6
BAB 2
TINJAUAN KEPUSTAKAAN
2.1
Gambaran Umum Obyek Penelitian
Obyek
pada
penelitian ini
adalah
beton
dengan
tambahan
bahan
EPS
(Expanded
Polystyrene)
sebagai bahan subtitusi parsial agregat
halus. Mulai dari
komposisi beton,
persentase subtitusi,
sampai
kepada
kuat
tekan
beton
yang
dihasilkan
dan
dibandingkan
dengan
nilai
kuat
tekan
beton
konvensional
tanpa
bahan tambahan pada umur pemeliharaan telah mencapai 28 hari. Pada penelitian
kali ini nilai kuat tekan beton (fc
)
yang direncanakan adalah sebesar 25 MPa.
2.2
Beton
Beton
merupakan material konstruksi
yang paling banyak digunakan saat
ini,
baik
itu
dalam konstruksi
bangunan,
jalan, bendungan,
dan
lain-lain.
Beton
terbentuk
dari
percampuran
antara
agregat kasar,
agregat
halus,
semen,
dan
air.
Fungsi
utama
beton
adalah
sebagai
penahan beban
yang
bekerja
di
atasnya,
sehingga
dalam
perancangan beton
harus
terlebih
dahulu
dihitung
besar
beban
yang akan bekerja nantinya serta kualitas dari bahan pembentuk beton itu sendiri.
Mutu kuat tekan beton pada umumnya dilambangkan dengan K atau f
c
.
K
atau f
c
adalah kekuatan tekan, dimana dari sejumlah besar hasil-hasil pemeriksaan benda
uji, kemungkinan adanya kekuatan tekan yang kurang dari itu terbatas sampai 5%
saja.
Yang
membedakan adalah
bentuk
benda
uji.
Untuk
K,
benda
uji
yang
digunakan
adalah
kubus,
sedangkan
f’
c
menggunakan benda
uji
silinder.
Berdasarkan SNI – 2847 – 2002 pasal 7.1 dan 23.2, nilai f
c
beton yang digunakan
  
7
dalam bangunan tidak boleh kurang dari 17,5 MPa, sedangkan untuk beton yang
menanggung beban
gempa mutunya tidak boleh kurang dari 20 MPa. Selain
itu
dalam perencanaan beton ringan, mutu beton tidak boleh melebihi 30 MPa.
2.2.1
Semen
Merupakan
bahan  yang 
mempunyai
sifat 
mengikat.
Setelah
dicampur
dengan
air
maka
semen
akan
menjadi pasta
yang
mengikat
agregat
dan
menjadi beton.
Oleh
karena
itu
kualitas semen
akan
mempengaruhi juga kualitas beton yang akan dibuat.
Gambar 2.1
Semen Portland tipe I
Menurut SNI 03-2834-2000, berdasarkan fungsinya, secara umum semen
Portland dibagi menjadi 5 jenis, yaitu:
1.   Semen Portland
tipe
I
adalah semen Portland
yang
umum digunakan
tanpa persyaratan khusus.
2. Semen
Portland
tipe
II
adalah
semen
Portland
yang
dalam
penggunaannya memerlukan
ketahanan
terhadap
sulfat
dan
panas
hidrasi sedang.
3. Semen
Portland
tipe
III
adalah
semen
Portland
yang
dalam
penggunaannya memerlukan kekuatan awal yang tinggi.
  
8
4.   Semen
Portland
tipe
IV
adalah
semen
Portland
yang
dalam
penggunaannya memerlukan panas hidrasi yang rendah.
5.   Semen
Portland
tipe
V
adalah
semen
Portland
yang
dalam
penggunaannya memerlukan ketahanan yang tinggi terhadap sulfat.
2.2.2
Agregat
Agregat
merupakan bahan penyusun
beton
yang paling
menentukan
kekuatan
dari  beton
itu  sendiri.
Agregat  dibagi
menjadi
2  jenis,
yaitu
agregat  halus  (pasir)  dan  agregat  kasar  (batu  kerikil).  Agregat  yang
termasuk ke dalam
golongan agregat
halus adalah agregat
yang
memiliki
ukuran butiran maksimal 4,75
mm. Sedangkan agregat
yang termasuk ke
dalam  golongan  agregat  kasar  adalah  agregat  yang  memiliki  ukuran
buturan
antara 5
40
mm. Dalam perancangan
beton,
ukuran
maksimal
agregat kasar menentukan komposisi
campuran. Ukuran
maksimal agregat
kasar dibagi menjadi 3 golongan yang dapat diketahui mAelalui uji gradasi.
Tabel 2.1   Analisa Saringan Agregat Kasar
(Sumber : SNI 03-2834-2000)
Ukuran saringan
(mm)
 
Persentase Lolos (%) 
 
Gradasi Agregat 
40 mm
20 mm
10 mm
76
100
38
95 – 100
100
19
35 – 70
95 – 100
100
9,6
10 – 40
30 – 60
50 – 85
4,8
0 – 5
0 – 10
0 – 10
  
9
Selain itu pun ada beberapa persyaratan yang harus dipenuhi agregat
yang akan digunakan dalam campuran beton, yaitu:
1.
Agregat
yang
akan
digunakan tidak
boleh
mengandung
banyak
zat
organik. Zat organik yang terdapat di dalam agregat biasanya berasal
dari
proses    penghancuran  
zat-zat  
tumbuhan,  
terutama  
yang
mengandung asam tanin
yang berbentuk
humus dan
lumpur organik.
Zat
organik
ini
biasanya
terdapat
pada
agregat
halus
yang
diambil
dari
sungai, agregat ini
dibawa oleh
air
pada
saat
sungai
banjir.
Pengaruh
zat
organik
pada
beton
dapat
menurunkan mutu
beton
tersebut, oleh karena itu zat organik yang terdapat pada agregat halus
harus
dihilangkan
sebelum
dipergunakan untuk
campuran
beton,
karena
zat
organik
tersebut
akan
memperlambat dan
menghalangi
proses hidrasi semen.
2.
Kadar lumpur pada agregat kasar tidak boleh lebih besar daripada 1%,
karena lumpur dapat
mengurangi daya
ikat
antar permukaan agregat
yang
menyebabkan turunnya
kekuatan
beton.
Apabila
dari
hasil
percobaan
didapatkan nilai
kadar
lumpur
lebih
besar
daripada
1%,
maka
agregat
kasar
tersebut harus
dicuci
terlebih dahulu
sebelum
dipakai dalam campuran beton.
Gambar 2.2
Agregat Halus
Gambar 2.3
Agregat Kasar
  
