Bab 2
DATA DAN ANALISA
2.1 Metode Penelitian
Dalam  proses  pengumpulan  data  yang  dibutuhkan  dalam  proses  penyusunan
karya tulis ini, saya sebagai penulis menggunakan beberapa metode, antara lain :
1.   Kajian Pustaka
Berupa
data
yang
dikumpulkan
dari
literatur-literatur
yang
telah
ada
sebelumnya,
umumnya
buku-buku
yang mengangkat
tema
tentang
kehidupan
zaman
Hindu-Buddha,
dan
yang berkaitan
dengan
candi-
candi  di  Indonesia,  dan  khususnya  buku  yang  mengangkat  tema
Candi
Prambanan
itu
sendiri. Serta penggunaan
media Internet
yaitu
website yang berkaitan dengan tema
yang penulis angkat, dan website
forum-forum yang mendiskusikan tentang Candi Prambanan.
2.   Survey dan wawancara
Survey dan
wawancara
yang
dilakukan
dengan
pihak
yang
bersangkutan
khusunya
narasumber
yang di
ajukan
oleh kantor
yang
menaungi
museum
Candi
Prambanan
yaitu
PT
Taman
wisata Candi
Borobudur
Prambanan
Ratu
Boko,
serta
para
arkeolog dari
Balai
Arkeologi Yogyakarta dan Kurator Museum Nasional Jakarta.
3
  
4
3.  
Hasil pengamatan langsung
Penulis
selain
bertemu
narasumber juga melakukan
pengamatan
langsung  dengan 
mengunjungi  lapangan,  yaitu  Candi  Prambanan,
agar mendapatkan data-data yang lebih komperhensif.
2.2 Data dan literatur
2.2.1 Sekilas tentang candi
Kata candi
dalam
harfiah
dasarnya
yaitu
suatu
fungsi
dan
bentuk
bangunan,
yang antara
lain
sebagai
tempat
beribadah,
biara
atau
pusat
pengajaran
agama,
tempat
penyimpanan
abu
jenazah
para raja,
tempat
para
dewa, petirtaan atau pemandian dan gapura, walaupun fungsi dan bentuknya
berbeda-beda, namun
tetap saja
candi
itu sendiri
berkaitan
erat
dengan
kegiatan
keagamaan
khususnya
agama
Hindu
dan
Buddha pada masa lalu.
Oleh  karenanya  pembangunan  candi-candi  di  Indonesia  tidak  lepas  dari
masa-masa
kerajaan
dan
berkembangnya
agama Hindu
dan
Buddha
di
Indonesia, sejak abad ke lima sampai abad ke empat belas.
Karena agama Hindu
dan
Buddha
berasal
dari
India,
maka jelas
bangunan-bangunan candi yang berdiri di Indonesia
mendapat pengaruh dari
India,
khusunya
pada konstruksi
bangunan,
gaya
arsitektur,
hiasan
dan
lain
sebagainya.
Namun
asimilasi
antara budaya
India dan
Indonesia tidak
menghilangkan kekhasan Indonesia, dan menjadikan candi-candi
  
5
Indonesia mempunyai ciri khas sendiri, seperti tekhnik konstruksi
penggunaan bahan ataupun corak dekorasinya yang menyesuaikan dengan
lingkungan alam sekitar, dan biasanya pada dinding candi terdapat bas-relief
yaitu  dekorasi timbul yang dipahat mengelilingi candi dengan sebuah cerita
mengenai ajaran tertentu.
Menurut
kitab
Manasara Silpasastra (kitab
agama Hindu
yang
menjelaskan
mengenai
seni
dan
tata cara pembuatannya),
bahwa bentuk
sebuah
candi
adalah
pengetahuan
dasar
sebuah
seni
bangunan
gapura,
yaitu
bangunan yang berada
pada jalan
masuk atau keluar dari suatu tempat, lahan,
atau wilayah. Namun yang membedakan antara
gapura dan candi adalah pada
ruangannya,
yakni candi mempunyai ruangan tertutup, sedangkan
gapura
mempunyai lorong-lorong sebagai jalan keluar masuk.
Beberapa kitab
keagamaan
India,
yaitu
agama Hindu,
misalnya
Manasara dan
Sipa
praksa,
memuat
aturan-aturan
dalam
pembuatan
gapura
yang
di
Indonesia dikembangkan
menjadi
sebuah
candi,
aturan-aturan
ini
dipegang teguh
oleh
para
seniman
India.
Karena
seniman
pada
masa
itu
percaya  bahwa  kekuatan  yang  tercantum  pada  kitab  keagamaan  bersifat
magis
dan
religious.
Oleh
karena itulah
ketika agama Hindu
dan
Buddha
masuk  ke Indonesia dari India aturan-aturan dari kitab
tersebut tetap terbawa
dan mengalami asimilasi budaya. Bangunan candi itu sendiri khususnya
yang
berkembang di Indonesia mempunyai langgam yang berbeda, yaitu terdapat
  
6
langgam
Hindu
dan
langgam
Buddha serta langgam
Jawa tengah
dan
Jawa
Timur, dengan
letak bangunan candi berupa Mandala
(konsep agama
Hindu
dan Buddha berupa mikrokosmos alam semesta).
Langgam
Hindu
dapat
terlihat
dari
bangunannya
yang tinggi
keatas
sedangkan
langgam
Buddha
melebar kesamping seperti
teratai,
dengan
pembagian tingkatan
yang sama
yaitu 3
tingkatan
dari
kaki,
tubuh, dan atap
candi.  Jika  di  lihat  dari  langgam  letak  daerahnya,  langgam  Jawa  tengah
berciri
tambun dengan penggunaan bahan dari batu andesit atau batu sungai,
sedangkan
langgam Jawa
timur cenderung tinggi dan ramping dengan bahan
dari batu bata
merah Berikut detail dari perbedaan antara candi langgam Jawa
Tengah dengan Jawa Timur :
1.   Jawa Tengahan :
a.   Bentuk bangunan ; berbentuk tambun atau lebih besar
b. 
Atap
;
jelas
menunjukan
undakan,
umumnya
terdiri atas
tiga
tingkatan
c.   Kemuncak ; Stupa
(candi
Buddha),
Ratna
atau
Vajra (candi
Hindu)
d. 
Gawang 
pintu 
dan 
hiasan 
relung  ;
Gaya  Kala-Makara;
kepala
Kala
dengan
mulut
menganga
tanpa
rahang bawah
terletak
di
atas
pintu,
terhubung dengan
Makara
ganda
di
masing-masing sisi pintu.
  
