8
BAB II
KAJIAN PUSTAKA, KERANGKA PEMIKIRAN, DAN HIPOTESIS
2.1 Kajian Pustaka
2.1.1 Pengertian
Manajemen Sumber Daya Manusia
Mengacu pendapat Hasibuan (2007) manajemen sumber daya manusia
merupakan pengaturan hubungan dan peranan tenaga kerja di dalam sebuah ilmu
dan seni agar tujuan perusahaan tercapai dengan efisien dan efektif.
Manajemen sumber daya manusia menurut
Mathis dan Jackson
yang
diterjemahkan oleh Diana Angelica
(2006:3) adalah Rancangan sistem-sistem
formal dalam sebuah organisasi untuk memastikan penggunaan bakat manusia
secara efektif dan efisien guna mencapai tujuan-tujuan organisasional.
Manajemen sumber daya manusia menurut Rivai (2004:1):
Manajemen sumber daya manusia untuk perusahaan dilihat dari susunan
katannya, manajemen sumber
daya manusia (MSDM) merupakan salah satu
bidang dari manajemen umum yang meliputi segi-segi perencanaan,
pengorganisasian, pelaksanaan dan pengendalian. Proses ini terdapat dalam
fungsi/bidang produksi, pemasaran, keuangan, maupun kepegawaian. Karena
sumber daya manusia dianggap semakin penting perannya dalam pencapaian
tujuan perusahaan, maka sebagai pengalaman dan hasil penelitian dalam bidang
sumber daya manusia.
Kesimpulan dari manajemen sumber daya manusia adalah mendayagunakan,
mengatur hubungan dan peranan tenaga kerja agar efektif dan efisien dengan
perencanaan, pengorganisasian, pelaksanaan dan pengendalian agar
terwujudnya
tujuan-tujuan perusahaan.
2.1.1.1 Peranan Manajemen Sumber Daya Manusia
Menurut Hasibuan (2007:14) MSDM mengatur dan menetapkan program
|
9
kepegawaian yang mencakup masalah-masalah sebagai berikut:
Menetapkan jumlah, kualitas, dan penempatan tenaga kerja yang efektif sesuai
dengan kebutuhan perusahaan berdasarkan job description, job specification, job
recruitment, dan job evaluation.
Berikut peranan manajemen sumber daya mausia:
1)
Menetapkan penarikan, seleksi, dan penempatan karyawan berdasarkan
asas the right man in the right place and the right man in the right job.
2)
Menetapkan program kesejahteraan, pengembangan, promosi, dan
pemberhentian.
3)
Meramalkan penawaran dan permintaan sumber daya manusia pada masa
yang akan datang.
4)
Memperkirakan keadaan perekonomian pada umumnya dan perkembangan
perusahaan pada khususnya.
5)
Memonitor dengan cermat undang-undang perburuhan dan kebijaksanaan
pemberian balas jasa perusahaan-perusahaan sejenis.
6)
Memonitor kemajuan teknik dan perkembangan serikat buruh.
7)
Melaksanakan pendidikan, latihan, dan penilaian prestasi karyawan.
8)
Mengatur mutasi karyawan baik vertikal maupun horizontal.
9)
Mengatur pensiun, pemberhentian, dan pesangonnya.
2.1.2 Pengertian Stres
Menurut Ivancevick dan Matteson dalam
Luthans (2006:441) mendefinisikan
stres yaitu Stres sebagai interaksi individu dalam lingkungan. Menurut pendapat
|
10
McShane dan
Von Glinow
yang dijadikan acuan mengenai stress
(2005) yaitu
merupakan reaksi seseorang pada perubahan yang dirasakan mengganggu dan
dapat membuat dirinya terancam.
Mengacu kepada pendapat Greenberg dan
Baron (2003)
pengertian
stress
adalah hasil yang muncul dari pola emosi dan reaksi fisiologis akibat menghadapi
tuntuan dari dalam dan luar orgnaisasi.
Dari beberapa pendapat tersebut dapat disimpulkan bahwa stres merupakan
interaksi antara individu dan lingkungan menghadapi kesempatan dan tantangan
dari dalam maupun dari luar organisasi sehingga mempengaruhi
pola emosi,
reaksi fisiologis dan kondisi seseorang.
2.1.2.1 Pengertian Stres Kerja
Pada umumnya orang menganggap bahwa stres merupakan suatu kondisi
yang negatif, suatu kondisi yang mengarah ke timbulnya penyakit fisik maupun
mental, atau mengarah ke perilaku yang tidak wajar. Selye, 1976 dalam
Munandar (2008:374) membedakan antara distress
yang destruktif dan eustress
yang merupakan kekuatan yang positif dimana stres kadangkala dapat diperlukan
untuk menghasilkan prestasi yang tinggi.
Menurut Hasibuan (2007:204) Stres karyawan timbul akibat kepuasan kerja
tidak terwujud dari pekerjaannya. Mengacu pada pendapat Beehr dan Newman
dalam Luthans (2006) mengemukakan stres kerja sebagai
situasi yang timbul dari
interaksi manusia dengan pekerjaan yang diakibatkan oleh perubahan manusia
yang menyimpang dari fungsi normalnya.
|
11
Luthans (2006:441) stres kerja
didefinisikan sebagai Respon
adaptif
terhadap situasi eksternal yang menghasilkan penyimpangan fisik, psikologis, dan
atau perilaku pada anggota organisasi.