10
Selain
syarat
di
atas,
ada
beberapa
properti
agregat
yang
menentukan besarnya komposisi agregat dalam campuran beton, yaitu:
1.  Berat isi agregat
Berat
isi
agregat
adalah
nilai
banding antara
berat
dengan
volume
agregat dalam keadaan kering. Di dalam perancangan campuran adukan
beton,
untuk
menentukan volume
padat
bagian
yang
terpilih
perlu
diketahui ruangan-ruangan yang
dipakai oleh
partikel agregat,
terlepas
dari ada atau tidaknya pori dalam partikel. Nilai yang digunakan untuk
tujuan
tersebut adalah berat isi keadaan jenuh kering muka (saturated
and
surface
dry
condition).
Berat
isi
suatu
agregat
dipengaruhi oleh
jumlah air
yang ada.
Untuk
itu
dalam
menentukan
campuran
adukan
beton di pakai nilai rata-rata hasil pemeriksaan yang dilakukan.
Rumus yang digunakan dalam perhitungan berat isi agregat adalah:
Berat isi agregat kasar =
W
3   
..............................................................(2.1)
V
Dimana :
V      = Volume wadah (dm³
)
W3    
=
Berat contoh agregat kasar (kg)
2.  Kadar air agregat
Kadar
air
ini
didefinisikan sebagai
nilai
banding
antara
berat
butir
agregat
dengan
berat
air.
Menentukan kadar
air
agregat
dengan cara
pengeringan. Kadar
nilai agregat adalah nilai
banding
antara berat air
yang terkandung dalam agregat dengan agregat dalam keadaan kering.
  
11
Nilai 
kadar 
air 
ini 
digunakan 
untuk 
koreksi 
takaran 
air 
dalam
perancangan adukan beton disesuaikan dengan kondisi di lapangan.
Rumus yang digunakan dalam perhitungan kadar air agregat adalah:
Kadar air agregat =
W
1
-
W
×100 %
W
1
.................................................(2.2)
Dimana:
W1   = berat agregat (gram)
W2   = berat kering agregat (gram)
3.  Berat jenis dan penyerapan agregat
Dalam perencanaan beton
yang terutama digunakan adalah berat
jenis
pada
keadaan jenuh
kering
muka
(saturated
and
surface
dry
condition)/jenuh
kering
permukaan. Berat
jenis
pada
keadaan
jenuh
kering muka (saturated and surface dry condition) adalah perbandingan
antara
berat
pada keadaan jenuh kering
muka dengan
berat
air
murni
pada
volume
yang
sama pada
suhu
tertentu. Volume disini
termasuk
pori-pori yang
tidak tembus air, sedangkan pori-pori kapiler diisi oleh
air atau jenuh. Berat jenis dalam keadaan kering sama seperti berat jenis
pada
saturated
and
surface
dry
condition,
tetapi
dalam pengukuran
volume
termasuk
volume
seluruh
pori-pori yang
ada.
Berat
jenis
permukaan berbeda satu sama lain, tergantung daru jenis batuan, susuan
mineral, struktur butiran, dan porositas batuan.
Rumus yang digunakan dalam perhitungan berat
jenis dan
penyerapan
agregat halus adalah:
  
12
Berat jenis kering =
B
2
B
3
+
250 - B
1
..................................................(2.3)
Berat jenis jenuh kering permukaan (SSD) =
250
B
3
+
250 - B
1
..........(2.4)
Penyerapan =
250 - B
×100 % ......................................................(2.5)
B
2
Dimana:
B1
= berat agregat kondisi kering (gram)
B2
= berat agregat kondisi jenuh kering permukaan (gram)
B3
= berat benda uji kering permukaan jenuh di dalam air (gram)
Sedangkan untuk agregat kasar digunakan rumus sebagai berikut :
Berat jenis kering =
B
k
B
- W
(W
1
-
W
2
)
................................................(2.3)
Berat jenis jenuh kering permukaan (SSD) =
B
j
B
- W
(
1
-
W
2
)
.........(2.4)
Penyerapan =
B
-
B
B
k
×100 % ........................................................(2.5)
Dimana:
B
k
= berat agregat kondisi kering (gram)
B
j
= berat agregat kondisi jenuh kering permukaan (gram)
W1
= berat bejama, air, dan agregat kasar (gram)
W2
= Berat bejana dan air (gram)
  
13
2.2.3
Air
Air
dibutuhkan
dalam campuran
beton
karena
air berfungsi
untuk
melarutkan semen
menjadi pasta semen
yang kemudian
mengikat agregat
halus dengan agregat kasar sehingga menjadi satu kesatuan dan dapat
bekerja bersama-sama menahan beban yang bekerja nantinya. Selain itu air
juga
berfungsi
untuk
meningkatkan workability beton sehingga beton
mudah diaduk dan dapat dicetak sesuai dengan bentuk yang diinginkan.
Yang  terpenting  dalam  menentukan  jumlah  air  yang  harus  digunakan
dalam adukan
beton adalah
perbandingan
jumlah
air
dengan
semen atau
yang biasa disebut dengan FAS (Faktor Air Semen). Jumlah air tidak boleh
terlalu banyak atau sedikit. Jumlah air
yang
terlalu banyak dalam adukan
beton akan menyebabkan banyak gelembung udara yang terbentuk pada
saat hidrasi beton dan beton akan beresiko besar mengalami bleeding yang
menyebabkan berkurangnya kekuatan beton itu sendiri. Sebaliknya jika air
yang digunakan terlalu sedikit, maka akan menyebabkan rendahnya
workability serta proses hidrasi beton tidak akan tercapai sepenuhnya.
Pada saat pengadukan air tidak boleh sembarangan ditambahkan ke
dalam adukan. Penambahan air
harus
disesuaikan
dengan kebutuhan
dan
kemudahan
kerja
serta
kekuatan
beton
yang
diinginkan.
Banyaknya
air
yang  harus  ditambahkan  ke  dalam  sebuah  adukan  beton  dapat  dicari
melalui perhitungan mix design. Sesuai dengan persyaratan SNI 03-2834-
2000, air
yang dapat digunakan dalam proses pencampuran beton adalah
sebagai berikut:
  
