BAB II
DATA DAN ANALISA
2.1
Sumber data
Data
dan
informasi
untuk
mendukung
proyek
Tugas
Akhir
ini
diperoleh dari
berbagai sumber, antara lain :
1. Literatur
Pencarian bahan melalui buku, artikel, dan literatur dari internet
mengenai hal- hal yang berhubungan dengan tema yang diangkat.
2. Wawancara dengan narasumber dari pihak terkait.
2.2
Definisi
2.2.1 Warung
Tempat menjual makan, minuman, kelontong, dan sebagainya. Dapat juga
disebut sebagai kedai.
2.2.2
Joglo
Gaya bangunan
(terutama untuk
tempat
tinggal)
khas
Jawa,
atapnya
menyerupai
trapesium,
di bagian tengah
menjulang ke atas berbentuk limas;
serambi depan lebar dan ruang tengah tidak bersekat (biasanya
dipergunakan sebagai ruang tamu)
2.3
Kota Salatiga
Kota
Salatiga
secara
geografis
berada di
tengah-tengah kawasan segitiga
kota
besar yang terkenal dengan sebutan Joglo Semar yaitu Yogyakarta (±100 km),
Solo (± 50 km), dan Semarang (± 45 km). Kota Salatiga berada pada ketinggian
±
600 meter di atas permukaan laut, terletak di lereng Gunung Merbabu.
Secara administratif, Kota
Salatiga berada di propinsi Jawa Tengah, di
tengah-
tengah
wilayah
Kabupaten
Semarang.
Sebelah
Utara
berbatasan dengan
Kecamatan Tuntang, sebelah Selatan berbatasan dengan Kecamatan Getasan dan
Tengaran.
Sebelah
Timur
berbatasan dengan
wilayah Tengaran.
Sebelah
Barat
berbatasan dengan wilayah Kecamatan Getasan dan Tuntang.
Kota Salatiga mengalami beberapa kali perubahan luas wilayah. Perubahan luas
wilayah yang terakhir terjadi pada tahun 1992 dan telah diresmikan pada tahun
1993. Pemekaran wilayah tersebut adalah dari 9 kelurahan, 1 kecamatan menjadi
9 kelurahan dan 13 desa, 4 kecamatan.
Jumlah penduduk Salatiga ± 100.000 jiwa, 90% diantaranya suku Jawa. Ada juga
sedikit WNI keturunan dan berbagai suku lain dari berbagai daerah di Indonesia.
3
|
4
Bahasa Jawa merupakan bahasa percakapan sehari-hari di kota ini, selain bahasa
Indonesia yang umum digunakan.
Semasa
pemerintahan Jaman
Kolonial,
pemerintah
Belanda
sering
mengirim
pasukan
tentara yang baru saja datang dari
Eropa ke kota
ini, untuk beristirahat
sementara
dan
membiasakan diri dengan
suhu dan cuaca.
Salatiga
dahulu
juga
dijadikan
perwakilan
kavaleri
dan
penyimpanan senjata
dari
KNIL
atau
Koninklijke Nederlands(ch)-Indische Leger, atau
diterjemahkan
secara
harafiah:
Tentara
Kerajaan
Hindia-Belanda. Kota
ini
berlokasi
dekat
dengan
benteng
William
di
Ambarawa
yang
merupakan
pertahanan
kuat
melawan
musuh
yang
menyerang Semarang.
Di
dekat
basis
militer
terdapat
lumbung
tempat
VOC
menyimpan kopi.
Tersebutlah seorang bernama Mr. Pierre de la Brethonière Hamar (1794 1872),
perintis kebudayaan kopi di
kota ini
dan
dijuluki sebagai
Raja Kopi, yang
juga
merupakan pendiri Hotel Kalitaman.
Sejak
1903 banyak
lahan
di
Salatiga
dipakai
sebagai
kebun
kopi,
dan
kebanyakan dimiliki
oleh
orang-orang
Belanda.
