BAB 2
TINJAUAN KEPUSTAKAAN
2.1
Geofoam
Geofoam
merupakan bahan
geosintetik dengan bahan dasar polystyrene.
Terdapat dua
macam geofoam,
yaitu
EPS
(Expanded
Polystyrene)
dan
XPS
(Extruded
Polystyrene).
Perbedaan keduanya
terdapat
pada
proses
pembuatan
geofoam tersebut. Karakteristik utama dari
geofoam adalah densitas yang sangat
ringan,
sekitar
1%
dari
densitas
material
tanah. Pada
struktur
geoteknik seperti
timbunan,
densitas
dari
material
timbunan
sangat
mendominasi dalam
desain
gravitasi dan juga seismik. Pengurangan
beban pada struktur timbunan
merupakan alasan utama digunakannya geofoam sebagai pengganti material
tanah.
2.1.1
Expanded Polystyrene Geofoam
Proses pembuatan
EPS geofoam
melalui
dua
tahapan,
yaitu
pre-
expansion
dan
molding.
Pada
tahap pre-expansion
butir
butir
polystyrene
dimasukan
ke
dalam
kontainer
dan
dipanaskan melalui
uap.
Penguapan ini
mengakibatkan blowing agent
yang terdapat pada
butir-butir polystyrene
untuk
mengembang sehingga
butir
butir
tersebut
membesar
sampai
50
kali
dibandingkan
volume
butiran
awal. Pada kondisi
ini
EPS
disebut
dengan pre-
puff, masing-masing volume pre-puff ini adalah 98% udara dan berbentuk seperti
7
|
8
bola. Setelah tahap ini pre-puff didiamkan pada
tempat sementara agar kondisi
butiran secara suhu dan properti kimianya lebih stabil.
Untuk tahap kedua yaitu tahap molding,
setelah pre-puff didiamkan pre-
puff kemudian dimasukan ke dalam cetakan blok untuk proses pencetakan. Pada
cetakan
blok,
pre-puff
kembali
dipanaskan melalui
uap
sehingga
mengalami
pembesaran butiran pre-puff dari bentuk bola menjadi bentuk polyhedral. Bentuk
polyhedral
ini
akan
mengisi
ruang-ruang kosong
dalam
blok tersebut.
Ketika
selesai dalam proses pencetakan, EPS
blok
geofoam kembali
didiamkan dalam
jangka
waktu
kurang
lebih
7
hari
untuk
distabilkan secara
suhu
(dimensi
EPS
blok
geofoam akan berkurang dalam proses
pendinging) dan properti kimianya
(sisa blowing agent yang terdapat pada butiran polystyrene akan menguap
sehingg meminimalkan peluang EPS blok geofoam untuk terbakar).
EPS
geofoam
yang digunakan
untuk aplikasi
geoteknik
disebut dengan
EPS
blok
geofoam,
karena
penggunaan
EPS
geofoam
yang
berbentuk
blok
blok.
EPS
blok
geofoam memiliki densitas
yang
sangat
ringan
dibandingkan
dengan
densitas
tanah,
yaitu
16 32 kg/m3
sekitar
1% dari
densitas
tanah.
Dengan densitas yang ringan ini EPS blok geofoam tetap mampu menahan beban
beban struktur yang berat diatasnya seperti beban kendaraan roda empat, kereta
api, pesawat, struktur gedung tingkat rendah, dan abutment jembatan kecil.
Penggunaan
EPS
blok
geofoam
sebagai
material timbunan
mengurangi
beban mati yang bekerja pada tanah dasar sehingga mengurangi penurunan yang
terjadi pada tanah dasar, namun tetap dapat menahan beban beban hidup yang
bekerja diatas struktur timbunan EPS blok geofoam. Penggunaan geofoam juga
|
9
dapat mengurangi tegangan akibat gravitasi pada tanah dasar, mengurangi
tekanan lateral tanah dan juga mengurangi gaya inersia pada saat terjadi getaran
seismik.
Keunggulan
utama dari
penggunaan
EPS
blok geofoam
adalah
densitasnya yang
sangat
rendah,
yaitu
1%
dari
densitas
tanah.
Sehingga
dari
properti
ini
dapat
menghasilkan struktur
yang
lebih
stabil
karena beban
yang
bekerja
pada
tanah
dasar
lebih
kecil
dibandingkan dengan
pengguan
material
tanah serta penurunan yang terjadi lebih kecil. Keunggulan lain dari penggunaan
EPS
blok
geofoam adalah
EPS
blok
geofoam
tidak dapat
hancur
ketika sudah
ditanam di
dalam
tanah
akibat
beban
kerja
diatasnya, sehingga tidak
akan
mencemari
lingkungan.
Pengaplikasian
EPS
blok
geofoam
pada
lokasi proyek
juga
tidak
memerlukan tenaga
teknis
yang
ahli,
sehingga
dapat
menggunakan
buruh
lokal.
Penggunaan
EPS
blok
geofoam
dapat
mempersingkat waktu
konstruksi,
karena
pengaplikasian
EPS
blok
geofoam
sangat
mudah
dan
tidak
tergantung pada cuaca dan waktu pengaplikasian.
Disamping keunggulan
yang dihasilkan, EPS blok geofoam juga
memiliki
kelemahan. EPS
geofoam
memiliki
properti
yang
mudah
terbakar,
terdapat beberapa cairan yang dapat larut dengan EPS blok geofoam yang dapat
melemahkan properti mekanis dari
EPS geofoam ,
memiliki kecendurang untuk
terangkat akibat gaya angkat air, terdorong akibat
gaya
lateral air dan
terdapat
potensi
pengembangbiakan kutu
pada
bagian
luar
EPS
blok
geofoam.
Semua
kelemahan ini
akan diperjelas lebih dalam pada pembahasan Properti Fisik EPS
Geofoam dalam bab ini.
|
![]() 10
2.2
Aplikasi EPS Geofoam
a. Timbunan
Aplikasi
geofoam
untuk
timbunan
digunakan pada
tanah dasar
lunak
yang
memiliki
daya dukung
tanah dasar
yang
rendah dan penurunan
yang
tinggi.
Dengan
mengandalkan densitas
geofoam
yang
sangat
ringan dapat
meningkatkan
stabilitas struktur dengan mengurangi beban yang bekerja
pada tanah dasar dan mengurangi penurunan pada tanah lunak.
KONSTRUKSI
JALAN
PELAT
BETON
TANAH
TIMBUNAN
GEOFOAM
TANAH
DASAR
Gambar 2.1
Aplikasi EPS Geofoam pada konstruksi timbunan
b. Stabilitas Lereng
Pengaplikasian
geofoam
yang
struktur
atas
lereng
akan
mengurangi
gaya pendorong
lereng
yang
menyebabkan
kelongsoran
pada
lereng.
Gaya
pendorong
yang dihasilkan dengan menggunakan material tanah akan
lebih
besar
dibanding material
geofoam
akibat
densitas
tanah
yang
berat
dibandingkan densitas geofoam.
|
![]() 11
TANAH TIMBUNAN
/KONSTRUKSI JALAN
PELAT BETON
(JIKA DIPERLUKAN)
GEOFOAM
TANAH GRANULAR
GARIS KERUNTUHAN
Gambar 2.2
Aplikasi EPS Geofoam pada stabilitas lereng
c. Dinding penahan
Mengurangi tekanan
lateral
yang
bekerja
pada
dinding
penahan.
Pengaplikasian
geofoam adalah
sebagai
subsitusi
material tanah
pada
wilayah
tanah
yang
menghasilkan tekanan
aktif
tanah.
Karena
densitas
geofoam yang ringan, tegangan vertikal yang dihasilkan di belakang dinding
penahan akan lebih kecil dibandingkan bahan timbunan tanah.
TANAH TIMBUNAN
/KONSTRUKSI JALAN
GEOFOAM
DINDING PENAHAN
TANAH GRANULAR
PIPA DRAINASE
Gambar 2.3
Aplikasi EPS Geofoam pada konstruksi dinding penahan
|
![]() 12
d. Proteksi
Mengurangi beban mati dan lateral pada utilitas yang tertanam di
bawah
tanah.
Melindungi utilitas
pada
saat
gempa
dengan
mengurangi
regangan aksial.
2.3
Properti Fisik EPS Geofoam
a. Dimensi
Tabel 2.1 Dimensi EPS Geofoam
Dimensi (mm)
Lebar
305 - 1219
Panjang
1219 - 4877
Tebal
25 - 1219
b. Densitas
Densitas EPS berkisar antara 10 100 kg/m³, walaupun pada praktik di
lapangan densitas EPS dapat lebih kecil yaitu berkisar antara 16 32 kg/m³.
Densitas EPS blok geofoam dapat dikorelasikan dengan properti mekanis dan
termal,
sehingga densitas
EPS blok
geofoam dapat menjadi
indikasi
indeks
properti untuk memperkirakan properti mekanis dan termal.
|
![]() 13
Tabel 2.2
Spesifikasi EPS Geofoam Berdasarkan AASHTO
Properti
Tipe
EPS40
EPS50
EPS70
EPS100
Densitas Blok
(kg/m³
)
16
20
24
32
Tegangan Elastis
Batas
(kPa)
40
50
70
100
Modulus Young
(MPa)
4
5
7
10
Spesifikasi Geofoam
berdasarkan ASTM D6817
yang memenuhi spesifikasi
AASHTO
EPS19
EPS22
EPS29
EPS39
c. Flammibility
Geofoam
memiliki properti
yang
mudah
terbakar,
indeks
oksigen
menunjukan persentase
minimum
oksigen
yang
diperlukan
di
lingkungan
lapangan
untuk
geofoam terbakar.
Material dengan
indeks
oksigen =
21%
akan
mudah
terbakar
pada
udara
dengan oksigen
sekitar
21%
jika
terdapat
sumber api. Sehingga indeks oksigen geofoam perlu berada diatas kandungan
oksigen di
udara.
Polystyrene
memiliki indeks
oksigen
18%,
namun
EPS
geofoam didesain
dengan
memiliki
properti
tahan
api
sehingga
indeks
oksigennya minimum sebesar 24%.
EPS
geofoam tahan api
memiliki bahan
tambahan kimia berupa bromine yang dicampur pada saat pembuatan EPS.
d. Durabilitas
Secara
umum, EPS blok
geofoam sudah
terbukti sebagai produk
yang
kuat, dan tidak bermasalah dibandingkan dengan produk geosintetik lainnya
|
14
yang
dapat
rusak
atau
terdegradasi
selama
atau
setelah
proses
konstruksi.
EPS
tidak
dapat
terdegradasi dan
tidak
dapat
larut,
rusak
atau
berubah
di
dalam
tanah dan air
tanah. Walau
EPS
blok
geofoam dapat
menyerap
air,
namun dimensi dan properti mekanis EPS blok geofoam tidak akan berubah.
Hanya
saja
akan
mempengaruhi efisiensi
termal,
namun
tidak
berkaitan
dengan aplikasi ringan dari EPS blok geofoam.
EPS
blok
geofoam tidak
memiliki
sumber
makan
untuk
semua
jenis
organisma atau binatang. Walau pengembangbiakan kutu di dalam EPS blok
geofoam pernah dijumpai pada beberapa kasus di dunia, namun hal ini hanya
terjadi
pada
kasus
dimana
EPS
blok
geofoam
digunakan sebagai
insulasi
termal
pada
bangunan
dimana
terdapat
banyak
kayu-kayu disekitar
lokasi
bangunan. EPS
dapat
juga
diberikan
bahan tambahan kimia
Timbor
untuk
menghindari terjadinya pengembangbiakan kutu.
