BAB 2
LANDASAN TEORI
2.1.
Bus Dispatching Model
2.1.1.   Definisi Dasar
Dengan asumsi kita akan menjalankan bus sepanjang rute dengan halte
yang telah ditetapkan
yaitu 0,1,…,N dimana 0 merepresentasikan tempat
keberangkatan bus dan N sebagai
halte
terakhir. Sistem akan beroperasi
selama T satuan waktu setiap hari. Untuk memudahkan maka waktu ini
akan dibagi
menjadi periode-periode yang merepresentasikan 1 jam atau
kurang. Interval ( t-1,t ) akan
mengacu sebagai periode t. Setiap harinya
dan pada setiap periode, kebutuhan di
setiap halte akan berubah-ubah.
Misalkan
???
sebagai
jumlah penumpang yang diperkirakan pada halte
i
pada periode t dan bertujuan ke halte j. Kapasitas penumpang pada setiap
bus
adalah
K.
Anggap
?
?
?  
adalah
jumlah
bus
yang
diperkirakan 
pada periode
t
yang
tiba
pada
halte
i.
Ini
adalah
variabel
pada
permodelan ini.
Variabel 
yang 
akan 
digunakan 
untuk 
perhitungan 
adalah
?
??  
karena semua
variabel
lainnya
akan
ditentukan
oleh
dinamika
sistem,
contohnya
waktu  tempuh  dari  satu  halte  ke  halte  lainnya.  Maka  dari  itu  kita
berasumsi setelah bus berangkat dari tempat keberangkatan pertama (titik
0), bus akan berjalan sepanjang rute tanpa
delay
selain waktu yang
dibutuhkan untuk menaikkan dan
menurunkan penumpang. Karena
permodelan  didesain  untuk  sistem  transit  massal  yang  bekerja  secara
  
8
terus-menerus maka penjadwalan tidak selalu akan tetap dan tak ada
masalah
apabila bus berangkat
sedikit mendahului atau telat dari
jadwal
yang
telah
ditentukan.
Jumlah
dari
?
??
tidak
harus
berupa
integer,
karena
dapat
dianggap
sebagai
frekuensi. Sebagai
contoh,
bila
periode
waktu
adalah  
satu  
jam  
nilai  
dari 
?
?
?  
=   3.5  
dapat  
dianggap   
sebagai
“memberangkatkan bus setiap 60/3.5=17.14 menit”. Fungsi tujuan yang
diinginkan adalah total dari jumlah bus yang akan diberangkatkan, yaitu :
?
?
??
?
?
2.1.2.   Dinamika Perjalanan Bus
Terdapat waktu tempuh antar halte/halte yang pada umumnya bukan
berupa integer, dan bisa saja bergantung pada waktu dan acak. Misalkan
T
(
?
adalah  waktu  tempuh  tepat  saat  bus  meninggalkan  titik  awal
keberangkatan   dan
sampai
pada
halte
i,
dan
berangkat pada  waktu ?
.
Secara  umum 
variabel 
ini 
adalah  acak 
dan 
kita 
akan   menentukan
sebarannya sebagai :
???; ?? ?
?
?
???
??
Waktu
ini
tidak
hanya
meliputi
waktu
tempuh,
tetapi
juga semua jeda
pada halte-halte yang dilewati. Keacakan pada sebaran ini mencerminkan
kejadian-kejadian
seperti
kemacetan,
dan
lampu
lalu
lintas. Sebaran
ini
dapat diperkirakan dari data yang telah ada pada sistem, dan kita akan
mengambil asumsi bahwa sebaran ini telah diketahui.
  
9
Perkiraan
jumlah
bus
yang
terlihat
pada
periode t
pada
halte i adalah
fungsi dari jumlah bus yang diberangkatkan pada
periode
t,t-1,t-2, dan
seterusnya.
2.1.3.   Batasan Permintaan
Kita sekarang akan menunjukkan bagaimana menuliskan sebuah batasan
yang memastikan level servis akan terpenuhi. Kita perlu memastikan
bahwa pada waktu t
semua permintaan yang berasal dari halte-halte
sebelum halte i (termasuk i ) yang bertujuan ke halte setelah halte i harus
kurang dari kapasitas
bus yang melewati/datang ke i.
Misalkan ?
?? 
adalah nilai  minimum
yang  dapat  diterima
untuk  kapasitas 
penumpang  yang
ditawarkan pada segmen i (dari halte i sampai dengan i+1) pada periode t.
Asumsikan bahwa setiap bus
memiliki kapasitas penumpang K sehingga
modelnya harus memiliki batasan bentuk
??
?? 
?
?  
0, … ,
1,
?
1, … ,
,
yang menyatakan bahwa kapasitas penumpang yang ditawarkan lebih
besar dari kapasitas yang diinginkan. Sebagai perkiraan awal kita dapat
menghitung
?
??
sebagai
permintaan
dari
halte
sebelum
i
yang 
bertujuan
ke halte setelah i, pada periode t , sebagai berikut:
?
?
?
?? 
?
?
???
?
?
?
?
?
Ini adalah perkiraan , karena
sebenarnya kita
harus
mempertimbangkan
tidak hanya permintaan pada periode t , tapi juga pada periode sebelum t.
  
