BAB II
LANDASAN TEORI
2.1
Persamaan Differensial
2.1.1 Pengertian Persamaan Differensial
Persamaan differensial adalah persamaan
matematika untuk suatu
fungsi
tak diketahui dari satu atau beberapa peubah yang menghubungkan nilai dari fungsi
tersebut
dengan
turunannya sendiri pada
berbagai derajat
turunan
(Ledder, 2005,
p16).
Persamaan differensial
muncul dalam
berbagai bidang sains
dan
teknologi:
apabila suatu relasi deterministik melibatkan beberapa besaran yang berubah secara
kontinu
(dimodelkan dengan
fungsi)
dan
laju
perubahan
besaran
itu
dalam ruang
atau
dalam
waktu
(dimodelkan dengan
turunannya)
diketahui
atau
diandaikan.
Dalam mekanika klasik, persamaan differensial dipakai dalam penggambaran gerak
tubuh
dalam
kaitannya
dengan
posisi
dan
kecepatannya berdasarkan
perubahan
waktu.
Suatu persamaan differensial
disebut persamaan
differensial biasa,
jika
semua
turunannya berkaitan
dengan
satu
peubah
saja,
dan
disebut
persamaan
differensial parsial, jika turunannya berkaitan dengan dua atau lebih peubah. Orde
dari persamaan differensial adalah derajat
tertinggi dari turunan dalam persamaan
yang
bersangkutan. Himpunan
dari
n
persamaan
differensial
orde-satu
dengan
n
menyatakan banyaknya persamaan
yang
tidak diketahui
disebut
sistem persamaan
differensial orde-satu; n adalah dimensi dari sistem yang bersangkutan. Satu
|
8
pengertian
lain
yang perlu diketahui adalah persamaan differensial otonom. Suatu
persamaan differensial biasa atau suatu sistem persamaan differensial biasa disebut
otonom jika
peubah
bebasnya tidak
tampak secara
eksplisit
dalam
persamaannya
(Ledder, 2005, p16).
Secara
matematis, persamaan differensial
dipelajari
dari
beberapa
sudut
pandang yang berbeda, sebagian besar dari sudut pandang yang beragam itu
berminat dengan hasil dari persamaan differensial yang dipelajari, yaitu serangkaian
fungsi
yang
memenuhi persamaan
differensial yang
diberikan. Hanya
persamaan
differensial yang paling sederhana memungkinkan penyelesaian berdasarkan rumus
eksplisit; akan tetapi, beberapa sifat penyelesaian dari suatu persamaan differensial
yang diberikan dapat ditentukan tanpa menemukan bentuknya yang tepat atau
eksak.
Jika
suatu
rumus
yang
dapat
ditentukan
penyelesaiannya tidak
tersedia,
hampiran terhadap
penyelesaiannya
dapat
ditentukan
secara
numerik dengan
bantuan komputer.
2.1.2 Metode Newton-Raphson
Salah
satu
metode
penghitungan secara
numerik
yang
akan
dipakai
dalam
program aplikasi
yang dirancang yaitu metode Newton-Raphson. Metode Newton-
Raphson
(umumnya
disebut
dengan
metode Newton),
yang
mendapat nama dari
Isaac
Newton
dan
Joseph
Raphson,
merupakan
metode
penyelesaian
persamaan
non-linear yang
sering
digunakan di
antara
metode
lainnnya,
karena
metode
ini
memberikan
konvergensi yang
lebih
cepat dibandingkan
dengan
metode
lainnya.
Metode
ini
merupakan
metode yang paling dikenal untuk
mencari hampiran
|
![]() 9
terhadap akar
fungsi riil.
Metode Newton ini dapat dijabarkan dengan persamaan
sebagai berikut :
, dimana :
x
i+1
=
nilai x pada iterasi ke i + 1
x
i
=
nilai x pada iterasi ke i
f
i
=
nilai fungsi F(x)
f
i
=
nilai fungsi turunan pertama dari F(x)
Cara
kerja
metode
newton
ini adalah
dengan
menggunakan
garis
singgung
untuk
menentukan nilai
x
selanjutnya
atau
x
i+1
,
garis
singgung
ini
tentunya
menyinggung grafik
persamaan
fungsi
F(x)
yang
ada,
seperti
yang
terlihat pada gambar dibawah ini :
Gambar 2.1 Cara Kerja Metode Newton-Raphson
|
![]() 10
Misalkan kita memiliki sebuah fungsi F(x), dengan akar persamaan
seperti
yang
ditunjukkan pada
gambar
diatas.
Karena
metode
ini
merupakan
metode Terbuka,
maka tetap diperlukan nilai tebakan awal
untuk
Xo.
Jika
nilai
awal tebakan adalah x
0
,
maka nilai fungsinya adalah F
0
,
sebuah garis singgung (
disebut juga garis tangen atau gradien) dibuat pada titik ( x
0
,F
0
)
yang diteruskan
memotong
sumbu
x
pada
x1
,
dengan
menggunakan nilai
x
1
ini
dihitung
nilai
fungsi
F(x)
yaitu
pada
F1,
garis
singgung
berikutnya dibuat
pada
titik
(x1,F1)
memotong
sumbu
x
pada
x
2
,
begitu
seterusnya
(
secara
berurutan
,
sequence )
hingga
mendekati
akar
persamaan yang
diinginkan. Melalui
persamaan
garis
singgung ( tangen atau gradien ) kita dapat menurunkan metode newton ini :
Lihat garis singgung 1,
garis tersebut dapat dibuat dari dua
titik
yaitu (
x
0
,F
0
)
dan (x1,0 ), gradien garis tersebut adalah :
Persamaan ini disusun kembali menjadi :
Atau dapat juga ditulis menjadi :
dengan f
I
?
0
|
![]() 11
Perhitungan iterasi ini akan dihentikan apabila
<
d
atau | x
i+1
x
i
| < e
2.2 Farmakokinetika
2.2.1 Pengertian Dasar Farmakokinetika
Farmakokinetika adalah
ilmu
yang
khusus
mempelajari
perubahan
perubahan konsentrasi dari obat
dan
metabolitnya di
dalam darah
dan
jaringan
sebagai fungsi dari waktu sebagai hasil dari proses yang dilakukan tubuh
terhadap obat,
yaitu resorpsi,
transpor, biotransformasi (metabolisme), distribusi
dan
ekskresi
(Hoan
Tjay,
2008,
p22).
Farmakokinetika menggunakan model
matematika untuk
menguraikan
proses
proses
resorpsi,
distribusi,
biotransformasi, dan
ekskresi,
dan
memperkirakan
besarnya
kadar
obat
dalam
plasma sebagai fungsi dari besarnya dosis, interval pemberian dan waktu.
Pada
skema
dibawah
ini
digambarkan
proses
proses
farmakokinetik
yang dapat dialami obat selama perjalanannya di dalam tubuh:
|
![]() 12
Biotransformasi
Ikatan
Resorpsi
Cairan
Obat
Oral
Sublingual
(rektal)
i.m.
Lambung
Mukosa
Limfe
Injeksi i.v.
Ikatan
protein
Sirkulasi
darah
Meta
bolit
organ
lemak
ccs
Reresorpsi
tubuli
ekstrasel
distribusi
Cairan
intrasel
Tempat
kerja
Ekskresi
Usus
TINJA
Siklus
enterohepatik
melalui empedu
Hati
Ginjal
AIR SENI
Gambar 2.2 Perjalanan obat di dalam tubuh dengan proses proses
farmakokinetika yang dialaminya
2.2.2 Sistem Transpor
Setelah
obat
masuk
dalam tubuh,
kita
harus
mempertimbangkan
bagaimana
obat
akan
diedarkan
keseluruh
tubuh.
Misalnya
apakah
partikel
obat
akan
berikatan
dengan
serum protein
ataukah beredar
bebas.
Sistem
transportasi meliputi pergerakan obat dari peredaran darah ke
jaringan, organ
dan bagian lain dari tubuh dimana obat akan berpengaruh.
|
13
Untuk mentransfer obat ke tempat yang tepat di dalam tubuh, zat aktif
diolah
menjadi suatu bentuk khusus.
Molekul zat kimia obat dapat
melintasi
membran
semipermeabel berdasarkan
adanya
perbedaan
konsentrasi.
Pada
proses ini beberapa
mekanisme
transpor
memegang
peranan,
yaitu secara
pasif (dengan cara
filtrasi dan atau difusi) atau secara aktif (tidak
tergantung
konsentrasi obat).
2.2.3 Resorpsi
Umumnya penyerapan obat
dari
usus ke dalam sirkulasi berlangsung
melalui filtrasi, difusi
atau
transpor
aktif.
Zat
hidrofil yang
melarut dalam
cairan
ekstra-sel
diserap
dengan
mudah,
sedangkan zat
zat
yang
sukar
melarut lebih lambat diresorpsi.
Kecepatan resorpsi
terutama tergantung pada bentuk pemberian obat,
cara pemberiannya
dan
sifat
fisiko-kimiawinya. Dengan
cara apa obat
akan
diberikan kepada
pasien,
apakah
dengan
diminum langsung, disuntik,
intramuscularly, dihirup,
ataukah
lewat
kulit
akan
mempengaruhi dalam
menentukan proses
absorpsi.