Semua produk geosintetik sangat rentan pada sinar UV. Pada EPS blok
geofoam,
radiasi
sinar
UV
akan
mengakibatkan warna
geofoam
menjadi
kuning dan kondisi fisik geofoam menjadi rapuh dan pucat. Namun proses ini
memakan waktu yang lama, mungkin bulan ataupun tahun, yang hanya
terjadi pada permukaan geofoam. Sehingga diperlukan proteksi untuk jangka
panjang aplikasi EPS blok geofoam.
Terdapat beberapa cairan
yang dapat
larut
dengan EPS. Cairan-cairan
yang
mungkin
ditemukan
pada
aplikasi
timbunan ringan
dengan
EPS
blok
geofoam adalah bensin dan juga solar.
|
15
2.4
Properti Mekanis EPS Geofoam
a. Hubungan antara tegangan dan regangan EPS geofoam
Pengujian pembebanan menggunakan unconfined uniaxial compression
untuk EPS blok geofoam merupakan pengujian utama yang umum digunakan
untuk mengetahui perilaku tekan dari EPS blok geofoam. Terdapat dua
macam pengujian, yaitu monotonic test dan cyclic test.
Monotonic test:
Pengujian yang umum dilakukan untuk sampel EPS geofoam
yang
melibatkan strain
controlled
compression
loading
(regangan
terkontrol pada pembebanan kompresi) pada kecepatan regangan 10% per
menit,
dengan
penambahan tegangan
yang
monoton
sampai
mencapai
regangan
yang
diinginkan.
Gambar
2.4
merupakan grafik
tegangan-
regangan yang dihasilkan dari monotonic test menggunakan sampel kubik
EPS
geofoam 50
mm dan
kecepatan
regangan sebesar
10%
per
menit
sampai kurang
lebih 90% regangan yang
menggambarkan perilaku tekan
dari EPS geofoam. Pengujian ini dilakukan pada sampel EPS 50, namun
grafik
tegangan-regangan untuk
tipe
EPS
lainnya
mengalami
perilaku
yang sama.
|
![]() 16
Gambar 2.4
Perilaku Tegangan-Regangan pada Sampel EPS 50 (AASHTO)
(Stark, T. D., Arellano, D., Horvath, J. S., & Leshchinsky, D., 2004)
Dari perilaku tegangan-regangan yang dilihatkan pada Gambar 2.4, dapat
dibagi menjadi 4 zona :
-
Zona 1 : Linear tahap pertama
-
Zona 2 : Yielding
-
Zona 3 : Linear tahap kedua dengan sifat pengerasan geofoam
-
Zona 4 : Non linear namun tetap dengan sifat pengerasan geofoam
Pada zona 1 dapat disimpulkan bahwa
perilaku
linear dan elastis
sampai pada regangan 1%, dimana ini dinamakan sebagai tegangan limit
elatis pada parameter EPS blok geofoam, s
e
.
Sedangkan kemiringan yang
didapatkan dari
garis
persamaan zona
1
disebut
dengan
initial
tangent
Youngs Modulus, E
ti
.
Nilai E
ti
dapat dihitung melalui persamaan sebagai
berikut :
|
17
E
ti
=
450? - 3000
.................................................................................. (2.1)
Dimana,
E
ti
=
dalam kilopascal, kPa
?
=
densitas EPS, kg/m³
Dari
hukum Hooke, dinyatakan bahwa s = E
ti
*
e, dimana s adalah
tegangan
yang
bekerja
dan
e
adalah
regangan
yang
dihasilkan akibat
tegangan yang bekerja. Persamaan ini dapat digunakan untuk menghitung
tegangan elastis batas pada regangan 1% untuk tujuan desain dan analisa
adalah sebagai berikut :
s
e
=
(450? - 3000)
*
(0,01
)
=
4,5? - 30
.................................................... (2.2)
Dimana, s
e
=
dalam kilopascal, kPa
?
=
densitas EPS, kg/m³
Pada zona 2 dalam grafik tegangan-regangan disebut yielding. Zona
yielding
terjadi
pada
regangan 3%
5%.
Setelah
zona
yielding
terjadi
perilaku linear kembali. Radius dari kurva pada zona yielding tergantung
pada
densitas
EPS,
namun
pada
umumnya dengan
densitas
yang
lebih
besar,
akan
menghasilkan radius
kurva
zona
yielding
yang
lebih
kecil
sehingga
nilai
regangan
yang
dihasilkan
untuk
zona
linear
setelahnya
akan lebih kecil.
Parameter kuat tekan EPS, s
c
didefinisikan sebagai kuat tekan yang
terjadi
pada
regangan
10%.
Ini
berdasarkan ASTM
dan
juga
standar-
standar organisasi yang berlaku di dunia. Nilai s
c10
dapat dihitung dengan
persamaan sebagai berikut :
sc
10
=
8,82? - 61,7
................................................................................. (2.3)
|
18
Dimana, s
c10
=
kuat tekan pada regangan 10%, kPa
?
=
densitas EPS, kg/m³
Terdapat
parameter
EPS
geofoam yaitu
tegangan
yield,
s
y
yang
didefinisikan sebagai
tegangan
yang
menyatakan
permulaan
proses
yielding.
Tegangan
yield
dapat diketahui
dari
grafik
tegangan-regangan
EPS blok
atau
dari
rumus-rumus
empiris.
Dari
grafik
tegangan
yield
dapat dicari dengan menarik garis tangen dari
zona
linear tahap pertama
dan juga garis tangen dari zona linear tahap kedua. Pertemuan dari kedua
garis
tangen
ini
merupakan nilai
tegangan
yield
yang
terjadi.
Berikut
adalah
rumus-rumus empiris
yang
digunakan
untuk
mencari
tegangan
yield :
s
y
=
6,41? - 35,2
................................................................................... (2.4)
s
y
=
6,62? - 46,3
................................................................................... (2.5)
s
y
=
6,83? - 48,4
................................................................................... (2.6)
Dimana, s
y
=
tegangan yield, kPa
?
=
densitas EPS, kg/m³
|
![]() 19
Gambar 2.5
Grafik Tegangan Yield
(Sumber: Stark, T. D., Arellano, D., Horvath, J. S., & Leshchinsky, D., 2004)
Cyclic test:
Pembebanan
siklus
didefinisikan sebagai
beban
yang
diberikan,
dilepas,
dan
kemudian diberikan kembali dalam
waktu
yang
cepat
dan
berulang.
Penelitian
sebelumnya menyatakan bahwa
selama
tegangan
maksimum
yang
diberikan
tidak
melebihi
tegangan
batas
elastis
tidak
akan
terjadi deformasi plastis ketika
beban dilepaskan
dan
tidak
terjadi
penurunan nilai modulus Young.
Perilaku
EPS
geofoam
pada pembebanan
siklus
dipengaruhi oleh
bentuk
polyhedra partikel-partikel EPS.
Bentuk
polyhedra terjadi
ketika
partikel-partikel EPS
dikembangkan
di
proses
pembuatan
dan
berubah
bentuk dari
spherical
menjadi polyhedra. Deformasi dari polyhedra
|
![]() 20
adalah
elastis
sampai
pada
regangan
0%
1%.
Diatas
regangan 1%
polyhedra
akan
mengalami perubahan bentuk permanen
menjadi bentuk
ellipsoidal.
Gambar 2.6
Perilaku Tegangan-Regangan EPS Geofoam Pada Percobaan
Siklus dengan s > s
e
Pada Sampel EPS Geofoam Densitas 13 kg/cm³ (Stark,
T. D., Arellano, D., Horvath, J. S., & Leshchinsky, D., 2004)
b. Properti rangkak dari EPS geofoam
Pengujian
rangkak
berdasarkan pengujian
yang
dilakukan
di
laboratorium pada
sampel
EPS
berukuran
kecil
yang
dipotong
dari
blok
geofoam yang
akan digunakan
dalam
konstruksi. Dari
pengujian
ini
dapat
ditarik kesimpulan bahwa :
Jika
tegangan
yang bekerja
menghasilkan regangan
seketika
sebesar
=
0,5%,
rangkak
yang
terjadi
dapat diabaikan walau
dibebani
selama 50
tahun
atau
lebih.
Tegangan
pada
regangan
0,5%
menghasilkan kurang
lebih 25% dari kuat tekan atau 33% dari tegangan yield.
|
![]() 21
Jika tegangan yang bekerja menghasilkan regangan seketika sebesar
antara 0,5% 1% , rangkak yang terjadi masih dalam batas normal untuk
aplikasi
timbunan ringan
walau
dibebani
selama
50
tahun
atau
lebih.
Tegangan pada
regangan 1%
menghasilkan kurang
lebih 50%
dari
kuat
tekan atau 67% dari tegangan yield.
Jika
tegangan
yang bekerja
menghasilkan regangan
seketika
sebesar
=
1%, rangkak yang terjadi dapat meningkatkan dengan cepat dan menjadi
berlebih
untuk aplikasi
timbunan ringan. Tegangan pada
regangan = 1%
menghasilkan kurang lebih 75% dari kuat tekan.
Gambar 2.7 Perilaku Rangkak Pada EPS 70 (AASHTO)
(Stark, T. D., Arellano, D., Horvath, J. S., & Leshchinsky, D., 2004)
|
![]() 22
Gambar 2.8
Perilaku Rangkak Pada EPS 100 (AASHTO)
(Stark, T. D., Arellano, D., Horvath, J. S., & Leshchinsky, D., 2004)
c. Kuat geser EPS geofoam
Terdapat dua macam geser yang berkaitan dengan geofoam, yaitu :
Kuat geser internal EPS
Kuat
geser
internal
EPS
dihitung
melalui
pengujian geser
dengan
memberikan gaya normal bersamaan dengan gaya geser sampai mencapai
tegangan
geser
yang
maksimum. Kuat
geser
EPS
geofoam memiliki
korelasi dengan kuat tekannya, sehingga jarang sekali dilakukan
pengujian kuat geser pada EPS geofoam.
|
![]() 23
Gambar 2.9
Korelasi Kuat Geser dengan Densitas EPS Geofoam
(Stark, T. D., Arellano, D., Horvath, J. S., & Leshchinsky, D., 2004)
Kuat geser eksternal antara EPS/EPS atau EPS/material lainnya.
Terdapat 2
macam antarmuka pada aplikasi
EPS
geofoam sebagai
material timbunan ringan yang perlu diperhatikan, yaitu antarmuka antara
EPS/EPS dan EPS/material lainnya.
-
Interface antara EPS/EPS:
Metode pengujian
kuat
geser antarmuka antara
EPS/EPS
sama
dengan percobaan direct shear pada pasir. Berdasarkan dari data kuat
geser
yang
ada
antara
EPS/EPS,
kuat
geser
EPS
geofoam dapat
didefinisikan dengan menggunakan rumus Coulomb sebagai berikut :
t
=
s
n
*
µ
=
s
n
*
tan d
...................................................................... (2.7)
Dimana,
t
= kuat geser antarmuka
s
n
= tegangan normal yang diberikan
|
![]() 24
µ
= koefisien friksi = tan d
f
= sudut friksi antarmuka EPS/EPS
Dari
penelitian-penelitian yang
sudah
dilaporkan
terdapat
beberapa
hasil
untuk
sudut
friksi
interface EPS/EPS.