10
Jika frekuensi permintaan tidak berubah
terlalu
banyak
pada
setiap
periode, pendekatan ini akan memberikan perkiraan estimasi yang cukup
akurat untuk perkiraan permintaan sepanjang segmen. Tetapi, karena
permintaan  penumpang  adalah  acak,  kita  akan 
selalu  menginginkan
kapasitas
ekstra
sebagai
tindakan
jaga-jaga
dan
karena
itu
?
??
harus
lebih besar
dari
perkiraan
arus
penumpang.
Kita
akan
mengacu
pada
model ini
sebagai Stochastic Bus Dispatching Model (SBDM). Ini adalah dasar dari
model yang akan kita bahas.
?
?
?
??
??
??
?
? 
 
?
?
?
1, … ,
,
1, … ,
1
?
??  
 
0
?
1, … ,
,
1,
,
2.1.4.   Jumlah kumulatif bus
Seperti yang telah dikemukakan di atas kita tidak harus menganggap
?
??
sebagai integer, karena dapat dianggap sebagai frekuensi. Bagian ini akan
menampilkan persamaan sederhana untuk memastikan bahwa jumlah
kumulatif bus
yang diberangkatkan pada setiap akhir periode memenuhi
nilai yang diharapkan oleh permodelan. Definisikan jumlah kumulatif bus
yang meninggalkan halte i pada waktu t sebagai
?
?? 
 
?
?
??
?
1, … ,
,
1, … ,
?
?
  
11
2.2.
Pergerakan Penumpang
Untuk 
mendapatkan 
gambaran 
dari
?
??  
yang 
lebih 
baik  
diperlukan pembuatan 
model 
dalam 
detail 
pergerakan 
penumpang 
dalam  sistem.
Asumsikan
bahwa
penumpang
tiba
pada
setiap
model
bergantung
pada
proses Poisson yang independen dan non-homogen. Asumsi ini beralasan
karena penumpang tidak memperdulikan jadwal bus, tetapi mereka hanya
tiba 
di 
halte 
bus 
tanpa 
waktu 
yang 
pasti. 
Proses 
stokastik 
yang
ditbutuhkan untuk mendeskripsikan pergerakan penumpang adalah:
misalkan
??
??
?
?
?
,?
0?
merepresentasikan
proses
Poisson
non-
homogen dari jumlah pengguna yang tiba pada halte i pada waktu ?
dan
bertujuan pada halte j. Arus penumpang perlu dideskripsikan di berbagai
titik  sepanjang  rute  antara  i dan  j. Untuk  hal 
ini, 
misalkan 
???
???
sebagai jumlah (kumulatif) penumpang yang
meninggalkan
halte k
pada waktu ?
,  datang  dari  halte  i yang    bertujuan  ke  j, untuk
.
Misalkan
??
???
adalah
waktu
yang
dibutuhkan
oleh
seorang
penumpang untuk
mencapai halte k jika dia tiba pada halte i pada waktu
?. Waktu ini
termasuk waktu menunggu di halte i sampai dengan bus tiba, waktu
tempuh total dan jeda antara i dan k (termasuk i tetapi tidak termasuk k).
Untuk
memudahkan
perhitungan,
dapat diasumsikan lebih jauh bahwa
penumpang tiba pada laju tetap
???
pada setiap periode t.
  
12
Asumsi ini
tidak terlalu
membatasi dan apabila
ingin
mengestimasi
laju
kedatangan penumpang dari data lapangan membutuhkan pembagian hari
menjadi interval dan mengasumsukan laju konstan pada setiap periode.
Proses 
stokastik 
dalam 
teori 
probabilitas 
adalah 
lawan 
dari  proses
deterministik yang menghitung satu hasil yang mungkin bagaimana suatu
proses
berkembang
seiring dengan
waktu
tetapi
pada
proses stokastik,
memiliki
ketidak-pastian
yang
dideskripsikan
dengan
distribusi
probabilitas.
Proses Poisson adalah proses stokastik
yang
berasal
dari
nama
matematikawan Prancis  
Siméon-Denis Poisson (1781–1840), dimana
proses ini kejadian terjadi secara terus menerus dan berdiri sendiri.
2.2.1.   Level servis
Terdapat banyak cara untuk mendefinisikan level servis. Karena terdapat
asumsi bahwa bus berjalan secara rutin, sumber utama ketidak-nyamanan
penumpang adalah tidak dapat naik ke bus pertama yang tiba dikarenakan
kurangnya
kapasitas.
Karena
sistem ini
dianggap
sistem
stokastik,
kebutuhan tidak dapat selalu terpenuhi, tetapi dapat diasumsikan bahwa
setiap   penumpang   dapat   naik   ke   bus   pertama   yang   tiba   dengan
probabilitas ?
(anggap  95%)  yang  disebut  level  servis  (servis level).
Misalkan
?
?
?
?
adalah jumlah kumulatif bus
yang  meninggalkan halte
i
sampai dengan waktu ?, dan ingat bahwa setiap bus memiliki kapasitas K,
maka kebutuhan dapat dituliskan sebagai
Karena penambahan independen dari proses Poisson, jumlah penumpang
pada periode t, akan menjadi variabel acak.
  