Inilah
yang
menjadi
asal
usul
banyaknya
kaum
ekspatriatterutama warga
negara
Belandayang
memilih
untuk berdomisili di Salatiga bahkan hingga sekarang.
Untuk
mengakomodasi kebutuhan
pendidikan
komunitas
Belanda
maka
dibangunlah European
Elementary
School
(ELS)
di
Tuntang
dan
Second
European
Elementary school
di
Blauran.
Selain
itu
juga
ada
Dutch
Chinese
School
di
Margo
Sari.
Selain
sekolah-sekolah yang
disebutkan di
atas,
masih
banyak
terdapat
institusi-institusi
pendidikan lain
di
Salatiga
termasuk
di
antaranya Universitas Kristen Satya Wacana, Sekolah Tinggi Agama Islam
Negeri (STAIN), dan Sekolah Tinggi Teologi Nusantara.
2.4
Warung Joglo Bu Rini
Pada awalnya, Arso Sadjiartopendiri Warung Joglo
Bu Rinitidak memiliki
rencana untuk mendirikan tempat makan. Rumah di Jalan Mawar (lokasi Warung
Joglo Bu Rini) semula merupakan milik orang tua dari Pak Arso, yang kemudian
dijadikan rumah induk dan diperluas dengan
membeli tanah di sebelahnya pada
tahun
2005.
Bangunan joglo
tadinya
didirikan
untuk
menampung
pertemuan-
pertemuan komunitas seperti paguyuban petani, perkampungan dan
gereja
dimana keluarga Sadjiarto terlibat di dalamnya. Demikian juga dengan rumah di
sebelah joglo, semula dimaksudkan untuk rumah pribadi keluarga Pak Arso.
Tetapi
seiring
waktu,
biaya untuk
perawatan
bangunan
baru
semakin
berkembang sementara
pemasukan
tetap
pada
jumlah
yang
sama.
Belum
lagi
kehadiran 5 orang asisten rumah tangga yang ada di kedua rumah beserta 2 orang
tukang
kebun
yang
kurang
optimal
fungsi
kehadirannya. Untuk
mengimbangi
antara pengeluaran dan
pemasukkan,
maka tercetus
ide
untuk
membuat sebuah
tempat di
mana publik dapat
menghabiskan waktu dengan bersantap dan
|
5
menikmati pemandangan alam yang ada. Dengan berbekal kemampuan
memasak, bantuan dari 5 orang asisten yang dijadikan pegawai dan para tetangga
serta berbagai peralatan yang sederhana, didirikanlah Warung Joglo.
Pak Arso memilih nama
"Warung Joglo Bu
Rini" semata karena alasan praktis;
bentuk
bangunan
utama
tempat
makan
adalah
joglo,
sementara "Bu
Rini"-
nama
istri
Pak
Arsoditambahkan agar
menjadi
pembeda
utama
dari
'joglo-
joglo' lain yang ada. Logopun dibuat sederhana: karena namanya Warung Joglo,
maka bentuk
yang dibuat adalah rumah
joglo, disertai dengan nama dan alamat
warung.
Pak
Arso
menyukai joglo
karena
unsur
filosofis
joglo
yang
melambangkan sebuah
pihak
yang
mengayomi,
kokoh
dan
memiliki
banyak
dukungan (penyangga), sekaligus juga terbuka terhadap banyak orang.
Keunggulan
utama
dari
Warung
Joglo
Bu
Rini
selain
menu
iga
panggangnya
yang terkenal adalah pemandangan ke arah petak-petak sawah berlatar belakang
Gunung
Merbabu. Pemandangan ini
dapat dinikmati oleh
para pelanggan tanpa
interupsi
pagar
kawat
atau
berbagai pembatas lainnya,
tidak
seperti
banyak
restoran sejenis lainnya yang membatasi area restoran dengan petak-petak sawah
karena area tersebut bukan milik restoran tersebut.