Selain
itu
juga
harus
dipertimbangkan apakah
obat
yang
diberikan
akan
mengalami proses
perubahan
fisik
atau
kimiawi
ketika dimasukkan dalam tubuh. Sebagai contoh, apakah obat berbentuk padat
sehingga harus dihancurkan terlebih dahulu ataukah berbentuk cairan.
Cara pemberian berdasarkan efek yang diinginkan, yaitu efek sistemis
(di seluruh tubuh) atau efek lokal (setempat). Untuk
mendapatkan efek
|
14
sistemik dapat diberikan dengan cara, yaitu oral, sublingual (obat ditempatkan
dibawah
lidah),
injeksi,
implantasi
subkutan
(memasukkan obat
ke
bawah
kulit), dan
rektal.
Sedangkan
untuk
mendapatkan efek
lokal
dapat
diberikan
dengan
cara,
yaitu
intrasal,
intra-okuler
dan
intra-aurikuler, inhalasi,
intravaginal, dan kulit (berupa salep, krem, atau lotion).
Resorpsi
dari
usus
ke
dalam sirkulasi berlangsung
cepat
bila
obat
diberikan dalam bentuk terlarut (obat cairan, sirop atau obat tetes). Sedangkan
obat padat (tablet,
kapsul
atau
serbuk) akan
lebih
lambat
diresorpsi,
hal
ini
dikarenakan obat padat harus dipecah dahulu dan zat aktifnya perlu dilarutkan
dalam cairan
lambung-usus.
Dalam proses
tersebut, kecepatan
larut
partikel
obat
berperan
penting;
semakin
halus
semakin
cepat
larutnya
dan
resorpsi
obat.
Oleh karena itu, pemberian secara injeksi intravena menghasilkan efek
yang
tercepat,
karena
obat
langsung masuk
ke dalam sirkulasi.
Efek
lebih
lambat
lagi
diperoleh
dengan
injeksi
intramuskuler
(i.m.)
karena
obat
harus
melewati banyak membran sel sebelum tiba dalam peredaran darah besar.
Untuk
obat
yang
diberikan secara
oral
akan
diresorpsi
dari
saluran
lambung-usus.
Kebanyakan obat
bersifat
asam
atau
basa
organik
lemah
mengalami disosiasi menjadi ion dalam larutan. Besarnya ionisasi untuk setiap
zat
berbeda
dan
tergantung dari
konstanta
disosiasinya
dan
derajat
asam
lingkungan sekitarnya.
Lebih
sedikit
obat
terdisosiasi,
lebih
lancar
pula
penyerapannya.
Untuk
obat
yang
bersifat asam
lemah,
hanya
akan
sedikit
|
15
terurai menjadi ion dalam lingkungan asam kuat di dalam lambung, sehingga
resorpsinya sangat baik di
lambung. Sebaliknya, basa
lemah terionisasi
dengan baik pada pH
lambung sehingga hanya sedikit diresorpsi. Sedangkan
pada usus halus zat yang bersifat basa lemah paling mudah diserap. Pada usus
besar terkandung sangat sedikit air untuk melarutkan obat yang belum terlarut
dalam
usus
halus. Selain
itu
juga
tidak
terdapat
jonjot
mukosa
dan
transpor
aktif
yang
menyebabkan obat
yang
diserap
secara
aktif
sebaiknya tidak
diberikan
secara
rektal
dan
suppositoria sebaiknya digunakan
ketika
rektum
dalam keadaan kosong.
2.2.4 Biotransformasi
Pada dasarnya setiap obat merupakan zat asing
yang tidak diinginkan
bagi tubuh, karena obat dapat merusak sel dan
mengganggu fungsinya. Oleh
karena
itu,
tubuh
akan
berusaha
untuk
merombak zat
asing
ini
menjadi
metabolit yang
tidak
aktif
lagi
dan
sekaligus
bersifat
lebih
hidrofil
agar
memudahkan proses ekskresinya oleh ginjal. Dengan demikian reaksi - reaksi
metabolisme dalam hati dan beberapa organ lain (paru paru, ginjal, dinding
usus dan juga di dalam darah) disebut biotransformasi. Persentase obat
yang
secara utuh mencapai sirkulasi umum untuk melakukan kerjanya disebut bio-
availability.
Metabolisme berlangsung melalui kerja yang dilakukan katalis protein
yang disebut enzim. Metabolisme
obat seringkali
berlangsung pada liver,
|
16
walaupun
ada
juga
beberapa
enzim
pada
darah.
Enzim
liver
yang
terlibat
dalam
metabolisme obat
termasuk
dalam
keluarga
epoxide
hydratase
dan
cytochrome
P450
enzim
liver
mengkatalisasi
modifikasi
kimiawi
pada
obat,
lalu mengoksidasinya dan membuatnya lebih mudah dikeluarkan.
Kecepatan biotransformasi umumnya
bertambah bila konsentrasi
obat
meningkat.
Hal
ini akan
terus
berlaku
hingga
seluruh
molekul
enzim yang
melakukan pengubahan ditempati terus menerus oleh
molekul obat sehingga
kecepatan biotransformasi menjadi konstan. Faktor lain
yang
mempengaruhi
adalah fungsi hati, usia, faktor genetis dan juga interaksi dengan penggunaan
bersama obat lain.
2.2.5 Distribusi
Obat
yang
telah
melalui hati
bersamaan
dengan
metabolitnya
disebarkan secara
merata
ke
seluruh
jaringan
tubuh,
khususnya
melalui
peredaran
darah.
Seringkali
distribusi obat
tidak
merata
akibat
beberapa
gangguan,
yaitu
adanya
rintangan,
terikatnya obat
pada
protein
darah
atau
jaringan
dan
lemak.
Bagian
obat
yang
mengalami pengikatan
protein darah
akan
hilang
aktivitas
farmakologinya dan
menjadi
inaktif,
tetapi
tidak
mengalami proses biotransformasi dan
ekskresi. Pengikatan protein ini dapat
dianggap suatu cara untuk
menyimpan obat, karena bagian yang terikat tidak
dirombak atau diekskresi. Pada umumnya, ketika konsentrasi obat bebas
|
17
menurun,
ikatan obat-protein akan pecah dan obat terlepas kembali,
hingga
kadar obat bebas hampir tidak berubah.
2.2.6 Ekskresi
Ekskresi
adalah
proses
mengeluarkan
obat
atau
metabolitnya dari
tubuh, terutama dilakukan oleh ginjal melalui air seni. Ginjal akan menyaring
darah
dan
membuang
obat dan
sisa
metabolisme.
Mekanisme
ekskresi
obat
yang
dilakukan oleh
ginjal yakni
filtrasi glomeruli (pasif) dan
transpor
aktif
untuk zat zat tertentu.
Walaupun
sebagian
obat
tidak
masuk ke
peredaran
darah
untuk bisa
memberikan
efek
pada
penyakit
yang
diderita,
tapi
sebagian
sisanya
akan
tetap
dikeluarkan secara
bertahap
dari
peredaran
darah
oleh
proses
yang
dinamakan elimination. Proses eliminasi sebagian besar disebabkan oleh
ginjal, tetapi metabolisme juga mempengaruhi.
Obat bisa juga dikeluarkan dari liver di bile. Bile adalah suatu
substansi
yang
dibutuhkan dalam
pengolahan lemak,
yang
dihasilkan
oleh
liver, disimpan di
gallblader, dan dikirimkan ke intestin kecil. Cara lain, yaitu
melalui kulit bersama keringat, paru paru melalui pernafasan, empedu oleh
hati, air susu
ibu pada ibu
menyusui dan juga
usus. Contoh ekskresi melalui
pernafasan
adalah pada
tes
kadar
alkohol
pada
pengendara
kendaraan
bermotor. Pada
usus,
zat
zat
yang
tidak
atau
tak
lengkap
diresorpsi
dikeluarkan melalui tinja.
|
18
2.2.7 Konsentrasi Plasma
Untuk dapat
menilai
suatu
obat
secara
klinis,
menetapkan dosis,
dan
skema penakarannya yang tepat, perlu adanya sejumlah data farmakokinetika.
Khususnya
mengenai kadar
obat
di
tempat
tujuan
dan
dalam darah,
serta
perubahan kadar ini dalam waktu tertentu. Pada umumnya besarnya efek obat
tergantung pada
konsentrasinya di
target
site
itu
dan
ini
berhubungan
erat
dengan
konsentrasi
plasma.
Pada
obat
yang
resorpsinya
baik,
kadar plasma
meningkat bila dosisnya diperbesar. Kadar obat dalam plasma,
yang
nilainya
kurang
lebih sama
dengan konsentrasinya dalam darah, dapat diukur dengan
alat alat modern dengan ketelitian dari satu per seribu mg (0,001 mg).
Dengan
mengambil contoh
darah
dari
seorang
pasien
yang
telah
diberikan suatu
dosis
obat
tertentu
pada
beberapa
titik
waktu,
kemudian
mengukur
kadarnya dalam
contoh
contoh
darah
tersebut
dan
menggambarkan nilai nilai kadar ini sebagai
fungsi dari waktu, maka dapat
diperoleh grafik konsentrasi-waktu dari obat tersebut.
