7
BAB 2
TINJAUAN KEPUSTAKAAN
2.1
Jembatan Komposit
Jembatan adalah sarana transportasi yang menghubungkan dua bagian jalan yang
terputus oleh adanya rintangan-rintangan seperti lembah yang dalam, alur
sungai,
saluran irigasi dan pembuang, jalan yang melintang tidak sebidang, dan lain-lain
(Sembiring Lea). Berbagai jenis jembatan telah dikembangkan dengan beragam desain
dan bahan konstruksi. Setiap jenis jembatan didesain sesuai dengan kekuatan yang akan
dipikul oleh jembatan, semakin banyak dan besar beban yang akan dipikul oleh
jembatan semakin rumit struktur jembatan tersebut.
Jembatan komposit adalah jembatan yang mengkombinasikan dua material atau
lebih dengan sifat bahan yang berbeda dan membentuk satu kesatuan sehingga
menghasilkan sifat gabungan yang lebih baik. Jembatan komposit yang umum
digunakan adalah kombinasi antara bahan konstruksi baja dengan beton bertuang, yaitu
dengan mengkombinasikan baja sebagai deck (gelagar) dan beton bertulang sebagai plat
lantai jembatan. Gelagar komposit baru berfungsi sebagai komposit apabila beton yang
berada di atas gelagar tersebut mengeras dan bekerja sama dengan gelagar menjadi satu
kesatuan dalam suatu struktur. 
Ada dua jenis tipe jembatan komposit  yang umum digunakan sebagai desain,
yaitu tipe multi girder bridge dan ladder deck bridge, lebih lanjut mengenai kedua tipe
jembatan tersebut akan dibahas dalam sub-bab selanjutnya. Penentuan pemilihan jenis
jembatan yang akan digunakan tergantung pada pertimbangan ekonomi dan faktor
  
8
spesifik dari medan konstruksi seperti akses transportasi menuju lapangan dan jenis dari
tiang penyokong yang berada di tengah bentang.
2.1.1 Multi-girder bridge
Jembatan dengan multi-girder
deck
menggunakan beberapa baja girder
memanjang (longitudinal girder) yang ukuran dan jenisnya sama disusun dengan jarak
yan sama sepanjang lebar jembatan seperti yang terlihat pada gambar 2.1 dibawah ini.
Plat lantai dari beton bertulang membentang secara tranfersal diatas baja girder dan pada
kedua sisi ujung membentuk kantilever yang berguna sebagai trotoar. Aksi komposit
antara plat lantai beton bertulang dan longitudinal girder terbentuk oleh sear conector
yang dilas disisi atas flange
profil
baja girder dan dicormenyatu dengan plat lantai.
Konstruksi jembatan Multi-girder
hanya digunakan untuk
jembatan jenis single
spanscontinuous multiple spans.dan continuous multiple spans.
Sumber: Composite Highway Bridge Design
Gambar 2.1 Potongan melintang dari multi-girder bridge
Susunan dari jembatan multi-girder
seperti yang terlihat digambar 2.1 adalah
umum digunakan sebai desain. Pada desain diatas digunakan 4 buah longitudianal
girder
disusun dengan jarak yang sama sepanjang lebar jembatan.Jumlah longitudial
girder bisa berkurang atau bertamabah sesuai dengan lebar jembatan dan serta mutu baja
  
9
girder yang digunakan. Lebih lanjut mengenai setiap komponen (bagian) dari jembatan
multi-girder adalah sebagai berikut:
a.
Girder Utama (Longitudinal Girder)
Girder
utama pada umumnya menggunakan plate girder
profil I, namun untuk
jembatan dengan bentang yang kecil memungkinkan juga untuk menggunakan
Univesal Beam yaitu baja dengan profil yang memiliki dimensi yang universal dan
biasa dipabrikasi oleh berbagai perusahaan baja. Desain jembatan yang didesain oleh
bina marga pada umumnya menggunakan Univesal Beam  dan biasa diaplikasikan
didaerah pegunungan yang daerahnya banyak terputus oleh jurang-jurang kecil.
Sumber: courtesy of Corus - Westgate bridge, Gloucester
Gambar 2.2 Jembatan multi-girder dengan menggunakan plate girder
Univesal beam
yang bisa didapat dengan mudah dipasaran memiliki tinggi
maksimum 914 mm namun hingga saat ini banyak pabrik yang mulai memproduksi
dengan tinggi maksimum 1016 mm. Balok girder
universal cukup kuat menahan
  
10
lendutan bila digunakan pada jembatan single span dengan bentang kurang dari 30 m
dan untuk continous span
hingga mencapai 25 m. Bila universal beam
akan
digunakan untuk jembatan dengan beban hidup yang rendah seperti jembatan
penyebrangan orang atau jembatan akses untuk daerah pertanian, dapat digunakan
univesal beam degan ukuran web dan flange yang lebih kecil.
b. Perkuatan (Bracing)
Ada tiga jenis perkuatan yang dimiliki oleh multi-girder bridge. Berikut penjelasan
mengenai ketiga jenis perkuatan tersebut:
Support bracing 
Support bracing adalah perkuatan yang berada di kedua ujung jembatan yaitu
didaerah perletakan, teknis perkuatan dengan biasa menggunakan profil baja L
yang disusun melintang menghubungkan antara satu girder dengan girder yang
lainya. Fungsi dari perkuatan ini adalah untuk stabilitas jembatan dan alat
transfer beban horizontal (beban angin
dan gaya selip) ke bantalan yang
menyediakan tahanan transversal yang terletak pada daerah perletakan jembatan.
Sumber: Composite Highway Bridge Design
Gambar 2.3 Detail dari Support Bracing pada ujung perletakan jembatan
  
11
Intermediate Bracing
Intermediate bracing biasa disebut juga dengan diafragma jembatan yaitu berupa
pelat yang menghubungkan antar girder pada arah memanjang jembatan. Fungsi
dari diafragma adalah untuk menjaga girder
supaya tidak menekuk atau
memuntir akibat dari beban yang dipikul oleh baja girder.
Sistem bracing yang digunakan  pada intermediate bracing menggunakan sistem
rangka segitiga yaitu dengan menyusun baja profil L membentuk susunan
segitiga diantara 2 balok girder yang berdekatan. System bracing rangka segitiga
dapat mengakibatkan kekangan yang sangat kaku pada bidang pelat dek sampai
ke bagian bawah flens, namun bila system ini tidak dikombinasikan dengan plan
bracing dapat mengakibatkan munculnya gaya torsi. Untuk mengatasi masalah
tersebut maka digunakan intermediate bracingdengan menggunakan baja profil
chanelkarena baja profil chanellebih kaku dan dapat membentuk koneksi yang
kaku dengan balok-balok girder utama.
Sumber: Composite Highway Bridge Design
Gambar 2.4Intermediate Bracing sistem rangka segitiga dan system baja chanel
  
12
Plan Bracing
Plan bracingbiasa disebut dengan ikatan angin adalah ikatan menyilang pada
bagian bawah jembatan,  dua lokasi kemungkinan peletakan plan bracing berada
di atasflens atas (terhubung ke cleat pada flens atas) dan di bawah flens atas.
Fungsi dari plan bracing adalah untuk
meningkatkan keseluruhankekakuan torsional jembatan
sehingga dapat
mengurangi permasalahan ketidakstabilan aerodinamis.
Sumber: Composite Highway Bridge Design
Gambar 2.5Plan-Cross Bracing pada jembatan komposit
c.
Crosshead girders
Crosshead girders adalahgirder melintang tambahan yang menghubungkan dua buah
girder
utama dan berfungsi sebagai perletakan pada tengah bentang continuous
multiple spans.Crosshead girdersbukan merupakan komponen yang wajib dimiliki
olehjembatanmulti-girder akan tetapi terkadang dibutuhkan untuk mengurangi jumlah
kolom dan bantalan.
  
13
Sumber: Mabey Bridge
Gambar 2.6Crosshead girderpadamulti-girder bridge
2.1.2 Ladder Deck Bridges
Ladder deck bridge
adalah modifikasi dari multi girdrer bridge
yaitu dengan
hanya menggunakan dua buah girder
utama dengan cross-girdersebagai support
(perkuatan). Cross-girder dipasang melintang diantara kedua girder utama searah lebar
jembatan.  Plat lantai beton bertulang dipasang searah longitudinal diatas cross-girder.
Karena konfigurasi rencana dari girder
dan cross-girder
yang mirip
dengan stringer dan anak tangga
maka konstruksi ini disebut dengan ladder deck(dek
tangga).
Konfigurasi jembatan dengan ladder decksangat cocok dan ekonomis bila
diaplikasikan pada jembatan bentang pendek dengan lebar jembatan yang memadai 
untuk jalur lalu lintas dua jalur ganda.
  