13
2.2.2.   Waktu Tempuh Penumpang
Pada bagian akan diberikan detail tentang bagaimana menghitung
distribusi
dari
variabel
acak
??
???,
total
waktu
tempuh
untuk
penumpang yang  berangkat  dari  i ke  j dan  berangkat  pada  waktu  ?
.  Waktu  ini termasuk 
tidak 
hanya 
waktu 
tempuh 
sebenarnya   tetapi 
juga 
waktu menunggu
bus. Untuk
penumpang
yang
menaiki
bus
pada
halte i, waktu
tempuh total dapat dituliskan sebagai
Dimana
?
adalah waktu
tunggu penumpang untuk bus pada halte i dan
?
adalah
waktu
tempuh
bus
antara
halte
i
dan
i+1,
termasuk  jeda 
pada halte  
untuk  
keluar  
masuknya   penumpang.  
Hal    wajar   
untuk
mengasumsikan bahwa setiap penumpang yang tiba pada waktu tertentu
akan berada diantara bus yang sedang menuju halte tersebut dan bus yang
baru saja meninggalkan halte, maka jika diasumsikan sebuah pola
deterministik
untuk
kedatangan
bus,
waktu
tunggu
bus,
?
,
adalah
sebuah
variabel acak seragam antara 0 dan lama waktu kedatangan. Karena pada
periode t, waktu kedatangan adalah 1/?
?? 
,  hal ini berarti bahwa waktu
ini bukanlah parameter dari model tetapi sebuah fungsi dari variabel ?
?? 
yang ditentukan.
Tetapi,
pada
pendekatan
pertama
dapat
diasumsikan
frekuensi
untuk diketahui dan menggunakan waktu tunggu rata-rata berdasarkan
frekuensi
ini.
Pendekatan
ini
dapat
diperbaiki
lebih lanjut dengan
menyelesaikannya secara iterasi untuk model optimisasi. Bagaimanapun,
  
14
??
pada
perjalanan
umum,
?
harus kecil
dibanding dengan
waktu 
tempuh sebenarnya
?
.
Meski tidak tertulis secara pasti pada notasi, masing-masing dari variabel
ini tergantung pada waktu mulai dari perjalanan yang bersangkutan. Jika
menggunakan
notasi
?
???
untuk
merepresentasikan waktu  tempuh 
yang
mulai dari waktu ?, maka seharusnya
?
bergantung pada ?
?
dan
?
?
bergantung pada ?
?
?
, dan seterusnya.
2.2.3.   Ukuran Armada
Ingat
bahwa  
?? 
 
?
?
?
?
?
adalah
jumlah
kumulatif
bus
yang
diperkirakan
meninggalkan
halte i
sampai dengan waktu
t.
Perhatikan
bahwa kuantitas
Mewakili
jumlah
bus
yang
diperkirakan
berada
di
dalam sistem pada
waktu
t. Ini dapat digunakan untuk menentukan ukuran armada yang
dibutuhkan  untuk  level  servis  atau  untuk  menentukan  apakan  sebuah
level servis dapat dicapai dengan armada yang telah ada. Jika ada ukuran
armada tetap M, permodelan dapat memasukkan batasan dari bentuk
2.2.4.   Frekuensi Minimum
Waktu tunggu penumpang tidak diperhitungkan secara eksplisit karena
kita   berbicara   tentang   servis   rutin,   ketidak-nyamanan   utama   dari
  
15
penumpang
adalah
menunggu
lebih
dari 1 bus. Tetapi mudah untuk
membatasi waktu tunggu dengan menetapkan frekuensi minimum ƒ
(atau,
ekuivalen  dengan  laju  maksimum  1/ ƒ
???
)  pada  setiap  halte  dengan
batasan sederhana seperti
Catat bahwa
frekuensi minimum ini dapat ditetapkan dengan nilai
yang
berbeda untuk periode berbeda dan bagian berbeda dari rute.
2.2.5.   Waktu Tempuh Homogen
Jika distribusi waktu tempuh tidak bergantung variabel lain, maka kita
dapat mengatakan bahwa waktu tempuh adalah homogen. Hal ini akan
menjadi pasti apabila setiap bus memiliki jalur eksklusif sehingga lalu-
lintas lain tidak dapat mengganggu laju bus.
2.2.6.   Periode Yang Tidak Merata
Pada  bagian  ini,  kita  akan  melakukan  generalisasi  untuk  menghadapi
kasus dimana kita mendapatkan periode yang tidak merata. Hal ini
memungkinkan  kita  untuk  membuat  model  dengan  detail  yang  lebih
untuk
bagian
tertentu
dalam 1
hari
(misal
jam sibuk)
dengan
membuat
periode yang lebih pendek, dan membuat periode yang lebih panjang
ketika detail tidak terlalu dibutuhkan, sehingga mengurangi beban
perhitungan.
  
16
Kita
akan
membagi
alur
waktu
menjadi
instan
terpisah
0=?
?,
?
?,
.
Kita akan 
mengacu 
pada 
interval  ( ?
?,
?
)  sebagai 
periode 
p. 
Misalkan
?
 
