8
BAB 2
TINJAUAN PUSTAKA
2.1
Konsep Lean Manufacturing
Ohno (1997) seperti
yang
dikutip oleh
Abdullah (2003)
menjelaskan bahwa
ide
dasar
di
balik
sistem
lean
manufacturing,
yang
telah
dipraktekkan selama
bertahun-tahun di Jepang, mencakup eliminasi pemborosan, pengurangan biaya serta
peningkatan kemampuan pekerja. Filosofi Jepang dalam menjalankan bisnis
sangatlah
berbeda
dengan
filosofi
yang
telah
lama
diterapkan di
Amerika.
Kepercayaan tradisional
Barat
beranggapan bahwa
satu-satunya
cara
untuk
memperoleh
keuntungan
adalah
dengan
menambahkan keuntungan
itu
ke
dalam
ongkos
manufaktur agar
dapat
menaikkan
harga
jual
seperti
yang
diinginkan.
Sebaliknya pendekatan cara Jepang percaya bahwa konsumen merupakan generator
harga
jual.
Semakin
banyak
kualitas
yang
dibangun kedalam suatu
produk
dan
semakin
banyak
jasa
yang
ditawarkan, maka
semakin
besar
juga
harga
yang
rela
dibayar
oleh konsumen. Ilmu
lean
manufacturing
bekerja
dalam
setiap
tahapan
di
value
stream
dengan
mengeliminasi pemborosan
agar
dapat
mengurangi
biaya,
meningkatkan output, dan pengurangan lead time produksi agar dapat terus bersaing
dalam pertumbuhan pasar global.
|
![]() 9
1
Konsep dasar dalam Lean Manufacturing dapat diringkas sebagai berikut:
1. Pendefinisian pemborosan (waste)
Seluruh aktivitas untuk menghasilkan produk dari tahap awal hingga akhir
dapat dikategorikan atas value added (yang memberikan nilai tambah) dan
non-value
added
(tidak
memberikan
nilai
tambah).
Setiap
proses
yang
non-value added dari sudut pandang konsumen harus dieliminasi.
2. Standardisasi proses
Lean
menuntut adanya
implementasi dari
panduan produksi
yang
rinci,
disebut sebagai standardisasi kerja. Hal ini
mengeliminasi variasi pekerja
dalam melakukan pekerjaannya.
3. Continuous flow
Lean bertujuan mengimplementasikan aliran produksi kontinu, bebas dari
bottlenecks,
interruption,
atau waiting.
Bila
hal
ini
berhasil
diimplementasikan maka
waktu
siklus
produksi
dapat
dikurangi
hingga
90%.
4. Pull production
Disebut juga just in time (JIT) yang bertujuan menghasilkan produk
yang
dibutuhkan pada waktu yang dibutuhkan.
1
Mekong Capital. (2004). Introduction to Lean Manufacturing. Vietnam.
|
![]() 10
5. Quality at the source
Lean bertujuan mengeliminasi sumber kecacatan dan pemeriksaan kualitas
dilakukan pekerja pada lini proses produksi.
6. Continuous improvement
Lean ditujukan mencapai kesempurnaan dengan perbaikan bertahap untuk
mengeliminasi pemborosan secara terus menerus.
2.2
Jenis jenis waste
2
Lean
berfokus
pada
peniadaan
atau
pengurangan pemborosan,
dan
juga
peningkatan
atau
pemanfaatan
secara
total
aktivitas
yang
akan
meningkatkan
nilai
ditinjau dari sudut pandang konsumen. Nilai sama artinya dengan segala sesuatu yang
ingin
dibayar
oleh
konsumen untuk
suatu
produk.
Semua
kegiatan
tersebut
dapat
dikategorikan sebagai berikut:
a.
Menciptakan nilai bagi produk
(value
added activities) adalah aktivitas
yang
mentransformasi material atau
informasi yang diinginkan dari sudut pandang
konsumen.
b.
Tidak
dapat
menciptakan
nilai,
tapi
tidak
dapat
dihindari
dengan
teknologi
dan
aset
yang
sekarang
dimiliki
dan
dibutuhkan untuk
mentransformasi
material menjadi produk (necessary non value added activities)
c.
Tidak dapat menciptakan nilai bagi produk (non value added activities)
2
Mekong Capital. (2004). Introduction to Lean Manufacturing. Vietnam.
|
![]() 11
3
Toyota telah mengidentifikasikan tujuh jenis waste yang tidak menambah
nilai
dalam
proses
bisnis
atau
manufaktur.
Ketujuh jenis
waste
tersebut
adalah
sebagai
berikut:
1. Waste of overproduction
Produk
yang
diproduksi
namun
tidak
dapat
dijual
merupakan waste
of
overproduction.
