BAB 2
LANDASAN TEORI
2.1
Ergonomi
Ergonomi berasal dari
bahasa
Latin
yaitu
Ergon
(kerja)
dan
Nomos
(hokum
alam)
dan
dapat
didefinisikan sebagai
studi
tentang
aspek-aspek
manusia
dalam
lingkungan
kerjanya
yang
ditinjau
secara
anatomi,
fisiologi
psikologi,
engineering
dan
desain/perancangan. Ergonomi
berhubungan
dengan
optimasi,
efisiensi,
kesehatan, keselamatan dan kenyamanan manusia di tempat kerja, di rumah ataupun
di tempat rekreasi.
Ergonomi juga disebut dengan human factor yang berarti menyesuaikan tempat
kerja dengan
manusianya. Penerapan ergonomi pada
umumnya
merupakan aktifitas
rancang
bangun
(desain) ataupun
rancang
ulang
(redesain). Hal
ini
dapat
meliputi
perangkat keras
(hardware)
maupun
perangkat lunak
(software).
Perangkat keras
berkaitan dengan mesin (perkakas kerja/tools, alat peraga/display, conveyor dan lain-
lain)
sedangkan perangkat
lunak
lebih
berkaitan
dengan
sistem
kerjanya
seperti
penentuan jumlah istirahat, pemilihan jadwal pergantian shift kerja, rotasi pekerjaan,
prosedur kerja dan lain-lain.
Semuanya itu untuk menciptakan lingkungan kerja yang dapat :
Mengurangi angka cedera dan kesakitan dalam pekerjaannya
Menurunkan biaya perawatan kecelakaan kerja
  
20
Menurunkan kunjungan berobat
Mengurangi waktu ketidakhadiran pekerja
Meningkatkan produktivitas, kualitas dan keselamatan kerja
Meningkatkan nilai tingkat kenyamanan pekerja dalam bekerja
2.2
Bahaya atau Resiko Ergonomi
Faktor
resiko
yang
terpenting dari
pengabaian
faktor
ergonomi
dalam
tempat
kerja  adalah  musculoskeletal  disorders (MSDs).  Gangguan  otot  (MSDs)  adalah
cedera
atau
gangguan pada
otot,
saraf,
tendon,
sendi,
tulang
rawan,
dan
tulang
belakang.
MSDs
ini
memungkinkan
timbul
dalam
jangka
waktu
yang cukup
lama
(adanya kumulatif resiko). Adapun faktor-faktor yang memicu MSDs ini antara lain:
Pekerjaan yang berulang-ulang dilakukan.
Postur tubuh yang tidak nyaman
Kecepatan gerakan
Putaran pada sendi
Getaran
Kedinginan
Untuk
mengukur suatu resiko pekerjaan dari
segi ergonomi, terdapat beberapa
metode
yang
digunakan dan
salah
satunya
yaitu
Rapid
Entire
Body
Assessment
(REBA).
Untuk
memperbaiki posisi
kerja
secara
ergonomi
maka
dapat
dilakukan
dengan pembuatan alat bantu pekerjaan dan penyesuaian postur kerja yang lebih baik.
  
21
2.3
Rapid Entire Body Assessment (REBA)
Rapid
Entire
Body
Assessment
dikembangkan
oleh
Dr.
Sue
Hignett
dan
Dr.
Lynn Mc Atamney merupakan ergonom dari universitas di Nottingham (University of
Nottingham’s Institute of Occuptaional Ergonomic).
Rapid  Entire  Body  Assessment  adalah sebuah  metode  yang dikembangkan
dalam bidang ergonomi dan dapat digunakan secara cepat untuk menilai posisi kerja
atau
postur
leher, punggung,
lengan pergelangan tangan dan kaki
seorang operator.
Selain itu metode ini juga dipengaruhi faktor coupling, beban eksternal yang ditopang
oleh
tubuh
serta
aktifitas
pekerja.
Penilaian
dengan
menggunakan REBA
tidak
membutuhkan
waktu
yang
lama
untuk
melengkapi
dan
melakukan
scoring
general
pada
daftar aktivitas
yang
mengindikasikan perlu
adanya pengurangan resiko
yang
diakibatkan postur kerja operator (Mc Atamney, 2000).
Metode ergonomi tersebut
mengevaluasi postur, kekuatan, aktivitas dan
faktor
coupling
yang
menimbulkan cidera akibat
aktivitas yang
berulang–ulang. Penilaian
postur kerja dengan metode ini dengan cara pemberian skor resiko antara satu sampai
lima
belas,
yang
mana
skor tertinggi menandakan level
yang
mengakibatkan resiko
yang
besar
(bahaya)
untuk
dilakukan dalam
bekerja.
Hal
ini
berarti
bahwa
skor
terendah akan menjamin pekerjaan yang diteliti bebas dari ergonomic hazard. REBA
dikembangkan 
untuk 
mendeteksi  postur 
kerja 
yang 
beresiko 
dan 
melakukan
perbaikan sesegera mungkin.
REBA
dikembangkan tanpa
membutuhkan
piranti
khusus.
Ini
memudahkan
peneliti
untuk
dapat dilatih
dalam
melakukan
pemeriksaan dan pengukuran
tanpa
  
