10
BAB 2
LANDASAN TEORI
2.1.
Supply Chain Management
Semakin
berkembangya
industri,
maka
persaingan
untuk
menyediakan
produk
yang
murah,
berkualitas dan
cepat
semakin
tinggi.
Hal
ini
memaksa
para
pelaku
industri
untuk
melakukan
perbaikan
di
beragai
bidang.
Perubahan
di
internal
saja
tidak
mencukupi
untuk
menghadapi
tantangan
tersebut,
tapi
dibutuhkan
juga peran
serta dari supplier, perusahaan transportasi dan
jaringan distributor. Kesadaran akan
hal
ini
maka
pada
awal
tahun
1990-an
lahirlah
konsep
baru
yang
disebut
Supply
Chain Management (SCM.)
Menurut  Monezka,  Trent,  and  Handfield 
menyebutkan  bahwa  SCM  adalah
sebuah konsep
yang
memiliki
dasar
untuk
mengatur dan
menggabungkan
sumber,
aliran
dan
kontrol
material
menggunakan semua
perspektif
sistem
melalui banyak
fungsi dan tingkatan supplier. Definisi lain menyatakan bahwa Supply Chain adalah
jaringan 
perusahaan-perusahaan  yang 
secara 
bersama-sama 
bekerja 
untuk
menciptakan dan menghantarkan suatu produk ke tangan pemakai akhir.
2.1.1
Komponen Supply Chain
1. Perencanaan
Merupakan strategic level dari SCM, yang digunakan untuk mengatur semua
sumber
yang
mengarah
pada
permintaan konsumen
terhadap
servis
dari
produk.
Tujuan
utama
dari
perencanaan
adalah
mengembangkan strategi
untuk
memonitor supply
chain
supaya
lebih
effisien,
murah
dan
menghasilkan kualitas dan nilai yang tinggi ke konsumen.
  
11
2. Pemilihan
Supplier
yang
dipilih
harus
dapat
memberikan pelayanan dan
barang
yang
terbaik
untuk produk yang akan kita buat. Perkuat proses
penentuan harga,
pengiriman dan pembayaran untuk analisa dan monitoring terhadap supplier.
3. Pembuatan
Menetapkan jadwal
untuk
produksi,
testing,
paking
dan
persiapan
untuk
pengiriman.   Merupakan 
bagian   terbesar   dalam   supply  chain  metric-
intensive,
dimana
level
kualitas
ditentukan beserta
output
produksi
dan
produktifitas dari pekerja
4. Pengiriman sering
disebut dengan
logistic
dimana terjadi pencocokan
order
dari
konsumen,
pengembangan jaringan
pergudangan,
memilih
metode
transpotrasi untuk
mengirim produk
ke
konsumen
dan
menyusun
system
faktur untuk penerimaan pembayaran.
5. Pengembalian
Untuk mengatasi problem part yang rusak dari supply chain. Dibuat jaringan
untuk menerima part yang cacat dan over stock dari konsumen dan retailer
yang memiliki hambatan dalam penerimaan part..
2.1.2
Aktivitas Supply Chain
Secara
garis  besar
aliran
supply  chain  dari  suatu
sumber
sampai
kepada
end
customer dapat dilihat pada gambar berikut :
Gambar 2.1. Alur supply chain
  
12
Dari
alur
supply
chain
pada
gambar
di  atas.
Menurut
Turban,
Rainer,
Porter
terdapat tiga macam Aktifitas rantai suplai, yaitu:
1.
Rantai Suplai Hulu / Upstream supply chain
Bagian upstream (hulu)    supply   chain   meliputi    aktivitas    dari    suatu
perusahaan manufaktur dengan    para    penyalurannya    (yang    mana   
dapat
manufaktur, assembler,
atau
kedua-duanya)
dan
koneksi 
mereka
kepada
pada
penyalur
mereka
(para
penyalur second-trier).
Hubungan
para
penyalur
dapat
diperluas kepada beberapa strata, semua jalan dari asal material (contohnya bijih
tambang,  pertumbuhan tanaman).  Di  dalam  upstream supply chain,  aktivitas
yang utama adalah pengadaan.
2.
Manajemen Internal Suplai Rantai / Internal supply chain management
Bagian dari internal supply chain meliputi semua proses pemasukan barang ke
gudang yang digunakan dalam
mentransformasikan masukan dari para penyalur
ke dalam keluaran organisasi itu. Hal ini
meluas dari waktu masukan
masuk ke
dalam organisasi. Di dalam
rantai suplai internal,
perhatian yang utama adalah
manajemen produksi, pabrikasi, dan pengendalian persediaan.
3.
Segmen Rantai Suplai Hilir / Downstream supply chain segment
Downstream (arah
muara) 
supply 
chain 
meliputi 
semua 
aktivitas 
yang
melibatkan
pengiriman
produk
kepada pelanggan
akhir.
Di dalam
downstream
supply  chain, perhatian
diarahkan
pada  distribusi,
pergudangan,
transportasi,
dan after-sales-service.
Jenis aliran yang terjadi pada tiap-tiap komponen dapat digambarkan sebagai
berikut :
1.
Arus
material
melibatkan
arus
produk fisik dari pemasok
sampai konsumen
melalui
rantai,
sama
baiknya dengan
arus
balik
dari
retur
produk,
layanan,
daur ulang dan pembuangan.
  
