3
Bab 2
Data dan Analisa
2.1 Sumber Data
2.1.1 Referensi Buku
a.
Buku Pintar Wayang
Buku Pintar Wayang
merupakan sebuah buku
yang
memuat
hal-hal
mendasar
yang
perlu
diketahui
tentang
wayang
di
Indonesia. Buku
ini
menjabarkan
asal-usul
wayang,
jenis-jenisnya, dan
filosofi
yang
terkandung
dalam pementasannya.
b.
Ensiklopedi Wayang Indonesia
Buku
yang memuat A-Z tentang wayang.
Buku
ini menambah referensi
penulis tentang sejarah wayang dan asal-usulnya.
c.
Understanding Comics
Buku
tentang apa
itu
komik.
Melalui buku
ini,
penulis
mendapatkan
pengetahuan yang dibutuhkan untuk melakukan eksekusi terhadap strategi
kreatif yang penulis lakukan, yaitu membuat buku pengetahuan bergambar.
2.1.2 Angket
2.1.3 Survei lapangan
Untuk
lebih
mengerti wayang
secara
mendalam, maka
penulis
perlu
menonton langsung pergelaran wayang. Pergelaran wayang yang penulis tonton
adalah pergelaran wayang kulit purwa di gdeung wayang.
2.2 Naskah Buku
BAB 1 Mengenal Wayang
A. Sejarah Wayang
Asal usul dan perkembangan wayang tidak tercatat secara akurat seperti
sejarah.
Namun
orang
selalu
ingat
dan
merasakan kehadiran
wayang
dalam
masyarakat. Wayang
merupakan
salah
satu
buah
usaha
akal
budi
bangsa
Indonesia. Wayang tampil sebagai seni budaya tradisional dan merupakan
puncak budaya daerah.
Sejak
zaman penjajahan Belanda hingga kini banyak para cendekiawan
dan
budayawan berusaha
meneliti
dan
menulis
tentang
wayang,
diantaranya
Hazeu
dan
Rassers.
Dan
pandangan dari
pakar
Indonesia,
seperti
K.P.A,
Kusumadilaga, Ranggawarsita, Suroto, Sri Mulyono, dan lain-lain. Dan menurut
para cendekiawan, wayang sudah ada dan berkembang sejak lama, sekitar tahun
1500 SM.
3
|
4
Wayang
ialah
asli
Indonesia.
Wayang
memiliki
landasan yang
kokoh.
Landasan
utamanya
memiliki
sifat
Hamot
(
keterbukaan untuk
menerima
pengaruh
dan
masukan
dari
dalam
dan
luar
)
,
Hamong ( kemampuan
untuk
menyaring unsur-unsur baru
itu
sesuai
nilai-nilai warna
yang ada) ,
Hamemangkat
(memangkat suatu
nilai
menjadi
nilai
baru.
Periodisasi
perkembangan budaya wayang juga merupakan suatu hahasan yang menarik)
Bermula
zaman
kuna
ketika
nenek
moyang
bangsa
Indonesia masih
menganut
animisme dan
dinamisme. Paduan dari animisme dan dinamisme
ini
menempatkan roh
nenek
moyang
yang
dulunya
berkuasa,
tetap
mempunyai
kuasa.
Mereka
tetap dipuja dan dimintai pertolongan. Roh nenek
moyang
yang
dipuja ini disebut hyang atau dahyang. Orang bisa berhubungan dengan
hyang atau dahyang ini melalui seorang medium yang disebut syaman.
Ritual
pemujaan nenek
moyang hyang
dan
syaman
inilah
yang
akhirnya
menjadi asal mula pertunjukkan wayang. hyang menjadi wayang dan syaman
menjadi dalang. Sedangkan ceritanya ialah
petualangan dan pengalaman
nenek
moyang.
Bahasa
yang
digunakan ialah
bahasa
Jawa
asli
yang
masih
dipakai
hingga
sekarang.
Jadi,
wayang berasal
dari
ritual
kepercayaan nenek
moyang
bangsa Indonesia disekitar tahun 1500 SM.
Berjalan
dengan
seiringnya
waktu,
wayang
terus
berkembang
sampai
pada masuknya agama Hindu di Indonesia sekitar abad keenam.
Dalam
pewayangan cerita,
bermula
dari
kisah
Ramayana
yang
terus
bersambung
dengan
Mahabrata, dan
diteruskan
dengan
kisah
zaman
kerajaan
kediri.
Falsafah
Ramayana dan Mahabrata
yang
Hinduisme diolah sedemikian
rupa sehingga diwarnai nilai-nilai agama Islam.
Masuknya
agama
Islam
ke
Indonesia pada
abad
ke-15,
membawa
perubahan yang
sangat
besar
terhadap
kehidupan masyarakat
Indonesia.
Perubahan
besar-besaran tersebut,
tidak
saja
terjadi
dalam
bentuk
dan
cara
pergelaran wayang,
melainkan juga
isi
dan
fungsinya. Bentuk
wayang
yang
semula
realistik
proporsional seperti
tertera
dalam
relief
candi-candi, distilir
menjadi bentuk
imajinatif
seperti
sekarang
ini.
Selain
itu, banyak
sekali
tambahan
dan
pembaharuan
dalam
peralatan seperti kelir
atau
layar,
blencong
atau
lampu
sebagai alat penerangan
pada pertunjukkan wayang kulit
dan
juga
mempunyai
makna
simbolik,
yaitu
memanfaatkan masukan
serta
pengaruh
budaya
lain baik
dari dalam
maupun
dari
luar Indonesia, debog
yaitu
pohon
pisang untuk menancapkan wayang, dan masih banyak lagi.
Asal usul wayang Indonesia menjadi jelas dan mudah dibedakan dengan
seni
budaya
sejenis
yang
berkembang
di
India,
Cina,
dan
negara-negara di
kawasan
Asia
Tenggara. Tidak saja
berbeda bentuk serta
cara pementasannya,
cerita Ramayana dan
Mahabrata yang
digunakan juga
berbeda.
Cerita terkenal
ini
sudah
digubah
sesuai
nilai
dan
kondisi
yang
hidup
dan
berkembang di
Indonesia.
Keaslian
Wayang
bisa
ditelusuri
dari
penggunaan bahasa
seperti
Wayang, kelir, blencong, kepyak, dalang, kotak dan
lain-lain. Kesemuanya itu
|
5
menggunakan
bahasa
Jawa
asli.
Berbeda
dengan cempala,
yaitu
alat
pengetuk
kotak
yang
menggunakan bahasa
sansekerta.
Biasanya
wayang
selalu
menggunakan bahasa campuran yang biasa disebut basa rinengga.
B. Filosofi Wayang
Kekuatan
utama
budaya
Wayang
ialah
kandungan nilai
falsafahnya.
Wayang
yang
tumbuh
dan berkembang
sejak
lama
itu ternyata
berhasil
menyerap berbagai nilai-nilai keutamaan hidup dan dapat terus dilestarikan
dalam pertunjukkan wayang.
Memasuki pengaruh agama Islam, kokoh sudah landasan wayang sebagai
tontonan
yang
mengandung tuntunan,
yaitu
acuan
moral
budi
luhur
menuju
terwujudnya akhlaqul karimah. Wayang bukan
lagi
sebagai tontonan bayang-
bayang atau
shadow
play,
melainkan
sebagai wewayangane
ngaurip,
yaitu
bayangan hidup manusia.
Wayang
juga
dapat
secara
nyata
menggambarkan konsepsi
hidup
sangkan paraning damadi, yang berarti : manusia berasal dari Tuhan dan akan
kembali keribaan-Nya.
banyak
ditemui
seni
budaya
semacam
wayang
yang
terkenal
dinegara
lain dengan sebutan puppet show, namun tidak seindah dan sedalam maknanya
Wayang Kulit Purwa.
C. Perkembangan Wayang
Berasal dari zaman animisme, wayang terus mengikuti perjalanan sejarah
bangsa sampai pada masuknya agama Hindu di Indonesia sekitar abad keenam.
Pertunjukan roh
nenek
moyang
itu
kemudian
berkembang menjadi
cerita
Ramayana
dan
Mahabarata. Selama
abad
X
hingga
XV,
wayang
berkembang
menjadi ritual agama dan pendidikan kepada masyarakat.
Semasa
Kerajaan-kerjaan
Hindu-Budha
ini,
kepustakaan
wayang
mencapai
puncaknya. Pegelaran
wayang
yang
sudah
bagus,
diperkaya
lagi
dengan
penciptaan peraga
wayang
dari
kulit
yang
dipahat,
diiringi
gamelan
dengan tatanan pentas yang bagus.
Wayang
seolah-olah identik
dengan
Ramayana
dan
Mahabarata yang
aslinya
berasal
dari
India.
Namun
perlu
dimengerti bahwa
Ramayana dan
Mahabarata versi India itu sudah banyak berubah di versi indonesianya.
Yang
sangat
menonjol
perbedaannya adalah
falsafah
yang
mendasari
kedua
cerita
itu,
terlebih
setalah
masuknya
agama
Islam.
