BAB 2
LANDASAN TEORI
2.1 Teori Umum
2.1.1 Komunikasi
Menurut Trenholm dan Jensen
dalam Wiryanto (2004:
6),
mendefinisikan komunikasi demikian A process by which a source transmits a
message to a receiver through some channel. Komunikasi adalah suatu proses
dimana sumber mentrasmisikan pesan kepada penerima melalui beragam
saluran.
Menurut Gode dalam Wiryanto (2004: 6), memberi pengertian mengenai
komunikasi sebagai berikut It is a process that makes common to or several
what was the monopoly of one or some. Komunikasi adalah suatu proses yang
membuat kebersamaan bagi dua atau lebih yang semula monopoli oleh satu atau
beberapa orang.
Menurut Lasswell dalam
Wiryanto
(2004:
6), cara yang baik untuk
menggambarkan komunikasi adalah dengan menjawab pertanyaan
berikut :
Who Says What In Which Channel To Whom With What Effect? (Siapa
mengatakan apa dengan saluran apa kepada siapa dengan efek bagaimana?).
|
Dari beberapa pengertian menurut para ahli, disimpulkan bahwa
komunikasi adalah suatu proses dimana seseorang atau lebih, kelompok atau
organisasi dan masyarakat menggunakan informasi agar bisa berhubungan
dengan orang lain.
2.1.1.1 Model Model Komunikasi
Menurut Effendy dalam
buku Ilmu, Teori Dan Filsafat
Komunikasi (2003:
254), mengatakan bahwa
teori dan model
komunikasi yang tampil pada tahun awal sekitar dekade 1940-an dan
1950-an adalah:.
Teori S-O-R singkatan dari Stimulus-Organism-Response
ini
semua berasal dari psikologi. Obyek material dari psikologi dan ilmu
komunikasi adalah sama yaitu manusia yang
jiwanya meliputi
komponen-komponen : sikap, opini, perilaku, kognisi afeksi dan
konasi. Unsur-unsur dalam model ini adalah :
a.
Pesan (Stimulus, S)
b.
Komunikasi (Organism, O)
c.
Efek (Response, R)
|
![]() Gambar 2.1 : Teori S O R
Sumber : Effendy (2003: 255).
Gambar di atas menunjukan bahwa perubahan sikap bergantung
pada proses yang terjadi pada individu.
Stimulus
atau pesan yang disampaikan kepada komunikan
mungkin diterima atau mungkin ditolak. Komunikasi akan berlangsung
jika ada perhatian dari komunikan. Proses berikutnya komunikan
mengerti. Kemampuan komunikan inilah yang melanjutkan proses
berikutnya. Setelah komunikan mengolanya dan menerimanya, maka
terjadilah kesediaan untuk mengubah sikap.
Dapat disimpulkan teori S-O-R adalah stimulus yang diberikan
kepada target kemudian direspon oleh target tersebut. Stimulus ketika
diberikan kemudian dikomunikasikan sehingga mendapat respon dari
komunikan yang telah menerima stimulus di awal.
|
2.1.1.2 Fungsi Komunikasi
Menurut Gorden
dalam Mulyana
(2009:
5), Komunikasi
memiliki empat fungsi yakni :
1.
Komunikasi Sosial
Fungsi komunikasi sebagai komunikasi sosial setidaknya
mengisyaratkan bahwa komunikasi penting untuk membangun
konsep-konsep diri kita, aktualisasi-diri, untuk kelangsungan
hidup, untuk memperoleh kebahagiaan, terhindar dari tekanan
dan ketegangan antara lain lewat komunikasi yang menghibur,
dan memupuk hubungan dengan orang lain.
2.
Komunikasi Ekspresif
Erat kaitannya dengan komunikasi sosial adalah komunikasi
ekspresif yang dapat dilakukan baik sendiri ataupun dalam
kelompok. Komunikasi ekspresif tidak otomatis bertujuan
mempengaruhi orang lain, namun dapat dilakukan sejauh
komunikasi tersebut
menjadi
instrument untuk menyampaikan
perasaan-perasaan (emosi) kita.
3.
Komunikasi Ritual
Erat kaitannya dengan komunikasi ekspresif adalah komunikasi
ritual, yang biasanya dilakukan secara kolektif. Suatu komunitas
sering melakukan upacara-upacara berlainan sepanjang tahun
dan sepanjang hidup, yang disebut para antropolog sebagai rites
of passage.
|
4.
Komunikasi Instrumental.
Komunikasi instrumental mempunyai beberapa tujuan umum :
menginformasikan, mengajar, mendorong, mengubah sikap dan
keyakinan, dan mengubah perilaku atau menggerakan tindakan,
dan juga menghibur. Bila diringkas, maka kesemua tujuan
tersebut dapat disebut membujuk (bersifat persuasif).