Hasil
sudut
friksi,
µ
berkisar
antara
0,5
0,7,
dengan
µ
=
0,64
yang
digunakan pada
penelitian yang dilakukan di Jepang. Dari hasil µ yang didapat nilai d
masing-masing
adalah
27°
35°
dan
32°
dari
penelitian
di
Jepang.
Namun
nilai d
yang dipakai dalam desain kuat geser EPS/EPS
pada
penelitian ini adalah 30° dengan nilai koefisien friksi sebesar 0,6.
-
Interface antara EPS/material lainnya
Terdapat
2
lokasi
pada
struktur timbunan
dimana
terdapat
interface
EPS
geofoam dengan
material lainnya,
yaitu
antara
konstruksi jalan
dengan
EPS
geofoam dan antara
EPS
geofoam
dengan
tanah
dasar.
Material yang biasa digunakan diantara konstruksi jalan dengan EPS
geofoam
adalah
geotekstil dan
geomembran,
sedangkan
antara
EPS
geofoam dengan tanah dasar adalah geotekstil dan pasir.
Tabel 2.3 Sudut geser antarmuka EPS geofoam
Interface
Sudut geser
EPS/EPS
30°
EPS/non-woven geotekstil
25°
EPS/geomembran
52°
EPS/pasir
30°
(Stark, T. D., Arellano, D., Horvath, J. S., & Leshchinsky, D., 2004)
|
25
Berdasarkan literatur
yang
didapatkan
mengenai
koefisien
friksi material
EPS geofoam dengan
material
lain, didapatkan bahwa
koefisien friksi yang terjadi antara material EPS geofoam/pasir adalah
sebesar
0,6.
Oleh
sebab
itu
diambil
asumsi
bahwa
koefisien
friksi
yang terjadi antara material EPS geofoam/tanah lempung adalah 0,5,
dengan
asumsi
bahwa
friksi
yang
terjadi
antara
material EPS
geofoam/tanah
lempung
lebih
kecil
dibandingkan dengan
koefisien
friksi antara EPS geofoam/pasir.
2.5
Stabilitas Timbunan EPS Geofoam
Desain
timbunan
konstruksi
jalan
menggunakan material
EPS
blok
geofoam memerlukan
pemahaman mengenai interaksi antara tiga komponen
pada konstruksi timbunan
tersebut,
yaitu antara
tanah dasar,
material
timbunan,
dan
konstruksi jalan.
Sehingga proses
perancangan konstruksi timbunan
dibagi
menjadi tiga tahap yang menganalisa interaksi antara ketiga komponen tersebut.
Tahap
stabilitas eksternal
(global)
meninjau interaksi
antara
kombinasi
material timbunan (EPS blok geofoam dan timbunan tanah) dan konstruksi jalan
dengan tanah
dasar
dan
juga
meninjau
stabilitas
overall
konstruksi timbunan.
Dalam perhitungan stabilitas struktur timbunan EPS blok geofoam Serviceability
Limit
State
(SLS)
dan
Ultimate
Limit
State
(ULS)
akan
diperhitungkan. SLS
stabilitas
eksternal
memperhitungkan penurunan
total
dan
differensial
yang
disebabkan oleh tanah dasar lunak, sedangkan ULS
stabilitas eksternal struktur
timbunan
memperhitungkan daya dukung tanah, stabilitas lereng, stabilitas
|
26
seismik, hydrostatic
uplift (flotation), translasi
terhadap air,
dan
translasi
terhadap angin.
Tahap stabilitas
internal meninjau stabilitas pada
material
timbunan dan
pemilihan spesifikasi EPS blok geofoam yang tepat sehingga mampu menopang
struktur
konstruksi
jalan
tanpa
mengalami penurunan
yang
berlebihan
pada
permukaan jalan.
Pada
SLS
stabilitas
internal,
pemilihan
spesifikasi
EPS
blok
geofoam yang
tepat
yang diperhitungkan, sehingga EPS blok
geofoam memiliki
daya
dukung
yang
cukup
untuk
menopang beban
konstruksi jalan
dan
tidak
mengalami
penurunan yang
berlebih.
Sedangkan
ULS
stabilitas
internal
memperhitungkan translasi
material
EPS
blok geofoam terhadap
air
dan
angin,
dan juga stabilitas seismik EPS blok geofoam.
Tahap
konstruksi
jalan
mempertimbangkan ketahanan
penopang
konstruksi jalan yang diberikan oleh
EPS blok geofoam dan pemilihan
material
dan
ketebalan
konstruksi jalan
yang
tepat
berdasarkan properti dari
EPS
blok
geofoam yang sudah dipilih.
2.5.1
Stabilitas Terhadap Daya Dukung Tanah Dasar
Keruntuhan daya dukung terjadi ketika beban
yang bekerja diatas tanah
dasar melebihi daya dukung tanah dasar yang berkaitan dengan kuat geser tanah
dasar tersebut. Ketika keruntuhan daya dukung terjadi, timbunan akan
mengalami penurunan yang
berlebih
dan
akan
berdampak
pada
bangunan
disekitarnya.
|
![]() 27
1
Persamaan umum yang digunakan untuk memperhitungkan daya dukung
tanah ultimit berdasarkan teori daya dukung Terzhagi adalah sebagai berikut :
q
u
=
cN
c
+
?D
f
N
q
+
?B
w
N
?
............................................................................. (2.8)
2
Dimana, q
u
=
daya dukung tanah ultimit, kN/m²
c
=
parameter kuat geser Mohr-Coulomb, kN/m2
Nc,N
?
,N
q
=
faktor ketahanan geser daya dukung
?
=
berat jenis tanah, kN/m³
B
w
=
lebar bawah timbunan, m
D
f
=
kedalaman timbunan, m
Pada
kebanyakan
kasus,
timbunan
EPS
blok
geofoam
digunakan
pada
tanah dasar
lunak kohesif jenuh air.
Dengan keadaan
ini, persamaan 2.8 dapat
disederhanakan. Parameter Mohr-Coulomb untuk sudut friksi internal, f
=
0
dan
c
=
s
u
(kuat geser undrained untuk tanah lunak kohesif jenuh air). Perhitungan ini
hanya berlaku jika s
u
memiliki nilai yang seragam pada masing masing
kedalaman.
Karena nilai f
= 0, N
?
= 0, N
q
= 1 dan persamaan
2.8 dapat
disederhanakan menjadi :
q
u
=
s
u
Nc + ?D
f
................................................................................................. (2.9)
Tabel 2.4
Faktor Daya Dukung, Nc, N
q
, dan N
?
f
(°)
Nc
N
q
N
?
f
(°)
Nc
N
q
N
?
0
5,14
1,00
0,000
26
22,25
11,85
8,002
1
5,38
1,09
0,002
27
23,94
13,20
9,463
2
5,63
1,20
0,010
28
25,80
14,72
11,19
3
5,90
1,31
0,023
29
27,86
16,44
13,236
4
6,19
1,43
0,042
30
30,14
18,40
15,668
5
6,49
1,57
0,070
31
32,67
20,63
18,564
|
![]() 28
f
(°)
Nc
N
q
N
?
f
(°)
Nc
N
q
N
?
6
6,81
1,72
0,106
32
35,49
23,18
22,022
7
7,16
1,88
0,152
33
38,64
26,09
26,166
8
7,53
2,06
0,209
34
42,16
29,44
31,145
9
7,92
2,25
0,280
35
36,12
33,30
37,152
10
8,35
2,47
0,367
36
50,59
37,75
44,426
11
8,80
2,71
0,471
37
55,63
42,92
53,27
12
9,28
2,97
0,596
38
61,35
48,93
64,073
13
9,81
3,26
0,744
39
67,87
55,96
77,332
14
10,37
3,59
0,921
40
75,31
64,20
93,69
15
10,98
3,94
1,129
41
83,86
73,90
113,316
16
11,63
4,34
1,375
42
93,71
85,38
139,316
17
12,34
4,77
1,664
43
105,11
99,02
171,141
18
13,10
5,26
2,003
44
118,37
115,31
211,406
19
13,93
5,80
2,403
45
133,88
134,88
262,739
20
14,83
6,40
2,871
46
152,10
158,51
328,728
21
15,82
7,07
3,421
47
173,64
187,21
414,322
22
16,88
7,82
4,066
48
199,26
222,31
526,444
23
18,05
8,66
4,824
49
229,93
265,51
674,908
24
19,32
9,60
5,716
50
266,89
319,07
873,843
25
20,72
10,66
6,765
(Das, Braja. M, 2007)
FK =
q
u
.......................................................................................................... (2.10)
q
a
Dimana,
q
a
= s
n
s
n
= tegangan normal yang diberikan timbunan pada permukaan
tanah pada kedalaman 0 yang mampu dipikul oleh tanah, kPa
= s
n
jalan
+
s
n
lalu lintas
+
s
n
geofoam
s
n
jalan
=
tegangan normal yang diberikan konstruksi jalan pada
permukaan tanah, kPa
s
n
lalu lintas
=
tegangan normal yang diberikan beban lalu lintas pada
permukaan tanah, kPa
|
![]() 29
cu
s
n
EPS
=
tegangan normal yang diberikan oleh beban EPS blok
geofoam pada permukaan tanah, kPa
=
?
EPS
* T
EPS
?
EPS
=
berat jenis EPS blok geofoam, kN/m³
T
EPS
=
tebal/tinggi total EPS blok geofoam, m
2.5.2
Stabilitas Geser Talud
Stabilitas
geser
talud
berhubungan dengan
stabilitas
dari
material
timbunan dan
kemiringan timbunan. Material
timbunan menyalurkan gaya
aktif
yang
memperlukan gaya penahan
untuk menahannya. Tekanan aktif
tanah
yang
bekerja adalah sebagai berikut :
E
=
1
.K
.? .H² + K
.?P.H
.............................................................................. (2.11)
a
2
a t
a
Dimana,
K
a
=
koefisien tegangan lateral aktif
?
t
?P
=
=
berat jenis timbunan, kN/m³
beban luar, kN/m²
H
=
tinggi timbunan, m
?P
f
Tanah Timbunan
c
Ea
H
Bidang Keruntuhan
n
?
Ts
1
D
?
s
Tanah Lunak
?.H.Ka
2.c.akar Ka
?P.Ka
L
=
n.H
Gambar 2.10
Skematis Stabilitas Geser Talud Timbunan
|
![]() 30
Untuk
timbunan tanpa
lapisan
perkuatan diatas
tanah
lunak,
terdapat
permukaan
geser
pada
perbatasan
antara
material
timbunan
dan
tanah
lunak.
Gaya
geser
penahan
maksimum
yang
bekerja
pada
perbatasan
tersebut
hanya
kuat
geser
pada keadaan
tidak terdrainase
dan
tidak
terkonsolidasi, c
u
.
Gaya
penahan yang bekerja adalah sebagai berikut :
F
int ernal
=
c
u
.nH
.................................................................................................. (2.12)
Dimana,
c
u
= kuat geser undrained tanah dasar, kN/m²
nH = panjang daerah yang tergelincir, m
Untuk
timbunan dengan
perkuatan
gaya
geser pada
permukaan tersebut
adalah friksi antara material timbunan dengan material perkuatan. Gaya penahan
yang bekerja adalah sebagai berikut :
T
=
nH.