Gambar
2.3
memperlihatkan grafik
lengkung
yang
lazim
pada
kebanyakan obat.
Di
sini
dapat
dilihat
bahwa
obat
mencapai
konsentrasi
puncak dalam waktu 2
jam,
lalu
menurun.
Penurunan ini
mula
mula
agak
cepat
dan
kemudian
berkurangnya konsentrasi
akan
berlangsung
secara
berangsur
angsur
yaitu
secara
eksponensiil.
Hal
ini
disebabkan
eliminasi
obat setiap menit menjadi semakin sedikit.
|
19
Gambar 2.3 Grafik eksponensial
2.2.8 Plasma Half-life
Telah kita lihat, bahwa turunnya kadar-plasma obat dan lama efeknya
bergantung
pada kecepatan
metabolisme dan
ekskresi.
Kedua
faktor
ini
menentukan
kecepatan
eliminasi
obat,
yang
dinyatakan
dengan
pengertian
masa-paruh (t½ ), yaitu rentang waktu di mana kadar obat dalam plasma pada
fase
eliminasi
menurun
sampai
separuhnya.
Pada
gambar
2-2,
masa
paruh
obat adalah 4 jam, kadar menurun dari 8 sampai 4 dalam waktu 4 jam, begitu
pula dari 4 sampai 2 dan seterusnya.
|
20
Setiap obat
memiliki
masa paruh yang berlainan dan dapat bervariasi
dari
23
detik
(adrenalin) hingga 2
tahun
(obat
kontras-iod organis).
Waktu
paruh juga
berbeda
secara perorangan berhubung
variasi
individual.
Waktu
paruh juga dipengaruhi oleh faktor
faktor
lain,
yaitu
fungsi
organ organ
eliminasi. Faktor
tersebut sangatlah penting, karena pada kerusakan hati atau
ginjal, maka waktu paruh dapat meningkat sampai 20 kali atau lebih.
2.3 Efek Terapeutis Obat
Tidak semua
obat
bersifat
betul
betul
menyembuhkan penyakit; banyak
diantaranya
yang
hanya
meniadakan
atau
meringankan
gejalanya.
Oleh
karena
itu,
dapat dibedakan tiga jenis pengobatan, yaitu:
a. Terapi kausal, menghilangkan penyebab penyakit, dengan memusnahkan kuman,
virus, atau parasit. Contoh: antibiotik, obat obat malaria.
b. Terapi simtomatis, hanya mengobati gejala penyakit yang timbul dan
meringankan
penyebabnya sedangkan
yang
lebih
mendalam
tidak
dipengaruhi,
misalnya kerusakan pada suatu organ atau saraf. Contoh: analgetika pada rematik
atau sakit kepala, obat hipertensi dan obat jantung.
c. Terapi substitusi, menggantikan zat yang lazimnya dibuat oleh organ yang sakit.
Misalnya
insulin
pada diabetes,
karena
produksinya oleh
pankreas kurang atau
berhenti, tiroksin pada hipotirosis dan estrogen pada hipofungi ovarium di
masa
klimakterium wanita.
|
21
Efek terapeutis obat tergantung dari banyak faktor, antara lain dari cara dan
bentuk
pemberian,
sifak
fisiko-kimiawinya yang
menentukan
resorpsi,
biotransformasi dan ekskresinya
dari
tubuh.
Selain
itu
juga dari
kondisi
fisiologis
penderita (fungsi hati, ginjal, usus, dan peredaran darah). Faktor faktor individual
lainnya, misalnya etnis,
kelamin,
luas permukaan badan dan kebiasaan makan juga
dapat memegang peranan penting.
Efek terapeutis akan berlangsung ketika konsentrasi obat dalam tubuh berada
di
antara
minimum
effect
concentration
(MEC)
dan
minimum toxic concentration
(MTC). MEC adalah konsentrasi minimal obat dalam tubuh agar obat bisa bekerja
dan
menunjukkan hasil
yang
diharapkan.
Sedangkan
MTC
adalah
konsentrasi
minimal
obat
dalam
tubuh
sehingga
obat
memberikan efek
racun
bukannya
menyembuhkan. Oleh
karena
itulah
diperlukan
perhitungan
untuk
mengukur
konsentrasi obat dalam tubuh terhadap waktu secara dinamis agar pengobatan yang
dilakukan
bisa
memberikan hasil
yang
efektif
dan
aman.
Salah
satu
contoh
pentingnya pemberian obat agar konsentrasinya lebih besar dari MEC adalah dalam
kemoterapeutika. Jika obat
yang diberikan berada dibawah batas MEC,
maka besar
kemungkinan kuman
akan
berkembang lagi dan bahkan bisa
timbul
sifat
resistensi
kuman terhadap obat yang diberikan.
2.3.1 Kesetiaan Terapi (patient compliance)
Banyak penelitian yang menunjukkan bahwa sejumlah besar pasien tidak
minum
obatnya
dengan
taat
dan
teratur,
atau
tidak
menghabiskan
obat
yang
|
22
diberikan padanya sesuai dengan resep
dokter.
Hal
ini
menyebabkan obat tidak
memberikan efek optimal yang diinginkan, bahkan dapat menimbulkan
resistensi,
khususnya
pada
antibiotika. Kesetiaan
dan
kerelaan
pasien
untuk
meminum
obatnya
dipengaruhi oleh
sejumlah
faktor
dan
yang
utama
adalah
(Hoan Tjay, 2008, p38):
a. Sifat
individual:
misalnya
watak,
tingkat
pendidikan, dan
kepekaan
untuk
nyeri.
b. Relasi dokter-pasien: bila pasien tidak senang dengan perlakuan dokter atau
tidak
menerima
informasi
yang
cukup
mengenai
penyakitnya
compliance
akan turun. Begitu pula jika dokter tidak
memberikan instruksi yang
lengkap
atau
cukup
jelas
mengenai
penggunaan obat.
Misalnya,
antibiotika
harus
diselesaikan pengobatannya, walaupun gejala penyakit infeksi sudah lenyap.
c. Jenis penyakit: semakin
berat
penyakit, semakin
baik compliance-nya, juga
bila pasien merasa nyeri.
Sebaliknya,
compliance
berkurang bila obat
harus
diminum dalam waktu yang lama atau bertahun tahun, sedangkan penyakit
tidak
memperlihatkan
gejala
tidak
nyaman
(radang,
nyeri)
seperti
diabetes
dan hipertensi.
d. Jumlah obat dan frekuensi takarannya: semakin banyak
frekuensi pemberian
obat, akan semakin
turun compliance. Bila obat
harus digunakan lebih dari
dua
kali
sehari,
compliance
menurun
dengan
nyata,
begitu
pula
bila
obat
tidak
diberikan sebagai tablet atau kapsul,
melainkan cairan atau
suppositoria.
|
23
2.3.2 Dosis
Dosis
obat
yang
diberikan harus
diberikan pada
pasien
untuk
menghasilkan
efek
yang
diharapkan
tergantung dari
banyak
faktor,
antara
lain
usia,
bobot
badan,
jenis
kelamin,
besarnya
luas
permukaan tubuh,
beratnya
penyakit dan
keadaan daya-tangkis penderita.
Berikut akan
dibahas
faktor
usia,
jenis kelamin, dan besarnya luas permukaan tubuh.
2.3.2.1 Umur
Pada orang yang berusia di atas 65 tahun, lazimnya lebih peka
terhadap obat dan efek sampingnya, karena perubahan perubahan fisiologis,
seperti
menurunnya
fungsi
ginjal
dan
metabolisme
hati,
meningkatnya rasio
lemak-air dan
berkurangnya sirkulasi
darah.
Karena
fungsi
ginjal
dan
hati
sudah
menurun,
maka
eliminasi obat
pun
berlangsung
lebih
lambat.
Selain
itu, beberapa faktor seperti bakteri serta kekurangan nutrisi makanan banyak
terjadi pada
manula yang akhirnya menurunkan gungsi kerja hati.
Lagi pula
jumlah
albumin darahnya
lebih sedikit, oleh karena itu pengikatan obat pun
berkurang,
terutama
obat
obat
dengan
persentase ikatan
protein
besar,
seperti anti-koagulansia dan
fenilutazon. Hal
ini berarti bahwa bentuk bebas
dan
aktif
dari
obat
obat
ini
menjadi lebih
besar
dan
bahaya
keracunan
semakin meningkat.
Selanjutnya, pada manula tak jarang terjadi kerusakan umum pada sel
sel otak, yang mengakibatkan peningkatan kepekaan bagi obat dengan kerja
|
24
pusat,
seperti
obat
tidur.
Obat
ini
pada
dosis biasa
dapat
mengakibatkan
reaksi keracunan yang hebat pada manula, juga obat jantung digoksin,
hormon insulin, dan adrenalin.