22
biaya
peralatan
tambahan.
Pemeriksaan REBA
dapat
dilakukan
di
tempat
yang
terbatas tanpa menggangu pekerja. Pengembangan REBA terjadi dalam empat tahap.
Tahap  pertama  adalah  pengambilan  data  postur  pekerja  dengan  menggunakan
bantuan video atau foto, tahap kedua adalah penentuan sudut–sudut dari bagian tubuh
pekerja,  tahap  ketiga  adalah  penentuan  berat  benda  yang  diangkat,  penentuan
coupling dan penentuan aktivitas pekerja. Dan
yang
terakhir, tahap keempat adalah
perhitungan
nilai
REBA
untuk postur
yang
bersangkutan.
Dengan didapatnya nilai
REBA tersebut dapat diketahui level resiko dan kebutuhan akan tindakan yang perlu
dilakukan untuk perbaikan kerja.
Penilaian postur dan pergerakan kerja menggunakan metode REBA melalui tahapan–
tahapan sebagai berikut (Hignett dan McAtamney, 2000):
1.   Pengambilan data postur pekerja dengan menggunakan bantuan video atau foto.
Untuk
mendapatkan gambaran
sikap
(postur)
pekerja
dari
leher,
punggung,
lengan,
pergelangan tangan
hingga
kaki
secara
terperinci
dilakukan
dengan
merekam atau memotret postur tubuh pekerja. Hal ini dilakukan supaya peneliti
mendapatkan  data  postur  tubuh  secara  detail 
(valid),  sehingga  dari 
hasil
rekaman
dan
hasil
foto
bisa
didapatkan data
akurat
untuk
tahap
perhitungan
serta analisis selanjutnya.
2. 
Penentuan
sudut–sudut dari
bagian
tubuh
pekerja.
Setelah
didapatkan
hasil
rekaman dan
foto postur tubuh dari pekerja dilakukan perhitungan besar sudut
dari
masing –
masing
segmen
tubuh
yang
meliputi
punggung
(batang
tubuh),
leher,
lengan atas,
lengan bawah, pergelangan
tangan dan kaki. Pada
metode
  
23
REBA
segmen –
segmen tubuh
tersebut dibagi
menjadi dua kelompok,
yaitu
grup
A
dan
B.
Grup
A
meliputi punggung
(batang
tubuh),
leher
dan
kaki.
Sementara grup
B
meliputi lengan atas, lengan bawah dan pergelangan tangan.
Dari
data
sudut
segmen
tubuh
pada
masing–masing grup
dapat
diketahui
skornya, kemudian dengan skor tersebut digunakan untuk melihat tabel A untuk
grup
A
dan
tabel B
untuk
grup
B
agar
diperoleh
skor
untuk
masing–masing
tabel.
Gambar 2.1 Range Pergerakan Punggung
Tabel 2.1 Skor Pergerakan Punggung
  
24
Gambar 2.2 Range Pergerakan Leher
Tabel 2.2 Skor Pergerakan Leher
Gambar 2.3 Range Pergerakan Kaki
  
25
Tabel 2.3 Skor Pergerakan Kaki
Gambar 2.4 Range Pergerakan Lengan Atas
Tabel 2.4 Skor Pergerakan Lengan Atas
  
26
Gambar 2.5 Range Pergerakan Lengan Bawah
Tabel 2.5 Skor Pergerakan Lengan Bawah
  
27
Gambar 2.6 Range Pergerakan Pergelangan Tangan
Tabel 2.6 Skor Pergerakan Pergelangan Tangan
Tabel 2.7 Tabel A Skor REBA
  
28
Tabel 2.8 Tabel B Skor REBA
Tabel 2.9 Tabel C Skor REBA
  
29
Tabel 2.10 Tabel Resiko Ergonomi
REBA Score
Risk Level
1
Diabaikan
2
-
3
Low
4
-
7
Medium
8
-
10
High
11 - 15
Very High
2.4
Quality Control Circle (QCC)
Menurut Japanese Union of Scientists and Engineers (JUSE) (1991, p7), QCC
atau Gugus Kendali Mutu (GKM) adalah suatu kelompok kecil yang secara sukarela
mengadakan
kegiatan
pengendalian
mutu  di  dalam
tempat  kerja  mereka  sendiri.
Setiap
anggota
kelompok
berpartisipasi penuh
secara
terus
menerus
(berkesinambungan), sebagai
bagian
dari
kegiatan
kendali
mutu
menyeluruh
perusahaan,
mengembangkan diri
serta
pengembangan
bersama,
pengendalian
dan
perbaikan di dalam tempat kerja dengan menggunakan teknik-teknik kendali mutu.
QCC
merupakan
mekanisme
formal
dan
dilembagakan yang
bertujuan
untuk
mencari
pemecahan pesoalan dengan
memberikan tekanan
ada
partisipasi
dan
kreativitas di
antara
karyawan.
Setiap
QCC
juga
bertindak
sebagai
mekanisme
pemantauan
yang
membantu
organisasi
dalam
menyesuaikan diri
dengan
lingkungannya dan
dalam
memantau
kesempatan,
tidak
menunggu
bergerak
jika
persoalan
timbul
dan  tidak  menghentikan
kegiatannya
jika  suatu
persoalan
telah
  