Waste
ini dapat berupa memproduksi sesuatu lebih awal
dari
yang dibutuhkan atau
memproduksi
dalam
jumlah
yang
lebih
besar
daripada yang dibutuhkan pelanggan.
2. Waste of motion
Pergerakan karyawan dalam mengerjakan produk adalah keniscayaan
yang
memang
harus
terjadi.
Namun
apabila
terjadi
gerakan yang
tidak
memberikan nilai
tambah bagi produk
maka dapat dikategorikan sebagai
waste.
Gerakan yang
tidak
perlu
antara
lain
mencari, memilih atau
menumpuk komponen, alat dan lain sebagainya.
3. Transportation waste
Pada
sistem yang
didesain dengan
bagus,
tempat
kerja
dan
tempat
penyimpanan berada berdekatan agar
perpindahan bahan dekat. Peralatan
diletakkan
pada
tempat
alat
tersebut
digunakan. Material
dipindahkan
kedalam proses sesuai dengan kebutuhan.
3
Liker, J.K and Meier D. (2006). The Toyota Way Fieldbook. US: McGraw-Hill.
|
12
4. Processing waste
Proses yang tidak memberikan nilai tambah harus dihilangkan. Perubahan
desain
produk
sering
menyebabkan pengurangan beberapa
part
pada
produk akhir. Processing waste dapat berupa melakukan proses yang tidak
perlu, atau melaksanakan pemrosesan yang tidak efisien.
5. Waste time
Waste
time
dapat
dibagi
kedalam dua
golongan
yaitu
waiting
time
dan
queuing time. Waiting time terjadi apabila suatu part sudah selesai
diproses,
namun
part
yang
lain
yang
akan
dirakit
bersamanya belum
selesai. Queuing time terjadi apabila suatu part sudah selesai dikerjakan,
namun
mesin
yang
akan
mengerjakan part
tersebut
masih
mengerjakan
pekerjaan yang lain.
6. Defective product
Waste ini timbul akibat memproduksi produk atau komponen yang cacat,
atau
memerlukan perbaikan.
Perbaikan
atau
pengerjaan
ulang,
scrap,
memproduksi barang
pengganti,
dan
inspeksi,
berarti
tambahan
penanganan, waktu, dan upaya yang sia-sia.
7. Excess inventory
Waste
yang
timbul
akibat
inventory
yang
berlebihan. Pengeluaran-
pengeluaran akibat waste ini antara lain adalah biaya gudang, biaya karena
produk menjadi usang, dan produk rusak.
|
![]() 13
2.3
Metode yang Digunakan dalam Lean Manufacturing
Perusahaan dapat
memilih
metode sesuai dengan kebutuhan dan tujuan
yang
ingin dicapai serta kemungkinan penerapannya di perusahaan. Beberapa metode yang
dapat digunakan untuk menerapkan Lean Manufacturing adalah sebagai berikut.
4
2.3.1
Diagram Supplier, Input, Process, Output, Costumer (SIPOC)
SIPOC digunakan untuk menunjukkan aktivitas mayor, atau sub-proses dalam
sebuah proses
bisnis, bersama-sama dengan kerangka kerja dari proses,
yang
disajikan
dalam Supplier, Input, Process, Output, Costumer. Dalam
mendefinisikan
proses-proses
kunci
beserta
pelanggan yang
terlibat
dalam
suatu
proses
yang
dievaluasi dapat didekati dengan model SIPOC. Model SIPOC adalah paling banyak
digunakan manajemen dalam peningkatan proses. Nama SIPOC merupakan akronim
dari lima elemen utama dalam sistem kualitas, yaitu:
?
Supplier adalah orang, departemen atau organisasi yang memberikan
informasi,
material, atau
sumber
daya
lain
kepada
proses. Jika
suatu
proses
terdiri dari beberapa sub-proses,
maka
sub-proses sebelumnya
dapat dianggap sebagai petunjuk pemasok internal (internal supplier).
?
Input adalah segala sesuatu yang diberikan oleh supplier kepada
proses.
4
Mekong Capital. (2004). Introduction to Lean Manufacturing. Vietnam.
|
14
?
Process adalah sekumpulan langkah yang mentransformasi dan secara
ideal
menambah nilai
kepada input
(proses transformasi nilai tambah
kepada input). Suatu proses biasanya terdiri dari beberapa sub-proses.
?
Output adalah
produk (barang
atau
jasa)
dari
suatu
proses. Dalam
industri manufaktur ouput dapat berupa barang setengah jadi
maupun
barang jadi (final product). Termasuk kedalam output adalah
informasi-informasi kunci dari proses.
?