14
Sumber: Composite Highway Bridge Design
Gambar 2.7 Potongan melintang Ladder deck bridge
Sumber: courtesy of Mabey Bridge
Gambar 2.8 Konfigurasi girder yang membentuk tangga pada ladder deck bridge.
Pada jembatan jenis ladder deck, girder
utama dan cross-girder
semuanya
dilengkapi dengan shear conector
untuk membuat aksi komposit. Cross-girder
dihubungkan dengan girder
utama dengan menggunakan baut dan pengaku melintang
web ditambahkan pada setiap sambungan. Lebih lanjut mengenai setiap komponen
(bagian) dari jembatan ladder deck adalah sebagai berikut:
  
15
a.
Gelagar Utama (Main Girder)
Gelagar utama dalam jembatan ladder deck selalu menggunakan plate girder, karena
girderdegan penampang universal walaupun dengan luas penampang maximum tidak
akan cukup kuat, walaupun digunakan untuk bentang yang sederhana. Karena hanya
menggunakan dua girder
utama maka tebal webgirder
harus lebih tebal dari web
girder
yang digunakan pada jembatan multi-girder. Walaupun kelangsingan girder
lebih rendah namun kelangsingan yang dimiliki plate girder
memungkinkan untuk
menahan perlawanan geser (shear resistance)tanpa menggunakan pengaku web.
Selain itu pengaku web
tidak dibutuhkan
karena sudah menggunakan perkuatan
dengan cross-girder.
Untukntuk jembatan dengan bentang yang cukup panjang dibutuhkan flens,
khususnya flens bawah girder dengan ukuran yang cukup lebar dan tebal. Oleh sebab
itu desainer pada tahap desain harus memperhatikan tingkat ketangguhan baja dan
ketersediaan bahan plat baja yang cocok untuk digunakan sebagai flens plate girder.
b. Cross-Girder (Gelagar Silang)
Cross-girder
biasanya dipasang dengan jarak 3,5 meter untuk menahan besarnya
beban plat lantai setebal 250mm. Untuk tujuan struktural, jembatan dengan bentang 2
atau 3, dengan jarak antar girder utama antara 7-10 meter dapat menggunakan cross-
girder
dengan penampang universal akan tetapi penggunaan plat girder
lebih
mungkin untuk digunakan.
Pada jembatan bentang menerus diperlukan perletakan ditengah bentang, sehingga
coss-girder
yang digunakan pada dudukan harus berukuran lebih besar dari pada
  
16
cross-girder
lainya. Ukuran cross-girder
yang lebih besar dimaksudkan untuk
mentransfer beban pada perletakan jembatan.  Hal penting yang harus diperhatikan
adalah coross-girder yang digunakan pada perletakan tengah dimensinya harus lebih
kecil dari girder
utama sehingga tidak terjadi konflik dan kontak langsung dengan
flens bawah dari main girder.
Sumber: Composite Highway Bridge Design
Gambar 2.9 Potongan melintang perletakan tengah jembatan ladder-deck
Sebagai solusi untuk penggunaan cross-girder
yang terlalu besar pada perletakan
tengah, bisa menggunakan knee bracing (perkuatan lutut) atauhaunched cross-girder.
Sistem knee bracing dan haunched cross-girdermampu membuat rangka jembatan
menjadi lebih kaku
dan mengurangi besarnya gaya momen yang harus ditransfer
melalui cross-girder.
Dalam aplilasinya penggunaan knee bracingjarang digunakan
karena lebih mahal dibanding dengan menggunakan cross-girder dengan penampang
yang lebih besar. Begitu pula jika ingin
menggunakan haunched cross-
girder,desainer harus berkonsultasi dengan perusahaan pabrikasi girder karena jarang
ada pabrikasi yang mampu memproduksi haunched cross-girder. Pada ahirnya
panggunaan haunched cross-girderakan membutuhkan biaya yang jauh lebih besar.
  
17
Sumber: Composite Highway Bridge Design
Gambar 2.10 Potongan melintang knee bracing (atas) dan haunched cross-girder
c.
Cantilever Girder
Cantilever girder adalah girder tambahan diluar girder utama sebagai bantalan untuk
trotoar jalan. Namun bila trotar jalan tidak terlalu lebar maka tidak perlu
menggunakan cantilever girder karena momen yang timbul masih mampu ditahan
oleh plat lantai, seperti konfigurasi pada jembatan multi-girder. Penggunaan
cantilever girder
hanya digunakan bila plat cantilever
yang berada diluar girder
utama lebarnya lebih dari 1,5 meter. 
Walaupun pengunaan kantilever girder
memungkinkan untuk membuat plat lantai
kantilever yang cukup lebar, akan tetapi pertimbangan dari penggunaan kantilever
girder
biasanya dikarenakan untuk menghindari penggunaan perancah saat masa
konstruksi. Dengan penggunaan cantilever girder
pekerjaan kontraktor akan lebih
ringan karena tidak perlu melakukan bongkar pasang perancah pada plat lantai
kantilever saat masa konstruksi.
  
18
Sumber: Composite Highway Bridge Design
Gambar 2.11Ladder deckdengan menggunakancantilever girder
2.1.3 Plat Lantai
Desain plat lantai cenderung sama baik untuk jembatan ladder deck maupun multi-
girder. Untuk menahan efek gabungan dari beban lentur lokal dan global (terutama,
untuk ladder deck, karena tekuk global dalam menahan daerah momen menghasilkan
kekuatan tarik pada slab) sehingga dibutuhkan plat lantai yang cukup tebal kira-kira
240-260mm. Penulangan plat lantai biasanya menggunakan besi D20 dengan jarak
antara tulangan serat atas dan serat bawah adalah 150mm. untuk mempermudah
pamasangan bekisting untuk plat lantai, maka plat lantai didesain dengan ketebalan yang
seragam.
  
19
2.2
Sifat Bahan Material Struktur Komposit
2.2.1 Sifat Bahan Material Baja
Baja adalah logam paduan, logam besi sebagai unsur dasar dengan karbon sebagai
unsur paduan utamanya. Kandungan unsur karbon dalam baja berkisar antara 0.2%
hingga 2.1% berat sesuai grade-nya. Fungsi karbon dalam baja adalah sebagai unsur
pengeras dengan mencegah dislokasi
bergeser pada kisi kristal (crystal lattice) atom
besi. Unsur paduan lain yang biasa ditambahkan selain karbon adalah (titanium), krom (
dan tungsten (wolfram). Dengan memvariasikan
kandungan karbon dan unsur paduan lainnya.
Setiap bahan konstruksi memiliki kemampuan dan kekuatan ketika menahan
beban external yang diberikan, hal ini disebut sifat mekanis material. Pada baja sifat-
sifat mekanis yang dimiliki adalah sebagai berikut:
a.
kekuatan 
Baja mempunyai daya tarik,lengkung, dan tekan yang sangat besar. Pada setiap partai
baja, pabrikan baja menandai beberapa besar daya kekuatan baja itu. Pabrikan baja
misalnya, memasukan satu partai baja batangan dan mencatumkan pada baja itu Fe
360. di sini Fe menunjukan bahwa partai itu menunjukkan daya kekuatan (minimum)
tarikan atau daya tarik baja itu. Yang dimaksud dengan istilah tersebut adalah gaya
tarik N yang dapat dilakukan baja bergaris tengah 1 mm²
sebelum baja itu menjadi
patah. Dalam hal ini daya tarik itu adalah 360 N/mm²
. dahulu kita mencantumkan
daya tarik baja itu Fe 37, 
karena daya tariknya adalah 37 kgf/mm²
. karna
mengandung sedikit kadar karbon, maka semua jenis baja mempunyai daya tarik
  