7
e.   Relief ; ukiran lebih tinggi dan menonjol
f.
Tata  letak  dan  lokasi  candi 
utama  ;
mandala  kosentris,
simetris,
formal
dimana
candi
utama
yang
terbesar
berada
di
tengah-tengah dengan
dikelilingi
candi-candi
kecil
dalam
barisan yang rapi
g.   Arah hadap bangungan ; rata-rata pintu masuk ke dalam area
candi 
menghadap  arah 
timur,  arah  munculnya  matahari  di
garis horizon.
h. 
Bahan
bangunan
;
kebanyakan
menggunakan
batu
andesit,
atau batu dari sungai.
2.   Jawa Timuran :
a.   Bentuk bangunan ; cenderung tinggi dan ramping
b. 
Atap
;
atapnya
merupakan kesatuan tingkatan, dengan
undakan kecil
sangat
banyak
seperti
tangga
dan
membentuk garis lengkung tak tampak yang halus
c.   Kemuncak
;
Kubus
(candi Hindu), terkadang
Dagoba
(candi Buddha)
d. 
Gawang  pintu  dan 
hiasan  relung 
;  Hanya  kepala
Kala   tengah   menyeringai   lengkap   dengan   rahang
bawah terletak di atas pintu, Makara tidak ada
e.   Relief
; ukiran lebih rendah dan tidak terlalu menonjol
dengan gambar seperti wayang Bali.
  
8
f.
Tata  
letak  
dan  
lokasi   candi   utama  
Linear
(berurutan dalam
satu
garis),
asimetris, mengikuti
topografi (penampang ketinggian)
lokasi, dengan candi
utama
yang terbesar
terletak
pada
bagian
belakang
kompleks candi jauh dari gapura atau pintu masuk.
g.   Arah   hadap   bangunan   rata-rata  pintu 
masuk
kedalam
area candi
menghadap
arah
barat,
arah
terbenamnya matahari di garis horizon.
h.
Bahan
bangunan
;
kebanyakan menggunakan
bata
merah.
dan menurut Dr. Soekmono seorang arkeolog terkemuka di Indonesia beliau
mengatakan
“perbedaan
gaya
arsitektur
(langgam) antara
candi
Jawa
tengah
dengan candi Jawa Timur. Langgam Jawa Tengahan umumnya adalah candi
yang
berasal
dari
sebelum tahun
1.000
masehi,
sedangkan
langgam Jawa
Timuran
umumnya
adalah
candi
yang
berasal dari
sesudah
tahun
1.000
masehi.”
Namun biasanya
fungsi semua candi sama tergantung untuk apa candi
itu
di
bangun,
karena
candi
sendiri
di
bagi
lagi
menjadi
lima
fungsi
atau
tujuan pembuatan yaitu :
  
9
1.   Candi
pertapaan ; biasanya didirikan di
lereng-lereng bukit atau
gunung sebagai tempat bertapa raja
2.   Candi
pintu
gerbang
;
biasanya
didirikan
sebagai
gapura
atau
pintu masuk
3.   Candi Stupa ; didirikan sebagai lambang Buddha
4.   Candi Balai kembang
/
Tirta ; didirikan di dekat atau di tengah
kolam atau pemandian
5. 
Candi
wihara
;
digunakan untuk tempat
para
pendeta
atau resi
bersemedi.
Dan
jika dilihat dari
letaknya dalam
suatu
wilayah
pemerintahan
pada
zaman dahulu jenis candi di bagi lagi menjadi tiga yaitu :
1.
Candi
kerajaan
;
Candi
yang digunakan
oleh
seluruh
warga
kerajaan contoh Candi Borobudur dan Candi Prambanan.
2. 
Candi
wanua
atau
watak
;
yaitu candi
yang digunakan oleh
masyarakat
pada daerah
tertentu pada suatu kerajaan (mungkin
dapat di sebut sebagai candi banjar atau candi desa).
3. Candi
pribadi 
yaitu 
candi 
yang 
digunakan 
untuk
mendharmakan (menghormati) seorang tokoh.
2.2.2 Bentuk dan Aturan Arsitektur Candi
Seperti
yang telah
di
jelaskan
sebelumnya
bahwa
sebuah
candi
tidak
boleh di buat secara sembarangan, karena harus mengikuti aturan-aturan
yang
berlaku
yang
tertulis
di
dalam
kitab
suci
ajaran
agama
Hindu,
khususnya
kitab
Silpasastra
yang memang berisikan aturan-aturan
pembangunan
candi.
Namun 
menurut 
Djauhari 
Sumintardja 
dalam  bukunya 
yang 
berjudul
‘kompendium sejarah arsitektur, 1978’ beliau menerangkan
  