Hinduisme dioleh
sedemikian
rupa
sehingga
menjadi
diwarnai
nilai-nilai
agama
Islam. Wayang
diperkaya lagi dengan begitu banyaknya cerita gubahan baru yang disebut lakon
caranga
,
sehingga
cerita
Ramayana
dan
Mahabarata menjadi
benar-benar
berbeda dari aslinya.
|
6
Masuknya
agama
Islam
pada
abad
ke-15
membawa perubahan besar
terhadap kehidupan masyarakat Indonesia, termasuk juga wayang. Dalam agama
Islam, penggambaran dari
mahluk hidup dilarang, oleh karena itu, bentuk
wayang
yang
semula
realistik
dan
proporsional
,
diperbaharui
oleh
para
Wali
dan pujangga Jawa sehingga mengalami stilasi menjadi bentuk imajinatif seperti
sekarang ini.
Pada
masa
itu,
wayang
digunakan
sebagai
digunakan sebagai
sarana
dakwah
Islam.
Fungsi
wayang
bergeser dari
ritual
agama,
menjadi
sarana
pendidikan, dakwah, penerangan, dan komunikasi massa. Fungsi dan peranan ini
terus berlanjut hingga dewasa ini.
Jadi bisa kita simpulkan bahwa wayang merupakan suatu karya seni yang
mampu mengikuti perkembangan zaman. Wayang saat ini tidaklah sama dengan
wayang pada
masa
lampau, dan
wayang
masa
depan,
tidaklah sama
dengan
wayang
masa kini.
Hal
ini disebabkan wayang
memiliki landasan
yang kokoh,
yaitu hamot , hamong, dan hamemangkat.
Hamot sendiri berarti keterbukaan menerima pengaruh dan masukan baik
dari dalam
maupun
luar.
Hamong
adalah
kemampuan
untuk
menyaring
unsur
yang
baru
dan
sesuai dengan nilai
yang
ada.
Dan
Hamemangkat
berarti
perubahan dari
suatu
nilai
menjadi
nilai
baru
yang
melalui
suatu
proses
yang
panjang dan dapat dicerna secara cermat.
Untuk
itulah
,
banyak
budayawan
yang
mengatakan bahwa
kesenian
wayang
merupakan
suatu
kebudayaan yang
terus
berkembang dan
setia
pada
misinya
dan
fungsi
yang
diembannya, yaitu
sebagai
sarana
penerangan,
pendidikan, dan komunikasi massa.
Pada titik inilah, wayang kemudian menjadi pertunjukan yang telah
diakui oleh UNESCO pada tanggal 7 November 2003, sebagai karya kebudyaan
yang
mengagumkan dalam
bidang
cerita
narasi
dan
warisan
yang
indah
dan
sangat berharga (masterpiece of oral and intangible heritage of humanity)
BAB II Jenis-Jenis Wayang
A.
Wayang kulit :
Apa wayang
kulit
itu?
Wayang
kulit adalah seni
tradisional
Indonesia,
terutama
berkembang di
Jawa
dan
di
sebelah
timur
semenanjung
Malaysia,
seperti
di
Kelantan
dan
Terengganu. Wayang
kulit
dimainkan
oleh
seorang
dalang
yang
juga
menjadi
narrator dialog tokoh-tokoh wayang, dengan
iringan
musik
gamelan
yang
dimainkan sekelompok
nayaga
dan
tembang
yang
dinyanyikan oleh para pesinden.
Dalang
memainkan wayang kulit di balik kelir, yaitu layar yang terbuat
dari kain
putih,
sementara di
belakangnya disorotkan lampu
listrik atau
lampu
minyak (blencong), sehingga para penonton yang berada di sisi lain layar dapat
melihat
bayangan
wayang
yang
jatuh
ke
kelir. Untuk
dapat
memahami cerita
wayang (lakon), penonton
harus
memiliki pengetahuan akan
tokoh-tokoh
wayang yang bayangannya tampil di layar.
Secara
Umum, wayang
mengambil cerita dari
naskah Mahabharata dan
Ramayana, tetapi tak
dibatasi
hanya dengan
pakem
(standar)
tersebut. Sebab,
seorang dalang atau biasa dipanggil ki dalang juga bisa memainkan lakon
|
7
carangan
(gubahan).
Beberapa
cerita
diambil
dari
cerita
Panji.
wayang
kulit
lebih popular di Jawa
tengah dan
timur,
sedangkan wayang
golek
lebih
sering
dimainkan di Jawa barat.
Wayang Kulit dibagi lagi menjadi :
1.Wayang Purwa
Kata Purwa (pertama) dipakai
untuk
membedakan wayang
jenis
ini
dengan
wayang
kulit
lainnya. banyak
jenis
wayang kult,
mulai
dari wayang wahyu, wayang sadar, wayang gedhog, wayang kancil,
wayang pancasila, dan sebagainya.
Wayang purwa diperkirakan mempuyai umur paling tua di antara
wayang kulit lainnya. Wayang purwa terbuat dari bahan kulit kerbau
yang
ditatah, diberi
warna
sesuai dengan kaidah
pulasan wayag
pedalangan, diberi tangkai dari bahan tanduk kerbaubule, yang diolah
sedemikian rupa dengan nama cempurit, yang terdiri dari ntuding dan
gapit..
2.Wayang Parwa
Wayang parwa
adalah
wayang
kulit
yang
paling
popular
dan
terdapat
di
seluruh
Bali.
Wayang
Parwa
merupakan
wayang
kulit
yang
membawakan lakon-lakon
yang
bersumber
dari
cerita
Mahabharata yang
juga
dikenal
sebagai
Astha
Dasa
parwa.
Nah,
wayang ini dipentaskan pada malam hari, dengan memakai kelir dan
lampu blencong, diiringi dengan gamelan gender wayang.
Wayang
Parwa
dipentaskan dalam
kaitannya
dengan
berbagai
jenis
upacara
adapt
dan
agama,
walaupun
pertunjukkannya sendiri
berfungsi sebagai
hiburan
yang
bersifat
modern.
Dalam
pertunjukkannya, dalang
wayang
parwa
bisa
saja
mengambil
lakon
dari
cerita
Bharatayuda
atau
bagian
lain
dari
cerita
Mahabharata.
Oleh sebab itu, jumlah lakon wayang parwa paling banyak.
3. Wayang Madya
wayang
madya
adalah
wayang
kulit
yang
diciptakan oleh
Mangkunegara IV sebagai penyambung cerita wayang purwa dengan
wayang
gedog.
Cerita
wayang
madya
merupakan peralihan
cerita
purwa ke cerita panji. Salah satu cerita wayang madya yang terkenal
adalah
cerita
Anglingdarma. Wayang
madya
tidak
sempat
berkembang di luar lingkungan Pura Mangkunegara.
4. Wayang Gedog
Wayang gedog atau wayang panji adalah wayang
yang memakai
cerita
dari
serat Panji.
Wayang
ini
mungkin
telah
ada sejak
zaman
Majapahit.
Bentuk
wayangnya hamper sama dengan wayang purwa.
Tokoh-tokoh ksatria selalu
memaki tekes dan
repekan. Tokoh-tokoh
rajanya
memakai garuda
mungkur dan galung keeling. Dalam cerita
Panji,
tidak
ada tokoh
raksasa atau
kera. Sebagai
gantinya terdapat
tokoh Prabu Klana dari Makassar yang memiliki tentara orang-orang
bugis. Namun, tidak selamanya tokoh klana berasal dari Makassar.
Dalam pementasannya, wayang gedog memakai gamelan berlaras
pelog dan memakai
Punakawan
Bancak dan Doyok untuk tokoh
Panji
tua,
Ronggotono
dan
Ronggontani
untuk
Klana,
dan
Sebut-
|
8
Palet
untuk
panji
muda. Sering
kali
dalam wayang
gedog,
muncul
figure wayang aneh, seperti
gunungan sekaten, siter (kecapi), paying
yang terkembang, perahu, dan lain-lain.
5. Wayang Calonarang
Wayang
calonarang juga
sering
disebut
sebagai
wayang
leyak,
adalah salah satu jenis wayang kulit Bali yang dianggap angker
karena
dalam
pertunjukkannya
banyak
mengungkapkan nilai-nilai
magis dan rahasia pangiwa dan panengen. Wayang ini pada dasarnya
adalah pertunjukan
wayang yang mengkhususkan lako-lakon
dari
cerita calonarang.
Pargelaran wayang kulit calonarang melibatkan sekitar 12
orang
pemain,
yang terdiri dari 1
orang dalang, 2
orang pembantu dalang,
dan 9 orang penabuh.
6. Wayang Krucil
Wayang krucil pertama kali diciptakan oleh pangeran Pekik dari
Surabaya. Wayang
ini
terbuat
dari
bahan
kulit dan berukuran
kecil
sehingga lebih
sering
disebut
wayang
krucil.
Dalam
perkembangannya, wayang
ini
menggunakan bahan kayu pipih (dua
dimensi) yang kemudian dikenal sebagai wayang klithik.
Gamelan yang digunakan untuk mengiringi pertunjukkan wayang
ini
amat sederhana,
berlaras
slendro
dan
berirama playon
bagomati
(srepegan). Namun,
ada
kalanya
wayang
krucil
menggunakan
gending, gending besar.