20
yang kuat. Oleh karna daya tarik baja yang kuat maka baja dapat menahan berbagai
tegangan, seperti tegangan lentur.
b.
Keuletan (Ductility
Kemampuan baja untuk berdeformasi sebelum baja putus. Keuletan berhubungan
dengan besarnya regangan (strain) yang permanen sebelum baja putus dan terkait erat
dengan kemudahan saat dibentuk (sifat dapat dikerjakan). Untuk menguji keuletan
dilakukan dengan menggunakan uji tarik.
c.
Kekerasan
Kekerasan adalah ketahanan baja terhadap besarnya gaya external yang dapat
menembusnya. Cara yang biasa dilakukan dalam pengujianya adalah dengan
menggunakan uji Brinnel,  Rockwell, dan Ultrasonic.
d.
Ketangguhan (Thougness
Ketangguhan adalah hubungan antara energi yang diserap oleh baja hingga baja
tersebut putus. Semakin kecil energi yang mampu diserap oleh baja maka semakin
rapuh dan semakin kecil ketangguhanya. Cara pengujianya adalah dengan
memberikan pukulan mendadak (impact/pukul tarik).
Baja untuk bahan struktur termasuk ke dalam baja yang persentase zat arang
ringan (mild carbon steel),semakin tinggi kadar zat arang yang terkandung di dalamnya,
maka semakin tinggi nilai tegangan lelehnya. Sifat-sifat bahan struktur yang paling
penting dari baja adalah sebagai berikut: 
Modulus Elastisitas (E) berkisaran antara 193000 Mpa sampai 207000Mpa. Nilai
untuk lazimnya diambil 200000 Mpa. 
Modulus geser (G) dihitung berdasarkan persamaan berikut:
  
21
........................................................................... (2.1)
Dari persamaan tersebut, µ merupakan angka poisson ratio, dengan mengambil µ =
0.30 dan E = 200000 Mpa, akan memberikan G = 80000 Mpa
Koefisien ekspansi (a ), diperhitungkan sebesar12 x 10
-6
per °C.
Berat jenis baja (?), berat jenis baja diambil 7.85 ton/m
3
.
Tegangan leleh adalah tegangan yang terjadi pada saat baja mulai meleleh. Dalam
kenyataannya, sulit untuk menentukan besarnya tegangan leleh, sebab perubahan dari
elastisitas menjadi plastis seringkali besarnya tidak tetap.Sebagai standar menentukan
besarnya tegangan leleh dihitung dengan menarik garis sejajar dengan sudut kemiringan
elastisitasnya, dari regangan sebesar 0.2 % dapat dalam grafik dibawah ini:
Gambar 2.12Grafik perbadingan tegantan dan regangan  (Modulus Elastisitas)
Dari titik regangannya 0.2% ditarik garis sejajar dengan garis OB sehingga
memotong grafik tegangan-regangan. Tegangan yang diperoleh ini disebut dengan
tegangan leleh. Tegangan-tegangan leleh dari bermacam-macam baja bangunan
diperlihatkan pada tabel di bawah ini:
  
22
Tabel 2.1Tegangan leleh dari baja
Mutu Baja
Tegangan Leleh
Kg/Cm²
Mpa
Bj 34
2100
210
Bj 37
2400
240
Bj 41
2500
250
Bj 44
2800
280
Bj 50
2900
290
Bj 52
3600
360
2.2.2 Sifat Bahan Material Beton
Beton sendiri adalah merupakan campuran yang homogen antara semen, air,
aggregat dan zat admixture sebagai bahan tambahan. Agregat yang digunakan terdiri
dari agregat halus (pasir) dan agregat kasar (Krikil). Karakteristik beton adalah
mempunyai kuat tekan tekan yang namun memiliki kuat tarik yang rendah. Untuk
mendisain beton dengan kekuatan tertentu diperlukan kombinasi semua komponen
material yang sesuai dan dihitung menggunakan standar mix design yang berlaku.
Saat ini beton masih menjadi pilihan utama sebagai bahan konstruksi, hal ini
dikarenakan material yang dibutuhkan untuk membuat beton sangat mudah didapatkan.
Faktor lain yang menjadikan beton sebagai bahan konstruksi adalah karena beton sangat
mudah dibentuk menjadi beragam bentuk sesuai dengan desain dan kebutuhan yang
diinginkan.
Sifat-sifat penting
dari beton
adalah kakuatan karakteristik, kekuatan tekan,
tegangan dan regangan, susut dan rangkak, reaksi terhadap temperatur, keawetan dan
  
23
kekedapan terhadap air . Dari semua sifat tersebut yang terpenting adalah kekuatan tekan
beton, karena merupakan gambaran dari mutu beton yang ada kaitannya dengan strukturt
beton. Berbagai test uji kekuatan dilakukan pada beton keras ini antara lain, Uji
kekuatantekan (compression test), Uji kekuatan tarik belah (spillting tensile test), Uji
kekuatan lentur,Uji lekatan antara beton dan tulangan, Uji Modulus Elastisitas dan lain
sebagainya.
Penggunaan material beton sebagai bahan konstruksi tentu harus memperhatikan
banyak hal. Sebagai bahan konstruksi beton memiliki berbagai keunggulan dan
kekurangan  dibanding dengan material lainya, berikut adalah keunggulan beton:
Dapat dibentuk sesuai keinginan dan kebutuhan konstruksi.
Mampu menahan beban tekan yang tinggi.
Tahan terhadap temperatur yang tinggi.
Tidak banyak membutuhkan perawatan (biyaya perawatan rendah).
Kekurangan beton:
Bentuk yang telah dibentuk tidak bisa dirubah kebentuk lain.
Pelaksanaan pekerjaan membutuhkan ketelitian dan pengawasan yang ketat.
Memiliki berat sendiri yang besar.
Memiliki daya pantul suara yang tinggi.
Diperlukan cetakan (bkisting) untuk membentuk beton.
Tidak memiliki kekuatan tarik.
Setelah dicampur beton segera mengeras dan
beton yang mengeras sebelum
pengecoran, tidak bisa didaur ulang.
  
24
2.3
Konstruksi Komposit Baja-Beton
2.3.1 Latar Belakang Sejarah
Balok baja yang menahan plat beton bertulang pada awalnya didesain dengan
asumsi bahwa kedua komponen tersebut bertindak sendiri-sendiri dalam menahan
beban. Tidak ada perkiraan untuk memberikan aksi komposit antara balok baja dengan
plat beton bertulang dalam konstruksi tersebut. Hal tersebut dikarenakan tidak adanya
anggapan bahwa plat lantai beton dan balok baja tidak dapat disatukan menjadi struktur
komposit. Namun seiring dengan perkembangan teknologi pengelasan, berkembang pula
teknologi mekanis shear connector (penghubung geser) untuk menahan gaya geser
horizontal yang terjadi saat terjadi gaya tekuk.
Sumber: Salmon dkk, 1991
Gambar 2.13 Berbagai tipe bentuk struktur komposit
  
25
Balok baja terbungkus beton secara luas digunakan dari awal 1900-an sampai
perkembangan bahan material ringan untuk pencegahan bahaya kebakaran beberapa
tahun kemudian. Sejak saat itu beberapa konstruksi mulai dibangun menggunakan
konstruksi komposit¸dan pada awal tahun 1930-an konstruksi komposit mulai digunakan
pada jembatan. Hingga pada awal tahun 1960-an konstruksi komposit lebih ekonomis
bila diaplikasikan pada konstruksi gedung namun saat ini aksi komposit mulai
digunakan dalam berbagai situasi saat terjadi kontak antara beton dengan baja baik itu
untuk jembatan mahupun gedung.
2.3.2 Aksi Komposit
Aksi komposit timbul bila dua struktural pemikul beban seperti konstruksi lantai
beton dan balok baja penyangga disambung secara integral dan melendut secara satu
kesatuan. Contoh penampang lintang komposit yang umum diperlihatkan pada Gambar
2.14. Besarnya aksi komposit yang timbul bergantung pada penataan yang dibuat untuk
menjamin regangan linear tunggal dari atas plat beton sampai muka bawah penampang
baja.
Sumber: Salmon dkk, 1991
Gambar 2.14 Perbedaan lendutan struktur non-komposit dan struktur komposit
  