Fungsi Komunikasi menurut penulis adalah memberikan
informasi kepada masyarakat baik yang bersifat mendidik atau
menghibur yang dapat mempengaruhi orang lain dengan informasi
tersebut. Dengan adanya komunikasi maka orang-orang bertambah
informasinya mengenai suatu hal.
2.1.2 Teori Komunikasi Organisasi
Dalam Komunikasi Organisasi, terminologi yang melekat dalam
konteks tersebut adalah komunikasi dan organisasi. Berdasarkan teori Weick,
organisasi bukanlah susunan yang terbentuk oleh posisi dan peranan, tetapi oleh
aktivitas komunikasi. Lebih pantas untuk dikatakan berorganisasi daripada
organisasi karena organisasi itu sendiri merupakan suatu yang dicapai
manusia melalui sebuah proses komunikasi yang berkelanjutan. (John dan Foss,
2009: 364-365)
Menurut Katz & Robert Kahn, dua ahli psikologi sosial dari Pusat Riset
Survey Universitas Michigan, dalam buku Manajemen Public Relations dan
|
Media Komunikasi (Ruslan, 2010:
83),
Komunikasi adalah pertukaran
informasi dan penyampaian makna yang merupakan hal utama dari suatu sistem
sosial atau organisasi. Jadi komunikasi sebagai suatu Proses penyampaian
informasi dan pengertian dari satu orang ke orang lain. Dan satu-satunya cara
mengelola aktivitas dalam suatu organisasi adalah melalui proses komunikasi.
Ada tiga dimensi dalam arus komunikasi yang terjadi dalam organisasi
menurut Effendy dalam Ruslan (2010: 81) yaitu :
1.
Komunikasi vertikal
Komunikasi ini cukup vital dalam melaksanakan fungsi-fungsi
manajemen, yaitu komunikasi dari
atas ke bawah (Downward
Communication)
dan dari bawah ke atas (Upward Communication).
Dalam arus komunikasi vertikal dari atas kebawah tersebut pihak
pimpinan dan penugasan lain sebagainya kepada ketua unit / kelompok
dan bawahan. Kemudian arus komunikasi dari bawah ke atas diterima
dalam bentuk bawahan memberikan laporan, pelaksanaan tugas,
sumbang saran dan hingga pengaduan kepada pimpinannya masing-
masing.
2.
Komunikasi horizontal
Komunikasi horizontal merupakan komunikasi satu level yang terjadi
antara para karyawan dengan karyawan lainnya, antara pimpinan satu
departemen dengan pimpinan departemen lainnya dalam satu tingkatan
dan lain sebagainya.
|
3.
Komunikasi eksternal
Komunikasi eksternal terjadi secara dua arah antara pihak organisasi /
lembaga dengan pihak luar. Misalnya komunikasi dengan pihak
kreditur, rekan bisnis, pelanggan, community relations
(hubungan
komunitas), supplier, pemasok, kalangan pers dan pejabat pemerintah
dan lain sebagainya.
Dari beberapa pengertian diatas dapat disimpulkan bahwa komunikasi
organisasi adalah proses komunikasi dimana komunikasi tersebut dalam suatu
kompleks tertentu di lingkungan beberapa orang yang mencakup komunikasi
internal maupun eksternal.
2.1.3 Public Relations
Public Relations/human
menurut Harlow dalam Ruslan
(2010:
16)
adalah Fungsi manajemen yang khas dan mendukung pembinaan,
pemeliharaan jalur bersama antara organisasi dengan publiknya, menyangkut
aktivitas komunikasi, pengertian, penerimaan dan kerja sama; melibatkan
manajemen dalam menghadapi persoalan/permasalahan, membantu manajemen
untuk mampu menanggapi opini publik; mendukung manajemen dalam
mengikuti dan memanfaatkan perubahan secara efektif; bertindak sebagai
sistem peringatan dini dalam mengantisipasi kecenderungan penggunaan
penelitian serta teknik komunikasi yang sehat dan etis sebagai sarana utama.
|
Sedangkan menurut Ardianto (2009: 2), Public Relations adalah salah
satu sub bidang Ilmu Komunikasi, kendati secara praktis, komunikasi adalah
backbone (tulang punggung) kegiatan PR. Konsep lainnya
dari PR adalah
sebagai jembatan antara perusahaan atau organisasi dengan publiknya,
terutama tercapainya mutual understanding
(saling pengertian) antara
perusahaan dengan publiknya.