14
a.   air
yang digunakan pada campuran beton
harus bersih dan bebas dari
bahan-bahan yang merusak yang mengandung oli, asam, alkali, garam,
bahan organik, atau bahan-bahan
lainnya
yang
merugikan
terhadap
beton atau tulangan.
b.   air pencampur
yang digunakan pada beton prategang atau pada beton
yang di dalamnya tertanam logam aluminium, termasuk air bebas yang
terkandung dalam agregat, tidak boleh mengandung ion klorida dalam
jumlah yang membahayakan.
c.   air  yang  tidak  dapat  diminum  tidak  boleh  digunakan  pada  beton,
kecuali ketentuan berikut terpenuhi:
a.
pemilihan  proporsi  campuran  beton  harus
didasarkan  pada
campuran beton yang menggunakan air dari sumber yang sama
b.   hasil
pengujian
pada
umur
7
dan 28
hari
pada
kubus
uji
mortar
yang  dibuat  dari  adukan  dengan  air  yang  tidak  dapat  diminum
harus mempunyai kekuatan sekurang-kurangnya sama dengan 90%
dari 
kekuatan  benda 
uji  yang 
dibuat 
dengan 
air 
yang 
dapat
diminum.
2.3
EPS (Expanded Polystyrene)
EPS dapat
disebut
juga
sebagai
agregat ringan. EPS terbuat dari bahan
mentah  styrene (C
6
H
5
CH
9
CH2)  yang  tersusun  dari  gugus  phenyl secara  tidak
teratur serta dapat
mengembang. Ketika material polystyrene
mentah dipanaskan,
maka polystyrene akan mengembang dan mengandung 98% udara.
  
15
Sebelum EPS
digunakan,
sebaiknya
EPS
didiamkan
di
udara
terbuka
selama 4 jam untuk dapat mengembang secara sempurna. Butiran EPS merupakan
material tidak elastis sehingga dapat menahan tekanan yang terjadi ketika beton
sedang diaduk dan dikompak.
Selain itu EPS merupakan material yang tidak memiliki daya dukung yang
besar, sehingga beton yang dibuat dengan tambahan material
EPS tidak
bisa
merupakan   beton   mutu   tinggi.   Fungsi   utama   EPS   dalam   beton   adalah
meringankan beton dan meningkatkan tahanan termal beton.
Spesifikasi EPS yang digunakan dalam penelitian kali ini adalah
Ukuran butiran styrofoam
= 3 mm – 5 mm
Berat jenis styrofoam (Density)
= 16 – 27 kg/m³
Modulus young’s (E)
= 3000 – 3600 MPa
Kuat tarik styrofoam (Tensile strength)
= 46 – 60 MPa
Specific heat styrofoam (c)
= 1,3 kJ/(kg.K)
Thermal conductivity styrofoam  (k)
= 0,08 W/(m.K)
Gambar 2.4
EPS (Expanded Polystyrene)
  
16
2.4
Beton Ringan
Beton ringan adalah beton yang
memiliki berat
jenis rata-rata
lebih
ringan jika dibanding dengan beton konvensional. Berat jenis beton ringan
berkisar
di
antara
300
1850
kg/m³, sedangkan
berat
jenis
beton
konvensional berkisar antara 2200 –
2400 kg/m³
. Beton ringan sudah
banyak diproduksi di luar negeri khususnya Eropa, dan mulai banyak juga
digunakan
di
dalam negeri.
hal
ini
dikarenakan
beton
ringan
memiliki
banyak keunggulan dibanding beton konvensional, yaitu harga yang cukup
kompetitif
jika
dibanding
dengan
beton konvensional,
biaya pengiriman
lebih murah karena lebih ringan, dan juga beton ringan memiliki fungsi
insulasi panas yang jauh lebih tinggi dibanding beton konvensional. Selain
itu beton ringan tahan terhadap lumut dan kelembaban yang tinggi.
Beton ringan adalah beton yang yang dibentuk dengan cara
membentuk
atau
memperbesar
rongga
udara
di
dalam beton
atau
yang
dikenal juga dengan nama beton aerasi (Autoclaved Aerated
Concrete/AAC). Beton ringan AAC ini pertama
kali
dikembangkan
di
Swedia pada tahun 1923 sebagai alternatif
material bangunan untuk
mengurangi penggundulan hutan. Beton ringan AAC ini kemudian
dikembangkan lagi oleh Joseph Hebel di Jerman di tahun 1943. Hasilnya,
beton ringan aerasi ini dianggap sempurna, termasuk material bangunan
yang
ramah
lingkungan,
karena
dibuat
dari
sumber
daya
alam yang
berlimpah.  Sifatnya  kuat,  tahan 
lama,  mudah  dibentuk,  efisien,  dan
berdaya guna tinggi. Di Indonesia sendiri beton ringan mulai dikenal sejak
tahun 1995.
  
17
Ada tiga cara dalam membuat beton ringan aerasi ini, yaitu :
1. 
memberikan  agregat/campuran  isian  beton  ringan.  Agregat  itu
bisa berupa batu apung, stereofoam, batu alwa, atau abu terbang
yang dijadikan batu.
2.
menghilangkan 
agregat 
halus 
(agregat 
halusnya 
disaring,
contohnya debu/abu terbangnya dibersihkan).
3.
meniupkan
atau
mengisi
udara
di
dalam beton.
Cara
ketiga
ini
terbagi lagi menjadi secara mekanis dan secara kimiawi.
Pada penelitian kali ini digunakan EPS (Expanded Polystyrene)
sebagai bahan tambahan pengganti agregat halus dengan menggunakan
perbandingan
volume. Besar volume pasir yang akan diganti dengan EPS
sudah ditentukan sebelumnya. Sehingga komposisi beton pada penelitian
ini terdiri dari agregat kasar, agregat halus, semen portland, air, dan bahan
tambah   EPS.   Dengan   memanfaatkan   beton   ringan   sebagai   bahan
konstruksi maka diharapkan selain mengurangi
pengeluaran
pada
saat
kontruksi, tetapi juga dapat mengurangi pengeluaran pada saat bangunan
telah
digunakan
terutama
dalam bidang
penggunaan
pendingin
udara
karena sifat
beton
ringan
yang lebih sejuk jika dibanding dengan beton
biasa. Selain itu dengan semakin ringannya beban sendiri struktur, maka
dimensi kolom dan balok dapat diperkecil sehingga area kosong di dalam
ruangan akan semakin besar.
  