30
ditemukan
dan
dipecahkan.
Secara
lebih
terinci, ciri-ciri
umum
atau
karakteristik
QCC dikemukakan Crocker, et.al, (2004, p10) sebagai berikut :
QCC  mempunyai  tujuan 
untuk 
meningkatkan  komunikasi,  terutama 
antara
karyawan dengan manajemen serta mencari dan memecahkan persoalan.
Organisasinya terdiri dari satu orang kepala dengan beberapa orang anggota yang
berasal dari
satu bidang pekerjaan. QCC juga
memiliki
seorang koordinator dan
satu
atau   lebih  
fasilitator   yang   bekerja   erat   dengan   gugus.   Fasilitator
mempersiapkan program
latihan,
memberikan
latihan
dan
bimbingan yang
terus
menerus
bagi para
kepala
gugus
dan
atas
permintaan
memberikan
latihan bagi
anggota tim.
Partisipasi
anggota
dalam
gugus
bersifat
sukarela,
sedangkan partisipasi
kepala
mungkin sukarela, mungkin tidak.
Didalam ruang
lingkup persoalan
yang dianalisis oleh gugus, tidak bisa
memilih
sendiri
persoalan
yang
akan
dibahasnya; persoalan
itu
bukan
berasal
dari
bidangnya
sendiri
dan
persoalannya tidak
terbatas pada
mutu
tetapi
mencakup
produktivitas,  biaya  keselamatan  kerja, 
moral  dan  lingkungan  serta  bidang
lainnya.
Latihan  formal  dalam  hal  teknik  pemecahan  persoalan  biasanya  merupakan
bagian dari pertemuan gugus.
Pertemuan
dilakukan
biasanya satu
jam
per
minggu.
Pertemuan
dilakukan baik
dalam
jam
kerja
formal
dengan
persetujuan
pengawas
dan  di  luar  jam
kerja
  
31
berdasarkan inisiatif
karyawan
sendiri.
Pertemuan
dipimpin
kepala
kelompok.
Dalam
rangka
QCC,
Kepala
kelompok
tidak
mempunyai kekuasaaan terhadap
anggota lainnya akan tetapi lebih berperan sebagai moderator.
2.5
8 Steps
2.5.1
Menentukan Tema
Tema
merupakan masalah
yang
akan
diangkat
untuk dianalisa,
dicari
penyebabnya dan
ditanggulangi. Sedangkan
yang dimaksud sebagai
masalah
yakni sesuatu yang dianggap :
-
Menyimpang dari keinginan
-
Menyimpang dari target
-
Menyimpang dari standar
2.5.2
Menentukan Target
Target
adalah tujuan
atau kondisi
ideal
yang
harus
dicapai
pada
suatu
proses. Dalam menentukan target, hal-hal yang perlu diperhatikan antara lain :
-
S – specific: Judulnya jelas
-
M – measurable : Nilai dan satuannya jelas
-
A – achievable : Dapat dicapai
-
R
reasonable atau Realistic : Alasannya masuk akal atau Realistis
-
T
time base : Waktunya jelas
Dasar dalam menentukan target yaitu :
-
Hasil dari analisa kondisi yang ada
  
32
-
Target yang ditetapkan oleh Perusahaan
-
Target konsumen
-
Kondisi terbaik yang pernah dicapai
2.5.3 Analisa Kondisi yang Ada
Langkah ketiga
adalah
analisa
kondisi
yang
ada,
yaitu
melakukan
penyelidikan dan
analisa
secara
lebih
teliti
dengan
tujuan
menemukan
akar
masalah
utama
atau
mendapatkan fakta
dan
data
tentang
penyimpangan atau
kondisi-kondisi tidak baik yang berhubungan dengan akar permasalahan.
Dua
aktifitas
utama
yang
dilakukan pada
tahap
ini
yaitu
melakukan
penyederhanaan masalah
(jika
masalah
masih
terlalu
luas)
dan
melakukan
pengecekan
ke tempat
terjadinya
masalah (genba).
Dimana dalam
melakukan
genba terdapat hal yang utama, antara lain :
-
Menyelidiki proses dimana masalah tersebut terjadi.
-
Menyelidiki kronologis terjadinya masalah sehingga kapan dan bagaimana
terjadinya masalah itu dipahami dengan baik.
-
Mengumpulkan
fakta
dan
data tentang
kondisi-kondisi
yang kurang baik
dan penyimpangan yang terjadi.
2.5.4 Analisa Sebab Akibat
Pada
langkah
analisa
penyebab, pekerjaan yang
akan
dilakukan yaitu
menyelidiki,
menguji
penyebab-penyebab yang
mungkin
untuk
menemukan
penyebab utama dari akar permasalahan.
  
33
Berdasarkan data dan informasi penting yang didapat pada langkah analisa
kondisi
yang
ada
maka
dilakukan
pengelompokkan penyebab-penyebab
yang
mungkin dan menguji penyebab-penyebab tersebut untuk menemukan penyebab
utama.
2.5.5 Rencana Penanggulangan
Pada
langkah
rencana
penanggulangan dilakukan
perencanaan
terhadap
penanggulangan yang
efektif
untuk
menghilangkan
penyebab
utama.
Dalam
merencanakan penanggulangan didasarkan pada kriteria berikut:
-
Dampak
:
Seberapa besar masalah tersebut bisa dihilangkan?
Mampukah menuntaskan masalah?
-
Teknis
:
Apakah penggulangan dapat dilakukan ?
Apakah mudah dioperasikan?
-
Ekonomis
:
Berapa keuntungan yang akan didapat?
2.5.6 Pelaksanaan Penanggulangan
Pada
langkah
ini
dilakukan
tindakan
untuk
menanggulangi penyebab
masalah
sesuai
dengan
rencana
yang
telah
ditentukan. Dalam
melaksanakan
penanggulangan, ikut
sertakan
orang
yang
terkait
dengan
masalah
tersebut
kemudian pastikan tidak
menimbulkan masalah baru
dan
mendokumentasikan
data dan hal-hal penting yang ditemui.
2.5.7 Evaluasi Hasil Perbaikan
Evaluasi
hasil
adalah
langkah
mengevaluasi tingkat
keberhasilan
dan
keuntungan  yang  diperoleh  dari  penanggulangan  yang  telah  dilakukan.  Ini
  