13
2. 
Arus
informasi
meliputi ramalan permintaan,
transmisi pesanan dan laporan
status  pesanan,  arus 
ini  berjalan  dua  arah  antara  konsumen  akhir  dan
penyedia material mentah.
3.
Arus
keuangan
meliputi
informasi kartu
kredit,
syarat-syarat
kredit,
jadwal
pembayaran dalam penetapan kepemilikandan pengiriman.
(Kalakota,
2000,
h198)
2.1.3
Area Cakupan SCM
Apabila
mengacu pada sebuah perusahaan
manufaktur,
kegiatan-keiatan utama
yang masuk dalam klasifikasi SCM adalah :
1.
Kegiatan merancang produk baru (product development )
Melakukan
riset
pasar,
merancang produk
baru,
melibatkan supplier
dalam
perancangan produk baru.
2.
Kegiatan mendapatkan bahan baku (procurement)
Memilih supplier mengevaluasi kinerja supplier, melakukan pembelian bahan
baku 
dan 
komponen, 
memonitor 
supply   risk,  membina
dan   memelihara
hubungan dengan supplier
3.
Kegiatan merencanakan produksi dan persediaan ( planning and control )
Demand 
planning,
peramalan 
permintaan, 
perencanaan  kapasitas,
perencanaan produksi dan persediaan
4.
Kegiatan melakukan produksi ( production )
Eksekusi produksi, pengendalian kualitas
5.
Kegiatan melakukan pengiriman ( distribution )
Perencanaan jaringan
distribusi,
penjadwalan pengiriman,
mencari
dan
memelihara hubungan dengan
perusahaan
jasa
pengiriman,
memonitor service
level di riap pusat distribusi
  
14
2.1.4
Fungsi SCM
Berdasarkan
level
dan
lama
berlakunya
suatu
keputusan
yang
di
ambil,
dapat
dilihat pada gambar di berikut :
Gambar 2.2. Level pengambilan keputusan
Dari gambar 2.2 di atas, semakin tinggi level pengambilan keputusannya maka
semakin lama pula jangka waktunya, biasanya keputusan bersifat lebih luas yang
menyangkut strategi perusahaan ke depannya.
2.1.4.1 Fungsi SCM Pada Pengambilan Keputusan di Strategic Level.
Ditinjau dari aspek strategi, fungsi SCM sebagai berikut :
1.   Startegi 
memaksimalkan jaringan
yang ada seperti jumlah,
lokasi, dan
ukuran warehouse serta fasilitas dan pusat distribusinya.
2.
Strategi
dalam
membuat
alur
komunikasi yang
bersifat
kritikal
dan
operational
improvement
seperti
cross
dock,
pengiriman langsung
dan
menggunakan bantuan pihak ketiga untuk proses logistik.
3.   Managemen untuk
life cycle produk, sehingga produk
yang masih ada
dan poduk baru dapat diintegrasikan ke dalam supply chain dan capacity
management.
  
15
2.1.4.2 Fungsi SCM Pada Pengambilan Keputusan di Tactical Level
Sedangkan dari aspek tacticalnya , fungsi SCM adalah :
1.   Sumber untuk menentukan kontrak dan keputusan purchasing lainnya.
2.   Membantu pengambilan keputusan untuk inventory, termasuk kuantity,
lokasi dan kualitas dari penyimpanan.
3.   Membantu  dalam  menentukan  strategi  transportasi  seperti  frekuensi,
route dan kontrak.
4.   Merupakan dasar dari alur pembayaran barang.
5.   Fokus pada permintaan kostumer.
2.1.4.3 Fungsi SCM Pada Pengambilan Keputusan di Operational Level
Dari aspek Operasionalnya, fungsi SCM yaitu :
1.   Perencanaan produksi dan distribusi harian.
2.   Penjadwalan untuk tiap-tiap pembuatan fasilitas dalam supply chain.
3.   Inbound Operations,  yaitu  pengaturan  transportasi  dari  supplier  dan
penyimpanan di Gudang.
4.   Operasional produksi, termasuk penggunaan material dan aliran barang
finished good.
5.   Outbound Operations, yaitu semua yang dibutuhkan untuk replacement
parts dan transportasi ke konsumen
2.2
Produksi Tepat Waktu (Just In Time)
Metode yang ditetapkan oleh Toyota untuk menyesuaikan diri terhadap perubahan
permintaan
dengan
membuat
semua
proses
untuk
menghasilkan barang
yang
diperlukan disebut produksi tepat waktu (Just In Time). Syarat
yang harus dipenuhi
dalam
penerapan
metode
ini
adalah
dengan
penetapan
watu
yang
tepat
dan
jumlah
yang
dibutuhkan. Untuk
memenuhi kebutuhan
tersebut
maka
Toyota
menggunakan
kanban sistem yang berupa kartu yang biasanya diletakan di amplop vinil berbentuk
  
16
empat persegi panjang yang member informasi tentang cycle issue pengiriman pada
suatu interval waktu pengiriman part.
Gambar 2.3 Cycle Issue pada Kanban
Pada
kanban,
ditetapkan
cycle
issue
pengiriman
agar
JIT dapat
maksimal.
Pada
gambar 2.3 diatas dijelaskan penggambaran tentang cycle issue, yang pengertiannya
yaitu
interval
waktu pengiriman part
dalam satuan X,
Y,
Z
yang artinya
untuk
X
ialah satuan hari, Y
ialah satuan berapa kali pengiriman, dan
Z
ialah satuan interval
order.
2.3
Transportasi
2.3.1
Pengertian Umum Transportasi
Transportasi
kebanyakan
mengenai
masalah
pendistribusian suatu
produk
dari
sejumlah
produk
kepada
sejumlah
tujuan.
Transportasi memiliki
berbagai
macam
metoda
yang bertujuan
untuk mengoptimumkan tujuan
tertentu
sehingga didapatkan
rute
yang
paling
efisien.
Misalnya
dengan
meminimumkan jarak
tempuh,
meminimumkan waktu
tempuh ataupun
memaksimumkan laba.
Metoda
transportasi
dapat diaplikasikan untuk menyelesaikan masalah seperti :
1.   Jadwal pengiriman dari pabrik ke lokasi gudang atau wilayah pemasaran.
  