Oleh
karena
faktor
faktor
tersebut,
bagi
lansia
dianjurkan
menggunakan dosis yang lebih rendah, yakni (Hoan Tjay, 2008, p45):
65 74 tahun: dosis biasa 10%
75 84 tahun: dosis biasa 20%
85 tahun dan seterusnya: dosis biasa 30%
Sedangkan untuk anak
anak berusia dibawah 18 tahun, dosis
yang
dianjurkan berdasarkan rumus Augsberger adalah (Hoan Tjay, 2008, p46):
2 12 bulan: (m + 13)% dari Dosis dewasa
1 12 tahun: (4n + 20)% dari Dosis dewasa
12 17 tahun: (5n + 10)% dari Dosis dewasa
2.3.2.2 Jenis Kelamin
Perbedaan massa otot,
aliran darah
organ
dan
banyak
cairan tubuh
pada
pria dan wanita
mempengaruhi parameter
farmakokinetik dari banyak
obat.
Beberapa
penelitian
juga
menunjukkan perbedaan
kecepatan
metabolisme
untuk
beberapa
jenis
obat karena perbedaan
kelamin.
Banyak
penelitian yang
mengurangi dosis obat
untuk
wanita sebesar 10
20%
dari
dosis pria.
|
![]() 25
2.3.2.3 Luas Permukaan Tubuh
Luas
permukaan
tubuh
berhubungan langsung
dengan
kecepatan
metabolisme obat.
Misalnya, parameter eliminasi,
seperti
filtrasi
glomeruler,
volume
darah
dan
arusnya
di
ginjal.
Semakin
bertambah usia,
maka
perbandingan antara permukaan badan dan bobotnya akan menjadi lebih kecil.
Obat dengan
luas
terapi sempit,
dosisnya
selalu ditentukan berdasarkan luas
permukaan tubuh, karena lebih eksak. Formula Dubois untuk menghitung luas
permukaan tubuh:
BSA = 0.007184 x Weight (kg)
0.425
x
Height (cm)
0.725
Formula Crawford
Erry Rourke digunakan untuk
menghitung besar dosis
yang diberikan:
???
?
?
?
?
??
?
?
?
BSA dewasa : 1,73 m²
2.4 Kombinasi Obat
Dua obat yang digunakan pada waktu bersamaan dapat saling memengaruhi
khasiatnya
masing
masing,
yakni
dapat
memperlihatkan kerja
berlawanan
(antagonisme) atau kerja sama (sinergisme).
a. Antagonisme terjadi jika kegiatan obat pertama dikurangi atau ditiadakan sama
sekali oleh obat kedua yang memiliki khasiat farmakologi berlawanan, misalnya
|
26
barbital dan strychnin, adrenalin dan histamin. Pada antagonisme kompetitif, dua
obat bersaing secara reversibel untuk reseptor yang sama, misalnya antihistamin
dan
histamin.
Ada
juga obat
obat
yang bersaing
secara
tak reversibel
untuk
molekul yang sama, misalnya zat zat chelasi pada keracunan logam.
b. Sinergisme adalah kerja sama antara dua obat atau dikenal dua jenis:
i.
Adisi. Efek kombinasi adalah sama dengan jumlah kegiatan dari masing
masing obat, misalnya kombinasi asetosal dan parasetamol, juga trisulfa.
ii.
Potensiasi. Kedua obat
saling
memperkuat khasiatnya, sehingga terjadi
efek yang
melebihi
jumlah matematis dari a + b. Kedua obat kombinasi
dapat
memiliki kegiatan
yang
sama,
seperti
estrogen
dan
progesteron,
asetosal dan kodein. Atau, satu obat dari kombinasi
memiliki efek
yang
berlainan, misalkan analgetika dan klorpromazin.
Sering
kali
kombinasi
obat
diberikan
dalam
perbandingan tetap
dengan
maksud
mengadisidaya kerja terapeutisnya
tanpa
mengadisi efek buruknya, seperti
pada trisulfa. Atau untuk mencegah
timbulnya
resistensi kuman, misalnya
kombinasi
INH
dan
PAS.
Kadang
kadang,
ditambahkan obat
pembantu
untuk
meniadakan
efek
samping
obat pertama,
seperti
kalium
pada diuretik thiazid,
dan
ranitidin pada penggunaan NSAID.
Tersedianya kombinasi tetap dari dua atau lebih obat adalah praktis, karena
pasien
hanya harus
minum
satu
tablet
atau kapsul.
Kesulitan
yang
muncul
adalah
dosis
obat
tidak dapat
diubah
tanpa
mengubah pula
dosis
obat
kedua,
sedangkan
skema
pentakaran
untuk
kedua
obat
tidak
selalu
sama
berhubung
dengan
masa
paruh obat yang berlainan.
|
27
2.5 Interaksi Obat
2.5.1 Interaksi antar obat
Bila
seorang pasien diberikan dua
atau
lebih obat,
kemungkinan besar
akan
terjadi
interaksi
antara
obat
obatan
tersebut di
dalam
tubuhnya.
Efek
masing
masing
obat
dapat
saling
mengganggu atau efek
samping
yang
tidak
diinginkan
mungkin
akan
timbul.
Efek
efek
yang
mungkin
timbul
antaranya
menurunnya
efisiensi salah
satu
obat,
meningkatnya efek
atau konsentrasi obat
dalam tubuh
sehingga cenderung
menjadi
toksik
dan
meningkatnya
kemungkinan timbul efek samping.
Secara
rata
rata,
interaksi
antara
3
jenis
obat dapat
menimbulkan
3
efek
interaksi,
sedangkan
4
jenis
obat
dapat
menimbulkan 6
efek
interaksi,
interaksi 5 jenis obat dapat menimbulkan 10 efek interaksi (resiko tinggi), 6 jenis
obat
menyebabkan 15
efek
interaksi (bahaya
tinggi), dan 7
jenis
obat bahkan
dapat menyebabkan kematian ( slide FARMAKOLOGI &
TERAPEUTIK 3 FK
UNDIP, tanpa tahun, slide 80).
Ada
beberapa
cara
berlangsungnya interaksi
obat,
yang
terpenting
di
antaranya adalah:
a. Interaksi kimiawi. Obat beraksi dengan obat
lain
secara kimiawi, misalnya
penisilamin oleh Cu, Pb, atau Au.
b. Kompetisi
untuk protein plasma: analgetika, klobrifat dan kinidin
mendesak
obat
lain
dari
ikatannya pada
protein
dan
dengan
demikian
memperkuat
khasiatnya.
|
28
c. Induksi enzim. Obat yang menstimulir pembentukan enzim hati, tidak hanya
mempercepat eliminasinya, tetapi juga mempercepat perombakan obat lain.
d.
Inhibisi
enzim.
Zat
yang
mengganggu fungsi
hati
dan
enzimnya,
seperti
alkohol, dapat memperkuat daya kerja obat lain yang efek dan lama kerjanya
tergantung pada enzim tersebut.
2.5.2 Interaksi Obat Dengan Makanan
Adakalanya terjadi interaksi dari obat dengan bahan makanan, yang dapat
mempengaruhi farmakokinetika obat. Interaksi obat terutama harus diperhatikan
bila
obat
diberikan
bersamaan
dengan
obat
lain
yang
indeks
terapinya kecil,
sehingga sedikit peningkatan kadar plasmanya sudah dapat menimbulkan gejala
toksis.
a.
Absorpsi.
Obat
dapat
diikat
oleh
makanan,
sehingga
absorpsinya
di
usus
dapat
diperlambat atau
dikurangi
dan
efeknya
akan
menurun.
Misalnya,
dengan
mengonsumsi makanan
yang banyak serat dapat mengabsorpsi obat,
seperti
lovastatin,
sehingga
bioavailabilitas-nya menurun,
sedangkan
serat
sendiri berdaya menurunkan kolesterol. Efek sama terjadi pada digoksin dan
garam
litium.
Contoh
lain
adalah
interaksi
dari
antikoagulansia dengan
sayuran
yang
mengandung vitamin K, seperti bayam, brokoli dan kol kecil.
Bila
dimakan
terlalu
banyak,
vitamin
K
dapat
mengurangi efek
antikoagulansia.
|
29
b.
Metabolisme.
Perombakan obat
dapat
dirintangi,
sehingga kadarnya
meningkat dan
timbul
efek
toksis.
Contoh
yang
terkenal
adalah
interaksi
MAO-blockers dengan keju dan coklat. Enzim MAO bertanggung jawab atas
penguraian
semua katecholamin
di dalam tubuh, misalnya
adrenalin,
serotonin
dan
dopamin. Bila
pasien
diberi
perintang
MAO
sebagai
antidpresivum dan
makan sesuatu yang
mengandung tiramin
atau amin lain,
maka
zat
ini
tidak akan
diuraikan
lagi
karena
enzim
MAO sudah diblokir.
Sebagai
akibatnya dapat
terjadi
hipertensi hebat
dengan
efek
buruknya.
Makanan yang mengandung amin antara lain keju, alpukat, anggur, produk
produk ragi dan hati ayam. Coklat mengandung feniletilamin.
c. Ekskresi. Suatu diet vegetatis ketat meningkatkan pH urin dan memperlancar
ekskresi obat yang bersifat asam lemah, seperti vitamin C dan NSAIDs, juga
makanan dengan
buah
buahan
(kecuali
prune
kering), semua
sayuran
(kecuali
jagung
dan
lentils), kentang
dan
susu.