18
2.4.1
Komposisi Beton Ringan
Seperti pada beton pada umumnya, beton ringan juga terdiri dari
semen portland, agregat halus, agregat kasar, air, dan bahan tambahan.
Tidak
ada
perbedaan
signifikan
dalam material
yang
digunakan,
hanya
komposisi material saja yang berbeda. Dalam beton ringan, jumlah agregat
yang digunakan harus dikurangi dan diganti dengan agregat ringan agar
berat jenis beton dapat berkurang.
Material yang digunakan dalam pembuatan beton ringan adalah :
a.   Semen
Semen
yang
digunakan
dalam beton
berpori
sama
dengan
beton
konvensional, yaitu
semen Portland.
Semen
yang
digunakan
dalam
penelitian ini adalah semen Portland tipe I.
b.   Agregat
Pemakaian  agregat  halus  di  dalam  beton  berpori  sangat  dibatasi,
bahkan jika perlu tidak digunakan.
Dihindarinya pemakaian agregat
halus
ini
bertujuan
untuk
mencegah terbentuknya
beton
yang
padat
sehingga beton yang dihasilkan tidak berpori lagi. Agregat kasar yang
digunakan pada penelitian ini terdiri dari dua ukuran. Ukuran agregat
kasar yang digunakan adalah agregat kasar yang lolos saringan 19 mm
dan tertahan pada saringan 9,8 mm (ukuran agregat 1 – 2 cm) serta
agregat halus yang lolos saringan 12,5 mm dan tertahan pada saringan
9,5 mm (ukuran agregat 9 – 12 mm).
  
19
c.   Air
Komposisi
air
dan
semen
di
dalam beton
berpori
harus
diatur
sedemikian rupa agar beton yang terbentuk mempunyai pori-pori yang
cukup sehingga mampu berfungsi sebagai saluran drainase air serta
mampu
mengikat
butir-butir
agregat
yang
ada
dengan
kuat
menjadi
satu
kesatuan.
Kesalahan
dalam menghitung
komposisi
air
dapat
mengakibatkan beton berpori yang terbentuk memiliki kuat tekan yang
rendah  atau  menghasilkan  beton  berpori  yang  ikatan  antara  pasta
semen
dan
agregat
lemah.
Faktor air semen yang digunakan dalam
campuran beton berpori antara 0,3-0,4.
d.   Agregat Ringan
Agregat
ringan
adalah
jenis agregat
yang
memiliki
berat
jenis
yang
lebih ringan jika dibandingkan dengan agregat pada umunya. Dalam
penelitian ini digunakan agregat ringan EPS. Pemilihan bahan EPS
didasarkan pada beberapa faktor terutama harga dan berat jenis. Harga
serta berat jenis EPS termasuk yang paling rendah jika dibanding
dibanding dengan bahan ringan lainnya seperti yang ditunjukkan Tabel
2.2
  
20
Tabel 2.2   Perbandingan Antara Agregat Ringan
Bahan
Berat Jenis (kg/m3
)
Harga (Rp/kg)
EPS
12 – 30
33.000
ALWA (Artificial
Lightweight Aggregate)
800 – 1200
1.500 – 2.250
Botol Plastik HDPE
5 – 7
12.000 – 15.000
Batu Ringan
800
50.000
(Sumber : www.alibaba.com ; www.distributorplastik.com)
Kegunaan
EPS antara
lain adalah untuk
mengurangi berat jenis beton
serta meningkatkan kandungan udara
di dalam beton sehingga beton
tidak menyerap panas.
Persentase EPS yang digunakan adalah sebesar 10%, 15%, 20%, 25%,
30%, 35% dan 40% dengan mensubtitusi volume pasir yang digunakan
dalam beton.
Selain salah satu bahan yang paling ringan dan murah, penelitian beton
ringan dengan tambahan EPS di Indonesia masih sedikit ditemukan,
sehingga
EPS
dipilih sebagai
bahan
ringan untuk
komposisi
beton
ringan.
2.4.2
Pembuatan Beton Ringan
Pembuatan  beton 
ringan 
dengan 
memanfaatkan 
agregat 
ringan
buatan
berupa
polystyrene
guna
memberikan
inovasi dalam penggunaan
agregat ringan buatan. Meski berbasis beton, namun
justru
memiliki berat
jenis
lebih
ringan
ketimbang
material
baja,
beton
bertulang,
batu
bata,
  
21
batako bahkan kayu. Bila beton ringan digunakan sebagai elemen non
struktur seperti dinding, partisi
maka beban yang diterima elemen
dtsruktural seperti pelat, justru dapat mengurangi massa total struktur yang
menyebabkan
beban
menjadi
lebih
kecil
sehingga
desain
akan
menjadi
lebih ringan. Selain itu material ini juga memiliki karakter sebagai isolator
kebisingan maupun panas yang baik sehingga tidak mudah terbakar sampai
lebih dari 3 jam.
Pembuatan beton ringan menggunakan metode pencampuran biasa,
dengan cara
pengeringan
udara bebas, untuk memampatkan
campuran
betonnya.
Tata cara pembuatan beton ringan dalam penelitian ini adalah:
a.   Menentukan kuat tekan beton ringan yaitu 25 MPa.
b.   Memilih jenis semen, yaitu semen Portland tipe I.
c.   Menentukan nilai faktor air semen yang digunakan.
d.   Menentukan berat jenis agregat kasar yang digunakan dalam campuran.
e.   Komposisi
EPS
yang digunakan
adalah
5%,
10%,
15%,
20%,
25%,
30%, 35% dan 40% dengan mensubtitusi jumlah pasir yang digunakan
dalam beton.
f.   Nilai slump 12±2 cm
g. 
Mencari kadar air dan penyerapan dari agregat kasar, yang bertujuan
untuk
mencari
hasil
koreksi
persentase
jumlah
air
dalam
campuran,
agar
didapatkan campuran pasta semen yang dapat mengikat agregat
secara kuat.
  