10
“beberapa ahli memandang peninggalan candi
di Indonesia menyimpang dari dalil
dalam  kitab  Silpasastra,  hal  ini 
menimbulkan  keraguan  apakah 
arsitek 
candi
berasal dari
India atau orang pribumi yang mempelajari kitab Silpasastra ke India
dan kembali
ke
Indonesia untuk
menerapkan yang dipelajarinya. Dalil-dalil
membangun
candi
masih dapat
dipelajari
dari
buku Asta
Kosali dan
Asta
Bumi
di
bali
atau
catatan-catatan kuno
diseluruh
penjuru Indonesia,
didalamnya
berisi
prinsip bentuk, ukuran, warna, ornamen yang merupakan dasar-dasar
arsitektur
yang tertib dan teratur”
walaupun
di
katakan
menyimpang
dari
aturan
kitab
Silpasastra 
tetap
saja
aturan-aturan dasarnya
tetap sama, hanya
yang membedakan adalah
ornamen-ornamen
di pahatan, dan mengkikuti pengaruh alam sekitar.
2.2.2.1  Bagian-bagian Candi
Umumnya
filosofi
sebuah bangunan
candi
mengikuti
pola pemikiran
bahwa bangunan
merupakan
replika dari
alam
semesta, atau seperti yang telah di
jelaskan sebelumnya bahwa
sebuah candi
di
bangun
dengan konsep ajaran
Hindu
yaitu
Mandala
(Mikrokosmos
alam semesta),
yang terbagi
menjadi
tiga bagian yaitu :
  
11
1.
Bhurloka (Buddha
:
Kamadhatu)
/
kaki
candi
;
bagian  terbawah  dari 
sebuah  candi 
beserta
lapangan sekeliling
candi
dimana candi
tersebut
berdiri,
yang
melambangkan
dunia
keinginan
atau
hasrat
tempat dimana terdapat
makhluk
hidup
yang
biasa
kita
jumpai,
yaitu
manusia,
hewan,
bahkan
jin.
2.   Bhuvarloka (Buddha : Rupadhatu) / badan candi
;
bagian tengah dari susunan bagunan
candi. Yaitu
dunia tengah yang di
tempati oleh orang-orang suci
seperti
Resi
(seorang suci
atau penyair
yang
mendapatkan
wahyu
dalam
ajaran
agama Hindu),
para
pertapa,
dan
Dewa-Dewi
yang lebih
rendah
kedudukannya.
3.   Svarloka (Buddha 
:  Arupadhatu)  /  atap  candi 
;
adalah bagian atas
atau atap dari
candi
yang
melambangkan tempat tertinggi dan tersuci yang di
diami oleh Dewa-Dewi
dengan kedudukan teratas,
yang juga di kenal dengan nama Svargaloka.
  
12
Loka
sendiri
dalam
ajaran
agama Hindu
adalah
alam
semesta 
yang 
terbagi 
menjadi  empat  belas 
bagian
sesuai
dengan
tingkatanya. Berikut
ini
gambaran
dari
bagian-bagian sebuah candi.
Gambar 2.1 susunan tingkatan dari sebuah candi
2.2.2.2 Aturan dan Teknik Pembangunan Candi
Kembali diterangkan dalam kitab Silpasastra bahwa orang
yang mempunyai kuasa untuk membangun sebuah candi adalah
  
13
seorang Silpin, yaitu seorang seniman sekaligus seorang pendeta.
Silpin dibagi menjadi empat lagi sesuai dengan lingkup pekerjaannya
yaitu :
1.   Sthapati (arsitek dan perencana)
2.   Sutragrahin (ahli tekhnik sipil yang menjadi pemimpin
umum)
3.   Takshaka (pemahat candi)
4.   Vardhakin (pengukir ornamen candi)
Keempat
arsitek
yang
di
sebut
Silpin 
ini
di
bantu
oleh
ahli-ahli
untuk mencari tempat
yang sesuai untuk membangun
sebuah
candi.
Lokasi-lokasi
didirikannya
candi
yang dianggap
paling baik
adalah
yang dekat dengan sumber
mata
air. Karena dipercaya bahwa
tempat
tersebut 
sebagai 
bersemayamnya 
dewa 
dari 
khayangan, 
dengan
karakter lokasi
seperti berikut
:
dekat
dengan
sumber mata
air, tepian
sungai, berada di sekitar
lereng gunung yang terdapat sumber
mata air,
dan
lokasi
yang
terbaik
adalah
dekat
dengan
pertemuan
dua
sungai
atau
biasa
di
sebut
dengan
Tempuran.
Pemilihan
lokasi
yang dekat
dengan
sumber mata air
juga mempunyai
fungsi
yaitu
sebagai
tempat
memenuhi
kebutuhan
air
pada
saat
upacara keagamaan
berlangsung,
dan sumber air sebagai media permbersihan candi.
  
14
Selain  tempat-tempat 
suci 
tadi 
yang  cocok 
untuk  di
bangunnya 
sebuah  candi 
terdapat  pula  tempat-tempat  yang  tidak
cocok
dan
dijauhi
karena dipercaya
membawa
sial
dan
menjadi
pantangan,
tempat-tempat
tersebut
antara lain,
tempat
pembakaran
jenazah,
lahan rawa-rawa, dan lahan berbatu-batu, lokasi tersebut
dianggap lokasi yang kotor dan tidak suci.
Selanjutnya jika
lokasi
telah
di
tentukan
maka
biasanya
hal
selanjutnya yang di
lakukan untuk mendirikan
candi adalah pengujian
ketahanan atau biasa di sebut dengan Bhupariksa tanah dari lokasi di
mana candi
tersebut
di
bangun.
Di
Indonesia sendiri
pembangunan
bangunan 
modern 
masih 
melakukan 
pengujian 
ketahanan 
tanah
namun
dengan
cara
yang lebih
maju,
jadi
dapat
di
katakan
ilmu
pembangunan sebuah
candi
masih dapat
diterapkan sampai
sekarang.
Pengujian tanah itu antara lain :
1.   Pengujian kepadatan
tanah
dengan
air ; dengan
menggali
tanah
kemudian
di
isi
air
hingga
penuh,
dan
di
diamkan
selama sehari,
dan
pada hari
berikutnya
tanah
air
yang
di
dalam
tanah
dilihat,
jika setengah dari air habis, maka tanah tersebut
  