Menurut Israel Posner dan De. Lewis
Leithor dalam Arden (2006: 10)
ada dua faktor penting apakah stres dialami
sebagai tak terkendali atau dapat dikuasai.
Dapat disimpulkan bahwa stres kerja merupakan kondisi
yang tercipta dari
interaksi antara manusia dan pekerjaan
yang mengarah ke timbulnya penyakit
fisik maupun mental karena perubahan manusia yang memaksa mereka
untuk
menyimpang dari fungsi normal
sehingga menghasilkan penyimpangan fisik,
psikologis, dan perilaku pada anggota organisasi,
baik yang
dapat terkendali
maupun tidak.
2.1.2.2 Faktor-faktor Penyebab Stres Kerja
Hasibuan (2007:204) mengemukakan faktor-faktor penyebab stres karyawan,
antara lain yaitu:
1)
Beban kerja yang sulit dan berlebihan.
2)
Tekanan dan sikap pemimpin yang kurang adil dan wajar.
3)
Waktu dan peralatan kerja yang kurang memadai.
4)
Konflik antara pribadi dengan pimpinan atau kelompok kerja.
5)
Balas jasa yang terlalu rendah.
6)
Masalah-masalah keluarga seperti anak, istri, mertua dan lain-lain.
Menurut Robbin (2003:794) penyebab stres itu ada 3 faktor yaitu:
1)
Faktor Lingkungan
(1) Ada beberapa faktor yang mendukung faktor lingkungan. Yaitu
|
12
Perubahan situasi bisnis yang menciptakan ketidakpastian
ekonomi. Bila perekonomian itu menjadi menurun, orang menjadi
semakin mencemaskan kesejahteraan mereka.
(2) Ketidakpastian politik. Situasi politik yang tidak menentu seperti
yang terjadi di Indonesia, banyak sekali demonstrasi dari berbagai
kalangan yang tidak puas dengan keadaan mereka. Kejadian
semacam ini dapat membuat orang merasa tidak nyaman. Seperti
penutupan jalan karena ada yang berdemo atau mogoknya
angkutan umum dan membuat para karyawan terlambat masuk
kerja.
(3) Kemajuan teknologi. Dengan kemajuan teknologi yang pesat,
maka hotel pun menambah peralatan baru atau membuat sistem
baru. Yang membuat karyawan harus mempelajari dari awal dan
menyesuaikan diri dengan itu.
(4) Terorisme adalah sumber stres yang disebabkan lingkungan yang
semakin meningkat dalam abad ke 21, seperti dalam peristiwa
penabrakan gedung WTC oleh para teroris, menyebabkan orang-
orang Amerika merasa terancam keamanannya dan merasa stres.
2)
Faktor Organisasi
Banyak sekali faktor di dalam organisasi yang dapat menimbulkan stres.
Tekanan untuk menghindari kekeliruan atau menyelesaikan tugas dalam
kurun waktu terbatas, beban kerja berlebihan, bos yang menuntut dan tidak
peka, serta rekan kerja yang tidak menyenangkan. Dari
beberapa contoh
|
13
diatas, maka dapat dikatagorikan menjadi beberapa faktor dimana contoh-
contoh itu terkandung di dalamnya. Yaitu:
(1) Tuntutan tugas merupakan faktor yang terkait dengan tuntutan atau
tekanan untuk menunaikan tugasnya secara baik dan benar.
(2) Tuntutan peran berhubungan dengan tekanan yang diberikan pada
seseorang sebagai fungsi dari peran tertentu yang dimainkan dalam
organisasi itu.
Konflik peran menciptakan harapan-harapan yang
barangkali sulit dirujukkan atau dipuaskan. Kelebihan peran terjadi
bila karyawan diharapkan untuk melakukan lebih daripada yang
dimungkinkan oleh waktu. Ambiguitas peran tercipta bila harapan
peran tidak dipahami dengan jelas dan karyawan tidak pasti
mengenai apa yang harus dikerjakan.
(3) Tuntutan antar pribadi adalah tekanan yang diciptakan oleh
karyawan lain.
Kurangnya dukungan sosial dari rekan-rekan dan
hubungan antar pribadi yang buruk dapat menimbulkan stres yang
cukup besar, khususnya di antara para karyawan yang memiliki
kebutuhan sosial yang tinggi.
(4) Struktur Organisasi menentukan tingkat diferensiasi dalam
organisasi, tingkat aturan dan peraturan dan dimana keputusan itu
diambil. Aturan yang berlebihan dan kurangnya berpartisipasi
dalam pengambilan keputusan yang berdampak pada karyawan
merupakan potensi sumber stres.
|
14
3)
Faktor Individu
Faktor ini mencakup kehidupan pribadi karyawan terutama faktor-faktor
persoalan keluarga, masalah ekonomi pribadi dan karakteristik kepribadian
bawaan.
(1) Faktor persoalan keluarga. Survei nasional secara konsisten
menunjukkan bahwa orang menganggap bahwa hubungan pribadi
dan keluarga sebagai sesuatu yang sangat berharga. Kesulitan
pernikahan, pecahnya hubungan dan kesulitan disiplin anak-anak
merupakan contoh masalah hubungan yang menciptakan stres bagi
karyawan dan terbawa ke tempat kerja.