Customer
adalah
orang
atau kelompok orang,
atau sub proses
yang
menerima
output. Jika suatu
proses terdiri
dari
beberapa
sub
proses,
maka
sub
proses sesudahnya dapat
dianggap sebagai
pelanggan
internal (internal customer).
2.3.2
Value stream mapping (VSM)
Value
stream
adalah
sekumpulan dari
kegiatan
yang
didalamnya terdapat
kegiatan yang
memberikan
nilai
tambah dan
ada
juga
yang
tidak
memberikan nilai
tambah. Kegiatan ini dibutuhkan untuk membawa produk
maupun satu grup produk
dari sumber yang sama melewati aliran-aliran utama, mulai dari raw material hingga
ke tangan konsumen.
VSM merupakan
suatu alat perbaikan dalam perusahaan
yang digunakan
untuk
membantu
memvisualisasikan proses
produksi
secara
menyeluruh,
yang
mempresentasikan baik aliran material juga aliran informasi.
|
![]() 15
5
Tujuan pemetaan ini adalah untuk mengidentifikasi seluruh jenis pemborosan
disepanjang value stream dan untuk mengambil langkah dalam upaya mengeliminasi
pemborosan
tersebut.
Mengambil langkah
ditinjau
dari
segi
value
stream
berarti
bekerja dalam satu lingkup gambar yang besar (bukan proses-proses
individual), dan
memperbaiki
keseluruhan
aliran
dan
bukan
hanya
mengoptimalkan aliran
secara
sebagian. VSM
dapat
menyajikan suatu
titik
balik yang
optimal
bagi
setiap
perusahaan
yang
ingin
menjadi
lean. Rother
dan Shook (1999)
seperti
dikutip oleh
Abdullah
(2003),
menyimpulkan
keuntungan-keuntungan yang
diperoleh
dengan
penerapan konsep VSM adalah sebagai berikut :
1.
Untuk
membantu
perusahaan
memvisualisasikan lebih
dari
sekedar
proses
tunggal
(misalnya:
proses
perakitan
dan
juga
pengelasan) dalam
produksi.
Dengan demikian akan terlihat jelas seluruh aliran.
2. Pemetaan membantu
perusahaan
tidak
hanya
melihat pemborosan
yang ada
tetapi juga sumber penyebab pemborosan yang terdapat dalam value stream.
3.
Value
stream
menggabungkan antara
konsep
lean
dan
teknik
yang
dapat
membantu perusahaan untuk
menghindari pemilihan teknik dan konsep
yang
salah.
4.
Sebagai
dasar
dari
rencana
implementasi. Dengan
membantu
perusahaan
merancang
bagaimana
keseluruhan aliran
yang
door-to-door,
diharapkan
konsep lean
ini dapat
mengoperasikan bagian yang hilang dalam upaya me-
5 R
other,
M
dan Shook, J . (2003).
Learning to See,
Value Stream
Mapping to
Create Value
and
Eliminate Muda. The Lean Enterprise Institute, Inc.
|
![]() 16
lean-kan
suatu
value
stream
map
menjadi
blueprint
dalam
mengimplementasikan proses yang lean.
Dua langkah utama dalam pemetaan value stream, yaitu :
1. Pembuatan current state map untuk
memetakan kondisi di
lantai pabrik
saat
ini, sehingga dapat mengidentifikasi pemborosan apa saja
yang
terjadi.
2. Pembuatan future state map sebagai usulan rancangan perbaikan dari
current state map yang ada.
2.3.2.1 Current state Map
6
Tahapan pembuatan current state map adalah sebagai berikut :
1. Penentuan family product yang akan dijadikan sebagai model line
Tujuan pemilihan model-line adalah agar penggambaran sistem fokus
pada
satu
produk
saja
yang bisa
dianggap
sebagai
acuan
dan
representasi dari sistem produksi yang ada.
2. Pembuatan
peta
untuk setiap
kategori
proses (door-to-door
flow)
di
sepanjang value-stream
Pada tahap
ini dilakukan pengamatan mendetail untuk setiap kategori
proses.
Untuk
setiap proses,
maka
seluruh
informasi kritis
termasuk
lead time, cycle time, uptime, jumlah operator dan waktu kerja (sudah
dikurangi dengan waktu istirahat), level inventory, dan lain-lain perlu
6 R
other,
M
dan
Shook,
J.
(2003).
Learning
to
See,
Value
Stream
Mapping
to
Create
Value
and
Eliminate Muda. The Lean Enterprise Institute,Inc.
|
17
didokumentasikan. Yang semuanya akan dimasukkan dalam suatu data
box
untuk
masing-masing
proses.