15
bagus, satu lagi dengan
menggali tanah dengan
kedalaman
satu
lutut
orang dewasa,
setelah
selesai
tanah 
tersebut 
kembali 
di 
masukan 
ke 
lubang
galian, jika tanah
galian
menutup
sampai atas atau
memenuhi
lubang
maka
tanah
tersebut
baik
untuk
di bangun.
2.   Pengujian
zat
berbahaya
dengan
api
;
pengujian
ini
sangat sederhanan
namun
ampuh
dengan
menghindari bangunan candi
dari kebakaran,
yaitu
dengan
cara
menyalakan
api
di
atas lilin
yang
terbuat
dari
tanah
liat
bakar,
jika nyala
lilin
tegak
lurus,
maka daerah
tersebut
bebas
dari
gas-gas
berbahaya.
3. Pengujian
kesuburan
tanah
dengan
benih
tanaman ;
Lahan di bajak dan dicangkul kemudian
diratakan,
pada lahan
tadi
di
tanami
oleh
bibit
tanaman tauge atau padi, lalu di beri air, jika pada
  
16
satu
atau
dua hari
tumbuh
tunas,
maka lahan
tersebut dinyatakan subur.
4.
Pengujian 
warna 
dan 
bau 
tanah 
;  tahap
Bhupariksa  yang  terakhir adalah
menguji  warna
dan bau dari
tanah lokasi
pendirian candi, dimana
tanah dibagi menjadi 4 kategori yaitu :
a.   Tanah  Brahmana; berwarna seperti mutiara
dan berbau harum.
b. 
Tanah  Ksatria;
berwarna
merah
dan
berbau
darah
c.   Tanah
Waisya;
berwarna
kuning
dan
keemasan
d. 
Tanah Sudra; berwarna gelap atau kelabu
Biasanya  lokasi  yang  dipakai  hanya  pada  tanah
dari 
urutan  
Brahmana 
sampai 
dengan 
Waisya
karena 
tanah 
dengan 
kategori 
tanah  Sudra,
tanahnya tidak
suci
dan
kotor untuk
didirikan
sebuah candi.
2.2.2.3 Teknik Pembangunan Candi
A.
Brahmastana
:
adalah
titik
tengah
yang didapat
setelah
Silpin
duduk
di
tengah kerumunan
masyrakat
yang duduk
melingkar sambil membaca kidung suci atau mantra lalu
  
17
ditancapkan
kayu
di
tempat
silpin
tadi
duduki peranan
matahari
disini
sangat
penting karena
bayangan
kayu
saat
matahari terbit dan tenggelam menjadi patokan luasnya
sebuah candi dan lagi masyarakat mengelilingi patok kayu
itu  agar  jarak  luasan  tidak  hilang,  setelah  jarak 
luasan
sudah 
diketahui 
barulah 
di 
bentuk 
satu 
bentuk 
bujur
sangkar  besar 
sesuai 
arah 
mata 
angin 
dengan
menggunakan tali, dan
setiap sudutnya
di
gabungkan
dengan
tali
lagi
secara diagonal
agar
di
dapat
titik
tengahnya.
Brahmastana sendiri
adalah
sebutan
untuk
tempat bersemayamnya Batara Brahma.
B. 
Vastupurasa   Mandala  
:   setelah   titik   tengahnya   di
dapatkan maka selanjutnya
adalah membuat
Grid system
yang disebut
dengan
Vastupurasa
Mandala,
grid
ini
berfungsi sebagai pembatas untuk
meletakan batu-batu
pertama agar rapih .
C.
Garbhapatra
: setelah
pembuatan Vastupurasa
mandala
selesai, 
kembali 
lagi 
para 
pembangun 
menggali 
titik
tengah
Brahmastana
yang telah
di
tentukan,
dan
memasukan Garbhapatra sebuah
wadah yang di dalamnya
berisi
benda-benda
perlambang Panca
maha
bhuta
(lima
unsur alam)
yaitu angkasa, tanah,
air,
angin,
dan api.
Simbol-simbol yang digunakan bisa berupa biji, benang,
  
18
kertas emas (bertuliskan kidung puji atau mantra bisa juga
nama
dewa),
cermin
perunggu
dan
tulang hewan.
Untuk
unsur  api  biasanya  di 
wakilkan  oleh  abu,  oleh  karena
itulah para
peneliti
Belanda, dahulu
mengidentikan candi
dengan sebuah makam,
walaupun sebenarnya belum tentu
seperti itu.
Kembali ke Brahmastana. Diatas titik tengah inilah di bangun candi
induk
yang
terbesar diantara candi
lain
nya,
namun
tidak
semua candi
di
Indonesia
mengikuti
aturan
ini,
aturan
yang berada
dalam
kitab Silpasastra,
sehingga candi di Indonesia memiliki ciri khas tersendiri.
Cara membangun candi tersebut adalah dengan
memecah batu andesit
atau batu sungai, dan membentuknya dengan cara dipahat sehingga berbentuk
balok-balok
batu,
cara
merekatkan
batu
yang satu
dengan
yang lain
pun
berbeda  
dengan
zaman
modern
seperti
sekarang ini,
zaman
dahulu
saat
pembangunan candi, batu disusun seperti puzzle dengan bagian batu dibentuk
lubang dan
batu
yang
lainnya
di
berikan
tonjolan,
yang kemudian
disambungkan
pas
sehingga terkunci
secara kuat.
Lalu
pada bagian
luar
biasanya di buat dinding dengan tekhnik dinding ganda yaitu diantara bagian
dinding
dalam
dan
luar
di
masukan
pecahan
batu
dan
lumpur,
keuntungan
dari
dinding
ganda
adalah bagian
luar dinding dapat
di pahat dan di berikan
ornamen-ornamen penghias candi, menurut
peneliti Perancis Jacques
Durmacay 
dalam bukunya yang berjudul ‘Les temples de Java‘ atau ‘candi-
candi jawa, 1986‘ beliau menemukan dan mengatakan.
  