Diet
yang
kaya
protein
(daging, ikan, kerang, keju, telur), mentega kacang, roti dan cake
menurunkan pH urin. Urin asam ini mengurangi reabsorpsi tubuler obat yang
bersifat basa lemah dan dengan demikian memperbesar
ekskresinya,
misalnya alkaloida (morfin).
|
![]() 30
2.6 Parameter Farmakokinetik
2.6.1 Bioavailabilitas (=F)
Parameter
ini
menunjukkan fraksi
dari
dosis
obat
yang
mencapai
peredaran
darah
sistemik
dalam bentuk
aktif.
Jika
obat
dalam bentuk
aktif
diberikan
secara
injeksi
intravena (IV)
maka
F=1,
karena
obat
tidak
perlu
melewati
proses
resorpsi
melainkan langsung
masuk
dalam
sistem
peredaran
darah. Sedangkan jika obat diberikan per oral maka F biasanya kurang dari 1 dan
besarnya bergantung pada
jumlah obat
yang
dapat
menembus
dinding saluran
cerna (jumlah obat
yang
diresorpsi) dan jumlah obat
yang
mengalami eliminasi
presistemik (metabolisme lintas pertama) di mukosa usus dan dalam hati.
Besarnya bioavailabilitas suatu
obat oral
di
gambarkan oleh
AUC
(area
under curve atau luas area di bawah kurva kadar obat Cp dalam plasma terhadap
waktu) obat oral tersebut dibandingkan dengan AUC-nya pada pemberian IV. Ini
disebut bioavailabilitas oral. AUC dapat di formulasikan sebagai berikut
?
?
?
?
?
?
?
?
?
?
2.6.2 Volume Distribusi (Vd)
Parameter ini
menunjukkan volume penyebaran obat dalam tubuh
dengan kadar plasma atau serum. Vd bukanlah volume tubuh yang sebenarnya,
|
![]() 31
tetapi
hanya
volume semu
yang
menggambarkan luasnya
distribusi obat
dalam
tubuh.
Besarnya Vd
ditentukan
oleh
ukuran
dan
komposisi tubuh,
kemampuan
molekul
obat
memasuki berbagai
kompartemen
tubuh, dan derajat
ikatan
obat
dengan
protein
plasma
dan
dengan
berbagai
jaringan. Secara
sederhana,
Vd
adalah
volume
yang
dibutuhkan
untuk
obat
menyebar
secara
homogen
pada
darah, plasma dan cairan plasma.
?
?
?
??
?
?
?
?
?
?
?
?
?
??
Obat dengan
volume distribusi yang sangat besar
memiliki konsentrasi
yang lebih tinggi di jaringan extravascular, hingga cenderung terjadi penimbunan
obat
di
jaringan
tersebut
dibandingkan di
kompartemen
vascular
(plasma).
Sedangkan obat yang memiliki ikatan yang kuat dengan protein plasma sehingga
memiliki
konsentrasi
dalam
plasma
yang cukup
tinggi,
maka
volume
distribusinya kecil.
2.6.3 Waktu Paruh Eliminasi (=t
½
)
Ini
adalah
waktu
yang
diperlukan untuk
turunnya
kadar
obat
dalam
plasma
atau
serum
pada
fase
eliminasi (setelah
fase
resorpsi
dan
distribusi)
menjadi separuhnya. Untuk obat obatan yang mengalami eliminasi presistemik,
t
½
ini
merupakan bilangan konstan
yang
tidak
tergantung
dari
besarnya dosis,
interval
pemberian,
maupun cara
pemberian.
Akan
tetapi, parameter
ini
adalah
bentuk turunan dan
tergantung pada bersihan dan
volume distribusi dari obat.
|
![]() 32
Oleh
karena
itu, jika bersihan dan
volume
distribusi berubah karena penyakit,
interaksi obat dan umur, maka perubahan waktu paruh juga bisa terjadi. Waktu
paruh biasanya dihitung dari persamaan berikut:
t
½
0.693
k
ln
?2
?
k
dimana, k = ratio eliminasi konstan
karena k = bersihan (Cl) / Vd, maka hubungan antar parameter terbukti dengan
jelas.
Secara medis, k dan Cl adalah dua parameter farmakokinetik yang
penting dalam menentukan penjadwalan dosis pasien yang spesifik. Waktu paruh
adalah parameter farmakokinetik yang penting dalam menentukan interval antar
dosis, sedangkan
besarnya dosis ditentukan
dari
dua
parameter
farmakokinetik
lainnya, yaitu volume distribusi dan bersihan.
2.6.4 Bersihan (Clearance = Cl)
Cl adalah volume darah/ plasma yang dibersihkan dari obat per satuan
waktu (mL/ menit).
?
dengan Cl = bersihan, k = ratio eliminasi, dan C = konsentrasi obat pada kondisi
stabil.
|
![]() 33
Eliminasi
obat
dari
tubuh
melibatkan proses
yang
terjadi
pada
ginjal,
hati,
paru
paru
dan
organ
lain.
Dengan
membagi
ratio
eliminasi
dari
setiap
organ
dengan
konsentrasi
obat,
kita
akan
dapatkan
bersihan
(Cl)
pada
setiap
organ tersebut. Jika nilai tersebut digabungkan menjadi satu, akan menjadi
bersihan total seluruh tubuh.
????
?
??
?
?
?
?
?
?
?
?
?
?
?
?
?
?
?
????
?
??
?
?
?
2.7 Model Farmakokinetik Tubuh Manusia
Model digunakan untuk mendeskripsikan dan
menginterpretasikan
suatu
data
yang
diperoleh
dari
hasil
percobaan.
Model
farmakokinetik adalah
struktur
hipotetikal
yang
bisa
digunakan
untuk
menjelaskan proses
yang
dijalani dan
nasib
obat dalam sistem biologis tubuh ketika diberikan dengan cara dan dosis tertentu.
Ada beberapa cara
untuk
menggambarkan proses kinetik obat dalam tubuh.
Tiga kelas model farmakokinetik yang banyak digunakan adalah kompartemen, non-
|
34
kompartemen,
dan
model
fisiologis. Walaupun
model
fisiologis
memberikan
gambaran yang
paling
akurat
mengenai proses
kinetik
yang
terjadi,
tetapi
membutuhkan beberapa
percobaan
dan
data
medis.
Model
non-kompartemen
berdasarkan teori
momen statistik dan
membutuhkan lebih
sedikit
asumsi
mengenai
fisiologis
distribusi obat
dan
mekanisme
eliminasi obat.
Pada
model
kompartemen,
dilakukan
penggabungkan
jaringan
dan
organ
yang
memiliki
efek
kinetik terhadap
obat yang sama untuk membentuk satu kompartemen. Biasanya proses kinetik dalam
sistem
biologis
bisa
digambarkan dengan
model
satu
kompartemen
atau
dua
kompartemen.
Sesungguhnya, tubuh manusia terdiri dari berjuta juta model kompartemen
berdasarkan konsentrasi obat yang berbeda pada sel atau jaringan. Akan tetapi, pada
tubuh
yang
hidup
kita
hanya dapat
mengakses
dua
tipe
cairan tubuh, darah
(atau
plasma atau serum) dan urin. Model kompartemen digunakan untuk menggambarkan
kinetika
proses
sistem biologis sesuai
data eksperimen dari konsentrasi obat
dalam
darah
terhadap
waktu.
Model
kompartemen
adalah
model
yang
banyak
digunakan
oleh para peneliti di indonesia dan para peneliti farmakokinetika lainnya.
Model
kompartemen
mana
yang
cocok
untuk
suatu
obat
tergantung
pada
jenis
obatnya
dan
dapat
diperkirakan dari
profil
kurva
kadar
obat
dalam
plasma
terhadap waktu.
Dalam penelitian
farmakokinetik tentu saja harus
digunakan
model
yang paling cocok untuk obat yang bersangkutan. Tetapi untuk perhitungan regimen
dosis
obat,
yang
harus
cepat dan
tidak
perlu
terlalu
tepat
karena selalu
harus
disesuaikan kembali
menurut respon pasien, cukup digunakan model satu
|
![]() 35
kompartemen untuk pemberian oral dan kalau perlu
model dua kompartemen untuk
pemberian IV.
2.7.1 Model 1 Kompartemen
Menurut
model
ini,
tubuh
dianggap
sebagai
satu
kompartemen yang
memiliki kinetika yang sama dengan darah/ plasma, tempat obat menyebar
dengan seketika dan
merata ke
seluruh
cairan dan jaringan tubuh.
Pada
model
satu kompartemen obat tidak harus masuk dalam sistem peredaran. Obat bisa ada
pada seluruh cairan ekstraselular, jaringan lunak, atau seluruh tubuh, tetapi tidak
terkumpul di satu tempat tertentu.
Gambar 2.4 Diagram kotak model satu kompartemen
Persamaan differensial dan solusinya yang menggambarkan model diatas
adalah (Xiaoling Li, 2006)
?
??
?
?
?
?
??
?
?
?
?
?
?
?
?
?
|
![]() 36
dimana K adalah ratio
eliminasi presistemik,
dan
?