(2) Masalah Ekonomi. Diciptakan oleh individu yang tidak dapat
mengelola sumber daya keuangan mereka merupakan satu contoh
kesulitan pribadi yang dapat menciptakan stres bagi karyawan dan
mengalihkan perhatian mereka dalam bekerja.
(3) Karakteristik kepribadian bawaan. Faktor individu yang penting
mempengaruhi stres adalah kodrat kecenderungan dasar seseorang.
Artinya
gejala stres yang diungkapkan pada pekerjaan itu
sebenarnya berasal dari dalam kepribadian orang itu
.
Menurut Clark (2002:76) faktor penyebab stres kerja yaitu:
1)
Factors intrinsic to the job: Noise, lighting, computer screen glare,
uncomfortable temperature, lack of privacy, long hours culture, isolation.
2)
Cereer development: lack of recognition, lack of job security, under-
promotion, low status.
|
15
3)
Role in the organization.
4)
Role ambiguity.
5)
Relationship at work: office politics, lack of social support, poor
relationship with manager, interpersonal conflict, bullying.
2.1.2.3 Dampak Stres Kerja pada Perusahaan
Rendall Schuller
dalam Hasibuan (2005:4) mengidentifikasi beberapa
perilaku
negatif karyawan yang berpengaruh terhadap organisasi.
Stres
yang
dihadapi oleh karyawan
dapat
berkorelasi dengan penurunan prestasi kerja,
peningkatan ketidakhadiran kerja serta tendesi mengalami kecelakaan. Secara
singkat beberapa dampak negatif yang ditimbulkan oleh stres kerja dapat berupa:
1)
Terjadinya kekacauan, hambatan baik dalam manajcmen maupun
operasional kerja.
2)
Mengganggu kenormalan aktivitas kerja.
3)
Menurunkan tingkat produktivitas.
4)
Menurunkan pemasukan dan keuntungan perusahaan. Kerugian financial
yang
dialami
perusahaan karena tidak imbangnya antara produktivitas
dengan biaya yang dikeluarkan untuk membayar gaji,
tunjangan, dan
fasilitas lainnya.
2.1.2.4 Dampak Stres Kerja pada Individu
Luthans (2006:456) berpendapat bahwa berdasarkan penelitian diindikasikan
tingkat kesulitan, sifat
tugas yang dikerjakan, disposisi
personal, disposisi
psikologis, dan neurotisme mungkin mempengaruhi hubungan stres dan kinerja.
|
16
Masalah karena tingkat stres yang tinggi dapat ditunjukan secara fisik, psikologis
.
atau perilaku individu
1)
Masalah kesehatan fisik yang berhubungan dengan stres adalah sebagai
berikut:
(1) Masalah sistem kekebalan tubuh, dimana terdapat pengurangan
kemampuan untuk melawan sakit dan infeksi.
(2) Masalah sistem kardiovaskular, seperti tekanan darah tinggi dan
penyakit jantung.
(3) Masalah sistem musculoskeletal
(otot dan rangka), seperti sakit
kepala dan sakit punggung.
(4) Masalah sistem gainstrointestinal
(perut), seperti diare dan
sembelit.
2)
Masalah psikologis
Tingkat stres tinggi mungkin disertai kemarahan, kecemasan, depresi,
gelisah cepat marah, tegang, dan bosan. Sebuah studi menemukan bahwa
dampak stres yang paling kuat adalah tindakan agresif, seperti sabotase,
agresi antar pribadi, permusuhan, dan keluhan. Jenis masalah psikologis
tersebut relevan dengan kinerja yang buruk, penghargaan diri yang rendah,
benci pada pengawasan, ketidakmampuan untuk berkonsentrasi dan
membuat keputusan, ketidakpuasan kerja.
3)
Masalah perilaku
Perilaku langsung yang menyertai tingkat stres yang tinggi mencakup
makan sedikit atau makan berlebihan, tidak dapat tidur, merokok dan
|
17
minum, dan penyalahgunaan obat-obatan.
2.1.2.5 Pendekatan Stres Kerja
Ada empat pendekatan terhadap
stres kerja, yaitu dukungan sosial (social
support), meditasi (meditation), biofeedback, dan program kesehatan pribadi
(personal wellness programs). Pendekatan tersebut sesuai dengan pendapat
KeithDavis dan
John W. Newstrom, (dalam Mangkunegara, 2002:157) yang
mengemukakan bahwa "Four approaches that of ten involve employee and
management cooperation for stress
management are social support,
meditation,biofeedback and personal wellnes programs".
1)
Pendekatan dukungan sosial
Pendekatan ini dilakukan melalui aktivitas yang bertujuan memberikan
kepuasan sosial kepada karyawan. Misalnya bercanda.
2)
Pendekatan melalui meditasi
Pendekatan ini perlu dilakukan karyawan dengan cara berkonsentrasi ke
alam pikiran, mengendorkan kerja otot, dan menenangkan emosi meditasi
ini dapat dilakukan selama dua periode waktu yang masing-masing 15-20
menit. Meditasi
bias dilakukan di ruangan khusus. Karyawan yang
beragama Islam bias
melakukannya setelah shalat Dzuhur melalui doa dan
zikir kepada Allah SWT.