1
.? .H. tan d + c.nH
........................................................................ (2.13)
int ernal
2
t
Dimana,
d
= sudut
friksi
antara
material
timbunan
dengan
material
perkuatan,°
= 0,8 × <
Dalam analisa limit equilibrium, gaya
gaya tersebut harus
memenuhi kondisi
keseimbangan berikut :
Tanpa perkuatan Æ E
a
=
F
internal
..................................................................... (2.14)
Dengan perkuatan Æ E
a
=
T
internal
.................................................................. (2.15)
|
![]() 31
c
?
2.5.3
Stabilitas Terhadap Lateral Spreading
Pada kasus
dimana
tanah dasar lunak terbagi atas beberapa lapisan, dan
terdapat
lapisan
yang
memiliki kekuatan yang
rendah,
ini
dapat
menyebabkan
timbulnya permukaan
geser pada
lapisan tersebut.
Beban
yang disalurkan
material
timbunan
akan
menyebabkan tanah
pada
lapisan
tersebut
untuk
terdorong keluar.
?P
f
H
c
Tanah Timbunan (q)
n
1
D
?
s
Tanah Lunak
F
top
Ea
Ep
F
bottom
?.H.Ka
(?P+q)Ka
L
=
n.H
?.H.Kp
Gambar 2.11
Skematis Stabilitas Terhadap Lateral Spreading Timbunan
Gaya-gaya
tanah
dasar
yang
bekerja pada
blok
yang
tergeser adalah sebagai
berikut :
E
=
1
.?.D²
-
2c
.D + ?
.H .D + ?P.D
................................................................ (2.16)
a
2
u
t
t
E
=
1
.?.D
2
+
2c
p
2
u
.D
........................................................................................ (2.17)
Dimana,
E
a
= tekanan aktif tanah dasar, kN/m
E
p
= tekanan pasif tanah dasar, kN/m
?
= berat jenis tanah dasar, kN/m3
D = kedalaman tanah dasar, m
Gaya penahan yang bekerja akibatnya adanya gesekan untuk menahan gaya-gaya
yang dihasilkan oleh tanah dasar adalah sebagai berikut :
|
32
F
top
=
c
u
top
.nH
.................................................................................................. (2.18)
F
bottom
=
c
u
bottom
.nH
.......................................................................................... (2.19)
Dimana,
F
top
=
gaya penahan tanah dasar bagian atas, kN/m
F
bottom
c
u
top
c
u
bottom
=
gaya penahan tanah dasar bagian atas, kN/m
=
kuat geser tanah dasar pada bagian atas, kN/m²
=
kuat geser tanah dasar pada bagian bawah, kN/m²
Pada perhitungan stabilitas pondasi, persamaan keseimbangan berikut harus
terpenuhi :
E
a
+
E
p
=
F
top
+
F
bottom
............................................................................................ (2.20)
Dari persamaan 2.20, dapat diuraikan menjadi persamaan sebagai berikut untuk
tanah dasar yang sangat lunak :
?.H.D + ?P.D = ©
u
top
.nH + c
u
bottom
.nH
................................................................ (2.21)
Apabila digunakan
material perkuatan pada bagian atas tanah dasar,
maka F
top
digantikan dengan T
mat
,
gaya penahan material perkuatan.
?.H.D + ?P.D = T
mat
+
F
bottom
.............................................................................. (2.22)
Stabilitas terhadap lateral spreading pada penilitian ini akan di
analisa dengan
menggunanakan Program Plaxis versi 8.2.
2.5.4
Stabilitas Lereng Timbunan Trapezoid
Keruntuhan stabilitas lereng terjadi ketika tegangan geser pendorong
sama dengan atau
lebih besar dari tegangan geser penahan dari
material
|
![]() 33
+
timbunan pada permukaan keruntuhan. Persamaan umum untuk faktor keamanan
keseimbangan limit adalah sebagai berikut :
FK
=
Tegangan
geser
penahan
Tegangan
geser pendorong
....................................................................... (2.23)
Tegangan geser pendorong akibat dari beban material tanah penutup, EPS
blok
geofoam, dan
lalu lintas serta konstruksi jalan. Sedangkan tegangan
geser
penahan berasal
dari
kuat
geser
undrained
dari
tanah
dasar
dan
EPS
blok
geofoam.
Asumsi bidang keruntuhan yang terjadi pada struktur timbunan EPS blok
geofoam
adalah
keruntuhan rotasi,
sehingga
digunakan metode
Simplified
Bishops
Method
untuk
memperhitungkan faktor
keamanan
dari
bidang
keruntuhan
yang
terjadi. Faktor
keamanan diperhitungkan secara
iterasi sampai
menemukan faktor keamanan terkecil sebelum terjadi keruntuhan pada struktur
timbunan. Persamaan Simplified Bishops Method adalah sebagai berikut :
? c' b
[c' b
n
+
(W
n
-
ub
n
)
tan f'
]
sec a
n
?
tan f' tan a
n
?
?
1
?
FK =
?
F
?
?
W
n
sin a
n
.......................................... (2.24)
Dimana,
FK =
Faktor keamanan
c
=
Kohesi
b
=
Lebar potongan, m
W
=
Berat potongan, kN/m
u
=
Tegangan air pori, kN/m²
f
=
Sudut geser dalam, (°)
a
=
Kemiring potongan pada bidang keruntuhan, (°)
|
![]() 34
Pada
penelitian
yang
sudah dilakukan
oleh
National Cooperative
Highway
Research Program dengan judul Geofoam Applications in the Design
and Construction of Highway
Embankments,
faktor keamanan
untuk
timbunan
pada jalan tol dengan 2 jalur, 4 jalur, dan 6 jalur melampaui nilai 1,5 ketika kuat
geser
undrained
tanah
dasar
sama
dengan
atau
lebih
besar
daripada 12
kPa.
Sehingga berdasarkan hasil ini dapat dikatakan bahwa stabilitas lereng eksternal
tidak menyebabkan keruntuhan eksternal pada struktur timbunan.
2.5.5
Hydrostatic Uplift
EPS
blok
geofoam
merupakan material
ringan
yang
memiliki
massa
kurang
lebih
1%
dari
massa
material
tanah.
Akibat
massa
EPS
blok
geofoam
yang
sangat
ringan,
terdapat
kecenderungan terjadinya
gaya
angkat
air
pada
seluruh struktur timbunan pada permukaan tanah dasar dengan lapisan EPS blok
geofoam. Faktor keamanan terhadap pergerakan vertikal struktur timbunan
akibat
kenaikan permukaan air
tanah
adalah
perbanding
antara
total
tegangan
vertikal yang diberikan timbunan pada tanah dasar dengan tekanan pengangkatan
air yang bekerja pada struktur timbunan.
FK
=
SN
SU
........................................................................................................ (2.25)
Dimana, SN =
total dari gaya normal yang bekerja = W
EPS
+ W
air
+
W'
air
SU =
total dari gaya angkat air pada bagian bawah timbunan
W
EPS
= berat timbunan EPS blok geofoam
W
air
,
W'
air
= komponen vertikal dari berat air pada kedua sisi
timbunan
|
![]() 35
Pada perhitungan gaya angkat air pada struktur timbunan, hasil penurunan
yang didapatkan harus diperhitungkan. Tinggi timbunan akan tetap sama, namun
ketika timbunan mengalami penurunan kedalaman air
yang
mempengaruhi gaya
angkat
air akan
bertambah.
Sehingga
kedalaman air
pada kedua
sisi
timbunan
menjadi
h+S
total
dan h'+S
total
.
Tekanan air yang dihasilkan
menjadi ?
W
*(h+S
total
)
dan ?
W
*(h'+S
total
).
Pada kasus tinggi air di kedua sisi timbunan memiliki tinggi yang sama,
persamaan faktor keamanan menjadi :
FK =
W
EPS
+
W
air
+
W'
air
+O
REQ
....................................................................... (2.26)
?
W
*
(h + S
total
)
*
B
W
Dimana,
?
w
=
berat jenis air, kN/m³
S
total
=
penurunan total, m
h
=
permukaan air, m
B
w
=
lebar dasar timbunan, m
O
REQ
=
beban tambahan yang diperlukan struktur timbunan EPS blok
geofoam agar memenuhi faktor keamanan, kN/m
|
![]() 36
Gambar 2.12
Hydrostatic Uplift dengan Permukaan Air yang Sama Pada
Kedua Sisi
(Stark, T. D., Arellano, D., Horvath, J. S., & Leshchinsky, D., 2004)
Dengan adanya ketinggian air di kedua sisi timbunan merupakan kondisi
yang buruk pada struktur timbunan, karena akan menimbulkan gaya angkat yang
seragam sepanjang dasar timbunan. Tekanan air menimbulkan gaya angkat pada
dasar timbunan sebesar :
U
=
?
W
*
B
W
*
(h
+
S
total
)
=
?
W
*
B
W
* h'+S
(h'+S
total
)
............................................................ (2.27)
Komponen dalam perhitungan nilai O
REQ
adalah berat struktur yang
berada
diatas EPS
geofoam. Berat
struktur diatas
EPS
geofoam dapat
dihitung
dengan mengkalikan berat jenis bahan, tebalnya dengan lebar jalan.
W
=
?
*
t
*
l
........................................................................................................ (2.28)
Agar
mendapatkan
nilai
faktor
keamanan
yang
diinginkan
untuk
gaya
angkat air,
nilai O
REQ
harus
lebih kecil
daripada total berat jalan dan penutup
tanah.
O
REQ
<
W
.........................................................................................................(2.29)
|
![]() 37
S
)
S
) ?
Faktor
keamanan
1,2
merupakan
nilai
FK
yang
diinginkan dalam
perhitungan gaya angkat air. Ini karena gaya angkat air merupakan pembebanan
yang
terjadi
sementara
dan
tidak
memerlukan nilai
FK
yang
terlalu
besar.
Sehingga nilai O
REQ
yang diperlukan untuk memenuhi faktor keamanan 1,2 dapat
dihitung dengan persamaan sebagai berikut :
O
REQ
= ¹,2 *
[¹,2 *
(
?
w
*
(
h
+
S
total
)
*
B
w
)]
-
[(
W
EPS
+
W
air
+
W'
air
)]
................................ (2.30)
Untuk
menghitung
beban
EPS
dan
beban
air
yang
bekerja
digunakan
persamaan berikut :
H
(l
atas
+
l
bawah
)
..................................................................................... (2.31)
W
EPS
=
.
?
d
2
W
air
=
1
.
(h
2
?
sh
+
total
.
?
?
sv
.
(h
?
+
total
?
.
air
?
..................................................................... (2.32)
Dimana,
l
atas
=
lebar timbunan EPS bagian atas, m
l
bawah
=
lebar timbunan EPS bagian bawah, m
?
d
=
berat jenis kering EPS, kN/m³
sh/sv
=
perbandingan sisi horisontal dengan vertikal kemiringan
timbunan
Untuk kondisi dimana tinggi air
hanya berada pada satu
sisi dari
timbunan, persamaan faktor keamanan menjadi sebagai berikut :
FK =
W
EPS
+
W
air
+
O
REQ
1
........................................................................... (2.33)
*
?
W
*
(h + S
total
)
*
B
W
2
Sehingga nilai O
REQ
yang diperlukan adalah :
?
?
1
?
?
O
REQ
=
?
1,2 *
?
*
?
w
*
(h + S
total
)* B
w
?
?
-
[(W
EPS
+
W
air
)]
................................... (2.34)
?
?