Untuk
setiap
pembuatan
data box,
ukuran-ukuran yang diperlukan antara lain:
a. Cycle time (C/T)
Adalah
waktu
yang
dibutuhkan oleh
satu
operator
untuk
menyelesaikan
seluruh elemen/kegiatan kerja dalam
membuat
satu
part
sebelum
mengulangi kegiatan
untuk
membuat part
berikutnya.
b. Uptime
Menunjukkan
kapasitas mesin yang digunakan dalam
mengerjakan satu proses.
c. Jumlah operator
Menyatakan jumlah
orang
yang
dibutuhkan
saat
melakukan
suatu proses.
Lambang-lambang yang biasa digunakan dalam penggambaran aliran proses
VSM pada tahap ini dapat dilihat pada Tabel 2.1.
|
![]() 18
Tabel 2.1 Lambang-Lambang yang Digunakan pada Peta Kategori Proses
No.
Nama
Lambang
Fungsi
1.
Customer
/ Supplier
Merepresentasikan
Supplier bila
diletakkan di kiri atas,
yakni sebagai
titik
awal
yang
umum digunakan
dalam penggambaran aliran
material.
Sementara gambar
akan
merepresentasikan Customer
bila
ditempatkan
di
kanan
atas, biasanya
sebagai titik akhir aliran material.
2.
Dedicated
Process
Menyatakan proses, operasi, mesin
atau
departemen yang
melalui aliran
material. Secara
khusus,
untuk
menghindari pemetaan setap
langkah
proses
yang
tidak
diinginkan, maka
lambang ini
biasanya
merepresentasikan satu
departemen
dengan aliran internal yang kontinu.
|
![]() 19
Tabel 2.1 Lambang-Lambang yang Digunakan pada Peta Kategori Proses (Lanjutan)
No.
Nama
Lambang
Fungsi
3.
Data Box
Lambang
ini
memiliki
lambang-
lambang
didalamnya yang
menyatakan informasi
/
data
yang
dibutuhkan
untuk
menganalisis dan
mengamati sistem.
4.
Inventory
Menunjukkan keberadaan suatu
inventory
diantara dua
proses.
Ketika
memetakan current
state,
jumlah inventory
dapat
diperkirakan dengan
satu
perhitungan cepat,
dan
jumlah
tersebut dituliskan dibawah
gambar
segitiga. Jika
terdapat
lebih dari
satu
akumulasi inventory,
gunakan
satu
lambang untuk
masing-masing
inventory.
Lambang ini
juga
dapat
digunakan
untuk
merepresentasikan
penyimpanan bagi raw material
dan finished goods.
|
![]() 20
Tabel 2.1 Lambang-Lambang yang Digunakan pada Peta Kategori Proses (Lanjutan)
No.
Nama
Lambang
Fungsi
5.
Operator
Lambang ini merepresentasikan
operator. Lambang ini
menunjukkan jumlah operator
yang
dibutuhkan untuk
melakukan suatu
proses.
Rother,
M
dan Shook,
J.
(2003). Learning to
See, Value Stream Mapping to Create
Value
and
Eliminate Muda. The Lean Enterprise Institute,Inc.
3. Pembuatan peta aliran material dan informasi keseluruhan pabrik
Kesatuan peta alur value-stream juga
mencakup aliran
material yang
harus
ada
dalam
peta. Selain aliran
material,
maka
yang
tak
kalah
pentingnya dalam peta value-stream adalah aliran informasi yang juga
mencakup
aliran
yang
ditunjukkan
dengan
tanda push arrow.
Penggambaran shipment dan lead time bar dari bahan mentah hingga
produk
jadi
(finished good)
yang telah berada di shipping-end
untuk
dikirim ke konsumen. Dengan demikian peta current state map telah
lengkap. Pada tahapan ini, maka gambar yang telah dibuat pada tahap
sebelumnya, disempurnakan dengan lambang-lambang yang dapat
dilihat pada Tabel 2.2.
|
![]() 21
Tabel 2.2 Lambang-Lambang yang Melengkapi Peta Keseluruhan
No.
Nama
Lambang
Fungsi
1.
Shipments
Merepresentasikan pergerakan
raw
material
dari supplier
hingga
menuju
gudang
penyimpanan akhir
di
pabrik,
atau
pergerakan dari
produk
akhir di
gudang
penyimpanan pabrik hingga sampai
ke konsumen.
2.
Push
Arrows
Merepresentasikan pergerakan
material dari
satu
proses
menuju
proses
berikutnya. Push
memiliki
arti
bahwa proses
dapat
memproduksi sesuatu
tanpa
memandang kebutuhan
cepat
dari
proses yang bersifat downstream.
|
![]() 22
Tabel 2.2 Lambang-Lambang yang Melengkapi Peta Keseluruhan (Lanjutan)
No.