3)
Pendekatan melalui biofeedback
Pendekatan ini dilakukan melalui bimbingan medis. Melalui bimbingan
dokter, psikiater, dan psikolog, sehingga diharapkan karyawan dapat
menghilangkan stres yang dialaminya.
|
18
4)
Pendekatan kesehatan pribadi
Pendekatan ini merupakan pendekatan preventif sebelum terjadinya stres.
Dalam hal ini karyawan secara periode waktu yang continue
memeriksa
kesehatan,
melakukan relaksasi otot, pengaturan gizi, dan olahraga secara
teratur.
2.1.3 Pengertian Motivasi Kerja
Pendapat
David Mc Cleeland dalam Rivai (2004) teori motivasinya
mengatakan bahwa:
Produktifitas seseorang dapat ditentukan oleh virus mental yang ada pada
dirinya. Virus mental adalah kondisi jiwa yang mendorong seseorang untuk
mampu mencapai prestasinya secara maksimal. Virus mental yang dimaksud
terdiri dari 3 (tiga) golongan kebutuhan, yaitu: need of achievement
(kebutuhan
untuk keberhasilan), need of affiliation
(kebutuhan untuk memperluas
keberhasilan), dan need of power (kebutuhan untuk menguasai sesuatu).
Mengacu pendapat Munandar (2008) tentang motivasi
yaitu
sebagai proses
dimana karena kebutuhan-kebutuhan tertentu mendorong seseorang untuk
melakukan berbagai kegiatan agar tujuannya tercapai.
Motivasi dikemukakan Hasibuan (2007:95) yaitu Motivasi adalah pemberian
daya penggerak yang menciptakan kegairahan kerja seseorang, agar mereka mau
bekerja sama, bekerja efektif dan terintergrasi dengan segala daya dan upayanya
untuk mencapai kepuasan.
Menurut Anoraga (2006:35) menjelaskan bahwa motivasi kerja adalah
Sesuatu yang menimbulkan semangat atau dorongan kerja. Oleh sebab itu,
motivasi
kerja disebut pendorong semangat kerja. Kuat dan lemahnya motivasi
kerja seorang tenaga kerja ikut menentukan besar kecilnya prestasinya.
|
19
Berdasarkan pendapat Hariandja (2005:156) Motivasi adalah faktor-faktor
yang mengarahkan dan mendorong perilaku atau keinginan seseorang untuk
melakukan suatu kegiatan dan dinyatakan dalam bentuk usaha yang keras atau
lemah. Motivasi didefinisikan oleh Fillmore H. Stanford dalam Mangkunegara
(2002:93) bahwa Motivasi sebagai suatu kondisi yang menggerakkan manusia ke
arah suatu tujuan tertentu.
Mengacu pada pendapat Abraham Sperling dalam Mangkunegara (2002)
bahwa motif didefinisikan
sebagai
dorongan diri untuk beraktifitas
diakhiri
dengan penyesuaian
diri, penyesuaian diri tersebut untuk memuaskan motif.
Sedangkan berdasarkan pendapat William J. Stanton dalam Mangkunegara
(2002) yang dijadikan acuan mengenai motif mendefinisikan bahwa
motif adalah
kebutuhan yang di rangsang untuk berorientasi pada tujuan individu untuk
merasakan puas.
Dapat disimpulkam motivasi kerja merupakan suatu kondisi yang
menggerakkan manusia dan menimbulkan semangat atau dorongan kerja untuk
melakukan kegiatan dan dinyatakan dalam bentuk usaha yang keras atau
lemah
ke arah suatu tujuan
dimana kuat dan lemahnya motivasi kerja seorang tenaga
kerja ikut menentukan besar kecilnya prestasinya.
2.1.3.1 Tujuan Pemberian Motivasi
Menurut Hasibuan (2007:97) tujuan pemberian motivasi yaitu:
1)
Mendorong gairah dan semangat karyawan;
2)
Meningkatkan moral dan kepuasan kerja karyawan;
3)
Meningkatkan produktivitas karyawan;
|
20
4)
Mempertahankan loyalitas dan kestabilan karyawan perusahaan;
5)
Meningkatkan kedisiplinan dan menurunkan tingkat absensi karyawan;
6)
Mengefektifkan pengadaan karyawan;
7)
Menciptakan suasana dan hubungan kerja yang baik;
8)
Meningkatkan kreativitas dan partisipasi karyawan;
9)
Meningkatkan tingkat kesejahteraan karyawan;
10)
Mempertinggi rasa tanggung jawab karyawan terhadap tugas-tugasnya;
11)
Meningkatkan efisiensi penggunaan alat-alat dan bahan baku;
12)
Dan lain sebagainya.
2.1.3.2 Manfaat Motivasi
Manfaat motivasi yang utama adalah menciptakan gairah kerja, sehingga
produktivitas kerja meningkat. Sementara itu, manfaat yang diperoleh karena
bekerja dengan orang-orang yang termotivasi adalah pekerjaan dapat diselesaikan
dengan tepat. Artinya pekerjaan diselesaikan sesuai standar yang benar dan dalam
skala waktu yang sudah ditentukan, serta orang senang melakukan pekerjaannya.
Sesuatu yang dikerjakan karena ada motivasi yang mendorongnya akan membuat
orang senang mengerjakannya. Orang pun akan merasa dihargai/diakui, hal ini
terjadi karena pekerjaannya itu betul-betul
berharga bagi orang yang
termotivasi,sehingga orang tersebut akan bekerja keras. Hal ini dimaklumi karena
dorongan
yang
begitu tinggi menghasilkan sesuai target yang mereka tetapkan.