19
Konstruksi
dinding
ganda
mengadopsi
teknik yang digunakan dari
India pada abad ke-9,
namun penelitian membuktikan bahwa Jawa satu-
satunya tempat di Asia Tenggara dimana ditemukan teknik ini”
Setelah
batu-batu
tersebut
di
susun maka
selanjutnya
adalah
proses
Finishing
dan
ornamentasi
yang merupakan
proses
terpenting dari
pembangunan sebuah candi,
karena proses
ini
menentukan
bagaimana candi
akan
ditafsirkan
berdasarkan
ornamen
pada
dinding di
balik
kisah
yang
menceritakan sejarah di balik sebuah ajaran atapun sejarah dari pembangunan
candi itu sendiri. Pada proses ini biasanya melibatkan :
1.   Pendeta : yang menceritakan filosofi berupa tulisan
2.   Mpu
/
seniman
:
yang
merubah
tulisan tadi kedalam visual,
lalu
memahatnya dan memberikan warna dengan warna-warna halus.
Setelah
proses
ornamentasi
dan
menghias
dinding dengan
relief
tadi selesai,
maka  sebuah 
candi  dinyatakan  selesai 
dari  pembangunan, 
dan  siap 
di
gunakan sesuai fungsi candi tersebut.
2.2.3 Sekilas mengenai Candi Prambanan
Candi Prambanan atau biasa di kenal dengan candi Lara jonggrang atau
loro
jonggrang
atau rara
jonggrang
adalah candi Hindu
yang
berdiri
di
atas
lahan seluas 39,8 hektar
itu terletak di 18-20 Km kota Jogjakarta,
yang dekat
dengan perbatasan antara D.I.Y Jogjakarta dengan Jawa tengah.
  
20
Masyarakat
setempat
dan juga
sebagian  
pelajaran sejarah di
sekolah
menyebutkan
nama 
Candi
Prambanan
sebagai
Candi
Larajonggrang suatu
sebutan
yang
sebenarnya
keliru,
karena
seharusnya
Rara
Jonggrang.
Kata
Rara dalam
bahasa Jawa adalah
sebutan
untuk
anak
gadis
.
Dalam
cerita
rakyat, Rara Jonggrang dikenal sebagai putri Prabu Ratu Baka
yang namanya
diabadikan
sebagai
nama peninggalan
kompleks
bangunan
di
perbukitan
Saragedug sebelah selatan
Candi
Prambanan. Jadi dapat di katakan
korelasi
antara
nama dan  
bangunan
sangat
berbeda,
namun
karena
cerita
turun
temurun
nama
Lara
jonggrang
atau
Rara
jonggrang
tidak
dapat
di
pisahkan
dari Candi Prambanan.
2.2.3.1 Legenda Singkat
Candi Prambanan
Berdirinya
candi Prambanan tidak dapat di pisahkan dari
legenda 
Rara 
jonggrang. 
Alkisah 
pada 
era 
Jawa 
tengah 
dahulu
terdapat
seorang kesatria
gagah
perkasa
bernama
Bandung
Bondowoso,
kesatria
ini
terpikat
oleh
kecantikan
dari
seorang putri
bernama
Rara
jonggrang,
yaitu
seorang putri
dari
Raja
Baka
di
kerajaan
yang berkedudukan di
atas
gunung Boko di
selatan
Prambanan.
Karena
Bandung bondowoso
sangat
terpikat
oleh
kecantikan
Rara
jonggrang maka
dia
ingin
mempersunting Rara
jonggrang,
namun
Rara
jonggrang tidak
menginginkan
pernikahan
dengan
Bandung
Bondowoso.
Oleh
karena itulah
Rara
jonggrang
memberikan syarat yang berat agar Bandung bondowoso tidak jadi
  
21
mempersuntingnya, syarat tersebut adalah mendirikan seribu candi
dalam satu malam. Tidak di sangka permintaan tersebut di
laksanakan
oleh
Bandung
Bondowoso,
karena sangat
menginginkan
Rara
jonggrang menjadi
istrinya,
maka
dengan kesaktiannya
Bandung
Bondowoso
mulai
memanggil semua makhluk halus dari dalam bumi
untuk
membantunya, pekerjaan dimulai semenjak matahari terbenam,
dengan
giat Bandung Bondowoso dan beribu-ribu makhluk halus
mendirikan
candi-candi
tersebut,
dan
ketika malam
hampir berakhir
hanya tinggal satu candi yang belum selesai.
Sementara
itu
Rara
jonggrang
yang semalaman
tidak
tidur
untuk
melihat perkembangan dari syaratnya
merasa
gelisah karena
Bandung
Bondowoso
hampir berhasil
mendirikan seribu candi seperti
yang di
mintanya.
Dengan tidak
menunggu
lama dan siasat yang telah
di
pikirkannya,
dimana ia keluar dari
keraton
dan
mulai
membangunkan pemudi-pemudi desa untuk menumbuk padinya pagi-
pagi
sekali,
dan
membakar sisa-sisa padinya
.
Pada
saat
itulah
terdengar
dari
jauh
suara
ramai,
dan
cahaya
terang,
para
makhluk
halus
mengira
hari
sudah
menjelang
pagi,
sehingga
mereka
kembali
masuk kedalam bumi, dan akhirnya candi
yang keseribu
tidak selesai
sampai
dibuatkan
arca di
dalamnya.
Bandung
Bondowoso
melihat
kejadian
itu
menjadi cemas, namun karena mengetahui
itu hanya tipu
muslihat dari Rara jonggrang , Bandung Bondowoso pun naik pitam,
  