B. Wayang kayu :
Dibagi lagi
menjadi :
1. Wayang Golek
Wayang
golek
adalah
suatu
seni
pertunjukkan wayang
yang
terbuat dari boneka kayu. Wayang jenis ini sangat popular, terutama
di wilayah tanah Pasundan.
Wayang adalah bentuk teater rakyat yang sangat popular. Banyak
diminati
masyarakat, khususnya
masyarakat
kelas
bawah.
Di
Jawa
Barat
misalnya, selain
wayang
kulti,
yang
paling
populer
adalah
wayang golek.Yang menarik, wayang golek ini terdapat dua
macam,
yaitu wayang golek papak (cepak) dan wayang golek purwa yang ada
di
daerah sunda.
Kedua
macam
wayang
itu
dimainkan oleh seorang
dalang sebagai pemimpin pertunjukkan yang sekaligus
menyanyikan
suluk,
menyuarakan antawacana,
mengatur gamelan,
mengatur
lagu,
dan lain-lain.
Saat ini, wayang golek lebih dominant sebagai seni pertunjukkan
rakyat,
yang
memiliki fungsi
yang
relevan
degan
kebutuhan-
kebutuhan
masyarakat,
baik
kebutuhan
spiritual
maupun
material.
Hal demikian dapat kita
lihat dari beberapa kegiatan di
masyarakat,
misalnya
ketika ada perayaan, baik
hajatan
(pesta
kenduri)
dalam
|
9
rangka khitanan, pernikahan, dan lain-lain.
2. Wayang Menak
Wayang
menak atau
disebut
juga
wayang
golek
menak
merupakan
wayang berbentuk boneka kayu yang diyakini muncul pertama kali di
daerah
kudus
pada
masa
pemerintahan Sunan
Paku
Buwana
II.
Sumber cerita wayang menak berasal dari kitab Menak, yang ditulis
atas kehendak Kanjeng
Ratu Mas
Balitar, permaisuri
Sunan
Paku
Buwana I, pada tahun 1717 M.
Induk
dari
kitab
Menak
berasal
dari
Persia,
menceritakan Wong
Agung Jayeng Rana atau Amir Ambyah (amir Hamzah), paman Nabi
Muhammad SAW. Isi pokok cerita adalah permusuhan antara Wong
Agung
Jayeng
Rana
yang beragama Islah
dengan
Prabu
Nursewan
yang belum memeluk agama Islam.
3. Wayang Klithik
Wayang
klithik
pertama
kali
diciptakan oleh
Pangeran
Pekik,
adipati Surabaya, dari bahan kulit dan berukuran kecil sehingga lebih
sering disebut dengan wayang
krucil. Munculnya
wayang
menak
yang
terbut
dari
kayu,
membuat Sunan
Pakubuwono
II
kemudian
menciptakan wayang
klithik
yang
terbuat
dari
kayu
pipih
(dua
dimensi). Tangan wayang ini dibuat dari kulit yang ditatah. Berbeda
dengan
wayang
lainnya, wayang klithik
memiliki
gagang
yang
terbuat dari kayu.
Cerita yang dipakai dalam
wayang klithik umumnya mengambil
dari
zaman
Panji
Kudalaleyan di
Pajajaran
hingga
zaman
Prabu
Brawijaya di Majapahit.
Gamelan
yang
dipergunakan untuk
mengiringi
pertunjukan
wayang
ini
amat
sederhana, berlaras
slendro
dan
berirama
playon
bangomati (spregan).
Ada
kalanya
wayang
klithik
menggunakan
gending-gending besar.
C. WAYANG SUKET
Wayang
suket
merupakan
bentuk
tiruan
dari
berbagai
figure
wayang
kulit yang terbuat dari rumput (bahasa jawa : suket). Wayang suket biasanya
dibuat
sebagai
alat
permainan
atau
penyampaian cerita
pewayangan pada
anak-anak
di
desa-desa
Jawa.
Untuk
membuatnya, beberapa
helai
daun
rerumputan dijalin,
lalu dirangkai (dengan
melipat)
membentuk
figure
serupa wayang kulit. Karena bahannya, wayang suket tdak bertahan lama.
kelebihan wayang suket adalah ruang
yang sangat bebas bagi penonton
untuk membangun imajinasinya. Menafsir kembali siapa itu wayang-wayang
sebagai bayangan hidup. Manusia terus tumbuh, tapi wayang kulit tidak.
Filosofi suket sebagai sesuatu yang terus tumbuh adalah spirit yang luar
biasa.
Suket
hanya
butuh
air
dan
sinar
matahari. Kekuatan filosofi
ini
menggambarkan kekuatan
ruang
imajinasi
dari
wayang
suket.
Pertunjukkannya merupakan
symbol
masyarakat
bawah
(grass
root)
yang
mempertanyakan tentang diri, bukan memberontak atau merusak.
D. WAYANG BEBER
|
10
Wayang
beber
adalah
wayang
yang
muncul
dan
berkembang
di
jawa
pada masa pra-Islam dan masih berkembang daerah-daerah tertentu di Pulau
Jawa. Dinamakan wayang beber karena berupa lembaran-lembaran (beberan)
yang dibentuk menjadi tokoh-tokoh dalam cerita wayang, baik Mahabharata
maupun Ramayana.
Konon,
wayang
beber
ini
dimodifikasi bentuk
oleh
para
wali
menjadi
wayang
kulit
dengan
bentuk-bentuk yang
bersifat
ornament
yang
dikenal
sekarang. Kata para wali, ajaran Islam mengharamkan bentuk gambar
mahluk
hidup
(manusia
dan
hewan).
Wayang
hasil
modifikasi
para
wali
inilah
yang
dipergunakan
untuk
menyebarkan ajaran
islam
dan
yang
kita
kenal sekarang.
Yang
menarik, wayang
beber
yang
pertama
(yang
masih
asli)
sampai
sekarang bisa
dilihat.
Wayang
beber
yang
asli
ini
bisa
dilihat
di
daerah
Donorojo,
Pacitan. Wayang
ini
dipegang oleh
seseorang
yang
secara turun
temurun dipercaya memeliharanya dan
tidak akan dipegang oleh orang dari
keturunan yang
berbeda.
Sebab,
ada
sebuah
amanat
luhur
yang
harus
dipelihara. Selain di Pacitan, sampai sekarang masih tersimpan dengan baik
dan
masih
dimainkan di
dusun
Gelaran
Desa
Bejiharjo, Karang
mojo,
Gunungkidul.
E. WAYANG GUNG
Wayang gung adalah sejenis kesenian wayang orang pada suku banjar di
Kalimantan Selatan.
F. WAYANG TIMPLONG
Wayang timlpong merupakan kesenian tradisional yang konon mulai ada
sejak
tahun
1910
dari
dusun
Kedung
Bajul,
Desa
Jetis,
Kecamatan Pace,
Provinsi
Jawa
Timur.
WAyang ini
terbuat
dari
kayu,
baik
kayu
waru,
mentaos, maupun pinus.
Wayang
ini
menarik karena
menggunakan
instrument
gamelan
sebagai
musik pengiring. Sangat sederhana, yaitu
hanya terdiri
dari
gambang
yang
terbuat dari kayu atau bamboo, ketuk kenong, kempul dan kendang.
G. WAYANG POTEHI
Wayang
potehi
adalah wayang
boneka
yang
terbuat dari kain. Wayang
ini
merupakan
salah
satu
kesenian
kebudayaan gabungan
Tionghoa-
Indonesia. Potehi
berasal
dari
kata
poo
(kain),
tay
(kantung), dan
hie
(wayang). Sang
dalang
akan
memasukkan
tangan
mereka
ke
dalam
kain
tersebut dan
memainkannya layaknya jenis wayang lain. Kesenian ini sudah
berumur sekitar 3000 tahun dan berasal dari daratan Cina asli.
Diperkirakan, jenis kesenian ini sudah ada pada masa Dinasti Jin,
yaitupad abad ke-3 sampai dengan abad ke-5 Masehi dan berkembang pada
masa
Dinasti
Song di abad
ke-10
hingga
ke-13
masehi.
Wayang
potehi
masuk
ke
Indonesia
(dulu
nusantara)
melalui
orang-orang Tionghoa
yang
masuk ke Indonesia di sekitar abad ke-16 sampai abad ke-19. Bukan sekedar
seni pertunjukan, wayang potehi, bagi keturunan Tiong Hoa, memiliki fungsi
social serta ritual. Tidak berbeda dengan wayang-wayang lain di Indonesia.
Alat musik wayang potehi terdiri atas gambreng,
sulibng, gwik gim
(gitar),
rebab,
tambur,
terompet, dan
bek
to.
Alat
terakhir ini
berbentuk
silinder
sepanjang
lima
sentimeter,
mirip
kentongan
kecil
penjual bakmi,
|
11
yang jika salah pukul tidak akan mengelurakan bunyi trok-trok seperti
seharusnya.
H. WAYANG GAMBUH
wayang Gambuh adalah salah satu jenis wayang Bali yang langka, pada
dasarnya adalah pertunjukkan wayang kulit yang melakonkan ceritera Malat,
speerti
wayang
panji
ynag
ada
di
Jawa.