34
dilakukan  dengan  membandingkan
kondisi  sebelum  dan  sesudah  perbaikan
dengan menggunakan tolak ukur yang sama.
2.5.8 Standarisasi dan Tindak Lanjut
Standarisasi diperlukan untuk mencegah masalah yang sama akan muncul
kembali. Hal
ini sangat penting, jika
tidak
ada standar
maka orang baru tidak
akan
memahami proses
dengan
baik
dan
jika
tidak ada
standar
maka
teknisi
lama dapat lupa akan standar.
Dalam  membuat  standar,  setiap  bagian  dari  suatu  standar  diperjelas
dengan metode 5W + 1 H.
2.6
7 Tools
Menurut Direktorat Jenderal Industri dan Dagang Kecil Menengah Departemen
Perindustrian
dan
Perdagangan
(2003,pp6-15)
dalam
implementasinya, 8
langkah
QCC  menggunakan beberapa
alat  bantu,
yaitu
Tools dan  brainstorming tetapi
dalam prakteknya tidak semua alat dari 7
Tools
dan brainstorming
akan digunakan
dalam
metode
ini,
tetapi penggunaannya
disesuaikan dengan
kebutuhan
dari setiap
langkah sehingga akan didapatkan hasil yang optimal.
2.6.1
Check Sheet (Lembar Pemeriksaan)
Check Sheet adalah
merupakan alat
yang mutlak diperlukan bagi mereka
yang melaksanakan penelitian dan pengendalian kualitas atau kuantitas barang
ataupun
jasa.
Karena
dari
data
yang
didapat
atau
dikumpulkan dapat
mengambil  suatu  gambaran,  kesimpulan  ataupun  keputusan  yang  akurat.
  
35
Tanpa
mempunyai data
membuat
pengambilan kesimpulan atau
keputusan
ataupun
rencana
tindakan
hanya berdasarkan
kira-kira
saja,
sehingga
bukan
suatu yang mustahil akhirnya kesimpulan atau keputusan akan jauh dari
yang
diharapkan.
Hal-hal
yang
perlu
diperhatikan dalam
membuat
Check
Sheet,
antara lain :
•   Sasarannya harus jelas.
•   Keterangan yang diperlukan memenuhi sasaran.
•   Dapat diisi dengan mudah dan cepat.
•   Dapat disimpulkan dengan cepat.
Secara umum Check Sheet dibagi dalam 3 jenis dengan fungsinya masing-masing
yaitu:
1.   Check Sheet
Suatu
lembaran
yang
berisi
bahan-bahan keterangan
yang
telah
ditentukan  sasaran  atau  keperluannya  dengan  kolom  jumlah  atau  ukuran
barang
atau
kegiatan
yang
diperiksa dengan
penentuan waktu
yang
teratur
ataupun bebas. Adapun fungsi Check Sheet adalah sebagai berikut:
•   Untuk menghitung jumlah produksi atau jasa yang dihasilkan.
•   Untuk menghitung kerusakan atau kesalahan produk yang dibuat.
•   Untuk mengukur bentuk (panjang atau volume hasil produksi).
•   Untuk mengukur keadaan, kondisi alat atau hasil produksi.
•   Untuk mengukur waktu proses pekerjaan.
  
36
2.   Check List
Suatu
lembaran
yang
berisi
bahan-bahan keterangan
yang
telah
ditentukan 
sasaran 
atau 
keperluannya,  kegiatan 
yang 
dicocokkan
keberadaanya atau jumlahnya dengan penentuan waktu yang tertentu. Adapun
fungsi Check List adalah sebagai berikut:
Untuk mencocokkan ukuran hasil produksi dengan standar.
Untuk mencocokkan jumlah pengiriman dengan pesanan.
Untuk mencocokkan barang dengan jumlah yang dibawa atau dikirim.
Untuk mengontrol jenis barang yang dibeli.
3.   Check Drawing
Suatu lembaran yang berisi gambar barang yang telah ditentukan untuk
diperiksa keadaannya dan
setiap
barang
menggunakan lembar
yang
berbeda.
Adapun fungsi Check drawing adalah sebagai berikut :
Untuk menunjukkan posisi atau lokasi kerusakan.
Untuk mencocokkan posisi pemasangan bagian barang produksi.
Untuk pengontrolan lokasi masalah yang akan telah diselesaikan.
2.6.2
Stratifikasi
Merupakan suatu teknik untuk mengklasifikasikan data sehingga dapat
dengan 
mudah  dianalisis. 
Jenis 
klasifikasi, 
meliputi 
jenis  kerusakan,
penyebab
kerusakan, lokasi
kerusakan, waktu,
area
kerja,
operator,
jenis
kesalahan, pelanggan, dan proses kerja.
  