22
dan
mengutuk
Rara
jonggrang menjadi
arca
yang keseribu
untuk
melengkapi candi
yang keseribu tersebut. Dan arca
yang keseribu
itu
di percaya sebagai arca Betari
Durga yang berada di ruangan sebelah
barat  dari  Candi  Siwa  di  kompleks  candi  Prambanan,  Betari  atau
Dewi Durga adalah Sakti atau pasangan dari Batara Siwa.
Tidak jelas memang apa
hubungan atau
korelasi
antara
Rara
jonggrang
dengan
arca
Betari
Durga
yang
berada
di
kompleks
candi
Prambanan,
namun
terdapat penjelasan
dari
warga
bahwa candi
yang
berjumlah seribu
itu bernama candi Sewu, sedangkan
Roro jonggrang
yang dianggap
arca
Betari
Durga
mempuyai arti
sebagai ‘gadis
yang
ramping‘.
2.2.3.2 Sejarah Singkat Candi Prambanan
Jika  Candi  Borobudur  di  bangun  oleh  wangsa  Syailendra
maka,
Candi
Prambanan
di
bangun
oleh
Wangsa Sanjaya.
Wangsa
besar
yang mengakhiri
kemegahan
Wangsa
Syailendra.
Dibawah
kepemimpinan
Raja
Rakai
Pikatan
lah
Candi Prambanan
di
dirikan.
Rakai Pikatan adalah
menantu dari raja Samaratungga pemimpin atau
raja
dari
Wangsa
Syailendra
dan
ketrurunan
Wangsa
Sanjaya
yang
ke-7.
Jadi
dapat
dikatakan
bahwa kemunduran
Wangsa Syailendra
bukan kerena
penaklukan oleh Wangsa
Sanjaya,
malah sebaliknya,
kedua
Wangsa
ini
terikat
karena
adanya
pernikahan
dari
putra
dan
putri raja.
  
23
Candi 
Prambanan 
merupakan    
kelompok 
candi 
yang 
di
bangun
oleh
wangsa
Sanjaya,
pada
sekitar
abad
ke
IX,
walaupun
di
mulai
pada masa pemerintahan
Rakai
pikatan
tapi
candi-candi
kecil
yang
berdiri
di
sekitar
Candi
Prambanan
di
buat
dan
di
selesaikan
oleh keturunan
wangsa Sanjaya lainnya. Nama Rakai Pikatan sebagai
pendiri 
Candi 
Prambanan 
sebelumnya 
tidak 
di 
ketahui 
sampai
seorang peneliti dari Belanda bernama J.G De Casparis menemukan
nama
Rakai
Pikatan
pada
sebuah
prasasti
yang bernama
Prasasti
siwagraha dengan
tahun 856 M, setelah
beliau berhasil menguraikan
semua kata dalam
prasasti
itu
beliau
menemukan
tiga hal
penting
dalam prasasti tersebut yaitu :
1.   Isinya
memuat bahan-bahan atau
peristiwa-peristiwa yang
terjadi pada abad ke IX
2. 
Bahasanya
menunjukan
salah satu
contoh prasasti tertua
yang berangka Tahun yang ditulis dalam puisi jawa kuno
3.
Didalamnya
terdapat
uraian
yang rinci
tentang suatu
“gugusan candi“, sesuatu
yang unik dalam epigrafi Jawa
kuno.
Dari
uraian di
atas
lalu beliau menarik kesimpulan bahwa
Prasasti
tersebut
menceritakan
tentang peperangan
antara
Balaputradewa
keturunan
wangsa
Syailendra
yang digulingkan
oleh
saudara
iparnya sendiri
yang di bantu oleh Rakai Pikatan dari Wangsa
Sanjaya.
  
24
Karena 
peristiwa 
itulah 
terjadi 
konsolidasi 
keluarga 
Raja
Rakai
Pikatan
itu kemudian
menjadi permulaan
dari
masa baru
yang
perlu diresmikan dengan pembangunan suatu gugusan candi
besar.
Untuk
menunjukan
pengaruhnya sebagai
Wangsa Sanjaya
Rakai
Pikatan
dan
Balitung
yang
beragama
Hindu
Siwa
mendirikan
Candi
Prambanan pada
tahun
850
masehi.
Pada Prasasti
Siwagraha
yang di
buat
pada
12 November
856 tertulis dengan
jelas gambaran
tentang
gugusan
candi
yang cirri-cirinya
sangat
identik
dengan
Candi
Prambanan.   Dengan   demikian   bangunan-bangunan   utama   yang
berdiri
di
gugusan Candi
Prambanan di
yakini
oleh Rakai
Pikatan
sedangkan candi-candi kecil lainnya didirikan oleh keturunan Wangsa
Sanjaya selanjutnya.
Sayangnya  setelah  pembangunan  Candi  utama  dan  candi-
candi
dalam
gugusan Candi
Prambanan
selesai, Candi
Prambanan
mulai
ditinggalkan.
Ini
disebabkan
pada
tahun
928
Mpu Sindok
memindahkan
pemerintahan
kerajaan
Mataram
dari
Jawa Tengah
ke
Jawa
Timur.
Ada
dua
Hipotesa
dari
peneliti
yang menyebutkan
mengapa terjadi
pemindahan
permerintahan,
pertama pengaruh
dari
letusan
gunung merapi
yang memang letak
Candi
Prambanan
dan
kerajaan dekat dengan aliran
lahar dingin gunung
merapi. Yang kedua
ada
nya serangan
dari
kerajaan
Sriwijaya.
Karena pemindaha
inilah
menyebabkan
runtuhnya
kebesaran
Wangsa Sanjaya,
sedangkan
Mpu
Sindok yang diperkirakan masih keturunan Wangsa Sanjaya men-
  