?
adalah ?
ketika waktu
awal.
Gambar 2.5 Grafik log konsentrasi plasma terhadap waktu setelah pemberian obat
secara intravenous (---) and oral (-) pada model satu kompartemen
Grafik diatas
menunjukkan perubahan konsentrasi obat
terhadap
waktu
secara dinamis pada model satu kompartemen. Garis putus putus menunjukkan
perubahan konsentrasi setelah pemberian obat dengan injeksi intravena dan garis
sambung
menunjukkan perubahan
konsentrasi
setelah
pemberian
obat
dengan
oral.
Karena
pemberian
obat
dengan
injeksi
intravena
tidak
memiliki tahap
resorpsi, maka grafik yang ditunjukkan linear. Sedangkan untuk pemberian obat
dengan
cara
oral,
konsentrasi obat
pada
darah
secara
perlahan
mencapai
konsentrasi puncak karena proses resorpsi oleh tubuh.
|
![]() 37
???
?
???
?
Persamaan deferensial dan solusinya dari pemodelan di atas adalah
sebagai berikut(Xiaoling Li, 2006)
?
?
?
?
?
?
?
?
???
?
??
??
?
??
?
?
?
?
?
?
?
?
?
?
?
?
?
?
?
dimana ?
adalah ratio absorpsi per satuan waktu, K adalah ratio eliminasi
per
satuan
waktu,
adalah
volume distribusi, F
adalah banyak bagian dari dosis
yang diberikan
yang masuk ke dalam sistem sirkulasi, dan S adalah formulasi
faktor salt.
dapat dihitung dengan persamaan(Xiaoling Li, 2006):
?
?
??
??
?
?
?
?
?
?
???
?
?
?
?
yang
merupakan
persamaan
yang sama dengan
?
pada model
dua
kompartemen.
Pada
model
satu
kompartemen,
?
diturunkan
menjadi
. Dua parameter, ?
,
?
dan ?
?
,
yang menunjukkan konsentrasi
maksimal obat yang dapat dicapai dan waktu dimana konsentrasi
maksimal obat
mencapai titik
maksimal, dapat dihitung dengan persamaan berikut(Xiaoling Li, 2006):
?
?
?
?
?
?
??
??
?
??
?
?
?
?
?
?
?
?
?
?
?
,
?
?
?
?
?
?
?
|
![]() 38
2.8 Persamaan Matematika Untuk Pengobatan Dengan Dosis Berulang
2.8.1 Persamaan Matematika Konsentrasi Obat Dan Waktu Paruh
Secara
umum
dan
sederhana,
kecepatan
dari
eliminasi obat
dalam
peredaran darah proporsional dengan jumlah yang ada dalam peredaran darah saat
itu.
Oleh
karena
itu,
jika C(t) adalah konsentrasi obat
pada waktu
t,
maka
fakta
bahwa
obat dieliminasi dari
peredaran
darah
pada
kecepatan
yang
proporsional
dengan jumlah yang ada saat itu bisa dirumuskan sebagai berikut (Raina Robeva,
2008):
dC (t )
=
-rC (t )
, dimana r > 0.
dt
dan solusi dari persamaan differensial diatas adalah
C
(t ) = C (0)e
-
rt
Tanda
negative pada persamaan diatas mengindikasikan konsentrasi obat
dalam
darah
berkurang. Nilai
konstan
r,
disebut
kecepatan
eliminasi
konstan,
mengontrol
kecepatan
obat
akan dikeluarkan
dari
dalam
darah. Semakin
besar
nilai r, maka semakin cepat proses eliminasinya.
Hal
ini
berhubungan dekat
dengan
waktu-paruh dari
obat,
yang
didefinisikan sebagai waktu yang diperlukan untuk mengurangi konsentrasi obat
dalam
darah
menjadi
setengahnya.
Dalam
konsep
matematika dengan
menggunakan solusi persamaan differensial untuk konsentrasi obat di atas, maka
akan didapat waktu-paruh (t
½
)
obat adalah:
t½
=
ln(2)
r
|
![]() 39
2.8.2 Persamaan Matematika Untuk Dosis Berulang
Telah dijelaskan sebelumnya bahwa konsentrasi obat dalam darah setelah
setiap pemberian dosis obat C, maka konsentrasi obat tersebut dalam darah dapat
dihitung dengan persamaan
C t) = C (0)e
(t) = C (0)e
-
rt
.
Oleh karena itu setelah pemberian
dosis kedua, maka konsentrasi obat akan bertambah dan terakumulasi dan begitu
seterusnya.
Konsentrasi
obat yang terakumulasi
dari pemberian
obat dengan
dosis C dan interval waktu antar
dosis T tersebut dapat dituliskan dalam bentuk
?
?
?
?
?
?
?
?
?
?
?
?
?
?
Jika obat diberikan dalam dosis C dan interval waktu T yang sama, maka
pada akhir periode ke-n konsentrasi obat dalam darah menjadi (Raina Robeva,
2008):
Rn
=
C[(e
-
Tr
)
n
+
(e
-
Tr
)
n
-
1
+
(e
-
Tr
)
n
-
2
+
... + e
-
Tr
]
dan ketika dosis obat selanjutnya diminum, maka persamaan tersebut menjadi:
Rn + C
= C[(e
-
Tr
)
n
+
(e
-
Tr
)
n
-
1
+
(e
-
Tr
)
n
-
2
+
... + e
-
Tr
+
1]
Kedua persamaan diatas dapat
dibuat
sederhana dengan
menggunakan konsep
deret geometri.
Sebuah deret dalam bentuk,
?
?
?
|
![]() 40
adalah sebuah deret geometri. Jika kita menghitung jumlah dari n suku pertama
dari deret tersebut
?
,
maka:
?
?
?
?
??
Dan jika dikalikan dengan b,
?
?
?
?
??
?
Sehingga
?
?
?1
?
?
?
Oleh
karena
itu,
untuk
b ?
1, maka
jumlah
n suku pertama dari
dari
deret
geometri di atas adalah
?
1
?
?
1
dan jika |b| < 1, maka limit dari persamaan diatas adalah
lim
?
???
1
Karena ketika |b| < 1, lim
??8
?
0.
Persamaan diawal jika disesuaikan dengan deret geometri yang dijelaskan diatas
dengan a = C
?
dan b =
?
, maka akan diperoleh (Raina Robeva, 2008):
Rn = Ce
-Tr
1
-
(e
-Tr
)
n
1
-
e
-Tr
|
![]() 41
Dan untuk mengetahui apa yang akan terjadi ketika pemberian obat sudah
berlangsung beberapa saat, maka kita harus menghitung lim
?
ketika n Æ8.
R
=
lim
n?8
Rn =
Ce
-Tr
1
-
e
-Tr
=
C
e
Tr
-
1
dimana pada dosis berulang yang cukup banyak, konsentrasi obat akan stabil di
sekitar nilai R, yang tergantung pada dosis C, interval waktu yang sama T, dan
kecepatan eliminasi konstan r.
2.8.3 Regimen Dosis
Dengan
mengetahui
MEC, MTC
dan
waktu-paruh dari
obat, kita dapat
membuat suatu design pengobatan dengan manfaat maksimal dan aman. Dosis C
yang
sama
harus
diberikan
pada
interval
T
yang
sama.
Secara
umum,
setelah
beberapa dosis, konsentrasi obat akan selalu berada di antara R dan R+C. Karena
tujuan
utamanya adalah
untuk
mempertahankan konsentrasi
diantara
MEC
dan
MTC, maka kita bisa menentukan R dan C dari kondisi (Raina Robeva, 2008):
R=MEC dan
R+C=MTC
Karena MEC dan MTC setiap obat bisa diketahui, maka dosis C adalah:
C=MTC-MEC
Oleh karena itu, dengan nilai R dan C, kita dapatkan (Raina Robeva, 2008):
MEC
=
R
=
C
=
MTC
-
MEC
dan
T
=
1
ln
MTC
e
Tr
-
1
e
Tr
-
1
r
MEC
|
42
Membuat
semua
dosis dalam
jumlah
yang
sama
akan
mengakibatkan
suatu kerugian yaitu diperlukan suatu periode tertentu sebelum konsentrasi obat
mencapai MEC.
Untuk
beberapa
obat,
seperti
antidepresan, periode
tersebut
sangat
dibutuhkan
untuk
meminimalisir efek
sampingnya.
Sedangkan
untuk
banyak obat
umum
lainnya, dosis yang ditentukan
memberikan toleransi untuk
dosis
pertama
yang
lebih
besar
untuk
mencapai
konsentrasi efektif
maksimal
secepat mungkin.
2.9 Microsoft C#
Bahasa
pemograman C#
(dibaca
C
sharp)
adalah
sebuah
bahasa
pemograman
modern
yang
bersifat
general
purpose,
berorientasi objek
yang
dikembangkan oleh
Microsoft
sebagai
inisiatif
kerangka
.NET
Framework.