37
2.6.3
Diagram Pareto
Menurut
Nasution (2004,
p114),
Diagram pareto
adalah
diagram
yang
dikembangkan oleh seorang ahli ekonomi Italia yang bernama Vilfredo Pareto
pada
abad
ke-19.
Diagram
pareto
digunakan untuk
memperbandingkan
berbagai kategori kejadian yang disusun menurut ukurannya, dari yang paling
besar disebelah kiri ke
yang paling kecil di sebelah kanan. Susunan
tersebut
membantu kita untuk menentukan penting prioritas kategori kejadian-kejadian
atau sebabsebab kejadian yang dikaji
atau
untuk
mengetahui masalah utama
proses. Dengan bantuan diagram pareto tersebut, kegiatan akan
lebih efektif
dengan
memusatkan perhatian
pada
sebab-sebab yang
mempunyai
dampak
yang paling besar
terhadap kejadian daripada
meninjau berbagai sebab pada
suatu ketika.
Menurut
Direktorat Jenderal
Industri
dan
Dagang
Kecil
Menengah
Departemen  Perindustrian  dan  Perdagangan  (2003,  p7),  Diagram  pareto
adalah
kombinasi dua
macam
bentuk
grafik
yaitu
grafik
kolom
dan
grafik
garis, berguna untuk :
Menunjukkan masalah utama atau pokok masalah.
Menyatakan
perbandingan
masing-masing
masalah
terhadap
keseluruhan.
Menunjukkan perbadingan masalah sebelum dan sesudah perbaikan.
Langkah-langkah pembuatan Diagram Pareto, antara lain :
  
38
Langkah 1 :   Menentukan
bagaimana
data  harus  diklasifikasikan
menurut
pelaksanaan pekerjaan.
Langkah 2 :   Menetukan periode waktu yang diperlukan untuk mempelajari
dan
buat
lembar
isian
(check sheet)
yang
mencakup periode
waktu
dari
semua
klasifikasi data
yang
mungkin,
kemudian
mengumpulkan datanya
Langkah 3 :   Menghitung
data  untuk  seluruh
periode
waktu  dan  catatlah
jumlah waktu total.
Langkah 4 :   Gambarlah sumbu horisontal dan vertikal pada kertas
grafik.
Bagilah
sumbu
horisontal ke
dalam
bagian
yang
sama,
satu
bagian
untuk
tiap
kelompok. Skala
sumbu
vertikal
dibuat
sedemikian rupa sehingga titik puncak sumbu vertikal tersebut
menggambarkan suatu
jumlah
yang
sama
dengan
jumlah total
dari semua kelompok.
Langkah 5 :   Gambar data ke dalam bentuk kolom. Mulailah dari sisi
sebelah 
kiri 
dari 
grafik 
tersebut 
dengan  kelompok 
yang
semakin kecil.
Bila
ada
kelompok
yang
disebut
“lain-lain“
gambarkanlah kelompok
itu
pada
bagian
yang
paling
akhir
setelah kelompokyang paling kecil.
Langkah 6 :   Gambarlah garis kumulatif. Mulailah dengan
menggambar
garis diagonal memotong kolom yang pertama, dengan dimulai
dari
dasar
pada
sudut
kiri
(titik
nol).
Dari
bagian
atas
sudut
  
39
kanan pada
kolom
pertama,
lanjutkan garis
ini
ke arah
yang
baru
dengan
menggerakkannya kearah
kanan
yang
jaraknya
sama
dengan
tinggi
kolom kedua,
dari
titik
tersebut
tariklah
garis
lurus
untuk
ruas
berikutnya, teruskan
ke
arah
kanan
dengan
jarak
yang
sama
dengan
lebar
kolom
dan
menuju
ke
atas dengan
jarak
yang
sama dengan
tingginya kolom
ketiga.
Ulangi terus sampai
ujung sudut kanan paling atas dari grafik
tercapai. Tinggi
garis komulatif pada titik
ini menggambarkan
jumlah data yang telah dikumpulkan.
Langkah 7 :  
Buat sumbu
vertikal
yang
lain
di
sebelah kanan
grafik,
dan
buat
skala
dari
0
100 %. Akhir dari
garis
komulatif
adalah
pada titik yang bertuliskan 100%.
Langkah 8 :   Tambahkan keterangan pada diagram pareto tersebut. Jelaskan
siapa
yang
telah
mengumpulkan data
tersebut,
kapan
dan
dimana, serta tambahan informasi apa saja yang penting untuk
mengidentifikasi data.
Tuliskan
tanggal
pembuatan
diagram
pareto tersebut, nama
anggota gugus
yang bertanggung jawab
atas persiapan diagram tersebut.
  
40
Diagram 2.1 Diagram Pareto
2.6.4
Diagram Sebab Akibat
Diagram Sebab
Akibat
(Fishbone)
merupakan diagram
yang
menggambarkan hubungan
antara
akibat
dengan
faktor
penyebabnya.
Penggunaan Analisis Sebab Akibat :
Untuk mengenal penyebab yang penting.
Untuk memahami semua akibat dan penyebab.
Untuk membandingkan prosedur kerja.
Untuk menemukan pemecahan yang tepat.
Untuk memecahkan hal apa yang harus dilakukan.
Untuk mengembangkan proses.
Langkah-langkah membuat diagram Sebab Akibat :
Langkah 1 : Gambarlah
sebuah
garis
horisontal
dengan
suatu
tanda
panah
pada ujung
sebelah
kanan
dan
suatu
kotak
didepannya.
Akibat
atau masalah yang ingin dianalisis di tempatkan dalam kotak.
Gambar 2.7 Langkah 1 Pembuatan Diagram Sebab Akibat
  