Karena lakon
dan
pola
acuan
pertunjukan
adalah
Dramatari
gambuh, maka dalam
banyak hal wayang
Gambuh merupakan
pementasan
Gambuh melalui wayang kulit. Tokoh-
tokoh yang ditampilakn ditransfer dari tokoh-tokoh Pegambuhan, demikian
pula gamelan pengiring dan bentuk-betuk ucapannya.
Konon,
perangkat
wayang
Gambuh
yang
kini
tersimpan di
Blahbatuh
adalah
pemberian dari
raja
Mengwi
yang
bergelar
I
Gusti
Agung
Sakti
Blambangan, yang membawa wayang dari tanah Jawa (Blambangan) setelah
menaklukan raja Blambangan sekitar tahun 1634. Alamarhum I Ketut Rinda
adalah
salah
satu wayang
Gambuh
angkatan
terakhir
yang
sebelum
meninggal sempat
menurunkan kaehliannya kepada I Made Sidja dari
(Bona) dan I Wayang Nartha (Dari Sukawati).
I. WAYANG ORANG
Wayang
orang adalah
wayang
yang
dimainkan dengan
menggunakan
orang
sebagai tokoh
dalam cerita
wayang tersebut. Wayang orang
disebut
juga dengan istilah wayang wong (bahasa Jawa).
Sesuai dengan sebutannya, wayang tersebut tidak
lagi
digelar dengan
memainkan boneka-boneka wayang (wayang kulit yang biasanya terbuat dari
bahan
kulit
kerbau
ataupun
yang
lain), akan
tetapi
menampilkan
manusia-
manusia
sebagai
pengganti boneka
wayang
tersebut.
Mereka
memakai
pakaian sama seperti hiasan-hiasan yang dipakai pada wayang kulit. Supaya
bentuk
muka
atau bangun
muka
mereka
menyerupai wayang
kulit
(kalau
dilihat
dari
samping),
sering
kali
pemaiin
wayang
orang
ini
diubah
atau
dihias mukanya dengan tambahan gambar atau lukisan.
Pertunjukkan wayang orang
masih ada saat
ini, salah satunya
wayang
orang barata (dikawasan Pasar Senin, Jakarta), Taman Mini Indonesia Indah,
Taman Sriwedari Solo, dan lain-lain.
J. WAYANG KULIT GAGRAG BANYUMASAN
Wayang
kulit
gagrag
banyumasan merupakan
salah
satu
gaya
pedalangan di tanah Jawa. Wayang ini lebih dikenal dngan istilah pakeliran,
dan berperan
sebagai bentuk seni
klanengan
serta
dijadikan wahana
untuk
mempertahankan nilai etika, devosional, dan
hiburan, yang kualitasnya
selalu
terjaga
dan
ditangani sungguh-sungguh
oleh
para
pakar
yang
memahami
benar.
Pakeliran ini
mencakup
unsur-unsur
lakon
wayang
(penyajian alur
cerita dan
maknanya), sabet
(seluruh gerak
wayang), catur
(narasi
dan
cakapan),
dan
karawitan
(gendhing, sulukan
dan
property,
panggung).
Yang
menarik,
pakeliran
gagarag
banyumasan mempunyai
nuansa
kerakyatan
yang
kental,
sebagaimana
karakter
masyarakatnya,
yaitu
jujur
dan
terus
terang serta
hidup dan berkembang di
daerah Karesidenan
|
12
Banyumas. Selain itu, wayang ini memiliki ekspresi yang indah dan sifatnya
lebih bebas, sederhana, serta lugas dan mampu bertahan sampai saat ini.
K. WAYANG KULIT BANJAR
Wayang
kulit
banjar
adalah
wayang
kulit
yang
berkembang dalam
budaya
suku
Banjar
di
Kalimantan
Selatan
maupun
di
daerah
perantauan
suku seperti di Indragiri Hilir.
Konon,
sejarah
wayang
ini
dimulai
dari
pasukan
Majapahit yang
dipimpin oleh Andayaningrat yang
membawa serta
seorang dalang
wayang
kulit bernama R. Sakar Sungsang lengkap debgan pengrawitnya. Pergelaran
langsung (sesuai pakem tradisi Jawa) yang dimainkannya kurang dapat
dinikmati oleh masyarakat Banjar, karena lebih banyak menggunakan idion-
idion Jawa yang sulit dimengrti masyarakat setempat.
Menurut
catatan
sejarah,
masyarakat Banjar
di
Kalimantan
Selatan
Sejatinya telah mengenal pertunjukkan wayang kulit sekitar awal abad XIV.
Pernyataan
ini
diperkuat karena
pada kisaran
tahun
1300
sampai
dengan
1400,
Kerajaan
Majapahit
telah
menguasai sebagian
wilayah
Kalimantan
(Tjilik
Riwut,
1993),
dan
membawa
serta
menyebarkan pengaruh
agama
Hindu dengan jalan pertunjukkan wayang kulit.
K. WAYANG SIAM KELANTAN
Wayang siam kelantan adalah kesenian tradisional wayang
yang
populer di Kelantan, Malaysia. Wayang siam dimainkan oleh seorang
dalang,
didampingi oleh
delapan
orang
pemain
musik.
Wayang
siam
dimainkan dalam bahasa Melayu logat Kelantan.
Asal
wayang siam
tidak
jelas.
beberapa
bukti
menunjukkan
kesenian
ini berasal dari Jawa, terlihat dari istilah-istilah panggung yang berasal dari
bahasa Jawa. Namin, munurut para dalang di Kelantan, waayng siam berasal
dari
Patani,
yang
sekarang
menjadi
wilayah
Thailand. Itulah
sebabnya
kesenian ini diberi nama wayang siam.
Kisah yang ditampilkan dalam kesenian wayang siam, didasarkan pada
versi cerita
rakyat Melayu
dari Ramayana, Cerita
Maharaja
Wana.
Nama
Wana
adalah
versi
melayuy
dari
Rahwana.
Kisah
ini
berbeda
dari
versi
dalam satra Melayu, Hikayat Seri Rama.
Perlu diketahui, di Kelantan terdapat pula jenis kesenian wayang
lain,
yang disebut
sebagai wayang
Jawa.
Seperti
namanya, wayang Jawa
tidak
lebih
dari
versi
Kelantan
dari
wayang
Purwa,
namun
ditampilkan
dalam
logat Kelantan. Wayang Jawa
merupakan
kesenian
istana, berbeda
dengan
wayang siam yang merupakan kesenian rakyat.
BAB III SEKILAS CERITA DAN TOKOH WAYANG
A. PUNAKAWAN
Punakawan adalah sebutan umum untuk para pengikut ksatriya dalam
khasanah
kesusastraan Indonesia,
terutama
di
Jawa.
Pada
umumnya
para
panakawan ditampilkan
dalam pementasan
wayang,
baik
itu
wayang kulit,
wayang golek,
ataupun wayang orang
sebagai kelompok
penebar humor
untuk
mencairkan
suasana.
Namun
di
samping
itu,
para
panakawan
juga
|
13
berperan penting sebagai penasihat nonformal ksatriya yang menjadi asuhan
mereka.
1. Peran Punakawan
Istilah punakawan berasal dari kata pana
yang bermakna
"paham", dan
kawan yang bermakna "teman". Maksudnya ialah, para panakawan tidak
hanya sekadar abdi atau pengikut biasa,
namun
mereka juga
memahami
apa
yang
sedang
menimpa
majikan
mereka.
Bahkan
seringkali
mereka
bertindak sebagai penasihat majikan mereka tersebut.
Hal
yang paling
khas
dari keberadaan panakawan adalah
sebagai
kelompok penebar humor di
tengah-tengah jalinan cerita. Tingkah laku
dan
ucapan
mereka hampir
selalu
mengundang
tawa
penonton. Selain
sebagai penghibur dan penasihat, adakalanya mereka juga bertindak
sebagai penolong majikan mereka di kala menderita kesulitan. Misalnya,
Sewaktu Bimasena kewalahan
menghadapi Sangkuni dalam perang
Baratayuda, Semar muncul memberi tahu titik kelemahan Sangkuni.
Dalam percakapan antara para panakawan tidak jarang bahasa dan istilah
yang mereka pergunakan adalah istilah modern yang tidak sesuai dengan
zamannya. Namun hal itu seolah sudah menjadi hal yang biasa dan tidak
dipermasalahkan.
Misalnya, dalam pementasan
wayang tokoh Petruk
mengaku
memiliki
mobil atau
handphone,
padahal
kedua jenis
benda
tersebut tentu belum ada pada zaman pewayangan.
2. Tokoh-Tokoh Punakawan wayang versi Jawa, antara lain
sebagai berikut :
a. Semar : atau
bernama
lengkap Kyai Lurah Semar
Badranaya
adalah
nama
tokoh
panakawan paling
utama
dalam pewayangan Jawa dan Sunda. Tokoh ini
dikisahkan
sebagai
pengasuh sekaligus penasihat para
kesatria
dalam
pementasan kisah-kisah Mahabharata dan Ramayana.