Dari dua pengertian diatas dapat disimpulkan bahwa Public Relations
adalah orang yang menjalin hubungan baik dengan publik demi menciptakan
atau menjaga hubungan yang baik dengan publik. Di sinilah Public Relations
berperan untuk mengkomunikasikan informasi ke publik dengan baik sehingga
dapat diterima dengan baik pula oleh masyarakat.
2.1.3.1 Fungsi dan Peranan Public Relations
Menurut Cutlip, Centre, dan Canfield dalam Ruslan (2010: 19)
fungsi Public Relations dapat dirumuskan sebagai berikut :
1.
Menunjang aktivitas utama manajemen dalam mencapai tujuan
bersama.
2.
Membina hubungan yang harmonis antara badan atau organisasi
dengan publiknya yang merupakan khalayak sasaran.
3.
Mengidentifikasikan segala sesuatu yang berkaitan dengan opini,
persepsi, dan tanggapan masyarakat terhadap badan / organisasi
yang diwakilkan, atau sebaliknya.
|
4.
Melayani keinginan publiknya dan memberikan sumbang saran
kepada pimpinan manajemen demi tujuan dan manfaat bersama.
5.
Menciptakan komunikasi dua arah timbal balik, dan mengatur
arus informasi, publikasi serta pesan dari badan atau organisasi
ke publiknya atau sebaliknya demi tercapainya citra positif bagi
kedua belah pihak.
Menurut Dozier dan Brom dalam Ruslan (2010: 20), Peranan
Public Relations
dalam suatu organisasi dapat dibagi menjadi empat
kategori:
1.
Penasihat Ahli (Expert Prescriber)
Seorang praktisi pakar Public Relations
yang berpengalaman
dan memiliki kemampuan tinggi dapat membantu mencarikan
solusi dalam penyelesaian masalah hubungan dengan publiknya
(Public Relationship).
2.
Fasilitator Komunikasi(Communication Fasilitator)
Dalam hal ini, praktisi Public Relations
bertindak sebagai
komunikator atau mediator untuk membantu pihak manajemen
dalam hal untuk mendengar apa yang diinginkan dan diharapkan
oleh publiknya. Dipihak lain juga, dia dituntut mampu
menjelaskan kembali keinginan, kebijakan, dan harapan
organisasi kepada pihak publiknya. Sehingga dengan
komunikasi timbal balik tersebut dapat tercipta saling
pengertian, mempercayai, menghargai, mendukung, dan
toleransi yang baik dari kedua belah pihak.
|
3.
Fasilitator Proses Pemecahan Masalah (Problem Solving Process
Fasilitator)
Peranan praktisi Public Relations
dalam proses pemecahan
persoalan Public Relations ini
merupakan bagian dari tim
manajemen. Hal ini dimaksudkan untuk membantu pimpinan
organisasi baik sebagai penasihat (adviser) hingga mengambil
tindakan eksekusi (keputusan) dalam mengatasi persoalan atau
krisis tengah dihadapi secara rasional dan profesional.
4.
Teknisi Komunikasi (Communication Technician)
Dalam peran ini praktisi Public Relations
harus memiliki
kemampuan jurnalistik seperti membuat newslatter, press
release, advertorial, mengembangkan isi web, dan lain-lain.
Penulis menyimpulkan fungsi dan peranan public relations
adalah memelihara, mengembangkan, dan menjaga nama baik
perusahaan di kalangan mayarakat. Public Relations
di sebuah
perusahaan mengkomunikasikan informasi yang dibutuhkan oleh
masyarakat sehingga tidak ada salah penangkapan informasi atau
kesalahpahaman mengenai informasi yang dikomunikasikan.
2.1.3.2 Tujuan Public Relations
Tujuan Public Relations untuk mengembangkan pengertian dan
kemauan baik (goodwill) publiknya
serta untuk memperoleh opini
publik yang menguntungkan atau untuk menciptakan kerjasama
|
berdasarkan hubungan yang harmonis dengan publiknya (Soemirat dan
Ardianto, 2002: 89).
Adapun tujuan Public Relations
secara umum adalah
menciptakan, dan memelihara saling pengertian, maksudnya adalah
untuk memastikan bahwa organisasi tersebut senantiasa dimengerti oleh
pihak lain yang berkepentingan. Dengan adanya kata saling maka
organisasi pun harus dapat memahami publiknya.
Tujuan public relations adalah membangun atau
mempertahankan citra perusahaan demi menjaga nama baik perusahaan
di mata masyarakat luas dengan cara membina hubungan yang baik
kepada masyarakat lewat bahasa yang baik dan santun untuk setiap
informasi yang diberikan agar tidak ada pihak-pihak yang merasa
dirugikan.