25
dirikan
dinasti
baru
bernama
Dinasti
Isyana
yang pemerintahannya
berada
di
Jawa
timur.
Semenjak ditinggalkan
karena
berpindahnya
wilayah pemerintahan,
Candi Prambanan mulai
terlupakan
sehingga
tidak terawat
dan mengalami
kehancuran di
sana-sini
karena
gempa
bumi
dan
letusan
gunung merapi,
sampai
tumbuhnya
pepohonan
hingga merubah
wilayah
candi
menjadi
seperti
hutan.
Hingga pada
sekitar
tahun
1733
an  
saat
seorang Belanda
bernama
C.A.
Lons
menemukan kembali
candi
Hindu terindah ini
dan kemudian
melaporkan
kepada pemerintah
Hindia-Belanda,
sehingga dimulailah
pemugaran
besar-besaran
oleh
beberapa
arkeolog Belanda,
dan
dilanjutkan oleh pemerintah
Indonesia, dan dapat dinikmati hingga
sekarang.
2.2.3.3 Sekilas mengenai Kompleks Candi Prambanan
Candi
Prambanan
menjulang tinggi
setinggi
47
meter
yang
sesuai
dengan
keinginan
sang pendirinya,
yaitu
menunjukan
kemegahan
agama
Hindu
di
tanah Jawa.
Candi
Prambanan
adalah
candi 
yang  dibuat 
untuk  di 
persembahkan 
kepada 
Sang 
Hyang
Trimurti yaitu 3 dewa utama dalam ajaran agama Hindu, yaitu
Batara
Brahma
(Dewa pencipta), Batara
Wisnu
(Dewa pemelihara), dan
Batara  Siwa  (Dewa  Pelebur),  oleh  karena
itulah  terdapat  3  candi
utama
di
kompleks
Candi
Prambanan,
dan
yang
terbesar
dan
berada
di
tengah
adalah
candi
Batara
Siwa,
karena
Hindu
yang
dianut
pada
zaman itu adalah Hindu Siwa, pada candi Siwa terdapat 4 ruangan
  
26
ruangan pertama berisikan arca
Batara Siwa
yang
menghadap
Timur,
sedangkan
tiga ruangan
lainnya berisikan
arca Betari
Durga
(Sakti
atau pasangan Batara Siwa) di ruangan sebelah
utara, Batara Agastya
(Resi atau
guru Batara Wisnu) di ruangan sebelah selatan, dan
Batara
Ganesha
(Putra dari
Batara Wisnu
dan
Dewi
Uma) di
sebelah barat.
Sedangkan
candi
yang berada
di
sebelah
kiri
dari
arah
jalan
masuk
menuju
pelataran
candi
adalah
candi
Batara
Brahma,
dimana
hanya
ada satu ruangan
yang berisikan arca
Batara
Brahma, begitu pula
dengan candi
yang berada di sebelah kanan dari jalan masuk menuju
pelataran candi, candi tersebut di dedikasikan untuk Batara Wisnu.
Pada
dinding
candi
Batara
Siwa
terdapat
ukiran
atau  
relief
yang
bercerita tentang
wiracarita Ramayana,
ciptaan
Resi
Walmiki,
yang pahatan
nya
sangat
mirip
dengan
cerita
yang diturunkan secara
lisan, cerita ini
mengelilingi Candi Siwa dan selesai
di
Candi Brahma
dengan
memutar mengikuti
arah
jarum
jam
atau
disebut
dengan
Mapradaksina dalam bahasa Jawa kuno, daksina sendiri berarti timur.
Namun  pada  candi 
wisnu,  relief  bercerita  mengenai  Krishnayana,
yaitu  cerita  mengenai  Sri  Krishna  avatar  atau  penjelmaan  Batara
Wisnu saat menjadi manusia, dan menyelamatkan kehidupan manusia.
Setiap candi utama
memiliki candi pendamping
yaitu
candi
yang
di
persembahkan
untuk
para
Wahana
(kendaraan)
Sang
Hyang
Trimurti, ketiga
candi
ini
semuanya
menghadap
barat, candi
Angsa
(selatan) untuk candi Batara Brahma, candi Nandini (tengah) untuk
  
27
Candi
Batara Siwa,
dan
candi
Garuda (utara)
untuk
Candi
Batara
wisnu. Sedangkan di setiap sisi pembatas terdapat candi-candi
kecil
yaitu
4
candi
apit,
di
dekat
jalan
masuk
ke
pelataran
candi,
dan
4
candi sudut yang terletak di sudut-sudut pelataran candi.
Oleh karena keteraturan dari
kompleks Candi
Prambanan dan
tujuan
didirikannya candi
inilah,
membuat
candi
ini
menjadi
candi
Hindu
terindah
di
Dunia,
dan
teristimewa di
bumi
nusantara,
maka
UNESCO
(badan
PBB
yang menangani
mengenai
pendidikan
da
budaya) menetapkan Candi Prambanan kedalam World Heritage atau
warisan budaya dunia.
"Inscription   on   this   List   confirms   the   exceptional   and
universal
value of
a
cultural
or
natural
site which
requires
protection for the benefit of all humanity."
"Prasasti pada warisan dunia ini menegaskan nilai luar biasa
dan
universal
dari
sebuah
situs
budaya
atau alam
yang
memerlukan
perlindungan
untuk kepentingan
seluruh
umat
manusia."
  