Kinerjanya
akan dipantau, oleh individu yang bersangkutan dan tidak akan
membutuhkan
terlalu banyak pengawasan serta semangat juangnya akan tinggi
dalam Arep dan Tanjung (2003:16).
|
![]() 21
Berikut ciri-ciri orang yang termotivasi
Gambar 2.1 Ciri-ciri Orang yang Termotivasi
Sumber: Arep dan Tanjung (2003:17)
2.1.3.3 Teori Motivasi
Teori motivasi dikelompokan atas teori kepuasan (content theory) dan teori
proses (process theory) dalam Hasibuan (2007:103). Teori kepuasan mendasarkan
pendekatannya atas faktor-faktor kebutuhan dan kepuasan individu yang
menyebabkan bertindak dan berperilaku dengan cara tertentu. Teori ini
memusatkan perhatian pada faktor-faktor dalam diri seseorang yang menguatkan,
mengarahkan, mendukung dan menghentikan
perilakunya. Teori tersebut
berusaha menjawab pertanyaan kebutuhan apa yang memuaskan dan mendorong
semangat bekerja seseorang. Hal yang memotivasi semangat kerja seseorang
adalah untuk memenuhi kebutuhan dan kepuasan materil dan non materil yang
diperolehnya dari hasil pekerjaannya.
Sedangkan teori proses pada dasarnya berusaha untuk menjawab pertanyaan
bagaimana menguatkan, mengarahkan, memelihara, dan menghentikan perilaku
individu, agar setiap individu bekerja giat sesuai dengan keinginan manajer. Bila
diperhatikan secara mendalam, teori ini merupakan proses sebab dan akibat
|
![]() 22
bagaimana seseorang bekerja serta hasil apa yang akan diperolehnya. Jika bekerja
saat ini maka hasilnya akan diperoleh baik untuk esok hari.
Berikut beberapa teori motivasi yang termasuk dalam teori kepuasan:
1)
Teori Motivasi Claude S. George
Dalam Hasibuan (2007:115) teori ini menyatakan bahwa seseorang
mempunyai kebutuhan yang berhubungan dengan tempat dan suasana di
lingkungan ia bekerja, yaitu:
(1) Upah yang layak.
(2) Kesempatan untuk maju.
(3) Pengakuan sebagai individu.
(4) Keamanan kerja.
(5) Tempat kerja yang baik.
(6) Penerimaan oleh kelompok.
(7) Perlakuan yang wajar.
(8) Pengakuan atas prestasi.
Kesimpulan dari teori motivasi kebutuhan (content theory) diatas adalah:
Memotivasi para bawahan hendaknya dilakukan dengan memenuhi
keinginan dan kebutuhannya akan materil dan non materil yang
memberikan kepuasan bagi mereka.
Keberadaan dan prestasi kerja bawahan hendaknya mendapat
pengakuan dan penghargaan yang wajar serta tulus.
Penghargaan dan pemberian motivasi hendaknya dilakukan secara
persuasif dan dengan kata-kata yang dapat merangsang gairah kerja
|
![]() 23
Pemberian alat motivasi
hendaknya disesuaikan
dengan
kedudukannya dalam organisasi.
Memotivasi bawahan hendaknya dilakukan dengan menyedikan
sarana dan prasarana yang baik yang akan dipergunakan dalam
melaksanakan pekerjaan.
Memotivasi bawahan
hendaknya memberikan kesempatan dan
tantangan untuk berprestasi dan promosi.
2)
Teori Motivasi Dua Faktor Hezberg
Dalam Hasibuan (2007:108) menurut Hezberg Teori motivasi Dua Faktor
atau Teori Motivasi Kesehatan atau Faktor Higienis. Menurut teori ini
motivasi yang ideal yang dapat merangsang usaha adalah peluang untuk
melaksanakan tugas yang lebih membutuhkan keahlian dan peluang untuk
mengembangkan kemampuan.
Teori dua faktor yaitu
Motivation Factors
dan Maintenance Factors.
Motivation Factors
adalah faktor-faktor motivator yang menyangkut
kebutuhan psikologis seseorang yaitu perasaan sempurna dalam
melakukan
pekerjaan. Faktor motivasi ini berhubungan dengan
penghargaan terhadap pribadi yang secara langsung berkaitan dengan
pekerjaan. Motivation factors
disebut juga
Satisfier
yang berarti
faktor
pemuas yang meliputi hal-hal sebagai berikut:
(1) Prestasi (Achievement).
(2) Pengakuan (Recognition).
(3) Pekerjaan itu sendiri (The work it self).
|
24
(4) Tanggung jawab (Responsibility).
(5) Pengembangan potensi individu (Advancement).
Rangkaian ini melukiskan hubungan seseorang dengan apa yang
dikerjakannya (job-content) yakni kandungan kerja pada tugasnya.
Sedangkan Maintenance Factors
merupakan faktor-faktor pemeliharaan
yang berhubungan dengan hakikat manusia yang ingin memeperoleh
ketentraman badaniah. Maintenance Factors disebut juga Faktor Higienis
(Demotivasi = Dissatisfiers) atau sumber ketidakpuasan yang meliputi hal-
hal:
(1) Gaji atau upah (Wages of Salaries).