17
2.   Penentuan lokasi pabrik.
3.   Penentuan daerah/wilayah penjualan.
4.   Jadwal produksi
5.   Penugasan karyawan atau mesin
6.   Penepatan layout fasilitas atau mesin.
7.   Seleksi proyek maupun subcontractor dan lain-lain.
2.3.2
Manajemen Operational – Penentuan Rute
Travelling
Salesman
Problem
(
TSP
)
merupakan salah
satu
metode
yang
membahas
pendistribusian dari
sebuah
tempat
ke
beberapa
tempat
lainnya
dalam
sekali
tempuh. Metode
yang paling sederhana dari Travelling Salesman Problem ini
dengan pendekatan “closest unvisited city” atau kota terdekat yang belum dikunjungi.
1.   Mulailah kunjungan pada salah satu kota dan kunjungi kota yang belum
dikunjungi yang paling dekat. Lanjutkan langkah ini sampai semua kota
terkunjungi.
2.   Ulangi semua
langkah
tersebut,
sampai semua
titik
menjadi titik awal
kunjungan. Pilih solusi yang paling baik.
A
B
C
D
G
F
E
Gambar 2.4  Solusi Perjalanan Salesman
  
18
Untuk memecahkan masalah ini dapat dilakukan 2 observasi, yaitu :
1.   Prosedur
solusi heuristic
yang tidak memberikan
hasil yang optimal
tapi
memberikan kita solusi awal yang baik dan menolong kita dalam menguji
permasalahan.
2. 
Prosedur
analisa, yang
akan
menghasilkan solusi
yang sangat
baik
jika
diakhiri dengan penggambaran peta sehingga solusinya dapat dilihat.
Karena dalam semua kasus, solusi optimal tidaklah nyata maka prosedur
analisa
menjadi  sangat  menolong.  Solusi  yang  yang  dapat  digunakan  adalah  prosedur
Multiple
Travelling
Salesman
Problem.
Solusi
ini
digunakan jika kendaraan tidak
menjadi 
masalah, 
apabila  semua 
beban 
dapat 
dilayani 
satu 
kendaraan 
maka
digunakan satu
kendaraan untuk
melayani
walaupun
memilki
lebih
dari
satu
kendaraan. Transportasi routing problem merupakan permasalahan yang memerlukan
lebih dari kendaraan. Untuk memecahkan permasalhan ini dapat digunakan prosedur
yang dikembangkan oleh Clark dan wright.
Prosedur Clark dan Wright diawali dengan asumsi yang tidak masuk akal,
yaitu
masing-masing
dari
N
pemberhentian
harus
dilayani
oleh kendaraan
yang
terpisah,
mulai bergerak dari depot (gudang), pergi ke tempat yang harus dilayani dan kembali
lagi
ke
depot.
Gambar
2.5
menggambarkan situasi
ini
(perlu
diketahui,
walaupun
asumsi ini dibuat pada awal prosedur, hanya sedikit, itu pun jika ada, yang memiliki
solusi seperti asumsi tersebut diatas).
1
2
6
DEPOT 
3
5
4
Gambar 2.5 Formulasi Inisialisasi Rute untuk Prosedur Clark and Wright
  
19
Langkah selanjutnya dari clark dan Wright adalah menghitung penghematan yang
terjadi dengan mengkombinasikan 2 kota atau
membentuk 1 rute dari dua buah rute.
Untuk permasalahan simetris (jarak dari tempat
i
ke tempat j sama dengan jarak dari
kota tempat j ketempat i), penghematan (S
ij
) yang didapatkan dari mengkombinasikan
tempat i dengan j, adalah :
S
ij
=
C
oi
+
C
oj
-
C
ij
C
oi
=
Jarak dari depot ke tempat i
C
oj
=
Jarak dari depot ke tempat j
i
Extra
j
Saved
Saved
Depot
Gambar 2.6 Penghematan untuk Kombinasi Pemberhentian i dan j
Prosedur
Clark dan
Wright kemudian
mengurutkan penghematan tersebut dalam
urutan
yang
semakin
kecil
sehingga
kombinasi yang
terletak
paling
atas
adalah
kombinasi 
dengan 
penghematan 
yang 
paling 
besar, 
dan 
urutan 
kedua 
adalah
kombinasi
yang
menimbulkan saving
kedua
yang
paling
besar,
dan
demikian
seterusnya.
Prosedur
ini dimulai
dengan
mengambil
kombinasi pertama dari
daftar
tersebut
dan
membuat
ke
dua
tempat dalam
kombinasi tersebut
terletak
dalam 1
rute
(jika
pembatas-pembatas yang
ada
mengijinkan
kombinasi
tersebut)
dan
dilanjutkan
kebawah sampai didapatkan solusi yang lengkap.
  