41
Langkah 2 : Tulislah penyebab utama (metode, bahan, alat dan manusia)
dalam kotak yang di
tempatkan sejajar dan agak
jauh dari
garis
panah utama. Hubungan kotak tersebut dengan garis panah yang
miring
ke
arah
garis
panah
utama.
Terkadang atau
mungkin
diperlukan
untuk
menambahkan lebih
dari
empat
macam
penyebab utama.
Gambar 2.8 Pembuatan Diagram Sebab Akibat
Langkah 3 : Tulislah
penyebab 
kecil   pada 
diagram 
tersebut 
di   sekitar
penyebab utama,
yang
penyebab kecil
tersebut
mempunyai
pengaruh terhadap penyebab utama.
Hubungkan
penyebab kecil
tersebut dengan
sebuah
garis
panah
dari penyebab
utama
yang
bersangkutan.
Gambar 2.9 Pembuatan Diagram Sebab Akibat
  
42
2.6.5
Histogram
Histogram merupakan
diagram,
hampir
sama
dengan
grafik
balok
digunakan
untuk
menggambarkan penyebaran
data.
Dengan
menggunakan
histogram maka data
akan
lebih
mudah dipahami. Histogram adalah
bentuk
dari
grafik
kolom
yang
memperlihatkan distribusi
yang
diperoleh bila
mana
data dalam bentuk angka telah terkumpul. Meskipun
suatu
histogram dibuat
berdasarkan
contoh
data,
namun
tujuannya
adalah
untuk
memberikan
saran
mengenai
kemungkinan distribusi
keseluruhan
data
(populasi)
yang
contoh
datanya
diambil.
Dalam
Histogram, nilai
dari
peubah
berkesinambungan
digambarkan
pada
sumbu
horisontal
yang
dibagi dalam
kelas
atau sel
yang
mempunyai ukuran
sama.
Biasanya
ada
satu
kolom
untuk
tiap
kelas
dan
tingginya
kolom
menggambarkan
jumlah
terjadinya
nilai
data
dalam
jarak
yang
digambarkan oleh
kelas.
Histogram ini
dipakai
untuk
menentukan
masalah dengan melihat bentuk dan sifat dispersi dan nilai rata-rata.
Langkah-langkah pembuatan Histogram :
Langkah 1 :   Kumpulkan data
minimal 30
sampai 50
dan sedapatdapatnya
lebih,
makin
banyak
datanya
makin banyak
kesimpulan yang
disarankan oleh data itu dapat dipercaya.
Langkah 2 :   Carilah
nilai
frekuensi
yang
terbesar
(L) dan
nilai
frekuensi
yang terkecil
(S)
dan
kurangi
untuk memperoleh bidang
yang
dicakup (jarak) : R= L – S.
  
43
Langkah 3 :   Menentukan jumlah kelas data dapat digunakan dengan rumus
Sturges yaitu :
k = 1 + 3.322 log
n Atau k vn, dimana k harus dijadikan bilangan bulat
k = jumlah kelas
n = jumlah frekuensi atau angka yang terdapat dalam data
Langkah 4 :   Untuk
memperoleh
interval
kelas
atau
panjang
kelas
adalah
dengan jarak dibagi jumlah kelas.
Langkah 5 :   Tentukan batas kelas, batas kelas ini merupakan kelipatan
berurutan dari
ukuran
kelas.
Angka
yang paling
kecil
adalah
kurang dari pada atau sama dengan nilai contoh yang terkecil.
Langkah 6 :   Buat
lembar hitungan
(tally
sheet)
dengan memasukkan data
angka
ke   dalam   kelas   yang  
telah   ditentukan.   Setelah
pemasukan
angka-angka sedemikian
selesai,
hitung
jumlah
frekuensi data pada setiap kelas.
Langkah 7 :   Gambarlah garis mendatar dan garis tegak pada selembar
kertas  grafik.
Pada  garis  horisontal,
tunjukkan
semua  batas
kelas dengan beri tanda “X” pada jarak yang sama. Periksalah
lembar
hitungan untuk
mencari
jumlah
tanda
hitungan yang
terbanyak
pada
suatu
kelas
tertentu dan
gambarkan skalanya
pada garis tegak sesuai dengan itu.
  
44
Langkah 8 :   Pindahkan data dari lembar hitungan ke kertas
grafik dengan
menggambar satu
kolom
pada
setiap
kelas
yang
tinggi
kolomnya
sebanding
dengan jumlah tanda
hitungan
yang
ada
di kelas tersebut.
Langkah 9 :   Tambahkan
suatu 
catatan 
pada 
histogram 
tersebut, 
yang
menunjukkan
siapa
yang
mengumpulkan data
kapan
dan
dimana,
serta
masukkan
informasi tambahan
apa
saja
yang
diperlukan untuk pengenalan data tersebut.
2.6.6
Scatter Diagram
Scatter
diagram
merupakan
diagram
yang
digunakan
untuk
menggambarkan  korelasi 
antara 
dua  kelompok 
data 
yang 
berpasangan.
Langkah-langkah pembuatan Scatter Diagram adalah sebagai berikut:
Langkah 1 :
Kumpulkan data dan masukkan dalam tabel.
Langkah
2
:
Gambarkan sumbu
tegak dan sumbu datar beserta skala
dan
keterangannya.
Langkah 3 : Gambarkan titik-titik koordinat data tersebut.
  