2.2 Teori Khusus
2.2.1 Merek
Menurut penuturan Aaker dalam Susanto (2004: 6), merek adalah nama
dan simbol yang bersifat membedakan (seperti sebuah logo, cap atau kemasan)
untuk mengidentifikasikan barang atau jasa dari seorang penjual atau kelompok
penjual tertentu, serta membedakannya dari barang atau jasa yang dihasilkan
para pesaing.
|
Menurut Kotler dalam
Rangkuti (2002: 35), pengertian merek (brand)
adalah sebagai berikut: A brand is a name, term, sign, symbol or design or
combination of them, internded to identify the goods or services of one seller of
group of sellers and differentiate them from those od competitors. Jadi merek
membedakan penjual, produsen atau produk dari penjual, produsen atau produk
yang lain. Merek dapat berupa nama, merek dagang, logo, atau simbol lain.
Menurut Stanton dalam
Rangkuti (2002:
36), merek adalah nama,
istilah, simbol atau desain khusus atau beberapa kombinasi unsur-unsur ini yang
dirancang untuk mengidentifikasikan barang atau jasa yang ditawarkan oleh
penjual.
Menurut Durianto, Sugiarto dan Tony Sitinjak
(2004: 2) merek
merupakan nama, istilah, tanda, simbol, rancangan atau kombinasi hal-hal
tersebut untuk mengidentifikasikan barang atau jasa seseorang atau sekelompok
penjual dan untuk membedakannya dari produk pesaing.
Dari pengertian dari menurut para ahli, dapat disimpulkan bahwa brand
adalah sebuah nama atau simbol yang dapat mengindentifikasi suatu barang
atau jasa untuk membedakan antar produk. Konsumen pada umunya
mengidentifikasi suatu produk lewat brand
yang ada pada produk tersebut.
Ketika brand telah dikenali oleh konsumen, maka ketertarikan konsumen untuk
mengkonsumsi suatu produk lebih besar karena sudah mengenali brand
dari
produk tersebut.
|
2.2.1.1 Peranan Merek
Peran merek secara lebih spesifik dalam aktifitas pemasaran
(Kotler, 2004) :
1.
Merek mampu membantu konsumen untuk mengidentifikasi
produk yang mungkin memberikan benefit pada mereka.
2.
Merek memberikan informasi pada konsumen tentang kualitas
produk.
3.
Konsumen yang selalu melakukan pembelian produk dengan
merek yang sama akan mendapat fitur, benefit dan kualitas yang
sama setiap kali mereka membeli produk tersebut.
4.
Merek bisa memberikan proteksi pada keunikan suatu fitur yang
mungkin akan ditiru oleh perusahaan lain.
5.
Merek akan membantu penjualan untuk melakukan segmentasi
pasar.
Menurut Durianto, Sugiarto dan Tony Sitinjak (2004: 2), peranan
dan kegunaan merek diantaranya adalah :
1.
Merek mampu menembus setiap pagar budaya dan pasar.
2.
Merek mampu menciptakan komunikasi interaksi dengan
konsumen.
3.
Merek sangat berpengaruh dalam membentuk perilaku konsumen.
4.
Merek memudahkan proses pengambilan keputusan konsumen.
5.
Merek berkembang menjadi sebuah sumber asset
terbesar bagi
perusahaan.
|
Peranan merek menurut penulis adalah merek sangat
mempengaruhi setiap masyarakat dalam mengambil keputusan untuk
memilih suatu produk. Ketika suatu merek telah dikenal oleh
masyarakat, kemungkinan konsumen untuk menggunakan produk
dengan suatu merek lebih besar, karena dari masyarakat sudah menaruh
kepercayaan terhadap suatu merek.
2.2.1.2 Manfaat Merek
Merek memiliki berbagai manfaat, baik untuk produsen ataupun
konsumen. Menurut Keller (2003:
7) manfaat merek bagi produsen
adalah sebagai berikut :
1.
Sarana idetifikasi untuk memudahkan proses penanganan atau
pencairan produk bagi perusahaan, terutama dalam
perorganisasian sediaan dan pencatatan akuntansi.
2.
Bentuk proteksi hukum terhadap fitur atau aspek produk yang
unik. Merek bisa mendapatkan perlindungan properti intelektual.
Nama merek bisa diproteksi melalui merek dagang terdaftar
(registered trademarks), proses pemanifakturan bisa diproteksi
melalui hak paten, dan kemasan produksi bisa diproteksi melalui
hak cipta (copyrights) dan desain.
3.
Signal tingkat kualitas bagi pelanggan yang puas, sehingga mereka
dapat dengan mudah dan membelinya lagi di lain waktu.