20
2.3.3  Sistem Manajemen Transportasi
Salah satu sistem produksi
yang dikenal adalah Toyota
Production
system (TPS)
yang merupakan
konsep konsep lean manufacturing system yang dikembangkan oleh
Toyota.
Definisi
dari
APICS
dictionary
(2005),
menyebutkan
bahwa
lean
adalah
suatu
filosofi bisnis
yang
berlandaskan pada
minimasi penggunaan
sumber–sumber
daya
(termasuk
waktu)
dalam
berbagai
aktivitas
perusahaan. Sasaran
lean
adalah
identifikasi dan eliminasi aktivitas–aktivitas tidak bernilai tambah (pemborosan) atau
yang
biasa
disebut waste
atau muda
dalam bahasa Jepang. Pada
tabel
2.1 berikut
merupakan beberapa contoh identifikasi muda.
Tabel 2.1. Contoh Identifikasi Muda atau Waste
Muda
Deskripsi
Root cause
Overproduction
Memproduksi lebih daripada
kebutuhan pelanggan internal
dan eksternal, atau
memproduksi lebih cepat
daripada kebutuhan pelanggan
ketiadaan komunikasi atau
informasi akan pemenuhan
kebutuhan pelanggan
internal dan eksternal
Inventory
Kelebihan dari apa yang
dibutuhkan untuk memberikan
service (produk) kepada
pelanggan, baik internal
maupun eksternal
Peralatan yang tidak andal,
aliran kerja yang tidak
seimbang, pemasok yang
tidak kapabel, permalan
kebutuhan yang tidak
akurat, ukuran batch yang
besar
Correction
Pemborosan yang timbul
karena kita memperbaiki
Tidak adanya SOP yang
benar, kurangnya sense of
  
21
kesalahan yang tidak
terdekteksi dari awal
quality
Over
processing
Proses – proses tambahan atau
aktivitas yang kerja yang tidak
bernilai tambah atau tidak
efisien
Ketidak tepatan
penggunaan peralatan,
pemeliharaan peralatan
yang jelek, proses kerja
parallel yang dibuat serial
Motion
Setiap pergerakan dari orang
atau mesin yang tidak bernilai
tambah
Organisasi kerja yang
jelek, tata letak yang jelek,
metode kerja yang tidak
konsisten
Waiting
Keterlambatan karena
menunggu material, orang,
proses sebelumnya, atau hal –
hal dinamis lainnya yang
berimplikasi pada terbuangnya
waktu
Inkonsistensi metode kerja,
changeover yang lama
transportation
Memindahkan material atau
orang dalam jarak yang sangat
jauh dari satu proses ke proses
berikutnya yang dapat
mengakibatkan penanganan
,material bertambah
Tata letak yang jelek,
lokasi penyimpanan yang
banyak dan saling
berjauhan
Untuk
memenuhi kualitas transportasi yang baik harus mendukung right material,
right
quantity,
right time, right
place,
right
source,
right
price,
right
quality,
dan
right service yang biasanya disebut dengan 8 rights tanpa adanya pemborosan.
  
22
Berdasarkan hal
diatas,
maka
yang
dimaksud
dengan
lean
transportation
management
system
adalah
sistem
transportasi efektif
dan
terintegrasi untuk
menghilangkan
pemborosan (waste)
dan
meningkatkan
nilai
tambah
(value
added)
produk (barang/jasa) agar memberikan nilai kepada pelanggan.
Transportasi seringkali
menjadi
kambing
hitam
dalam
kelebihan
inventory
dan
biaya logistik. Manajemen transportasi sangat diperlukan dalam melihat pemborosan–
pemborosan
yang
mungkin
tidak
terlihat
dalam
alirannya.
Empat
hukum lean
transportasi
seperti
yang
dijabarkan Linda
Taylor
(dari
FedEx)
dan
Robert
Martichenko (LeanCor
LLC),
dapat
menjelaskan
bagaimana
transportsi
menjadi
optimal dan memberikan dampak yang positif kepada kinerja organisasi. Hukum lean
transportasi tersebut ialah sebagai berikut:
Hukum Lean Transportasi 1 – Hukum Pemborosan Transportasi
“Semua
transportasi
bukanlah
pemborosan dan
transportasi
dapat
digunakan sebagai strategi, akan tetapi transportasi yang berlebihan dari
apa yang dibutuhkan adalah pemborosan dan harus dihilangkan”
Hukum Lean Transportasi 2 – Hukum Strategi Transportasi
“Strategi
transportasi dan
eksekusinya
seharusnya
mendukung
strategi
inventory
yang didesain
untuk
memenuhi harapan pelanggan. Inventory
dan
strategi
pelanggan seharusnya tidak
menjadi
hasil
dari
strategi
transportasi berdasarkan optimasi dari fungsi transportasi”
Hukum Lean Transportasi 3 – Hukum Manajemen Harian
“Pengurangan biaya
transportasi tidak
dapat diwujudkan
melalui
desain
jaringan transportasi yang
jarang. Penghematan yang nyata
hanya akan
terjadi
dari
menajemen
harian
dan
optimisasi
persyaratan variable
transportasi
Hukum Lean Transportasi 4 – Hukum Kinerja Transportasi
“Pelayanan 
transportasi 
dibedakan  dengan 
jelas 
dan 
kinerja 
yang
terukur”
  