2
?
?
|
![]() 38
Gambar 2.13
Hydrostatic Uplift dengan Permukaan Air Pada Satu Sisi
(Stark, T. D., Arellano, D., Horvath, J. S., & Leshchinsky, D., 2004)
2.5.6
Translasi Akibat Air
Akibat
massa
EPS
blok
geofoam yang
ringan, terdapat kecenderungan
untuk
bergeser
kearah
horisontal
seluruh struktur
timbunan
pada permukaan
tanah dasar dan dasar timbunan akibat tekanan air arah horisontal yang bekerja di
sisi
timbunan.
Kecenderungan jangka
pendek
pada
struktur
timbunan
untuk
bergeser akibat tekanan air akan ditahan oleh kuat geser undrained tanah dasar,
apabila tanah dasar merupakan tanah lempung. Sedangkan untuk jangka panjang
pergeseran struktur timbunan akan ditahan oleh friksi antara EPS blok geofoam
dengan tanah
dasar.
Sudut
friksi
untuk
permukaan
geofoam/tanah dasar
cukup
besar
namun
gaya penahan yang bekerja kecil, karena beban mati dari struktur
timbunan
EPS
blok
geofoam sangat kecil.
Oleh karena
itu, potensi
timbunan
terhadap
pergeseran
horisontal
akibat
tekanan
air
merupakan salah
satu
keruntuhan yang dapat terjadi. Faktor keamanan terhadap pergeseran timbunan
|
![]() 39
adalah rasio antara
gaya penahan
geser sepanjang permukaan
EPS/tanah dasar
dengan gaya pendorong horisontal. Total gaya pendorong horisonta merupakan
total tekanan air yang bekerja yang sama dengan diagram tekanan air,
1
(
?
w h
)h
2
,
2
dimana h sama dengan tinggi vertikal air.
FK =
?
gaya penahan horisontal
?
gaya pendorong horisontal
c
*
A
+
(
?
N
-
?
U
)
tan d
=
?
HF
............................ (2.35)
Dimana,
c
=
kohesi sepanjang permukaan geser horisontal
A
=
luas permukaan geser horisontal yang diperhitungkan, m2
SN =
total gaya normal = W
EPS
+ W
air
+ O
REQ
,
kN/m
SU =
total gaya angkat = 1
*
(
?
2
w
* h
(h
+
S
total
))* B
w
, kN/m
d
=
sudut friksi sepanjang permukaan geser, °
SHF
=
total gaya horisontal, kN/m
S
total
=
total penurunan, m
B
w
=
lebar dasar timbunan, m
Untuk
mencari
faktor keamanan
dari
keruntuhan
translasi
terhadap
air
dapat
menggunakan persamaan sebagai berikut :
?
?
1
?
?
?
(W
EPS
+
W
air
+
O
REQ
)-
?
FK =
?
?
2
((
h
+
S
total
)
*
?
w
)
*
B
?
?
*
tan d
?
?
............................ (2.36)
1
(
?
2
w
*
(
h
+
S
total
)2
)
Faktor
keamanan
1,2
merupakan
nilai
FK
yang
diinginkan dalam
perhitungan
translasi terhadap
air.
Ini
karena
translasi
terhadap
air
merupakan
pembebanan yang terjadi sementara dan tidak memerlukan nilai FK yang terlalu
|
![]() 40
+
)
*
B
-
W
-
W
w
)
besar. Sehingga
nilai O
REQ
yang diperlukan
untuk
memenuhi
faktor keamanan
1,2 dapat dihitung dengan persamaan sebagai berikut :
O
REQ
1,2 *
1
(?
=
2
*
(h + S
total
)2
?
1
?
((
h
+
S
total
)
*
?
?
w
?
EPS
air
.............. (2.37)
tan d
?
2
?
2.6
Penurunan Tanah (Ground Settlement)
Penurunan pada tanah terjadi ketika terdapat beban
yang bekerja diatas
tanah,
beban
pondasi
maupun
beban
struktur
lainnya.
Pembebanan ini
mengakibatkan deformasi
pada
partikel
tanah,
relokasi
partikel
tanah
dan
keluarnya air atau udara dari pori-pori yang terdapat pada tanah. Pada umumnya
terdapat tiga macam penurunan yang terjadi pada tanah, yaitu:
a.
Penurunan Seketika (Immediate Settlement)
Merupakan pemampatan
yang terjadi akibat perubahan elastis dari partikel
tanah tanpa adanya perubahan kadar air.
b.
Penurunan Konsolidasi (Primary Consolidation)
Merupakan pemampatan yang terjadi akibat perubahan
volume pada tanah
kohesif jenuh air karena keluarnya air dari pori-pori tanah.
c.
Penurunan Sekunder (Secondary Consolidation)
Merupakan pemampatan
yang terjadi
akibat
penyesuaian sifat
plastis
dari
partikel tanah pada tanah kohesif jenuh air.
Sehingga total penurunan tanah dapat dirumuskan sebagai berikut:
S
t
=
S
i
+
Sc
+ S
s
.............................................................................................. (2.38)
|
![]() 41
2
m
?
2.6.1
Penurunan Seketika (Immediate Settlement)
Penurunan seketika terjadi seketika setelah pembebanan pada tanah dasar,
tanpa
adanya
perubahan
pada
kadar
air
tanah.
Pembebanan pada
tanah
menimbulkan
tegangan
tekan
yang
menyebabkan
tanah
termampatkan
ke
arah
vertikal dan penurunan yang terjadi diikuti oleh pergerakan tanah ke arah lateral,
sehingga tidak terjadi perubahan volume pada tanah. Besarnya penurunan
seketika
tergantung
pada
fleksibilitas
pondasi
dan jenis
tanah
dasarnya.
Penurunan
seketika
biasanya
hanya
terjadi
pada
pasir
lepas
sedangkan
pada
tanah
lempung penurunan
seketika
jarang
terjadi,
sehingga
penurunan
seketika
sering
tidak
diperhitungkan untuk
tanah
lempung.
Penurunan
seketika
untuk
pondasi diatas tanah elastis dapat dirumuskan berdasarkan prinsip teori elastisitas
sebagai berikut:
S
e
=
?sB
w
1
-
µ
s
E
s
I
p
......................................................................................... (2.39)
Dimana, S
e
= Penurunan seketika, m
?s = Tegangan total (Net pressure applied), kN/m²
B
w
= Lebar pondasi ( = diameter pondasi lingkaran), m
µ
s
= Poisson rasio tanah
E
s
= Modulus elastisitas tanah, kN/m²
I
p
= Faktor pengaruh non-dimensi (Nondimensional influence factor)
Schleicher
(1926) merumuskan
faktor
pengaruh
nondimensi
pada titik sudut
pondasi bujursangkar elastis sebagai berikut :
1
?
?
1
+
m
2
+
1
?
?
I
p
= m
m
?
ln
?
1
1
?
?
+ n
ln
?
m
+
?
1
2
+
1
?
?
?
........................................................ (2.40)
p
?
m
?
?
?
?
1
?
?
|
![]() ![]() ![]() ![]() 42
Dimana, m1
=
panjang pondasi dibagi dengan lebar pondasi
Tabel 2.5
Faktor Pengaruh non dimensi pada Pondasi
Bentuk
Pondasi
m1
I
p
Fleksibel
Kaku
Titik Tengah
Titik Sudut
Lingkaran
1,00
0,64
0,79
Bujur sangkar
1
1,12
0,56
0,88
1,5
1,36
0,68
1,07
2
1,53
0,77
1,21
3
1,78
0,89
1,42
5
2,10
1,05
1,70
10
2,54
1,27
2,10
20
2,99
1,49
2,46
50
3,57
1,80
3,00
100
4,01
2,00
3,43
(Das, Braja. M, 2006)
Tabel 2.6
Modulus Elastisitas Tanah
Jenis Tanah
E
s
(kN/m²)
Lempung Lunak
1,800 3,500
Lempung Keras
6,000 14,000
Pasir Lepas
10,000 28,000
Pasir Padat
35,000 70,000
(Das, Braja. M, 2006)
|
![]() 43
Tabel 2.7
Poisson Rasio
Jenis Tanah
Poisson Rasio, µ
s
Pasir Lepas
0,2 0,4
Pasir Sedang
0,25 0,4
Pasir Padat
0,3 0,45
Silty Sand
(Pasir Kelanauan)
0,2 0,4
Lempung Lunak
0,15 0,25
Lempung Sedang
0,2 0,5
(Das, Braja. M, 2006)
Berdasarkan persamaan 2.39, tekanan ?s bekerja pada permukaan tanah.
Sehingga jika persamaan ini digunakan untuk perhitungan penurunan hasil yang
didapatkan
adalah
hasil
konservatif,
karena
pada
kenyataannya pondasi
ditanamkan pada
kedalaman
tertentu.
Semakin
dalam
pondasi
ditanamkan,
semakin kecil penurunan yang akan terjadi.
2.6.2
Penurunan Konsolidasi (Consolidation Settlement)
Ketika
tanah
jenuh air
diberi beban,
tegangan air pori
di
dalam
tanah
meningkat.
Pada
pasir
dengan
permeabilitas yang
tinggi,
disipasi
air
akibat
meningkatnya tegangan
air
pori
terjadi
seketika.
Disipasi
air
menyebabkan
perubahan
volume
tanah
yang
mengakibatkan
penurunan
pada
tanah
dan
juga
struktur
diatasnya.
Penurunan
seketika
dan
penurunan
konsolidasi pada
pasir
terjadi seketika, akibat proses disipasi air yang begitu cepat karena pasir
memiliki permeabilitas tanah yang tinggi.
|
![]() 44
Pada
pembebanan tanah
lempung
jenuh
air, penurunan seketika
terjadi
seketika
beban
diberikan.
Karena
permeabilitas tanah
lempung
yang
rendah,
disipasi air pori dari tanah terjadi pada jangka waktu yang sangat lama.
Penurunan
konsolidasi
yang terjadi pada
tanah
lempung akan jauh
lebih
besar
daripada penurunan seketika.
Analogi deformasi yang terjadi pada
tanah
lempung akibat pembebanan
dapat dijelaskan menggunakan permodelan silinder dengan pegas ditengahnya.
Gambar 2.14
Analogi Penurunan Pada Tanah Lempung
(Das, Braja. M, 2006)
a. Silinder
ini
berisikan air
yang
memiliki
pegas ditengahnya. Luas silinder
adalah A. Pada saat ini ketika kran dalam keadaan tertutup dan tegangan air
|
![]() 45
pori di dalam silinder adalah ?u = 0. Beban P diberikan pada silinder semua
beban akan dipikul oleh air karena air memiliki sifat tidak tertekan. Silinder
dalam keadaan penutup yang tertutup dengan tekanan.
b. Ketika silinder dalam keadaan tertutup
ini diberikan beban P, semua beban
akan
dipikul oleh air karena air memiliki sifat tidak tertekan
(incompressible).
P = P
s
+
P
w
Dimana,
P
s
= Tekanan partikel tanah
P
w
= Tekanan air tanah
Karena air memiliki sifat tidak tertekan (incompressible), maka P
s
=
0 dan
P
w
=
P.
Pada saat
ini
tegangan air
pori
yang
terjadi
pada
silinder
adalah
?u =
P
.