?
?
?    
adalah   
panjang   
periode   
ke    p.     Misalkan   
?
merepresentasikan
jumlah
bus
yang
diperkirakan  melewati
halte
i
pada periode p (perhatikan bahwa p tidak lebih besar daripada frekuensi).
Jika bus   diberangkatkan   pada   laju   tetap,   maka   frekuensi   dimana  
bus
diberangkatkan adalah
2.3.
OPTIMISASI
Dikarenakan  rumitnya  sistem  dinamik  pada  busway, maka  akan  ditetapkan
asumsi bahwa setiap penumpang akan menaiki bus sampai dengan halte terakhir
dengan demikian kapasitas bus akan dihitung berdasarkan kemampuan kapasitas
total sistem untuk
mengangkut seluruh penumpang
yang masuk ke dalam halte
untuk satu waktu sirkulasi. Berdasarkan “Pedoman
Teknis
Penyelenggaraan
Angkutan Penumpang Umum di Wilayah Perkotaan dalam Trayek Tetap dan
Teratur
oleh Departemen Perhubungan RI
Direktorat Jenderal Perhubungan
Darat,  dalam  perhitungan  ini  terdapat  beberapa  variabel  yang  berpengaruh,
yaitu :
2.3.1.   Faktor muatan (Load factor)
Faktor
muatan
adalah
keseimbangan supply-demand 
sebagai
tolok
ukur
kemampuan operasional kendaraan pada suatu rute. Faktor muatan (load factor)
adalah
hasil
bagi dari
permintaan
(demand) yaitu jumlah penumpang, dengan
supply
yaitu kapasitas bus
yang tersedia. Faktor
muatan
memiliki peran
untuk
  
17
mengetahui apakah jumlah armada yang ada masih kurang, mencukupi, atau
melebihi kebutuhan untuk suatu rute. Apabila load factor melebihi 100% artinya
jumlah kapasitas
armada
yang
tersedia
masih kurang.
Nilai
load factor
dapat
dihitung dengan rumus :
?
?
?
?
100%
?
Dimana :   ?
?                     
= load factor (%)
Psg
= total jumlah penumpang (penumpang)
C
= kapasitas bus (penumpang)
(Departemen Perhubungan RI Direktorat Jenderal Perhubungan Darat)
Dalam perhitungan load
factor yang
akan
digunakan
adalah
90%
yang
menggambarkan jumlah penumpang adalah 90% dari kapasitas yang tersedia.
2.3.2.   Waktu Antara (Headway)
Waktu antara
(Headway) adalah interval keberangkatan antara satu bus dengan
bus berikutnya yang dihitung dalam satuan waktu pada titik tertentu pada setiap
rute. Headway adalah salah satu hal yang berpengaruh pada tingkat pelayanan
(service level). Pengaturan headway
berakibat
pada pengangkutan
penumpang.
Headway yang terlalu rendah akan mengakibatkan kapasitas yang melebihi
permintaan karena laju kedatangan bus akan lebih besar daripada laju datangnya
penumpang. Sedangkan headway yang terlalu tinggi dapat mengakibatkan waktu
tunggu yang terlalu lama bagi penumpang.
  
18
2.3.3.   Frekuensi
Frekuensi
adalah
jumlah bus
yang
diberangkatkan
dalam waktu
tertentu
yang
dapat diukur sebagai frekuensi tinggi atau
frekuensi
rendah.
Frekuensi
tinggi
dapat
diartikan
sebagai
banyak
bus
yang
diberangkatkan
dalam kurun
waktu
tertentu dan frekuensi rendah berarti jumlah bus yang diberangkatkan dalam
kurun waktu tertentu adalah sedikit. Frekuensi memiliki hubungan dengan
headway, jika nilai headway tinggi maka frekuensi rendah dan jika nilai headway
rendah maka nilai frekuensi adalah tinggi.
Hubungan antara headway dan frekuensi adalah
1
?
ƒ
Sedangkan
frekuensi
yang diharapkan
untuk tingkat
pelayanan
yang
memadai
adalah adalah
ƒ
 
?
?
?
ƒ?
?
Dimana :   H
= Headway (menit)
ƒ
= Frekuensi
C
= Kapasitas bus (penumpang)
P
= Jumlah penumpang per jam dalam 1 koridor
?
ƒ
Load factor (digunakan 90%)
Sehingga waktu antara (headway) bus dapat dituliskan sebagai berikut :
60 ? ? ? ?
?
?
 
Dimana :   H
= Headway (menit)
C
= Kapasitas bus (penumpang)
  
19
P
= Jumlah penumpang per jam dalam 1 koridor
?
ƒ
Load factor (digunakan 90%)
Dalam “Pedoman
Teknis
Penyelenggaraan
Angkutan
Penumpang
Umum
di
Wilayah
Perkotaan
dalam
Trayek
Tetap
dan Teratur” 
oleh
Departemen
Perhubungan
RI
Direktorat
Jenderal
Perhubungan
Darat, P
adalah
jumlah
penumpang per jam pada halte paling padat, tetapi dalam perhitungan, hasil akhir
yang didapat hanya memenuhi kebutuhan dari satu halte tersebut saja maka pada
perhitungan ini P akan
saya definisikan sebagai
laju penumpang kumulatif dari
semua halte yang berada dalam satu koridor atau dapat dituliskan sebagai :
 
?
?
?
?
Dimana :   P        
= Jumlah penumpang per jam dalam 1 koridor
N
= Jumlah halte total
?
= Penumpang per jam pada halte n
2.3.4.   Waktu Tempuh
Waktu tempuh adalah waktu yang dibutuhkan oleh bus untuk melewati ruas jalan
dari satu halte ke halte berikutnya termasuk waktu berhenti untuk menaikkan dan
menurunkan 
penumpang 
serta 
perlambatan  karena 
kemacetan. 
Dalam
perhitungan ini kita akan mengabaikan waktu perlambatan kemacetan karena bus
memiliki
ruas
jalan
khusus
(eksklusif).
Penumpang
menginginkan
total
waktu
  