22
h.   Koreksi proporsi jumlah air dalam campuran beton berdasarkan kadar
air dan penyerapan pada agregat kasar.
i.
Pengadukan dilakukan secara manual.
2.4.3
Keunggulan dan Kekurangan Beton Ringan
Menurut Lightweight
Concrete
Company
(
lightweightconcreteco.com) beton ringan memiliki beberapa keunggulan
jika dibandingkan dengan beton konvensional, antara lain:
1.   Harga yang kompetitif.
Harga pembuatan beton ringan lebih murah jika dibandingkan dengan
beton normal, karena sebagian dari agregat halus digantikan dengan
bahan tambah yang dapat didapatkan dari
hasil
daur ulang
maupun
limbah.
2.   Durabilitas tinggi, setara dengan beton konvensional
3.   Menjadikan suhu ruangan lebih dingin.
Hal ini disebabkan karena beton tidak terpengaruh oleh cuaca. Dengan
begitu pula beton juga terhindar dari retak halus.
4.   Tahan api.
Beton ringan dengan tambahan EPS dapat tahan di dalam kobaran api
selama 4 jam dengan ketebalan 15 cm.
5.   Menghemat biaya pengiriman karena beban yang lebih ringan.
Selain
beberapa
keunggulan
di atas,
terdapat
pula
beberapa
kekurangan dari beton ringan, antara lain:
  
23
2
1.   Kuat
tekan
beton tidak bisa
mencapai
terlalu
tinggi
sehingga beton
ringan hanya cocok digunakan dalam konstruksi dinding.
2.   Perlu ketelitian serta
teknik khusus dalam pemasangan dinding beton
ringan karena tergolong masih baru jika dibanding dengan beton
konvensional.
2.5
Mix Design
Berikut
merupakan langkah-langkah dalam perencanaan campuran beton
dengan metode SNI 03-2834-2000
LANGKAH 1: PENETAPAN KUAT TEKAN BETON
Penetapan kuat tekan beton yang disyaratkan (f'c
) pada umur tertentu, (f'c
=…MPa
pada umur 28 hari). Kuat tekan beton yang disyaratkan ditetapkan sesuai dengan
persyaratan perencanaan struktur dan kondisi setempat.
LANGKAH 2: PENETAPAN NILAI DEVIASI STANDAR (s)
Deviasi
standar
ditetapkan
berdasarkan tingkat
mutu
pelaksanaan
campuran
di
lapangan. Makin baik mutu pelaksanaannya makin kecil nilai deviasi stansarnya.
Penetapan nilai deviasi standar (s)
ini
berdasarkan
atas
hasil
perancangan
pada
pembuatan beton mutu yang sama dan menggunakan bahan dasar yang sama pula.
Nilai deviasi standar (s) dihitung dengan rumus:
n
?
(
f
c
-
f
cr
)
s
=
   1 
.............................................(2.6)
n
-1
  
24
Dengan: fc   = Kuat tekan masing-masing hasil uji (MPa)
f
cr 
=
Kuat tekan beton rata-rata (MPa)
n   = Jumlah hasil uji kuat tekan (minimum 30 benda uji)
Jika jumlah data hasil uji kurang dari 30 buah, maka dilakukan koreksi terhadap
nilai deviasi standar dengan suatu faktor pengali, seperti pada tabel berikut:
Tabel 2.3 Faktor Pengali Deviasi Standar
(Sumber : SNI 03-2834-2000)
Jumlah data
=30
25
20
15
<15
Faktor pengali
1,00
1,03
1,08
1,16
Lihat langkah 2
Jika 
data 
uji 
lapangan  untuk 
menghitung  deviasi  standar 
yang 
memenuhi
persyaratan
langkah
2  di  atas  tidak  tersedia,
maka  kuat  tekan  rata-rata
yang
ditargetkan sebesar:
f
'
cr
=
f
'
+12 MPa ........................................ (2.7)
Untuk  memberikan
gambaran  bagaimana  cara  menilai  tingkat  mutu  pekerjaan
beton, di sini diberikan pedoman sebagai berikut:
  
25
Tabel 2.4
Nilai Deviasi Standar Untuk Berbagai Tingkat Pengendalian
Mutu
Pekerjaan di Lapangan
(Sumber : SNI 03-2834-2000)
Tingkat Pengendalian Mutu Pekerjaan
s (MPa)
Sangat Memuaskan
2.8
Memuaskan
3.5
Baik
4.2
Cukup
5.0
Jelek
7.0
Tanpa Kendali
8.4
LANGKAH 3: MENGHITUNG NILAI TAMBAH/MARGIN (m)
Nilai tambah dihitung berdasarkan nilai deviasi standar (s) dengan rumus berikut:
m
=
k s .......................................................(2.8)
·
Dimana:
m   = Nilai tambah (MPa)
k
= 1.64
s
= Deviasi standar (MPa)
LANGKAH 4: MENETAPKAN
KUAT
TEKAN
RATA-RATA
YANG
DIRENCANAKAN
Kuat tekan rata-rata yang direncanakan diperoleh dengan rumus:
f
cr 
'
=
f
c
+
m
.....................................................(2.9)
Dimana: f'c
= Kuat tekan rata-rata (MPa)
f'
cr 
=
Kuat tekan yang disyaratkan (MPa)
m   = Nilai tambah (MPa)
  