23
Dengan
adanya
4
hukum
di
atas,
meskipun
tidak
mengikat
akan
bisa
menjadi
acuan kita dalam
mendesain konsep leantransportation management system.
2.4
Sistem Milk-run
2.4.1 Pengertian Sistem Milk-run
Dimulai dari masa lalu dimana petani susu di eropa biasa menampung susu dalam
kaleng
lalu diletakkan di pinggir jalan di depan rumah
mereka, dimana selanjutnya
pengumpul susu datang dan mengumpulkannya sebelum dikirimkan ke pabrik susu.
Kemudian
tukang
pengumpul
susu
mengumpulkannya dan
mengirimkan
ke
pabrik
susu.
Kebiasaan ini
kemudian
dikenal
dengan
Milk-run
yang
saat
ini
banyak
diterapkan dalam sistem industri.
Milk-run
ialah 
salah
satu
konsep
pengiriman
yang dapat
memperbaiki sistem
manajemen transportasi yang ada dengan
meminimalisir bererapa faktor-faktor yang
dianggap
pemborosan. Dengan
sistem Milk-run,
dalam
satu
kali
pengiriman
dapat
terjadi beberapa kali pengangkutan atau penurunan barang pada lokasi yang berbeda
dalam jadwal yang sama atau teratur.
Sebelum
Sesudah implement Milk-Run
Supplier
5
Supplier
6
Supplier
1
Supplier
4
Supplier
5
Supplier
6
ADM
ADM
Supplier
4
Supplier
3
Supplier
2
Supplier
3
Supplier
2
Supplier
1
Gambar 2.7 Aliran Supply Sebelum dan Sesudah Milk-run
Seperti  pada  gambar  2.7  diatas,  pengiriman
secara  Milk-run dilakukan
untuk
membawa barang dari satu
lokasi ke beberapa
tempat penerimaan, atau
membawa
  
24
barang dari beberapa
lokasi menuju satu tempat penerimaan, dengan bantuan pihak
ketiga
yaitu Logistic Partner (LP). Penjadwalan pengiriman secara Milk-run  lebih
rumit daripada
penjadwalan pengiriman
secara
langsung.
Keputusan
yang
diambil
harus
berkaitan dengan
kuantitas pengiriman yang
terdiri
dari
beberapa
produk,
volume
produk,
berkaitan
dengan
frekuensi pengiriman, dan
yang
paling
penting
adalah
penentuan
rute
dan
urutan
pengambilan
dan
pengiriman.
Harus
ditentukan
cycle issue dan loading pattern yang tepat agar efisiensi pengiriman dapat optimal.
2.4.2  Keuntungan Sistem Milk-run
Keuntungan dari
metode pengiriman ini adalah fakta bahwa efesiensi akan terjadi
pada cara pengangkutan dan biaya penerimaan produk dari supplier akan berkurang
karena
tidak
akan
menghadapi banyaknya supplier
yang
datang
dan
juga
tidak
membutuhkan lahan
yang
luas.
Jika
Economic
Order Quantities
(EOQ)
dibutuhkan
untuk
beberapa
produk
berbeda
oleh
lokasi
penerimaan lebih
kecil
dari
besarnya
muatan
truk,
Milk-run
memberikan keleluasaan
adanya
kombinasi
dari
beberapa
produk
sampai
ditemukan
cara
agar
sama
dengan besar
muatan
truk.
Jika
terdapat
banyak
lokasi
penerimaan yang
membutuhkan
jumlah
produk
yang
sedikit,
mereka
bisa dilayani hanya dengan sebuah truk saja.
Keuntungan dari sistem Milk-run:
Minimalisasi  biaya,  ketika  jumlah  dari 
sarana  pengiriman 
untuk
permintaan yang sama bertambah, biaya juga akan meningkat.
Mengoptimalkan rute pengiriman akan diperlukan untuk meminimasi
biaya.
Mengurangi waktu dan jumlah pengiriman
Mudah 
untuk  disesuaikan  dan  dilaksanakan  pada 
semua 
sistem
pengiriman.
  
25
2.5
Sistem Depo
Sistem transportasi saat ini telah berkembang pesat,  sistem yang berkembang saat
ini
mengutamkan pada
optimalisasi
jarak
dan
waktu pengiriman.
Depo
merupakan
salah
satu
metode
yang
bertujuan
untuk
mengoptimalisasi sistem
transportasi
yang
ada
ketika
ada
satu
atau
beberapa
supplier
mengalami masalah
supply
karena
pembukaan cycle
issue
di
luar
jam
kerjanya
melalui penyimpanan
part
pada
suatu
pool atau area penempatan sementara yang memilikii waktu kerja yang sama dengan
usernya dalam hal
ini adalah PT.
ADM sehingga kapanpun kanban di release
tetap
dapat 
terpenuhi.  Pada 
Depo  area ditetapkan
stok 
minimal  barang 
yang 
telah
ditentukan
sebelumnya sehingga
dapat
dihitung
berapa
kali
pengiriman
dari
participant
Depo
ke
area
Depo
untuk
mengefisiensikan truk
maupun
frekuensi
pengirimannya. Sedangkan untuk pengambilan barang dari logistic partner PT. ADM
tetap mengikuti kanban yang sudah di release.
Sesudah
implement
Milk-Run
Sesudah implement Depo
Suppier
lier
4
Supplier
3
Supplier
5
Supplier
2
Supplier
6
Supplier
1
ADM
Suppler
ier
5
Supplier
3
Supplier
4
(Depo)
Suppler
ier
6
Suppler
ier
1
ADM
Gambar 2.8 Aliran Supply Sebelum dan Sesudah Depo
Seperti pada
gambar
2.8 di atas pada
kondisi
sebelum
implementasi
Depo, truk
dari
logistic
partner
PT.
ADM
mengamil
part
dari
supplier
yang
satu
ke
supplier
yang
lainnya lalu kembali ke PT. ADM. Sedangkan pada
implementasi sistem Depo
menggunakan gudang
sementara
dari
supplier
yang
telah
ikut
dalam
sistem
sebelumnya (Milk-run) yang memiliki waktu kerja yang sama dengan PT. ADM.
  