20
tempuh
yang sesingkat
mungkin.
Total
waktu tempuh ditentukan oleh beberapa
hal yaitu :
-
Mobilitas,
yaitu
kemudahan
bus
untuk
bergerak.
Dipengaruhi
oleh
kecepatan bus.
-
Aksesibilitas,
yaitu
kemudahan
untuk
mencapai
tujuan
yang
ditentukan oleh lokasi tujuan.
2.3.5.   Waktu Sirkulasi
Waktu sirkulasi adalah waktu perjalanan yang dibutuhkan  
oleh bus untuk
melintasi sepanjang rute dari titik awal(A) ke titik akhir(B) kemudian kembali ke
titik awal. Waktu tempuh memiliki deviasi untuk memudahkan perhitungan,
deviasi ditetapkan sebagai 5% dari waktu perjalanan.
Waktu sirkulasi dapat dihitung dengan rumus :
?
??? 
 
?
??
??
?
?
?
??
?
?
??
?
?
?
??
(Departemen Perhubungan RI Direktorat Jenderal Perhubungan Darat)
Dimana :
?
???
= waktu sirkulasi dari A ke B, kembali ke A
??
= waltu perjalanan dari A ke B
??
= waktu perjalanan dari B ke A
?
??
= deviasi waktu perjalanan A ke B
?
??
= deviasi waktu perjalanan B ke A
TTA
= waktu henti kendaraan di A
TTB
= waktu henti kendaraan di B
  
21
2.3.6.   Waktu Henti (Layover Time)
Waktu henti adalah waktu tambahan pada akhir perjalanan ataupun waktu tunggu
di
titik awal
keberangkatan. Waktu
henti berguna untuk
mengatur operasi bus
dan memberi kesempatan kepada pengemudi bus untuk istirahat sejenak. Waktu
henti kendaraan di asal atau di tujuan (TTA atau TTB) ditetapkan
sebesar 10%
dari waktu perjalanan antar A dan B.
2.3.7.   Jumlah Armada
Untuk  memenuhi  pelayanan  masyarakat  maka  tolok  ukur  tingkat  pelayanan
adalah terpenuhinya kebutuhan bus atau armada siap operasi dengan jumlah
optimal. 
Yang  dimaksud 
dengan 
jumlah  optimal  adalah 
seberapa 
banyak
kapasitas yang harus disediakan dengan mempertimbangkan berapa jumlah
penumpang. Jumlah yang optimal adalah kapasitas yang tersedia mampu
memberikan pelayanan pada masa sibuk, namun tidak terlalu banyak kendaraan
yang
menganggur
pada
masa
sepi.
Dalam menentukan
jumlah
armada
yang
dibutuhkan untuk melayani suatu rute berdasarkan waktu tempuh, terdapat
beberapa variabel utama, yaitu :
1.   Volume : jumlah bus yang dibutuhkan untuk melayani suatu rute
2.   Waktu tempuh
:
waktu
perjalananan
yang
dibutuhkan
untuk
melintas
dari
titik awal ke titik akhir dan kembali ke titik awal.
3.   Headway : selang waktu keberangkatan antar bus
Hubungan variabel tersebut dapat dibentuk dalam persamaan, yaitu :
?
  
22
Dimana :   V
= volume/jumlah bus (unit)
CT
= waktu tempuh (menit)
H
= headway (menit)
Besar kecilnya
waktu
tempuh
dipengaruhi
oleh
kecepatan bus
dan
jarak
antar
halte.  Semakin  tinggi  kecepatan  bus  maka  akan  semakin  cepat  pula  waktu
tempuh. Semakin pendek jarak maka waktu tempuh semakin cepat. Dengan
berkurangnya
waktu
tempuh,
maka  
jumlah armada yang dibutuhkan akan
semakin sedikit.
Sedangkan
untuk
menentukan
jumlah
armada
yang
dibutuhkan
untuk
melayani
satu koridor dari busway per waktu sirkulasinya (waktu yang dibutuhkan dari A
ke B, kembali ke A) dapat dituliskan dengan rumus berikut :
?
  
?
???
?
?
Dimana :
K
= jumlah armada per waktu sirkulasi (unit bus)
?
???
= waktu sirkulasi bus dari A ke B, kembali ke A (menit)
H
= headway (menit)
ƒA
= faktor ketersediaan kendaraan (diambil 100%)
(Departemen Perhubungan RI Direktorat Jenderal Perhubungan Darat)
  
23
2.4.
Transportasi
Transportasi adalah pemindahan manusia atau barang dari satu tempat ke tempat
lainnya dengan menggunakan sebuah wahana yang digerakkan oleh manusia atau
mesin.
Transportasi
digunakan
untuk
memudahkan
manusia
dalam melakukan
aktifitas  sehari-hari.  Di  negara  maju,  mereka  biasanya  menggunakan  kereta
bawah tanah (subway) dan taksi.
Penduduk
di
negara
maju
jarang
yang
mempunyai kendaraan pribadi karena mereka sebagian besar menggunakan
angkutan umum sebagai transportasi mereka. Transportasi sendiri dibagi 3 yaitu,
transportasi darat, laut, dan udara. Transportasi udara merupakan transportasi
yang membutuhkan banyak uang untuk memakainya. Selain karena memiliki
teknologi
yang
lebih
canggih,
transportasi udara
merupakan
alat
transportasi
tercepat dibandingkan dengan alat transportasi lainnya.
Menurut Abbas, (2003, p6), transportasi sebagai dasar untuk pembangunan
ekonomi dan perkembangan masyarakat serta pertumbuhan industrialisasi.
Dengan
adanya
transportasi
menyebabkan, adanya
spesialisasi
atau
pembagian
pekerjaan  menurut  keahlian  sesuai  dengan  budaya,  adat-istiadat,  dan  budaya
suatu bangsa atau daerah. Pertumbuhan ekonomi suatu negara atau bangsa
tergantung
pada
tersedianya
pengangkutan
dalam negara
atau
bangsa
yang
bersangkutan.
Dalam transportasi kita melihat dua kategori yaitu :
1.   Pemindahan bahan-bahan dan hasil-hasil produksi dengan menggunakan alat
angkut.
2.    Mengangkut penumpang dari suatu tempat ke tempat lain.
  