Karena itulah Warung Joglo Bu Rini menjadi favorit para orang kantoran yang
ingin menjamu klien karena pemandangan alamnya yang tidak artifisial (buatan)
seperti di tempat lain, sekaligus juga karena lokasinya yang mudah diakses dari
pusat kota. Hal
ini didukung oleh jaringan
hubungan dan komunikasi yang erat
yang telah dibangun oleh Pak Arso dengan penduduk sekitar selama lebih dari 20
tahun. Dengan latar belakang ini, ketika mendirikan Warung Joglo Bu Rini Pak
Arso
tidak
perlu
takut
dengan
pungutan
liar,
preman
atau
pengamen yang
mengganggu
kenyamanan para
pelanggan
karena
semuanya
telah
dikomunikasikan dengan baik.
Pemandangan yang alami,
makanan dan
minuman
yang
segar
dan
mengundang
selera,
kondisi makan
yang
nyaman serta
akses
yang
mudah
telah
menjadikan
Warung Joglo Bu Rini sebagai salah satu tempat kuliner favorit di Kota Salatiga.
Nama Warung Joglo Bu Rini bahkan terkenal sampai Solo, Semarang, Boyolali,
Ungaran, Magelang, Sragen dan bahkan kota-kota besar seperti Jakarta, Bandung
dan Jogjakarta. Para pelanggan tidak hanya terdiri dari warga pribumi, tetapi juga
banyak warga asing, baik yang merupakan wisatawan maupun warga asing yang
tinggal, belajar maupun bekerja di Salatiga dan sekitarnya. Ada juga warga asing
yang tinggal dan bekerja di Jakarta, Bandung, Semarang, Solo dan sekitarnya dan
sedang mengunjungi anak-anaknya yang belajar di Salatiga di akhir minggu, lalu
menjadi pelanggan di Warung Joglo Bu Rini.
Selama
ini
Warung
Joglo
Bu
Rini
tidak
memprioritaskan promosi
untuk
meningkatkan jumlah pengunjung. Hampir semua pelanggan datang karena
kabar dari mulut ke
mulut (word of mouth). Warung Joglo Bu
Rini
tak pernah
berpromosi di
majalah ataupun
media
cetak, dan
hanya
menggunakan koneksi
|
6
Pak Arso-yang memiliki beberapa titik billboard untuk usaha periklanannya-
untuk mencantumkan papan nama Warung Joglo Bu Rini. Sudah ada beberapa
media
yang meliiput tentang Warung Joglo Bu
Rini, seperti koran Kompas dan
Majalah Cempaka, juga TransTV.
Setelah 4 tahun berdiri dan membawahi sekitar 50 karyawan, Warung Joglo Bu
Rini berencana untuk
membuka cabang di
kota besar
seperti
Jakarta, Bandung,
Semarang dan Solo. Jika berjalan lancar, bukan tak mungkin Warung Joglo dapat
membawa cita rasa kota Salatiga kepada
masyarakat kota-kota besar yang
lain.
Karena
inilah
Warung Joglo
Bu
Rini
membutuhkan
identitas
visual
yang
baik
agar dapat mengundang publik secara lebih luas lagi.
2.4.1 Target Audience
Berikut merupakan target audience dari Warung Joglo.
2.4.1.1 Sasaran Primer
1.
Demografi
-
Perempuan maupun laki-laki, Sudah berkeluarga maupun lajang; sudah
bekerja ataupun masih pelajar/ mahasiswa, tua maupun muda.
-
Golongan ekonomi A-B, walaupun sebenarnya tidak tertutup juga
kemungkinan bagi golongan C untuk makan di tempat ini.
2.