(2) Kondisi kerja (Working Condition).
(3) Kebijaksanaan dan admnistrasi perusahaan (Company Policy and
Administration).
(4) Hubungan antar pribadi (Interpersonal Relation).
(5) Kualitas supervisi (Quality Supervisor).
Dan berikut beberapa teori motivasi yang termasuk dalam teori proses:
1)
Teori Harapan (Expectacy Theory)
Teori harapan ini dikemukakan oleh Victor H. Vroom dalam Hasibuan
(2007:116) yang menyatakan bahwa kekuatan yang memotivasi seseorang
untuk bekerja
giat dalam mengerjakan pekerjaannya tegantung dari
hubungan timbal balik antara apa yang ia inginkan dan butuhkan dari hasil
pekerjaan itu. Berapa besar ia yakin perusahaan akan memberikan
pemuasan bagi keinginannya sebagai imbalan atas uasaha yang
|
25
dilakuannya itu. Bila keyakinan yang diharapkan cukup besar untuk
memperoleh kepuasannya, maka ia akan bekerja keras, begitu pula
sebaliknya.
2)
Teori Pengukuhan (Reinforcement Theory)
Dalam Hasibuan
(2007:121) teori ini didasarkan atas hubungan sebab
akibat dari perilaku dengan kompensasi. Misalnya bonus kelompok
tergantung pada tingkat produksi kelompok itu sendiri. Teori pengukuhan
ini terdiri dari dua jenis:
(1) Pengukuhan Positif (Positive Reinforcement), yaitu bertambahnya
frekuensi perilaku, terjadi jika pengukuh
positif diterapkan secara
bersyarat.
(2) Pengukuhan Negatif (Negative Reinforcement), yaitu
bertambahnya frekuensi perilaku, terjadi jika pengukuh negatif
dihilangkan bersyarat.
Jadi prinsip pengukuhan selalu berhubungan dengan bertambahnya
frekuensi dan tanggapan, apabila diikuti oleh stimulus yang
bersyarat.
2.1.4 Pengertian Kinerja
Mengacu kepada pendapat Mathis dan Jackson mengenai kinerja (2007) yaitu
pada dasarnya seperti apa yang dilakukan atau tidak dilakukan karyawan dan
kinerja mempengaruhi seberapa besar seorang karyawan memberikan kontribusi
untuk perusahaan. Dalam upaya meningkatkan kinerja perusahaan dapat dimulai
|
26
dari perbaikan kinerja individu lalu kelompok. Dan di beberapa perusahaan
kinerja karyawan individual adalah faktor penentu sukses atau tidaknya suatu
perusahaan.
Menurut Moenir (2006) kinerja adalah sebagai Hasil kerja seseorang pada
kesatuan waktu atau ukuran tertentu. Dan berdasarkan pendapat Vroom dalam
Luthans (2006:279) tentang kinerja Tingkat sejauh mana keberhasilan seseorang
dalam menyelesaikan pekerjaannya disebut level performance. Biasanya orang
yang level performance-nya tinggi disebut sebagai orang yang produktif, dan
sebaliknya orang yang level-nya tidak mencapai standar dikatakan sebagai tidak
produktif atau ber-performance
rendah.
Dalam Mathis dan Jackson (2006)
kinerja para karyawan merupakan faktor utama yang menentukan keberhasilan
organisasional.
Kinerja dapat disimpulkan sebagai sesuatu yang dilakukan karyawan yang
membutuhkan suatu keahlian dan keterampilan untuk memberi kontribusi
terhadap perusahaan untuk menunjang tercapainya tujuan perusahaan. Bila
seorang karyawan mempunyai keberhasilan dalam kinerja maka dapat disebut
produktif, begitu pula sebaliknya.
2.1.4.1 Faktor-faktor yang Mempengaruhi Kinerja
Para pimpinan organisasi sangat menyadari adanya perbedaan kinerja antara
satu karyawan dengan karyawan lainnya yang berada di bawah pengawasannya.
Walaupun karyawan-karyawan bekerja pada tempat yang sama namun
produktivitas mereka tidaklah sama. Secara garis besar perbedaan kinerja ini
disebabkan oleh dua faktor yaitu: faktor individu dan situasi kerja.
|
27
Menurut Gibson, et al. (2006:434) ada tiga perangkat variabel yang
mempengaruhi perilaku dan prestasi kerja atau kinerja, yaitu:
1)
Variabel individual, terdiri dari:
(1) Kemampuan dan keterampilan: mental dan fisik.
(2) Latar belakang: keluarga, tingkat sosial, penggajian.
(3) Demografis: umur, asal-usul, jenis kelamin.
2)
Variabel organisasional, terdiri dari:
(1) Sumber daya.
(2) Kepemimpinan.
(3) Imbalan.
(4) Struktur.
(5) Desain pekerjaan.
3)
Variabel psikologis, terdiri dari:
(1) Persepsi.
(2) Sikap.
(3) Kepribadian.
(4) Belajar.
(5) Motivasi.
Dharma mengemukakan dalam Rozikin (2006) bahwa ada tiga faktor yang
mempengaruhi kinerja karyawan, antara lain.
1)
Kemampuan, kepribadian dan minat,merupakan kecakapan seseorang
seperti
kecerdasan dan keterampilan. Kemampuan pekerja dapat
mempengaruhi kinerja karyawan dalam berbagai cara. Kepribadian adalah
|
28
serangkaian ciri yang relatif mantap yang dipengaruhi oleh keturunan dan
faktor sosial, kebudayaan dan lingkungan.