45
Diagram 2.2 Scatter Diagram
2.6.7
Grafik
Grafik
adalah kumpulan
data
yang
dinyatakan
dalam bentuk
gambar
secara sistematis. Adapun guna grafik adalah sebgaai berikut :
Mempermudah, memperjelas serta mempercepat pembacaan data.
Dapat memaparkan data yang lalu dan data yang baru sekaligus.
Dapat 
melihat  dengan 
jelas  perbadingan  dengan  data 
lain 
yang
berhubungan.
Untuk
membantu
atau
mempermudah
manganalisa
dalam
pengambilan keputusan.
Berbagai
jenis
grafik digunakan,
yang
pemakaiannya tergantung pada
tujuan analisis. Jenis-jenis grafik adalah :
Grafik Garis (Line Graph).
Grafik Kolom atau Balok (Bar Graph).
Grafik Lingkaran (Circle Graph).
  
46
Langkah-langkah pembuatan grafik :
Langkah 1 : Kumpulkan  sejumlah  data,  tentukan  jumlah  datanya  dan
sebutkan sumber datanya.
Langkah 2 : Temukan frekuensi data maksimum dan minimumnya.
Langkah 3 : Cantumkan secara jelas keterangan yang menunjukkan
nama
data (data dari apa).
Langkah 4 : Cantumkan periode pengumpulan data, dalam periode yang sama
dan kontinu.
Langkah 5 : Cantumkan secara jelas penunjukkan ukuran skala atau unit baik
untuk sumbu tegak maupun sumbu datar (untuk grafik garis atau
balok).
Langkah 6 : Petunjuk skala (garis kecil) terletak dibagian dalam sumbu
grafik.
2.7
The Toyota Way
The
Toyota
Way
bertujuan
untuk
menarik
dan
mempertahankan pelanggan
melalui
mobil
dan
servis
berkualitas tinggi
serta
secara
konsisten
memberikan
kepuasan pada pemilik mobil Toyota.
Konsep
dan
tindakan
tersebutlah yang
membuat
The
Toyota
Way
mampu
beradaptasi dengan berbagai budaya dan bahasa, memberikan nilai
tambah ke semua
bangsa yang mengaplikasikannya. The Toyota Way mendefinisikan bagaimana orang-
  
47
orang yang ada di keluarga Toyota di seluruh dunia menyerap semangat Toyota dan
mencapai standar tertinggi dalam bisnis mereka sehari-hari.
The Toyota Way
Menghargai
Orang Lain
Kaizen
Tantangan
Kaizen
Genchi Gembutsu
Teamwork
Toyota Way
Toyota Production System
Gambar 2.10 Pilar The Toyota Way
Dua pilar utama The Toyota Way adalah Menghargai Orang Lain dan Perbaikan
Berkelanjutan (Kaizen).
Perusahaan
selalu
berusaha
untuk
menjadi
yang
terbaik
melalui perbaikan berkelanjutan. Memupuk
sikap
menghargai sesama dan
meyakini
keberhasilan bisnis tercipta karena kontribusi
individual dan
teamwork yang efektif.
Kedua pilar tersebut diharapkan menjadi pandangan hidup dan kode etik untuk semua
anggota tim Toyota.
1.   Tantangan
Wujudkan impian dengan visi jangka panjang untuk menjawab tantangan dengan
keberanian dan kreativitas.
  
48
Menciptakan
nilai
melalui
aktivitas
manufaktur dan aktivitas
penyampaian
produk dan jasa.
•   Mempertahankan semangat untuk menjawab tantangan dari tiap anggota tim
•   Memiliki perspektif jangka panjang
•   Membuat keputusan melalui pertimbangan menyeluruh dan diskusi
2.   Kaizen
Kita
tingkatkan
bisnis
kita
melalui
pemikiran
inovatif
dan
perbaikan
berkelanjutan.
•   Mengadopsi pola pikir Kaizen dan pola pikir inovatif
•   Membangun sistem yang ramping dan terstruktur
•   Mempromosikan proses pembelajaran secara organisasional
3.   Genchi Gembutsu (Genba)
Kita
mempraktikkan
Genchi Gembutsu.
Langsung
ke
sumbernya
(gemba)
lihat
secara
langsung.
Kumpulkan
fakta
(data),
melakukan pemecahan masalah
dan
konsensus kemudian lakukan perbaikan sesuai dengan jadwal yang ditentukan.
•   Datangi gemba & lihatlah sendiri
•   Membangun konsensus yang efektif
•   Komitmen pada pencapaian
4.   Menghargai
Dengan  saling  memahami  dan  menghargai,  kita  mengambil  tanggung  jawab
untuk membangun rasa saling percaya.
  