Nama
Lambang
Fungsi
3.
External
Shipments
Melambangkan pengiriman yang
dilakukan dari
supplier
ke
konsumen atau pabrik ke konsumen
dengan menggunakan
pengangkutan eksternal
(di
luar
pabrik).
4.
Production
Control
Merepresentasikan
penjadwalan
produksi
utama atau departemen
pengontrolan, orang atau operasi.
5.
Manual
Info
Gambar anak panah yang lurus dan
tipis
menunjukkan aliran
informasi
umum yang
bisa diperoleh melalui
catatan, laporan ataupun
percakapan. Jumlah
dan
jenis
catatan lain bisa jadi relevan.
|
![]() 23
Tabel 2.2 Lambang-Lambang yang Melengkapi Peta Keseluruhan (Lanjutan)
No.
Nama
Lambang
Fungsi
6.
Electronic
Info
Merepresentasikan aliran elektronik
seperti
melalui: Electronic
Data
Interchange
(EDI), internet,
intranet, LANs
(Local
Area
Network),
WANS (Wide
Area
Network).
Melalui anak
panah
ini,
maka
dapat
diindikasikan jumlah
informasi atau
data
yang
dipertukarkan, jenis
media
yang
digunakan seperti
fax,
telepon,
dan
lain-lain dan
juga
jenis
data
yang
dipertukarkan itu sendiri.
7.
Other
Menyatakan informasi atau hal lain
yang penting.
|
![]() 24
Tabel 2.2 Lambang-Lambang yang Melengkapi Peta Keseluruhan (Lanjutan)
No.
Nama
Lambang
Fungsi
8.
Timeline
Menunjukkan
waktu
yang
memberikan nilai
tambah
(cycle
times)
dan
waktu yang
tidak
memberikan nilai
tambah
(waktu
menunggu).
Lambang ini
digunakan
untuk
menghitung Lead
time dan Total Cycle time.
Rother,
M
dan Shook,
J.
(2003). Learning to
See, Value Stream Mapping to Create
Value
and
Eliminate Muda. The Lean Enterprise Institute,Inc.
2.3.2.2 Future State Map
Langkah terakhir dalam VSM adalah membuat suatu future state map. Tujuan
dari
VSM
adalah
untuk
mengetahui dengan
jelas
sumber-sumber pemborosan
dan
membantu membuat area target bagi proses perbaikan yang nyata. Future state map
tidaklah lebih dari sekedar pengimplementasian rencana yang menjelaskan tool
yang
dibutuhkan
dalam
proses
lean
untuk
mengeliminasi pemborosan
dan
dimana
(pada
proses apa) tool tersebut diperlukan dalam value stream suatu produk. Petunjuk untuk
pembuatan future state map adalah sebagai berikut :
|
25
1. Mengembangkan aliran yang kontinu (continuous flow) di tempat yang
memungkinkan.
Continuous flow menunjukkan proses
untuk memproduksi suatu produk
dalam satu waktu, dimana setiap item dengan segera melewati satu proses ke
proses
berikutnya tanpa
adanya
stagnasi
(juga
tidak
terdapat
berbagai
pemborosan) di antara proses tersebut.
2. Menggunakan
supermarket
untuk
mengontrol produksi
saat
aliran
kontinu
(continuous flow) tidak sampai tahap upstream.
Adakalanya beberapa area dalam value stream dimana continuous flow tidak
mungkin
diimplementasikan sementara
pengelompokkan
diperlukan.
Ada
beberapa alasan yang bisa menyebabkan hal ini, diantaranya :
1. Beberapa proses yang
memang dirancang
untuk beroperasi dalam waktu
siklus yang sangat cepat atau bahkan sangat lambat dan butuh change over
untuk melayani famili produk sekaligus.
2.
Beberapa
proses,
seperti
proses
yang
terdapat
pada
supplier,
memiliki
letak yang jauh sehingga pengiriman satu produk dalam satu waktu
menjadi tidak realistis.
3. Beberapa proses
memiliki terlalu banyak
lead time
atau sangatlah tidak
masuk
akal
untuk
menggabungkan
secara
langsung
antara
proses
yang
satu dengan proses yang lain dalam satu continuous flow.
|
![]() 26
Pengendalian produksi
sering
melalui
supermarket
berbasis
pull-systems.
Pull-
systems
biasanya
perlu
diletakkan di
area
yang continuous
flow-nya
terganggu
serta proses
yang
sifatnya
upstream
masih
harus
diterapkan
dalam satu
ukuran
batch. Tujuan meletakkan pull-system diantara dua
proses adalah sebagai sarana
untuk
memberikan instruksi produksi
yang akurat terhadap proses yang sifatnya
upstream,
tanpa
perlu
mencoba
memprediksi permintaan
downstream
dan
menjadwalkan proses
yang
upstream.