Tentu
saja
nama Semar tidak ditemukan dalam naskah asli
kedua wiracarita tersebut yang berbahasa Sansekerta,
karena
tokoh
ini
merupakan asli
ciptaan
pujangga
Jawa.
Menurut sejarawan Prof. Dr. Slamet Muljana, tokoh Semar
pertama kali ditemukan dalam karya sastra zaman Kerajaan
Majapahit berjudul
Sudamala.
Selain
dalam
bentuk
kakawin, kisah Sudamala
juga dipahat sebagai relief dalam
Candi Sukuh yang berangka tahun 1439.
Semar
dikisahkan sebagai
abdi
atau
hamba
tokoh
utama
cerita
tersebut, yaitu
Sahadewa
dari
keluarga Pandawa.
Tentu saja peran Semar
tidak
hanya sebagai pengikut saja,
melainkan
juga sebagai
pelontar
humor
untuk
mencairkan
suasana yang tegang.
Pada
zaman
berikutnya,
ketika
kerajaan-kerajaan Islam
berkembang di Pulau Jawa, pewayangan pun dipergunakan
sebagai
salah
satu
media
dakwah.
Kisah-kisah yang
dipentaskan masih
seputar Mahabharata
yang saat
itu
sudah
melekat kuat dalam memori
masyarakat Jawa.
Salah
satu ulama yang terkenal sebagai ahli budaya, misalnya
|
14
Sunan
Kalijaga. Dalam pementasan
wayang, tokoh Semar
masih tetap dipertahankan keberadaannya, bahkan peran
aktifnya lebih banyak daripada dalam kisah Sudamala.
Dalam
perkembangan selanjutnya, derajat
Semar
semakin
meningkat lagi. Para pujangga Jawa dalam karya-karya
sastra mereka
mengisahkan
Semar bukan sekadar
rakyat
jelata biasa, melaikan penjelmaan Batara Ismaya, kakak dari
Batara Guru, raja para dewa.
b.
Gareng : Nama
lengkap dari Gareng sebenarnya adalah
Nala Gareng,
hanya saja
masyarakat sekarang lebih akrab
dengan sebutan Gareng.
Gareng
adalah
punakawan yang
berkaki
pincang.
Hal
ini
merupakan sebuah sanepa dari sifat Gareng sebagai kawula
yang selalu hati-hati dalam bertindak. Selain itu, cacat fisik
Gareng yang
lain adalah tangan yang ciker atau patah. Ini
adalah
sanepa
bahwa
Gareng
memiliki sifat
tidak
suka
mengambil
hak
milik orang
lain.
Diceritakan bahwa tumit
kanannya terkena semacam penyakit bubul.
Dalam suatu
carangan
Gareng
pernah
menjadi
raja
di
Paranggumiwayang dengan
gelar
Pandu
Pragola.
Saat
itu
dia
berhasil
mengalahkan
Prabu
Welgeduwelbeh
raja
dari
Borneo
yang tidak lain adalah penjelmaan dari saudaranya
sendiri yaitu Petruk.
Dulunya, Gareng berujud satria tampan bernama Bambang
Sukodadi
dari
pedepokan Bluktiba.
Gareng
sangat
sakti
namun
sombong,
sehingga
selalu
menantang duel
setiap
satria
yang
ditemuinya. Suatu
hari,
saat
baru
saja
menyelesaikan tapanya,
ia
berjumpa
dengan
satria
lain
bernama
Bambang
Panyukilan. Karena
suatu
kesalahpahaman, mereka
malah
berkelahi.
Dari
hasil
perkelahian itu, tidak ada
yang
menang dan kalah, bahkan
wajah
mereka
berdua
rusak.
Kemudian
datanglah Batara
Ismaya
(Semar)
yang
kemudian melerai
mereka.
Karena
Batara Ismaya ini adalah pamong para satria Pandawa yang
berjalan di
atas kebenaran, maka dalam bentuk Jangganan
Samara Anta, dia
(Ismaya)
memberi nasihat kepada kedua
satria yang baru saja berkelahi itu.
Karena kagum oleh
nasihat
Batara Ismaya, kedua satria
itu
minta
mengabdi dan
minta diaku
anak oleh Lurah
Karang
Kadempel, titisan
dewa
(Batara
Ismaya)
itu.
Akhirnya
Jangganan Samara
Anta
bersedia
menerima
mereka,
asal
kedua
satria
itu
mau
menemani dia
menjadi
pamong
para
kesatria
berbudi
luhur
(Pandawa),
dan
akhirnya mereka
berdua
setuju.
Gareng
kemudian diangkat
menjadi
anak
tertua (sulung) dari Semar.
c.
Petruk
:
Petruk
adalah
tokoh
punakawan dalam
pewayangan Jawa,
di
pihak
keturunan/trah
Witaradya.
|
15
masing-masing diberi teman. Sanghyang Tunggal
ganti
mengajukan
pertanyaan
berbunyi,
siapa
kawan
sejati
Petruk tidak disebutkan dalam kitab Mahabarata. Jadi jelas
bahwa
kehadirannya
dalam dunia
pewayangan
merupakan
gubahan asli Jawa. Di ranah Pasundan, Petruk lebih dikenal
dengan nama Dawala atau Udel.
Menurut
pedalangan, ia
adalah
anak
pendeta
raksasa
di
pertapaan dan bertempat di
dalam
laut bernama
Begawan
Salantara. Sebelumnya ia
bernama
Bambang
Pecruk
Panyukilan. Ia gemar bersenda gurau, baik dengan
ucapan
maupun tingkah laku dan senang berkelahi. Ia seorang yang
pilih
tanding/sakti
di
tempat
kediamannya dan
daerah
sekitarnya. Oleh karena itu ia ingin berkelana guna menguji
kekuatan dan kesaktiannya.
Di tengah jalan ia bertemu dengan Bambang Sukodadi dari
pertapaan
Bluluktiba
yang pergi dari padepokannya di
atas
bukit,
untuk
mencoba
kekebalannya. Karena
mempunyai
maksud yang sama, maka terjadilah perang tanding. Mereka
berkelahi sangat lama, saling menghantam, bergumul, tarik-
menarik,
tendang-menendang, injak-menginjak,
hingga
tubuhnya menjadi cacat dan berubah sama sekali dari wujud
aslinya
yang tampan. Perkelahian ini
kemudian dipisahkan
oleh
Smarasanta (Semar)
dan
Bagong
yang
mengiringi
Batara
Ismaya. Mereka diberi petuah dan
nasihat sehingga
akhirnya
keduanya
menyerahkan diri
dan
berguru
kepada
Smara/Semar dan
mengabdi
kepada
Sanghyang
Ismaya.
Demikianlah
peristiwa
tersebut
diceritakan dalam
lakon
Batara Ismaya Krama.
Karena perubahan wujud tersebut masing-masing kemudian
berganti nama. Bambang Pecruk Panyukilan menjadi
Petruk, sedangkan Bambang Sukodadi menjadi Gareng.
d. Bagong : Ki Lurah Bagong adalah nama salah satu tokoh
punakawan dalam kisah pewayangan yang berkembang di
Jawa Tengah dan Jawa Timur. Tokoh ini dikisahkan sebagai
anak bungsu Semar. Dalam pewayangan
Sunda juga
terdapat tokoh panakawan
yang identik dengan Bagong,
yaitu
Cepot
atau
Astrajingga.
Namun
bedanya,
menurut
versi
ini, Cepot adalah anak
tertua Semar. Dalam
wayang
banyumasan Bagong lebih dikenal dengan sebutan Bawor.
Beberapa versi menyebutkan bahwa, sesungguhnya Bagong
bukan anak kandung Semar. Dikisahkan Semar merupakan
penjelmaan seorang dewa bernama Batara Ismaya yang
diturunkan ke
dunia bersama kakaknya,
yaitu Togog atau
Batara Antaga untuk mengasuh keturunan adik mereka,
yaitu Batara Guru.
Togog
dan
Semar
sama-sama
mengajukan permohonan
kepada ayah mereka, yaitu Sanghyang Tunggal, supaya
|
16
Dalam masa pengasingannya di hutan, Rama dan Lakshmana bertemu
dengan berbagai rakshasa, termasuk Surpanaka. Karena Surpanaka
B. RAMAYANA
manusia.
Togog
menjawab
"hasrat",
sedangkan Semar
menjawab "bayangan". Dari
jawaban
tersebut,
Sanghyang
Tunggal pun mencipta hasrat Togog menjadi manusia kerdil
bernama Bilung, sedangkan bayangan Semar dicipta
menjadi manusia bertubuh bulat, bernama Bagong.
Versi lain menyebutkan, Semar adalah cucu Batara Ismaya.
Semar
mengabdi kepada
seorang
pertapa
bernama
Resi
Manumanasa yang
kelak
menjadi
leluhur
para
Pandawa.
Ketika Manumanasa hendak mencapai moksha.