49
Menghormati sesama teman kerja
Saling percaya dan saling bertanggung jawab
Komunikasi yang efektif dan jujur
5.   Teamwork
Mendorong pengembangan pribadi
yang profesional, berbagi kesempatan
untuk
memaksimalkan performa individu dan tim.
Komitmen untuk belajar dan mengembangan diri
Menghormati
individu,
mewujudkan
bahwa
kekuatan akan
diraih
jika
kita
menyatukannya dalam tim
2.8
Toyota Prodction System (TPS)
Toyota Production System merupakan kerangka kerja konsep dan metode untuk
meningkatkan
vitalitas
produk
melalui
peningkatan
kualitas
dan
di
saat
bersamaan
meningkatkan produktivitas dan penyerahan tepat waktu.
Toyota Production System akan menciptakan kebutuhan dan tantangan kreatif di
tempat
kerja.
Karyawan
tidak
bisa
bersantai
karena
keberhasilan sistem
ini
membutuhkan pengawasan
yang
konsisten
dan
serius.
Perbaikan
berkelanjutan
(kaizen)  membutuhkan
usaha  dan  keterlibatan
semua  karyawan  dan  manajemen.
Hasil
keseluruhannya
adalah
tempat
kerja
yang
lebih
aman,
efisien
dan
karyawan
yang bangga dengan produk dan servis yang mereka berikan.
  
50
1. Continuous-flow
Processing
Prasyarat
Heijunka
(Produksi
2. Pull System
Merata)
3. Takt Time
Konsep
Pilar
Prinsip
JIT
Production
TPS
JIDOKA
4. Automation
5. Visual Control
6. Separate work for people & machine
Tabel 2.11 Kerangka TPS
2.8.1
Just In Time (JIT) Production
Just
In
Time
yaitu
kegiatan
memproduksi
dan
mengirim
hanya
item
yang
diperlukan
dan
disaat
waktu
yang
dibutuhkan dengan
jumlah
yang
diperlukan.
JIT dapat menghilangkan waste inconsistencies dan permintaan yg tidak
beralasan  sehingga  dapat  memperbaiki
produktivitas.
Keuntungan
Just  In
Time :
Mengurangi pemborosan (Muda).
Mengurangi persediaan suku cadang dan mobil.
Mengurangi biaya penyimpanan.
Mengurangi transportasi dan perpindahan material.
  
51
?
Kualitas terintegrasi yang mengurangi pemborosan dan biaya.
Kiichiro
Toyoda
adalah
orang
pertama
yang
mengenalkan sistem
produksi
Just
In
Time.
Dia
memutuskan untuk
melakukan
proses
berbeda
untuk  jalur  perakitan,  hanya  item  dalam  jenis  dan  jumlah  tertentu  akan
diproses di jalur selanjutnya sesuai dengan kebutuhan.
2.8.2
JIDOKA
Jidoka
merupakan
suatu
perangkat
yang
dapat
menghentikan mesin
ketika
mendeteksi produk
cacat
sehingga
tidak
ada
produk
yang
cacat
dilanjutkan ke
proses
berikutnya. Dengan
Jidoka
seorang
operator
dapat
bekerja dengan lebih banyak mesin dan produktivitas meningkat pesat.
Gambar 2.11 JIDOKA
Dalam membangun kerangka TPS, Jidoka mempunyai prinsip-prinsip sebagai
berikut :
  
52
a.   Automation
Automation
merupakan prinsip
penghentian
mesin
dalam Jidoka.
Ketika
terjadi
masalah dalam
line
produksi,
mesin
dapat
berhenti otomatis.
Sehingga pada line produksi tersebut tidak memproduksi barang cacat dan
staf
hanya
akan
menangani
peralatan
yang
berhenti. Salah
satu
aplikasi
dari prinsip automation adalah Pokayoke.
Pokayoke 
yaitu 
alat 
atau 
sistem 
yang 
mampu 
mendeteksi 
kondisi
abnormal. Kata
pokayoke 
berasal 
dari  bahasa 
Jepang 
yang 
berarti
mistake-proofing atau
menjaga dari kesalahan”. Pada dasarnya pokayoke
adalah   suatu   metode   yang   sederhana   dan   relatif   ekonomis   untuk
mendeteksi adanya kondisi abnormal
tanpa
memerlukan konsentrasi atau
ketelitian operator
untuk menemukan kondisi abnormal
tersebut. Metode
tersebut dapat dikatakan relatif ekonomis karena dapat mengurangi adanya
defect
atau cacat sehingga
kerugian
industri
akibat
adanya produk
cacat
dapat diatasi.
Biasanya inspeksi atau kontrol kualitas dilakukan pada tahap akhir proses
produksi,
apabila
ternyata
sumber
kesalahan berada
pada
awal
proses
produksi,
maka biaya inspeksi untuk
merunut sumber kesalahan tersebut
akan
membutuhkan biaya
yang
besar.
Pokayoke
merupakan
pendeteksi
kondisi abnormal sejak dini, sehingga sumber dari kesalahan dapat segera
diperbaiki tanpa harus menunggu inspeksi setelah selesai proses produksi.
  
53
b.   Visual Control
Visual
control
adalah
metode
manajemen yang
efektif
menghasilkan
informasi dan fakta dalam bentuk yang dapat terlihat jelas kepada pekerja
dan manager sehingga kondisi operasional aktual dan target improvement
dapat diketahui oleh setiap orang. Ketika situasi abnormal dapat diketahui
secara
cepat
dan
akurat,
maka tidak
perlu
lagi
menghabiskan tenaga
dan
konsentrasi untuk
mengontrol situasi
yang
normal.
Menyusun
standar
adalah
langkah
pertama
yang
harus
dilakukan
untuk
mengetahui situasi
abnormal.
c.   Separate Man dan Machine
Memisahkahn manusia dan
mesin
merupakan komitmen
manajemen dan
karyawan
Toyota
bahwa
penggunaan mesin
dapat
membuat
pekerjaan
karyawan lebih ‘manusiawi’.