Pull
merupakan
metode
pengendalian
produksi
antar aliran. Tanda
supermarket terbuka di
sisi
kiri,
menghadap proses
pengiriman
yang
dilakukan
supplier.
Ini
dikarenakan supermarket merupakan
bagian dari proses supply dan digunakan dalam proses penjadwalan.
2.4
Process Cycle Efficiency (PCE)
7
PCE adalah efisiensi
relatif dalam sebuah proses. PCE
mewakili persentase
dari waktu yang dipergunakan untuk menambahkan nilai pada produk dibandingkan
total
waktu
yang
dipergunakan
produk
selama
proses
per
satu
siklus
part
dalam
satuan waktu. PCE dihitung dengan menggunakan (Gasperz,2008) :
PCE =
7
Gaspersz, V. (2008). Lean Six Sigma. Jakarta: PT. Gramedia Pustaka Utama.
|
![]() 27
2.5
Studi Waktu (Time Study)
8
Metode pengukuran waktu dapat dibagi dalam dua bagian yaitu:
1. Pengukuran waktu secara langsung
Yaitu
pengukuran yang
dilakukan
di
tempat
dimana
pekerjaan
bersangkutan dijalankan, ada dua jenis, yaitu:
a. Metode Sampling
Pekerjaan: Pengamatan
dilakukan
pada
waktu-
waktu tertentu yang telah ditentukan secara acak/random.
b.
Metode
Jam
Henti:
Menggunakan instrumen
stopwatch
dimana
metode
ini
baik
diaplikasikan
untuk pekerjaan
yang berlangsung
singkat dan berulang-ulang.
2. Pengukuran waktu secara tidak langsung
Yaitu
pengukuran waktu
yang
dilakukan
tanpa
harus
berada
di
tempat
pekerjaan, tetapi
dengan
membaca
grafik
atau
tabel
yang
tersedia.
Pengukuran
dilakukan
terhadap
pekerja
yang diambil
secara
acak
untuk
mencari
pekerja
normal.
Pengambilan sampel
dapat
dibagi
dua
yaitu
pengambilan sampel
secara
acak
dan
pengambilan sampel
secara
tidak
acak.
Pengambilan sampel
secara
acak
artinya
setiap
anggota dalam
populasi memiliki kesempatan yang sama untuk terpilih. Salah satu
caranya
adalah
stratified random sampling
dimana populasi dibagi
atas
8
Barnes, R. M. (2009). Motion and Time Study and Measurement of work. Wiley India.
|
![]() 28
beberapa
kelas
dan
dari
setiap
kelas
dilakukan
penarikan
sampel
secara
acak.
Waktu
yang
diambil
adalah waktu
siklus
dan
beberapa
pengujian
yang
dilakukan
yaitu:
1. Pengujian keseragaman data
Pengujian keseragaman data
dilakukan dengan
menetapkan batas kontrol
atas dan batas kontrol bawah dari sebaran data tersebut. Penentuan batas
kontrol
atas
dan
batas
kontrol
bawah
tergantung
pada
tingkat
ketelitian
dan tingkat keyakinan yang telah ditetapkan. Untuk tingkat ketelitian 5%
dan
tingkat
keyakinan
95%
batas
kontrol
data ditentukan oleh
rumusan
matematis yang diperoleh secara statistik yaitu:
Batas kontrol atas =
+
2 s
Batas kontrol bawah =
2 s
Dimana : = rata-rata nilai pengamatan x
s
=
standar deviasi nilai pengamatan x
2. Pengujian jumlah data yang dibutuhkan
Pengujian
jumlah data dibutuhkan
untuk
melihat apakah data
yang
tersedia
memenuhi
tingkat
keyakinan dan
tingkat
ketelitian
yang
telah
ditetapkan. Untuk tingkat ketelitian 5% dan tingkat keyakinan 95% jumlah
data yang dibutuhkan adalah:
|
![]() 29
N=
Dimana : N = jumlah data yang dibutuhkan
N = jumlah data pengamatan
Apabila
N
>
N
maka
diperlukan
pengukuran
tambahan
hingga
memenuhi
jumlah
yang
diperlukan.
Apabila
N
<
N
maka
data
pengukuran
pendahuluan sudah
mencukupi.
2.6 Persediaan
9
Pengertian persediaan menurut Assauri, Sofjan (1999:169) adalah:
Suatu aktiva
yang
meliputi barang-barang milik
perusahaan dengan
maksud untuk
dijual dalam
suatu
periode
usaha
yang
normal, atau
persediaan barang-barang yang
masih
dalam
pengerjaan/proses produksi,
ataupun
persediaan
bahan
baku
yang
menunggu penggunaanya dalam suatu proses produksi.