26
LANGKAH 5: PENETAPAN JENIS SEMEN PORTLAND
Menurut SII 0013-18 di Indonesia semen Portland dibedakan menjadi 5 (lima)
jenis, yaitu jenis I, II, III, IV, dan V.
Jenis I merupakan jenis biasa atau semen
Portland.
Tabel 2.5 Tipe Semen dan Fungsinya
(Sumber : SNI 03-2834-2000)
Tipe
Semen
Deskripsi
I
Semen Portland jenis umum (normal PC) yaitu sejenis semen untuk
penggunaan dalam konstruksi beton secara umum yang tidak
memerlukan sifat - sifat khusus, misalnya trotoar, pasangan bata, dll.
II
Semen Portland jenis umum dengan perubahan - perubahan (modified
Portland Cement). Semen ini memiliki panas hidrasi yang lebih
rendah dari jenis I. Semen ini digunakan untuk bangunan - bangunan
tebal seperti pilar, kolom, dll.
III
Semen Portland dengan kekuatan awal tinggi (High Early Strength
PC). Jenis ini akan menghasilkan beton dengan kekuatan yang besar
pada waktu singkat, biasanya digunakan untuk struktur yang
mendesak untuk digunakan, misalnya perbaikan jalan beton.
IV
Semen Portland dengan panas hidrasi rendah (Low Heat PC). Jenis ini
merupakan jenis khusus dengan panas hidrasi yang serendah -
rendahnya. Digunakan untuk bangunan beton massa besar, seperti
bendungan dll
V
Semen Portland tahan sulfat (Sulfat Resistant PC). Jenis PC yang
khusus dimaksudkan untuk penggunaan pada bangunan bangunan
yang kena sulfat seperti Industri Kimia dan lain - lain.
  
27
LANGKAH 6: PENETAPAN JENIS AGREGAT
Jenis kerikil dan pasir ditetapkan apakah berupa agregat alami (tak terpecahkan)
ataukah jenis agregat batu pecah (crushed aggregate).
LANGKAH 7: PENETAPAN FAKTOR AIR SEMEN
Berdasarkan jenis semen yang dipakai, jenis agregat kasar dan kuat tekan rata-rata
silinder beton yang direncanakan pada umur tertentu, ditetapkan nilai faktor air
semen dengan Tabel 2.6 dan Gambar 2.5.
Tabel 2.6 Perkiraan Kuat Tekan Beton (MPa) dengan Faktor Air Semen 0,50
(Sumber : SNI 03-2834-2000)
Jenis semen
Jenis agregat
kasar
Kekuatan tekan (Mpa)
Umur (hari)
Bentuk
benda uji
3
7
28
91
Semen
Portland Tipe I
Batu tak dipecah
Batu pecah
17
19
23
27
33
37
40
45
Silinder
Semen
Portland Tipe
II dan IV
Batu tak dipecah
Batu pecah
20
23
28
32
40
45
48
54
Kubus
Semen
Portland Tipe
III
Batu tak dipecah
Batu pecah
21
25
28
33
38
44
44
48
Silinder
Batu tak dipecah
Batu pecah
25
30
31
40
46
53
53
60
Kubus
  
28
(Sumber : SNI 03-2834-2000)
Gambar 2.5 Grafik Hubungan Antara Kuat Tekan Beton dan FAS Beton (Benda
Uji Berbentuk Silinder Diameter 150 mm, Tinggi 300 mm)
  
29
Langkah penetapannya dilakukan dengan cara sebagai berikut:
a. Lihat Tabel 2.6, dengan data jenis semen, jenis agregat kasar dan umur beton
yang dikehendaki, dibaca perkiraan kuat tekan silinder beton yang akan
diperoleh jika dipakai faktor air semen 0,50.
b. Lihat Gambar 2.5, buatlah titik A gambar 1 dengan nilai faktor air semen 0,50
(sebagai absis) dan kuat tekan beton yang diperoleh dari Tabel 2.6 (sebagai
ordinat). Pada titik A tersebut kemudian dibuat grafik baru yang bentuknya
sama dengan 2 grafik yang berdekatan.
c. Selanjutnya
ditarik
garis
mendatar
dari sumbu tegak si
kiri pada
kuat
tekan
rata-rata yang dikehendaki sampai memotong grafik baru tersebut. Dari titik
potong tersebut kemudian ditarik garis ke bawah sampai memotong sumbu
mendatar sehingga diperoleh nilai faktor air semen.
LANGKAH 8: PENETAPAN FAKTOR AIR SEMEN MAKSIMUM
Penetapan
nilai
faktor air semen (FAS)
maksimum dilakukan dengan
Tabel 2.7.
Jika
nilai
faktor air semen
ini
lebih rendah daripada
nilai faktor air semen dari
langkah  7,  maka 
nilai 
faktor  air  semen  maksimum  ini 
yang  dipakai  untuk
perhitungan selanjutnya
  
30
Tabel 2.7
Persyaratan
Faktor
Air
Semen
Maksimum
Untuk
Berbagai
Pembetonan dan Lingkungan Khusus
(Sumber : SNI 03-2834-2000)
Jenis pembetonan
Semen min per
m³ beton (kg)
FAS maks
Beton di dalam ruang bangunan
a. Keadaan kaliling non korosif
b. Keadaan keliling korosif, disebabkan oleh
kondensasi atau uap korosif
275
325
0,60
0,52
Beton di luar ruang bangunan
a. Tidak terlindung dari hujan dan terik
matahari langsung
b. Terlindung dari hujan dan terik matahari
langsung
325
275
0,60
0,60
Beton yang masuk ke dalam tanah
a. Mengalami keadaan basah dan kering
berganti-ganti
b. Mendapat pengaruh sulfat dan alkali dari
tanah
325
0,55
Lihat tabel 2.7a
Beton yang selalu berhubungan dengan:
a. Air tawar
b. Air laut
Lihat tabel 2.7b
  