24
Dengan ini dapat disimpulkan bahwa definisi
transportasi
adalah
kegiatan
pemindahan barang (muatan) dan penumpang dari suatu tempat ke tempat lain.
Dalam transportasi terlihat ada dua unsur yang terpenting yaitu :
1.   Pemindahan atau pergerakan (movement)
2.   Secara
fisik
mengubah tempat
dari
barang
(komoditi)
dan
penumpang
ke
tempat lain
Menurut Hay dalam Nur Nasution (2004,p24-p25)terdapat beberapa faktor yang
mempengaruhi perkembangan transportasi di masa akan datang seperti berikut:
1.   Ekonomi
Alasan
ekonomi
biasanya
merupakan dasar
dari
dikembangkannya
sistem
transportasi, dengan tujuan utama untuk mengurangi biaya produksi dan
distribusi serta untuk mencari sumber daya alam dan menjangkau pasar yang
lebih luas.
2.   Geografi
Alasan
dikembangkannya
sistem transportasi
pada
awalnyaadalah
untuk
mengatasi keadaan alam setempat dan kemudian berkembang dengan
upaya
untuk mendekatkan sumber daya dengan pusat produksi dan pasar
3.   Politik
Alasan  dikembangkannya  suatu  sistem  transportasi  secara  politik  adalah
untuk menyatukan daerah-daerah dan mendistribusikan kemakmuran ke
seluruh pelosok suatu negara tertentu
4.   Pertahanan dan Keamanan
Alasan dikembangkannya sistem transportasi dari segi pertahanan keamanan
negara   
adalah   
untuk    keperluan   
pembelaan   
diri   
dan   
menjamin
  
25
terselenggaranya pergerakan dan akses yang cepat ke tempat-tempat strategis,
misalnya daerah perbatasan negara , pusat-pusat pemerintahan, atau instalasi
penting lainnya
5.   Teknologi
Adanya  penemuan-penemuan  teknologi  baru  tentu  akan  mendorong
kemajuan di keseluruhan sistem transportasi
6.   Kompetisi
Dengan adanya persaingan, baik antarmoda,
maupun dalam bentuk
lainnya,
seperti pelayanan, material dan lain-lain, secara tidak langsung akan
mendorong
perkembangan
sistem transportasi
dalam rangka
memberikan
pilihan yang terbaik
7.   Urbanisasi
Dengan makin meningkatnya arus urbanisasi, maka pertumbuhan kota-kota
akan
semakin
meningkat
dan
dengan
sendirinya kebutuhan jaringan
transportasi untuk menampung pergerakan warga kotanya pun akan semakin
meningkat
2.5.
Bus Rapid Transit
Bus
Rapid
Transit
(BRT) adalah istilah yang digunakan untuk salah satu jenis
sistem transportasi
publik
yang
menggunakan bus
untuk
menyediakan
layanan
yang lebih cepat, lebih efisien daripada layanan bus biasa. Hal ini dapat dicapai
dengan meningkatkan infrastruktur yang telah ada, kendaraan, dan penjadwalan.
Tujuan dari sistem ini adalah
untuk mendapatkan
level servis
yang memuaskan
dengan harga murah dan
fleksibilitas
yang baik. Di
Amerika Utara, Eropa, dan
  
26
Australia
pada
umumnya,
BRT
sering
disebut
dengan
istilah busway
yang
kemudian
dipakai
juga
di
Indonesia, sedangkan
pada
negara
lain
ada
yang
menyebutnya sebagai quality bus. Secara etimologis,
BRT mengambil namanya
dari rail rapid transit, yang mendeskripsikan transportasi publik perkotaan yang
memiliki jalurnya sendiri, jumlah bus yang banyak dengan waktu antara yang
kecil, serta aturan lalu-lintas yang lebih eksklusif.
2.6.
Rekayasa Perangkat Lunak
Rekayasa
perangkat
lunak
(RPL,
dalam bahasa
Inggris
:
Software
Engineering) adalah
salah
satu
bidang
profesi
mendalami
cara-cara
pengembangan perangkat lunak termasuk pembuatan, pemeliharaan,
manajemen organisasi pengembanganan perangkat lunak dan manajemen
kualitas.
IEEE   Computer   Society   mendefinisikan   rekayasa   perangkat   lunak
sebagai penerapan suatu pendekatan yang sistematis, disiplin dan
terkuantifikasi
atas   pengembangan,   penggunaan   dan   pemeliharaan
perangkat lunak,
serta studi atas pendekatan-pendekatan ini, yaitu
penerapan pendekatan engineering atas perangkat lunak.
Istilah
software
engineering,
pertama kali
digunakan
pada
akhir
tahun
1950-an dan sekitar awal
1960-an. Pada tahun 1968, NATO
menyelenggarakan  konferensi  tentang  software  engineering  di  Jerman
dan kemudian dilanjutkan pada tahun 1969. Meski penggunaan kata
software engineering masukan konferensi tersebut menimbulkan debat
tajam
tentang
aspek
engineering
dari
pengembangan
perangkat
lunak,
  