Geografi
Sebagian besar merupakan warga Salatiga, tetapi banyak juga warga dari luar
kota
yang
berkunjung,
seperti
Semarang,
Solo,
Boyolali,
ungaran,
Magelang,
Sragen
dan
kota-kota besar
seperti
Jakarta
dan
Bandung
yang
berkunjung
terutama pada hari-hari libur.
3.
Psikografi
Individu yang menyukai makanan khas Indonesia sambil menikmati
pemandangan alam.
2.4.1.2 Sasaran Sekunder
Wisatawan ataupun warga negara asing yang berdomisili di Salatiga yang
menyukai masakan dan alam Indonesia.
|
![]() 7
2.4.2 Format Produk
Berikut merupakan jenis-jenis menu yang disediakan di Warung Joglo:
-
Masakan Indonesia, misalnya pecel
lele, ayam bakar,
mujaer, dan menu
spesial iga berupa iga bakar, iga goreng, sup
iga, dan asem-asem iga serta
iga rica.
-
Berbagai macam olahan sayur, seperti trancam, cah kangkung, kailan dan
capcay.
-
Makanan ringan, seperti roti bakar dan pisang bakar.
-
Berbagai macam minuman dengan spesialisasi berbagai macam jus buah.
-
Minuman ringan, kopi, teh, wedang dan berbagai minuman hangat
lainnya.
Semua menu yang ada disajikan dengan segar dan memiliki rentangan
harga
Rp 3500 Rp 30.000.
2.4.3 Identitas Visual Warung Joglo
Berikut merupakan logo yang digunakan oleh Warung Joglo.
Gambar 2.1
Logo Asli Warung Joglo Bu Rini
Logo ini dibuat oleh pemiliknya sendiri, Arso Sadjiarto, dengan pemikiran
praktis
agar
para
pelanggan mudah
teringat
dengan
bentuk
sekaligus
nama
restoran
yang
dijalankannya. Karena
sudah
banyak
orang
yang
memakai
kata
joglo sebagai
nama
tempat
usaha,
maka
Pak
Arso
menambahkan
nama
Bu
Rini
sebagai
pelengkap identitas
Warung
Joglo
miliknya. Ini
juga
semacam
pengingat bahwa yang berperan utama pada menu-menu utama yang disukai para
pelanggan adalah Ibu Rini Sadjiarto, istri Pak Arso.
|
![]() 8
Logo
ini
baru
berfungsi
sebagai
penanda
bahwa
Warung
Joglo
ada;
memberi
tahu orang yang melihat bahwa ada sebuah rumah makan yang bernama Warung
Joglo di suatu lokasi.
Tetapi sayangnya, jika melewati papan dengan tanda tersebut tanpa mengetahui
sebelumnya
atau belum pernah mendengar
soal Warung Joglo, maka orang
belum tentu tertarik untuk datang ke tempat tersebut. Dia hanya akan
membaca
lalu
mungkin akan
makan
di
tempat
terdekat, misalnya, tanpa
tertarik
untuk
mencari tahu mengenai rumah makan yang diiklankan atas nama logo tersebut.
Sedangkan
identitas
visual
lain
yang diterapkan
di
Warung Joglo
dapat
dilihat
sebagai berikut:
|
![]() 9
Gambar 2.2
Contoh aplikasi dari Warung Joglo Bu Rini
Dapat dilihat bahwa
tak
ada
konsistensi
pada
identitas visual
yang
diterapkan
pada barang-barang yang semestinya mewakili identitas Warung Joglo. Penanda
masih
bersifat
sebagai
penanda semata, bukan
sebagai
penerus
identitas
yang
dapat berfungsi
sebagai pemberi informasi sekaligus pemuas visual bagi orang
yang melihatnya.
|
![]() 10
2.5
Profil Kompetitor
Berikut merupakan profil beberapa pelaku di bidang yang sama, dengan konsep
penyajian makanan
lokal
dengan
suasana
yang
juga
disesuaikan dengan
jenis
makanan yang disajikan.