2.6.1 Model Pengendalian Persediaan Probabilistik
10
Penyebab
permasalahan dalam
persediaan
probabilistik adalah
adanya
permintaan barang tiap harinya tidak diketahui sebelumnya, informasi yang diketahui
hanya
berupa
pola
permintaannya yang
diperoleh
berdasarkan
data
masa
lalu.
Pendekatan
yang
paling
sederhana
untuk
memecahkan
permasalahan ini
adalah
dengan
memandang bahwa
posisi persediaan barang
yang
tersedia digudang sama
9
Assauri, S. (1999). Manajemen Produksi dan Operasi. Fakultas Ekonomi Universitas Indonesia.
10
Bowersox, Donald J., Closs, David J. (1996). Logistical management : the integrated supply chain
process (1st Edition ed.). McGraw Hill.
|
30
dengan
posisi
persediaan
barang
pada
sistem
persediaan
deterministik akan
tetapi
ditambahkannya suatu
cadangan pengaman
(safety
stock) untuk
mengantisipasi dan
meredam fluktuasi permintaan.
1.
Sistem persediaan dengan pengamatan kontinu (Metode Q)
Perusahaan
mengamati tingkat persediaan secara kontinu dan
melakukan pemesanan jika tingkat persediaan mencapai reorder point.
Dapat dirumuskan sebagai berikut.
Target Level ( Re-order point )
Reorder Point = (LD x AU) + SS
Keterangan :
LD
=
Lead time
AU = Average usage
SS = Safety stock
Rata-rata tingkat persediaan (Average Inventory Level)
I = [ SS + (Q × ½ ) ]
Keterangan :
Q = Quantity
2.
Sistem persediaan dengan pengamatan periodik (Metode P)
Perusahaan
mengamati
tingkat
persediaan
secara
periodik
dan
pemesanan dilakukan pada saat tersebut jika diperlukan.
|
![]() 31
Tabel 2.3 Asumsi Model Pengendalian Persediaan Probabilistik
No.
Asumsi Model Q
Asumsi Model P
1.
Besarnya
pemesanan
adalah
tetap.
interval pemesanannya tetap sedangkan
kuantitas
pesanannya berubah- ubah.
2.
Selang
waktu
antara
dua
pemesanan berturut-turut
adalah tidak tetap,
tergantung pada
kecepatan
pemakaian barang
dalam
persediaan.
Jumlah
permintaan
tidak
pasti
atau
berfluktuasi dan jumlah pemesanan
akan
bervariasi
tergantung
permintaan
yang sesuai dengan target
persediaan.
3.
Pemesanan
kembali
dilakukan
jika
jumlah barang dalam
persediaan telah
mencapai suatu
batas
tertentu
yang
disebut titik
pemesanan
kembali
(Reorder point).
Selang waktu antara dua pemesanan
beruntun adalah tetap.
|
![]() 32
Tabel 2.3 Asumsi Model Pengendalian Persediaan Probabilistik (Lanjutan)
No.
Asumsi Model Q
Asumsi Model P
4.
Adanya
sistem
persediaan
pengaman,
yaitu
sejumlah
persediaan yang
disiapkan
untuk
menghadapi
adanya perubahan permintaan
Tidak memiliki titik pemesanan kembali,
sebagai gantinya adalah selang
waktu
yang
tetap
untuk
pemesanan
kembali.
2.7
Persediaan Pengamanan (Safety Stock)
11
Safety Stock menurut Assauri, Sofjan (1999:186) adalah persediaan
tambahan
yang
diadakan
untuk
melindungi atau
menjaga
kemungkinan terjadinya
kekurangan bahan
(out
of
stock).
Kemungkinan terjadinya
out
of
stock
dapat
disebabkan
karena
penggunaan bahan
baku
yang
lebih
besar
daripada
perkiraan
semula, atau keterlambatan dalam penerimaan bahan baku
yang dipesan. Pengadaan
persediaan pengaman oleh perusahaan dimaksudkan untuk mengurangi kerugian yang
ditimbulkan karena terjadinya out of stock.