Ramayana
dari
berasal
dari
kata
Rama
dan
Aya?a yang
berarti
"Perjalanan Rama", adalah sebuah cerita epos dari India yang digubah oleh
Walmiki
(Valmiki)
atau
Balmiki. Cerita
epos
lainnya
adalah
Mahabharata.Ramayana terdapat
pula
dalam
khazanah
sastra
Jawa
dalam
bentuk
kakawin
Ramayana,
dan
gubahan-gubahannya
dalam
bahasa
Jawa
Baru
yang
tidak
semua
berdasarkan kakawin
ini.Dalam bahasa
Melayu
didapati pula
Hikayat Seri
Rama
yang
isinya
berbeda dengan
kakawin
Ramayana dalam bahasa Jawa kuna.
1. Ringkasan Cerita :
Wiracarita
Ramayana
menceritakan kisah
Sang
Rama
yang
memerintah di
Kerajaan
Kosala,
di
sebelah
utara
Sungai
Gangga,
ibukotanya Ayodhya. Sebelumnya diawali dengan kisah Prabu
Dasarata
yang
memiliki
tiga
permaisuri,
yaitu:
Kosalya,
Kekayi, dan
Sumitra. Dari
Dewi
Kosalya, lahirlah Sang Rama.
Dari
Dewi
Kekayi,
lahirlah
Sang
Bharata. Dari
Dewi
Sumitra, lahirlah
putera
kembar,
bernama Lakshmana dan Satrugna. Keempat pangeran tersebut sangat
gagah dan mahir bersenjata.
Pada suatu
hari, Rsi Wiswamitra meminta bantuan Sang
Rama
untuk
melindungi
pertapaan
di
tengah
hutan dari
gangguan para
rakshasa.
Setelah berunding dengan
Prabu
Dasarata,
Rsi
Wiswamitra dan Sang
Rama
berangkat
ke
tengah
hutan
diiringi
Sang
Lakshmana. Selama
perjalanannya, Sang Rama dan Lakshmana diberi ilmu kerohanian dari
Rsi
Wiswamitra.
Mereka
juga
tak
henti-hentinya membunuh
para
rakshasa yang
mengganggu upacara para Rsi. Ketika mereka melewati
Mithila, Sang
Rama
mengikuti
sayembara
yang
diadakan
Prabu
Janaka.
Ia
berhasil
memenangkan sayembara
dan
berhak
meminang
Dewi Sita,
puteri
Prabu
Janaka.
Dengan
membawa
Dewi Sita,
Rama
dan Lakshmana kembali pulang ke Ayodhya.
Prabu Dasarata yang sudah tua, ingin menyerahkan tahta kepada Rama.
Atas
permohonan Dewi
Kekayi,
Sang
Prabu
dengan
berat
hati
menyerahkan tahta
kepada
Bharata
sedangkan
Rama
harus
meninggalkan kerajaan selama 14
tahun. Bharata menginginkan Rama
sebagai penerus tahta, namun
Rama menolak dan menginginkan hidup
di
hutan
bersama
istrinya
dan
Lakshmana. Akhirnya
Bharata
memerintah Kerajaan Kosala atas nama Sang Rama.
|
17
bernafsu dengan Rama dan Lakshmana, hidungnya terluka oleh pedang
Lakshmana. Surpanaka
mengadu kepada Rawana bahwa ia
dianiyaya.
Rawana
menjadi
marah dan berniat
membalas dendam. Ia
menuju ke
tempat
Rama
dan
Lakshmana kemudian
dengan
tipu
muslihat,
ia
menculik Sinta,
istri
Sang
Rama.
Dalam
usaha
penculikannya, Jatayu
berusaha menolong namun tidak berhasil sehingga ia gugur.
Rama
yang mengetahui istrinya diculik
mencari
Rawana ke
Kerajaan
Alengka atas petunjuk
Jatayu.
Dalam
perjalanan, ia
bertemu
dengan
Sugriwa,
Sang
Raja
Kiskindha. Atas
bantuan
Sang
Rama,
Sugriwa
berhasil
merebut
kerajaan
dari
kekuasaan kakaknya, Subali.
Untuk
membalas jasa,
Sugriwa
bersekutu
dengan
Sang
Rama
untuk
menggempur Alengka. Dengan dibantu
Hanuman dan
ribuan
wanara,
mereka menyeberangi lautan dan menggempur Alengka.
Rawana
yang
tahu
kerajaannya diserbu,
mengutus
para
sekutunya
termasuk
puteranya
Indrajit
untuk
menggempur Rama.
Nasihat
Wibisana (adiknya) diabaikan dan ia malah diusir. Akhirnya Wibisana
memihak Rama.
Indrajit
melepas
senjata
nagapasa dan
memperoleh
kemenangan, namun tidak
lama. Ia gugur di tangan Lakshmana.
Setelah sekutu dan para patihnya gugur satu persatu, Rawana tampil ke
muka
dan
pertarungan berlangsung sengit.
Dengan
senjata
panah
Brahmastra yang sakti, Rawana gugur sebagai ksatria.
Setelah
Rawana
gugur,
tahta
Kerajaan
Alengka
diserahkan kepada
Wibisana. Sita kembali ke pangkuan Rama setelah kesuciannya diuji.
Rama,
Sita,
dan
Lakshmana pulang
ke
Ayodhya
dengan
selamat.
Hanuman
menyerahkan dirinya
bulat-bulat
untuk
mengabdi
kepada
Rama. Ketika sampai di Ayodhya, Bharata menyambut mereka dengan
takzim dan menyerahkan tahta kepada Rama.
2. Tokoh-Tokoh Sentral dalam cerita Ramayana mencakup :
a.
Rama
:
Dalam agama
Hindu,
Rama
(atau Ramacandra
)
adalah seorang
raja
legendaris yang terkenal dari India
yang
konon
hidup pada zaman Tretayuga, keturunan Dinasti Surya
atau
Suryawangsa.
Ia
berasal
dari
Kerajaan Kosala
yang
beribukota
Ayodhya. Menurut pandangan Hindu, ia
merupakan awatara Dewa Wisnu yang ketujuh yang turun ke
bumi
pada
zaman
Tretayuga. Sosok
dan
kisah
kepahlawanannya yang
terkenal
dituturkan
dalam
sebuah
sastra Hindu Kuno yang disebut Ramayana, tersebar dari Asia
Selatan sampai Asia Tenggara. Terlahir sebagai putera sulung
dari pasangan
Raja
Dasarata
dengan
Kosalya, ia
dipandang
sebagai
Maryada
Purushottama, yang
artinya
"Manusia
Sempurna". Setelah dewasa, Rama
memenangkan sayembara
dan beristerikan Dewi Sita, inkarnasi dari Dewi Laksmi.
Rama memiliki anak kembar, yaitu Kusa dan Lawa.
b. Sita
:
Sita
(Sita, juga dieja Shinta) adalah
tokoh protagonis
dalam
wiracarita Ramayana. Ia merupakan
istri dari Sri
Rama,
tokoh
utama
kisah
tersebut. Menurut
pandangan
|
18
Hindu,
Sita
merupakan inkarnasi
dari
Laksmi,
dewi
keberuntungan, istri Dewa Wisnu.
Inti
dari
kisah Ramayana
adalah
penculikan Sita
oleh
Rahwana raja
Kerajaan Alengka
yang
ingin
mengawininya.
Penculikan ini berakibat dengan hancurnya Kerajaan Alengka
oleh
serangan Rama
yang
dibantu bangsa
Wanara dari
Kerajaan Kiskenda.
Dalam tradisi pewayangan Jawa, Sita
lebih
sering dieja
dengan nama Shinta.
c.
Rahwana
:
Dalam
mitologi Hindu,
Rahwana
(kadangkala
dialihaksarakan sebagai
Raavana
dan
Ravan
atau
Revana)
adalah tokoh
utama yang bertentangan terhadap Rama dalam
Sastra
Hindu,
Ramayana.
Dalam
kisah,
ia
merupakan Raja
Alengka,
sekaligus
Rakshasa
atau
iblis,
ribuan
tahun
yang
lalu.
Rawana
dilukiskan dalam
kesenian
dengan
sepuluh
kepala,
menunjukkan
bahwa
ia
memiliki
pengetahuan dalam
Weda
dan
sastra.
Karena punya
sepuluh
kepala
ia
diberi
nama
"Dasamukha"
(bermuka
sepuluh), "Dasagriva"
(berleher
sepuluh) dan "Dasakanta" (berkerongkongan sepuluh). Ia
juga
memiliki dua puluh
tangan, menunjukkan kesombongan
dan
kemauan
yang
tak
terbatas.
Ia
juga
dikatakan sebagai
ksatria besar.
C. MAHABHARATA
Mahabharata adalah sebuah karya sastra kuno yang konon ditulis oleh
Begawan
Byasa
atau
Vyasa
dari
India. Buku
ini
terdiri dari
delapan belas
kitab,
maka dinamakan Astadasaparwa (asta = 8, dasa = 10, parwa = kitab).
Namun, ada pula yang
meyakini bahwa
kisah
ini sesungguhnya
merupakan
kumpulan
dari
banyak
cerita
yang
semula
terpencar-pencar, yang
dikumpulkan semenjak abad ke-4 sebelum Masehi.
Secara singkat, Mahabharata
menceritakan kisah
konflik para
Pandawa
lima dengan saudara sepupu
mereka
sang seratus
Korawa,
mengenai
sengketa
hak
pemerintahan tanah
negara Astina.