2.5.1 Pecel Lele Lela
Gambar 2. 3
Logo Pecel Lele Lela
Pecel
lele
merupakan makanan yang
sudah
tidak
asing
lagi bagi
rakyat
Indonesia. Makanan yang terdiri dari ikan lele yang digoreng kering dan
disajikan bersama nasi, lalapan dan sambal ini sangat mudah ditemukan
di
hampir di setiap daerah, baik dalam bentuk warung kaki lima maupun gerobakan.
Pecel
Lele
Lelasingkatan dari
Lebih
Lakubertekad
ingin
menunjukkan
bahwa pecel
lele dapat dinikmati oleh siapa saja, di mana saja dan kapan saja.
Dengan tujuan tersebut, Rangga Umara, sang pemilik, menyajikan berbagai
menu yang terbuat dari ikan lele dengan harga yang terjangkau. Sebagai contoh,
Pecel Lele Lela menyajikan Lele Saus Padang, Lele Fillet Goreng Tepung, Lele
Fillet Kuah
Tom
Yam, Lele Fillet Saus Padang, sampai kepada menu
non-lele
seperti Ayam Bakar Madu, Cah Kangkung dan berbagai makanan lainnya,
dengan rentang harga Rp 3500 sampai Rp 15.000 per menu.
Pecel
Lele
Lela
ini
berdiri
sejak
tahun
2007
dan
telah
memiliki lebih
dari 22
cabang di Jabodetabek dan Bandung.
Dari segi visual, Pecel Lele Lela cukup konsisten dengan memakai warna putih,
hijau
dan
kuning.
Warna-warna
tersebut
menyebarkan aura
yang
unik
dan
mengundang para pembeli
untuk datang.
Tempat makan ini
juga
membiasakan
para pelayannya untuk
memberi sapaan khas
Selamat pagi,
selamat datang di
Lela baik pada pagi, siang maupun malam hari. Sapaan ini dimaksudkan
|
![]() 11
-
sebagai
simbol semangat dan
kesegaran produk
yang
dibawa oleh Pecel
Lele
Lela. Berikutmerupakan
logo dan visual dari Pecel Lele Lela.
·
-
·
-...
--
.
.
Gambar2. 4
Contoh pengaplikasian logo pada Pecel Lele Lela
|
![]() 12
2.5.2 Sambara
Gambar 2. 5
Logo Sambara
Masakan Sunda sejak lama telah disukai oleh masyarakat Indonesia secara luas.
Dengan lalapan segar beserta lauk dan nasi yang hangat, berbagai macam pepes,
sayur asem, nasi bakar, leunca, sambel ulek, masakan Sunda tidak membutuhkan
waktu
lama
untuk
menjelajah
nusantara
melalui
restoran-restoran yang
mengandalkan masakan Sunda selaku menu utamanya. Para penggemar masakan
Sundapun makin hari makin bertambah.
Sambara adalah salah satu restoran masakan Sunda yang terkenal karena kualitas
sajian dan atmosfir
tempatnya
yang
membangkitkan
mood
serasa
bersantap
di
tanah
Sunda;
sekalipun
cabang-cabang restoran
ini
banyak
terdapat
di
tengah
kota-kota besar. Restoran ini menyajikan bermacam menu masakan Sunda mulai
dari nasi timbel,
bermacam
pepes dan pindang, sambal sampai ke bandrek,
bajigur dan sebagainya. Menu-menu ini memiliki rentangan harga dari Rp
10.000 Rp 40.000.
Sambara
telah
memiliki 5
cabang
yang
tersebar
di
Jakarta,
Bandung
dan
Semarang. Selain
menu
yang
menarik,
restoran
ini
juga
menyediakan
fasilitas
semi-private/ private room, indoor/outdoor dining area serta area lesehan untuk
berbagai acara.