26
2.3.3 Kelebihan dan Kekurangan Struktur Komposit
Kelebihan dasar yang dihasilkan dari desain struktur komposit adalah sebagai
berikut:
Dapat mereduksi berat profil baja yang dipakai.
Tinggi profil baja yang dipakai dapat dikurangi.
Meningkatkan kekakuan plat lantai.
Dapat menambah panjang bentang layan dari suatu struktur.
Dengan menggunakan sistem komposit penuh dapat mereduksi kebutuhan dari
berat baja sekitar 20-30%.  Dengan adanya reduksi dari berat baja secara otomatis
kebutuhan dari tinggi profil baja yang dibutuhkan juga akan berkurang. Jika
diaplikasikan untuk bangunan gedung berkurang nya tinggi profil baja secara otomatis
mengurangi tinggi bangunan juga, sehingga mampu menghasilkan penghematan pada
jumlah anak tangga yang dibutuhkan untuk akses antar lantai.
Kekakuan dari plat lanai komposit pada dasarnya lebih besar dari pada kekakuan
plat beton dan balok baja yang beraksi non-komposit. Secara normal pelat beton
berperilaku sebagai pelat satu arah yang membentang diantara balok-balok penopang.
Dalam desai komposit, momen inersia dari balok akan meningkat sehingga kekakuan
dari struktur komposit akan meningkat. Meningkatnya kekakuan memberikan
keuntungan yaitu lendutan yang terjadi akibat beban hidup akan berkurang. Disamping
itu dengan menggunakan asumsi desain komposit, maka kapasitas penampang dalam
menahan beban akan lebih besar dibanding dengan struktur non-komposit.
Kekurangan dari struktur komposit adalah terjadi defleksi yang cukup besar dalam
jangka panjang yang disebabkan karena rangkak susut pada beton. Ketika beton
  
27
mengalami rangkak maka kekuatan dari beton akan berkurang sehingga timbul defleksi
yang cukup besar dalam struktur.
2.3.4 Lebar Efektif.
Dalam struktur komposit, konsep lebar efektif slab dapat diterapkan sehingga akan
memudahkan perencanaan. Spesifikasi AISC/LRFD telah menetapkan lebar efektif
untuk slab beton yang bekerja secara komposit dengan balok baja, sebagai berikut :
a.
Untuk gelagar luar (tepi).
b
eff
<L/8 
dengan 
L
= Panjang bentang.
b
eff
<L1/2 + b’
dengan 
b’
= jarak dari as balok ke tepi slab.
b.
Untuk gelagar dalam.
b
eff
<L/4 
dengan 
L
= Panjang bentang.
b
eff
< (L1
+ L2)/2
dengan
L1
= jarak antar as balok.
Lebar efektif yang dipakai dipilih yang terkecil.
Gambar 2.15Lebar Efektif Struktur Komposit.
  
28
2.3.5 Metode Pelaksanaan Stuktur Komposit.
Perancangan balok komposit disesuaikan dengan metode yang digunakan di
lapangan. Ada dua metode yang biasanya digunakan dalam pelaksanaan dilapangan
yaitu dengan  perancah dan atau tanpa perancah. Jika tanpa perancah, balok baja akan
mendukung beban mati primer selama beton belum mengeras. Beban mati sekunder
serta beban-beban lain akan didukung oleh balok komposit yang akan berfungsi jika
beton telah mengeras dan menyatu dengan baja. Bila menggunakan perancah, selama
beton belum mengeras beban mati primer akan dipikul oleh pendukung. Setelah beton
mengeras dan penunjang dilepas maka seluruh beban akan didukung oleh balok
komposit.
2.3.6 Kekuatan Batas Penampang Komposit.
Kuat lentur nominal dari suatu komponen struktur komposit (untuk momen
positif), menurut SNI 03-1729-2002 pasal 12.4.2.1 ditentukan sebagai berikut:
a.
Untuk
¥
M
n
kuat momen nominal yang dihitung berdasarkan distribusi tegangan plastis
pada penampang komposit.
b.
Untuk
Mn kuat momen nominal yang dihitung berdasarkan superposisi tegangan-
tegangan elastis yang memperhitungkan pengaruh tumpuhan sementara
(perancah).
  
29
Kekuatan batas penampang komposit bergantung pada kekuatan leleh dan sifat
penampang balok baja, kekuatan slabbeton dan kapasitas interaksi alat
penyambung geser yang menghubungkan balok dengan slab.Kekuatan batas yang
dinyatakan dalam kapasitas momen batas memberi pengertian yang lebih jelas
tentang kelakuan komposit dan juga ukuran faktor keamanan yang tepat. Faktor
keamanan yang sebenarnya adalah rasio kapasitas momen batas dengan momen
yang sesungguhnya bekerja.
Untuk menentukan besarnya kekuatan batas beton dianggap hanya menerima
tegangan desak, walaupun sesungguhnya beton dapat menahan tegangan tarik
yang terbatas.Prosedur untuk menentukan besarnya kapasitas momen ultimit,
tergantung apakah garis netral yang terjadi jatuh pada slab beton atau jatuh pada
gelagar bajanya. Jika jatuh pada slab
dikatakan bahwa slab
cukup untuk
mendukung seluruh gaya desak, dan apabila garis netral jatuh pada gelagar baja
dikatakan slabtidak cukup mendukung beban desak, atau dengan kata lain bahwa
slab hanya menahan sebagian dari seluruh gaya desak dan sisanya didukung oleh
gelagar baja.
Gambar 2.16Distribusi tegangan pada kapasitas momen ultimit
  
30
c.
Garis netral jatuh pada plat beton.
Dengan mengacu pada pada Gambar 2.16.b, maka besarnya gaya tekan C adalah
sebagai berikut:
................................................. (2.2)
Harga gaya tarik T batas  pada profil baja adalah:
T = As . Fy............................................................................ (2.3)
Dengan menyamakan antara harga C dan T maka didapat harga a, yaitu sebesar:
................................................................ (2.4)
Dengan demikian didapat kapasitas Momen Batas  adalah sebagai berikut:
........................................................................... (2.5)
@
A
........................................ (2.6)
dimana :
C
= gaya tekan pada balok baja.
f’c
= tegangan ijin tekan beton
b
e
= lebar effektif plat.
t
= tebal plat.
d.
Garis netral jatuh pada profil baja.
Jika tinggi blok tegangan a yang diperoleh melampaui tebal plat (t)
distribusi
tegangan akan seperti Gambar 2.16.c, dengan demikian didapat gaya tekan batas
pada plat beton sebesar :
  
31
Cc = 0,85. f’c.b
eff
.t................................................................ (2.7)
Dimana:
Cc
= gaya tekan pada balok baja.
f’c
= tegangan ijin tekan beton
b
eff
= lebar effektif plat.
t
= tebal plat.
Dari keseimbangan gaya, diperoleh hubungan:
............................................................................. (2.8)
Besarnya T’ sekarang lebih kecil dari pada A
s
.f’
y
, yaitu sebesar:
................................................................... (2.9)
Dengan menyamakan persamaan 2.8 dan 2.9maka diperoleh:
......................................................................... (2.10)
Atau dengan mensubtitusikan persamaan 2.7, diperoleh bentuk bersamaan sebagai
berikut:
........................................................... (2.11)
Dengan demikian didapat kapasitas Momen Batas  adalah sebagai berikut:
......................................................... (2.12)
2.3.7 Alat Penyambung Geser (Shear Connector).
Gaya geser horisontal yang timbul antara slab
beton dan balok baja selama
pembebanan harus ditahan agar penampang komposit bekerja secara monolit, atau
  
32
dengan kata lain agar terjadi interaksi antara slab beton dan balok baja. Untuk menjamin
adanya lekatan antara beton dan balok baja maka harus dipasang alat penyambung geser
mekanis (shear Connector)
diatas balok yang berhubungan dengan slab
beton.
Disamping itu fungsi dari pada  shear Connector adalah untuk menahan / menghindari
terangkatnya slab beton sewaktu dibebani.
Sumber: Salmon dkk, 1991
Gambar 2.17Berbagai jenisShear Connector dan bentuknya
Dalam merencanakan alat samabung geser dapat dilaksanakan berdasarkan :
a.
Kuat desak beton : 
C
max
= 0,85 f’c
. b
eff
. t
s
b.
Kuat tarik baja :
T
max
= A
s
F
y
dipilih yang terbesar sehingga menghasilkan jumlah alat sambung geser yang lebih
banyak. Banyaknya alat sambung geser yang dibutuhkan dapat dihitung dengan rumus :
.................................................................. (2.13)
dengan Q
n
adalah kekuatan satu alat sambung geser.   
  