Puncaknya adalah perang
Bharatayuddha di
medan
Kurusetra
dan
pertempuran
berlangsung
selama
delapan belas hari.
Tokoh-Tokoh Sentral dalam cerita Mahabharata mencakup
a. Pandawa : Pandawa adalah
sebuah
kata dari bahasa
Sanskerta,
yang secara harfiah berarti anak Pandu , yaitu
salah
satu
Raja
Hastinapura
dalam
wiracarita
Mahabharata.
Dengan demikian,
maka Pandawa merupakan putra
mahkota
kerajaan
tersebut.
Dalam
wiracarita Mahabharata,
para
Pandawa adalah protagonis sedangkan antagonis adalah para
Korawa,
yaitu
putera
Dretarastra, saudara
ayah
mereka
(Pandu).
Menurut susastra
Hindu
(Mahabharata),
setiap
|
19
anggota
Pandawa
merupakan penjelmaan (penitisan)
dari
Dewa
tertentu,
dan
setiap anggota
Pandawa memiliki nama
lain
tertentu.
Misalkan
nama
"Werkodara" arti
harfiahnya
adalah
"perut
serigala". Kelima
Pandawa
menikah
dengan
Dropadi
yang
diperebutkan dalam
sebuah
sayembara
di
Kerajaan
Panchala,
dan
memiliki
(masing-masing) seorang
putera darinya..
Para Pandawa merupakan
tokoh penting dalam bagian
penting
dalam
wiracarita Mahabharata,
yaitu
pertempuran
besar
di
daratan
Kurukshetra
antara
para
Pandawa
dengan
para
Korawa
serta
sekutu-sekutu mereka.
Kisah
tersebut
menjadi
kisah
penting
dalam wiracarita Mahabharata,
selain
kisah Pandawa dan Korawa main dadu.
Pandawa terdiri dari :
1. Yudistira
Yudistira
merupakan saudara para Pandawa
yang paling tua.
Ia
merupakan penjelmaan dari
Dewa
Yama
dan
lahir
dari
Kunti. Sifatnya sangat bijaksana, tidak
memiliki
musuh, dan
hampir tak pernah berdusta seumur hidupnya. Memiliki moral
yang
sangat
tinggi
dan
suka
memaafkan serta
suka
mengampuni musuh yang sudah
menyerah. Memiliki julukan
Dhramasuta
(putera
Dharma),
Ajathasatru (yang
tidak
memiliki musuh), dan Bharata (keturunan Maharaja Bharata).
Ia
menjadi
seorang
Maharaja dunia
setelah
perang
akbar di
Kurukshetra
berakhir
dan
mengadakan
upacara
Aswamedha
demi
menyatukan kerajaan-kerajaan
India
Kuno
agar berada
di
bawah
pengaruhnya. Setelah
pensiun,
ia
melakukan
perjalanan suci ke gunung Himalaya bersama dengan
saudara-saudaranya yang
lain
sebagai tujuan akhir kehidupan
mereka.
Setelah
menempuh
perjalanan panjang,
ia
mendapatkan surga.
2. Bima
Bima
merupakan putra
kedua
Kunti
dengan
Pandu.
Nama
bhima
dalam bahasa Sansekerta
memiliki arti
"mengerikan".
Ia merupakan penjelmaan dari Dewa Bayu sehingga memiliki
nama
julukan
Bayusutha. Bima
sangat
kuat,
lengannya
panjang, tubuhnya tinggi, dan berwajah paling sangar di
antara
saudara-saudaranya.
Meskipun
demikian,
ia
memiliki
hati
yang
baik.
Pandai
memainkan senjata
gada.
Senjata
gadanya bernama Rujakpala dan pandai memasak. Bima juga
gemar
makan
sehingga
dijuluki Werkodara.
Kemahirannya
dalam
berperang
sangat dibutuhkan oleh para Pandawa
agar
mereka mampu memperoleh kemenangan dalam pertempuran
akbar
di
Kurukshetra. Ia
memiliki
seorang
putera
dari
ras
rakshasa bernama
Gatotkaca, turut
serta
membantu ayahnya
berperang, namun
gugur.
Akhirnya
Bima
memenangkan
peperangan dan
menyerahkan tahta kepada kakaknya,
|
20
Yudistira.
Menjelang akhir
hidupnya,
ia
melakukan
perjalanan suci bersama para Pandawa ke
gunung
Himalaya.
Di
sana
ia
meninggal
dan
mendapatkan surga.
Dalam
pewayangan
Jawa,
dua putranya
yang
lain
selain
Gatotkaca
ialah Antareja dan Antasena.
3. Arjuna
Arjuna
merupakan putra
bungsu
Kunti
dengan
Pandu.
Namanya
(dalam
bahasa
Sansekerta) memiliki
arti
"yang
bersinar",
"yang bercahaya". Ia
merupakan penjelmaan dari
Dewa Indra, Sang Dewa perang. Arjuna memiliki kemahiran
dalam
ilmu
memanah dan
dianggap
sebagai
ksatria
terbaik
oleh
Drona.
Kemahirannnya dalam
ilmu
peperangan
menjadikannya sebagai
tumpuan para
Pandawa agar
mampu
memperoleh kemenangan saat
pertempuran akbar
di
Kurukshetra. Arjuna memiliki banyak nama panggilan,
seperti
misalnya
Dhananjaya (perebut
kekayaan
karena
ia
berhasil
mengumpulkan upeti
saat
upacara
Rajasuya
yang
diselenggarakan
Yudistira);
Kirti
(yang
bermahkota
indah
karena
ia diberi mahkota indah oleh
Dewa Indra saat berada
di
surga); Partha (putera Kunti karena
ia
merupakan putra
Perta
alias
Kunti).
Dalam
pertempuran di
Kurukshetra, ia
berhasil
memperoleh kemenangan dan
Yudistira
diangkat
menjadi
raja.
Setelah
Yudistira mangkat, ia
melakukan
perjalanan suci
ke
gunung Himalaya bersama para
Pandawa
dan
melepaskan segala
kehidupan
duniawai.
Di
sana
ia
meninggal dalam perjalanan dan mencapai surga.
4. Nakula
Nakula merupakan salah satu putera kembar pasangan Madri
dan Pandu. Ia
merupakan penjelmaan Dewa kembar bernama
Aswin, Sang
Dewa pengobatan. Saudara kembarnya bernama
Sadewa, yang lebih kecil darinya, dan merupakan penjelmaan
Dewa
Aswin juga. Setelah kedua orangtuanya meninggal,
ia
bersama adiknya diasuh
oleh
Kunti,
istri
Pandu
yang
lain.
Nakula pandai
memainkan senjata
pedang.
Dropadi
berkata
bahwa Nakula merupakan pria yang paling
tampan di
dunia
dan
merupakan
seorang
ksatria
berpedang
yang
tangguh. Ia
giat
bekerja
dan
senang
melayani
kakak-kakaknya. Dalam
masa
pengasingan
di
hutan, Nakula
dan
tiga
Pandawa
yang
lainnya
sempat
meninggal karena
minum
racun,
namun
ia
hidup
kembali
atas
permohonan
Yudistira. Dalam
penyamaran di
Kerajaan
Matsya
yang
dipimpin
oleh
Raja
Wirata,
ia berperan sebagai pengasuh kuda. Menjelang akhir
hidupnya, ia
mengikuti pejalanan
suci ke
gunung
Himalaya
bersama
kakak-kakaknya. Di
sana
ia
meninggal
dalam
perjalanan dan arwahnya mencapai surga.
5. Sadewa
|
21
Sadewa merupakan salah satu putera kembar pasangan Madri
dan Pandu. Ia
merupakan penjelmaan Dewa kembar bernama
Aswin, Sang
Dewa pengobatan. Saudara kembarnya bernama
Nakula, yang lebih besar darinya, dan merupakan penjelmaan
Dewa
Aswin juga. Setelah kedua orangtuanya meninggal,
ia
bersama
kakaknya
diasuh
oleh Kunti,
istri
Pandu
yang
lain.
Sadewa adalah orang yang sangat rajin dan bijaksana. Sadewa
juga
merupakan seseorang
yang ahli
dalam
ilmu
astronomi.
Yudistira pernah berkata bahwa Sadewa merupakan pria yang
bijaksana, setara dengan
Brihaspati, guru
para Dewa. Ia giat
bekerja
dan
senang
melayani
kakak-kakaknya. Dalam
penyamaran di
Kerajaan
Matsya
yang
dipimpin
oleh
Raja
Wirata, ia berperan sebagai pengembala sapi. Menjelang
akhir
hidupnya, ia
mengikuti pejalanan
suci
ke
gunung
Himalaya
bersama
kakak-kakaknya. Di
sana
ia
meninggal
dalam perjalanan dan arwahnya mencapai surga.
b. Kurawa : Korawa atau Kaurawa adalah istilah dalam bahasa
Sanskerta
yang
berarti
"keturunan
(raja)
Kuru." Dalam
budaya
pewayangan Jawa,
istilah ini merujuk kepada
kelompok antagonis dalam wiracarita Mahabharata, sehingga
Korawa adalah musuh bebuyutan para Pandawa.