4.
Sarana menciptakan asosiasi dan makna unik yang membedakan
produk dari para pesaing.
|
5.
Sumber keunggulan kompetitif, terutama melalui perlindungan
hukum, loyalitas pelanggan, dan citra unik yang terbentuk di
benak konsumen.
6.
Sumber financial returns, terutama menyangkut pendapatan di
masa datang.
Sedangkan manfaat merek bagi konsumen menurut Keller (2003:
7) adalah sebagai berikut :
1.
Idetifikasi sumber produk.
2.
Penetapan tanggung jawab pada pemanufaktur atau distributor
tersebut.
3.
Pengurangan resiko.
4.
Penekanan biaya pencarian (search cost) internal dan eksternal.
5.
Janji atau ikatan khusus dengan produsen.
6.
Alat simbolis yang memproyeksikan citra diri.
7.
Signal kualitas.
Penulis menyimpulkan manfaat merek antara lain dapat
meningkatkan penjualan, membangun loyalitas, membuat komunikasi
menjadi lancar. Ketika suatu merek diperkenalkan dan diterima dengan
baik oleh masyarakat, maka dengan sendirinya akan muncul kesadaran
dari konsumen untuk membeli dan menggunakan produk tersebut.
|
2.2.2 Brand Awareness
Menurut Rochaety (2005: 35) Brand Awareness merupakan kemampuan
seseorang pelanggan untuk mengingat suatu merek tertentu atau iklan tertentu
secara spontan atau setelah dirancang kata-kata kunci.
Menurut Durianto
(2004:
954) Kesadaran merek adalah kesanggupan
seorang calon pembeli untuk mengenal, mengingat kembali suatu merek sebagai
bagian dari suatu kategori produk tertentu.
Dalam beberapa kali, peningkatan kesadaran pembeli telah membuat
pembeli yang ingin membayar untuk merek mereka dikenali dan konstruktif.
Dengan demikian, penting bagi bisnis untuk menciptakan daya tarik di merek
mereka berada dalam posisi yang lebih baik daripada pesaing mereka. Ini jelas
bahwa konsumen menyebarluaskan dan selalu bersedia untuk mendapatkan
produk, jadi disini kesadaran merek selalu faktor penting untuk memanipulasi
keputusan membeli dan membeli intensions (Macdonald dan
Sharp
, 2000).
(Jurnal: Nazia Yaseen, M. T. (2011). Impact of Brand
Awareness,
Percieved Quality and Customer Loyalty on Brand Profitability and Purchase
Intention : A Resellers' View. Interdisciplinary Journal Of Contemporary
Research In Business , 8.)
Pengertian dari para ahli mengenai brand awareness dapat disimpulkan
bahwa brand awareness
merupakan tujuan umum komunikasi pemasaran,
adanya brand awareness
yang tinggi diharapkan kapanpun kebutuhan kategori
muncul, brand
tersebut akan dimunculkan kembali dan ingatan yang
|
selanjutnya dijadikan pertimbangan berbagai alternatif dalam pengambilan
keputusan. Brand awareness
menunjukan pengetahuan konsumen terhadap
eksistensi suatu brand.
2.2.2.1 Tingkatan Brand Awareness
Piramida kesadaran merek dari tingkat terendah sampai tingkat
tertinggi adalah sebagai berikut :
1.
Top of Mind
(puncak pikiran) adalah merek yang disebutkan
pertama kali oleh konsumen atau yang pertama kali muncul
dalam benak konsumen. Dengan kata lain, merek tersebut
merupakan merek utama dari berbagai merek yang ada dalam
benak konsumen.
2.
Brand Recall
(pengingatan kembali terhadap brand)
adalah
pengingatan kembali terhadap merek tanpa bantuan (unaided
recall).
3.
Brand Recognition (pengenalan brand) adalah tingkat minimal
kesadaran merek, dimana pengenalan suatu merek muncul lagi
setelah dilakukan pengingatan kembali lewat bantuan (aide
recall).
4.
Unaware of Brand (tidak menyadari brand) adalah tingkat paling
rendah dalam piramida kesadaran merek, dimana konsumen
tidak menyadari adanya suatu merek.
|
![]() Gambar 2.2 : Piramida Brand Awareness
Sumber : Aaker dalam Durianto (2002: 92)
Tingkatan brand awareness menurut penulis merupakan tahap-
tahap di mana suatu brand diperkenalkan kepada konsumen sampai pada
akhirnya brand tersebut diakui oleh konsumen lewat penggunaan produk
suatu brand.