27
banyak  pihak  yang  menganggap  konferensi  tersebutlah  yang  menjadi
awal tumbuhnya profesi rekayasa perangkat lunak.
Perangkat lunak atau software
menurut Pressman (2001,p6) memiliki 3
pengertian yang berbeda, yaitu :
1. 
Perangkat
lunak
adalah
instruksi-instruksi
dalam program komputer
yang ketika dijalankan akan memberi fungsi dan kerja yang
diinginkan.
2.   Struktur  data  yang  memungkinkan  program  mampu  memanipulasi
suatu informasi.
3. 
Dokumen-dokumen yang menjelaskan
operasi dan pemakaian suatu
program.
Perangkat lunak memiliki beberapa karakteristik antara lain :
1.   Perangkat lunak dikembangkan dan direkayasa, bukan dirakit seperti
perangkat keras
2.   Perangkat lunak tidak dapat rusak.
3.   Walaupun industri mengarah pada pembuatan dengan penggabungan
komponen (modul)
tetapi kebanyakan perangkat
lunak dibuat sesuai
pesanan.
Menurut Pressman
(2001,p20), pengertian rekayasa perangkat lunak
adalah penetapan dan penggunaan prinsip-prinsip perancangan untuk
mendapatkan perangkat lunak yang ekonomis, handal, dan bekerja secara
efisien pada mesin sesungguhnya.
Menurut Timothy dan Robert (2002,p5), rekayasa perangkat lunak adalah
suatu proses
untuk
memcahkan
masalah pelanggan dengan pengembang
  
28
yang
sistematik
dan
evolusi
yang
besar
dari
sistem software
yang
berkualitas tinggi dengan biaya, waktu dan faktor lainnya.
2.7. Rapid Application Development
Rapid application development (RAD)
atau rapid prototyping adalah
model proses pembangunan perangkat lunak yang tergolong dalam teknik
incremental
(bertingkat).
RAD
menekankan pada siklus pembangunan
pendek, singkat, dan cepat. Waktu yang singkat adalah batasan yang
penting
untuk
model
ini. Rapid
application
development menggunakan
metode iteratif (berulang) dalam mengembangkan sistem dimana working
model
(model
bekerja)
sistem dikonstruksikan
di
awal
tahap
pengembangan dengan tujuan menetapkan kebutuhan (requirement) user
dan
selanjutnya
disingkirkan.
Working model
digunakan
kadang-kadang
saja sebagai basis desain dan implementasi sistem final.
Model RAD mengadopsi model waterfall dan pembangunan dalam waktu
singkat yang dicapai dengan menerapkan :
1.   Component based construction ( pemrograman berbasis komponen ).
2.   Penekanan  pada  penggunaan 
ulang  (reuse)  komponen  perangkat
lunak yang telah ada.
3.   Pembangkitan kode program otomatis/semi otomatis.
4.   Multiple team (banyak tim), tiap tim
menyelesaikan satu tugas
yang
selevel
tapi
tidak
sama.
Banyaknya
tim tergantung
dari
area
dan
komplekstasnya sstem yang dibangun.
Jika  keutuhan 
yang  diinginkan  pada  tahap  analisa  kebutuhan 
telah
lengkap
dan
jelas,
maka
waktu  yang
dibutuhkan
untuk
menyelesakan
  
29
secara lengkap perangkat lunak yang dibuat adalah berkisar 60 sampai 90
hari. Model RAD hampir sama dengan model waterfall, bedanya siklus
pengembangan   yang   ditempuh   model   ini   sangat   pendek   dengan
penerapan teknik yang cepat. Sistem dibagi-bagi menjadi beberapa modul
dan dikerjakan beberapa tim dalam waktu yang hampir bersamaan dalam
waktu  yang  sudah  ditentukan.  Model  in  melibatkan  banyak  tim,  dan
setiap 
tim 
mengerjakan  tugas 
yang  selevel, 
namun  berbeda.  Sesuai
dengan pembagian modul sistem.
Beberapa
hal (kelebihan dan kekurangan)
yang perlu diperhatikan dalam
implementasi pengembangan menggunakan model RAD :
1.   Model   RAD   memerlukan   sumber   daya   yang   cukup   besar,
terutama untuk proyek dengan skala besar.
2.   Model ini cocok untuk proyek dengan skala besar.
3. Model 
RAD 
memerlukan 
komitmen 
yang 
kuat 
antara
pengembang.
4.   Kinerja  dari  perangkat 
lunak 
yang  dihasilkan  dapat 
menjadi
masalah 
manakala 
kebutuhan-kebutuhan 
diawal 
proses 
tidak
dapat dimodulkan, sehingga pendekatan dengan model ini kurang
bagus.
5.   Sistem yang tidak bisa dimodularisasi tidak cocok untuk model ini.
6.   Penghalusan dan penggabungan dari beberapa tim di akhir proses
sangat diperlukan dan ini memerlukan kerja keras.
7.   Proyek bisa gagal karena waktu yang disepakati tidak dipenuhi
8.   Resiko teknis yang tinggi juga kurang cocok untuk model ini.
  