Dalam
Mahabharata
diceritakan bahwa
Gandari,
istri
Dretarastra,
menginginkan putra.
Kemudian
Gandari
memohon kepada
Byasa,
seorang
pertapa
sakti,
dan
beliau
mengabulkannya. Gandari
menjadi hamil,
namun setelah
lama
ia
mengandung, putranya belum
juga
lahir.
Ia
menjadi
cemburu kepada
Kunti
yang
sudah
memberikan Pandu
tiga
orang putera.
Gandari
menjadi
frustasi
kemudian
memukul-
mukul
kandungannya. Setelah
melalui
masa
persalinan,
yang
lahir
dari
rahimnya hanyalah segumpal
daging.
Byasa
kemudian
memotong-motong daging tersebut
menjadi seratus
bagian
dan
memasukkannya ke
dalam
guci,
yang kemudian
ditanam ke dalam tanah selama satu tahun. Setelah satu tahun,
guci
tersebut dibuka
kembali
dan
dari
dalam
setiap
guci,
munculah bayi
laki-laki.
Yang
pertama
muncul
adalah
Duryodana,
diiringi oleh Dursasana, dan saudaranya yang
lain.
Seluruh
putra-putra
Dretarastra
tumbuh menjadi
pria yang
gagah-gagah. Mereka
memiliki
saudara
bernama
Pandawa,
yaitu kelima putra Pandu, saudara tiri ayah mereka. Meskipun
mereka
bersaudara, Duryodana
yang
merupakan
saudara
tertua
para
Korawa,selalu
merasa
cemburuterhadap
Pandawa,
terutama
Yudistira yang
hendak
dicalonkan
menjadi raja di Hastinapura. Perselisihan pun timbul dan
memuncak pada sebuah pertempuran akbar di Kurukshetra.
Setelah pertarungan sengit berlangsung selama delapan belas
hari, seratus putera Dretarastra gugur, termasuk cucu-
|
22
cucunya,
kecuali
Yuyutsu,
putra
Dretarastra yang
lahir
dari
seorang
dayang-dayang. Yang
terakhir
gugur
dalam
pertempuran tersebut
adalah
Duryodana,
saudara
tertua
para
Korawa. Sebelumnya, adiknya yang bernama Dursasana yang
gugur
di
tangan
Bima.
Yuyutsu
adalah
satu-satunya putra
Dretarastra
yang
selamat
dari
pertarungan ganas
di
Kurukshetra karena
memihak
para
Pandawa
dan
ia
melanjutkan garis
keturunan
ayahnya,
serta
membuatkan
upacara bagi para leluhurnya.
BAB IV WAYANG DI ERA GLOBALISASI
Dalam era
globalisasi saat
ini, tantangan untuk
mempertahankan
eksistensi wayang
terasa
semakin
berat.
Maraknya budaya
barat
yang
masuk
ke
Indonesia secara
halus
menjadi
tantangan tersendiri bagi
perkembangan seni pagelaran wayang. Ditambah lagi
menjamurnya
media televis, radio, computer, bahkan internet, tentu jika wayang tidak
memiliki daya hibur
yang tinggi dan disajikan dengan kreatif mengikuti
perkembangan zaman, lama-lama akan sulit mencari penggemar.
Di
sinilah
seni
pewayangan mengalami
tantangan
yang
berat.
Sebab
jika
seni
wayang
hanya
mengandalkan hiburan
saja tanpa
dibarengi dengan
makna
yang dapat digali di
dalamnya, bisa dipastikan
akan
tergerus dan diabaikan oleh
generasi
muda
sekarang. Sebab,
jika
ditilik
dari
segi
hiburan,
musik-musik zaman
sekarang
ataupun
permainan-permaina, yang
beredar
saat
ini,
jelas
lebih
menarik
dinamdingkan wayang.
Oleh
karena
itu,
dalam hiburan wayang, tak
hanya
menyajikan
hiburan semata. Ada banyak hal
yang bisa digali dari
seni wayang. jika
boleh dikata, yang menjadikan seni pewayangan bisa tetap eksis di
tengah
era
globalisasi yang
begitu
kencang
adalah
sesuatu
yang
dapat
diandalkan dari
seni
pewayangan ini. Misalnya dalam seni
pewayangan
ada nilai-nilai tradisional yang positif dan dapat terus dipertahankan dan
dikembangkan, sekaligus
mencegah
atau
mengurangi
berkembangnya
nilai-nilai baru
yang
negatif.
Dengan
kata
lain,
wayang
itu
sejatinya
memiliki fungsi ganda. Dalam pagelaran wayang, ada hiburan yang
dapat
dinikmati,
ada
pendidikan
yang
bisa
dipelajari,
ada
nilai
moral
yang
perlu
diambil,
ada
nilai
kemanusiaan
yang
perlu
ditiru,
dan
ada
nilai spiritual yang perlu diterjemahkan.
Lebih
dari
itu,
wayang sebagai salah
satu
media
komunikasi
pembangunan merupakan langkah yang sangat positif dan bijaksana.
Pertama;
wayang
berfungsi
mengembangkan dan
melestarikan
warisan nilai budaya nenek moyang bangsa. Apalagi, jika diingat bahwa
kemajuan yang sangat pesat dalam bidang teknologi dan informasi telah
melahirkan
berbagai
kecenderungan
baru
dalam
kehidupan
masyarakat
saat ini.
|
23
Kedua;
wayang
sebagai
suatu
bentuk
kesenian
tradisional telah
berakar kuat dalam kebudayaan masyarakat Indonesia, khususnya
Jawa,
maka
ia relatif memiliki kedekatan-kedekatan nilai, kepercayaan, tradisi
dan
sebagainya dengan
masyarakat setempat.
Sebagai
kesenian
tradisional, wayang pun relatif memiliki kapasitas tinggi tuntuk dititipi
pesan-pesan
pembangunan, sehingga
eksistensinya sebagai
media
komunikasi tidak hanya pelengkap, melainkan mitra sejajar dari berbagai
media komunikasi
modern
yang
selama
ini
digunakan,
baik
elektronik
maupun cetak.
Untuk
itu, dalam rangka meningkatkan kualitas dalang, tampaknya
para dalang perlu diberi
kesempatan
yang
lebih
luas
untuk
melakukan
pergelaran secara berkesinambungan dengan
dukungan dari pemerintah.
Sebab, tanpa dukungan pemerintah, seni pewayangan akan
mengalamai
kseulitan dalam melebarkan sayapnya.
Karenanya, penyediaan berbagai
sarana
dan
prasarana
seperti
gedung pertunjukan
yang
representatif dengan
biaya
sewa
yang
relatif
murah, akan sangat membantu terlaksananya usaha tersebut. Kesempatan
lain
bagi
para
dalang
untuk
memperlihatkan
dan
meningkatkan
kreasi
dan ketrampilannya adalah arena festival, seperti Festival Greget Dalang
yang pernah diadakan di Solo, di
mana para dalang dapat berkompetisi
secara
sehat
dengan
dalang-dalang lainnya
serta
tanggap
dan
bisa
mengikuti perkembangan yang terjadi.
Dalang-dalang yang berkualitas diharapkan
mampu tampil
sebagai
komunikator yang tangguh dan siap menjawab tantangan perkembangan
zaman.
Mereka
haruslah
terus
diberikan ruang
yang
seluas-luasnya.
Sebab,
dalang-dalang berkualitas
merupakan
ujung
tombak
untuk
menegaskan citra
pagelaran
wayang
dalam
rangka
menjawab
era
globalisasi yang terus berjalan ini. Sebab, tanpa dalang yang kreatif dan
selalu meng-update wawasan, seni pewayangan barangkali akan mudah
tergerus oleh hiburan modern yang semakin akut seperti seperti yang kita
lihat belakangan ini.
Lebih
menarik lagi,
adanya
suatu
forum dialog
yang
bisa
dilaksanakan
secara
rutin
dan
berkesinambungan, baik
yang
berupa
seminar,
sarasehan, lokakarya, ataupun
yang
lainnya
menjadi
sesuatu
yang
penting
untuk
menjaga
kelestarian wayang.
Sebab,
dalam
kesempatan
tersebut,
para
praktisi
bisa
dipertemukan, teoritisi
juga
peminat
dan
pencinta wayang
pun
bertukar
pikiran,
sehingga berbagai
masukan
untuk
pengembangan dan
pelestarian
seni
pewayangan
dapat
mudah diwujudkan.
Nah, usaha-usaha tersebut merupakan pekerjaan besar, yang tentu
saja memerlukan proses panjang. Perlu adanya komitmen dan kerja sama
dari
berbagai
pihak
yang berkepentingan, baik dari
pemerintah
maupun
para
pendukung pergelaran
wayang
(niyaga,
pesinden,
dan
teutama
dalang).
Dengan
adanya
komitmen dan
kerja
sama
ini,
diharapkan
wayang,
sebagai
salah
satu
warisan
budaya
nasional, dapat
terus
dipelihara
dan
dipertahankan eksistensinya, sehingga
bisa
menjadi
seni
tonton sekaligus tuntunan yang tak lekang oleh zaman.
|