2)
Kejelasan dan penerimaan atas kejelasan peranan seorang pekerja,
merupakan taraf pengertian dan penerimaan seorang individu atas tugas
yang dibebankannnya. Semakin jelas pekerja mengenai persyaratan dan
sasaran pekerjaannya, maka semakin banyak energi yang dapat dikerahkan
untuk kegiatan ke arah tujuan.
3)
Tingkat motivasi pekerja, motivasi adalah daya energi yang mendorong,
mengarahkan, dan mempertahankan perilaku.
Menurut Mathis dan Jackson (2006:113) tiga faktor utama yang
mempengaruhi kinerja individu, yaitu:
1)
Kemampuan individual
(1) Bakat.
(2) Minat.
(3) Faktor kepribadian.
2)
Tingkat usaha yang dicurahkan
(1) Motivasi.
(2) Etika kerja.
(3) Kehadiran.
(4) Rancangan tugas.
3)
Dukungan organisasi
(1) Pelatihan dan pengembangan.
(2) Peralatan dan teknologi.
|
29
(3) Standar kinerja.
(4) Manejemen dan rekan kerja.
2.1.5 Kajian Penelitian Terdahulu
Ada 4 jurnal yang digunakan dalam penelitian ini sebagai refrensi:
1)
Pengaruh Stres Kerja Dan Motivasi Kerja Terhadap Kinerja Karyawan Di
PT. Interbis Sejahtera Palembang. Penulis: Theresia Sunarni dan Veni
Istanti. Jurnal Teknik Industri. 2007.
Hasil dari penelitian tersebut yaitu stres kerja berpengaruh secara
signifikan terhadap kinerja karyawan bagian produksi
(tingkat Sig.
0,020<0,05),
motivasi berpengaruh secara signifikan terhadap kinerja
karyawan bagian produksi
(tingkat Sig.
0,000<0,05), stres kerja dan
motivasi kerja berpengaruh signifikan terhadap kinerja karyawan bagian
produksi PT. Interbisnis Sejahtera
(tingkat.Sig. 0,000<0,05). Dari hasil
analisis regresi juga terdapat faktor dominan dari variabel-variabel stres
kerja, yaitu variabel dukungan kelompok (X
5
) yang paling berpengaruh
terhadap kinerja karyawan, yaitu sebsesar -0,179.
2)
Pengaruh Konflik Peran Dan Stres Kerja Terhadap
Kinerja Karyawan
Pada Bank Pemerintah Di Kota Malang. Penulis: Zainur Rozikin. Jurnal
Aplikasi Manajemen. 2006.
Hasil dari penelitian tersebut yaitu
nilai ß Konflik Peran (X1
) adalah
sebesar -0,317 dengan signifikasi sebesar 0,046. Karena signifikasi lebih
kecil dari 5% (0,046<0,05) maka secara parsial variabel Konflik Peran
|
30
(X1
) berpengaruh signifikan negatif terhadap variabel Kinerja Karyawan
(Y). Nilai variabel ß
Stres Kerja (X2
) sebesar -0,511 dengan signifikansi
sebesar 0,001. Karena signifikansi lebih kecil dari 5% (0,001<0,05) maka
secara parsial variabel Stres Kerja (X2
) berpengaruh signifikan negatif
terhadap variabel Kinerja (Y). Konflik peran dan stres kerja berpengaruh
signifikan negatif terhadap kinerja karyawan, artinya semakin tinggi
konflik peran dan stres kerja maka akan berdampak pada penurunan secara
signifikan terhadap kinerja karyawan dan begitu pula sebaliknya.
Nilai
koefisien regresi konflik peran terhadap stres kerja = 0,740, koefisien
regresi konflik peran terhadap kinerja = -0,304, dan koefisien regresi stres
kerja terhadap kinerja karyawan = -0,602.
3)
Pengaruh Kemampuan dan
Motivasi Terhadap Kinerja Pegawai Pada
Sekolah Tinggi Seni Indonesia (STSI) Bandung. Penulis: Nenny
Anggraen. Penelitian Pendidikan. 2011.
Hasil dari penelitian tersebut yaitu
secara parsial ada pengaruh yang 527
signifikan antara kemampuan (X
1
) terhadap kinerja pegawai (Y) sebesar
0,527 atau 52,7% dan sisanya 0,473 atau 47,3% dipengaruhi variabel lain.
Pengaruh motivasi (X2) terhadap kinerja pegawai (Y) sebesar 0,919 atau
91,9% dan sisanya 0,081 atau 8,1% dipengaruhi variabel lain selain X2
.
Dan pengaruh kemampuan (X1
) dan motivasi (X2) terhadap variabel
kinerja pegawai (Y) sebesar 0,86 atau 86%, dan sisanya 0,14 atau 14%
dipengaruhi variabel lain selain variabel kemampuan (X
1
) dan motivasi
(X2
). Kemampuan dan motivasi secara bersama-sama mempunyai
|
31
pengaruh terhadap kinerja pegawai Sekolah Tinggi Seni Indonesia (STSI)
Bandung, pengaruh yang positif dan signifikan. Dan motivasi terlihat lebih
dominan dari pada kemampuan.