26
2.5.1 Keuntungan & Kerugian Sistem Depo
Dengan
penerapan sistem
depo
maka
akan
didapatkan beberapa
keuntungan
sebagai berikut :
Keuntungan dari sistem Depo:
Waktu pengambilan part
menjadi lebih luas atau flexible karena
tidak
dibatasi oleh jam kerja
Minimalisasi  waktu  dan  biaya  transportasi  karena  jarak  truk  dari
logistic
partner
berkurang
dari
yang
sebelumnya karena
tujuan
pengambilan part berkurang
Memiliki  stock  apabila  terjadi  peningkatan  order secara  tiba-tiba
sehingga meminimalisir terjadinya shortage.
Mengurangi 
warehouse 
area 
pada 
supplier 
yang 
menjadi 
depo
participant.
Disamping   keuntungan, 
maka   ada   beberapa 
kerugian 
yang   timbul   akibat
penerapan sistem Depo pada sistem milk-run yang sudah ada seperti :
Munculnya biaya transportasi langsung dari Depo participant ke Depo
area, karena sebelumnya part
langsung di ambil oleh logistic partner
PT. ADM.
Munculnya biaya sewa gedung dan pekerja di Depo area.
Dari
keuntungan dan
kerugian
yang
muncul,
maka
selanjutnya akan
di
analisa
menggunakan
metode-metode teori
aspek
keuangan
untuk
menentukan
layak
atau
tidaknya sistem Depo untuk dijalankan.
2.6
Analisa Kenaikan Finansial
Dalam
menganalisa kelayakan sistem
yang
dipakai,
hal
utama
yang digunakan
adalah 
perubahan  dari 
sisi 
finanisalnya. 
Untuk 
dapat 
menjadi 
sebuah 
analisa
kelayakan
proyek
dari
segi
aspek
keuangan
maka
diperlukan
runtutan
komponen
yang perlu diidentifikasi dan diperhitungkan satu per satu yaitu :
  
27
2.6.1
Present Values (Nilai Sekarang)
Present  Value  menunjukkan
berapa  nilai  uang  pada  saat  ini  untuk  nilai
tertentu
dimasa
yang
akan
datang.
Misalnya diketahui bahwa
harga
suatu
barang
tertentu
yang akan dibeli satu tahun
mendatang adalah
Rp 1.000.000,00 dan tingkat
bunga
simpanan (deposito misalnya) 15%
per tahun,
maka apabila A
menunjukkan
jumlah uang
yang diinginkan untuk
membeli suatu barang
tersebut pada satu tahun
lagi dan PV menunjukkan jumlah yang uang saat ini yang akan didepositokan serta K
merupakan tingkat bunga, akan dapat dirumuskan sebagai berikut :
A  =
PV  ( 1  +
K )
Dalam contoh kita ini berarti akan
Rp 1.000.000,00  =
PV ( 1,15 )
PV = Rp 1.000.000,00 / 1,15 = Rp 869.565,21
Dengan
demikian
Rp
869.565,21
merupakan nilai
sekarang
dari
Rp1.000.000,00 pada
satu
tahun
yang
akan
datang.
Sedangkan
present
value
dari
jumlah uang tertentu pada 2 tahun mendatang akan sama dengan :
PV = A2 / ( 1 + K )²
Jadi, pada contoh kita akan sama dengan
PV = Rp 1.000.000,00 / (1,15)² = Rp 1.000.000,00 / 1,3225
Jadi
semakin
lama
suatu
jumlah
tertentu akan diterima semakin kecil
nilai
sekarangnya. Perhitungan diatas juga bisa dituliskan sebagai :
PV = Rp 1.000.000,00 [ 1 / (1,15)² ] = Rp 756.143,66
Di sini kita bisa
memisahkan faktor tingkat bunga, yaitu bagian yang ada di
dalam tanda kurung, yang bisa disebut
sebagai discount
factor.
Jadi discount factor
untuk n tahun, dengan tingkat bunga K akan sama dengan :
n
1 / ( 1 + K )
  
28
Jadi discount factor untuk tahun ke-1, tahun ke-2 dan, tahun ke-3 dengan K =
15%  akan  sama  dengan  0,86957;  0,75614;  dan  0,65752.  Untuk  perhitungan
ini
nantinya kita tidak perlu berpayah-payah, karena disediakan tabel present value.
Apabila aliran
kas
pada
masa-masa yang
akan
datang
tetap
jumlahnya,
misalnya
Rp
1,00
akan
diterima
setiap
tahun
selama
3
tahun
berturut-turut, maka
perhitungannya digunakan annuity
yang juga
terdapat pada lampiran
tabel present
value.
PV dari Rp 1,00 yang akan diterima satu tahun lagi 
0.86957
PV dari Rp 1,00, yang akan diterima dua tahun lagi
0,75614
PV dari Rp 1,00 yang akan diterima tiga tahun lagi
0,65752  +
Present Value series tersebut diatas adalah
2,28323
Dengan
menggunakan tabel present
value
of
annuity itu
akan mudah untuk
menghitung berapa present
value
suatu
series
yang sama.
Misalnya dengan
tingkat
bunga
15%
per
tahun
selama
3
tahun,
akan
diterima
Rp
1.000.000,00
pada setiap
akhir tahun. Maka present value dari series ini adalah :
Rp 1.000.000,00 x 2,28323 = Rp 2.283.230,00
Jadi tabel present value of annuity bisa digunakan kalau angka-angka dalam
series tersebut selalu sama. Kalau angka-angka tersebut tidak sama, maka kita
harus
menghitungnya satu per satu dengan menggunakan tabel present value.
Annuity
sering
dipergunakan untuk
menghitung
angsuran
yang
sama
(termasuk
pokok
pinjaman
dan
bunga)
sari
suatu
pinjaman. Misalkan
seseorang
meminjam Rp 1.000.000,00 dan akan mengangsur mengembalikannya dalam waktu 3
tahun.
Ia
dikenakan bunga
15%
per
tahunm,
dan
akan
mengangsur
dalam
jumlah
yang
sama
setiap
tahunnya. (Husnan,
Suad,
Suwarsono,
2000,
Studi
Kelayakan
Proyek, edisi 4, UPP AMP YKPN, Yogyakarta).
  