33
Macam-macam shear Connector yang ada dipasaran sampai dengan saat ini sangat
banyak macam dan bentuknya, diantaranya adalah : 
a.
Connector dari ‘Stud’ baja berkepala (Gambar 2.6.a).
¥
....................................... (2.14)
Dimana:
Q
n
= Kekuatan satu stud(kips).
F
bu
= Kuat tarik stud (ksi).
A
sc
=  Luas penampang stud( inci2
).
f’c
= Kuat tekan beton(ksi).
Ec
= Modulus Elastis Beton (ksi).
b.
Connector berbentuk ‘Cannel’ (Gambar 2.6.b).
¥
......................................... (2.15)
Dimana:
Q
n
= Kekuatan satu stud (kips).
F
bu
= Kuat tarik stud(ksi).
Lc
=  Panjang kanal(inci).
f’c
= Kuat tekan beton(ksi).
tf
= Tebal flen kanal (inci).
Ec
= Modulus Elastis Beton (ksi).
tw
= Tebal badan kanal (inci)
2.3.8 Desain dengan LRFD (Load dan Resistance Factor Design).
Untuk sebuah balok komposit berlaku M
u
<
M
n
dengan
= 0,85. Secara umum,
desain harus dimulai dengan mengasumsikan letak garis netral berada pada slab beton,
dengan demikian luas As yang dibutuhkan untuk penampang baja tersebut adalah : 
@
A
..................................................................  (2.16)
  
34
2.4
Korosi pada Baja Girder
Korosi berasal dari bahasa latin “corrodere” yang artinya perusakan logam atau
berkarat akibat lingkunganya. Korosi adalah suatu reaksi redoks antara logam dengan
berbagai zat yang ada dilingkunganya, sehingga menghasilkan senyawa-senyawa yang
tidak dikehendaki. Peristiwa korosi dapat menggerus permukaan logam dan secara
berlahan logam akan menipis dan menjadi rapuh.
Korosi merupakan salah satu penyebab paling penting dari penurunan (deteriorasi)
kekuatan pada jembatan komposit (baja-beton). Karana korosi, ketahanan jembatan
adalah suatu variabel
yang tergantung terhadap waktu, semakin tua usia jembatan
semakin berkurang kekuatanya. Karena masalah korosi tersebut sehingga diperlukan
kriteria rasional untuk penentuan kekuatan aktual dan sisa pakai jembatan komposit
yang ada.
Penyebab utama dari korosi pada jembatan komposit adalah akumulasi air dan
garam (agen deicing) pada permukaan baja. Air yang telah berakumulasi dengan garam-
garaman ataupun zat-zat asam dapat mengalir melalui dek yang bocor, persendian
jembatan yang rusak dan lain sebagainya. Pada daerah pegunungan yang bersuhu rendah
seringkali terjadi pengembunan pada girder
jembatan disetiap pagi hari, persistiwa
pengembunan dan kelembapan udara juga dapat mengakibatkan korosi. Lokasi korosi
pada girdersebagian besar tergantung pada sumber air, dan laju korosi tergantung pada
kontaminasi pada kelembaban dan suhu lingkungan.
  
35
2.4.1 Perkembangan dan Berbagai Bentuk Korosi
Beragam penelitian mengenai terkait dengan korosi telah dilakukan dari masa-
kemasa. Pada tahun 1936 McKay
dan
Worthington
menuliskan
penelitian mereka
tentang korosi dalam sebuah buku berjudul “CorrosionResistance of Metals”. Pada taun
1923 Alan Pollitt juga telah berhasil mempublikasikan penelitianya tentang korosi. Dan
ahirnya pada tahun 1963 Fontana dan Greene berhasil mempublikasikan buku mereka
dengan judul “Corrosion Engineering”.
Ada berbagai bentuk korosi dan secara umum
diklasifikasikan sesuai dengan
bagaimana korosi menyerang logam. Menurut Fontana dan Greene ada delapan bentuk
korosi yang terjadi pada baja yaitu: (1) korosi homogeny (uniform corrosion), (2) korosi
galvanis (galvanic corrosion), (3) korosi celah (crevice corrosion), (4) korosi sumur
(pitting corrosion), (5) korosi antar butir (intergranular corrosion), (6) korosi selektif
(selective corrosion), (7) korosi erosi
(erotion corrosion), (8) korosi tegangan (stress
corrosion).
Pengaruh korosi pada kinerja struktural komponen jembatan dapat berbeda
tergantung pada jenis korosi yang terjadi. Dalam penulisan ini, hanya korosi seragam
dianggap
terjadi pada girder
jembatan
karena korosi seragam
adalah bentuk paling
umum dari korosi yang pada umumnya didefinisikan sebagai hilangnya bahan
permukaangirder
secara berlahan.
Korosi seragam memberikan dampak kerusakan
paling besar dan paling berbahaya bagi struktur dibandingkan dengan jenis korosi yang
lain. Namun pengaruh dari jenis lain korosi juga dapat dilakukan dengan menggunakan
pendekatan yang sama yang diterapkan pada korosi seragam.Prosedur ini didasarkan
  
36
pada pertimbangan
suatu
komponen melemah
atau berkurangnya kekuatan yang
diakibatkan oleh korosi yang terjadi.
Gambar 2.18Korosi seragam pada permukaan baja girder
2.4.2 Lokasi dan Tingkat Korosi
Berbagai data telah dikumpulkan oleh Kayser
(1998) terkait dengan pengaruh
korosi pada jembatan baja. Dari hasil penelitianya, korosi terjadi dimana air
terakumulasi.Untuk jembatan dengan gelager baja,bagian yang mengalami korosi paling
parah terjadi pada persendian yang mengalami kebocoran, pada permukaan atas flens
bawah dan semperempat bagian bagian web seperti terlihat pada gambar 2.19 dibawah
ini. Korosi yang terjadi pada jembatan komposit sangat dipengaruhi oleh
lingkungan
yaitu akumulasi uap air diudara (kelembapan) dan kadar garam diudara.
Gambar 2.19 Penampang balok girder yang mengalami korosi
  
37
Ada banyak faktor yang dapat mempengaruhi laju korosi pada baja,akan tetapi
data statistik yang tersedia tidak cukup untuk merumuskan model-model analitis. Oleh
karena itu sangat
sulit untuk memperkirakan laju korosi secara akurat, sehingga yang
dapat dilakukan adalah melakukan pendekatan dengan menggunakan rumus-rumus
empiris. Berikut adalah beberapa persamaan mengenai laju korosi yang telah dilakukan
oleh beberapa peneliti:
a.
Persamaan korosi menurut Komp.M.E. 
Dari hasil studi yang telah dilaksanakan oleh Komp.M.E. (1987) didapatkan
bahwa penetrasi korosi dapat diperhitungkan dengan persamaan eksponensial
sebagai berikut :
........................................................................... (2.17)
Dimana :
C
= Penetrasi korosi rata – rata (dalam µm).
t
= Tahun umur elemen struktur baja, sedangkan nilai.
A
dan B
= Koefisien regresi secara numerik dari data eksperimental. 
Parameter A dan B telah diklasifikasikan oleh Albrecht dan Naeemi (1984)
berdasarkan pada lingkungan di mana jembatan berada. Dalam studinya Albrecht
danNaeemi (1984), pengaruh korosi pada berbagai lingkungan diklasifikasikan
sebagai antara lain pedesaan (Rural), perkotaan (Urban), atau daerah tepi laut
(Marine). Rata-rata nilai untukA dan B adalah tercantum dalam Tabel (2.2) untuk
baja karbon (Carbon steel) dan baja terekspose (Weathering steel).  
  
38
Tabel 2.2 Koefisien regresi secara numerik dari data eksperimental
Parameter 
Carbon Steel
Weathering Steel
A
B
A
B
a.
Rural Environment
 
 
 
 
 
Mean Value
34
0.65
33.3
0.489
 
Coefficient of Variation
0.09
0.1
0.34
0.09
 
Coefficient Of Correlation
-
-
-0.05
-
 
 
 
 
 
 
b.
Urban Environment
 
 
 
 
 
Mean Value
80.2
0.593
50.7
0.567
 
Coefficient of Variation
0.42
0.4
0.3
0.37
 
Coefficient Of Correlation
0.68
-
0.19
-
 
 
 
 
 
 
c.
Marine Environment
 
 
 
 
 
Mean Value
70.6
0.789
40.2
0.557
 
Coefficient of Variation
0.66
0.49
0.22
0.1
 
Coefficient Of Correlation
0.31
-
0.45
-
b.
Persamaan korosi menurut Clinton J. Schulz
Penelitian yang dilakukan oleh Clinton J. Schulzmenggunakan sumberdatakorosi
yang berada di kota
CorpusChristi, Texas dan telah dikumpulkan datanya sejak
tahun 1975.  Dari penelitian yang telah dilakukan diambil kesimpulan bahwa
korosi sangat dipengaruhi oleh temperatur (suhu) udara dimana logam berada.
Dari data yang telah dikumpulkan olehnya didapatkan sebuah persamaan
eksponensial untuk menghitung laju korosi sebagai berikut:
)
)
273
(T
7373
267
,
21
(
e
CR
.............................................................. (2.18)
Dimana:
CR
= Corrosion Rate dalam mm/tahun.
T
= Suhu rata-rata udara dilingkungan sekitar dalam drajat celcius.
  