Mengenai
visual,
Sambara
memiliki visual
yang
cukup
konsisten;
mulai
dari
website,
seragam,
atmosfir
dan
cara
penyajian. Karena
yang
dibawa
adalah
kebudayaan Sunda, maka pengaruh
ini
terasa
terutama dari seragam karyawan,
bentuk
bangunan
dan
interior
dalam
restoran.
Berikut
merupakan visual
dari
Sambara.
Sumber gambar diambil dari internet.
|
![]() 13
Gambar 2. 6
Aplikasi logo Sambara
2.5.2 Kedai Tiga Nyonya
Bangsa Cina
terkenal telah melakukan eksodus besar-besaran ke seluruh
penjuru
dunia,
tak
terkecuali ke
Indonesia.
Sejak
berabad-abad yang
lalu
masyarakat
Cina
telah datang dan
dengan
segala
pengaruhnya
telah
menyatu
|
![]() 14
dengan
peradaban
dan
kebudayaan
bangsa
Indonesia
hingga
kini.
Peradaban
Cina di tanah Indonesiapun sekarang telah mengalami akulturasi dan membentuk
kebudayaan
baru
hasil
pembauran dengan
beragam
budaya
Indonesia.
Pembauran
ini
terlihat dalam
gaya bangunan, busana, tata cara kehidupan, dan
kuliner.
Bidang kuliner adalah salah satu bidang yang
menyimpan kekayaan luar
biasa
hasil
persilangan dari
berbagai budaya. Dalam konteks
ini,
kuliner dari
kebudayaan Cina
berbaur
dan
beradaptasi dengan kebudayaan setempat,
yaitu
Indonesia, menjadi
gaya
kuliner
yang
dijuluki
dengan
nama
masakan
Cina
peranakan.
Kedai
Tiga
Nyonya
adalah
salah
satu
dari
beberapa restoran
yang
menyajikan menu-menu masakan Cina peranakan dengan atmosfir
yang
sangat
pecinan
dan
berkonsep fine dining dengan
harga
yang
cukup
tinggi.
Rumah
makan
ini menyajikan berbagai
masakan peranakan dengan resep
yang berasal
dari warisan keluarga pemilik restoran, Paul B. Nio,
yang juga menjamin bahwa
semua
masakkannya bebas
dari
MSG.
Beberapa
menu
yang
ada
di
antaranya
Ikan
Bakar
Pecah
Kulit,
Soka
Salad
Mangga,
Nasi
Goreng
Belacan, lumpia,
kakap, kepiting dan berbagai
macam
olahan sayur serta es dan jus sebagai
pemuas dahaga. Menu-menu ini memiliki rentangan harga mulai dari Rp 10.000
Rp
100.000. Dengan
dekorasi
keramik,
lampion dan dominasi
warna
merah,
rumah
makan Ini
juga memuaskan mata pelanggan dengan
memajang berbagai
barang antik sebagai pelengkap atmosfir yang semakin membuat para
pengunjung
merasa di
dalam
rumah
tua
di
daerah
pecinan.
Rumah
makan
ini
telah memiliki beberapa cabang yang tersebar di Jakarta dan Jogjakarta. Berikut
merupakan beberapa
visual
yang
disajikan
oleh
Kedai
Tiga
Nyonya.
Sumber
gambar diambil dari internet.
|
![]() 15
Gambar 2.7
Kedai Tiga Nyonya
2.6
Pendapat Masyarakat Soal Desain dari Tempat Kuliner Lokal
Dalam survey
yang
saya buat, saya bertanya kepada para responden
mengenai
keadaan visual tempat-tempat kuliner dan selera responden secara umum saat ini.
Saat
ini
industri kuliner
lokal sedang
berada
dalam
kebangkitan besar-besaran.
Ini artinya persaingan yang ada cukup berat. Untuk menarik perhatian konsumen,
banyak
pemilik
industri
kuliner
menyadari bahwa
mutu
makanan
saja
tidak
cukup.
