hanyalah
berarti dalam totalitasnya dengan keseluruhannya;
Jika dipaksa harus memberikan definisi puisi , kira-kira sebagai berikut:
“Puisi
adalah
bentuk
karya
sastra yang
mengungkapkan
pikiran
dan
perasaan
penyair secara imajinatif dan disusun dengan mengkonsentrasukan semua kekuatan
bahasa dengan pengkonsentrasian struktur fisik dan struktur batinnya.”
2.5.2
Teori Pengkajian Puisi Menurut Pradopo
Dalam menganalisis puisi atau dalam hal ini lirik lagu yang merupakan bagian dari
puisi,  penulisakan  menjelaskan  teori  yang  menjadi  dasar  dari  analisis  penelitian  ini.
Berikut adalah teori pengkajian puisi yang dinyatakan oleh Pradopo (2007).
  
18
Pradopo
(2007:14)
mengemukakan
bahwa
pengkajian
puisi
terdiri dari
dua
bagian.
Yang pertama yairu analisis struktur puisi
berdasarkan lapis normanya yang merupakan
fenomena puisi yang ada. Lapisan
norma
yang pertama
adalah lapis bunyi. Bila orang
membaca puisi
makan akan terdengar rangkaian bunyi atau intonasi, tetapi suara tersebut
bukan
hanya
sekadar
suara
yang
dikeluarkan
saja,
akan
tetapi
suara
yang
dikeluarkan
sesuai dengan konvensi bahasa, disusun begitu rupa hingga menimbulkan arti. Dengan
adanya lapis bunyi yang ditangkap oleh para pendengarnya maka timbul lapis kedua, yaitu
lapis  arti.  Lapis  arti  berupa  rangkaian  fonem,  suku  kata  ,  kata  ,  frase,  dan  kalimat.
Semuanya itu merupakan satuan-satuan arti, rangkaian satuan-satuan arti ini menimbulkan
lapisan ketiga, yaitu berupa latar, pelaku, objek yang dikemukakan, dan dunia pengarang
yang berupa cerita atau lukisan (Pradopo,1990:15).
Bagian kedua adalah analisis satu per satu yang membicarakan kaitan antar unsur dan
sarana-sarana
kepuitisan
yang
menyeluruh.
Akan tetapi,
unsur-unsur kepuitisan tersebut
dibicarakan berdasarkan konteksnya juga, tidak sebagai hal yang sama sekali terpisah dan
berdiri sendiri. Dalam analisis bagian
ini,
lapis norma puisi dilihat
hubungan keseluruhan
dalam sebuah sajak yang utuh. Dengan dianalisis secara menyeluruh dan dalam kaitannya
yang erat, maka makna sajak dapat ditangkap dan dipahami seutuhnya (Pradopo,1990:117-
118).
Untuk
memahami
makna
secara
keseluruhan, sajak
perlu
perlu
dianalisis
secara
struktural.
Analisis
struktural
adalah
analisis
yang
melihat
bahwa
unsur
struktur
sajak
saling terhubung dan saling menentukan artinya. Disamping itu, karena sajak merupakan
struktur
tanda
yang
bermakna
dan
bersistem, maka
analisis
ini
juga
disatukan
dengan
analisis semiotik. Sesungguhnya, untuk mendapatkan makna sajak sepenuhnya, disamping
  
19
analisis
secara
struktural
dan
semiotik,
maka analisis
sajak tidak dapat
dipisahkan dari
kerangka
sejarah
sastranya.
Selain dianalisis secara
struktural
dan
semiotik,
sajak
juga
perlu dianalisis dengan secara
intertekstual, yaitu dengan
melihat hubungan antar teksnya
dengan
sajak
sebelumnya.
Begitu
pula
latar
belakang
sosial budaya juga tidak dapat
dipisahkan dalam memberikan makna sajak yang dianalisis (Pradopo,1990:118).