2.2.2.2 Peranan Brand Awareness
Peran brand awareness dalam membantu brand dapat dipahami
dengan mengkaji bagaimana brand awareness dapat menciptakan suatu
nilai. Penciptaan nilai ini dapat dilakukan dengan empat cara, yaitu :
1.
Jangkar yang menjadi cantolan bagi asosiasi lain
Suatu merek yang kesadarannya tinggi akan membantu asosiasi-
asosiasi melekat pada merek tersebut karena daya jelajah merek
|
tersebut akan menjadi sangat tinggi dibenak konsumen. Dapat
disimpulkan bahwa jika kesadaran suatu merek rendah, suatu
asosiasi yang diciptakan oleh pemasar akan sulit melekat pada
merek tersebut.
2.
Familier atau rasa suka
Jika kesadaran merek kita sangat tinggi, konsumen akan sangat
akrab dengan merek kita, dan lama-kelamaan akan timbul rasa
suka yang tinggi pada merek yang kita pasarkan.
3.
Substansi atau komitmen
Kesadaran merek dapat menandakan keberadaan, komitmen, dan
inti yang sangat penting bagi suatu perusahaan. Jadi jika
kesadaran akan
merek tinggi, kehadiran merek
itu
akan selalu
dapat kita rasakan, sebab sebuah kesadaran merek
tinggi
biasanya disebabkan oleh beberapa faktor, antara lain :
1.
Diiklankan secara luas.
2.
Ekstensi yang sudah teruji oleh waktu.
3.
Jangkauan distribusi yang luas.
4.
Merek tersebut dikelola dengan baik.
5.
Mempertimbangkan merek.
Langkah pertama dalam suatu proses pembelian adalah
menyeleksi merek-merek yang dikenal dalam suatu kelompok untuk
dipertimbangkan dan diputuskan brand
mana yang akan dibeli. Merek
dengan top of mind tinggi mempunyai nilai pertimbangan yang tinggi.
Jika suatu merek tidak tersimpan dalam ingatan, merek tersebut tidak
|
![]() akan dipertimbangkan dalam keputusan pembelian.
Biasanya merek-
merek yang disimpan dalam benak konsumen adalah merek-merek yang
disukai dan dibenci.
Gambar 2.3 : Gambar Nilai Kesadaran Merek
Sumber : Durianto, Sugiharto dan Budiman, (2004: 7)
Menurut penulis peranan brand awareness ialah membuat sebuah
merek
menjadi lebih diingat oleh para konsumen karena merek tersebut
sudah dikenali oleh konsumen sehingga mempengaruhi keputusan
konsumen untuk menggunakan produk suatu produk atau tidak.
2.2.3 Perilaku Konsumen
Menurut Mowen dalam Rangkuti (2009: 91), perilaku konsumen adalah
studi tentang unit pembelian (buying unit) dan
proses pertukaran yang
|
melibatkan perolehan, konsumsi berbagai produk, jasa, pengalaman serta ide-
ide.
Menurut Lamb, Hair, dan McDaniel dalam Rangkuti (2009: 91),
perilaku konsumen adalah proses seorang pelanggan dalam membuat keputusan
membeli, juga untuk menggunakan dan mengonsumsi barang-barang dan jasa
yang dibeli, juga termasuk faktor-faktor yang mempengaruhi keputusan
pembelian dan penggunaan produk.
Menurut Engel, Blackwell, dan Miniard dalam Rangkuti (2009: 92),
perilaku konsumen adalah tindakan yang langsung terlibat dalam mendapatkan,
mengonsumsi, dan menghabiskan produk dan jasa, termasuk proses keputusan
yang mendahului dan mengikuti tindakan ini.
Titik tolak memahami perilaku konsumen adalah model rangsangan-
rangsangan seperti yang diperlihatkan pada tampilan dimana rangsangan
pemasaran dan lingkungan mulai memasuki kesadaran pembeli. Karakteristik
pembeli dan proses pengambilan keputusan menimbulkan keputusan pembelian
tertentu. Tugas pemasar adalah memahami apa yang terjadi dalam kesadaran
pembeli mulai dari adanya rangsangan dari luar hingga munculnya keputusan
pembelian pembeli.
|
![]() Gambar 2.4 Model Perilaku Konsumen
Sumber : Philip Kotler (2002).
Para konsumen membuat keputusan tidak dalam sebuah tempat yang
terisolasi dari lingkungan sekitar. Perilaku pembelian mereka sangat dipengaruhi
oleh faktor-faktor kebudayaan, sosial, pribadi, psikologis.
1.
Faktor budaya
Faktor budaya yang memiliki pengaruh luas dan mendalam terhadap
perilaku konsumen dalam pembelian seperti : kultur, subkultur, dan
kelas sosial.
2.