Faktor- faktor yang menentukan besarnya safety stock :
a. Penggunaan bahan baku rata-rata
b. Faktor lama atau lead time (procurement time)
11
Assauri, S. (1999). Manajemen Produksi dan Operasi. Fakultas Ekonomi Universitas Indonesia.
|
![]() 33
Safety stock bertujuan untuk menentukan berapa besar stock yang dibutuhkan
selama
masa
tenggang
untuk
memenuhi besarnya
permintaan. Untuk
menaksir
besarnya safety stock, dapat dipakai cara yang relatif lebih teliti yaitu dengan metode
sebagai berikut :
1. Metode perbedaan pemakaian maksimum dan rata-rata.
Metode
ini
dilakukan dengan
menghitung
selisih
antara
pemakaian
maksimum dengan pemakaian rata-rata dalam jangka waktu tertentu
(misalnya perminggu), kemudian selisih tersebut dikalikan dengan lead time.
Berikut ini adalah persamaannya:
Safety stock = (Pemakaian Maksimum Pemakaian Rata-Rata) x Lead Time
2. Metode statistika.
Untuk menentukan besarnya safety stock dengan metode ini, terlebih dahulu
harus
menghitung
standar
deviasi
dari
demand. Standar
deviasi
merupakan
Merupakan perhitungan ukuran sebaran data yang menunjukan penyimpangan
setiap demand bahan baku terhadap rata-rata kebutuhan bahan baku. Hal
ini
dimaksudkan
untuk
mengetahui
tingkat
kesalahan
perhitungan
hasil
peramalan
(demand) terhadap
demand
rata-rata,
ini akan
berpengaruh
terhadap perhitungan safety stock selama lead time.
Persamaan perhitungan standar deviasi ialah sebagai berikut:
s
=
|
![]() 34
Keterangan:
=
Standar deviasi (tingkat kesalahan)
Xi
=
Demand/kebutuhan bahan baku
=
Rata-rata demand/kebutuhan bahan baku
n
=
Jumlah periode
Untuk menghitung besarnya Safety Stock dipengaruhi dua faktor yaitu:
1.
Besarnya
derajat
signifikan
standar
deviasi
pada
kurva
normal
(Z)
yang digunakan dalam hal ini adalah service level.
2.
Lamanya jangka waktu (lead time) yang digunakan sebagai dasar
perhitungan.
Penentuan kapasitas safety stock dilakukan untuk
menjaga atau
menghindari
kekosongan bahan baku (out of stock) sehingga permintaan (project order) dapat di
penuhi selama masa Lead
Time. Adapun
persamaan dalam
menghitung safety
stock
adalah sebagai berikut:
Safety Stock =
Keterangan:
SS
=
Persediaan pengaman selama lead time
Z
=
Perhitungan pada table Z kurva normal
LT
=
Lead time
=
Standar deviasi
|
![]() 35
Rumus di atas digunakan untuk menentukan persediaan pengaman bagi
bahan-bahan yang bergerak cepat, yakni dengan menggunakan distribusi normal.
2.8
Titik Pemesanan Ulang (Reorder Point)
12
Menurut
Heizer
dan
Render
(2005)
model-model persediaan
mengasumsikan bahwa
suatu
perusahaan
akan
menuggu
sampai
tingkat
persediaannya mencapai nol sebelum perusahaan memesan lagi, dan dengan seketika
kiriman
akan
diterima.
Keputusan
akan
memesan
biasanya
diungkapkan dalam
konteks titik pemesanan ulang, tingkat persediaan dimana harus dilakukan
pemesanan.
Kegunaan utama dari ROP ini adalah
1.
Untuk
tetap dapat
memenuhi
permintaan
pasar
selama dalam
waktu
tenggang pemesanan.
2.
Metode
ROP
ini
implementasinya
memerlukan
data
mengenai
rata-
rata pemakaian barang per
harian dan
ukuran pengamanan stok untuk
memenuhi permintaan selama masa tenggang.
3.
Peran ROP ini dalam
pengendalian
persediaan
barang
cukup vital
karena
dengan adanya ROP
ini
maka
selama
waktu
tenggang
pemesanan barang, permintaan pasar akan barang dapat tetap
terpenuhi.
12
Jay Heizer, B. R. (2007). Operation Management : Student Lecture Guide. Pearson Prentice Hall.
|
36
Faktor-faktor yang mempengaruhi titik pemesanan kembali adalah :
1. Lead time. Lead time
adalah waktu yang dibutuhkan
antara bahan baku
dipesan
hingga
sampai diperusahaan. Lead
time
ini
akan
mempengaruhi
besarnya
bahan
baku
yang
digunakan
selama
masa
lead
time,
semakin
lama lead
time
maka
akan
semakin besar
bahan yang
diperlukan selama
masa lead time.
2. Tingkat pemakaian bahan baku rata-rata persatuan waktu tertentu.
3. Safety stock, yaitu jumlah persediaan bahan minimum yang harus dimiliki
oleh
perusahaan
untuk
menjaga
kemungkinan
keterlambatan datangnya
bahan baku, sehingga tidak terjadi stagnasi.
|