Citra adalah sesuatu
yang
penting,
yang
menentukan apakah konsumen
akan
tertarik
kepada
merk
tertentu
atau
tidak.
Untuk
membuat suatu
citra
diperlukan usaha
yang
tak
mudah,
salah
satunya
adalah
dengan
menciptakan
identitas visual yang kuat yang dapat diingat oleh konsumen. Identitas visual ini
merupakan semacam jalan pintas
menuju pikiran konsumen, agar
suatu
merk
dapat
dengan
mudah diingat
dan
diasosiasikan
dengan
bentuk visual,
atmosfir,
warna atau bentuk tertentu.
Dengan dibuatnya identitas visual suatu tempat usahadalam konteks ini tempat
kulinerpara konsumen akan dapat
menilai keseriusan pengelolanya akan
|
16
penanganan secara total mulai dari mutu masakan, pegawai, hingga mutu
visualnya.
Tentu identitas visual ini
menghabiskan biaya yang tak sedikit, sehingga kadang
timbul anggapan bahwa kita membayar mahal bukan hanya untuk makanannya,
tetapi
untuk
desain
dan
suasana/
atmosfir
tempatnya. Tetapi
biaya
ini
bisa
dikatakan merupakan sebuah investasi bagi para pemilik tempat usahadalam
hal
ini
tempat
kuliner
untuk
menarik
perhatian
pelanggan sebagai
langkah
pertama. Jika
dirunut, bisa
dikatakan setelah
langkah
pertama sukses,
barulah
kualitas makanan dan atmosfir di dalam tempat kuliner tersebut yang berbicara.
Di
samping
itu,
banyak
konsumen
menghendaki harga
sebaiknya
sebanding
dengan
kualitas
makanan/ minuman
dan
desain
serta
atmosfirnya.
Konsumen
justru
akan
lebih
toleran
terhadap
tempat
kuliner
yang
mutunya baik
dengan
visual
yang
kurang
daripada tempat
kuliner
yang
wah
tetapi
kualitas
makanannya di bawah rata-rata.
Apresiasi
publik
terhadap
visual
yang
baik
juga
telah
meningkat, terbukti
dengan banyaknya responden
yang
tertarik
untuk makan/
menjadi konsumen di
suatu
tempat kuliner
karena awalnya tertarik
dengan
logo/
suasana
tempat
tersebut. Selain
itu, kebanyakan responden sudah mengerti bahwa mereka tidak
hanya membayar untuk makanan, tetapi juga ide, konsep atau desain dan suasana
yang
nyaman.
Malahan,
ada
juga
yang
rela
membayar lebih
justru
karena
menyukai suasana
atau
dekorasi
dan
atmosfir
yang
dihadirkan oleh
pemilik
tempat,
dan
senang
menghabiskan waktu
di
tempat
tersebut
tanpa
memesan
banyak makanan/minuman.
Banyaknya alternatif makanan di luar rumah, dorongan komersialisme dan gaya
hidup serta pengaruh dari orang-orang terdekat membuat kebanyakan konsumen
menyerah dan
mengikuti arus. Pada saat ini, begitu banyak orang yang datang
ke tempat-tempat tertentu supaya dipandang kerendengan kata lain, sebagai
gengsi. Sebagai contoh, sulit dibedakan apakah seseorang mengkonsumsi segelas
kopi
di sebuah
gerai
ternama
karena
memang
kebiasaan
dan
memang
ingin
mengapresiasi atmosfir
dari
minum
kopi
itu
sendiri,
ataukah
orang
tersebut
terdorong oleh nafsu ingin terlihat keren sehingga rela menghabiskan beberapa
puluh ribu
sekaligus
hanya
untuk
secangkir
kecil kopi.
Tapi
kembali ke
topik
semula,
seperti
halnya
selera
makan
publik
yang
cepat
berubah,
tren
seperti
inipun ikut berubah.