A
c. Pada saat ini kran dibuka dengan beban P tetap bekerja pada silinder,
maka
air di dalam silinder akan mulai keluar. Disipasi air dari silinder
menyebabkan
penurunan
tegangan
air
pori
dalam silinder
dan
peningkatan
tekanan pada pegas. Pada
saat ini beban P dipikul oleh air dan juga pegas,
sehingga P
s
>
0
dan P
w
<
P
dan tegangan air pori yang terjadi pada silinder
adalah
?u <
P
.
A
d. Dalam keadaan kran terbuka dan beban P tetap bekerja pada silinder, air akan
terus menerus keluar dari silinder sampai tegangan air pori di dalam silinder
menjadi 0. Sehingga semua beban P dipikul oleh pegas sehingga P
s
=
P
dan
P
w
=
0, dan tegangan air pori yang terjadi pada silinder adalah ?u = 0.
|
![]() 46
?s
?u=?s
?s
?s
Peningkatan
Tegangan
Total
Peningkatan
Tegangan
Air
Pori
Peningkatan
Tegangan
Efektif
H
?s'=0
Kedalaman
Kedalaman
Pada t = 0
Kedalaman
Peningkatan
Tegangan
Total
Peningkatan
Tegangan
Air
Pori
Peningkatan
Tegangan
Efektif
H
?u<?s
H
?s'>0
?s
?s
Kedalaman
Kedalaman
Pada 0 < t <
=
0
Kedalaman
Peningkatan
Tegangan
Total
Peningkatan
Tegangan
Air
Pori
Peningkatan
Tegangan
Efektif
H
H
?u=0
?s'=?s
Kedalaman
Kedalaman
Pada t =
Kedalaman
Gambar 2.15 Perubahan Tegangan Saat Konsolidasi
Pada
tanah
lempung
terdapat
dua
macam
tanah,
yaitu tanah
normally
consolidated dan tanah overconsolidated.
|
![]() 47
a. Tanah normally consolidated; tegangan efektif tanah saat ini adalah tegangan
efektif maksimum yang dialami pada masa lampau.
b. Tanah
overconsolidated;
tegangan
efektif
tanah
saat
ini
lebih
kecil
dibandingkan tegangan
efektif
tanah
yang
dialami
pada
masa
lampau.
Tegangan
efektif
tanah
maksimum yang
dialami
tanah
disebut
dengan
tegangan prakonsolidasi.
Untuk
menghitung
penurunan
konsolidasi
yang terjadi
pada
tanah
digunakan rumus-rumus sebagai berikut :
Untuk tanah normally consolidated :
Jika (s
0
'
+
?s') = s
p
',
maka besar penurunan konsolidasi adalah sebagai berikut:
S
c
=
H
Cc
1
+
e
0
log
s
0
'
+?s
'
s
0
'
....................................................................................... (2.41)
Untuk tanah overconsolidated :
Jika (s
0
'
+
?s') = s
p
', maka besar penurunan konsolidasi adalah sebagai berikut:
S
c
=
H
C
s
1
+
e
0
log
s
0
'+?s'
s
0
'
...................................................................................... (2.42)
Jika s
0
'
=
s
p
'
=
(s
0
'
+
?s'), maka besar penurunan konsolidasi adalah sebagai
berikut :
S
c
=
H
C
s
1
+
e
0
s
'
log
p
+
H
s
0
'
Cc
1
+
e
0
log
s
0
'+?s'
.................................................................. (2.43)
s
p
'
Dimana, Sc
H
=
=
Penurunan konsolidasi, m
Tebal lapisan tanah yang mengalami pemampatan, m
Cc
C
s
e
0
=
=
=
Indeks kompresi
Indeks swelling
Angka pori awal
|
48
s
0
' =
Tegangan efektif awal
?s' =
Perubahan tegangan efektif, kN/m²
s
p
' =
Tegangan efektif awal prakonsolidasi, kN/m²
Persamaan 2.41, 2.42 dan 2.43 sering digunakan untuk memperhitungkan
penurunan konsolidasi, namun terdapat juga persamaan melalui metode
elastisitas sebagai berikut yang dapat juga menghitung penurunan konsolidasi :
Sc
=
m
v
.?s'.H
..................................................................................................... (2.44)
Dimana,
m
v
=
koefisien kompresibilitas volume, m²
/kN
Dalam
menghitung perubahan
tegangan efektif
akibat
beban
luar
yang
ada
diatas
tanah
dasar,
perlu
diperhitungkan penyebaran
beban
untuk
setiap
lapisan tanah
dasar
sesuai dengan
kedalaman tanah
dasar.
Dalam
menghitung
penyebaran beban
yang
terjadi,
terdapat
faktor
pengaruh
yang
harus
didapat
terlebih
dahulu.
Grafik
faktor
pengaruh
tersebut
tergantung pada
bentuk
dari
timbunan itu sendiri.
Pada
Gambar
2.16
adalah
grafik
faktor
pengaruh untuk
timbunan bentuk trapezium.
|
![]() 49
Gam bar 2.16
Grafik Faktor Pengaruh Tegangan Untnk Beban Timhunan
Menerus
(Navfac, 1971)
|
![]() 50
2.6.3
Penurunan Sekunder (Secondary Settlement)
Setelah
selesai
proses
penurunan
konsolidasi,
yaitu
proses
disipasi dari
tegangan air pori sampai ?u = 0, terjadi penurunan sekunder akibat penyesuaian
sifat plastis dari partikel tanah. Pada penurunan sekunder partikel-partikel tanah
mengalami penyesuaian
pada kerangka tanah. Selama proses penurunan
sekunder
tidak
terjadi
perubahan pada
tegangan
efektif
tanah. Penurunan
sekunder dapat dihitung dengan rumus sebagai berikut :
?
t
2
?
................................................................................................ (2.45)
S
s
=
C'
a
H
log
?
?
?
t1
?
Dengan nilai C
a
'
sebagai berikut :
C'
a
=
C
a
1
+
e
p
........................................................................................................ (2.46)
Dimana nilai C
a
dapat dicari dengan rumus sebagai berikut :
C
a
=
?e
?
t
?
..................................................................................................... (2.47)
log
?
²
?
?
t1
?
Dimana, S
s
=
Penurunan sekunder, m
C
a
=
Indeks kompresi sekunder
?e
=
Perubahan angka pori
t2
,
t1 =
Waktu
e
p
=
Angka pori pada akhir penurunan konsolidasi
H =
Tebal lapisan tanah yang mengalami pemampatan, m
|
51
2.7
Proyek proyek yang Menggunakan Geofoam
2.7.1
Aplikasi Geofoam pada Sub-base Jalur Kereta Api
Negara Belanda bagian barat dan utara merupakan daerah yang memiliki
karakteristik tanah
mulai dari
lunak sampai sangat lunak. Pembangunan jalur rel
kereta
diatas
tanah seperti
ini
memerlukan pelaksanaan
perbaikan
tanah
untuk
meningkatkan daya
dukung
tanah
dasar.
Metode
konvensional
yang
biasa
dilakukan adalah dengan
menggantikan bagian tanah
yang
lunak
dengan pasir,
namun penurunan yang besar tetap terjadi akibat beban struktur
rel kereta
yang
berat.
Dengan
mengaplikasikan material
ringan
seperti
EPS
geofoam,
keseimbangan struktur dapat
diperoleh
sehingga
mencegah penyebaran beban
yang berlebih pada lapisan sub-base. Untuk
mengurangi beban menyeluruh dari
struktur rel kereta dan penyebaran beban pada lapisan sub-base, diletakan lapisan
EPS geofoam di antara struktur pelat beton dan lapisan sub-base.
Dibandingkan material sub-base konvensional seperti tanah, EPS
geofoam
memiliki
densitas
dan
modulus
elastisitas
yang
rendah,
dan
memiliki
kemampuan menyerap
air
serta
mempunyai fungsi
sebagai
insulasi.
Karena
kekuatan EPS geofoam yang relatif rendah, perlu diaplikasikan pelat beton diatas
lapisan EPS geofoam. Dengan desain seperti ini berat struktur secara
keseluruhan,
yang
mengindikasikan penyebaran
beban
yang
terjadi,
dapat
dikurangi dengan penggunaan EPS geofoam sebagai material sub-base.
Analisa perilaku dinamis yang terjadi pada rel kereta telah diperhitungkan
menggunakan
software
RAIL. Kereta
api TGV yang
beroperasi
dengan
kecepatan
65
m/detik
diatas
lapisan
EPS
geofoam
sebagai
material sub-base
|
![]() 52
telah
disimulasikan. Dari
hasil
yang
didapat,
untuk
mencegah
deformasi
yang
terjadi pada lapisan EPS
geofoam regangan
maksimum, e
eps
=
0,05
(tinggi EPS
geofoam
=
1 m).
Perpindahan
rel
kereta
maksimum
akibat
kecepatan
tinggi
kereta harus dibawah perpindahan batas, u = 2 mm untuk mencegah perpindahan
rel dari jalurnya.
Gambar 2.17
Desain Struktur Jalur Rel Kereta Konvensional (a) dan
dengan EPS geofoam (b)
(Esveld, C., & Markine, V., 2003)
Kesimpulan
yang didapatkan dari aplikasi EPS
geofoam pada sub-base
jalur kereta api adalah sebagai berikut :
EPS
geofoam
dapat
digunakan
untuk
struktur
rel
kereta,
namun
keuntungannya lebih dapat terlihat pada aplikasi di tanah dengan daya
dukung yang rendah. Penggunaan EPS geofoam untuk mengurangi
penurunan tanah juga dapat terlihat.
Pada kasus tanah dengan kompresibilitas
yang tinggi, penggunaan EPS
geofoam
untuk
material sub-base
adalah
solusi
yang
paling
murah dengan
biaya perawatan yang dapat diminimalkan. Material sub-base EPS geofoam
pun
akan
lebih
ramah
lingkungan,
ketika pelaksanaan
konstruksi
dan juga
pada masa pelayanan.
|
53
Namun
penelitian
ini
masih
terdapat
beberapa
tambahan
analisa
yang
perlu dilakukan
untuk
menambah hasil analisa EPS
geofoam pada aplikasi sub-
base jalur kereta api. Adapun saran saran yang diajukan adalah sebagai berikut
:
Pengujian
lebih detail perlu dilakukan
untuk
menganalisa performa dinamis
dari lapisan EPS geofoam pada struktur rel kereta, terutama dalam menguji
kemampuan damping dari EPS geofoam.
Melakukan pengujian nyata terhadap pengaruh EPS geofoam sebagai lapisan
sub-base
dapat lebih
memberikan gambaran
yang
nyata
akan peforma EPS
geofoam yang sebenarnya.
Disarankan untuk membuat kriteria desain yang seragam untuk penggunaan
EPS geofoam pada struktur jalur rel kereta.
2.7.2
Aplikasi Geofoam pada Timbunan Jalan
Proyek
Bostons
Central
Artery/Tunnel (CA/T)
pada
kontrak
C09C2
merupakan
pelaksanaan
pembangunan 8
bagian
struktur
transisi
jalan
raya.
Dimensi
dari
struktur
transisi
tersebut
berkisar
antara panjang
23 m
122 m,
tinggi 7
m, dan
lebar
8
m
24
m.