31
Konsentrasi Sulfat (SO3)
dalam tanah
(SO )
dalam air
tanah
(gr/lt)
Jenis Semen
Kandungan semen
min dengan ukuran
agregat maks (kg/m
3
)
FAS
maks
Total
(SO3
)
(%)
(SO3) dalam
campuran air
tanah =
2:1 (gr/lt)
40
mm
20
mm
10
mm
<0,2
<1,0
<0,3
Tipe I dengan atau
tanpa Pozolan (15
40 %)
80
300
350
0,50
0,2 – 0,5
1,0 – 1,9
0,3 – 1,2
Tipe I tanpa Pozolan
290
330
350
0,50
Tipe I dengan
Pozolan 15 40 %
(semen Portland
Pozolan)
270
310
360
0,55
Tipe II atau V
250
290
340
0,55
0,5 – 1,0
1,9 – 3,1
1,2 – 2,5
Tipe I dengan
Pozolan 15 40 %
(semen Portland
Pozolan)
340
380
430
0,45
Tipe II atau V
290
330
380
0,50
1,0 – 2,0
3,1 – 5,6
2,5 – 5,0
Tipe II atau V
330
370
420
0,45
>2,0
>5,6
>5,0
Tipe II atau V dan
lapisan pelindung
330
370
420
0,45
Tabel 2.7a
Faktor 
Air  Semen  Maksimum  Untuk  Beton  Yang 
Berhubungan
Dengan Air Tanah Yang Mengandung Sulfat
(Sumber : SNI 03-2834-2000)
3
Tabel 2.7b
Faktor Air Semen Untuk Beton Bertulang Dalam Air
(Sumber : SNI 03-2834-2000)
Jenis beton
Berhubungan
dengan:
FAS
Tipe Semen
Kandungan semen
min (kg/m³
)
Ukuran agregat maks
40 mm
20 mm
Bertulang
atau
pra tegang
Air tawar
0,50
Semua tipe I – V
280
300
Air payau
0,45
Tipe I + Pozolan 15 – 40 %
(semen Portland Pozolan)
Tipe II atau V
340
340
380
380
0,50
Air laut
0,45
Tipe II atau V
340
380
  
32
LANGKAH 9: PENETAPAN NILAI SLUMP
Nilai slump yang diinginkan dapat diperoleh dengan Tabel 2.8.
Tabel 2.8 Penetapan Nilai Slump (cm)
(Sumber : SNI 03-2834-2000)
Pemakaian Beton
Maksimum
Minimum
Dinding, plat pondasi dan pondasi
telapak bertulang
12,5
5,0
Pondasi telapak tidak bertulang,
kaison dan struktur di bawah tanah
9,0
2,5
Plat, balok, kolom dan dinding
15,0
7,5
Pengerasan jalan
7,5
5,0
Pembetonan masal
7,5
2,5
LANGKAH 10: PENETAPAN BESAR BUTIR AGREGAT MAKSIMUM
Pada beton normal ada 3 pilihan besar butir maksimum, yaitu 40 mm, 20 mm, atau
10
mm.
Penetapan
besar
butir
agregat
maksimum
dilakukan
berdasarkan
nilai
terkecil dari ketentuan-ketentuan berikut:
a. Tiga perempat kali jarak bersih minimum antar baja tulangan atau berkas baja
tulangan.
b.  Sepertiga kali tebal plat.
  
33
LANGKAH 11:
PENETAPAN JUMLAH AIR
YANG DIPERLUKAN PER
METER KUBIK BETON
Berdasarkan ukuran maksimum agregat, jenis agregat, dan slump yang diinginkan,
lihat tabel 2.9.
Tabel 2.9 Perkiraan Kebutuhan Air per m³
Beton (liter)
(Sumber : SNI 03-2834-2000)
Ukuran
agregat
maks
Jenis Batuan
Slump (mm)
0 – 10
10 – 30
30 – 60
60 –
180
10 mm
Batu tak dipecah
Batu Pecah
150
180
180
205
205
230
225
250
20 mm
Batu tak dipecah
Batu Pecah
135
170
160
190
180
210
195
225
40 mm
Batu tak dipecah
Batu Pecah
115
155
140
175
160
190
175
205
Dalam Tabel 2.8 apabila agregat halus dan agregat kasar yang dipakai dari jenis
yang  berbeda 
(alami  dan  batu  pecah), 
maka  jumlah  air 
yang  diperkirakan
diperbaiki dengan rumus:
A
=
0,67 · A
+
0,33 A
·
k
..................................(2.10)
Dimana:
A
= Jumlah air yang dibutuhkan (lt/m)
A
h
= Jumlah air yang dibutuhkan menurut jenis agregat halusnya
A
k
= Jumlah air yang dibutuhkan menurut jenis agregat kasarnya
  
34
LANGKAH 12: BERAT SEMEN YANG DIPERLUKAN DIHITUNG
Berat semen per m3
beton dihitung dengan membagi jumlah air (dari langkah 11)
dengan faktor air semen yang diperoleh pada langkah 7 dan 8.
Tabel 2.10
Kebutuhan  semen  Minimum  Untuk  Berbagai  Pembetonan  dan
Lingkungan Khusus
(Sumber : SNI 03-2834-2000)
Jenis pembetonan
Semen min per
m³ beton (kg)
FAS maks
Beton di dalam ruang bangunan
c.
Keadaan kaliling non korosif
d. Keadaan keliling korosif, disebabkan oleh
kondensasi atau uap korosif
275
325
0,60
0,52
Beton di luar ruang bangunan
c.
Tidak terlindung dari hujan dan terik
matahari
langsung
d. Terlindung dari hujan dan terik matahari
langsung
325
275
0,60
0,60
Beton yang masuk ke dalam tanah
c.
Mengalami keadaan basah dan kering
berganti-ganti
d. Mendapat pengaruh sulfat dan alkali dari
tanah
325
0,55
Lihat tabel 2.7a
Beton yang selalu berhubungan dengan:
c.
Air tawar
d. Air laut
Lihat tabel 2.7b
  
35
LANGKAH 13: KEBUTUHAN SEMEN MINIMUM
Kebutuhan   semen   minimum 
ini   ditetapkan   untuk   menghindari   beton   dari
kerusakan
akibat
lingkungan
khusus.
Kebutuhan
semen
minimum ditetapkan
dengan Tabel 2.10.
LANGKAH 14: PENYESUAIAN KEBUTUHAN SEMEN
Apabila kebutuhan semen yang diperoleh dari langkah 12 ternyata
lebih
sedikit
daripada kebutuhan
semen minimum (pada
langkah 13), maka kebutuhan semen
minimum dipakai yang nilainya lebih besar.
LANGKAH 15: PENYESUAIAN JUMLAH AIR ATAU FAKTOR AIR
SEMEN
Jika jumlah semen ada perubahan akibat langkah 14
maka
nilai faktor air semen
berubah. Dalam hal ini dapat dilakukan dua cara berikut:
a.
Faktor air semen dihitung kembali dengan cara membagi jumlah air dengan
jumlah semen minimum.
b.
Jumlah
air
disesuaikan
dengan
mengalikan
jumlah
semen
minimum dengan
faktor air semen.
LANGKAH 16: PENENTUAN GRADASI AGREGAT HALUS
Berdasarkan gradasinya
(lihat
analisis
ayakan), agregat
halus
yang
akan dipakai
dapat diklasifikasikan
menjadi 4 daerah. Penentuan daerah
gradasi
itu didasarkan
atas grafik gradasi yang diberikan dalam Tabel 2.11.
  