28
2.3 Struktur dan spesifikasi Buku
Berikut  
ini   adalah   rencana   rancangan   struktur   publikasi   buku   “Candi
Prambanan   :   Persembahan   untuk   Sang   Hyang   Trimurti“      yang
sudah
mengalami redesain oleh penulis :
Naskah
:Erwin Dwi Budianto
Penyelenggara
:PT Taman Wisata Candi Borobudur
Prambanan Ratu
Boko
Desainer
: Erwin Dwi Budianto
Fotografi
: Erwin Dwi Budianto
Illustrasi
: Erwin Dwi Budianto
Penerbit
: Red & White Publishing
Spesifikasi
: 25x25 cm (Hardcover)
Full color / Black and white
Tebal
: 148 halaman
Harga
: Rp 550.000,-00
Kerangka buku
:
 
Cover luar
 
Cover dalam
 
Kolofon
 
Halaman dedikasi
 
Penyekat 1(berisikan
Mantra atau
kidung
suci
dalam
huruf Bali,
beserta artinya)
  
29
 
Kata pengantar
 
Daftar isi
 
Penyekat  2
 
BAB  1
Sebuah Legenda :
Legenda Rara jonggrang
 
Penyekat 3
 
BAB  2
Candi Prambanan :
Sejarah Candi Prambanan
Arsitektur
Candi Prambanan
Wiracarita
Ramayana
Krishnayana
Makna dan Filosofi Candi Prambanan
 
Penyekat  4
 
BAB  3
Batara dan Betari penghuni Candi Prambanan :
Batara Brahma
Batara Wisnu
Batara Siwa
Betari Durga
Resi Agastya
Batara Ganesha
Angsa
Nandini
Garuda
 
Penyekat 5
 
BAB 4
Penutup
Galeri
Dari Prambanan untuk Indonesia dan dunia
 
Daftar istilah (Glosarium)
 
Daftar pustaka
 
Devider
6
(berisikan
Mantra
atau
kidung
suci
penutup,
kidung
Paramasanti dalam huruf Bali beserta artinya)
 
Biografi penulis
  
30
2.4 Karekteristik Buku
>
Membahas
Candi Prambanan dari
legenda,
sejarah,
keunikan,
misteri
dan filosofi di balik pembangunan monumen megah ini.
>
Memperkenalkan  dan 
membahas  arca-arca 
Dewa  yang  berdiri  di
Candi
Prambanan,
melalui
penjelasan
cerita dan
pandangan
agama
Hindu. Ditambah dengan visual yang menarik.
>
Mempunyai
visual
berupa
fotografi
dan
ilustrasi
yang
colorful
dan
juga hitam putih.
2.5 Target Komunikasi
Psikografi
:
mandiri,
menyenangi
sejarah,
kebudayaan,
serta
visual
art.
Juga
gemar membaca buku dan
mengkoleksi buku-buku baik
buku lokal maupun import.
Behaviour
gemar 
membaca  buku,  senang  akan  kebudayaan  bangsa,
sejarah, dan seni visual.
Demografi
:
generasi muda dengan usia antara 20-28 tahun, dengan SES
A dan atau B, gender laki-laki dan perempuan.
Geografi
:
berdomisili di
kota-kota
besar
di Indonesia,
seperti Jakarta,
Yogyakarta, Bandung, Denpasar, dan Surabaya
2.6 Analisa S.W.O.T
Strength :
Buku
mengenai
candi-candi
di
Indonesia
banyak,
khususnya
candi
Borobudur,
tapi
masih
sedikit
yang membahas
candi
prambanan,
kalaupun
ada
kurang begitu
menarik,
karena
kurangnya visual pendukung isi buku.
  
31
Biasanya  anak-anak  muda  akan  tertarik  dengan  buku  yang
berisikan seni
visual, baik itu fotografi ataupun ilustrasi.
Dengan  penjelasan  sejarah  dan  bantuan  visual  pendukung
yang 
detail, 
akan 
membuat 
penjelasan 
isi 
buku 
lebih  di
pahami.
Weakness
Masalah
perbedaan
selera
anak
muda
dalam
hal
seni
visual,
menjadikan
agak
sulit
di
pahami
dari
cara pandang
mereka
mengenai seni visual.
Publikasi
buku
ilustrasi dan
fotografi
memerlukan
biaya
yang
tidak  sedikit,  plus  kategori  buku  ini  adalah  buku  koleksi,
maka  ada  kemungkinan  setiap  eksemplar  atau  paket  buku
tidak dapat di sanggupi oleh beberapa pihak.
Opportunity
Semakin banyaknya
masyarakat
Indonesia khususnya
generasi
muda yang menggali lagi khazanah kebudayaan lokal.
Belum
banyak
buku
ilustrasi
dan
fotografi
mengenai
Candi
Prambanan, apalagi dalam bahasa Indonesia.
Masih
adanya
anak
muda
yang
menyenangi
sejarah,
namun
minim
buku-buku
bagus
dan
mudah
untuk
di
pahami
saat
di
baca.
Mengingatkan 
kepada 
generasi 
muda 
bahwa 
peninggalan
Candi Prambanan
patut
di banggakan. Karena
secara
tidak
langsung
nanti
generasi
muda
akan
menyebarkan
lebih
luas
lagi keberadaan Candi Prambanan.
Threat
Pendidikan
sejarah
umumnya
dan
arkeologi
khususnya
yang
dianggap membosankan.
  
32
Budaya-budaya  asing 
yang  semakin  merasuki  anak  muda,
sehingga budaya dan
sejarah
kemegahan
negeri
sendiri
terlupakan.
Buku-buku 
buatan 
para 
peneliti 
luar 
yang 
lebih 
menarik,
sehingga buatan penulis Indonesia kurang di apresiasi.