Desain
awal
dalam pembangunan
kontrak
C09C2
adalah
dengan
menggunakan jembatan
beton
precast
(PCB),
slab-on-
piles/drilled shaft (SOP)
dan
material pengisi diatas
slab-on-piles/drilled
shaft
(FSOP).
|
![]() 54
Gambar 2.18
Desain Jembatan Beton Precast (PCB)
(Riad, H. L., D'Angelo, D. A., Ricci, A. L., Horvath, J. S., & Osborn, P. W.,
2004)
Gambar 2.19
Desain Slab-On-Piles/Drilled Shaft (SOP)
(Riad, H. L., D'Angelo, D. A., Ricci, A. L., Horvath, J. S., & Osborn, P. W.,
2004)
Gambar 2.20
Desain Material Pengisi Diatas Slab-On-Piles/Drilled Shaft
(FSOP)
(Riad, H. L., D'Angelo, D. A., Ricci, A. L., Horvath, J. S., & Osborn, P. W.,
2004)
|
55
Untuk
setiap
struktur transisi
jalan
raya,
tipe
pondasi utama
yang
direncanakan untuk
digunakan
adalah
drilled
shaft.
Setiap
drilled
shaft
akan
ditanamkan sampai
melewati
lapisan
atas
material
pengisi,
lanau
organik
dan
lempung. Lapisan material pengisi mempunyai ketebalan 1,5 m 11 m. Lapisan
tanah
lanau
organik
dengan
tebal
1,5 m
11 m,
sedangkan tanah
lempung
(Boston Blue Clay) dengan tebal 24 m 37 m. Dari lapisan tanah yang terdapat
di
lokasi proyek
dapat
dilihat
bahwa
kedalaman drilled
shaft
yang
diperlukan
untuk
menyangga struktur
desain
yang
diajukan
sangat
dalam.
Ini
akan
berdampak
pada
anggaran
biaya
dan
waktu
pelaksanaan. Sebagai
akibatnya,
desain
alternatif
yang
dapat
mengurangi jumlah
drilled
shaft
ataupun
mengeliminasi
kebutuhan
drilled
shaft
akan
dipertimbangkan dalam
kontrak
C09C2.
Alasan
utama
digunakannya drilled
shaft
sebagai
pondasi adalah
untuk
menanggulangi penurunan yang akan terjadi. Drilled shaft tersebut akan tertanam
untuk
melewati
bagian
atas
lapisan
tanah
kompresif. Namun
setelah
analisa
penurunan dilakukan, didapatkan bahwa penurunan yang akan terjadi tidak dapat
diterima
oleh
struktur
diatasnya.
Metode
perbaikan
tanah
seperti
pre-loading
tidak disarankan karena faktor waktu dan juga penggantian tanah dasar pun tidak
memungkinkan karena tebal
tanah
yang
perlu
diganti
adalah
±
12
m. Sehingga
desain
struktur
beralih
kepada
penggunaan material
ringan
EPS
geofoam.
Penggunaan EPS
geofoam
mempunyai
keunggulan
dalam
hal
densitas
yang
sangat
rendah
dibandingkan dengan
material
ringan
lainnya, sekitar 16
30
|
![]() 56
kg/m³
yaitu ±
1%
dari
densitas
tanah,
sehingga
tidak
memerlukan
perbaikan
tanah.
Terdapat
3
desain
alternatif
yang
diajukan dengan
menggunakan
EPS
geofoam, yaitu sebagai berikut :
Gambar 2.21
Desain Alternatif 1
(Riad, H. L., D'Angelo, D. A., Ricci, A. L., Horvath, J. S., & Osborn, P. W.,
2004)
Gambar 2.22
Desain Alternatif 2
(Riad, H. L., D'Angelo, D. A., Ricci, A. L., Horvath, J. S., & Osborn, P. W.,
2004)
|
![]() 57
Gambar 2.23
Desain Alternatif 3
(Riad, H. L., D'Angelo, D. A., Ricci, A. L., Horvath, J. S., & Osborn, P. W.,
2004)
Pada desain alternatif 1,
kedalaman
tanah yang perlu digantikan dengan
material EPS
geofoam terlalu dalam dan
EPS geofoam akan
terkena efek
gaya
angkat
air.
Pada
desain
alternatif
2,
penyangga dinding
(curtain
wall)
diatas
drilled
shaft
mengurangi penyaluran
beban
yang
tersalurkan
ke
dalam
tanah
dibandingkan
alternatif
1.
Dibandingkan alternatif
1,
alternatif
2
tidak
memerlukan banyak
tanah
yang
diganti,
EPS
geofoam
yang
diperlukan
lebih
sedikit dan
faktor keamanan terhadap efek
gaya angkat air
lebih
tinggi. Namun
biaya dan waktu pelaksanaannya tidak berkurang secara signifikan dibandingkan
dengan desain awal. Pada alternatif 3,
drilled
shaft
digunakan untuk menopang
beban
struktur diatasnya
sehingga
mengeliminasi efek
gaya
angkat
air
namun
alternatif ini
menghasilkan penghematan biaya yang paling kecil dibandingkan 2
desain
alternatif
sebelumnya. Penghematan pada
desain
alternatif
3
ada
pada
pengurangan
jumlah
drilled
shaft
yang
diperlukan dibandingkan dengan
desain
awal.
|
![]() 58
Faktor
keamanan
terhadap
gaya
angkat
air
pada
desain
menggunakan
EPS geofoam
merupakan
faktor
utama
yang perlu diperhatikan. Dengan
faktor
keamanan
1,4
untuk
analisa
musim banjir
100
tahunan,
alternatif
3
dipandang
paling
efektif
untuk
diaplikasikan. Namun
terdapat
beberapa
revisi
yang
dilakukan, yaitu mengurangi beban yang bekerja pada dinding (curtain wall) dan
mengurangi
gaya angkat air
terhadap EPS
geofoam dengan
menggunakan
material
ringan kedua
yang porous
ditempatkan antara
EPS geofoam dan tanah
dasar.
Material
ringan
kedua
yang
digunakan adalah
expanded
clay/shale
aggregate
yang
memiliki
densitas
lebih
tinggi
dibandingkan EPS
geofoam,
sehingga mengurangi efek gaya angkat air terhadap EPS geofoam.
Pada akhir proses desain, desain yang dipakai pada kontrak C09C2 adalah
alternatif desain 1
(modified)
dengan penggunaan material ringan kedua seperti
pada
Gambar
2.24,
dan
terdapat
beberapa
lokasi
yang
menggunakan
alternatif
desain 3.
Gambar 2.24
Desain Alternatif 1 (Modified)
(Riad, H. L., D'Angelo, D. A., Ricci, A. L., Horvath, J. S., & Osborn, P. W.,
2004)
|
59
2.7.3
Aplikasi Geofoam pada Stabilisasi Lereng-
Rumah
sebuah
keluarga
di
bagian
barat
11
th
Avenue
West
di
Seattle
berada diatas lereng curam dengan facing dinding beton. Berdasarkan Gambar
2.25,
dibawah dinding beton tersebut merupakan tanah
lepas
yang sering sekali
terjadi
longsor.
Kelongsoran yang
sering
kali
terjadi
pada
lokasi
ini
membuat
sebagian struktur pada
lereng tersebut, terutama rumah diatasnya, bergeser dan
membahayakan penghuni rumah. Pemilik rumah memutuskan untuk memperkuat
struktur
lereng dengan
soldier
pile,
timber
lagging
dan
dinding penahan tanah
dengan pengisi batu-batuan.
Namun desain ini memakan
biaya yang sangat
besar, sehingga pemilik rumah harus mencari solusi perkuatan lain dengan biaya
yang
lebih
rendah
namun
tetap
mampu
menanggulangi permasalahnya yang
terjadi.
Perkuatan yang
akan dilakukan pemilik rumah adalah pada dua
struktur
penahan, yaitu pada dinding beton dan pada lereng dibawah dinding beton yang
dapat diperluas
lahannya
untuk keperluan pemilik rumah. Pada penanggulangan
struktur penahan
yang pertama adalah pemasangan ankur
vertikal
yang terbuat
dari
besi
Titan
30/11
yang
dipasang
pada
bagian
ujung
dasar
dinding
beton.
Ankur
titan
tersebut
akan
menanggulangi pergerakan
vertikal
atau
lateral
yang
dapat terjadi pada lereng bagian atas.
Setelah
itu ankur dengan kemiringan 20°
dengan
kedalaman
6,1
m
dipasangkan
melalui
dinding
beton.
Ankur
tersebut
akan digrouting dan kemudian dikunci dengan baja kanal C pada dinding beton.
|
![]() 60
Posisi geofoam
diaplikasikan pada
lahan dibawah
lereng bagian atas
Gambar 2.25
Gambar Rencana Ankur Pada Dinding Beton
(Mann, G., & Stark, T., 2007)
Pada
struktur
penahan
yang
kedua,
yaitu
3,7
m
dibawah
dinding
beton,
merupakan struktur
yang
di
desain
untuk
menyangga struktur
dinding
beton
diatasnya dan juga untuk menggunakan kembali lahan kosong yang ada. Struktur
penahan ini
terdiri
dari diameter 0,6
m
soldier
pile
yang
di
ankur.
Geofoam
digunakan pada struktur penahan kedua sebagai material pengisi untuk
membantu mengurangi tegangan
vertikal dan
lateral yang bekerja pada struktur
penahan. Jika
material tanah digunakan sebagai
material pengisi,
material tanah
harus
material
granular
dengan
diameter
maksimum 76
mm,
dan
tidak
mengandung
lebih
dari
5
%
tanah
halus
(ukurna
material
lanau
dan
lempung
yang
lolos
saringan No.
200).
Material
backfill
tanah
juga
perlu
dilakukan
pemadatan untuk setiap tebal 100 mm dan kandungan air harus berkisar 2 % dari
kandungan air optimum. Oleh karena itu, dipertimbangkan penggunaan geofoam
sebagai material pengisi.
|
![]() 61
Geofoam yang
digunakan
dalam
struktur
penahan
ini
adalah
XPS-VII
dengan berat
jenis
0,35 kN/m²
.
Dengan
kekuatan kompresif kurang
dari
2
%,
geofoam
dapat
menghasilkan tegangan
aksial
sebesar
310
kPa.
Penggunaan
geofoam
mengurangi tegangan
vertikal
yang bekerja pada eksisting
lereng dan
juga
mengurangi
tegangan
tanah pada
bagian
bawah
struktur
dinding
penahan.
Ini
memungkinkan untuk
memperkecil
diameter
soldier
pile,
sehingga
menurunkan biaya konstruksi.
Analisa stabilitas lereng statik dan seismik sudah diperhitungkan
menggunakan software SLOPE/W dengan parameter tanah sebagai berikut : Tabel
2.8
Parameter
Tanah
Pada
Analisa
Stabilitas
Lereng
Menggunakan Software SLOPE/W
Jenis Tanah
Berat Jenis
(kN/m3
)
Sudut Friksi
(°)
Kohesi
(kPa)
Pasir Kelanauan (Pengisi)
18,85
30
0
Lanau
18,07
28
0
Pasir
15,71
28
0
Lanau Keras
19,64
28
7,18
(Mann, G., & Stark, T., 2007)
Faktor keamanan yang dihasilkan untuk analisa statik dan dinamis adalah
2,1 dan 1,3. Garis keruntuhan untuk analisa statik dan dinamis dapat dilihat pada
Gambar 2.26.
|
![]() 62
Gambar 2.26
Analisa Stabilitas Lereng
(Mann, G., & Stark, T., 2007)
Selama
6
tahun
kedua struktur
penahan
berdiri
dan
telah
terbukti
aman
menghadapi
longsor
yang
terjadi
tanpa
ada
dampak
yang
merugikan
penghuni
rumah. Walau
terdapat
longsoran kecil terhadap material tanah pada permukaan
lereng,
namun
tidak menyebabkan struktur
secara
keseluruhan
untuk
ikut
longsor.