4)
Pengaruh Motivasi Terhadap Kinerja Karyawan Pada Bank Riau. Penulis:
Yohanas Oemar. Jurnal Eksekutif. 2006.
Hasil dari penelitian tersebut
berdasarkan
terhadap
hasil analisis SEM
menunjukan motivasi berpengaruh signifikan terhadap kinerja. Hasil ini
dibuktikan dengan adanya nilai t hitung lebih besar dari t tabel dan nilau
probability
atau nilai p lebih kecil dari 0,05. Penelitian ini juga
menunjukan adanya hubungan positif antara motivasi dengan kinerja
karyawan. Hal tersebut dilihat dari nilai regression weight estimate
sebsesar 0,976 dan standardized regression weight
sebesar 1.011.
Jadi
variabel motivasi berpengaruh positif signifikan kinerja karyawan pada
Bank Riau.
2.2 Kerangka Pemikiran
Kerangka pemikiran dalam penelitian ini terdiri dari variabel independen atau
variabel bebas yaitu stres kerja dan motivasi. Variabel independen merupakan
variabel yang mempengaruhi variabel lain yang sifatnya berdiri sendiri.
Sedangkan variabel dependen atau variabel terikat dalam penelitian ini adalah
kinerja. Variabel dependen merupakan variabel yang dipengaruhi oleh beberapa
variabel lain yang sifatnya tidak dapat berdiri sendiri.
|
32
Kerangka pemikiran
ini (Gambar 2.2) dibentuk atas dasar sintetis toeri dari
Hasibuan (2007:204) yang menyebutkan adanya beberapa karakteristik
pekerjaan dan lingkungan kerja yang mengandung situasi stres antara lain beban
kerja yang sulit dan berlebihan, tekanan dan sikap pimpinan yang kurang adil dan
wajar, waktu dan peralatan yang memadai, konflik antara pribadi dengan
pimpinan atau kelompok kerja, balas jasa yang terlalu rendah, masalah-masalah
keluarga seperti anak, istri, mertua dan lain-lain. Semua faktor tersebut dapat
menimbulkan stres kerja pada karyawan
yang paling tepat karena teori tersebut
mempunyai faktor balas
jasa yang terlalu rendah dimana faktor tersebut patut
diperhitungkan dalam faktor penyebab stres kerja.
Teori motivasi menurut Hezberg dalam Hasibuan (2007:108) yang terdiri dari
Motivation factotrs
dan Maintenance Factors
( Faktor Higienis). Prestasi,
pengakuan, pekerjaan itu sendiri, tanggung jawab, dan pengembangan potensi
individu merupakan aspek-aspek yang terdapat dalam Motivation Factors.
Sedangkan gaji, kondisi kerja, kebijaksanaan dan admisintrasi perusahaan,
hubungan antar pribadi, dan kualitas supervisi merupakan aspek-aspek yang
termasuk dalam Maintenance Factors
(Faktor Higienis). Kedua fakor tersebut
ideal karena terdiri dari faktor motivasi dan faktor pemeliharaannya dan dapat
merangsang usaha.
Kemudian teori tersebut
khusus dalam teori motivasi yang
mengkhususkan untuk orang bekerja dalam hal penggajian.
Faktor-faktor kinerja dikemukakan oleh Mathis dan Jackson (2006:113)
Terdiri dari
tingkat usaha yang dicurahkan termasuk etika kerja, kehadiran dan
rancangan tugas. Kemudian
dukungan organisasi termasuk pelatihan dan
|
![]() 33
pengembangan, peralatan dan teknologi, standar kinerja, manajemen dan rekan
kerja. Faktor individual, tingkat usaha yang dicurahkan dan dukungan organisasi
tersebut dapat menjadi acuan kualitas dan kuantitas kinerja karyawan yang
dicurahkan. Dalam teori tersebut terdapat faktor-faktor tingkat usaha yang
dicurahkan yang tidak dimiliki dalam teori lain yang merupakan bagian krusial
dari kualitas dan kuantitas kinerja selain faktor individual dan organisasi.
Berdasarkan teori-teori yang telah dikemukakan diatas, maka dapat dibuat
secara skematis kerangka pemikiran dalam penelitian ini, yang dapat ditunjukan
sebagai berikut dalam gambar 2.2:
Gambar 2.2 Kerangka Pemikiran
Sumber : Peneliti, 2012
|
34
2.3 Hipotesis
1)
Bagaimana pengaruh stres kerja terhadap kinerja karyawan?
Ho = variabel stres kerja tidak mempengaruhi secara signifikan terhadap
variabel kinerja karyawan.
Ha
= variabel stres kerja mempengaruhi secara signifikan terhadap
variabel
kinerja karyawan.
2)
Bagaimana pengaruh motivasi terhadap kinerja karyawan?
Ho = variabel motivasi tidak mempengaruhi secara signifikan terhadap
variabel kinerja karyawan.
Ha = variabel motivasi mempengaruhi secara signifikan terhadap variabel
kinerja karyawan.
3)
Bagaimana pengaruh stres kerja dan motivasi terhadap kinerja karyawan?
Ho = stres kerja dan motivasi tidak mempengaruhi secara signifikan
terhadap
variabel kinerja karyawan.
Ha = stres kerja dan motivasi mempengaruhi secara signifikan terhadap
variabel kinerja karyawan.
|