29
2.6.2
Metode Net Present Value
Metode
ini
menghitung selisih
antara
nilai
sekarang
investasi
dengan
nilai
sekarang penerimaan-penerimaan kas bersih (operasional cash flow maupun terminal
cash flow) di masa yang akan datang. Untuk menghitung nilai sekarang tersebut perlu
ditentukan terlebih dulu tingkat bunga yang dianggap relevan. Ada beberapa konsep
untuk
menghitung
tingkat
bunga
yang
dianggap
relevan
ini. Pada
dasarnya
tingkat
bunga tersebut adalah tingkat bunga pada saat kita
menganggap keputusan
investasi
masih
terpisah
dari
keputusan
pembelanjaan
ataupun
waktu
kita
mulai
mengaitkan
keputusan
investasi
dengan
keputusan pembelanjaan. Perhatikan
di
sini
keterkaitan
ini
hanya
mempengaruhi tingkat
bunga,
bukan
aliran
kas.
Apabila
nilai
sekarang
penerimaan-penerimaan kas
bersih
di
masa
yang akan
datang
lebih
besar
dari
pada
nilai sekarang investasi, maka proyek
ini dikatakan menguntungkan karena diterima.
Sedangkan apabila
lebih
kecil
(NPV
negatif),
proyek
ditolak
karena
dinilai
tidak
menguntungkan.
Bila
kita
gunakan
contoh
yang
sama
untuk
menerapkan NPV
ini
dengan
investasi proyek sebesar Rp 1.000 juta, kas masuk bersih tiap tahunnya (Rp 260 juta
+
Rp 100
juta) =
Rp
360 juta dan terminal cash
flow
sebesar
Rp 200
juta,
maka
perhitungannya adalah :
NPV = -1.000 + (360 / (1 +r)) + (360 / (1+r)²) + ……. + (360 + 200 / (1+r) 
)
Kalau kita misalkan r (tingkat bunga) yang relevan adalah 25%, (sem
8
entara
ini kita anggap saja penentuan tingkat bunga ini adalah “given” maka,
NPV  =
-1.000  +
1.232,04  =
+232,04
Karena
positif,
maka
proyek
dianggap
menguntungkan,
sehingga diterima.
(Husnan,
Suad,
Suwarsono,
2000,
Studi
Kelayakan
Proyek,
edisi 4,
UPP
AMP
YKPN, Yogyakarta).
  
30
S
2.6.3
Internal Rate of Return (IRR) atau Yield
Internal Rate of Return (IRR) atau yield untuk suatu investasi adalah tingkat
bunga yang menyamakan present value dari aliran kas keluar dan present value dari
aliran kas masuk. Secara matematis, tingkat bunga tersebut dinyatakan sebagai r, bisa
dinyatakan :
n
( 1 – r )
=
0
At
t=0
Gambar 2.9 Rumus Penghitungan IRR
Dimana At adalah aliran kas pada periode t, mungkin berupa aliran kas keluar
bersih  ataupun  aliran  kas  masuk  bersih,  n  adalah  periode  terakhir  aliran  kas
diharapkan
dan
simbol
S
menunjukkan
jumlah
aliran
kas
yang
di”discounted”kan
pada akhir tahun 0 sampai dengan tahun n. Apabila pengeluaran kas awal atau biaya
terjadi pada waktu 0, persamaan tersebut bisa diubah menjadi :
A0 = (A1 / (1+r)) + (A2 / (1+r)² + …………….. + (An + (1+r) 
)
Jadi,
r
adalah tingkat bunga
yang
men-discount aliran
kas
di
waktu-waktu
n
mendatang – A sampai
dengan
An –
untuk
menyatakan pengeluaran kas di
awal
periode
0
Ao.
Disini
secara
implisit
dianggap bahwa
kas
masuk
diterima
dari
investasi
kemudian
diinvestasikan kembali dan
mendapat tingkat
keuntungan
yang
sama dengan r.
Untuk
mencari
r
diperlukan perhitungan yang berkali-kali karana
prosesnya
sebetulnya
lebih
bersifat
coba-coba
(kecuali
diselesaikan dengan
menggunakan
bantuan
komputer).
Untuk
membantu
mempercepat
perhitungan kita
bisa
menggunakan
tabel
present
value
of
annuity  
(karena
kas
masuknya selalu
sama
setiap
tahunnya)
dengan
menggunakan prosedur
sebagai
berikut.
Kita
bagi
pengeluaran kas awal dengan aliran kas masuk setiap tahun yaitu Rp 500.000,00 / Rp
  