30
2.8. AutoIt v3
2.8.1.   Pengenalan
AutoIt v3 adalah bahasa pemrograman gratis yang mirip dengan bahasa
BASIC yang didesain untuk mengautomatisasi GUI Window dan
pemrograman secara umum. AutoIt menggunakan kombinasi simulasi
penekanan keyboard, gerakan mouse
dan
manipulasi
kontrol/window
untuk mengautomatisasi hal-hal yang tidak mungkin dilakukan oleh
bahasa lain (misal VBScript dan SendKeys). AutoIt juga berukuran sangat
kecil, berdiri sendiri dan dapat berjalan di semua versi Windows tanpa
memerlukan runtime tambahan apapun.
AutoIt  pada  awalnya  dirancang  untuk  automatisasi  dan
konfigurasi  ribuan 
komputer 
secara  bersamaan. 
Seiring 
berjalannya
waktu, AutoIt menjadi bahasa yang bertenaga yang mendukung ekspresi
kompleks,
fungsi pengguna, loop, dan
hal
lainnya
yang diinginkan oleh
programmer handal.
Fitur-fitur AutoIt :
1.   Sintaks seperti BASIC yang mudah dipelajari.
2.   Mensimulasikan penekanan tombol keyboard dan gerakan mouse.
3.   Manipulasi Windows dan proses.
4.   Berinteraksi dengan semua kontrol standar Windows.
5.   Coding/Script dapat dicompile menjadi satu file .exe.
6.   Menciptakan Graphical User Interface (Antarmuka Pengguna Grafis)
7.   Mendukung COM.
8.   Ekspresi regular.
  
31
9.   Memanggil DLL eksternal dan fungsi API Windows secara langsung.
10. Fungsi RunAs yang dapat dikoding.
11. File bantuan yang detail dan forum berdasarkan komunitas.
12. Cocok dengan Windows 2000/XP/2003/Vista/2008/Windows 7/2008
R2
13. Mendukung Unicode dan x64
14. Tertanda secara digital.
15. Bekerja dengan Windows Vista User Account Control (UAC).
AutoIt telah dirancang untuk menjadi sekecil mungkin dan mandiri tanpa
memerlukan   file   .dll   eksternal   atau   entri   registry   sehingga   aman
digunakan pada server. Script dapat dicompile menjadi 1 file executeable
dengan menggunakan Aut2Exe.
AutoIt juga menyertakan versi gabungan dari COM dan DLL dari AutoIt
yang
disebut
AutoItX
yang
memungkinan penambahan fitur unik dari
AutoIt   ke   bahasa   programing   favorit   Anda.   Program   ini   dapat
didownload melalui website http://www.autoitscript.com .
2.8.2.   Detail Fitur
1.   Sintaks seperti BASIC dan kumpulan fungsi yang kaya.
AutoIt
memiliki
sintaks seperti
BASIC
sehingga
kebanyakan orang
yang pernah
menulis
coding
atau menggunakan bahas
tingkat tinggi
dapat mempelajari dengan mudah. Meskipun mulanya hanya sebagai
alat  automatisasi,  AutoIt  sekarang  memiliki  fungsi  dan  fitur  yang
  
32
memungkinkannya untuk digunakan sebagai bahasa pemrograman
umum. Fitur bahasa AutoIt :
o
Elemen tingkat tinggi pada umumnya seperti fungsi, loop, dan
penguraian ekpresi.
o
Fungsi penanganan string yang banyak.
o
Mendukung COM.
o
Memanggil Win32 dan API DLL pihak ketiga.
2.   Editor  bawaan dengan penyorotan (highlight) sintaks.
AutoIt terintegrasi dengan
versi ringan dari SciTe yang membuat
mengedit coding menjadi mudah. Pengguna juga dapat mengunduh
versi penuh dari SciTe dengan tambahan fitur yang membuat hal-hal
menjadi lebih mudah.
3.   Berdiri sendiri dan berukuran kecil
AutoIt   adalah   aplikasi   yang   sangat   kecil   dan   mandiri   tanpa
bergantung
pada runtime
yang banyak seperti .NET
ato VB. Semua
yang dibutuhkan untuk menjalankan AutoIt adalah
AutoIt3.exe
dan
coding. Conding
juga dapat diubah menjadi sebuah aplikasi
mandiri
dengan compiler yang telah termasuk yaitu Aut2Exe.
4.   Internasional dan mendukung 64-bit.
AutoIt mendukung Unicode secara penuh termasuk semua
versi x64
dari semua komponen.
5.   Simulasi mouse dan keyboard.
Mampu
mensimulasikan
gerakan mouse ataupun keyboard baik dari
segi kecepatan atau fungsionalitas.
  
33
6.   Manajemen window
Mampu melakukan berbagai manipulasi window seperti
memindahkan, menampilkan, mengubah ukuran, mengaktifkan,
menutup,  dan 
hampir 
semua 
yang  Anda 
ingin 
lakukan 
dengan
window.
Window
dapat
direferensi dengan
title, teks
pada
window,
ukuran, posisi, class bahkan kendali Win32 API.
7.   Kontrol
Secara langsung
mengambil informasi dan berinteraksi dengan kotak
edit, kotak cek (check box).
8.   Graphical User Interface
Mampu mebuat antarmuka pengguna yang kompleks, misal :
Gambar 2.1 Contoh GUI AutoIt v3