Faktor sosial
Perilaku seorang konsumen juga dipengaruhi oleh faktor-faktor sosial,
seperti kultur rujukan, keluarga, dan peran dan status sosial.
|
![]() 3.
Faktor pribadi
Keputusan pembeli juga dipengaruhi oleh karakteristik pribadi yang
meliputi usia, tahap daur hidup, jabatan, keadaan ekonomi, gaya hidup,
kepribadian, konsep diri.
4.
Faktor Psikologis
Pilihan pembelian seorang dipengaruhi oleh empat faktor psikologis
utama, yaitu motivasi, persepsi, learning, kepercayaan dan sikap.
Gambar 2.5 Faktor Yang Mempengaruhi Perilaku Konsumen
Sumber : Simamora (2008: 9)
Sikap konsumen dan niat pembelian yang menuju merek tidak hanya
produk mereka kognitif evaluasi dari merek individu tetapi juga ditentukan oleh
persepsi mereka dari merek lain bersaing dalam pertimbangan set. (Ronnie,
Anne dan Karinna, 2006). Dapat menduga bahwa informasi lebih lanjut dapat
membingungkan konsumen tentang merek untuk dipilih. Jacoby, Speller dan
Berning (1974) yang berpendapat bahwa konsumen
benar-benar membuat
keputusan pembelian yang lebih miskin dengan informasi lebih lanjut.
|
(Jurnal: Consumer Brand Choice In a No- Brand Awareness Situation
of low Involvement Product. Interdisciplinary Journal Of Contempory Research
In Business , 12.)
Dari pengertian diatas dapat disimpulkan bahwa perilaku konsumen
sangat berpengaruh terhadap keputusan pembelian seorang konsumen. Perilaku
konsumen dapat memberi dampak bagi sebuah barang atau jasa dan dapat
membuat konsumen agar memiliki keputusan pembelian terhadap suatu produk.
2.2.4 Keputusan Pembelian
Keputusan atau niat untuk membeli merupakan sesuatu yang
berhubungan dengan rencana konsumen untuk membeli produk tertentu, serta
berapa banyak unit produk yang dibutuhkan pada periode tertentu. Keputusan
pembelian merupakan pernyataan mental konsumen yang merefleksikan
rencana pembelian sejumlah produk dengan merek tertentu (Setiadi, 2003: 17).
Menurut Setiadi (2003:
415)
keputusan pembelian adalah
pengintegrasian yang mengkombinasikan pengetahuan untuk mengevaluasi dua
atau lebih perilaku alternatif dan memilih salah satu di antaranya.
Menurut Schifman dan Kanuk dalam Kotler (2008: 347) Keputusan
adalah :
A decision is the selection of an option for two or more alternative
must be available (Keputusan adalah penyeleksi dari pilihan-pilihan dua atau
lebih alternatif).
|
Proses keputusan pembelian menurut Kotler (2008: 170) terdiri dari lima
tahap, yaitu : pengenalan keputuhan, pencarian informasi, evaluasi alternative,
keputusan pembelian pasca pembelian.
Keputusan pembelian menurut penulis adalah setiap pertimbangan
konsumen akan kualitas, harga, dan manfaat dari suatu produk sebelum
memutuskan untuk membeli suatu barang.
2.2.4.1 Proses Keputusan Pembelian
Menurut Kotler (2008: 204-208), konsumen melewati lima tahap
dalam proses keputusan pembelian. Sebenarnya, proses pembelian telah
dimulai jauh sebelum pembelian aktual terjadi dan memiliki
konsekuensi jauh setelah pembelian terjadi. Masing-masing tahap
tersebut adalah sebagai berikut :
1.
Pengenalan Kebutuhan
Proses pembelian dimulai saat konsumen mengenali sebuah
kebutuhan atau kebutuhan normal sesesorang, seperti rasa lapar
dan haus muncul pada tingkat cukup tinggi untuk menjadi
dorongan. Suatu kebutuhan juga dapat dipicu oleh rangsangan
eksternal.
2.
Pencarian Informasi
Konsumen yang tergugah kebutuhannya akan terdorong untuk
mencari informasi yang lebih banyak. Kita dapat membaginya
|
kedalam dua tingkat. Situasi pencarian informasi yang lebih
ringan dinamakan perhatian menguat. Pada tingkat itu seseorang
hanya menjadi lebih peka terhadap informasi tentang produk.
Pada tingkat selanjutnya, orang itu mungkin memasuki masa
pencarian aktif informasi. Melalui pengumpulan informasi,
konsumen akan mengetahui tentang merek-merek yang bersaing
dan keistimewaan merek tersebut. Ada empat kelompok yang
menjadi sumber informasi konsumen, yaitu :
1.