39
c.
Menurut  NACE Corrosion Engineer’s Reference Book
NACE (The National Association of Corrosion Engineers) adalah organisasi
profesional untuk industri pengendalian korosi yang didirikan pada tahun 1943.
Pada Januari 2012, ada lebih dari 28.300 anggota NACE di lebih dari 100 negara.
NACE International terlibat dalam setiap industri dan bidang pencegahan korosi
dan kontroldari pengolahan kimia dan sistem air, untuk transportasi dan
perlindungan infrastruktur. Fokus utama dari kegiatan NACE mencakup
perlindungan katodik, pelapis untuk industri dan pemilihan material untuk
ketahanan kimia yang spesifik.
Menurut buku panduan yang dikeluarkan oleh NACE International laju korosi
akibat pengaruh atsmosfer atau udara sekitar adalah sebagai berikut:
Tabel 2.3Atmospheric Corrosion Rate menurut NACE International (µm/Tahun)
Corrosion Class
Steel
Weathering Steel
ST
LT
ST
LT
Very low
< 0,5
< 0,1
< 0,1 
< 0,1
Low
0,5 - 2
0,1 - 1,5
0,1 - 2
0,1 - 1
Medium
2 - 10
1,5 - 6
2 - 8
1 - 4
High
10 - 35
6 - 20
8 - 15
4 - 10
Very high
> 35
> 20
> 15
> 10
Keterangan: 
ST : Corrosion Rate
rata-rata selama 10 tahun pertama terekspose dalam
udara luar.
LT :Kondisi tetap corrosion rete dalam jangka panjang .
  
40
2.4.3 Efek Destruktif Korosi
Potensi kerusakan struktur akibat korosi adalah suatu pertimbangan penting dalam
desain jembatan komposit baja-girder. Efek dari korosi dapat bervariasi dari masalah-
masalah ringan seperti perawatan nonstruktural dan kegagalan lokal atau bahkan yang
paling membahayakan yaitu keruntuhan secara keseluruhan. Efek yang paling umum
dari korosi adalah hilang atau berkurangnya suatu material dari logam. Pengurangan
suatu material logam dapat berupa pengurangan seragam yaitu ketika korosi
mempengaruhi area besar komponen jembatan, atau pengurangan lokal dalam bentuk
lubang. Demikian juga, kehilangan bagian dari beberapa komponen yang mungkin
memiliki sedikit atau bahkan tidak berpengaruh pada kapasitas keseluruhan jembatan,
sedangkan kerusakan dari komponen lain dapat memiliki efek yang cukup signifikan.
Oleh karena itu, sangat penting untuk membuat perbedaan antara korosi lokal, terkait
dengan perilaku suatu bagian kecil dari struktur, dan kerusakan komponen yang
mempengaruhi kinerja struktur jembatan secara keseluruhan.
Lepasnya partikel-partikel dari baja mengakibatkan luas penampang netto dari
girder berkurang sehingga kemampuan girder dalam menahan beban yang bekerja pada
jembatan juga menjadi berkurang. Effek dari korosi juga mengakibatkan ketahanan
lelah, tekuk dan fraktur menjadi berkurang sehingga struktur akan runtuh sebelum
waktunya. Secara umum,
pengurangan kekuatan dari baja girder
disebabkan karena
hilangnya suatu bagian
yang mengakibatkanpenurunan terhadap
parameter geometris
girderseperti momen inersia dan jari-jari girasi.
Jenis korosi yang sering terjadi pada struktur jembatan adalah korosi teganga
(stress Corrosion) yang disebabkan oleh terjadinya simultan dari tegangan tarik dan
  
41
lingkungan yang korosif. Tegangan tarik dapat disebabkan oleh beban yang bekerja pada
jembatan, tegangan sisa dari proses manufaktur, tegangan termal, tegangan yang
dihasilkan oleh penumpukan produk korosi, atau kombinasi dari pengaruh-pengaruh
tersebut. Pengelasan pada sambungan baja juga menhasilkan tegangan sisa yang
signifikan yang dapat mengakibatkan korosi, namun seringkali diremehkan. Korosi
tegangan menyebabkan diskontinuitas dalam logam bertindak sebagai pengumpulan
tegangan, yang dapat menyebabkan keretakan tunggal atau keretakan bercabang.
Walaupun korosi tegangan memberikan dampak yang cukup signifikan namun dalam
penulisan kali ini hanya akan difokuskan pada korosi seragam saja.
2.5
Parameter Dinamis
Penilaian kondisi jembatan dengan menggunakan frekuensi alami aktual
dimaksudkan untuk penyedehanaan analisis. Analisis yang dimaksud berupa perhitungan
ulang dari frekuensi alami (f
awal
) berdasarkan dimensi dari balok/gelagar jembatan.
Parameter penilaian dinamis adalah sebagai berikut:
a.
Frekuensi alami pertama (fundamental) terukur (f
awal
) yang berasal dari rekaman
getaran bebas.
b.
Kekakuan lentur (EI
aktual
).
c.
Redaman kritis (h
aktual
).
Penurunan frekuensi alami aktual (f
aktual
) terhadap nilai frekuensi alami awal (f
awal
)
menunjukkan penurunan dari keutuhan struktural.
Parameter kekakuan lentur (EI) langsung terkait dengan frekuensi alami aktual.
Penurunan kekakuan lentur aktual (EI
aktual
) terhadap kekakuan lentur awal
(EI
awal
)
  
42
menunjukkan penurunan kapasitas daya pikul. Peningkatan redaman kritis aktual (h
aktual
)
terhadap redaman kritis awal
(h
awal
) dari beton utuh menunjukkan tingkat kerusakan
retakan.
2.5.1 Frekuensi Alamiah (Natural Frequency)
Ada dua tipe umum dari getaran (vibrations) yaitu free vibration
dan forced
vibration. Free vibration
terjadi saat sebuah struktur berosilasi karena faktor-faktor
internal struktur tanpa ada pengaruh gaya-gaya luar yang bekerja pada struktur.
Sebaliknya forced vibration terjadi saat gaya-gaya eksternal terjadi pada struktur seperti
gempa, angin, getaran mesin kendaraan dan lain sebagainya.
Ketika gaya luar terjadi pada struktur maka struktur akan dipaksa untuk berosilasi
mengikuti getaran yang diberikan. Apabila frekuensi dari gaya external bergetar dengan
besaran frekuensi yang sama dengan besaran frekuensi alamiah struktur, maka struktur
tersebut akan mengalami resonansi yang menghasilkan osilasi yang besar dan berbahaya
bagi struktur. Peristiwa resonansi dapat mengakibatkan struktur mengalami kegagalan
(keruntuhan) seperti yang terjadi pada Tacoma Narrows Bridge (1940).
Dalam kondisi free vibration,
struktur akan bergetar sesuai dengan frekuensi
alamiah dari struktur itu sendiri dimana getaran tersebut dipengaruhi oleh besaran
properti dinamis internal struktur. Frekuensi alamiah struktur adalah getaran yang terjadi
pada suatu struktur ketika struktur tersebut tidak menerima gaya-gaya luar. Frekuensi
alami struktur dipengaruhi oleh besaran properti internal struktur, yaitu kekakuan dan
massa struktur. 
  