36
Tabel 2.11 Batas Gradasi Agregat Halus
(Sumber : SNI 03-2834-2000)
Lubang Ayakan
(mm)
Persen Berat Butir Yang Lewat Ayakan
Daerah I
Daerah II
Daerah III
Daerah IV
10
100
100
100
100
4,8
90 – 100
90 – 100
90 – 100
95 – 100
2,4
60 – 95
75 – 100
85 – 100
95 – 100
1,2
30 – 70
55 – 90
75 – 100
90 – 100
0,6
15 – 34
35 –59
60 – 79
80 – 100
0,3
5 – 20
8 – 30
12 – 40
15 – 50
0,15
0 – 10
0 – 10
0 – 10
0 – 15
LANGKAH 17: PERBANDINGAN AGREGAT HALUS DAN AGREGAT
KASAR
Penetapan dilakukan dengan memperhatikan besar butir maksimum agregat kasar,
nilai slump, faktor air semen, dan daerah gradasi agregat halus. Berdasarkan data
tersebut dan grafik
pada Gambar 2.6 atau Gambar 2.7  atau Gambar 2.8.
  
37
(Sumber : SNI 03-2834-2000)
Gambar 2.6 Persentase Agregat Halus Terhadap Agregat dengan Ukuran Butir
Maksimum 10 mm
(Sumber : SNI 03-2834-2000)
Gambar 2.7 Persentase Agregat Halus Terhadap Agregat dengan Ukuran Butir
Maksimum 20 mm
  
38
(Sumber : SNI 03-2834-2000)
Gambar 2.8 Persentase Agregat Halus Terhadap Agregat dengan Ukuran Butir
Maksimum 40 mm
LANGKAH 18: BERAT JENIS AGREGAT CAMPURAN
Berat jenis agregat campuran dihitung dengan rumus:
BJ
camp 
=
P BJ
· BJ
ah 
+
K
·
BJ
ak
............................... (2.11)
Dimana:
BJ
camp
= Berat jenis agregat campuran
BJ
ah
= Berat jenis agregat halus
BJ
ak
= Berat jenis agregat kasar
P
= Persentase berat agregat halus terhadap berat agregat campuran
K
= Persentase berat agregat kasar terhadap berat agregat campuran
  
39
LANGKAH 19: PENENTUAN BERAT JENIS BETON
Dengan data berat jenis agregat campuran dari langkah 18 dan kebutuhan air tiap
m³
beton,
maka dengan
grafik pada
Gambar 2.9 dapat diperkirakan berat jenis
betonnya. Caranya adalah sebagai berikut:
a. Dari berat
jenis agregat campuran pada langkah 18 dibuat
garis
miring berat
jenis  gabungan  yang  sesuai  dengan  garis  miring  yang  paling  dekat  pada
Gambar 2.9.
b. Kebutuhan air yang diperoleh pada
langkah 11 dimasukkan ke dalam
sumbu
horizontal pada
Gambar
2.9,
kemudian
dari
titik
ini
ditarik
garis
vertikal ke
atas sampai mencapai garis miring yang dibuat pada cara sebelumnya di atas.
c. Dari
titik
potong
ini
ditarik
garis
horizontal
ke
kiri
sehingga diperoleh
nilai
berat jenis beton.
(Sumber : SNI 03-2834-2000)
Gambar 2.9 Penentuan Berat Isi Beton yang Dimampatkan Secara Penuh
  
    2
40
?
1
?
LANGKAH 20: KEBUTUHAN AGREGAT CAMPURAN
Kebutuhan agregat campuran dihitung dengan cara mengurangi berat beton per m³
dengan kebutuhan air dan semen.
LANGKAH
21: BERAT
AGREGAT
HALUS YANG DIPERLUKAN
DIHITUNG BERDASARKAN HASIL DARI LANGKAH 17 DAN 20
Kebutuhan agregat halus dihitung dengan cara mengalikan kebutuhan agregat
campuran dengan persentase berat agregat halusnya.
LANGKAH 22: BERAT AGREGAT
KASAR YANG DIPERLUKAN
DIHITUNG BERDASARKAN HASIL DARI LANGKAH 20 DAN 21
Kebutuhan agregat kasar dihitung dengan
cara
mengurangi
kebutuhan agregat
campuran dengan kebutuhan agregat halus.
Catatan:
Dalam  perhitungan  diatas,  agregat  halus  dan  agregat  kasar  dianggap  dalam
keadaan jenuh kering muka, sehingga apabila agregatnya tidak kering muka, maka
harus   dilakukan   koreksi   terhadap   kebutuhan   bahannya.   Hitungan   koreksi
dilakukan dengan rumus sebagai berikut:
?
-
?
?
-
?
Air = A -
?
A
h
A
1
?
·
B
-  
?
A
k
A
2
?
·
C
.......................................................... (2.12)
?
100
?
?
100
?
Agregat halus  =
B
+
?
 
A
-
A
?
?
 
·
B
................................................................. (2.13)
?
100
?
Agregat kasar  = C +
?
A
-
?
?
·
C
................................................................ (2.14)
?
100
?
  
41
Dimana:
A
= Jumlah kebutuhan air (lt/m³)
B
= Jumlah kebutuhan agregat halus (kg/m³)
C
= Jumlah kebutuhan agregat kasar (kg/m³)
A
h
=
Kadar air sesungguhnya dalam agregat halus (%)
A
k
=
Kadar air sesungguhnya dalam agregat kasar (%)
A1
=
Kadar
air
salam agregat
halus
jenuh
kering
muka/absorbsi
(penyerapan)
(%)
A2
= Kadar air salam agregat kasar jenuh kering muka/absorbsi (%)