Bahasa
pemograman
ini
dicipatakan berbasiskan bahasa
C++
yang
telah
dipengaruhi oleh aspek aspek maupun fitur bahasa yang terdapat pada bahasa-
bahasa
pemrograman lainnya
seperti
Java,Delphi, dan
Visual
Basic
dengan
beberapa penyederhanaan. Bahasa pemrograman ini
dikembangkan oleh
sebuah
tim pengembang di
Microsoft yang dipimpin oleh
Anders Hejlsberg, seseorang
yang
telah
lama
berpengalaman
di
dunia pengembangan
bahasa
pemrograman
karena memang ialah yang membuat Borland Turbo Pascal, Borland Delphi, dan
juga Microsoft J++.
Menurut standar ECMA-334 C# Language Specification, nama C# terdiri
atas
sebuah huruf
Latin
C
(U+0043)
yang
diikuti oleh
tanda
pagar
yang
menandakan # (U+0023). Tanda pagar # yang digunakan memang bukan tanda
|
43
kres
dalam seni
musik
(U+266F),
dan tanda
pagar
#
(U+0023) tersebut
digunakan karena
karakter
kres
dalam seni
musik
tidak
terdapat
di
dalam
keyboard standar.
2.9.1 Sejarah C#
Pada akhir dekade 1990-an, Microsoft membuat program Microsoft J++
sebagai
sebuah
langkah
percobaan
untuk
menggunakan Java
di
dalam
sistem
operasi
Windows
untuk
meningkatkan antarmuka
dari
Microsoft
Component
Object Model (COM). Akan tetapi, akibat
masalah dengan pemegang hak cipta
bahasa
pemrograman Java,
Sun
Microsystems,
Microsoft
pun
menghentikan
pengembangan J++, dan beralih
untuk
membuat
pengganti
J++,
kompilernya
dan
mesin virtualnya sendiri dengan
menggunakan sebuah bahasa pemrograman
yang bersifat general purpose. Untuk menangani proyek
ini, Microsoft merekrut
Anders
Helsberg,
yang
merupakan
mantan
karyawan
Borland yang
membuat
bahasa
Turbo
Pascal,
dan
Borland
Delphi,
yang
juga
mendesain Windows
Foundation Classes
(WFC)
yang
digunakan di dalam
J++.
Sebagai
hasil dari
usaha tersebut, C# pun pertama kali diperkenalkan pada bulan Juli 2000 sebagai
sebuah
bahasa
pemrograman
modern
berorientasi objek
yang
menjadi
sebuah
bahasa
pemrograman
utama
di
dalam
pengembangan
di
dalam
platform
Microsoft .NET Framework.
C# didesain untuk
memenuhi kebutuhan akan sintaksis C++ yang
lebih
ringkas
dan
Rapid Application
Development yang
'tanpa
batas'
(dibandingkan
dengan RAD yang 'terbatas' seperti yang terdapat pada Delphi dan Visual Basic).
Seperti halnya bahasa Java, bahasa C# telah membuang beberapa fitur berbahaya
|
44
dari
bahasa C.
Memang,
pointer
belum
sepenuhnya "dicabut"
dari
C#,
tetapi
sebagian
besar
pemrograman dengan
menggunakan
bahasa
C#
tidak
membutuhkan
pointer secara
ekstensif,
seperti
halnya
C
dan
C++.
Persamaan
lainnya antara Java dan C# mencakup peran dari kompiler. Pengalaman Helsberg
sebelumnya dalam pendesain bahasa pemrograman seperti Visual J++, Delphi,
Turbo
Pascal)
dengan
mudah
dilihat
dalam sintaksis
bahasa
C#,
begitu
pula
halnya pada
inti Common
Language
Runtime (CLR).
Untuk
menjalankan suatu
program
C#,
di
komputer
atau
alat
elektronik
lain
yang
bersangkutan harus
tersedia CLR (Common Language Runtime).
Jalannya
sebuah program C#
akan
dikelola sepenuhnya
oleh CLR, oleh
karena
itu
program C#
dikatakan
sebagai
program yang
managed.
Sedangkan
program - program klasik
yang
langsung berinteraksi dengan
operating system
maupun
hardware
tertentu
disebut
program unmanaged.
Biasanya,
kompiler
menerjemahkan kode
sumber
(berkas
teks
yang
berisi
bahasa
pemrograman
tingkat
tinggi)
ke dalam
kode
mesin.
Kode
mesin tersebut
membentuk
sebuah
berkas yang dapat dieksekusi (executable atau EXE), yang berupa sebuah berkas
yang
siap
untuk dijalankan
kapan saja
secara
langsung
oleh
komputer.
Tetapi,
karena kode
mesin hanya diasosiasikan dengan sebuah jenis mesin tertentu saja,
berkas
yang
dapat
dieksekusi
tersebut
hanya
dapat
berfungsi
di
atas
satu
jenis
komputer saja. Inilah sebabnya mengapa program yang sama tidak berfungsi di
atas
sistem
operasi
Windows di
atas
sistem
operasi
GNU
atau
Linux,
Apple
Macintosh atau sistem operasi lainnya, dan begitu pula sebaliknya.
Alat bantu kompiler yang digunakan oleh C# tidak
menerjemahkan kode
sumber ke
dalam kode
mesin,
tetapi
hanya
menerjemahkan ke
dalam
sebuah
|
45
bahasa
perantara
atau
Intermediate Language
(disingkat
menjadi
IL),
yang
merupakan sebuah
jenis
kode
mesin
yang
telah
digeneralisasikan. Ketika
program dijalankan di atas sebuah mesin, maka IL akan diterjemahkan ke dalam
kode mesin secara keseluruhan. Dilihat dari perspektif pengguna, proses translasi
ini tidak terlihat. Tetapi, dalam teorinya, ternyata di balik itu terdapat proses dua
langkah
rumit
yang
mengizinkan
program
dengan bahasa
IL
yang sama
untuk
berjalan di atas mesin yang berbeda. Selain itu, sebuah program dalam bentuk IL
dapat diuji lebih mudah oleh sistem operasi dari keberadaan kode yang
merusak
atau kode yang
mencurigakan. Kemampuan ini
telah
menjadi lebih penting saat
program tersebut dipertukarkan melalui jaringan publik, seperti halnya Internet.
Bahasa
C,
C++,
Java
dan
C#
kini
dikenal
dengan
sebutan
"keluarga
besar
bahasa
pemrograman C"
atau
"bahasa pemrograman berbasis
bahasa
C".
C++
mengandung
semua
hal
yang
dimiliki
oleh
C
tetapi
memiliki
fitur
yang
tidak dimiliki oleh C. Java dan C# meskipun masih berbasis bahasa C, keduanya
tidaklah
serta
merta
merupakan
pengganti
dari
bahasa
C.
Bahasa Java dan
C#
memiliki kesamaan dalam berbagai bidang, walaupun mirip dengan bahasa C++.
Meskipun demikian, semuanya
menggunakan banyak sintaksis
yang mirip,
seperti void, int, struct dan lain sebagainya.
2.9.2 Tujuan Desain C#
Standar
European
Computer
Manufacturer Association
(ECMA)
mendaftarkan beberapa
tujuan
desain
dari
bahasa
pemrograman
C#,
sebagai
berikut.
|
46
a. Bahasa pemrograman C# dibuat sebagai bahasa pemrograman yang bersifat
general-purpose (untuk
tujuan
jamak),
berorientasi
objek,
modern,
dan
sederhana.
b. Bahasa pemrograman C# ditujukan untuk digunakan dalam mengembangkan
komponen
perangkat
lunak
yang
mampu
mengambil keuntungan dari
lingkungan terdistribusi.
c. Kemudahan programmer sangatlah penting, khususnya bagi programmer
yang telah lama menggunakan bahasa pemrograman C dan C++.
d. C#
ditujukan agar
cocok digunakan
untuk
menulis
program aplikasi
baik
mulai
dari
program aplikasi
yang
sangat
besar
yang
menggunakan sistem
operasi yang canggih hingga kepada program aplikasi yang sangat kecil yang
memiliki fungsi-fungsi tertentu.
e. Meskipun aplikasi C# ditujukan agar bersifat 'ekonomis' dalam hal kebutuhan
pemrosesan dan memori komputer, bahasa C# tidak ditujukan untuk bersaing
secara
langsung
dengan
kinerja
dan
ukuran
program
aplikasi yang
dibuat
dengan menggunakan bahasa pemrograman C dan bahasa rakitan.
f.
Bahasa
C#
harus
mencakup
pengecekan
jenis
(type
checking)
yang
kuat,
pengecekan
larik
(array),
pendeteksian percobaan
terhadap
penggunaan
variabel-variabel yang belum diinisialisasikan dan kemudahan kode sumber.
2.10 Perancangan Perangkat Lunak
Perangkat
lunak adalah
(1)
perintah (program komputer)
yang bila dieksekusi
memberikan
fungsi
dan
unjuk
kerja
seperti
yang
diinginkan,
(2)
struktur
data
yang
|
47
memungkinkan program memanipulasi informasi secara proporsional, dan (3) dokumen
yang menggambarkan operasi dan kegunaan program. Menurut Ian Sommerville
(2007),
perancangan perangkat
lunak
adalah
disiplin
perancangan yang
berhubungan
dengan
semua aspek
dari
produksi
perangkat
lunak dari
tahap
awal spesifikasi
sistem
sampai dengan pemeliharaan setelah sistem dalam tahap berjalan.