43
Nilai dari frekuensi alami suatu struktur akan tetap kecuali apabila struktur
tersebut mengalami perubahan pada kekakuan dan masa struktur. Kerusakan yang terjadi
pada struktur akan menyebabkan degradasi pada kekakuannya. Hal ini akan
mempengaruhi secara langsung pada nilai frekuensi alaminya. Dengan demikian
frekuensi alami merupakan indikator yang baik terhadap kerusakan yang dialami oleh
suatu sistem struktur.
Suatu struktur sederhana seperti balok kantilever atau balok diatas dua tumpuan
sebenarnya mempunyai infinite
DOF (derajat kebebasan yang tak hingga). Struktur
tersebut  dapat disederhanakan menjadi suatu sistim SDOF (Single Degree of Freedom)
dengan menggunakan Shape function (fungsi bentuk). Fungsi bentuk merupakan bentuk
deformasi dari suatu struktur yang bergetar, sehingga jika nilai suatu deformasi disuatu
lokasi tertentu diketahui, maka dengan menggunakan fungsi bentuk tersebut dapat dicari
nilai deformasi disetiap lokasi pada struktur. Dengan kata lain cukup 1 nilai deformasi
yang harus dicari, penyederhanaan tersebut dikenal dengan istilah generalized SDOF.
Nilai masa m, kekakuan k, redaman
c dan gaya luar p yang didapat dengan
memasukan fungsi bentuk disebut:
-
Generalized Massa
m*
-
Generalized Spring Constant
k*
-
Generalized Damping Coefficient
c*
-
Generalized Force
p*
Ada 2 cara untuk memodelkan stuktur MDOF menjadi SDOF dengan SSDOF yaitu
Model Kontinue / Distributed danModel tergumpal / diskritnamun dalam penelitian kali
  
44
ini untuk perhitungan manual akan digunakan Model Kontinue yang akan dijelaskan
seperti berikut. 
a.
Menentukan Shape Function
Fungsi bentuk/shape function yang dipilih harus memenuhi syarat batas, untuk kasus
balok pada dua tumpuan ada banyak sekali kemungkinan bentuk deformasi akibat
gaya dinamik dan sebagainya. Tetapi untuk GSDOF diambil bentuk deformasi yang
paling “dasar” atau fundamental.
Gambar 2.20 Contoh bentuk deformasi dari struktur balok dengan 2 tumpuan
Dalam analisa GDOF, diasumsikan bahwa deformasi dasar dari setuktur mengikuti
deformasi pada gambar 2.20.a. Shape Function
sendiri ditentukan sebagai suatu
pendekatan sehingga hasil analisa juga merupakan suatu hasil pendekatan. Misalkan
lendutan u di c = z, maka:
z
x).
x)
u(
(
sehingga syarat  batas yang harus dipenuhi
adalah sebagai berikut:
0
)
0
(x
u
?›
0
)
0
(
z
L
x
u
2
?›
1
2
L
0
)
(x
L
u
?›
0
)
(L
Dari ketentuan-ketentuan diatas salah satu rumus fungsi bentuk yang memenuhi
syarat batas yang ditentukan diatas adalah sebagai berikut:
  
45
L
x
x)
sin
(
?›
L
x
L²
x)
sin
(
"
2
.................................  (2.19)
b. Menurunkan Rumus Frekuensi Alamiah
Dari shape functiondiatas maka didapatkan generalized mass (massa tergeneralisasi)
adalah sebagai berikut
ì
ì
...................... (2.20)
Dengan menggunakam double differential
dari  shape functionmaka  generalized
stiffness (kekakuan tergeneralisasi) adalah sebagai berikut:
±
±
F
G
..............................................................................  (2.21)
Dengan menggunakan generalized massdan generalized stiffness yang telah didapat
dari persamaan sebelumnya maka natural circular frequency adalah sebagai berikut:
§
§
.............................................................. (2.22)
Dengan memasukan persamaan dari natural circular frequencymaka didapatkan
persamaan natural period adalah sebagai berikut:
§
§
....................................................... (2.23)
Karena frekuensi alamiah adalah
maka, persamaan frekuensi alamiah untuk
struktur jembatan adalah sebagai berikut:
  
46
F
§
§
................................................... (2.24)
Dimana :
F
= Frekuensi alami teoritis (untuk moda pertama) [Hertz]
L
= Panjang bentang jembatan [m]
EI
= Kekakuan lentur dinamis [Kn.m²]
m
= Massa jembatan [kN.det²/m]
2.5.2 Analisa Kerusakan Struktur
Frekuensi alamiah jembatan berkaitan erat dengan kondisi kerusakan struktural.
Nilai kerusakan struktural relatif adalah sebagai berikut :
k
-
o
..................................................... (2.25)
Dimana:
D
relatif
= Nilai kerusakan struktural relative.
f
aktual
= Frekuensi alami aktual.
f
awal
= Frekuensi alami awal saat desain.
E
dinamis
diperoleh dari rumus berikut :
k
o
................................................ (2.26)
Analisis moda pertama atau analisa yang sederhana dapat dilakukan dengan rumus
(2), sedangkan analisis moda lebih tinggi dan kompelks dapat dilakukan dengan bantuan
program struktur analisis seperti Midas-Civil, SAB90, dan lain sebagainya.
  
47
Pada analisis noda lebih tinggi akan terlihat perbedaan perubahan bentuk untuk
jembatan lurus dan jembatan miring (skew) seperti pada gambar 2.5. Jembatan lurus
mempunyai perubahan bentuk lentur yang terpisah dari punter sedangkan jembatan
miring (skew) mempunyai kombinasi antara lentur dan puntir.
Gambar 2.21Jembatan (a) lurus, Jembatan (b) miring (skew).
Nilai penurunan kapasitas (D
kap
) dari bangunan atas adalah sebagai berikut :
:
;
-
:
;
:
;
............................................... (2.27)
Dimana :
D
kap
= Nilai penurunan kapasitas
EI
awal
= Kekakuan lentur awal saat desain [kN/m²]
EI
aktual
= Kekakuan lentur aktual [kN/m²]
2.5.3 Evaluasi hasil Analisis
Penilaian kondisi bangunan atas jembatan berdasarkan kriteria yang diturunkan
dari hasil penelitian seperti terlihat pada tabel 2.4. Hasil pengamatan visual juga harus
diperhitungkan dalam penilaian kondisi bangunan atas jembatan.
  
48
Luas retakan dari pengamatan visual merupakan keterangan objektif dalam
evaluasi rasio redaman. Kondisi retakan dapat diklasifikasi sebagai kondisi baik, cukup,
buruk sesuai dengan pengamatan retak rambut, retak setempat, retak menyeluruh.
Tabel 2.4Penilaian Kondisi Bangunan Atas Jembatan
Nilai
Kondisi
Jenis Kerusakan
Nilai Kerusakan
Relatif
Nilai Penurunan
Kapasitas
Drel
Dcap
Baik
Utuh
0% - 5%
0% - 10%
Cukup
Rusak Ringan (Non Struktural)
6% - 10%
11% - 20%
Sedang
Rusak Ringan (Struktural)
11% - 17%
21% - 34%
Buruk
Rusak Berat (Struktural)
18% - 20%
35% - 40%
Catatan :
-
Nilai dalam tabel 2.2 berlaku untuk bahan bangunan atas yang sejenis, untuk
penilaian bangunan atas komposit perlu diperhitungkan penampang sisa.
-
Penilaian objektif dibantu oleh pemeriksaan visual
  
49
2.6
MIDAS Civil
Analisa dinamis yang digunakan dalam MIDAS-Civil menggunakan Eigenvalue
Analysis Control. Analisis inimenghasilkan parameter sifat dinamis dari struktur dengan
menyelesaikan persamaan karakteristik
yang
terdiri dari matriks massa dan matriks
kekakuan struktur. Paremeter sifat dinamis yang dihasilkan dari kalkulasi menggunakan
Eigenvalue Analysis Controladalah sebagai berikut:
a.
Natula mode (atau mode shape), parameter ini terkait dengan getaran bebas yang
terjadi pada system tanpa redaman. Urutan mode menunjuk pada tingkan dimana
energy yang diberikan mampu merusak struktur.
b.
Natural Period
(atau frekuensi natural) adalah waktu yang dibutuhkan suatu
struktur untuk bergetar secara bebas dalam siklus alami yang sesuai pada satu mode
penuh.
c.
Modal participation factor adalah Rasio pengaruh mode khusus terhadapmode total.
Berikut adalah prosedur yang digunakan oleh MIDAS-Civil dalam  menganalisa
dengan menggunakan Eigenvalue Analysis Control, yaitu sebagai berikut:
a.
Beratdiridari unsur-unsurdalam strukturdiubah menjadimassa pada menu Structure
Type. Massa,yang tidak termasukdalam model,dapat dimasukkandengan
menggunakan
menu“Loads to Massesuntuk mengkonversi beban
kemassaataudengan langsungmenetapkanNodal Masses. Massa totaldapat
diperiksapada tabel“Mass Summary.Masukkan datamassadari
modelmenggunakanberbagaifungsi
yang ada dalam menu  “Model > Masses
menu”.
  