Sumber pribadi : keluarga, teman, tetangga, maupun
kalangan lainnya.
2.
Sumber komersial : iklan, wiraniaga, penjual, kemasan, dan
pajangan.
3.
Sumber publik : media massa, organisasi, penilai
konsumen.
4.
Sumber pengalaman : menangani, memeriksa dan
menggunakan produk.
3.
Evaluasi Alternatif
Beberapa konsep dasar akan membantu kita untuk memahami
proses evaluasi konsumen. Pertama, konsumen akan berusaha
untuk memenuhi suatu kebutuhan. Kedua, konsumen akan
mencari manfaat tertentu dari solusi produk. Ketiga, konsumen
memandang masing-masnig produk sebagai sekumpulan atribut
dengan kemampuan berbeda-beda dalam memberikan manfaat
yang digunakan untuk memuaskan kebutuhan itu. Konsumen
|
membangun keyakinan terhadap merek mengenai posisi setiap
merek pada setiap atribut. Seperangkat keyakinan mengenai
merek tertentu tersebut dikenal sebagai citra merek (brand
image). Citra merek yang dibentuk oleh konsumen berbeda-beda
berdasarkan pengalaman, dan efek dari persepsi selektif, distorsi
selektif, retensi selektif.
4.
Keputusan Pembelian
Dalam tahap evaluasi, konsumen membentuk prefensi atas
merek-merek dalam kumpulan pilihan. Konsumen juga mungkin
membentuk niat untuk membeli produk yang disukai. Namun ada
dua faktor berikut dapat berada diantara pembelian dan
keputusan pembelian :
1.
Faktor pertama adalah sikap orang lain. Sejauh mana sikap
orang lain mengurangi alternatif yang disukai seseorang
akan bergantung pada dua hal, yaitu identitas sikap
negatif orang lain terhadap alternatif yang disukai
konsumen, dan motivasi konsumen untuk menuruti
keinginan orang lain. Semakin gencar sikap negatif orang
lain dan semakin dekat orang tersebut dengan konsumen,
semakin besar konsumen akan mengubah niat
pembelinya. Demikian juga sebaliknya.
2.
Faktor kedua adalah faktor situasi yang tidak terantisipasi
yang dapat muncul dan dapat mengubah niat pembelian.
Konsumen mungkin membentuk niat membeli
|
berdasarkan faktor-faktor seperti pendapatan yang
diperkirakan, harga yang diharapkan, dan manfaat produk
yang diharapkan. Namun kejadian-kejadian yang tidak
terantisipasi mungkin mengubah niat membeli tersebut.
5.
Perilaku Pasca Pembelian
Setelah membeli produk, konsumen akan mengalami level
kepuasan atau ketidakpuasan tertentu. Pemasar harus memantau
kepuasan pasca pembelian, tindakan pasca pembelian dan
pemakaian produk pasca pembelian. Kepuasan pembeli
merupakan fungsi dari seberapa dekat harapan pembeli atau
suatu produk dengan kinerja yang dirasakan pembeli atas produk
tersebut. Jika kinerja produk lebih rendah dari harapan,
pelanggan akan kecewa. Jika ternyata sesuai harapan, pelanggan
akan puas dan jika melebihi harapan, pembeli akan membeli
kembali produk tersebut dan membicarakan hal-hal yang
menguntungkan atau tidak menguntungkan tentang produk
tersebut dengan orang lain. Kepuasan dan ketidakpuasan
konsumen terhadap suatu produk akan mempengaruhi perilaku
selanjutnya. Jika konsumen puas, ia akan
menunjukan
kemungkinan yang lebih tinggi untuk membeli kembali produk
tersebut. Para konsumen yang tidak puas bereaksi sebaliknya.
|
![]() Gambar 2.6 Proses Keputusan Pembelian Konsumen
Sumber : Kotler (2008: 204)
Proses Keputusan Pembelian menurut penulis tahap-tahap di
mana konsumen mulai untuk membuat keputusan pembelian suatu
produk. Dimulai dari pengenalan kebutuhan konsumen sendiri, pencarian
informasi untuk produk yang dapat memenuhi kebutuhan konsumen
sampai pada akhirnya memutuskan pembelian suatu produk yang
nantinya setelah pasca pembelian menentukan produk tersebut akan
digunakan lagi oleh konsumen atau tidak.
|
![]() 2.3 Kerangka Teori
Gambar 2.7 Kerangka Teori
|
![]() 2.4 Kerangka Pemikiran
Gambar 2.8 Kerangka Pemikiran
David A. Aaker (2006)
Philip Kotler (2008)
|