31
250.000,00 = 2. angka 2 ini kemudian kita lihat pada tabel present value of annuity
untuk n = 3
(karena 3 tahun), dan
yang paling
mendekati adalah r = 23% dari r =
24%. Jadi tingkat bunga nantinya akan berada antara 23% dan 24%. (Husnan, Suad,
Suwarsono,   2000,   Studi  Kelayakan  Proyek,   edisi   4,   UPP   AMP   YKPN,
Yogyakarta).
2.6.4    Metode Payback Period
Metode
ini
digunakan
untuk
mengetahui seberapa
cepat
investasi
yang
ditanamkan dalam
sebuah proyek dapat kembali, oleh sebab itu
itu satuan
hasilnya
adalah
satuan
waktu.
Bilamana
periode
payback
investasi
yang
ditanamkan dalam
proyek
ini
lebih
pendek
daripada
yang
diisyaratkan seperti
dengan
menggunakan
batasan
umur
proyek
misalnya
maka
proyek
dikatakan
menguntungkan, sedangkan
bilamana periode payback investasi yang ditanamkan dalam proyek
lebih
lama dari
umur proyek misalnya maka proyek dapat dikatakan kurang menguntungkan.
Karena metode ini mengukur seberapa cepat suatu investasi yang ditanamkan
dalam proyek bisa kembali, maka dasar
yang dipergunakan adalah aliran kas, bukan
laba. Untuk itu perhitungannya diawali dengan terlebih dahulu menghitung aliran kas
dari proyek tersebut.
Aliran kas operasional per tahun dari sebuah proyek adalah laba setelah pajak
ditambah
dengan depresiasi.
Bila
dicontohkan
laba
setelah pajak sejumlah
Rp
520
juta dan depresiasi Rp 200 juta maka aliran kas operasionalnya sejumlah Rp 720 juta.
Bila terminal cash flow proyek ini adalah Rp 200 juta yang berasal dari kembalinya
modal kerja pada akhir tahun umur proyek dan initial cash flow proyek ini adalah Rp
1.000 juta, maka dengan demikian payback period-nya dapat dihitung :
( Rp 2.000 juta / Rp 720 juta ) x 1 tahun = 2,78 tahun
Jadi dalam 2,78 tahun investasi proyek tersebut sudah bisa kembali.
Masalah utama dari metode ini adalah sulitnya menentukan periode payback
maksimum  yang  diisyaratkan,  untuk  dipergunakan  sebagai  angka  pembanding.
  
32
Secara
normatif,
memang
tidak
ada
pedoman
yang
bisa dipakai
untuk
menentukan
payback
maksimum ini.
Dalam
praktiknya
yang
dipergunakan adalah
payback
umumnya dari perusahaan-perusahaan yang sejenis.
Kelemahan-kelemahan lain dari metode ini adalah :
1.   Diabaikannya nilai waktu uang
2.   Diabaikannya aliran kas setelah periode payback
Untuk   mengatasi   kelemahan   yang   pertama,   ada   yang   menggunakan
discounted
payback, dimana
aliran
kas
operasional
tersebut
dan
juga
terminal
cash
flow di-discounted-kan dengan tingkat bunga yang dianggap relevan. Misalkan ada 2
proyek,
A
dan
B
yang
masing-masing
memerlukan investasi
sebesar
Rp
20
juta,
dengan
usia
ekonomis
6
tahun
untuk
A
dan
10 tahun
untuk
B.
Aliran
kas
masuk
untuk A adalah Rp 6,5 juta per tahun, sedangkan untuk B adalah Rp 6 juta per tahun.
Tingkat bunga yang dianggap relevan misalkan 10%. Dengan demikian, kalau aliran
kas tersebut kita present value-kan, maka untuk investasi A akan sudah bisa kembali
kurang dari
4
tahun,
tetapi
untuk
B
sedikit
lebih
banyak dari
4
tahun.
Dengan
demikian, kalau kita hitung secara total, ternyata proyek B memberikan tambahan kas
masuk lebih banyak daripada A. karena itu, cara discounted payback hanya mengatasi
kelemahan pertama.
Meskipun diakui adanya kelemahan-kelemahan ini, dalam praktiknya masih
banyak organisasi
yang
menggunakan metode payback
sebagai pelengkap penilaian
investasi.
Cara
ini
terutama
dipergunakan
untuk
perusahaan-perusahaan yang
menghadapi
masalah
likuiditas atau
kelancaran
keuangan
jangka pendek.
(Husnan,
Suad,
Suwarsono,
2000,
Studi
Kelayakan
Proyek,
edisi 4,
UPP
AMP
YKPN,
Yogyakarta).
2.6.5    Metode Profitability Index
Metode
ini
menghitung
perbandingan antara
nilai
sekarang
penerimaan-
penerimaan  kas  bersih  di 
masa  datang  dengan  nilai  sekarang  investasi.  Kalau
  
33
profitability 
index 
(PI)-nya 
lebih 
besar 
dari 
1, 
maka 
proyek  dikatakan
menguntungkan, tetapi
kalau
kurang
dikatakan tidak
menguntungkan. Sebagaimana
metode
NPV,
maka
metode
ini
perlu
menentukan terlebih
dulu
tingkat bunga
yang
akan dipergunakan. Kalau kita terapkan pada contoh yang sama, maka :
Profitability Index = 1.232 / 1.000 = 1,232
Karena
PI-nya
lebih
besar
dari
satu,
maka
proyek
ini
dikatakan
menguntungkan.