50
b.
Mengaktifkan menu “Analysis > Eigenvalue Analysis Control” , dantentukan
semuadata yang dibutuhkanuntukmelakukan analisisdari eigenvaluetermasuk
jumlahmode.
c.
Kemudian  aktifkan “Perform Analysis untuk memulai proses analisa data.
d.
Setelah analisis struktur berhasil diselesaikan, gunakan menu“Results > Result
Tables > Vibration Mode Shapeatau
menu“Results > Vibration Mode Shapes
untuk meninjau hasil dari analisa yang telah dilaksanakan.
Gambar 2.22Eigenvalue Analysis Control dialog box
Gambar 2.21diatas adalah tampilan dari Eigenvalue Analysis Control dialog
boxdimana didalamnya terdapat dua jenis analisa yang dapat dipilih untuk analisa
dinamis struktur. Lebih lanjut mengenai dua jenis analisa tersebut akan dijelaskan pada
sub-bab berikutnya.
2.6.1 Eigen Vectors
Ada dua jenis tipe analisa menggunakan eigen vektors yaitu subspace iteration dan
lanczos. Subspace iterationdigunakan bila langkahIterasiperhitunganmatriksdigunakan
untuk melakukaneigenvalue analysis. Metode iniefektif digunakansaat
  
51
melakukaneigenvalue analysisuntuk sistemelemen hinggaskalabesar (sistem matriks
besar)dan metode ini umum digunakandi kalanganinsinyur. Sedangkan lanczos
digunakan bila matrikstridiagonaldigunakan untuk melakukananalisiseigenvalue.
Metode iniefektif digunakansaat melakukananalisiseigenvalue untuk modeyang lebih
rendah.
Dalam eigenvalue analysisparameter-parameter yang harus dimasukkan adalah
sebagai berikut:
a.
Number ofFrequencies
Number of frequencies merupakan masukan dari jumlah frekuensi yang ingin
dianalisa oleh user, Jika Jumlah Frekuensi yang dimasukkan melebihi jumlah getaran
dari mode shape
maksimum yang dapat ditahan oleh struktur maka secara otomatis
program akan melakukan analisis dengan jumlah maksimum getaran mode shape.
Jumlah frekuensi yang sesuai dapat diperiksa oleh jumlah faktor partisipasi modal
(atau rasio akumulasi partisipasimassa). Rasio partisipasi massa merupakan rasio dari
jumlah massa efektif yang sesuai dengan modemassa total. Secara umum, mode yang
paling berpengaruh dianggap telah dicerminkan jika jumlah faktor partisipasi massa
di atas 90%. Jika jumlah dari faktor partisipasi massa kurang dari tingkat yang
diperlukan, pengguna harus meningkatkan jumlah mode.
b.
Frequency range of interest
Frequency range of interest adalah tetapan dari nilai frekuensi yang ingin digunakan
oleh user. Perhitungan dimulai dari set frekuensi rendah, dan frekuensi dihitung
dalam kisaran yang ditetapkan. Jika frekuensi alami yang dihitung ternyata lebih
besar dari nilai frekuensi maksimum yang dimasukkan oleh user, maka tidak ada
  
52
tambahan frekuensi yang dihitung. Hanya nilai-nilai yang lebih kecil dari frekuensi
maksimum yang di input yang akan digunakan dalam analisis berikutnya.
Gambar 2.23 Jendela dari eigenvalue analysis menggunakan metode eigen vectors
c.
Eigenvalue ControlParameters
Kontrol dari parameter
eigenvalue
mencangkup jumlah maksimum iterasi, ukuran
ruang bagian dan toleransi konvergensi.Parameter-parameter ini diperlukan ketika
metode Iterasi Subruang digunakan untuk analisiseigenvalue.Metode Iterasi Subruang
digunakan untuk analisis dalam MIDAS-civil
hinggaiterasi berlanjut sampai
frekuensi relatif
yang nilainya dihitung tidak melebihi toleransi konvergensi
yang
umumnya nilainya sebesar 1x10
-10
.
Persamaan untuk frekuensi relative adalah
sebagai berikut:




.................................................. (2.28)
Dimana :
f
n
= Frekuensi relatif pada iterasi ke n
f
n+1
= Frekuensi relatif pada iterasi ke n+1 
Jika frekuensi alami relatif tidak berada dalam toleransi konvergensi setelah jumlah
maksimum iterasi habis,
maka tidak akan dilakukan
perhitungan tambahan yang
  
53
dilakukan, dan frekuensi alami yang dihitung sebelumnya digunakan untuk analisa
selanjutnya.
Eigenvalue analysis danBuckling Analysistidak mungkin dilakukan secara bersamaan,
analisa menggunakan Eigenvalue harus dilakukan sebelum analisa-analisa dinamis
seperti Buckling Analysis,Time history analysis
atauResponse spectrum analysis
dilakukan. Hal ini karena dalam analisa-analisa tersebut
diperlukan parameter-
parameter tertentu seperti natural period yang dihasilkan oleh analisa eigenvalue.
d.
Sturm Sequence Check
Strum sequence check hanya ada padaanalisa eigenvalue dengan menggunakan
metode Lanczos
dan berfungsi untuk mendeteksi setiap eigenvalueyang tidak
teranalisa (terlewati). Strum sequence check dapat digunakan untuk mendapatkan
semua nilai eigen dari modus yang lebih rendah tanpa ada modeyang hilang atau
terlewati.
Gambar 2.24 Jendela dari eigenvalue analysis menggunakan metode Lanczos
2.6.2 Ritz Vectors
Berbeda dengan natural eigenvalue modes, analisa pembebanan yang
menggunakan ritz vector
menghasilkan hasilanalisis dinamis yang lebih handal
walaupun dengan menggunakan mode relatif lebih sedikit. Nilai yang dihasilkan olehritz
vector lebih mencerminkan distribusi spasial atau karakteristik pembebanan dinamis.
  
54
Dalam analisa menggunakan Ritz Vector
parameter-parameter yang harus
dimasukkan adalah sebagai merikut:
a.
Starting Load Vectors
Starting Load Vectors digunakan
untuk menentukan jenispembebanan
yang
diinginkan, yang akan digunakan untuk menghasilkan vektor awaldalam perhitungan
Ritz Vectors.  Jenis pembebanan yang dimaksud dapat berupa beban statis atau gaya
inersia dalam setiap arah. Langkah awal adalah dengan memasukan jumlah load case
yang diinginkan untuk menghasilkan Ritz Vektor. Load case yang dimaksud dapat
berupa beban statis ataupun ground acceleration load(beban percepatan tanah).
b.
Include GL-Link Force Vectors
Include GL-Link Force Vectors
digunakan untuk mengaktifkan beban yang
menyebabkan deformasi elemen link umum (General Link) sehingga secara otomatis
dimasukkan untuk menghitung vektor beban awal. Hal ini dimaksudkan untuk
memastikan bahwa mode yang berhubungan dengan deformasi pada elemen general
link dalam setiap analisis menggunakan elemen general link.
Ada dua parameter  yang harus diinput bila ingin menggunakan Include GL-Link
Force Vectors, yaitu:
Number of GL-Link Force Vectors, program secara otomatis memeriksa dan
menghasilkan jumlah dari starting load vectors yang dihasilkan oleh general link
elements yang diinput.
Number of Generations for Each GL-link Force, masukan jumlah dari Ritz
Vectorsuntuk digunakan dalam setiap GL-link load.
c.
Total Number of Ritz Vectors
  
55
Total Number of Ritz Vectors digunakan untuk menentukan jumlah dari Rizt Vektor
yang ingin digunakan dalam analisa. Bila terjadi kasus dimana jumlah rizt vector
yang dimasukkan oleh user  untuk satu load case tidak dapat dihitung, maka mode
yang kurang dihitung berdasarkan pada load case
lain yang dipilih dalam urutan
sekuensial.Ketika jumlah Vektor Ritz yang dihitung masih kurang dari jumlah mode
yang ditentukan oleh pengguna bahkan setelah melakukan adopsi dari load case lain,
maka hanya modus yang dapat dihitung
yang digunakan untuk melakukan analisis
dinamis berikutnya.
Gambar 2.25Eigenvalue Analysis Control dialog box
  
56
Contents
  
57
  
58
  
59