Menurut Pressman (2005, p24), rekayasa piranti lunak mencakup 3 elemen yang
mampu mengontrol proses pengembangan piranti lunak,yaitu:
a. Methods, berfungsi untuk
menyediakan cara-cara teknis
untuk membangun piranti
lunak.
b. Tools, berfungsi
untuk mengadakan
dukungan
otomatis atau semi-otomatis
untuk
metode-metode seperti
Computer
Aided
Software
Engineering
(CASE)
yang
memadukan software, hardware, dan software engineering database.
c. Procedures, merupakan pengembangan dari methods dan tools.
2.10.1 Software Development Life Cycle
Dalam
perancangan software
dikenal
istilah
software
life
cycle
yaitu
serangkaian kegiatan yang dilakukan selama masa perancangan software. Pemakaian
jenis
software
life
cycle
yang
cocok
salah
satunya
ditentukan oleh
jenis
bahasa
pemrograman yang
cocok.
Contohnya,
Waterfall
Model
merupakan
model
yang
paling
umum
dan
paling
dasar
pada
software life
cycle.
Rapid
Application
Development (RAD) dan Joint Application Development (JAD) cocok untuk software
berbasis objek (OOP), sedangkan Sync+Stabilize dan Spiral Model yang merupakan
pengembangan model
waterfall dengan komponen prototyping cocok untuk
sebuah
aplikasi yang rumit dan cenderung mahal pembuatannya.
|
48
Menurut Dix (1997, p180), visualisasi dari kegiatan pada software life cycle
model waterfall adalah sebagai berikut.
a. Spesifikasi kebutuhan (Requirement specification)
Pada
tahap
ini,
pihak
pengembang
dan
konsumen
mengidentifikasi apa
saja fungsi-fungsi yang diharapkan dari sistem dan bagaimana sistem
memberikan
layanan
yang
diminta.
Pengembang berusaha
mengumpulkan
berbagai informasi dari konsumen.
b. Perancangan arsitektur (Architectural design)
Pada
tahap
ini,
terjadi
pemisahan
komponen-komponen system
sesuai
dengan fungsinya masing-masing.
c. Detailed design
Setelah
memasuki tahap
ini,
pengembang
memperbaiki deskripsi
dari
komponen-komponen dari
sistem
yang
telah
dipisah
pisah
pada
tahap
sebelumnya.
d. Coding and unit testing
Pada tahap ini, disain diterjemahkan ke dalam bahasa pemrograman
untuk dieksekusi. Setelah itu komponen komponen dites apakah sesuai dengan
fungsinya masing-masing.
e. Integration and testing
Setelah
tiap
tiap
komponen dites dan telah
sesuai
dengan
fungsinya,
komponen-komponen
tersebut
disatukan lagi.
Lalu
sistem
dites
untuk
memastikan sistem telah sesuai dengan kriteria yang diminta konsumen.
|
![]() 49
f.
Pemeliharaan (maintenance)
Setelah sistem
diimplementasikan,
maka
perlu
dilakukannya perawatan
terhadap sistem
itu
sendiri.
Perawatan
yang
dimaksud adalah
perbaikan error
yang ditemukan setelah sistem diimplementasikan.
Gambar 2.6 Waterfall Model untuk Sistem Software Life-cycle
2.10.2 Unified Modelling Language
Unified Modelling Language
(UML)
adalah
bahasa
grafis
yang
standar
untuk
memodelkan software
object
oriented
(Lethbridge, 2002,
p151).
UML
mengandung tipe diagram yang bervariasi, termasuk:
Class Diagram
Sequence Diagram
Use Case Diagram
|
![]() 50
A. Class Diagram
Class
diagram
adalah
salah
satu
diagram struktur
statis
yang
menunjukkan
struktur
dari
sistem
dengan
menunjukkan
class-class
yang
ada
pada sistem, attribute dan method class-class tersebut, dan hubungan antar class.
Hubungan class terdiri dari link, association, aggregation, dan composition.
Gambar 2.7 Notasi Class
Sumber: Lethbridge (2002, p439)
Link
adalah
hubungan
dasar
antar
obyek
yang
menggambarkan garis
penghubung antara dua atau lebih class. Link merupakan bagian dari association.
Association
menggambarkan kumpulan
link
yang
saling
berhubungan.
Binary Association (dengan dua titik akhir) biasanya digambarkan sebagai
sebuah
garis,
di
mana
masing-masing
titik
akhir
dihubungkan dengan
sebuah
class. Association memiliki dua atau lebih titik akhir.
Gambar 2.8 Hubungan Association pada Class Diagram
Aggregation adalah
lambang
dari
memiliki
sebuah
atau
hubungan
association,
tetapi
aggregation lebih
spesifik
dari
association.
Meskipun
aggregation
merupakan
perluasan
association, hubungan
aggregation hanya
dapat
melibatkan
dua
class. Aggregation terjadi
bila
suatu
class
mengandung
|
![]() 51
satu atau lebih obyek dari class lain, tetapi class yang dikandung tidak memiliki
life cycle dependency dengan class yang mengandung.
Gambar 2.9 Hubungan Aggregation pada Class Diagram
Composition merupakan hubungan aggregation di mana class yang
dikandung telah memiliki life cycle dependency dengan class yang mengandung.
Gambar 2.10 Hubungan Composition pada Class Diagram
B. Sequence Diagram
Sequence diagram adalah diagram yang menunjukkan urutan proses dan
penukaran pesan oleh sejumlah objek (dan seorang aktor yang opsional) dalam
melakukan tugas tertentu. Sequence diagram menggambarkan skenario runtime
sederhana secara grafis.
Gambar 2.11 Notasi Object, Message, dan Activation
Sumber: Lethbridge (2002, p.440)
|
![]() 52
Gambar 2.12 Contoh Sequence Diagram
C. Use Case Diagram
Use case diagram
menggambarkan fungsionalitas yang diharapkan dari
sebuah sistem. Yang ditekankan adalah 'apa'
yang diperbuat sistem, dan bukan
'bagaimana'.
Sebuah
use
case
merepresentasikan sebuah
interaksi
antara
aktor
dengan sistem. Use case merupakan sebuah pekerjaan tertentu, misalnya login ke
sistem, menciptakan sebuah daftar belanja, dan sebagainya. Seorang aktor adalah
sebuah
entitas
manusia
atau
mesin
yang
berinteraksi dengan
sistem
untuk
melakukan pekerjaan-pekerjaan tertentu.
Gambar 2.13 Notasi Use Case Diagram
|
![]() 53
Gambar 2.14 Contoh Use Case Diagram
2.10.3 Interaksi Manusia dan Komputer
Menurut
Shneiderman (2005,
p4),
Interaksi
manusia
dan
komputer
merupakan disiplin ilmu
yang
berhubungan dengan, perancangan, evaluasi, dan
implementasi sistem komputer
interaktif
untuk digunakan
oleh
manusia,
serta
studi fenomena-fenomena besar yang berhubungan dengannya.
Pada
interaksi
manusia
dan
komputer
ditekankan pada
pembuatan
antarmuka pemakai
(user
interface),
dimana
user
interface
yang
dibuat
diusahakan sedemikian
rupa
sehingga
seorang
user
dapat
dengan
baik
dan
nyaman
menggunakan
aplikasi
perangkat
lunak
dibuat.
Antar
muka
pemakai
(user
interface)
adalah
bagian
sistem
komputer
yang
memungkinkan manusia
berinteraksi dengan
komputer.
Tujuan
antar
muka pemakai adalah agar
sistem
komputer dapat digunakan oleh pemakai (user interface), istilah tersebut
|
54
digunakan untuk menunjuk kepada kemampuan yang dimiliki oleh piranti lunak
atau
program
aplikasi
yang
mudah
dioperasikan dan
dapat
membantu
menyelesaikan suatu
persoalan
dengan
hasil
yang
sesuai
dengan
keinginan
pengguna atau biasa disebut user friendly.
Pedoman untuk menghasilkan suatu rancangan antar muka program yang
user
friendly
adalah
dengan
menggunakan pedoman
Eight
Golden
Rules.
EightGolden Rules
tersebut
menjelaskan
mengenai
beberapa
aturan
yang
diperbolehkan dan tidak diperbolehkan sebagai pedoman untuk merancang antar
muka program. Kedelapan aturan tersebut antara lain sebagai berikut.
a. Strive for consistency, konsistensi dalam perancangan antar muka.
b. Enable
frequent
user
to
use
shorcuts,
memungkinkan
pengguna
menggunakan
shortcuts secara berkala.
c. Offer informative feed back, memberikan umpan balik yang informative.
d. Design dialogs to yield closure, merancang dialog untuk menghasilkan
keadaan akhir.
e. Offer simple error
handling,
memberikan penanganan kesalahan
yang
sederhana.
f.
Permit easy reversal of actions, mengijinkan pembalikkan aksi dengan
mudah.
g.
Support internal locus of control, mendukung pengguna menguasai system
yang dibuat.
h.
Short-term memory load, mengurangi
beban jangka pendek kepada
pengguna.
|