Lisa Siregar, dalam artikel : A Home Cooked
Future
for Indonesian Food
pada situs The Jakarta Globe menuliskan bahwa tren kulinerterutama di kota-
kota
besarsangat
dinamis.
Walaupun
begitu,
mayoritas
dari konsumen
sekarang terutama mencari 2 hal ini: otentisitas dan masakan rumah.
Menurut
MakanMakan:
Indonesian
Story
on
Foodsurvey
yang
dilakukan
oleh
DDB
Indonesia
berbasiskan
120
orang
konsumensekarang ini
orang-
orang
makan
di
luar
karena
telah
merasa
optimis akan
keadaan
keuangan dan
adanya kesempatan di masa depan. Sementara sebagian lainnya adalah
|
17
konsumen
muda
banyak
yang
memiliki selera
dan
apresiasi
tinggi
terhadap
restoran atau kafe yang memiliki dekorasi yang bagus.
Tetapi
hasil yang paling
menarik adalah konsumen
agaknya mulai tidak terlalu
tertarik
lagi terhadap
restoran
yang
menawarkan jenis
masakan
asing;
mereka
malah ingin kembali ke cita rasa lokal. Karena publik kebanyakan telah memiliki
wawasan
yang cukup
mumpuni soal kuliner, DDB memperkirakan orang-orang
akan kembali kepada
masakan otentik
yang berasal dari
rasa dan resep orisinal
dari akar mereka masing-masing.
2.7
Analisa SWOT
Strength
Memiliki
basis
komunitas yang
kuat.
Jauh
sebelum
Warung
Joglo
dibangun,
Pak
Arso
telah
membangun
jaringan
komunikasi yang
kuat
dengan masyarakat sekitarnya. Hal ini membuat Warung Joglo terlindung
dari
sentuhan
pungutan liar,
preman
dan
polisi
yang
tidak
seharusnya
karena semuanya telah dikomunikasikan dengan baik.
Warung Joglo memiliki dualitas yang menarik: memiliki pemandangan
desa yang alami sekaligus juga dapat dengan mudah diakses dari kota.
Memiliki harga yang mampu bersaing dengan kompetitor.
Memiliki
resep
khususterutama pada
hidangan
igayang
berbeda
dengan menu-menu sejenis di tempat lain sehingga ciri khas ini menjadi
nilai tambah yang terus dicari oleh para pelanggan.
Weakness
Belum dapat memaksimalkan teknologi informatika yang tersedia
karena
belum
memiliki
tenaga
khusus
yang
dialokasikan untuk
mengoperasikan publikasi via media tersebut.
Sikap
fleksibel
setiap
karyawan yang
diajarkan
untuk
dapat
mengerjakan pekerjaan
lain
di
luar
lingkupnya sendiri
justru
menjadi
sesuatu yang kurang
efisien karena pada akhirnya pekerjaan tetap tidak
tertangani secara optimal.
Sikap
hanya mengandalkan publikasi
yang dilakukan oleh orang
luar/
secara eksternal; sementara publikasi
yang dilakukan oleh pihak pemilik
sendiri masih bersifat minim.
Opportunity
Belum ada restoran yang mengedepankan menu dari kota Salatiga secara
khusus.
|
18
Threat
Sikap
go
with
the flow
yang
berpikir
bahwa segalanya akan dapat
ditangani jika
tiba
waktunya,
sehingga
jarang
membuat prioritas
dan
seringkali cukup puas dengan keadaan yang berlaku saat ini saja. Hal ini
sayangnya
berlaku
juga
untuk
publikasi
dan
maintenance restoran,
misalnya jika
ada
properti yang
rusak
tidak
segera
diganti/ menjadi
prioritas segera untuk diperbaiki. Jika hal seperti ini dibiarkan lama-lama
ketidakpuasan konsumen
akan
memuncak
dan
malahan
akan
menjadi
bumerang bagi Warung Joglo Bu Rini sendiri.
|