Kesimpulan yang didapatkan dari aplikasi geofoam untuk stabilisasi
lereng
adalah
bahwa
penggunaan
geofoam
dapat
memperkecil kebutuhan
diameter soldier pile.
Penggunaan
geofoam
tidak
hanya
mengurangi tegangan
|
![]() 63
vertikal
yang bekerja pada eksisting
lereng dan namun
juga
mengurangi
tegangan tanah pada bagian bawah struktur dinding penahan.
2.8
Korelasi Korelasi Parameter Tanah
Data tanah dasar
yang didapatkan dari proyek tidak selalu
lengkap dan
sering
kali
perlu
dilakukan korelasi
korelasi data
tanah
untuk
mendapatkan
parameter parameter tanah
lainnya. Pada
umumnya korelasi data tanah dapat
diperoleh melalui data SPT dan CPT. Berikut ini merupakan korelasi korelasi
yang
digunakan
untuk
memperoleh
parameter
data
tanah
lainnya
seperti
data
berat jenis (?
s
), kuat geser undrained (c
u
), sudut geser (f), modulus Young (E
s
),
permeabilitas tanah (k
v
)
dan koefisien kompresibilitas volume (m
v
).
Tabel 2.9
Korelasi Uji Penetrasi Standar (SPT)
Tanah Tidak Kohesif
N
0 10
11 - 30
31 - 50
>
50
Berat isi ?, kN/m³
12 16
14 - 18
16 - 20
18 - 23
Sudut geser,f
25 - 32
28 - 36
30 - 40
>
35
Kondisi Tanah
Lepas
Lepas
Sedang
Padat
Sangat Padat
Tanah Kohesif
N
<
4
4 - 6
6 - 15
16 - 25
>
25
Berat isi ?, kN/m³
14 - 18
16 - 18
16 - 18
16 - 18
>
20
q
u
,
kN/m²
<
25
20 - 50
30 - 60
40 - 200
>
100
Kondisi Tanah
Sangat
Lunak
Lunak
Sedang
Keras
Sangat
keras
(Bowles, Joseph. E., 1993)
|
![]() 64
Tabel 2.10 Nilai Modulus Young Sesuai dengan Tipe Tanah
Soil
Es
ksf
Mpa
Lempung
Sangat
Lunak
50-250
2-15
Lunak
100-500
5-25
Sedang
300-1000
15-50
Keras
1000-2000
50-100
Berpasir
500-5000
25-250
Pasir
Berlanau
150-450
7-21
Lepas
200-500
10-24
Padat
1000-1700
48-81
Pasir dan
Bebatuan
Lepas
1000-3000
48-144
Padat
2000-4000
96-192
Lanau
40-400
2-20
(Bowles, Joseph. E., 1997)
Gambar 2.27
Korelasi Permeabilitas Berdasarkan Tipe Tanah
(Sivaguvan, N., 2005)
|
![]() 65
c
Tabel 2.11 Korelasi antara CPT dan SPT Berdasarkan Franki Piles (1960)
Tipe Tanah
Hubungan (qc
/N)
(Mpa)
Pasir
1
Pasir Kelempungan
0,6
Pasir Kelanauan
0,5
Lempung Berpasir
0,4
Lempung Kelanauan
0,3
Lempung
0,2
(Kara, O., & Gunduz, Z., 2010)
Tabel 2.12 Korelasi antara q
c
dengan Nilai a
Tipe Tanah
qc
a
CL lempung dengan
plastisitas rendah
qc < 7 bar
3 < a < 8
7 < qc < 20 bar
2 < a < 5
qc
>
20 bar
1 < a < 2,5
ML - tanah campuran
pasir,lempung dan humus
dengan plastisitas rendah
qc
<
20 bar
1 < a < 2,5
qc
>
20 bar
1 < a < 2,5
OH lempung dengan
plastisitas tinggi
MH - OH - tanah campuran
pasir,lempung dan humus
dengan plastisitas tinggi
qc
<
20 bar
1 < a < 2,5
qc
>
20 bar
1 < a < 2,5
(Sanglerat, G., 1972)
Korelasi Tabel 2.11 dan 2.12 digunakan untuk mendapatkan nilai qc
dan a yang
kemudian
digunakan
untuk
mendapatkan nilai
m
v
dengan
menggunakan
persamaan sebagai berikut :
m
=
1
v
a.q
......................................................................................................... (2.48)
2.9
Metode Elemen Hingga
Metode elemen hingga merupakan metode perhitungan yang didasarkan
pada konsep diskretasi, yaitu pembagian suatu sistem struktur, massa atau benda
|
66
padat menjadi elemen elemen yang lebih kecil. Pembagian ini memungkinkan
sistem
yang
memiliki derajat
kebebasan tidak
terhingga
menjadi
derajat
kebebasan terhingga, sehingga memudahkan perhitungan masing masing
elemen
kecil.
Metode
elemen
hingga
juga
merupakan metode
pendekatan,
semakin
kecil
pembagian elemen
elemen
kecil
semakin
akurat
perhitungan
pendekatan melalui
metode
elemen
hingga.
Metode
elemen
hingga
dapat
digunakan untuk menghitungkan distribusi beban yang terjadi pada elemen
seperti deformasi dan tegangan.
2.10
Plaxis 2D
Plaxis
merupakan sebuah
program
yang
diciptakan
berdasarkan
perhitungan metode elemen hingga yang digunakan untuk menganalisa
deformasi dan stabilitas struktur geoteknik. Plaxis dikembangkan pertama kali di
Belanda untuk menganalisa tanggul tanggul yang dibangun di atas tanah lunak
di
dataran
rendah
Belanda.
Hingga
sekarang,
Plaxis
telah
dikembangkan
dan
telah digunakan dalam perencanaan geoteknik dengan cakupan yang lebih luas.
Permodelan struktur
geoteknik
pada
umumnya
di
dalam
Plaxis
dapat
dimodelkan menjadi model regangan bidang atau model axi-simetri. Pada
model
regangan
bidang
model
geometri
penampang melintang
yang
kurang
lebih
seragam dengan kondisi tegangan dan kondisi pembebanan yang cukup panjang
dalam arah
tegak
lurus
terhadap penampang tersebut
(arah
z).
perpindahan dan
regangan
dalam
arah
z
diasumsikan tidak
terjadi atau
bernilai
nol.
Walaupun
|
![]() 67
demikian, tegangan normal pada arah z diperhitungkan sepenuhnya dalam
analisa.
Pada
model axi-simetri struktur berbentuk lingkaran dengan penampang
melintang radial yang kurang lebih seragam dan kondisi pembebanan
mengelilingi sumbu aksial, dimana deformasi dan kondisi tegangan diasumsikan
sama
di
setiap
arah
radial.
Koordinat
x
menyatakan radius
dan
koordinat
y
merupakan
sumbu
simetris
dalam
arah
aksial.
Koordinat
x
negatif
tidak dapat
digunakan.
Dalam
pembuatan
geometri
permodelan struktur
geoteknik
terdapat
komponen
komponen pembuat
geometri
yaitu
Titik,
Garis
dan
Cluster.
Titik
merupakan titik
awal
dan
akhir
dari
sebuah
garis.
Garis
digunakan
untuk
mendefinisikan batasan
batasan
geometri
dari
struktur
geoteknik
yang
dimodelkan.
Sedangkan Cluster
merupakan
daerah
tertutup
yang
terbuat
dari
beberapa garis.
Titik
Cluster
Garis
Gambar 2.28 Titik, Garis, dan Cluster Pada Sebuah Geometri
Setelah
pembuatan geometri,
permodelan metode
elemen
hingga
dapat
dianalisa,
berdasarkan komposisi
cluster
dan
garis
pada permodelan geometri.
Komponen komponen yang terdapat pada bentuk elemen hingga adalah
|
![]() 68
Elemen, Nodal, dan Titik tegangan. Ketika pembuatan bentuk
geometri, cluster
dibagi menjadi elemen elemen segitiga. Elemen elemen segitiga tersebut ada
dua macam, yaitu 15 nodal elemen dan 6 nodal elemen. 15 nodal elemen
memiliki
15
nodal
di
dalam
elemen
segitiganya dan
6
nodal
elemen
hanya
memiliki 6
nodal.
Perhitungan
menggunakan 15
nodal
elemen
akan
lebih
teliti
dibandingkan
6 nodal elemen,
karena
semakin
banyak
nodal yang dianalisa
dalam
perhitungan.
Namun
perhitungan
menggunakan 15
nodal
elemen
akan
memakan
waktu
analisa
yang
lebih
lama,
karena perhitungan yang
dilakukan
semakin
banyak
untuk
setiap
nodal
di
dalam elemen.
Tegangan dan
regangan
yang
terjadi
pada
suatu
bentuk
diperhitungkan secara
individual
dengan
menggunakan Gaussian integration points (titik tegangan) bukan pada titik nodal.
Pada
15 nodal
elemen
terdapat
12 titik tegangan
dan pada
6 nodal
elemen
terdapat 3 titik tegangan.
Gambar 2.29 Pembagian Elemen Elemen Segitiga Pada Cluster
Gambar 2.30
Titik Nodal Pada Elemen
(PLAXIS b.v., 2002)
|
![]() 69
Gambar 2.31
Titik Tegangan Pada Elemen
(PLAXIS b.v., 2002)
Perilaku
mekanis
dari
tanah
dapat
dimodelkan
menggunakan berbagai
macam
jenis
model.
Permodelan hubungan
tegangan
regangan
yang
paling
sederhana
adalah
permodelan hukum
linear
Hooke,
elastisitas
isotropik,
yang
hanya
memerlukan dua
input
yaitu
Modulus
Young,
E,
dan
poisson
rasio,
?.
Namun
dengan
permodelan
linear
hasil
yang
didapatkan
masih
terlalu
kasar
untuk
digunakan
dalam
perancangan. Oleh
sebab
itu
terdapat
juga
berbagai
macam
permodelan
yang
digunakan
oleh
program
Plaxis,
antara
lain
adalah
Mohr
Coulomb model, Jointed
Rock
model,
Hardening
Soil
model,
Soft
Soil Creep model dan Soft Soil model.
Pada
Mohr
Coulomb
model
terdapat
lima
parameter yang
perlu
dimasukan yaitu, E dan v untuk elastisitas tanah, f
dan c untuk plastisitas tanah,
dan
?
untuk
sudut
dilantansi
tanah.
Permodelan Mohr
Coulomb
menggambarkan pendekatan yang
mendekati dengan perilaku tanah.
Disarankan
juga
untuk
menggunakan permodelan
Mohr
Coulomb
untuk
analisa
tahap
pertama dalam perhitungan analisa masalah. Pada permodelan Mohr Coulomb,
setiap lapisan diperkirakan kekakuan rata
rata
yang konstan, akibat kekakuan
yang
konstan
perhitungan komputer
akan
relatif
lebih
cepat
dan
dapat
menghasilkan perkiraan deformasi
yang dihasilkan
pada perhitungan
tersebut.
|
![]() 70
Untuk
model
model
lainnya
tidak
dibahas
pada penelitian
ini
karena
tidak
digunakan pada analisa tanah.
Gambar 2.32
Input Parameter Model Mohr Coulomb
|